Anda di halaman 1dari 227

GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..


”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga buku
"Gastronomi Upaboga Indonesia" edisi ke-II dapat diselesaikan. Buku edisi ke-II ini untuk
memperbaiki, melengkapi dan menambah konten dari substansi buku edisi ke-I.

Seperti diutarakan, istilah Gastronomi saat ini belum terlalu populer di kalangan awam.
Dengan terbitnya buku edisi ke-II diharapkan dapat lebih utuh memandu dan memberi
petunjuk praktis bagi anggota Indonesian Gastronomy Association (IGA).

Buku ini diperuntukan hanya untuk anggota IGA sebagai panduan wajib organisasi dalam
upaya mendapatkan gambaran mengenai gastronomi.

Substansi daripada buku ini merupakan kompilasi dan resensi dari berbagai sumber yang
selama 4 (empat) tahun terakhir dibaca dan dianalisa oleh penulis sehingga menjadi buah
pemikiran tersendiri.

Buku ini terbagi dalam 3 (tiga) bagian yakni :


1. Bagian I (pertama) menjelaskan tentang gastronomi secara umum, baik mengenai
pengetahuan dan aplikasinya serta penerapan organisasinya.
2. Bagian II (kedua) menjelaskan tentang upaboga (gastronomi) di Indonesia, baik
mengenai perbedaan antara makanan (boga) dan gastronomi (upaboga) maupun
aplikasinya serta penerapannya di Indonesia, termasuk di dalamnya kaitannya
terhadap diplomasi, ekonomi kreatif dan pariwisata.
3. Bagian III (ketiga) menjelaskan tentang beberapa makanan Nusantara dan ciri
khasnya, yang merupakan aplikasi dari gastronomi Indonesia.

Terus terang, penulis bukan ahli gastronomi, apalagi mempunyai latar belakang akademis dan
karier dalam dunia itu. Tulisan ini lebih difokuskan membedah sisi praktek gastronomi dari
kaca mata awam penulis selama sekian tahun menelusuri sejarah dan budaya seni masakan
Indonesia.

Mudah-mudahan penjelasannya dapat memberikan yang terbaik bagi kemajuan gastronomi di


Indonesia, meskipun dirasakan masih banyak kekurangan didalamnya dan jauh dari kata
sempurna.

Kedepannya kami mengharapkan kritik dan saran terhadap penyempurnaan buku ini,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa masukan yang membangun.

Disamping itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu selama pembuatan buku ini, teristimewa buat Cynthia Juono, istri penulis yang
telah memberikan dukungan, keleluasaan dan waktu untuk menyelesaikannya.

Semoga buku ini dapat diterima dan bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Mengenai legalitasnya content substansi buku ada di ranah penulis berdasarkan UU Hak Cipta
Tahun 2002.

Jakarta, 9 Desember 2017

Indrakarona Ketaren

Edisi II Indrakarona Ketaren


1
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

DAFTAR ISI

Kata Pengantar (Halaman 1)

Daftar Isi (Halaman 2)

BAGIAN I : GASTRONOMI

Bab I : Gastronomi
1. Pendahuluan (Halaman 9)
a. Gastronomi Praktis
b. Gastronomi Teoritis
c. Gastronomi Teknis
d. Gastronomi Molekuler
e. Gastronomi Makanan
2. Sepintas Sejarah Tentang Memasak (Halaman 11)
3. Peradaban Makanan Manusia (Halaman 12)
a. Agrobiodiversity
b. Bahan Pangan Menjadi Makanan
c. Konsumsi Pangan & Makanan
4. Kodifikasi Memasak (Halaman 14)
5. Pemahaman Tentang Gastronomi (Halaman 15)
a. Pengertian Kuliner
b. Pengertian Gastronomi
c. Aspek Kesamaan
d. Pakar Komponen Gastronomi
6. Pelaku Dunia Makanan (Halaman 22)
a. Epicure
b. Foodie
c. Gluttony
d. Gastronom
e. Gastrosof
f. Gourmets
7. Sejarah Gastronomi (Halaman 23)
8. Ciri Kajian Gastronomi
9. Interdisipliner Kajian Gastronomi (Halaman 24)
10. Siapakah Gastronom
11. Identitas Gastronomi (Halaman 25)
12. Bagaimana Gastronomi Mempengaruhi Kehidupan Masyarakat (Halaman 26)
a. Pola Hidup
b. Budaya
c. Geografi
d. Keberlangsungan
13. Perbedaan Gastronomi Barat & Timur (Halaman 28)
14. Perbedaan Budaya Dalam Gastronomi Barat & Timur (Halaman 32)
a. Kebudayaan
b. Perbedaan Budaya Barat dan Timur
b.1. Kebudayaan Barat
b.2. Kebudayaan Timur
c. Budaya Gastronomi Indonesia
15. Perjamuan Makan Bersama (Halaman 34)
16. Penilaian Dalam Gastronomi
17. Presentasi Makanan (Halaman 35)
18. Seni, Gaya & Ciri Masakan
a. Cuisine Bourgeoise
b. Fusion Cuisine
c. Cuisine du Terroir
d. Nouvelle Cuisine

Edisi II Indrakarona Ketaren


2
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

e. Haute Cuisine
f. Avant Garde Cuisine
g. Localized Global Cuisine
19. Fine Dining (Halaman 38)

Bab II : Keterpautan Gastronomi


1. Interpretatif Gelar Chef (Halaman 41)
2. Science & Cooking (Halaman 42)
3. Panduan Michelin (Halaman 42)
4. Organisasi Gastronomi (Halaman 44)
5. Lembaga Kajian Seni Memasak
6. Gastronomi Di Mata Dunia (Halaman 45)
7. Gelaran Gastronomi Manca Negara
a. Madrid Fusion
b. Gastro Festival
c. Internationale Tourismus-Börse Berlin
d. Les Etoiles de Mougins
e. Fête de la Gastronomie
f. Gastronomie Jaarbeurs
g. World Expo Milano
h. Salon de Gourmets
8. Gelaran Gastronomi Bangsa (Halaman 46)

BAGIAN II : UPABOGA INDONESIA


Bab III : Upaboga Indonesia
1. Sadar Gastronomi (Halaman 48)
2. Perkembangan Upaboga (Halaman 49)
3. Batasan Upaboga
4. PenelahaanUpaboga
5. Konstruksi Upaboga (Halaman 50)
6. Corak Upaboga (Halaman 51)

Bab IV : Boga Indonesia


1. Peta Boga Indonesia (Halaman 53)
2. Garis Seni Boga Indonesia (Halaman 54)
3. Ihwal Profil Boga Indonesia (Halaman 55)
4. Tangible & Intangible (Halaman 58)
5. Kearifan Lokal (Halaman 58)
6. Artisanal Resepi Boga Indonesia (Halaman 59)
7. Jenis Boga Indonesia (Halaman 60)
a. BogaTradisional
i. Pedesaan
ii. Perkotaan
b. Boga Non Tradisional
i. Akulturasi
ii. Mimikri
iii. Local Globalized Cuisine
8. Perkembangan Seni Dapur Bangsa Indonesia (Halaman 61)
9. Catatan Boga Indonesia (Halaman 62)
10. Data Profil Boga Indonesia (Halaman 63)
11. Tradisi Peranti Saji Indonesia

Bab V : Rampai Permasalahan Makanan Di Tanah Air


1. Makanan Lokal (Halaman 67)
2. Legalitas Makanan
3. Hak Kekayan Intelektual (Halaman 69)
4. Pahlawan (Halaman 70)

Edisi II Indrakarona Ketaren


3
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

5. Makanan Jalanan (Halaman 72)


6. Kenapa Disebut Kaki Lima (halaman 73)
7. Gelaran Gastronomi Indonesia (Halaman 74)
8. Instrumen Kebijakan Budaya (Halaman 76)
9. Makanan Indonesia & Michelin (Halaman 77)
10. Mustika Rasa

Bab VI : Praktikan Gastronomi


1. Gastronomi & Diplomasi (Halaman 78)
a. Kekuatan Prestise
b. Diplomasi
c. Makanan Sebagai Instrumen Diplomasi
d. Gastro-Diplomasi
e. Tahapan Gastro-Diplomasi
f. Nation Branding
i. Thailand
ii. Korea Selatan
iii. Taiwan
iv. Malaysia
v. Australia
vi. Jerman
vii. Indonesia
g. Gastro-Diplomasi Pemerintah Amerika Serikat
h. Gastro-Diplomasi Indonesia
i. Prakarsa Diplomasi Kemitraan Makanan Warisan Tradisional
2. Gastronomi & Kreatifitas (Halaman 87)
a. Kreatifitas
b. Industri Kreatif
c. Ekonomi Kreatif
d. Kelas Kreatif
e. Gastronomi Dalam Industri Kreatif
f. Gastronomi Dalam Ekonomi Kreatif
g. Gastronomi & Pemangku Kepentingan
h. Pemimpin Kreatif Gastronomi
i. Ruang Lingkup Boga Dalam Ekonomi Kreatif
3. Gastronomi & Pariwisata (Halaman 96)
a. Wisata Kreatif
b. Gastronomi Sebagai Identitas Dalam Mengembangkan Pariwisata
c. Wisata Gastronomi
d. Kepentingan Wisata Makan Ala Gastronomi
e. Wisata Gastronomi & Wisata Boga
f. Pertumbuhan Wisata Boga Di Benua Barat
g. Wisata Gastronomi Indonesia

BAGIAN III : MAKANAN NUSANTARA

Bab VII : Beberapa Naskah Kuna Nusantara Tentang Makanan


1. Naskah Jawa (Halaman 106)
a. Serat Centhini
i. Makanan Tradisional Dalam Serat Centhini
ii. Peranti Saji Serat Centhini
iii. Wedhang Soklat
b. Serat Goenadrija
c. Serat Wilujengan, Jumenengan, Kraman Mangkunegaran
d. Kitab Primbon Lukmanakim Adammakna
e. Jenis Makanan Naskah Kuna Jawa
2. Naskah Bali : Lontar Dharma Caruban (Halaman 114)

Edisi II Indrakarona Ketaren


4
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

3. Naskah Banyumas : Babab Pasir & Babad Banyumas (Halaman 117)


4. Naskah Sunda : Sanghyang Swawar Cinta & Sanghyang Siksa Kandang Ng Karesian
(Halaman 118)

Bab VIII : Gastronomi Jawa Pada Prasasti Penetapan Sima Abad 9 – 10 Masehi (M)
1. Prasasti Taji 901 M (Halaman 119)
2. Prasasti Pangumulan 902 M
3. Prasasti Watukura I 902 M (Halaman 120)
4. Prasasti Mantyasih I 907 M
5. Prasasti Mantyasih III
6. Prasasti Rukam 907 M
7. Prasasti Lintakan 919 M
8. Prasasti Saŋguran 928 M
9. Prasasti Linggasuntan 929 M (Halaman 121)
10. Prasasti Jeru jeru 930 M
11. Prasasti Alasantan 939 M
12. Prasasti Paradah 943 M

Bab IX : Naskah Kuna Tentang Makanan


1. Catatan Kuna Makanan (Halaman 121)
2. Makanan Tradisional Bagi Masyarakat Jawa (Halaman 123)

Bab X : Makanan Dan Minuman Yang Sudah Ada Jaman Jawa Kuno
1. Dendeng (Halaman 124)
2. Urap
3. Lalapan
4. Dodol
5. Tape Ketan
6. Pecel (Halaman 125)
7. Agar-Agar
8. Dawet
9. Kerupuk
10. Rawon
11. Ikan Asin
12. Wajik
13. Jadah (Halaman 126)
14. Serbat

Bab XI : Beberapa Masakan Indonesia


1. Masakan Indonesia (Halaman 126)
2. Masakan Bali (Halaman 128)
3. Masakan Batak & Karo
4. Masakan Betawi (Halaman 129)
5. Masakan Jawa
6. Masakan Minahasa (Halaman 130)
7. Masakan Minangkabau
8. Masakan Sumatera (Halaman 131)
9. Masakan Sunda (Halaman 132)
10. Masakan Tionghoa (Halaman 133)
11. Lauk-Pauk Ritual Jawa Untuk Sesaji (Halaman 135)
12. Lauk Pauk Ritual Persembahan Masyarakat Hindu-Bali (Halaman 136)
13. Makanan Pelambang Bagi Masyarakat Tionghoa (Halaman 138)

Bab XII : Beberapa Gaya Makanan Indonesia


1. Kegemaran Makan Sambal (Halaman 138)
2. Gulai, Gule & Kari (Halaman 139)
3. Aneka Nasi Di Indonesia (Halaman 141)

Edisi II Indrakarona Ketaren


5
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

4. Makanan Nasional Indonesia (Halaman 151)


5. Soto - Bhineka Tunggal Ika Makanan Indonesia (Halaman 153)
6. Rijsttafel (Halaman 156)
7. Gado-Gado, Karedok, Ketoprak, Lotek & Pecel (Halaman 158)
8. Singkong dan Ubi (Halaman 159)
9. Tradisi Makan Bersama (Halaman 161)
a. Babancakan Tradisi Makan Bersama Ala Banten
b. Bancakan Tradisi Makan Bersama Ala Sunda
c. Bajamba Tradisi Makan Bersama Ala Minang
d. Baseprah Tradisi Makan Bersama Ala Kutai
e. Bagawa Tradisi Makan Bersama Ala Belitung
f. Begibung Tradisi Makan Bersama Ala Pulau Lombok
g. Besurong Saprah Tradisi Makan Bersama Ala Melayu Sambas
h. Botram Tradisi Makan Bersama ala Sunda
i. Megibung Tradisi Makan Bersama Ala Bali
j. Ngaliwet Tradisi Makan Bersama Ala Sunda
k. Patita Tradisi Makan Bersama Ala Maluku
l. Saprahan Tradisi Makan Bersama Ala Melayu Pontianak
10. Tradisi Makanan Karo (Halaman 168)
11. Tungku Masak Masyarakat Karo
12. Kenduri (Halaman 169)
13. Selamatan (Halaman 170)

Bab XIII : Beberapa Filosofi Makanan Indonesia


1. Arsik (Dekke na Niarsik) (Halaman 171)
2. Bancakan (Halaman 173)
3. Bubur Ayam
4. Bubur Sumsum
5. Cipera Manuk (Halaman 175)
6. Gudeg
7. Hidangan Imlek (Halaman 176)
8. Jenang (Halaman 177)
9. Jong Labar (Halaman 179)
10. Kaspe
11. Ketan Panca Warna
12. Ketan, Kolak dan Apem (Halaman 180)
13. Ketupat (Halaman 181)
a. Arti Kata Ketupat
b. Makna Filosofi Ketupat
14. Kue Apem (Halaman 185)
15. Kue Bacot (Halaman 186)
16. Kue Gethuk (Halaman 187)
17. Kue Lemper (Halaman 188)
18. Kue Nagasari
19. Kue Pasung, Gedang dan Apem
20. Lawar (Halaman 189)
21. Lupis (Halaman 190)
22. Nasi Golong (Halaman 191)
23. Nasi Kebuli
24. Nasi Urap (Halaman 192)
25. Polo Pendem
26. Rendang (Halaman 193)
27. Rujak Bebek (Halaman 194)
28. Rujakan
29. Semar Mendem (Halaman 195)
30. Sesate Bali
31. Sijamba Langkok

Edisi II Indrakarona Ketaren


6
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

32. Soto (Halaman 196)


33. Telo (Halaman 198)
34. Terites (Halaman 199)
35. Tiwul (Halaman 200)
36. Tumpeng
a. Makna Cabai Merah Di Nasi Tumpeng
b. Lauk Pauk Pelengkap Nasi Tumpeng
c. Jenis Nasi Tumpeng
• Tumpeng Robyong
• Tumpeng Pernikahanan
• Tumpeng Tumbuk
• Tumpeng Megono
• Tumpeng Nujuh Bulan
• Tumpeng Putih
• Tumpeng Kuning
• Tumpeng Nasi Uduk
• Tumpeng Pungkur
• Tumpeng Seremonial / Modifikasi
d. Warna Nasi Tumpeng
e. Prosesi Nasi Tumpeng

Bab XIV : Beberapa Makanan Langka Di Indonesia


1. Awug – Jawa Barat (Halaman 207)
2. Babanci – Betawi
3. Brambang Asem – Jawa
4. Bubur Ase – Betawi (Halaman 208)
5. Cabuk Rambak – Jawa
6. Cimpa Tuang – Karo
7. Colenak – Jawa Barat (Halaman 209)
8. Es Goyang – Betawi
9. Es Potong – Betawi
10. Es Selendang Mayang – Betawi (Halaman 210)
11. Es Serut Cetak – Jawa Barat
12. Gabus Pucung – Betawi
13. Gandus – Palembang
14. Gudeg Manggar – Jawa (Halaman 211)
15. Gulai Balak – Lampung
16. Gulai Gajebo – Sumatera Barat
17. Gulai Tutut – Jawa Barat
18. Gulo Puan – Palembang
19. Gatot – Jawa (Halaman 212)
20. Gomak – Palembang
21. Grondol – Jawa
22. Horok – Horok – Jawa
23. Ikan Cuka - Sumatera Barat (Halaman 213)
24. Iwak Wader Sambel Cobek – Jawa
25. Jaha – Sulawesi
26. Katimus – Sunda
27. Kerak Telur – Betawi
28. Ketan Bintul – Banten (Halaman 214)
29. Kicak – Jawa
30. Kidu – Karo
31. Kue Dongkal – Betawi
32. Kue Kembang Goyang – Betawi (Halaman 215)
33. Kue Rangi – Betawi
34. Keumamah – Aceh
35. Lahang – Jawa Barat

Edisi II Indrakarona Ketaren


7
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

36. Laksa Betawi – Betawi (Halaman 216)


37. Leumeung – Jawa Barat
38. Limun Sarsaparilla – Jawa
39. Lodeh Kluwih – Jawa
40. Lompong Sagu - Sumatera Barat (Halaman 217)
41. Lompong Sagu – Tapanuli
42. Mie Lethek – Jawa
43. Nasi Sambel Tumpang – Jawa
44. Paniki – Manado (Halaman 218)
45. Pelas (Bongko) – Jawa
46. Peler Kambing – Palembang
47. Pencok – Jawa Barat
48. Pliek Ue – Aceh
49. Puding Kabinet – Jawa
50. Putri No’ong – Jawa Barat
51. Rabeg – Banten (Halaman 219)
52. Ragit – Palembang
53. Reuceuh Bonteng – Jawa Barat
54. Sambal Lado Pado – Sumatera Barat
55. Sayur Besan – Betawi
56. Semanggi – Jawa (Halaman 220)
57. Sengkulun – Betawi
58. Tempe Busuk (Bosok) – Jawa
59. Tumis Kerang Lurjuk – Jawa
60. Ulukutek Leunca – Jawa Barat (Halaman 221)

Pustaka & Referensi (Halaman 222)

Tentang Penulis (Halaman 227)

Edisi II Indrakarona Ketaren


8
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

BAGIAN I : GASTRONOMI

“.. A greatest pleasure in life is doing what people say you cannot do ..”
(Walter Bagehot)

BAB I
GASTRONOMI

1. PENDAHULUAN
Gastronomi, istilah ini masih terdengar asing bagi banyak orang. Sebelum membahas
gastronomi lebih jauh, sebaiknya mengetahui lebih dulu berbagai bidang dalam lingkup
gastronomi agar dapat mengambil posisi dari berbagai sudut pandang yang ada.

Disamping itu jika nanti ditemukan kata makanan maka penjelasannya termasuk juga
minuman.

Aspek, bidang atau sudut pandang gastronomi ada 5 (lima) yakni :


a. Gastronomi Praktis
b. Gastronomi Teoritis
c. Gastronomi Teknis
d. Gastronomi Molekuler
e. Gastronomi Makanan

a. Gastronomi Praktis
Praktek yang berhubungan dengan aplikasi, preparasi, produksi, dan keramahtamahan
dalam penyajian makanan.

Pekerjaan ini meliputi teknik dan standar mengubah (mengkonversi) bahan mentah
menjadi makanan untuk disajikan.

Pelakunya adalah para ahli masak (artis kuliner) yakni para chef profesional atau ahli
masak otodidak ("pemasak" atau"koki" atau "juru masak”) yang aktivitasnya berhubungan
dengan proses masak – memasak atau dalam bahasa antar bangsa disebut sebagai “the
art of good cooking” dan dalam bahasa sehari-hari disebut sebagai “tukang masak”.

Termasuk sebagai pelaku dalam gastronomi praktis adalah semua orang yang
aktivitasnya berhubungan dengan hospitality (keramahtamahan), yakni pemilik restoran, ,
butler (kepala pelayan) dan waiter (pramusaji).

Contoh organisasinya adalah perhimpunan atau perkumpulan profesional yang


anggotanya terdiri dari para ahli masak, pemilik hotel dan restoran.

b. Gastronomi Teoritis
Pelaku yang mendukung gastronomi praktis dengan cara mempelajari pendekatan teoritis,
proses, sistem dari resep masakan yang diimplementasikan ke dalam bentuk tulisan
akademis atau ilmiah.

Caranya dengan mendokumentasikan maupun memformulasikan berbagai macam


prosedur yang harus dilakukan untuk memaksimalkan pembelajaran dan efisiensi
mengolah bahan pangan maupun meningkatkan kesuksesan dalam mengolah suatu
hidangan makanan.

Pelakunya adalah para konsultan profesional dan lembaga pendidikan makanan.

Contoh organisasinya adalah perhimpunan atau perkumpulan yang anggotanya terdiri dari
para konsultan profesional dan sekolah tinggi / universitas pendidikan makanan.

Edisi II Indrakarona Ketaren


9
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

c. Gastronomi Teknis
Pelaku yang memberi penilaian, pengukuran dan evaluasi sistematis terhadap gastronomi.
Pelaku ini adalah penghubung antara industri makanan skala kecil sampai industri massal.

Kegiatannya mencakup keahlian memberi penilaian dan evaluasi terhadap makanan


instan, instalasi metode produksi dan peralatan yang dibutuhkan untuk memulai produksi
industri makanan.

Pelakunya adalah para teknisi, ilmuwan makanan, konsultan profesional dan spesialis
operasional yang bekerja di area ini.

Contoh organisasinya adalah perhimpunan atau perkumpulan perusahan makanan dan


minuman yang anggotanya terdiri dari konsultan masakan, industriawan perusahaan
makanan, pemilik hotel & restauran, ilmuwan, profesional dan ahli masak.

Termasuk dalam organisasi adalah kelembagaan Pemerintah yang terkait dengan


ketahanan pangan, promosi dan kesehatan makanan.

d. Gastronomi Molekuler
Pelaku yang mempelajari transformasi fisio-kimiawi dari bahan pangan selama proses
memasak dan fenomena sensori saat dikonsumsi.

Ilmu ini dicirikan dengan penggunaan metode ilmiah untuk memahami dan mengendalikan
perubahan molekuler, fisio-kimiawi dan struktural yang terjadi pada makanan, tahap
pembuatan hingga konsumsi.

Metode ilmiah yang digunakan meliputi pengamatan mendalam, pembuatan dan


pengujian hipotesis, ekperimen terkontrol, objektivitas sains, dan reproduksibilitas
eksperimen.

Pelakunya adalah ahli kuliner molekuler yang menguasai seni memasak molekuler
(molecular cooking).

Contoh organisasinya adalah perhimpunan atau perkumpulan yang anggotanya adalah


ahli kuliner molekuler dan pemilik hotel & restoran.

e. Gastronomi Makanan
Pelaku yang menikmati dan mengkaji makanan dari proses dan peran sejarah, budaya,
lansekap geografis dan metode memasak untuk kepentingan inventarisasi kekayaan akal
budi makanan.

Caranya dengan menginventarisasi kekayaan makanan tradisional dengan menggali


warisan leluhur, tulisan ilmiah dan catatan kitab kuno, termasuk mencakup inovasi
terhadap resep baru maupun modifikasi dari resep tradisional.

Dalam pengertian bahasa antar bangsa gastronomi makanan adalah “the art of good
eating” atau dalam bahasa sehari-hari disebut sebagai “tukang makan”.

Pelakunya adalah para penikmat, pemerhati dan pecinta makanan (food connoisseur).

Contoh organisasinya adalah perhimpunan atau perkumpulan yang anggotanya dari


kalangan food connoisseur.

Dengan memahami ke 5 (lima) sudut pandang gastronomi di atas, maka dapat dijelaskan
bahwa buku ini mencoba membahas dari aspek nomor 5 (lima) yakni gastronomi makanan.

Edisi II Indrakarona Ketaren


10
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

2. SEPINTAS SEJARAH TENTANG MEMASAK


Secara sederhana, memasak dapat digambarkan sebagai proses dari hasil persiapan dan
mengolah bahan mentah menjadi makanan. Menurut beberapa ilmuwan, memasak adalah
revolusi kreatifitas manusia yang pertama dilakukan di bumi ini ketika ditemukan cara untuk
mengendalikan api (Dahl 2009).

Richard W. Wrangham, seorang profesor antropologi di Harvard University, mengatakan :


"Memasak merupakan kunci yang membuat kita menjadi manusia. Sejak lahir, memasak ada
dalam gen manusia dan berkembang secara alami menjadikan manusia modern". Ia
menyatakan : "Memasak adalah proses evolusi manusia. Hanya manusia satu-satunya
spesies di dunia yang memasak makanan mereka di atas perapian".

Bagi Wrangham, seni membuat api merupakan penemuan terbesar yang pernah dibuat
manusia yang menjadi dasar seni keahlian memasak. "Evolusi peradaban manusia datang
dengan penemuan api dan memasak" kata Wrangham. "Manusia mengembangkan
keterampilan membuat api dan mengendalikan api untuk memasak. Keahlian memasak
mengubah desain biologis manusia. Peradabannya mendorong menuju modernisasi serta
merupakan dasar paleo-keahlian seni memasak, "tambahnya.

Manusia dilahirkan suka makanan yang panas. Sejak dua juta tahun lebih manusia setiap hari
berkumpul di sekitar api dan kehidupan manusia disesuaikan untuk api. Wajar manusia
dikatakan sebagai omnivora yang senang mengkonsumsi makanan nabati hangat untuk
berbagai citarasa dan aneka rasa manis.

Seni memasak telah menjadikan salah satu alasan manusia berkelompok dalam suatu
kerumunan kesukuan. Seni memasak menjadikan manusia beradab dengan wujud kearifan
lokal yang mereka miliki. Oleh karena itu, kata Wrangham, manusia pada intinya adalah
mahluk "cookivores" (memasak makanan diatas perapian)

Tidak mudah untuk mengatakan kapan memasak diciptakan, karena sulit untuk menentukan
kapan manusia menemukan api dan belajar bagaimana mengendalikannya. Memasak adalah
bagian penting dari evolusi sejarah kehidupan manusia yang berasal dari kemampuan
mengontrol api yang kemudian munculnya makanan yang dimasak.

Memasak meningkatkan nilai dan mutu makanan manusia, yang telah mengubah
perkembangan organisme tubuh maupun pemikiran intelektualnya, yang tercipta akibat dari
hasil proses kehidupan sosial (adat istiadat, kearifan lokal, komunikasi, budaya dan lain
sebagainya). Makanan yang dimasak membuat makanan manusia lebih aman, menciptakan
citarasa yang kaya dan yang paling penting memberi kelezatan serta mengurangi
pembusukan.

Esensi dasar memasak dan makan ditentukan dari ketersediaan makanan (buffer stock) dan
cadangan bahan baku (stockpile) yang keduanya ditentukan oleh faktor iklim dan kekayaan
alam wilayah bersangkutan yang dikembangkan menggunakan teknologi pertanian dan teknik
memasak, bahkan melalui ilmu pengetahuan.

Buffer stock & stockpile ini yang disebut dengan kedaulatan pangan (bukan ketahanan
pangan) yang merupakan implementasi dari agrobiodiversity sistem pangan nabati.

Makanan adalah bahan bakar dari kehidupan manusia, seperti juga udara dan air. Manusia
tidak bisa hidup tanpa makanan. Namun, selain menjadi kebutuhan dasar, makanan dan
memasak telah berkembang dari lebih sekedar kebutuhan dasar untuk bertahan hidup.

Memasak telah berkembang sedemikian rupa selama ribuan tahun menjadi sebuah
pengaturan sosial kemasyarakatan, yang dikenal kemudian menjadi gastronomi (Bober 1999).
Rekaman perjamuan makan gastronomi ditemukan dalam teks-teks dan dari citra kehidupan
abad pertengahan masyarakat Mesir kuno, Mesopotamia, Yunani dan Roma.

Edisi II Indrakarona Ketaren


11
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Sebagai contoh di Yunani kuno, seorang 'Archimageiros' (chef de cuisine) menyiapkan


perjamuan makan gastronomi untuk tuannya. Demikian juga di Romawi saat terbentuknya
Collegium Coquourum, seorang ‘Vucătar-Sef’ (koki profesional) menyiapkan perjamuan yang
serupa. Dari sejak saat itu dunia memasak dikenal menjadi profesi bergengsi (Montagne 1977).

Makanan tidak hanya prestisius bagi yang memasak (chef) tetapi juga memberi reputasi
'gengsi' bagi mereka yang bertindak sebagai tuan rumah (hosting) dari perjamuan yang
diselenggarakan.

Dunia keahlian memasak dapat ditelusuri kembali ribuan tahun lalu sebagai sebuah fenomena
budaya dan sosial, dimana kemudian gastronomi menjadi landasan dari kecerdasan
pengetahuan manusia terhadap seni keahlian memasak dan makan yang baik (good eating) -
(Civitello 2004: 174).

Selama perjalanan sejarah, memasak menjadi sebuah seni, kreasi dan keahlian khusus
manusia, bahkan menjadi sebuah ladang mata pencaharian yang memberi pengalaman
sensorik bagi penikmatnya yang bersedia membayar mahal untuk kelezatannya.

3. PERADABAN MAKANAN MANUSIA


Pertama-tama makan itu adalah kegiatan yang tidak dapat ditunda oleh manusia dalam
melangsungkan keberlanjutan hidupnya. Manusia menggunakan bahan-bahan yang ada di
sekeliling lingkungan kehidupannya untuk makan.

Disini makan merupakan pengalaman panjang semua manusia dalam memanfaatkan bahan-
bahan yang ada di sekitar hidupnya.

Seiring berjalannya waktu, manusia mendapatkan kesimpulan untuk memilih makanannya,


yakni yang dapat dimakan atau tidak menimbulkan rasa sakit dan dapat mengenyangkan
perut.

Kemudian manusia akan memilah makanan itu,mana yang harus dimakan hari ini, mana yang
bisa disimpan dengan berbagai macam jangka waktu. Setelah memilih dan memilah, manusia
berusaha membuat kombinasi makanan.

Disini manusia mengenal bagaimana menyimpan makanan dengan cara mengeringkan


memeram dan sebagainya. Kemudian pengenalan kaitan air, api dan makanan menimbulkan
ide dan pengalaman untuk berbagai macam teknik memasak.

Demikian proses itu terjadi dari generasi ke generasi. Pengalaman itu teruji dalam jangka
panjang sebagai suatu kearifan lokal (local wisdom atau nama kerennya indigenous
knowledge) dalam memilih, memilah, mencampur dan memasak secara primitif.

Disinilah manusia menggabungkan makanan terpilih yang telah dipilah dengan aneka macam
bumbu dan kemudian mewadahinya untuk diolah dengan berbagai teknik masak yang dikenal
dengan aneka macam makanan alami yang dipercaya dapat melanjutkan kehidupan
manusianya.

Demikianlah awal mula peradaban manusia yang terbentuk sesuai dengan perkembangan
alam di sekitarnya. Manusia belajar dengan memperhatikan gejala-gejala alam seperti
bagaimana burung memilih buah ranum.

Demikian juga keluwang / kalong, codot memilih makanan lezat berupa buah ranum, dan
manusia mencoba melanjutkan sisa makanan itu dengan merasakan kelezatan dari buah
ranum tersebut.

Edisi II Indrakarona Ketaren


12
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Manusia mengumpulkan makanan untuk diri sendiri dan keluarganya. Bila berlebih baru
mereka memikirkan kelompoknya.

Manusia kemudian mempelajari budi daya sehingga hasilnya bisa dilihat setelah berabad-
abad berlalu terciptanya suatu lingkungan masyarakat beserta agrobiodiversity alias sistem
budidaya aneka tanaman yang diperlukan manusia dalam kehidupan mereka.

Manusia mendapatkan pengalaman di setiap lokasi dengan kondisi topografi agrobiodiversity


yang berbeda sehingga dihasilkan ragam jenis makanan yang berbeda.

Kemudian timbulah ide saling tukar bahan pangan. Demikianlah dari waktu ke waktu
pengalaman makan menjadi lebih beragam dan tersebar secara meluas tanpa arahan
(komando).

Lalu terciptalah makanan kelompok masyarakat yang selalu tersedia, terjadi dan dinikmati
manusia. Ini adalah cikal bakal dari ethnic food.

Disinilah kebiasaan makan dan pola makan terjadi dan terbentuk. Pengalaman makan selalu
bergerak dan berubah karena faktor-faktor alam, ekonomi dan kemajuan berbagai bidang
dalam kehidupan.

Di bawah ini dicoba diuraikan secara singkat kebiasaan dan pengalaman tersebut :

d. Agrobiodiversity
Merupakan sistem pangan nabati yang dibentuk berdasar pengalaman manusia atau
masyarakat dalam hidupnya. Analogi terjadi pada bahan pangan hewani yaitu diawali dari
kebiasaan mendapatkan pangan hewani dengan cara berburu, menjinakkan, menternakkan
(ternak besar & kecil unggas) dan menangkap serta membudidayakan ikan (air tawar dan air
laut) serta mengunduh hasil laut lain. Demikian secara sangat ekstrak diceritakan tentang
bahan pangan yang merupakan keseluruhan bahan yang dimakan oleh manusia. Peristiwa
makan ini berkembang karena berbagai perkembangan dan perubahan, termasuk ekosistem
serta budaya dalam kehidupan.

e. Bahan Pangan Menjadi Makanan


Adalah pengalaman yang terbentuk dalam memanfaatkan bahan-bahan tersebut menjadi
makanan telah mengajari manusia memilah bahan pangan menjadi beberapa kelompok :
• Dunia barat yaitu serealia, sayuran, buah, biji dan polong, bahan penyegar (teh, kopi
coklat), gula dan madu, bumbu penyedap rasa, ikan dan hasil laut, serta bahan
pangan hewani (susu, telur, daging, dll).
• Orang Indonesia (badan ketahanaan pangan) mengelompokkan bahan pangan
menjadi beras dan serealia lain,umbi dan ubi, sayuran, buah, kacang-kacangan,
legum dan kelapa,bahan pangan hewani (daging, ikan, telur), gula (tebu, kelapa madu
dll), bumbu dan penyedap rasa. Sedangkan masyarakat Jawa memiliki kearifan lokal
membedakannya menjadi padi, palawija, pala kependem, pala gemantung, dan pala
kesimpar. Daerah lain punya juga kearifan lokal seperti masyarakat Jawa.

Masing-masing kelompok menunjukkan perlakuan penanganan dan cara pengolahan yang


harus dilakukan manusia agar mendapatkan hidangan untuk disantap. Melalui ragam
makanan yang ada , manusia dapat memperoleh manfaat yang sangat besar bagi
kehidupannya. Tidak sekedar hidup dan kenyang, tetapi mendapatkan manfaat, khasiat,
kenikmatan, kepuasan bahkan kebajikan dari apa yang disantap melalui berbahai ragam
hidangan.

f. Konsumsi Pangan & Makanan


Melalui pengalaman yang diperoleh dan cara mendapat makanan yang diinginkan, manusia
mendapatkan beragam teknik peralatan, budaya serta tata-cara dalam menyantap makanan.
Ragam kondisi saat menyantap makanan (sehari-hari dalam jamuan, dalam ritual maupun

Edisi II Indrakarona Ketaren


13
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

persembahan), manusia dapat menerima hidangan yang berisi bahan pangan untuk
memenuhi kebutuhan gizi seimbang sehingga terjamin keberlanjutan dalam hidup yang
selamat dan sejahtera dari aspek makanan.

Modernisasi dan kemajuan teknologi yang mestinya diciptakan untuk membangun


peningkatan kesejahteraan dalam kehidupan telah berdampak terjadinya penggerusan
Agrobiodiversity Ekosistem sehingga mengurangi ragam makanan yang disantap oleh
masyarakat. Ini hampir terjadi di seluruh dunia. Di negara-negara berkembang masyarakat
tertimpa pula dengan 'ketergantungan' impor bahan pangan (penghasil produk pangan
modern). Apa yg terjadi? Menurunnya kualitas hidup manusia di dunia barat lebih cepat terjadi
daripada di dunia timur, karena di belahan dunia timur didapati tradisi menyantap makanan
sehat yang masih lebih kuat tertanam pada masyarakatnya.

4. KODIFIKASI MEMASAK
Sulit untuk menelusuri apa buku masak pertama, tetapi beberapa kodifikasi pertama seni
memasak adalah kumpulan resep “La Fleur de Toute Cuisine” oleh Pidoux di tahun 1543 dan
“Le Viandier” oleh Taillevent di tahun 1570 (Montagne, 1977).

Kedua buku itu berfungsi sebagai buku manual yang memberikan pengetahuan yang
diperlukan untuk menyelesaikan tugas kuliner, namun pada saat yang sama mengirimkan
sinyal yang jelas tentang praktek yang benar dan salah dalam memasak (Trubek 2000).

Tradisi, teknik, aturan dan resep makanan Perancis telah ditulis turun – menurun dari master
chef dan diajarkan sebagai patokan dasar kodifikasi seni memasak di sekolah-sekolah kuliner
di berbagai negara di dunia.

Menurut Trubek, salah satu buku haute cuisine Perancis yang terkenal adalah “Le Cuisinier
Franҫais” oleh La Varenne yang diterbitkan tahun 1651, yang merupakan sebuah buku
kodifikasi yang sistematis tentang teknik memasak.

Buku lain yang berpengaruh adalah “La Guide Culinaire” yang diterbitkan pada tahun 1903
oleh Auguste Escoffier, tentang teori dan petunjuk masakan Perancis klasik (Montagne 1977).

Instruksi Escoffier masih diajarkan sampai saat ini di sekolah-sekolah kuliner di berbagai
negara sebagai komponen yang dianggap paling penting dalam keahlian seni memasak.
Escoffier memberi 5 (lima) komponen dari haute cuisine masakan Perancis klasik yakni stocks,
sauce, knife skills, metode memasak, dan pastry (Trubek 2000: 13).

Auguste Escoffier juga dikenal dengan tulisan kodifikasi buku masakan lainnya yakni "Ma
Cuisine" (1934) yang menjadi karya dan panutan seni memasak abab ke-20. Selain itu ada
buku yang paling penting bagi dunia ilmu memasak yakni buku "On Food and Cooking" (1984),
karangan Harold McGee's.

Buku kodifikasi seni masakan di abad ke-21 yang dikatakan sebagai kitab dan tolok ukur
teknik keahlian memasak modern (gastronomi) adalah yang diprakarsai dan ditulis oleh
Nathan Myhrvold, Chris Young, dan Maxime Bilet berjudul “Modernist Cuisine: The Art and
Science of Cooking”.

Buku karya Nathan Cs ini merupakan revolusi terbaru dalam seni memasak modern yang
mengungkapkan teknik dan ilmu pengetahuan dalam menyiapkan makanan. Dalam
keseharian seni memasak, modernis cuisine adalah dunia avant garde cuisine yang bentuk
kiasannya dikenal dengan sebutan gastronomi.

Buku tersebut merupakan ensiklopedia dan panduan untuk ilmu memasak kontemporer yang
menjelaskan tentang sejarah & fundamental memasak (dari era tradisional masa lalu sampai
ke gerakan modernis yang dimulai pada tahun 1980an, termasuk tentang mikrobiologi,
keamanan pangan, pangan dan kesehatan, panas dan energi, serta fisika dari makanan

Edisi II Indrakarona Ketaren


14
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

maupun air); teknik & peralatan memasak, hewan dan tumbuhan dalam memasak, bahan dan
persiapan memasak, berlapis hidangan resep dan manual dapur yang berisi informasi singkat
tentang topik yang berguna.

Buku satu set yang terdiri dari enam jilid dengan 2.438 halaman ini, diprakarsai oleh Nathan
Myhrvold, Chris Young, dan Maxime Bilet, yang melakukan riset di sebuah laboratorium
dengan peralatan teknik terbaru, yang mana kemudian model penggunaan laboratorium ini
menjadi dasar penggunaan alat memasak bagi hampir semua pemasak profesional di dunia.

Ini adalah buku kedua yang paling penting bagi dunia ilmu memasak setelah buku Harold
McGee's, yang mencakup topik metoda memasak mulai dari yang tradisional (klasik) sampai
yang terbaru dengan menggunakan perangkat alat modern, seperti sous-vide equipment dan
cream siphons. Menciptakan cita rasa baru dan tekstur yang menggunakan alat-alat seperti
water baths, homogenizers, centrifuges, ingredients (hydrocolloids, emulsifiers, dan enzymes).

Metoda ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi memasak yang ditemukan, memberi
kesempurnaan bagi kalangan pemasak manca negara mengingat teknik dan peralatan yang
digunakan seolah ditakdirkan menemukan kembali gairah memasak.

Bisa dikatakan, buku Modernist Cuisine merupakan manifesto sebuah gerakan budaya baru
dalam seni memasak yang telah mengubah cara memahami dapur. Modernist Cuisine
merupakan kontribusi penting dalam memahami prinsip-prinsip dasar mengenai memasak
yang tidak tertandingi oleh buku-buku lain. Bahkan buku ini dikatakan sebagai "sebuah buku
yang mengakhiri semua buku memasak lainnya".

Melihat begitu sistematisnya kodifikasi seni teknik masakan dunia barat, bagaimana dengan
Indonesia ?

Apa Indonesia sudah punya ? Apa ada yang berikhtiar membuatnya ? Kemana dunia seni
teknik Indonesia mau dibawa ? Itu selalu menjadi pertanyaan banyak kalangan.

Sudah 72 tahun negara ini merdeka tidak ada satu halaman pun cerita tentang kodifikasi seni
teknik masakannya, walau tidak dinafikan ada terbitan terbatas untuk kalangan tertentu, tetapi
bukan dipublikasikan secara nasional menjadi sebuah manual bagi semua kalangan.

Indonesia punya begitu banyak buku-buku resep & teknik masakan nusantara, termasuk
peralatannya. Bisa dikatakan ribuan tersebar di toko-toko buku. Kenapa tidak dikompilasi,
disortir, dikurasi dan diklasifikasi semua buku-buku itu menjadi sebuah kodifikasi standard
teknik memasak Indonesia, sehingga negeri ini punya buku manual yg tersusun resmi menjadi
patokan bagi semuanya.

5. PEMAHAMAN TENTANG GASTRONOMI


Gastronomi adalah studi interdisipliner yang didefinisikan dalam berbagai pengertian dan
kerap susah untuk dipahami oleh masyarakat awam.

Dalam beberapa konotasi, gastronomi dianggap sangat esoteris (khusus dan terbatas) dimana
hal-hal yang diajarkan hanya dapat dimengerti dan dinikmati oleh sekelompok orang yang
berstatus sosial tertentu dan dijadikan gaya hidup bertaraf khusus.

Pendapat lainnya mengatakan gastronomi cenderung bicara mengenai hidangan fusion dan
atau gourmet yang terbaik dan berkelas melalui jamuan “fine dining” (adiboga) sehingga
terkesan barang mahal.

Keawaman itu oleh masyarakat kerap menyamakan gastronomi dengan kuliner karena secara
kasat mata kuliner lebih nyata dibanding gastronomi. Padahal hakekatnya, gastronomi dan
kuliner punya perbedaan walaupun fokusnya sama yaitu makanan.

Edisi II Indrakarona Ketaren


15
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Oleh karena itu untuk mengetahui lebih jauh mengenai gastronomi, perlu di pahami terlebih
dahulu pengertian mengenai gastronomi dan kuliner.

a. Pengertian Kuliner
Istilah kuliner di Indonesia baru terdengar sejak tahun 2005 berkat slogan “Wisata Kuliner”,
dari sebuah tayangan televisi yang meliput tempat-tempat makan unik atau sudah memiliki
reputasi yang baik. Sejak saat itu, kosa kata kuliner menjadi semakin populer dan menjadi
sesuatu yang identik dengan mencicipi berbagai jenis makanan dan minuman.

Di Indonesia belum ada sumber resmi yang menyatakan definisi dari kuliner, baik secara
umum maupun dalam kontekstualnya. Secara bahasa, kuliner diserap dari bahasa Inggris:
culinary –memiliki arti sebagai sesuatu yang digunakan dalam memasak atau berkaitan
dengan memasak. Dalam praktiknya dikenal istilah culinary arts, yaitu teknik dalam
menyiapkan makanan sehingga siap dihidangkan.

Menurut kamus Merriam-Webster & Dictionary-Cambridge, kata kuliner berasal dari bahasa
Latin ‘culina’ atau ‘culinarius’ yang berarti dapur atau yang ada hubungannya dengan atau
digunakan dalam memasak atau dapur.

Dalam penjelasan lain, kuliner adalah kegiatan masak-memasak, sedangkan pelaku atau
orang yang melakukan kegiatan memasak itu disebut pemasak.

Berdasarkan kamus bahasa Indonesia dan ensiklopedia, kuliner berhubungan dengan urusan
masak-memasak atau teknis memasak di dapur.

Subyek (pelakunya) adalah artisan kuliner yang obyeknya (atau sasarannya) adalah resep
masakan dan kegiatannya adalah memasak.

Disebut artisan karena subyek adalah seniman yang berkreatif dalam teknik dan proses
masak – memasak. Para artis ini disebut juga ahli kuliner yakni para chef profesional atau ahli
masak otodidak (pemasak atau koki atau juru masak).

Konklusi kata kuliner di atas menggambarkan kepada kita bahwa :


i. Subyek-nya adalah artis kuliner
ii. Obyek-nya adalah resep masakan
iii. Predikat dari subyek terhadap obyek adalah kegiatan (pekerjaan) memasak
iv. Keterangannya adalah mengenai tempat dari pekerjaan itu, yakni di dapur atau
tempat lain terkait kegiatan memasak itu.

Oleh karena itu pengertian kuliner adalah seni persiapan, hasil olahan dan penyajian masakan
berupa lauk-pauk, panganan maupun minuman yang dilakukan artis kuliner.

Kuliner disusun sesuai tahapan seni keahlian sebagai berikut :


i. Resep (susunan resepi masakan)
ii. Bahan baku (memilih bahan baku masakan)
iii. Persiapan memasak di dapur
iv. Teknik & proses memasak
v. Estetika (keseimbangan yang prima terhadap mutu makanan)
vi. Presentasi dan penyajian makanan

Ke 6 (enam) tahapan seni keahlian ini disebut sebagai 'teknik & proses' memasak, yang
setelah dilalui akan memasuki ke tahap mencicipi makanan. Dalam pengertian gastronomi
antar bangsa kuliner adalah ‘The Art of Good Cooking’ atau suatu pengetahuan dan
ketrampilan tentang seni memasak yang baik.

Sebagai pengetahuan bersama, dalam dunia masakan selalu ada kecenderungan ke arah
reformasi tradisional (klasik) menjadi sesuatu yang baru (fusion, nouvele, haute dan avant

Edisi II Indrakarona Ketaren


16
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

garde). Hal ini disebabkan tidak semua masyarakat memiliki masakan original tradisionalnya
tetapi masyarakat harus memiliki masakan untuk dimakan dan dinikmati.

Dengan demikian bisa dikatakan seni keahlian memasak (kuliner) adalah gaya dan teknik
dalam mengolah dan memasak sedangkan makanan itu sendiri adalah gaya masakan yang
mengacu kepada suatu daerah atau negara tertentu (contohnya seperti masakan Perancis,
Itali, Spoanyol, Cina atau Mediteranian).

Disamping itu untuk diketahui, kuliner dibagi dalam lima kategori panca indera yakni aroma,
sentuhan, pendengaran, penglihatan dan rasa (Dahl 2009).

Aroma akan membangkitkan rasa dan tekstur sedangkan temperatur akan membangkitkan
sentuhan dan suara (pendengaran). Rasa ditimbulkan oleh lima rasa (manis, garam, asam,
pahit dan umami) dan akhirnya visual (penglihatan) dirangsang melalui presentasi dan posisi
warna dmaupun estetika (Dahl 2009).

Flavour, estetika dan etika adalah unsur-unsur yang dipertimbangkan saat membuat makanan
dengan teknik-teknik dasar yang diajarkan, antara lain keterampilan memakai pisau dan teknik
pemotongan (julienne, chiffonade, brunoise dan parisienne).

Membersihkan, mengupas, menguliti, ukiran, de-boning, filleting termasuk dalam teknik ini
adalah blanching, mengukus, poching, mendidih, braising maupun menggoreng anglaise atau
meuniere, fond, kaldu, consommé, glace serta saus.

Banyak lagi teknik-teknik lainnya yang di ajarkan yang tidak bisa disebutkan satu persatu,
namun pada prinsipnya proses kerja di dapur professional dijalankan seperti operasi militer
(Brigade de Cuisine atau The Kitchen Brigade) dengan struktur yang jelas dan rantai komando
top-down dari perintah dimana di bagian atas dari sistem ini adalah head chef atau chef
executive.

Kembali kepada penggunaan kata “kuliner”, jauh sebelum kata itu masuk dalam bahasa
Indonesia, sebenarnya sudah ada padanan kosa kata lain yakni "boga" yang dipakai di
Nusantara pada masa kuna.

Merujuk pada Zoetmulder dan Robson (1997) dalam Kamus Jawa Kuna – Indonesia (bagian 1
A – O), "boga" diambil dari bahasa Sansekerta, "bhoga" atau "bhogi", yang artinya kenikmatan,
hal makan; segala obyek kenikmatan, makanan, dan kesenangan.

Istilah "boga" (di Nusantara) dan "coquina" atau "cuisine" (dalam bahasa Latin) adalah perihal
mulai munculnya hubungan makanan dengan budaya aksara sebagai penanda zaman sejarah
umat manusia.

Misal, bisa lihat kata boga mulai banyak muncul dalam prasasti- prasasti kuno di Jawa sejak
abad ke-8 M, yang artinya seni memasak dan kenikmatan makan lezat telah terasa jejaknya
dalam tradisi leluhur saat itu.

Menilik makna boga, maka dapat dipahami bahwa pada masa kuna, makanan merupakan
obyek kenikmatan dan kesenangan manusia di Jawa. Untuk mencapai kenikmatan dan
kesenangan dalam aktivitas makan, perlu ada bakat dan seni mengolahnya.

Artinya, pada masa kuna sudah didapati adanya budaya dan seni mengolah bahan-bahan
makanan menjadi aneka sajian yang menggugah selera makan.

Melalui naskah kuna bahkan bisa dilihat, khazanah seni memasak nenek moyang bangsa
Indonesia sudah ada jejaknya berabad-abad lampau jauh sebelum praktik gastronomi sendiri
mulai populer di dunia sejak abad ke-19.

Edisi II Indrakarona Ketaren


17
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Mempopulerkan kembali kosa kata “boga” untuk merujuk kepada makanan (dan bukan kuliner),
artinya melestarikan jejak pengetahuan citarasa warisan para leluhur.

b. Pengertian Gastronomi
Dalam pengertian bahasa antar bangsa gastronomi adalah ‘The Art of Good Eating’ atau
dalam kata lain adalah suatu pengetahuan dan ketrampilan tentang seni makan yang baik.

Oxford Advanced Learner's Dictionary mendefinisikan gastronomi sebagai 'seni dan praktek
memasak dan makanan yang baik’ (Wehmeier 2000).

Dalam bahasa Indonesia, gastronomi diterjemahkan sebagai ‘upaboga”, sedangkan makanan


sebagai ‘boga’.

Subyek (pelakunya) gastronomi adalah masyarakat yang disebut sebagai gastronom, yakni
para pecinta, penikmat & pemerhati makanan (food connoisseur). Obyek-nya (atau
sasarannya) adalah makanan dan predikatnya adalah kegiatan makan bersama, sedangkan
keterangannya adalah mengenai tempat atau lokasi makan bersama itu.

Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa gastronomi adalah seseorang yang mempunyai
pengetahuan ‘keahlian memasak’ dan memahami 'seni dan praktek memasak dan makanan
yang baik’.

Selain ahli mengenai makanan yang baik, kepakaran gastronom juga mencakup dalam
mengkaji, dan memberi penilaian terhadap makanan yang dilakukan dengan
berbagai pendekatan interdisipliner pengetahuan, baik mengenai budaya, sejarah, lansekap
lingkungan dan metoda memasaknya.

Seorang gastronom tidak harus bisa memasak atau pandai memasak, namun yang penting
adalah yang bersangkutan adalah seorang yang paham mengenai keahlian memasak
(cookery) dan atau mengetahui tentang seni makanan yang baik.

Oleh karena itu gastronomi disusun sesuai tahapan seni keahlian sebagai berikut :
i. Sejarah antara lain asal usul bahan baku masakan, cara budi dayanya bahan
baku, teknik dan presentasi dan lain-lain.
ii. Budaya antara lain faktor etnis lokal ( termasuk agama, kepercayaan, tradisi adat
istiadat dan nilai-nilai kearifan lokal) yang mempengaruhi masyarakat
mengkonsumsi makanan tersebut, bagaimana budaya makan masyarakat
setempat, mengapa masakan itu penting bagi masyarakat setempat, kemampuan
berinovasi terhadap komponen, tekstur dan rasa dalam makanan maupun lain-
lain.
iii. Lansekap Geografis antara lain faktor lingkungan dan iklim yang mempengaruhi
masyarakat memasak makanan tersebut, produk pertanian yang tersedia, tingkat
keragaman suku lokal dan etnis pendatang yang mempengaruhi masakan
setempat.
iv. Metode memasak antara lain teknik dan proses memasak secara umum,
peralatan dapur yang digunakan, rasa makanan yang berlaku dan lain-lain.

Danhi R (What is your country’s culinary identity - 2003) mengemukakan ada enam unsur
utama menggambarkan karakteristik "identitas gastronomi" suatu negara yakni :
i. Lansekap Lingkungan (geografis), mencakup antara lain :
• Peralatan dapur asli yang digunakan masyarakat setempat
• Produk makanan pokok masyarakat setempat
• Produk pertanian yang tersedia
ii. Peristiwa sejarah, mencakup antara lain :
• Teknik memasak
• Metode tradisional memasak
• Asal usul bahan baku masakan

Edisi II Indrakarona Ketaren


18
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

iii. Keragaman etnis, mencakup evolusi dari waktu ke waktu antara lain :
• Pelestarian masakan tradisional
• Perpaduan masakan yang tercipta
• Penciptaan masakan baru
iv. Etiket kuliner, mencakup antara lain :
• Bagaimana budaya makan masyarakat setempat
• Mengapa masakan itu penting bagi masyarakat setempat
v. Rasa yang berlaku :
• Rasa dasar manis
• Rasa dasar asam
• Rasa dasar pahit
• Rasa dasar asin
• Rasa dasar umami (gurih)
vi. Resep, mencakup antara lain :
• Penggunaan dominan bahan
• Teknik dan presentasi

Konsep identitas gastronomi telah digunakan dengan sukses di semua negara barat, namun
sejak 2 atau 3 dekade terakhir telah terjadi perubahan dari waktu ke waktu secara evolusi
menyangkut proses memasaknya (Rao et al. - 2003), yakni :
i. Retorika makanan : Karakteristiknya adalah perubahan dalam nama hidangan dari
metode klasik (cuisine) menjadi fusion cuisine yang kemudian berkembang menjadi
nouvelle dan haute cuisine, serta terakhir modernist cuisine (avant garde).
ii. Aturan memasak :
• Abad ke-20 yakni menggunakan aturan memasak selama periode klasik
berfokus pada kesesuaian prinsip-prinsip seni memasak Auguste Escoffier,
berupa aturan memasak dalam gerakan masakan nouvelle dan haute cuisine
dengan memanfaatkan bahan baru, menggunakan teknik memasak yang baru
dan menyajikannya dengan cara-cara baru.
• Abad ke-21 yakni menggunakan aturan seni memasak dengan memakai
prinsip-prinsip seni memasak modernist cuisine dari Nathan Myhrvold, Chris
Young, dan Maxime Bilet dalam bukunya berjudul "Modernist Cuisine: The Art
and Science of Cooking" yang merupakan revolusi terbaru dalam seni
memasak modern mengenai teknik dan ilmu pengetahuan dalam menyiapkan
makanan.
iii. Bahan pola dasar : Bahan pola dasar klasik (cuisine) dan fine cuisine menggunakan
fitur bahan baku tradisional dalam penampilan yang beragam. Sementara nouvelle
dan haute cuisine menggunakan fitur bahan baku eksotis, herbal aromatik dengan
menggunakan sayuran dan buah dalam kombinasinya dengan penampilan yang
sederhana. Sedangkan modernist cuisine merupakan penggabungan dari metoda
klasik, fine, nouvelle dan haute cuisine dengan menggunakanalat modern untuk
menciptakan cita rasa dan tekstur baru serta komponen bahan yang
dipergunakan dalam memasak.
iv. Peran koki : Lebih rumit dan spesifik terutama dalam menampilkan masakan
beretorika nouvelle dan haute cuisine, apalagi avant garde yang menggunakan
perangkat peralatan teknik modern.
v. Organisasi menu : Menampilkan menu lebih sedikit dan fokus pada masakan
musiman (trendy) untuk memaksimalkan penekanan pada kesegaran dan persiapan
tepat waktu secara langsung.

Pendapat kebanyakan orang saat ini, terutama dari kalangan praktisi makanan, bahwa ketika
membicarakan gastronomi selalu mengarah kepada makanan yang ditata dengan konsep
fusion dan avant garde atau gourmet.

Hal itu dikarenakan gastronomi menawarkan sesuatu yang terbaik dan berkelas dalam hal
makanan sehingga terkesan barang mahal.

Edisi II Indrakarona Ketaren


19
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Sebenarnya pendapat ini tidaklah 100% benar, walaupun kebanyakan gastronom berasal dari
kalangan profesional dan non profesional yang secara ekonomi mandiri dengan status sosial
yang cukup baik.

Mengapa, karena ada tiga hal utama yang harus diterapkan dalam hidangan gastronomi, dan
ketiganya tidak dapat dipisahkan dan merupakan keharusan untuk sebuah konsep sajian
gastronomi.

Ketiga hal tersebut adalah :


i. Menu
ii. Pelayanan
iii. Suasana yang penampilan dan penyajiannya dilakukan dalam jamuan fine dine
(adiboga).

c. Aspek Kesamaan
Gastronomi didefinisikan sebagai keseluruhan proses dari memasak dan bagaimana
menikmati makanan. Kuliner didefinisikan sebagai seni memasak makanan (Bober 1999)
yang berkaitan dengan persiapan bahan baku dan proses menciptakan makanan.

Disamping itu yang membedakan gastronomi dari kuliner adalah adanya unsur "budaya,
sejarah & lansekap geografis".

Dalam dunia kuliner (dan ini sebenarnya) tidak wajib membicarakan tiga unsur tersebut,
meskipun banyak orang suka "latah & genit" mencampur-adukan ke dalam kuliner, sehingga
mengakibatkan garis tegas perbuatan mereka berada di wilayah "abu-abu".

Karenya gastronomi tidak boleh disamakan dengan kuliner walaupun obyeknya sama yakni
makanan.

Begitu seorang ahli kuliner mengetengahkan sisi sejarah, budaya & lansekap geografis, maka
yang bersangkutan sudah masuk ke dalam ranah gastronomi dan orang yang melakukan
tindakan itu disebut sebagai gastronom.

Dengan demikian ruang lingkup seni kuliner sempit, karena hanya berkaitan dengan persiapan
dan pengolahan makanan. Sedangkan gastronomi (keahlian memasak) selain bicara soal
kenikmatan makanan, menawarkan ruang lingkup yang lebih luas, karena tidak hanya meliputi
proses memasak dan presentasinya, tetapi juga aspek sosial, sejarah, budaya, geografis dan
psikologis dari memasak.

Ini tidak hanya mencakup keahlian memasak sebagai seni kuliner, tetapi juga aspek sosial dari
makanan. Gastronomi menempatkan fokus yang sama pada pengalaman dan aspek sensorik
memasak dan menikmati makanan.

Walaupun tidak sama, gastronomi dan kuliner tetap punya alur alir yang searah karena
pertemuan keduanya ada dalam suatu perjamuan makan bersama.

Dalam perjamuan makan bersama, praktik dan teknik memasak dalam gastronomi dilakukan
oleh ahli masak, sedangkan praktik, penikmat dan penilai makanan adalah kalangan
gastronom.

Oleh karena itu para artisan kuliner atau ahli masak ini dalam sudut pandang dunia cookery
masuk dalam bidang “gastronomi praktik” sedangkan penikmat dan penilai makanan masuk
dalam bidang “gastronomi makanan”.

Edisi II Indrakarona Ketaren


20
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

d. Pakar Komponen Gastronomi


Seperti dijelaskan di awal butir paragraph sebelumnya, pada intinya gastronomi itu adalah
tukang makan yang paham mengenai the art of good eating. Sebutan terhadap orangnya
adalah gastronom.

Seorang gastronom harus punya passion terhadap seni makanan karena yang bersangkutan
adalah food connoisseur (pecinta, pemerhati & penikmat makanan).

Makanan (atau disebut juga boga) bagi gastronom bukan sekedar kenyang sebatas perut.
Ada cerita & kajian dibalik makanan itu mengenai : sejarah, budaya, lanskap geografis dan
metoda memasaknya.

Disini letak kepentingan menjelaskan mengenai cerita & kajian itu ...

Seorang gastronom tidak wajib mengetahui secara terperinci mengenai sejarah, budaya,
lanskap geografis dan metoda memasak dari makanan, karena yang bersangkutan
adalah tukang makan.

Seorang gastronom bukan pakar yang mempunyai keahlian mengenai cerita & kajian dari
makanan. Namun yang pasti seorang gastronom wajib mengetahui ada cerita & kajian dibalik
makanan, tapi cukup diketahui sebatas umum saja.

Gastronom ibarat seorang diplomat yang bisa bicara apa saja (hukum, politik, ekonomi,
budaya, kesenian, militer dll), tetapi sebatas umum bukan secara terperinci, karena diplomat
pada intinya adalah seorang lobbi & negosiator dengan tugas utamanya intelligence gathering.

Pertanyaannya sekarang dari mana dan siapa yang bisa menjelaskan cerita & kajian itu ?

Karena komponen gastronomi terkait sejarah, budaya, lanskap geografis dan metoda
memasak, maka yang bisa menjelaskan cerita & kajian itu adalah pakarnya sendiri yakni :

- a. Komponen sejarah, budaya & lanskap geografis dari pakar akademis seperti :
antropologi, arkeologi, budaya, sejarah, sosiologi, kesehatan, pangan dan lain sebagainya.

Selain pakar-pakar akademis di atas, ada kalangan food & travel writers yang punya
pengalaman lapangan dalam soal makanan (boga). Food & travel writers ini belajar secara
otodidak dengan menuturkan kisah-kisah tentang masakan dalam bentuk folklor atau cerita
kesejarahannya.

Ibaratnya food & travel writers ini seperti penutur tradisional di masa lalu: Pelipur Lara
(Sumatera), PM Toh (Aceh), Nyahibul Hikayat (Betawi), Tukang Kentrung (Jawa) dengan
alatnya tambur.

Mereka berkelana dari satu kampung ke kampung lain sambil membawa berita kehidupan
sosial budaya para leluhur, termasuk seni budaya masakan yang disampaikan tanpa catatan
tertulis melalui cerita ke cerita dan dari mulut ke mulut. Artinya tanpa ada satu keseragaman
catatan bagi semua.

- b. Komponen metoda memasak yang biasa disebut dengan kuliner dikenal dengan orang
yang menguasai the art of good cooking. Mereka adalah tukang masak (chef atau pemasak)
yang menguasai teknis memasak mengolah & memproses resep masakan menjadi makanan.
Seorang gastronom tidak harus pandai memasak. Cukup diketahui secara umum metoda
memasaknya saja bukan praktek dari teknik memasak.

Dengan demikian kalau ada yang bertanya kepada seorang gastronom apa itu cerita & kajian
sejarah maupun budaya dari suatu masakan (umpamanya dendeng) .. belum tentu yang
bersangkutan bisa menjawab secara detail karena (sekali lagi) yang bersangkutan adalah food

Edisi II Indrakarona Ketaren


21
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

connoisseur. Jadi bahagialah jika mengenal pakar akademis, food & travel writers serta chef
atau pemasak, karena ketiganya bisa memperkaya khazanah pengetahuan cerita &
kajian gastronomi.

6. PELAKU DUNIA MAKANAN


Untuk memahami lebih jauh mengenai dunia makanan, selain gastronomi dan kuliner, perlu
diketahui pelaku – pelaku yang selalu berada dalam lingkup dunia makanan, antara lain :

a. Epicure : seorang food connoisseur yang memiliki kesensitifan selera tinggi dan
berkelas terhadap kualitas dan kenikmatan makanan. "Kerewelan" mereka dalam soal
selera tidak terletak pada ke rumitnya cara memasak atau meracik kombinasi bumbu
dan sebagainya, namun pada kualitas sejati si bahan makanan. Bagi epicurus, makan
adalah untuk menjaga kenikmatan dan kualitas makanan. Mungkin di sini asal
kemunculan pembedaan antara epicurus dan gourmets yang sejatinya, keduanya
adalah bon vivant (terlahir untuk hidup enak dan berkelas, dengan selera
tinggi /bagus).

b. Foodie : seorang food connoisseur yang mempunyai gairah dan selera tinggi
terhadap seni cita-rasa dan kelezatan makanan dengan mengkaji secara mendalam
bahan-bahan makanan, persiapan yang tepat dari proses pembuatan makanan.

c. Gluttony : seorang pakar food connoisseur yang kritis terhadap kualitas dan
kenikmatan makanan. Mereka disebut juga sebagai "bon vivant" (terlahir untuk hidup
enak dan berkelas, dengan selera tinggi dan bagus).

d. Gourmand : seorang food connoisseur yang memiliki kesukaan yang berlebihan


terhadap makanan atau bisa dikatakan menyukai makan enak dalam jumlah banyak
(bukan berarti tidak terbatas). Mereka kadangkala disebut juga sebagai gluttony
(seorang pelahap / penikmat makanan). Gourmandism kurang memperhatikan detail
elegan dari perjamuan dan gaya makan, tetapi selau menekanan kualitas dan
kuantitas makanan. Para Gourmand sangat fleksibel soal bagaimana makanan itu di
sajikan, bagaimana makanan di proses, bagaimana makanan di makan dan dengan
cara seperti apa.

e. Gastronom : seorang food connoisseur yang memahami tentang keahlian memasak


dengan memberi penilaian kenikmatan sensual terhadap makanan berikut kisah
mengenai sejarah, budaya, lansekap geografi dan metoda memasaknya. Seorang
Gastronom mempunyai keahlian menilai (assesor) secara keseluruhan (totalitas)
mengenai cita rasa (etis) kenikmatan sensual dari makanan dan minuman. Dalam
nomenklatur Gastronom disebut juga sebagai seorang ‘hakim’ yang produk assesor-
nya berupa Sertifikasi Gastronomi.

f. Gastrosof : seorang food connoisseur yang ahli dalam mengkonsepsi bentukan dan
memperdalam paham “masak-memasak” dari sekadar seni keahlian menjadi etis
kebijaksanaan dari suatu cita rasa. Gastrosof layaknya seorang filsuf yang menyelidiki
kebenaran (keadilan, dan keindahan) serta menemukan kebijaksanaan hidup latar
belakang budaya hidangan makanan tersebut. Dalam arti teknis, Gastrosof adalah
proses yang panjang dari mengolah bahan baku menjadi sebuah makanan sehingga
menimbulkan sugesti intelektual tentang politik “rasa lapar”. Prosesnya mulai dari
melihat dan menelusuri cara dan sejarah menanam, menjaring, berburu atau membeli
di pasar, kemudian dilanjutkan dengan proses teknis pengolahannya mulai dari
membersihkan, memotong atau mengupas dan metoda memasaknya dengan cara-
cara tertentu sampai masakan disajikan di meja makan.

g. Gourmets : seorang food connoisseur yang senang akan sensual makanan dan yang
membutuhkan cara tertentu, standar tertentu, kualitas tertentu bahkan ritual tertentu
dalam kesenangan makannya. Mereka kadangkala dikenal sebagai para 'snob' yang

Edisi II Indrakarona Ketaren


22
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

disebut juga sebagai epicure atau bahasa latinnya epicurus karena kerap
memperhatikan detail elegan perjamuan dan gaya makan. Para Gourmets sangat
kritis memperhatikan soal bagaimana makanan itu di sajikan, bagaimana makanan di
proses, bagaimana makanan di makan dan dengan cara seperti apa.

William Saffire menggambarkan Gluttony adalah pribadi yang menjilati piringnya sendiri
setelah selesai makan hingga tandas (act of overeating who the person overeats), sementara
para Gourmand sibuk bersendawa, sedangkan para gourmets sibuk menganalisa makanan
yang baru saja di makannya dan akhirnya para Epicure hanya tersenyum tipis untuk
menghargai kenikmatan tersebut.

Sedangkan membedakan Gastronof dengan Gastronom adalah para Gastronom menelusuri


sejarah, budaya, lingkungan dan metoda memasaknya secara umum, sedangkan Gastrosof
melihat proses keseluruhannya secara lebih mendalam dan mendetail bagaimana, kenapa
dan mengapa konsep makanan itu dihidangkan.

7. SEJARAH GASTRONOMI
Kata gastronomi pertama kali di kemukakan oleh Jacques Berchoux 200 tahun lalu di benua
barat yakni di Perancis (1804) yang kemudian diinterpretasikan banyak kalangan, antara lain
Samuel V. Chamberlain, Jean-Antheleme Brillat-Savarin, Marie-Antoine Carême, Charles
Pierre Monselet, dan lain sebagainya.

Sebenarnya ada dua pusat awal kelahiran gastronomi dunia yakni di wilayah timur dan barat,
yaitu di China dan Roma pada abad ke-5 SM.

Negara Roma dicatat sebagai pionir kelahiran perjamuan “fine dine” yang merupakan fondasi
gastronomi barat modern meskipun eksperimennya diletakkan secara eksplisit semasa
Renaissance, terutama di Italia dan Perancis.

Sedangkan China mempunyai kekayaan gastronomi tersendiri yang tidak begitu mengglobal
saat itu, karena kebijakan ketertutupan ngaranya terhadap dunia luar.

Sebagai contoh, masakan nouvelle dan avant grande sangat berpengaruh di Perancis
maupun di masyarakat barat dan mencapai puncaknya dalam karya Marie-Antoine Carême
dan Auguste Escoffier.

Perkembangan perangkat memasak dalam gastronomi telah menyebabkan makanan bukan


sekedar untuk memuaskan rasa lapar. Seni keahlian memasak telah berkembang menjadi
profesi yang membutuhkan ketrampilan.

Terlepas dari perbedaan regional timur dan barat, kekayaan gastronomi terletak dalam seni
masakan. Pertimbangan utamanya adalah dalam persiapan kesegaran makanan dan seni
keahlian akan makan yang baik (the art of good eating) untuk diberikan suatu penilaian.

Lainnya termasuk saling melengkapi atau oposisi rasa, kontras tekstur, dan penampilan
secara keseluruhan, termasuk harmoni warna dan aksen.

Kendati popularitasnya sangat meningkat, sampai sekarang, gastronomi belum memiliki satu
kesepakatan definisi akibat beragam dideskripsikan orang cerdik pandai.

Namun yang pasti bagi masyarakat di benua barat, gastronomi sudah menjadi tren kehidupan
dalam keseharian mereka.

8. CIRI KAJIAN GASTRONOMI


Secara umumnya kajian gastronomi terdiri dari 4 (empat) komponen, yakni :
a. Budaya : faktor etnis lokal termasuk agama, kepercayaan, tradisi adat istiadat dan
nilai-nilai kearifan lokal.

Edisi II Indrakarona Ketaren


23
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

b. Sejarah : asal usul budi-daya bahan baku masakan dan kemampuan berinovasi
terhadap komponen, tekstur dan rasa dalam makanan.
c. Lansekap geografis : faktor geografi & iklim serta tingkat keragaman suku lokal dan
etnis pendatang.
d. Metoda memasak : teknik dan proses memasak secara umum.

9. INTERDISIPLINER KAJIAN GASTRONOMI


Dalam kajian-kajiannya, memahami gastronomi menggunakan bantuan berbagai disiplin ilmu,
antara lain:
a. Antropologi (ilmu yang mempelajari tentang sejarah manusia di masa lalu dan kini)
dengan orientasi yang holistik dalam bidang orientasi kajian :
i. Budaya (kajian antropologis tentang lintas-budaya dalam menekankan
dan menjelaskan perbedaan antara kelompok-kelompok manusia dalam
perspektif material budaya, perilaku sosial, bahasa, dan pandangan
hidup).
ii. Arkeologi (kajian antropologis tentang sejarah kebudayaan serta perilaku
manusia di masa lalu atas material bendawi yang ditinggalkan untuk
mengerti proses perubahan budaya yang terjadi yakni berupa artefak,
danekofak maupun fitur).
iii. Semiologi (kajian antropologis tentang makna keputusan, tanda-tanda dan
proses tanda, indikasi, penunjukan, kemiripan, analogi, metafora,
simbolisme, dan komunikasi).
iv. Semantik (kajian antropologis linguistik tentang makna sebagai obyek
yang berhubungan dengan sejarahnya).
b. Tata Boga (pengetahuan tentang seni keahlian memasak & mengolah masakan).
c. Pangan (kajian tentang bumbu dan rempah dalam pengolahan makanan untuk
menata rasa, aroma, tekstur, warna, antimikroba dan antioksidan).
d. Kesehatan Masyarakat (kajian tentang gizi, immune system food concept, dietary
nutrition dan food combining).

Penelitian lain menunjukkan warisan sejarah dan budaya dari keahlian memasak (gastronomi)
berakar dalam ilmu pengetahuan antropologi, ekonomi, sosial dan bahkan linguistik konteks
(Civitello 2004).

Sebuah perspektif sejarah menunjukkan bahwa implikasi budaya keahlian memasak


dikodifikasikan oleh chef - chef Perancis dengan munculnya French Haute Cuisine (Trubek
2000).

Bahkan masakan itu bukan sekedar makanan. Makan telah mengubah alam menjadi produk
sosial, sebuah artefak estetika, ciptaan linguistik dan tradisi budaya (Priscilla Clark - 1975).

Literatur yang ada tentang keahlian memasak itu sendiri memang masih agak terbatas, yakni
yang mendefinisikan proses dan implikasi sejarah, budaya dan sosial maupun aspek-aspek
fisiologis, psikologis yang terlibat dalam produksi. Wajar hingga kini, pemahaman terhadap
keahlian memasak itu masih belum mendalam secara scientific.

10. SIAPAKAH GASTRONOM


Pada prinsipnya bagi gastronom (orang yang ahli mengolah & menilai masakan), makanan itu
adalah ilmu pengetahuan, di samping sebuah bentuk seni artistik. Seseorang gastronom
memahami bagaimana semua panca indra manusia berkontribusi terhadap pengalaman
makan, dan mereka lebih memahami apa yang terjadi ketika seorang konsumen mengaku
tidak menyukai atau menikmati menu makanan tertentu.

Seorang gastronom mengkaji implikasi sosiologis terhadap makanan, bersamaan juga


mengintegrasikan disiplin ilmu sosial lainnya seperti antropologi, psikologi, dan filsafat maupun
lainnya.

Edisi II Indrakarona Ketaren


24
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Pada dasarnya seorang gastronom adalah pakar yang mempunyai keahlian tentang makanan.
Seorang yang melihat latar belakang makanan (dari sisi sejarah, budaya, lansekap geografis
dan metoda memasak) dan mengadakan penilaian.

Seorang gastronom harus bisa melihat kesegaran suatu hidangan makanan. Bagaimana
makanan itu dipersiapkan, apa aneka rasa (bumbu / rempah) yang digunakan, bagaimana
presentai dan performanya ketika disajikan, bagaimana warna yang terjadi dalam campuran
hidangan makanan, dan apa pesan secara keseluruhan terhadap makanan yang dilihatnya.

Namun, gastronom juga mempelajari lebih mendalam mengenai makanan itu sendiri,
memeriksa pengaruh kontribusi budaya terhadap makanan tertentu, ilmu pengetahuan yang
ada di balik makanan, dan sejarah yang melatar-belakangi makanan tersebut. Dalam
nomenklatur lain gastronom disebut sebagai seorang ‘hakim’ yang baik yang memperhatikan,
mencintai, menikmati dan menilai sesuatu hidangan makanan.

Studi yang sangat ilmiah mengenai makanan disebut gastronomi molekuler, juga memainkan
peran yang penting dalam kajian gastronomi. Misalnya, gastronom molekuler dapat
menjelaskan interaksi fisik dan kimia yang terjadi dalam proses gorengan masakan; potensi
yang menyebabkan hidangan yang digoreng lebih ringan dan kurang berminyak, karena
mekanisme yang dipahaminya itu memungkinkan kendala yang tidak diinginkan bisa dihindari.

Contohnya, nasi goreng tidak hanya sekedar makanan bagi seorang gastronom, banyak kajian
yang harus diketahui terhadap makanan nasi goreng itu. Gastronom ingin mengetahui apa
jenis nasi yang digunakan (bibit padi, kualitas beras, asal usul beras, penyimpanan dimana,
cara pencuciannya, cara memasaknya dll), profil sejarah dan rasa klasik nasi itu, minyak
goreng yang digunakan, asal minyak goreng, jenis perasa yang digunakan (garam, kecap,
bawang, daun-daunan dll), dan bumbu rempah-rempah yang dicampurkan ke dalamnya.

Selain itu, penyajian keseluruhan dari nasi goreng juga diperiksa dengan meneliti bagaimana
nasi goreng itu dibuat (suasana dapur, sirkulasi dapur, kebersihan dapur, perlengkapan
memasak, alat memasak dengan tungku atau gas, temperatur panas saat di goreng, dll).
Bagaimana pengaruhnya terhadap rasa campuran makanan lain (seperti kerupuk, jenis
daging, jenis telur, sambel dan minuman yang akan disajikan bersama nasi goreng).
Bagaimana seni presentasi nasi goreng disajikan di atas meja; di samping secara spesifik
mengetahui apa kandungan gizi (protein & karbohidrat) dibaliknya dan profil rasa khas dari
nasi goreng itu sendiri.

Gastronomi memberi informasi kepada dunia seni makanan dan seorang gastronom bisa saja
seorang pemasak atau bukan seorang pemasak. Tetapi yang pasti seorang gastronom
mempunyai keahlian tentang masakan atau yang mengetahui tentang makanan.

Namun tidak semua pemasak atau juru masak (profesional atau non profesional) adalah
seorang gastronom. Kebanyakan mereka yang disebut juru masak lebih memilih fokus hanya
pada aspek kulinernya saja yakni memproduksi makanan yang berkualitas tinggi dengan rasa
dan cita rasa yang bermutu enak.

Mereka tidak menggali implikasi ilmiah, sejarah, budaya, lansekap geografis dari makanan
yang mereka buat. Mereka berkreasi dengan jenis masakan fusion dengan
modifikasinya. Mereka berani menyajikan rasa kombinasi makanan yang dibuatnya dalam
cara yang tidak lazim, yang dirancang untuk menantang konvensi (kebiasaan) untuk mendapat
peluang baru. Juru masak profesional seperti ini bukan gastronom karena tidak dapat
menjelaskan dasar interaksi ilmiah di dapur, apalagi menguraikan asal usul sejarah bahan
makanan yang digunakan.

11. IDENTITAS GASTRONOMI


Sejak awal kelahirannya 200 tahun lalu di Eropa, gastronomi telah menjadi identitas gaya
hidup kaum aristokrat dan borjuis yang menyadari dibalik kenikmatan sebuah makanan yang

Edisi II Indrakarona Ketaren


25
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

baik ada kisah yang mempengaruhinya, yakni sejarah, budaya, lansekap geografis dan
metoda memasak.

Saat itu bagi mereka, gastronomi adalah “genesis” tampilan baru cipta karya dan cipta karsa
dari substratum lama dalam menilai makanan yang baik dimana ciri-cirinya tidak bisa
disamakan dengan kuliner walaupun fokus keduanya sama yakni makanan.

Di era itu gastronomi tercipta sebagai kitab ajaran baru tentang seluruh aspek makanan bagi
umat manusia, sehingga kadangkala diplesetkan dengan sebutan ‘Gastronomy Above
Theology’.

Plesetan ini bukan mengartikan gastronomi adalah kitab baru di atas semua ajaran agama,
tetapi sebenarnya gastronomi diartikan bisa mempersatukan segala perbedaan pandangan
manusia dalam suatu perhelatan hidangan makan bersama.

Pada intinya gastronomi adalah karya sekelompok manusia yang berkumpul dalam suatu
perjamuan untuk melakukan kreasi budaya dan menikmati gaya makan yang baik (the art of
good eating).

Walaupun kelahirannya gastronomi menjadi gaya hidup kaum bangsawan Eropa, bisa
dikatakan sekarang ini sudah berkembang sedemikian rupa ke dalam kehidupan masyarakat
barat. Malahan di beberapa negara aktifitas gastronomi tidak hanya menampilkan budaya
makan yang baik (the art of good eating) tetapi juga aneka seni budaya dan keragaman artistik
seni lainnya.

Gastronomi memainkan peran penting dalam mempersatukan perbedaan identitas nasional,


budaya dan komunikasi. Beberapa negara di benua barat, telah mengembangkan gastronomi
menjadi arsenal instrumen kebijakan dalam mengatasi perselisihan dan kemelut politik
internasional melalui perundingan di meja makan.

Oleh karena itu gastronomi bisa mempersatukan perbedaan pandangan manusia dalam suatu
perjamuan makan bersama, terlepas dari kepercayaan agama, politik, status sosial, asal usul
latar belakang, pandangan social atau apapun cerita dibelakangnya.

Dengan demikian jika kita memiliki perbedaan pandangan, marilah kita lakukan
walimah makan yang baik (the art of good eating) melalui perhelatan bersama, karena jamuan
makan bisa mempersatukan perbedaan yang ada .. “dan makan bersama itu ada di
gastronomi”.

12. BAGAIMANA GASTRONOMI MEMPENGARUHI KEHIDUPAN MASYARAKAT


Gastronomi secara sederhana adalah "seni memilih, menyiapkan, menyajikan, dan menikmati
makanan enak". Kemahiran terhadapnya menggambarkan gaya dan kemungkinan-
kemungkinan baru dari seni masakan tradisional (otentik) yang dieksplorasi oleh ahli masak
(chef). Bahasa lain yang sering digunakan beberapa chef terkenal di dunia, gastronomi
dikatakan sebagai "Avant Garde" atau "Modernist Cuisine".

Perancis dan Inggris adalah pionir dalam avant garde atau modernist cuisine. Sebagai negara
melting-pot bangsa-bangsa di dunia, segala rupa resepi masakan antar bangsa dieksplorasi,
dimodifikasi dan diintegrasikan ke dalam struktur gastronomi cuisine di ke dua negara.

Bagi kalangan lain, gaya dan pola seni memasak gastronomi dikatakan menggunakan reaksi
fisik dan kimia selama proses memasaknya; dan jika sebagian dari metoda eksperimental itu
dilakukan seperti ini, maka seni memasak tersebut adalah gastronomi molekuler.

Namun bagi sebagian besar chef-chef terkenal di dunia menolak mengatakan teknik gaya
memasak mereka adalah molekuler, mengingat tidak semua prosesnya menggunakan reaksi
fisik dan kimia.

Edisi II Indrakarona Ketaren


26
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Avant garde atau modernist cuisine yang ditampilkan bukan hanya sebatas memberi makan
orang dengan memperkenalkan keindahan reaksi fisik dan kimia, tetapi mempunyai nilai
pengalaman sensorik terhadap bahan-bahan baku yang digunakan, presentasi dan hospitality
yang sengaja dirangsang penampilannya, mengundang selera, dan rasanya enak; yang jika
orang melihat, seakan-akan seluruh panca - indra mereka ikut makan.

Avant garde adalah makanan istimewa, dimana bahan bakunya dipilih dari kualitas terbaik
yang diolah dengan kajian gizi berdasarkan immune system food concept, dietary nutrition
maupun komposisi food combining yang tidak berlebihan.

Modern cuisine, begitulah sebutan populer lainnya, adalah seni memasak yang ditelusuri
secara khusus dengan menata bumbu dan rempah dalam pengolahan makanan untuk
mendapatkan rasa, aroma, tekstur, warna, antimikroba dan antioksidan yang seimbang.

Presentasinya menggunakan teknik plating yang mutakhir dengan susunan table setting
menggunakan peranti saji yang terbaik.

Disamping itu, dan ini yang paling penting, gastronomi (apakah bergaya ala avant garde atau
ala modernist cuisine), selalu menampilkan makanan (yang sebelum dinikmati) mengutarakan
sebuah cerita dari kisah sejarah, budaya, lansekap geografis dan metoda memasaknya.

Kelanjutannya bagaimana gastronomi mempengaruhi kehidupan masyarakat ?

a. Pola Hidup
Jika membandingkan perjalanan hidup sekarang dengan beberapa tahun lalu, banyak
perbedaan yang terjadi terkait makanan, karena seni keahlian memasak telah berkembang
sedemikian rupa, serta mengalami perubahan teknik dan modifikasi.

Umpamanya, kehadiran makanan cepat saji telah mengubah gaya makan dan cara memasak
masyarakat dunia. Selain itu makanan diet mengubah persepsi masyarakat terhadap
kandungan makanan untuk menurunkan berat badan dengan mengurangi lemak dan dampak
kolesterol.

Itu baru dua sisi yang bicara, belum lagi karena pengaruh modernisasi dan tekhnologi
membawa implikasi yang besar terhadap pola hidup masyarakat dalam mengkonsumsi
makanan.

Perubahan pola hidup ini membawa masyarakat kepada tuntutan akan masakan yang sehat
yang berarti kualitas bahan baku dan cara memasaknya harus memenuhi standard gizi dan
nutrisi yang baik. Akibatnya masyarakat semakin kritis memilih makanan yang dengan
sendirinya bicara tentang kualitas dan kesehatan.

b. Budaya
Pertukaran akan budaya memiliki dampak mengubah cara orang makan, apa yang orang
makan, bahkan bagaimana orang makan makanan. Dari budaya, orang belajar seni masakan
bangsa lain dan mengakulturasikannya ke dalam kearifan lokal setempat. Contoh-contoh
bagaimana pola makan orang barat banyak ditiru masyarakat Asia, bahkan sebaliknya,
sehingga melahirkan budaya makan baru.

Gastronomi memang lahir dari budaya Perancis yang melebar ke negara Eropa dan Amerika.
Tetapi jarang orang mengetahui bahwa di masa lalu gastronomi juga lahir di daratan Tiongkok
yang budaya masakannya saling berinteraksi dengan budaya masakan masyarakat barat.

Menu dan seni keahlian Perancis dan Tiongkok saling bertukar dan saling dieksplorasi,
dimodifikasi dan diintegrasikan ke dalam struktur gastronomi cuisine dunia. Tidak heran

Edisi II Indrakarona Ketaren


27
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

sekarang dan dimana saja orang makan di suatu restoran, ada saja aneka ragam masakan
barat dan oriental saling bersanding dalam menu makanan rumah makan mereka.

c. Geografi
Dengan banyaknya citarasa makanan yang berbeda di seluruh dunia, masyarakat terdorong
mencoba menu makanan bangsa lain untuk mendapat pengalaman baru. Perjalanan wisata
manca negara adalah bentuk dari dorongan keinginan tersebut yang berakibat makanan itu
suatu saat harus diimport untuk memenuhi permintaan konsumen di dalam negeri.

Selain akibat dari perjalanan wisata, banyak juga yang mendorong permintaan itu akibat dari
perjalanan bisnis, pertukaran budaya maupun akibat sekolah di luar negeri. Namun yang pasti
peran media komunikasi pemasaran dan media sosial cukup besar memberi sumbangan akan
keinginan mendapatkan makanan tersebut. Iklan-iklan dari seluruh dunia mendorong orang
untuk mencoba makanan baru, apalagi chef-chef terkenal mempengaruhi orang untuk
mencoba makanan yang berbeda.

Dengan adanya pertukaran makanan antar negara ini membawa dengan sendirinya budaya
pola hidup baru itu ke dalam permintaan terhadap makanan, yakni penampilan, presentasi dan
kualitasnya harus sesuai dengan standard yang berlaku.

d. Keberlangsungan
Fakta perubahan pola hidup, pertukaran budaya dan perbedaan geografis bukan faktor utama
yang menyebabkan masyarakat mudah berdaptasi dan mengubah gaya makan mereka.
Faktor menjaga keberlanjutan terhadap keseimbangan alam dan ketersediaan pangan
menjadi perhatian mereka, mengingat pasokan dan produksi dunia yang terbatas saat ini.

Makan yang berkualitas dan enak bukan berarti boros dalam menggunakan bahan baku atau
membuang yang tidak terstandard baik. Justru produksi pangan harus dijaga dan dikontrol
secara ketat sehingga tidak ada pembuangan yang percuma. Masyarakat barat lebih
mengutamakan langkah keberlangsungan (sustainability) ini mengingat pertambahan
penduduk yang semakin meningkat tajam.

Untuk itu di masa depan, makanan tidak akan disajikan dalam porsi kuantitas tetapi lebih
kepada kualitas dengan porsi yang kecil asalkan kandungan gizi dan nutrisinya memenuhi
standard kehidupan manusia.

13. PERBEDAAN GASTRONOMI BARAT & TIMUR


Seperti dijelaskan di butir sebelumnya, gastronomi adalah seni, atau ilmu akan makanan yang
baik (the art of good eating). Gastronomi dalam bahasa Indonesia disebut upaboga (almarhum
anton moelyono) sedangkan makanan sebagai boga.

Penjelasan yang lebih singkat menyebutkan gastronomi sebagai segala sesuatu yang
berhubungan dengan kenikmatan dari makan dan minuman. Sumber lain menyebutkan
gastronomi sebagai studi mengenai hubungan antara budaya dan makanan, di mana
gastronomi mempelajari berbagai komponen sejarah & budaya dengan makanan sebagai
pusatnya.

Gastronomi meliputi studi dan apresiasi dari semua makanan dan minuman. Selain itu,
gastronomi juga mencakup pengetahuan mendetail mengenai makanan dan minuman dari
berbagai negara besar di seluruh dunia.

Peran gastronomi adalah sebagai landasan untuk memahami bagaimana makanan dan
minuman digunakan dalam situasi-situasi tertentu.

Melalui gastronomi dimungkinkan untuk membangun sebuah gambaran dari persamaan atau
perbedaan pendekatan atau perilaku terhadap makanan dan minuman yang digunakan di
berbagai negara dan budaya.

Edisi II Indrakarona Ketaren


28
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Contohnya Gastro-Diplomacy sebagai program branding yang dilakukan White House


bersama Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat.

Istilah upaboga muncul pertama kalinya tahun 1801 dalam sebuah puisi Joseph Berchoux
yang berjudul Gastronomie yang menjadi dasar pemikiran mengenai upaboga dan dari
penulis lainnya seperti Alexandre Grimod de La Reyniere (1803), Jean Anthelme Brillat-
Savarin (1825) dan banyak lainnya seperti antara lain karya Pascal Ory (1948).

Gastronomi lahir akibat pecahnya Revolusi Perancis (1789–1799) dimana resep-resep boga
aristokrat & bangsawan, yang selama ini tidak pernah diketahui masyarakat umum, tampil dan
diketahui secara luas sampai ke masyarakat negara-negara Eropa lainnya. Termasuk peranti
saji, presentasi, etiket dan teknik gaya makan ala monarki mulai ditiru masyarakat secara luas.

Tata cara makan ini dikenal oleh kita dengan nama Haute Cuisine yang hanya dapat
ditemukan di kalangan aristokrat & bangsawan dan dinikmati oleh golongan dengan strata
sosial tinggi. Penyajian makanan di kediaman para bangsawan harus memiliki kualitas yang
sangat baik, penataan yang menarik, hingga pengaturan meja dan perangkat makan lainnya
yang harus dilakukan dengan sangat mewah.

Konsep Haute Cuisine merupakan masakan yang diolah dengan berbagai macam teknik
memasak serta disajikan dengan sangat cantik dan memiliki rasa yang sangat enak menjadi
semakin dikenal. Namun, proses memasak Haute Cuisine ini membutuhkan kemampuan yang
tidak mudah. Hal ini yang menjadi salah satu alasan mengapa masakan Perancis sangat
terkenal di dunia dan teknik memasaknya mulai banyak dipelajari.

Bagi masyarakat di luar "darah biru" monarkhi aristokrat & bangsawan Perancis, gaya makan
Haute Cuisine tersebut adalah prestis pengakuan dan keagungan dari pengakuan diri mereka
sebagai bagian dari budaya aristokrasi Perancis yang sudah menjadi bagian dari kehidupan
publik.

Merupakan suatu kebanggaan bagi yang bisa meniru protokol boga aristokrat & bangsawan
tersebut. Artinya resep-resep boga aristokrat & bangsawan itu dibuka kepada umum.
Masyarakat awam tidak pernah mengetahui dan mengenail resep-resep aristokrat &
bangsawan tersebut sebelumnya karena selama ini bersifat sangat tertutup dan hanya untuk
kalangan keluarga kerajaan, termasuk mengenai keindahan (luxury) dari peranti saji dan
presentasi makanannya sendiri.

Adalah Berchoux & Savarin yang menterjemahkan boga ala gaya aristokrat & bangsawan itu
kemudian dinamakan sebagai gastronomi (upaboga). Artinya tata cara (protocol) the art of
good eating dari resep-resep boga aristokrat & bangsawan dengan melihat sisi sejarah &
budayanya (termasuk kemudian dilengkapi dengan elemen lanskap geografis & metode
memasak).

Bagi Berchoux & Savarin, gastronomi adalah produk budidaya pada kegiatan pertanian
sehingga pengejawantahan warna, aroma, dan rasa dari suatu makanan dapat ditelusuri asal-
usulnya dari lingkungan tempat bahan bakunya dihasilkan.

Di awal abad ke-18, restoran modern pertama diperkirakan berdiri, tepatnya pada tahun 1765
di Perancis oleh A. Boulanger. Menu yang ditawarkan di restoran tersebut adalah semangkok
sup. Pembukaan restoran tersebut mendapatkan respon yang sangat baik sehingga
selanjutnya ide usaha ini banyak ditiru oleh para juru masak yang meninggalkan majikan
mereka dan kemudian mendirikan usaha yang sama. Hal ini merupakan salah satu peristiwa
penting dalam sejarah makanan dunia yang juga disebabkan oleh terjadinya revolusi Perancis.

Keruntuhan kaum bangsawan mengakibatkan mereka tidak dapat membiayai pengikutnya,


termasuk juru masak dan pelayan-pelayannya. Hal inilah yang menjadi salah satu pendorong

Edisi II Indrakarona Ketaren


29
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

lahirnya berbagai usaha penyedia jasa makanan dan minuman di area publik saat itu.

Perkembangan-perkembangan yang terjadi pada periode awal di Perancis ini semakin


mengangkat profesi juru masak. Profesi ini mulai diakui sebagai sebuah profesi modern berkat
usaha seorang juru masak asal Prancis, Antonin Careme, pada awal abad ke-19, yang
berhasil menaikkan derajat profesi ini menjadi lebih terhormat. Dia juga merupakan tokoh yang
menemukan seragam para juru masak (chef’s uniform) yang dikenal saat ini.

Di akhir abad ke-19, seorang pakar makanan Perancis, Georges Auguste Escoffier, membuat
sebuah buku yang berisi lebih dari 5.000 resep masakan Perancis beserta metode
pengolahannya. Hingga saat ini buku tersebut masih sering digunakan sebagai buku standar
dalam pendidikan bidang masakan.

Kesimpulannya gastronomi lahir 218 tahun yang lalu di benua Eropa, yakni dari Perancis,
yang kemudian diikuti masyarakat diluar Eropa seperti benua Amerika & Kanada.

Pertanyaannya sekarang :
• Apa yang dikaji ?
• Apa yang harus diketahui masyarakat mengenai sejarah & budaya dari boga itu ?
• Apa tolak ukur yang dipakai masyarakat barat dan timur jika bicara gastronomi ?

Koridor kajian gastronomi umumnya menekankan kepada 4 (empat) elemen, yakni :


1. Sejarah : yakni mengenai asal usul bahan baku, bagaimana dan dimana di-
budidayakan;
2. Budaya : yakni mengenai faktor yang mempengaruhi masyarakat setempat
mengkonsumsi makanan tersebut;
3. Lanskap Geografis : yakni mengenai faktor lingkungan (alam) & etnis yang
mempengaruhi masyarakat memasak makanan tersebut;
4. Metode Memasak : yakni mengenai proses memasak secara umum. Bukan mengenai
teknis memasak karena seorang gastronom tidak harus bisa memasak.

Ke-empat elemen itu dinamakan dengan tangible (nyata, jelas dan terwujud) yang selalu
dipakai sebagai tolak ukur masyarakat barat jika bicara gastronomi. Sebatas itu saja karakter
gastronomi masyarakat barat, walaupun tidak dipungkiri ada juga sedikit unsur intangible-nya.

Selain ke-empat elemen itu, secara khusus masyarakat barat menjadikan gastronomi
(upaboga) sebagai rujukan filosofi ideologi, paham nasionalisme, rasa kesatuan, persatuan,
kerukunan dan kemajuan masyarakat berbangsa.

Bagi kebanyakan masyarakat dan Pemerintah di barat, makanan tidak semata diartikan
sebatas resep dan acara-acara spektakel festival atau semata diartikan sebagai seremoni
makan bersama secara kenegaraan.

Seni makanan bagi masyarakat barat adalah wawasan kebangsaan dan ideologi. Makanan
diibaratkan sebuah DNA (deoxyribose-nucleic acid) atau cetak biru yang melahirkan,
membentuk, menyusun, menginformasikan dan menyimpan karakter masyarakat mengenai
struktur genetika kearifan lokal bangsanya.

Seni memasak bagi masyarakat barat adalah kemajuan kebudayaan mengenai kekayaan dan
kebanggaan yang telah menjadi simbol nasionalisme dalam membentuk ciri indentitas maupun
jati diri suatu bangsa.

Sekarang bagaimana di masyarakat Timur (Asia) ?

Kita mencoba untuk menggambarkan gastronomi di masyarakat Indonesia yang tidak berbeda
jauh dengan masyarakat Timur atau Asia.

Edisi II Indrakarona Ketaren


30
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Gastronomi diperkenalkan di Indonesia tahun 1982 oleh almarhumah ibu Suryatini Ganie yang
menjadi pelopor berdirinya Lembaga Gastronomi Indonesia. Artinya gastronomi di Indonesia
baru berkembang 32 tahun yang lalu dan selama kurun waktu itu perjalannnya cukup berliku-
liku karena kebanyakan masyarakat Indonesia belum terbiasa dengan budaya makan ala
barat.

Dari perjalanan selama 4 (empat) tahun dan mempelajari pemikiran-pemikiran dari


almarhumah ibu Suryatini Ganie serta ahli-ahli sejarah, antropologi, arkeologi, budaya dan
lainnya, dapat diketahui gastronomi di Indonesia punya konstruksi dan karakter yang berbeda
dengan masyarakat barat, yakni :
1. Konstruksi boga resepi kepulauan Nusantara Indonesia tidak berasal dari dunia
aristokrasi kerajaan. Walaupun ada tetapi tidak menentukan karakter boga negeri ini
secara keseluruhan.
2. Boga resepi bangsa Indonesia berasal dari masyarakat biasa yang sebagian tercipta
di kalangan masyakat pedesaan dan kota-kota kecil
3. Sebagian besar boga Indonesia mempunya nilai ritual dan adat istiadat.

Dari elemen perbedaan itu bisa dilihat secara kasat mata bahwa representasi makanan
masyarakat itu kebanyakan ditampilkan di usaha warung rumahan dan jajanan jalanan (alias
kaki lima).

Mereka adalah pelaku UKM (Usaha, Kecil & Menengah). Itu adalah warna dari karakter boga
Indonesia dan wajah makakan bangsa ini. Hampir semua masyarakat pernah dan tetep beli
makanan dari mereka.

Oleh karena itu boga Indonesia bukan dan jangan ditampilkan sebagai barang kemewahan
seperti yang dialkukan masyarakat barat.

Kalaupun ada boga-boga Indonesia disajikan ditempat-tempat mewah itu hanya sebagai
kosmetika dari masyarakat kalangan atas yang mau nyaman terhadap apa yang mereka
makan.

Makanan Indonesia dengan tampilan kemewahan adalah ibarat wanita yang diberi dandanan
kosmetik mahal dengan segala perabot yang melekat di tubuhnya. Padahal wanita yang sebut
sebagai makanan itu sebenarnya lebih cantik berpenampilan jika tanpa kosmetik (alamiah).

Kedua boga Indonesia mempunyai nilai ritual dan adat istiadat. Artinya punya nilai intangible
yakni filosofi, falsafah, kearifan lokal atau cerita warisan pusaka dibelakangnya.

Dengan demikian di dalam elemen sejarah & budaya gastronomi Indonesia, harus dimasukan
komponen intangible tersebut.

Kedua elemen itulah yang membedakan gastronomi barat dan gastronomi Indonesia (Timur
atau Asia), walaupun penggunaan peranti saji, presentasi, etiket dan teknik gaya makan tetep
meniru ala barat.

Tetapi ada sesuatu yang sangat disadari masyarakat barat bahwa bagi mereka gastronomi itu
adalah identitas & DNA (atau cetak biru) dari kebangsaan.

Kesadaran ini belum ada di bangsa Indonesia, karena masih beranggapan makanan sekedar
mengenyangkan perut dan sebatas pesta acara-acara festival.

Masyarakat Indonesia harus melek diri bahwa di sebagian besar seni masakan leluhur
mempunyai kisah (atau cerita) dibelakangnya (intangible), yakni konsep cerita rakyat (folklor)
yang merupakan kearifan lokal, berupa nilai falsafah, filosofis, maupun perilaku budaya yang
diwarisi turun-menurun dan diakui sebagai identitas milik bersama sebagai simbol, ritual, adat,

Edisi II Indrakarona Ketaren


31
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

dan kearifan lokal masyarakat setempat, yang telah melembaga maupun bersemayam secara
tradisional.

Seni masakan dan seni makanan adalah pertanggung-jawaban besar negara dan bangsa
terhadap pusaka warisan tradisional leluhur. Ada pesan di dalamnya mengenai semangat
mengabdi, berbakti, tidak melupakan sejarah, dan bangga atas “nasionalisme” kekayaan
budaya mereka.

Di dalam seni memasak dan seni makanan terpendam amanah mengenai jiwa yang hidup,
berkarakter, disiplin, penuh percaya diri, dan unggul dalam kualitas kehidupan.

Ada petuah rasa percaya pada diri sendiri dan kemampuan mandiri sebagai esensi jalan
bangsa yang berdaulat dan berdikari.

Tak mungkin orang Indonesia dapat mencintai seni makanan bangsanya, kalau mereka tak
mengenal kisah (cerita) sejarah dan budayanya. Kalau mereka tidak membaca naskah
perjalanannya, jangan berharap mereka dapat berbuat kebajikan terhadap seni masakannya.

14. PERBEDAAN BUDAYA DALAM GASTRONOMI BARAT & TIMUR


Seperti dijelaskan di butir sebelumnya, gastronomi di masyarakat timur (Asia), seperti juga di
Indonesia, mempunyai elemen tambahan, yakni nilai ritual dan adat istiadat, sebagai elemen
kelima. Artinya punya nilai intangible yakni filosofi, falsafah, kearifan lokal atau cerita warisan
pusaka dibelakangnya.

Elemen tambahan itu ada akibat disimilaritas kebudayaan dan kebiasaan tertentu dalam ciri
pola hidup masyarakat barat dan timur.

Untuk itu karena ada unsur budaya, maka perlu kita pahami terlebih dahulu pola kebudayaan
masyarakat barat dan timur, karena masing-masing memiliki makna dan fungsi tersendiri.

a. Kebudayaan
Budaya (disebut juga kebudayaan) berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu "buddhayah", yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal yang berkaitan
dengan budi, dan akal manusia.

Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut "culture", yang berasal dari kata Latin, "Colere",
yaitu mengolah atau mengerjakan. Kata culture juga kadang diterjemahkan menjadi "kultur"
dalam bahasa Indonesia.

Budaya adalah suatu gaya hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok masyarakat yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Budaya terbentuk dari banyak elemen yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat
istiadat, bahasa, pakaian, bangunan, hingga karya seni.

Budaya itu dipelajari dan merupakan suatu pola hidup sosial manusia secara menyeluruh yang
memiliki sifat yang kompleks, abstrak, dan luas.

Perbedaan kebudayaan antara barat dan timur dicerminkan oleh banyak faktor yang sekaligus
menjadi ciri masing-masing dalam berpola hidup.

Banyak hal yang mana bagi orang barat dianggap umum ternyata menjadi sangat tidak etis
bagi orang timur.

Hal tersebut membuktikan, bahwa antara barat dan timur memiliki perbedaan kebudayaan dan
kebiasaan-kebiasaan tertentu dalam berpola hidup.

Edisi II Indrakarona Ketaren


32
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Kata barat dalam arti merujuk kepada masyarakat di benua Eropa, benua Amerika dan benua
Australia, sedangkan diluar itu disebut sebagai masyarakat timur yang pada umumnya ada
disekitar benua Asia dan Afrika.

b. Perbedaan Budaya Barat dan Timur


b.1. Kebudayaan Barat
Kebudayaan barat tersusun dan terbina dari kumpulan himpunan dan pemahaman
terhadap sastra, ilmu pengetahuan, filsafat, politik, serta prinsip artistik dan filosofi yang
membedakannya dari peradaban lain.

Masyarakat barat melakukan berbagai macam cara diskusi dan perdebatan untuk
mempelajari, menemukan atau menentukan makna seperti apa yang sebenarnya
kesadaran akan berbudaya itu.

Kebudayaan barat tidak bisa langsung diartikan murni datang dari sebuah arah mata
angin masyarakat barat itu sendiri. Produknya merupakan proses akulturasi dan belajar
dari perkembangan antara budaya barat dan budaya timur.

Sebagian besar rangkaian tradisi dan pengetahuan budaya tersebut dikumpulkan dan
dipengaruhi oleh imigrasi atau kolonisasi orang-orang Eropa, misalnya seperti negara-
negara di benua Amerika dan Australia, dan tidak terbatas hanya oleh imigran dari Eropa
Barat.

Eropa Tengah juga dianggap sebagai penyumbang unsur-unsur asli dari kebudayaan
Barat.

Karena datangnya dari proses rasionalitas & logika, maka budaya barat mempunyai ciri
lebih selektif dalam banyak hal, memiliki disiplin tinggi, tertib, sikap to the point, individualis
dan lebih terbuka walau sangat jarang menjalin hubungan dengan orang lain kecuali
dengan adanya maksud atau kepentingan tertentu.

b.2. Kebudayaan Timur


Kebudayaan timur mempunyai manner yang khas yang membedakannya dengan manner
masyarakat barat.

Bangsa timur sangat terkenal dengan keramah-tamahannya terhadap orang lain bahkan
terhadap orang asing sekalipun. Bagaimana mereka saling memberikan salam,
tersenyum atau berbasa basi menawarkan makanan atau minuman.

Bangsa Timur juga sangat menjunjung tinggi nilai-nilai atau norma-norma yang tumbuh di
lingkungan masyarakat mereka. Salah satu contohnya adalah berkaitan dengan nilai
kesopanan.

Pembinaan kebudayaan ini kesadarannya dengan cara melakukan berbagai macam


pelatihan fisik dan mental.

Pelatihan fisik dapat dicontohkan dengan cara menjaga pola makan dan minum ataupun
makanan apa saja yang boleh dimakan dan minuman apa saja yang boleh di minum,
karena hal tersebut dapat berpengaruh pada pertumbuhan maupun terhadap fisik
kehidupan sosial mereka.

Sedangkan untuk pelatihan mental, yaitu dapat berupa kegiatan ritual yang umumnya
dilakukan sendiri atau berkelompok, seperti bermeditasi, bertapa, berdo’a, beribadah, dan
lain sebagainya.

Dengan demikian, budaya timur mempunyai ciri memiliki solidaritas tinggi, menghargai
orang lain, sangat mengedepankan etika, mempunyai sifat toleransi yang tinggi, sangat

Edisi II Indrakarona Ketaren


33
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

bersosial tidak individualis, ramah dan bersahabat, suka saling tolong menolong, respek
terhadap yang lebih tua, dekat dengan kerabat terutama keluarga maupun (ini yang paling
penting) memegang teguh norma, etika serta nilai ritual maupun adat istiadat yang ada

c. Budaya Gastronomi Indonesia


Dengan penjelasan di atas secara umum dapat dipahami kebudayaan masyarakat timur,
terutama di Indonesia, memegang teguh norma, etika serta nilai ritual maupun adat istiadat
dalam kehidupan mereka.

Sama sebangun keteguhan ini dibangun dalam budaya makanan yang lahir dari produk
warisan kearifan lokal leluhur yang diturunkan dari generasi ke generasi.

Dengan demikian, jika bicara peradaban gastronomi masyarakat timur, khususnya Indonesia,
elemen tambahan nomor lima koridor kajian gastronomi itu mutlak ada.

Elemen tambahan ini dalam dunia gastronomi Indonesia diistilahkan dengan “makanan punya
cerita” (cibus habet fabula – food has its tale), yakni mengenai intagible dari nilai ritual dan
adat istiadat.

15. PERJAMUAN MAKAN BERSAMA


Satu ciri khas kaum gastronom adalah kebiasaan mereka melakukan perjamuan makan
bersama untuk menikmati gaya makan yang baik (“the art of good eating”).

Seni masakan gastronomi dan peranti saji saling berhubungan satu sama lain, dan tidak dapat
saling dipisahkan. Ibaratnya bagaikan sebuah uang koin yang memiliki dua buah sisi yang
saling menyatu.

The art of good eating itu diekspresikan penyajiannya dalam wadah perangkat peranti saji.
Tata hidangan dan pemakaian peranti saji ini melengkapi aristokrasi gastronomi yang masing-
masing memiliki ciri dan khas serta keunikan tersendiri.

Pada hakekatnya gastronomi adalah suatu perjamuan atau perhelatan seni keahlian makan
yang baik, apik, indah dan berkelas yang di tata di atas aritokrasi peranti saji; dengan
kepakaran mengkaji dan menilai mengenai budaya, sejarah, lansekap geografis maupun
metoda memasak dari makanan yang dihidangkan.

Perjamuan makan bersama ini selalu menampilkan seni memasak dari ahli kuliner, (chef
profesional atau ahli masak otodidak), karena bagi gastronom penting untuk diketahui siapa
pemasak dari menu resep makanan yang disajikan untuk melakukan penilaian terhadap
metoda memasaknya.

Disini bersemuka gastronomi dan kuliner dalam satu perhelatan dimana “the art of good eating”
bersanding dengan “the art of good cooking”. Ibarat bahasa “man on the street”, yang satu
“tukang makan” dan yang satu lagi “tukang masak”.

16. PENILAIAN DALAM GASTRONOMI


Penilaian gastronomi adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat skala
ukur untuk memperoleh informasi tentang sajian makanan dalam suatu perjamuan bersama.

Hasil penilaian gastronomi berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai
kuantitatif (berupa angka). Pengukuran skala penilaian itu berhubungan dengan proses
penentuan nilai kuantitatif tersebut.

Penilaian itu sendiri pada umumnya adalah proses pengambilan keputusan dan pemberian
nilai atas kualitas seni masakan yang akan dinilai dengan mempertimbangkan antara lain ide
atau gagasan seni masakannya, kemampuan penggunaan teknik dan bahan dalam memasak,
wujud ataupun corak dan gaya dari hasil masakan tersebut serta kreatifitas dalam proses
pembuatannya.

Edisi II Indrakarona Ketaren


34
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Kategori penilaian terfokus sepenuhnya pada makanan mengenai kualitas, rasa, kelezatan,
penguasaan teknik, kepribadian dan konsistensi makanan, termasuk kreatifitas,
keramahtamahan, presentasi, dekorasi, performa, sanitasi dan sebagainya secara totalitas.

Kriteria dan rincian penilaian ini tidak seragam dan terpulang dari kemampuan anggota
gastronomi yang melakukan pengukuran, namun faktor-faktor penting penilaian adalah
kualitas masakan dan suasana tempat perjamuan diselenggarakan.

17. PRESENTASI MAKANAN


Penampilan makanan adalah penting dalam dunia gastronomi. Display atau penyajian
makanan merupakan keharusan dan menjadi ukuran dari suatu seni peradaban gastronomi
yang disebut sebagai presentasi makanan.

Presentasi makanan adalah seni memodifikasi, pengolahan, mengatur, dan mendekorasi


makanan untuk meningkatkan daya tarik estetika terhadap nilai makanan. Pakarnya adalah
seorang food stylist yang dituntut memiliki kreatifitas dan selera yang sangat baik agar
makanan yang tersaji hadir dalam susunan, komposisi, warna dan penampilan yang
merangsang pelanggan berselera untuk makan.

Seperti bidang lainnya, sebuah usaha bisnis restoran harus selalu direncanakan dengan baik.
Sebagai titik awal perencanaan adalah dengan mendesign "customer experience in every
single contact point" atau pengalaman yang ingin dirasakan oleh pelanggan di setiap kontak
yang terjadi. Pengalaman yang dirasakan ini meliputi semua panca indra , yang dilihat, yang
dicium, disentuh, maupun yang dicicipi.

Food stylist harus memiliki kemampuan mendesign "an ultimate experience" itu
bagi pelanggan, saat dan setelah menikmati masakan yang dihidangkan di atas meja. Food
stylist mengatur dan menata keseluruhan komponen makanan yang akan diletakkan di atas
piring, yang kemahiran ini disebut disebut "teknik plating". Pengalaman yang baik itu akan
menjadikan pelanggan loyal (retention, refferal and positive advocate).

Pada umumnya, pelaku usaha restoran cenderung abai terhadap presentasi makanan.
Mereka lebih mengandalkan utamanya kepada aspek rasa. Mereka menempatkan rasa diatas
aspek lainnya. Mereka pun kadang kala lebih sibuk berbicara tentang restoran lain yang lebih
ramai pengunjungnya daripada yang dikelolanya sendiri dan kerap lupa membandingkan
"customer experience" yang diberikan pihak lain dibandingkan yang mereka ketengahkan.

Pelanggan bukan membeli produk tetapi membeli nilai (value), yaitu serangkain pengalaman
yang dirasakan dan mengharapkan sebuah pengalaman yang baik dan membekas. Tetapi
perlahan-lahan tanpa disadari, presentasi makanan sudah menjadi sebuah pengalaman yang
penuh sensasi (eating is a sensuous experience).

Presentasi makanan kerap dianggap para ahli masak berbeda dari persiapan makanan (food
preparation). Banyak tahapan yang berlainan yakni dari mulai cara daging diikat atau dijahit;
jenis yang digunakan dalam memotong dan mengiris daging atau sayuran; gaya cetakan yang
digunakan dalam menuangkan hidangan. Tahapan lainnya seperti hiasan (garnish) yang
digunakan dan taburan biji, bubuk, atau topping lainnya.

18. SENI, GAYA & CIRI MASAKAN


Seni, gaya dan ciri masakan gastronomi di dunia berkembang dalam beberapa kategori yang
setiap tradisi memasak mewakili budaya makan rakyatnya masing-masing; yakni :

a. Cuisine Bourgeoise ("masakan klasik")


Adalah jenis masakan klasik (tradisional) yang ciri khasnya fokus pada
pengembangan sajian masakan khas lokal daerah dimana bahan-bahan rempah &
ramuan dan lain sebagainya yang digunakan adalah produk-produk khas lokal daerah

Edisi II Indrakarona Ketaren


35
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

setempat. Jenis hidangan ini beraneka ragam dan menggunakan banyak saus krim
dengan cara memasak yang berbeda-beda pula.

b. Fusion Cuisine (“masakan fusi”)


Adalah jenis masakan yang memperpadukan unsur-unsur dari tradisi masakan klasik
lokal daerah (Cuisine Bourgeoise) yang saling berbeda. Masakan ini tidak
dikategorikan menurut salah satu gaya masakan tradisional lokal tertentu namun
menggambungkan masakan tradisional lokal lainnya dalam kepentingan untuk
menciptakan sebuah inovasi dan juga makanan yang cukup menarik.

Fusion cuisine meleburkan (menggabungkan) secara khusus elemen-elemen berbagai


masakan lokal tradisional daerah yang tidak menyatu (tidak terkait) satu sama lain
menjadi suatu hidangan makanan baru. Fusion cuisine juga tidak hanya selalu
menggabungkan bahan baku tetapi gaya memasak untuk mengeksplorasi dan
mengkaitkan berbagai asal budaya lokal daerah yang berbeda ke dalam satu piring.

Sejak tahun 1970-an, inovasi fusion cuisine umumnya ditampilkan di banyak restoran
kontemporer di kota-kota metropolitan karena peminatnya cukup banyak.

c. Cuisine du Terroir (“masakan lokal”)


Adalah jenis masakan yang memfokuskan pada pengembangan (modifikasi) sajian
yang berciri khas lokal kedaerahan. Bahan-bahan yang digunakan adalah produk khas
lokal yang lebih segar dan berkualitas sangat baik.

Pada saat ini, cuisine du terroir lebih banyak menarik minat masyarakat dunia
sehingga gaya dan teknik memasaknya mengalami perkembangan yang sangat
pesat.

d. Nouvelle Cuisine ("masakan baru")


Adalah jenis masakan yang disajikan sederhana dan kurang beragam serta tidak
menganjurkan penggunaan saus krim (kuah) yang terlalu banyak dan sayuran
matang. Cara penyajian dan seni presentasinya pun tidak rumit dengan hidangan
yang ringan, lebih halus serta lebih singkat.

Ciri khas masakan baru ini fokus pada rasa yang murni tanpa menggunakan banyak
bahan masakan. Cara penyajiannya pun tidak rumit serta lebih singkat. Bahan-bahan
yang digunakan adalah khas regional dan musiman serta menempatkan kepentingan
yang lebih tinggi terhadap seni presentasi. Nouvelle cuisine mempengaruhi gaya
masakan saat ini, yang dapat dilihat dengan cara penyajian yang lebih fleksibel dan
banyak bereksperimen dengan cita-rasa non tradisional.

Nouvelle cuisine berkembang di tahun 1970-an dan 1980-an sebagai reaksi


menentang sekolah memasak klasik (tradisional) yang berhasil menggeser
kepopuleran masakan klasik yang rumit. Teknik dan gaya memasak nouvelle cuisine
menyerukan kesederhanaan dan keanggunan dalam menciptakan hidangan.

e. Haute Cuisine ("masakan agung")


Disebut juga "Grande Cuisine" adalah jenis masakan klasik yang disajikan dengan
cara yang unik dan ekstrem. Ciri khasnya adalah elegan, ramai, mewah, cenderung
berat karena penggunaan saus krim (kuah) yang banyak. Metode teknik memasak
haute berkembang pesat dan dikenal akan cara persiapan, pelayanan dan
penyajiannya yang rumit dan seksama serta yang paling penting memperhatikan
secara obsesif terhadap detail.

Tampilan hidangan pun diperhatikan dengan cermat, misalnya sayuran harus dipotong
dengan ukuran yang tepat dan seragam. Bahan-bahan yang dipergunakan merupakan
yang berkualitas terbaik.

Edisi II Indrakarona Ketaren


36
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Masakan jenis ini menggunakan bahan-bahan dan produk segar serta berkualitas
tinggi, lalu dimasak dengan teknik yang telah dipraktekkan atau dibuktikan serta
memerlukan waktu yang tidak sedikit untuk mengkreasikan & menghasilkan rasa yang
terbaik.

Haute cuisine ditandai dengan presentasi dari menu makanan kecil, besar dan
penutup yang memiliki kandungan gizi yang cukup kaya disertai minuman anggur
yang mahal.

Masakan haute cuisine berkembang dari cipta rasa masakan klasik Perancis di tahun
1970-an, ketika cuisine bourgeoise digantikan oleh masakan nouvelle cuisine.

f. Avant Garde Cuisine


Merupakan metode dan cara-cara yang baru yang menunjukkan perlawanan terhadap
batas - batas apa yang sudah diterima sebagai suatu norma dan tradisi lama dalam
suatu kebudayaan yang berlaku.

Adalah teknik memasak yang didekonstruksi menjadi sebuah temuan baru, baik dalam
seni, gaya dan ciri yang cukup menarik, namun tetap mewarisi unsur tradisional-nya.

Tujuannya adalah untuk mengenali hidangan tidak saja dengan mata dan rasa, tetapi
dengan idea, jiwa dan emosi.

Harmonisasi antara mata, rasa dan bahan-bahannya sama, tetapi bisa tidak sama
pada tekstur, bentuk dan suhu yang dieksploitasi oleh emosi, jiwa dan idea.

Avant garde ini kerap disebut sebagai ‘modernist cuisine’ dan ada juga yang
mengatakan sebagai gastronomi molekuler, tetapi tidak semua ahli masak terkenal di
dunia sepakat dengan sebutan ‘molekuler’ itu dan lebih senang jika dikatakan sebagai
‘gastronomi’ saja.

Avant-garde cuisine ini mendorong batas-batas dari apa yang diterima sebagai norma
atau status quo baru, terutama di ranah seni dan budaya masakan tradisional.

Inovasi, kreatifitas dan transformasi dalam seni, gaya dan ciri itu diolah dan
dipresentasikan dalam fine dine (high-end cuisine) antara lain fusion cuisine (masakan
fusi), nouvelle cuisine (masakan baru) dan haute cuisine (masakan agung) dengan
kekhasan yang berbeda satu sama lain; malah terkini teknis memasak ini dikenal
dengan gastronomi molekuler.

Dekonstruksi resepi tradisional para leluhur yang dikaryakan dalam fine dine (high-end
cuisine) dianggap menjadi ciri modernisme masakan masa kini, yang berbeda dari
post-modernisme.

Seni eksperimental dan teknik dekonstruksi ini merupakan cara yang paling tepat
untuk perubahan dan reformasi masakan makanan di dunia yang inti kekuatannya
terletak pada ‘science + cooking”.

g. Localized Global Cuisine


Adalah jenis masakan yang mirip dengan fusion cuisine. Dengan meningkatnya
perjalanan global dan penggunaan media sosial secara luas, telah melahirkan ide-ide
dan harapan baru dari konsumen, yang mana mereka semakin terbuka memilih aneka
rupa makanan dari berbagai negara.

Edisi II Indrakarona Ketaren


37
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Kita sekarang berada di era neo-global takala bahan-bahan makanan dari seluruh
dunia sedang dicampur dan disesuaikan satu sama lain dengan teknik modern
menjadi hybrid hidangan fusion.

Hybrid dalam arti persilangan, campuran, cangkokan atau kombinasi walau tetap
mempunyai perbedaan.

Para pemasak menggabungkan rasa dari Orient Korea dengan masakan Perancis
untuk membuat Kimchi Hollandaise. Mereka melebur masakan Jepang dan Peru
untuk membuat Nikkei sushi. Mereka mengasap, charing (membakar permukaan),
fermentasi (respirasi tanpa udara), dan plancha (flat top grill), serta menambah nilai
item dalam menu dimana hidangan disajikan dengan emulsi, espumas (buih atau
busa), uap, dan konsentrasi.

Dengan cara ini pemasak dapat mengikuti perubahan selera dan harapan konsumen
yang lebih tinggi dari era sebelumnya.

19. FINE DINING


Fine Dining adalah sebuah konsep praktek ‘the art of good eating’, dimana didalamnya
menawarkan sesuatu yang terbaik dan berkelas dengan sentuhan dan racikan masakan yang
mahal tapi layak untuk dinikmati.

Tepatnya konsep ini menawarkan mutu makanan makanan berkualitas, pelayanan fully serve
dan tentunya kemewahan suasana dengan atmosfer sajian kelas atas.

Makanan yang disajikan ala fine dining tersebut dikenal dengan istilah Haute Cuisine yang
merupakan masakan yang diolah dengan berbagai macam teknik memasak serta disajikan
dengan sangat cantik dan memiliki rasa yang sangat enak.

Fine dining atau padanan bahasa Indonesianya adalah 'jamuan makan resmi' atau 'adiboga'
yang merupakan seni memasak tingkat tinggi, dikerjakan, dimasak, dan dihidangkan dengan
cita rasa seni yang berkualitas.

Pada intinya, fine dining merupakan konsep makan bersama dari benua Eropa. Identik dengan
suasana jamuan ala Perancis, untuk kelas bangsawan yang bersantap menggunakan pakaian
rapi dengan mengikuti aturan table manner yang ketat. Ada plesetan yang mengatakan 'fine
dining has a lot of rules to obey unless you will be fined'.

Pendapat kebanyakan orang dewasa ini, terutama praktisi makanan bahwa ketika
membicarakan konsep fine dining selalu mengarah kepada makanan yang ditata dengan
konsep fusion.

Sebenarnya pendapat ini tidaklah 100% benar. Mengapa, karena ada 4 (empat) hal utama
yang harus diterapkan dalam konsep fine dining, dan keempatnya tidak dapat dipisahkan dan
merupakan keharusan yakni : Menu, Pelayanan, Suasana dan Set Menu.
a. Menu
Banyak orang memilih gaya makan fine dining untuk acara khusus dan bergengsi
untuk mendapatkan sebuah keistimewaan kelas. Sehingga makanan pun harus tidak
mengecewakan, dan benar-benar terbaik dan memenuhi standart kualitas tingkat
tinggi. Suasana makan dengan konsep fine dining ini biasanya menyajikan makanan
yang tidak terdapat ditempat lain. Sehingga dibanyak tempat-tempat makan yang
berkonsep fine dining ini menawarkan menu terbatas, bahkan menu dapat berubah
setiap hari atau setiap minggu atau dengan sistem periodik yang sangat pendek.
Misalnya menu dengan bahan-bahan musiman sehingga tingkat kesegaran bahan
makanan dapat diperoleh dengan mudah. Sistem ini juga memberi keuntungan bagi
sang juru masak untuk meningkatkan kreatifitasnya dalam hal mengolah bahan
makanan baru dan juga dalam penyajian.

Edisi II Indrakarona Ketaren


38
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Selain makanan, tak tertinggal adalah wine dengan kualitas yang sangat baik, juga
harus ada dalam daftar yang berkonsep fine dining. Selain wine, brandy dan cognac
pilihan juga harus menjadi daftar minuman favorit fine dining. Dibanyak tempat wine
biasanya selalu dipasangkan dan disesuaikan dengan jenis makanan yang dipesan.
Misalnya untuk hidangan ikan dan ayam, akan sangat cocok bila dipasangkan dengan
white wine, lalu untuk jenis daging merah dapat dipasangkan dengan red wine.

b. Layanan
Layanan tamu fine dining jauh lebih penuh perhatian daripada ditempat-tempat lain.
Ketika tamu datang, biasanya pihak resepsionis akan mencatat dalam buku tamu, lalu
disana ditulis dengan rinci tentang tamu tersebut. Lalu memandu tamu ke meja
pilihan, menghantarkan ketempat duduk, dan biasanya untuk wanita akan dibantu oleh
pelayan.

Lalu pihak pelayan akan menjelaskan tentang menu, bahkan tanpa catatan. Pada
bagian pelayanan ini harus dilatih secara ketat dan mereka harus dapat menjawab
pertanyaan apapun dari tamu, baik mengenai jenis-jenis wine, menu dan lain-lain.
Bahkan seorang pelayan harus siap dan dapat membuat rekomendasi menu, jika
diminta.

Lalu setelah pesanan selesai dibuat oleh bagian produk (dapur), tugas pelayan
selanjutnya adalah mengantarkan makanan ke meja si pemesan, pihak pelayan
selanjutnya benar-benar focus ke beberapa meja dan menunggu tamu tersebut
menikmati hidangan hingga meninggalkan ruang meja. Setelah itu mengganti kain
serbet, kain alas meja dan menata meja kembali sesuai yang ditentukan untuk dapat
digunakan oleh tamu berikutnya.

c. Suasana
Suasana makanan pun biasanya dibuat berdasarkan etnik tertentu dalam hari-hari
tertentu. Standart tempat hidangan untuk penyajian sangat berkelas seperti piring,
gelas, sendok makan, pisau makan dan sama sekali tidak ada kertas, plastic,
styrofoam atau lainnya.

Sementara meja akan selalu dibalut dengan taplak meja warna putih dengan vas
bunga segar ditengahnya (atau bahkan tidak ada sama sekali). Penerangan ruang
pun sengaja dibuat lampu menyala sangat halus, dan cenderung agak redup, hal ini
untuk menciptakan kesan romantis dengan suasana tradisional yang berkelas dengan
balutan nuansa modern, diiringi musik yang mencerminkan tema suasana.

d. Set Menu
Konsep fine dining mempunyai aturan jumlah set makanan yang akan disajikan dan
urutan makanan mana terlebih dahulu akan disajikan. Pada umumnya orang
kebanyakan mengenai 3 (tiga) set makanan fine dining yakni appetizer (hidangan
pembuka), main course (hidangan utama) dan dessert (hidangan pencuci mulut).
Padahal konsep fine ding yang sebenarnya yang dikenal dengan full course dinner
mempunyai set menu lebih dari itu.

Sebuah full course fine dining terdiri dari 3, 4, 5, 6, 8, 10, 12 bahkan 16 program set
menu. Sedangkan dalam bentuk ekstrim bisa memiliki 21 program set menu makanan
yang disusun secara artistik konsep mahakarya gastronominya dengan waktu makan
yang cukup panjang, sampai tiga, empat atau lima jam.

Sebagai contoh sebuah full course fine dining dengan 11 (sebelas) program set menu
adalah sebagai berikut:

Edisi II Indrakarona Ketaren


39
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

First Course : Hors d'oeuvre


Canapés à l'Amiral
Oysters à la Russe
White Bordeaux, White Burgundy or Chablis (especially with oysters)

Second Course : Soups


Consommé Olga
Cream of Barley Soup
Madeira or Sherry

Third Course : Fish


Poached Salmon with Mousseline Sauce
Dry Rhine or Moselle

Fourth Course : Entrées


Filets Mignon Lili
Chicken Lyonnaise
Vegetable Marrow Farci
Red Bordeaux

Fifth Course : Removes


Lamb with Mint Sauce
Calvados-Glazed Roast Duckling with Applesauce
Roast Sirloin of Beef Forestière
Château Potatoes
Minted Green Pea Timbales
Creamed Carrots
Boiled Rice
Parmentier and Boiled New Potatoes
Red Burgundy or Beaujolais

Sixth Course : Punch or Sorbet


Punch Romaine

Seventh Course : Roast


Roasted Squab on Wilted Cress
Red Burgundy

Eighth Course : Salad


Asparagus Salad with Champagne-Saffron Vinaigrette

Ninth Course : Cold Dish


Pâté de Foie Gras
Celery
Sauterne or Sweet Rhine Wine

Tenth Course : Sweets


Waldorf pudding
Peaches in Chartreuse Jelly
Chocolate Painted Eclairs with French Vanilla Cream
French Vanilla Ice Cream
Sweet Dessert Wines (Muscatel, Tokay, Sauterne)

Eleventh Course : Dessert


Assorted fresh fruits and cheeses
Sweet Dessert Wines, Champagne, or Sparkling Wine

Edisi II Indrakarona Ketaren


40
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

After Dinner
Coffee, cigars
Port or Cordials

BAB II
KETERPAUTAN GASTRONOMI

1. INTERPRETATIF GELAR CHEF


Asal muasal kata Chef berasal dari istilah bahasa Perancis yakni "Chef de Cuisine". Bagi
seorang chef yang mengatur (manage) sebuah dapur (restauran atau hotel) - baik yang
dimilikinya atau ditempat di mana yang bersangkutan bekerja - maka kepada yang
bersangkutan disebut sebagai 'Kitchen Director' atau biasa disebut dengan "Head Chef atau
Executive Chef atau Chef de Cuisine" atau dengan kata chef saja.

Senioritas dan pengalaman seorang chef ditentukan dari jumlah lipatan yang ada di topinya.
Semakin banyak lipatan di topi, berarti menunjukkan hirarki senioritas chef tersebut tinggi
karena lebih banyak pengalamannya dibandingkan yang lipatannya sedikit. Selain itu, jumlah
lipatan juga menunjukkan banyaknya cara chef bisa menyiapkan hidangan.

Seorang chef (Head Chef atau Executive Chef atau Chef de Cuisine) mengatur segala
sesuatu yang terjadi di dapur dengan tingkatan komando kepada bawahannya. Dari
penentuan menu, kreasi masakan, pemilihan bahan-bahan, persiapan memasak, hingga hasil
akhir masakan dengan standart yang tinggi.

Tingkatan komando "Head Chef atau Executive Chef atau Chef de Cuisine" dilakukan
terhadap bawahan berdasarkan urutan tingkatan jenjang karier mereka sebagai berikut:
i. Sous Chef
ii. Expediter or Announcer (Aboyeur)
iii. Chef de Partie (atau “station chef” ataupun “line cook”)
iv. Sauté Chef (Saucier)
v. Fish Chef (Poissonier)
vi. Roast Chef (Rotisseur)
vii. Grill Chef (Grillardin)
viii. Fry Chef (Friturier)
ix. Vegetable Chef (Entremetier)
x. Roundsman (Tournant)
xi. Cold-Foods Chef (Garde Manger)
xii. Butcher (Boucher)
xiii. Pastry Chef (Pâtissier)
xiv. Demi Chef dan Chef de Partie
xv. Commis
xvi. Cook helper atau kitchen assistants

Satu lagi yang perlu ditekankan bahwa seorang chef sudah melalui sebagian besar proses
urutan tingkatan dari bawah sampai ke atas dari jenjang karier yang disebutkan di atas untuk
menjadi "Head Chef atau Executive Chef atau Chef de Cuisine".

Jika seorang tidak (atau belum pernah) mengendalikan dapur sebagai "Head Chef atau
Executive Chef atau Chef de Cuisine" dan tidak (atau belum pernah) mempunyai tingkatan
komando terhadap bawahannya, maka yang bersangkutan bukan disebut sebagai "Chef"
melainkan hanya sebagai "Pemasak" atau"Koki" atau "Juru Masak" atau "Ahli Masak" saja.

Namun ada chef yang tidak bekerja atau memiliki di restauran atau hotel, yang kepada mereka
disebut "Chef Nomaden" alias masak dimana-mana tidak bekerja pada suatu tempat. Pastinya
chef nomaden sudah punya pengalaman masa lalu kendalikan dapur lengkap dengan
tingkatan komando kepada bawahannya.

Edisi II Indrakarona Ketaren


41
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Selain itu apabila seorang "Head Chef atau Executive Chef atau Chef de Cuisine" sudah tidak
lagi bekerja di restauran atau hotel, maka title (sebutan) yang bersangkutan adalah "Chef" saja
karena yang bersangkutan pernah kendalikan dapur lengkap dengan tingkatan komando
kepada bawahannya & yang bersangkutan pastinya punya jumlah lipatan di topinya yang
menunjukkan hierarkhi senioritas dan pengalamannya dalam menyiapkan hidangan.

Sebutan "Chef" hanya berlaku untuk title (sebutan) "Head Chef atau Executive Chef atau Chef
de Cuisine". Sedangkan untuk butir 1 sampai 16 di atas tidak berlaku.

Bagi seseorang yang berada di posisi diantara salah satu dari butir 1 sampai 16 disebut (title)
secara lengkap sesuai tingkat jabatannya saat itu (umpamanya Sous Chef atau Aboyeur atau
Chef de Partie atau Pastry Chef atau Chef de Partie dan lain sebagainya).

Hal itu karena "Chef" adalah seseorang yang pernah atau sedang mengendalikan dapur
lengkap dengan tingkatan komando kepada bawahannya serta yang bersangkutan sudah
melalui sebagian besar proses urutan tingkatan dari bawah sampai ke atas dari jenjang karier
yang disebutkan di atas untuk menjadi "Head Chef atau Executive Chef atau Chef de Cuisine".

Dalam kebiasaan masyarakat barat bila seorang menyebut dirinya sebagai chef, maka yang
pertama ditanya (saat ini atau pernah) adalah "dimana restauran atau hotel" tempat ia
berkarya di dapurnya. Di tempat itu kita akan mengetahui keberadaan hierarkhi komando chef
tersebut lengkap dengan lipatan di topinya.

Oleh karena itu alangkah bijaknya jika semua orang sekarang mengetahui dengan betul mana
yang bisa disematkan sebutan "Chef". Memang banyak orang yang jago masak walaupun
mereka bukan lulusan perhotelan.

Ini juga bukan berarti mereka tidak hebat hanya karena tidak berdasar ilmu masakan. Ada
beberapa orang yang mulai jadi figur publik karena jago masak tetapi kepada mereka tetap
kita sebut sebagai "Pemasak" atau"Koki" atau "Juru Masak" atau "Ahli Masak" saja.

Untuk dicatat bahwa kebanyakan orang bisa memasak, tapi chef adalah seorang profesional
terlatih yang menguasai profesi memasak dengan derajat ketrampilan dan urutan kepangkatan
dan pengalaman di dapur yang telah dilaluinya.

2. SCIENCE & COOKING


Di tahun 2005, lembaga perguruan tinggi negara-negara barat mulai mengkaji secara
mendalam resep makanan terhadap salah satu ilmu pengetahuan yakni ilmu fisika.

Pendekatan ilmu pengetahuan ini digunakan dalam dekonstruksi metoda memasak yang
dikenal dengan “science + cooking”.

Dimulai oleh Harvard University di Massachusetts, Amerika Serikat yang bermitra dengan
elBulli Foundation di Girona, Spanyol; keduanya mulai secara intensif mengkaji dan meneliti
makanan – minuman masyarakat barat dengan melakukan dekonstruksi dan restorasi fisika
terhadap resepi-resepi yang ada, termasuk sejarah dan budayanya, untuk menemukan resep-
resep baru yang dapat bersifat komersial di masa depan.

Inisiatif Harvard University & elBulli Foundation kemudian diikuti oleh lembaga-lembaga
perguruan tinggi lainnya di Eropa Barat & Amerika Serikat yang sejak itu chef profesional kelas
papan atas mulai diperlakukan duduk sejajar dengan para guru besar dan teknokrat akademisi
kelas dunia.

3. PANDUAN MICHELIN
Perkembangan dunia makanan di awal abad 20-an semakin membaik, terutama di berbagai
negara Eropa dan Amerika. Berbagai restoran baru lahir dan minat masyarakat untuk
menikmati hidangan berkualitas semakin meningkat.

Edisi II Indrakarona Ketaren


42
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Hingga pada tahun 1926, terbit suatu panduan buku mengenai berbagai restoran yang ada di
Perancis yang dikenal dengan nama Michelin Guide serta memberikan penghargaan berupa
Michelin Stars, yaitu sebuah penghargaan atas kualitas yang dimiliki suatu restoran.

Buku panduan ini setiap tahun diterbitkan oleh Michelin Red Guide yang berisi informasi bagi
wisatawan mengunjungi tempat-tempat di Eropa dan juga menjadi arahan pemilihan lokasi di
Amerika Serikat, Kanada dan Asia (antara lain di Singapore dan Hong Kong).

"The Book" (begitu sebutan terhadapnya) mengacu kepada panduan hotel dan restoran
referensi tertua Eropa untuk keunggulan beberapa pilihan dan mendapatkan
penghargaanyang disebut Bintang Michelin.

Penghargaan diberikan satu, dua, atau tiga bintang, menurut sebuah sistem untuk menilai
kualitas mereka. Sebuah restoran dengan tiga bintang Michelin dianggap sebagai sangat baik,
dan sangat sedikit restoran mencapai hal ini.

Akuisisi atau kehilangan bintang dapat memiliki efek dramatis pada keberhasilan sebuah
restoran, bukan hanya pemasukan tetapi juga menurunkan popularitasnya. Sedangkan bagi
chef, kehilangan bintang bagaikan "kehilangan pacar."

The Book berisi ulasan para "inspektur" Michelin yang identitasnya anonim (awanama);
mereka tidak mengidentifikasi diri mereka, dan mereka hadir tanpa diketahui pemilik restauran
yang sedang ditinjau. Mereka datang, mereka makan dan mereka pergi.

Para "inspektur" ini tidak pernah mengungkapkan garis mereka bekerja dan dilarang berbicara
dengan wartawan, bahkan diketahui orang terdekatnya sekalipun yakni istri, anak atau orang
tua.

Perusahaan Michelin mempunyai penyidik seni makanan di seluruh dunia yang sangat
profesional dan diambil dari kalangan tertentu tanpa diketahui identitas mereka. Skala rating
penghargaan Michelin pada dasar adalah ulasan inspektur anonim.

Dalam membuat ulasan, inspektur berkonsentrasi pada kualitas, rasa, kelezatan, penguasaan
teknik, kepribadian dan konsistensi makanan. Karenanya Michelin Guide hanya fokus
sepenuhnya pada makanan.

Mereka tidak melihat dekorasi interior, pengaturan meja, atau kualitas layanan dalam
pemberian bintang, meskipun panduannya menunjukkan ada unsur bagaimana mewah atau
kasual suatu restoran; yakni mengenai kreatifitas, hospitality, presentasi, decoration, performa,
sanitasi dan sebagainya secara totalitas.

Oleh karena itu walaupun panduannya tidak menyediakan rincian jelas mengenai kriteria
mereka dalam menilai restoran, namun faktor-faktor penting penilaian adalah kualitas
masakan, suasana restoran, menjadi pertimbangan lainnya.

Inspektur Michelin menyampaikan liputannya dalam media ternama setempat terhadap


restoran yang dikunjungi, berisikan ulasan dan komentar masakan khusus dan terbaik dari
restoran tersebut.

Skala sistem peringkat (rating) Michelin Star ada 3 (jenis) yakni :


a. Bintang 1 untuk menunjukkan sebuah restoran yang sangat baik pada kategorinya
(une très bonne table dans sa catégorie) serta memiliki masakan standar tinggi secara
konsisten. Kategori ulasan dan komentar dalam berita media biasanya mengenai
kelezatan & rasa makanan.

b. Bintang 2 untuk menunjukkan sebuah restoran yang sangat istimewa dan patut
dikunjungi kembali karena memiliki masakan yang sungguh baik (table excellente,

Edisi II Indrakarona Ketaren


43
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

mérite un détour), terampil dan hati-hati dalam membuat hidangan dari kualitas yang
luar biasa. Kategori ulasan dan komentar dalam berita media biasanya mengenai
kelezatan & rasa makanan + presentasi & kreatifitas + performa chef.

c. Bintang 3 untuk menunjukkan sebuah restoran yang sangat-sangat istimewa dan


layak dikunjungi secara khususu (une des meilleures tables, vaut le voyage), karena
masakannya luar biasa dan menggunakan bahan-bahan superlatif; sedangkan
pengunjungnya dari kalangan yang sangat baik dan luar biasa. Kategori ulasan dan
komentar dalam berita media biasanya mengenai kelezatan makanan + presentasi &
kreatifitas + performa chef + dekorasi, sanitasi & hospitality.

Karena inspektur michelin tidak diketahui identitasnya dan anonim (awanama), apalagi tidak
diketahui kapan datangnya, maka kehadiran mereka diketahui dari ciri kebiasaan yang
dilakukan yakni :
a. Mereka selalu datang berdua dan tidak pernah banyak bicara.
b. "Inspektur" pertama datang setengah jam lebih dahulu dan duduk di bar.
c. Begitu "inspektur" kedua datang, mereka pindah ke meja reservasi yang dipesan atas
nama pribadi tanpa referensi.
d. Saat duduk di meja selalu para "inspektur" pesan wine terbaik setengah botol.
e. Secara sengaja dan diam-diam salah satu dari "inspektur" meletakkan sebuah garpu
di lantai berdekatan dengan kursinya.

Jika ciri-ciri ini terlihat, maka kemungkinan besar itu adalah “inspektur” Michelin yang datang
untuk melakukan penyidikan dan penilaian.

Buku Panduan Michelin ada tiga jenis yakni yang merah untuk panduan hotel dan restoran,
yang hijau untuk panduan tujuan wisata sedangkan yang biru untuk panduan wisata.

Keberadaan penghargaan Michelin mampu memicu para juru masak untuk terus berkreasi
menghasilkan karya yang berkualitas dan menjadikan dunia masakan menjadi lebih menarik.

Seorang juru masak yang berhasil membawa restorannya mendapatkan penghargaan


Michelin Star akan mendapatkan pengakuan internasional yang dapat meningkatkan namanya
di dunia makanan.

Pengaruh masakan Perancis dengan penghargaan Michelin sangat besar dalam


perkembangan makanan dunia dan bermigrasi ke berbagai belahan dunia.

4. ORGANISASI GASTRONOMI
Sejak kelahirannya di Eropa dan China, komunitas dan organisasi gastronomi dalam
masyarakat barat banyak didirikan sebatas hobi dengan berbagai nama, identitas dan
keutamaan mereka antara lain :
1. International Academy Gastronomy (Academie Internationale de la Gastronomie)
dengan 26 negara anggota manca negara dimana 2 (dua) dari organisasi gastronomi
Indonesia menjadi anggotanya.
2. Academia iberoamericana de Gastronomía (Latin American Academy of Gastronomy)
yang beranggotakan 10 negara amerika latin.
3. Les Dames d’Escoffier International yang mempunyai 36 cabang berbasis di kota-kota
negara amerika dan benua eropa.
4. The International Wine and Food Society yang memiliki anggota lebih dari 6.000 orang
berbasis di 30 negara di dunia.
5. Chaine des Rôtisseurs yang memiliki 6000 anggota profesional dan non profesional di
lebih dari 90 negara di seluruh dunia.
6. Slow Food Association yang memiliki sebanyak 100.000 anggota yang berasal dari
150 negara di dunia.
7. Dan lain sebagainya

Edisi II Indrakarona Ketaren


44
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

5. LEMBAGA KAJIAN SENI MEMASAK


Disamping organisasi dan komunitas hobi, di belahan negara barat terdapat lembaga kajian
seni memasak yang menjadi benchmark gastronomi dan restaurant, yakni :
a. Le Guide Michelin di Perancis
b. Unesco Gastronomic Cities di Perancis
c. The World’s 50 Best Restaurants di Inggris
d. El’Bulli Foundation di Spanyol
e. The Julia Child Foundation for Gastronomy and the Culinary Arts di Amerika Serikat
f. Think Food Group di Amerika Serikat
g. James Beard Foundation di Amerika Serikat
h. Alicia Foundation di Spanyol
i. Science & Cooking, Harvard University di Amerika Serikat
j. Le Cordon Bleu di Perancis
k. The Culinary Institute of America di Amerika Serikat
l. Dan lain sebagainya

6. GASTRONOMI DI MATA DUNIA


Bagi masyarakat barat (termasuk di China), makanan tidak semata diartikan sebagai kegiatan
sekunder dan simbolisme sebatas cita rasa hidangan yang dikonsumsi setiap hari atau
“sebatas perut”, yang digelar semata wayang dalam acara-acara komersial.

Memasak bukan sekedar nostalgia romantisme makanan masa lalu serta bukan sekedar
berhenti di "copy & paste" resepi masakan.

Makanan merupakan seni memasak dari kemajuan budaya suatu bangsa mengenai
kekayaan dan kebanggaan dari masyarakatnya.

Seni makanan adalah simbol nasionalisme yang menjadi ciri indentitas dan jati diri suatu
bangsa karena di dalamnya ada sejarah, budaya dan lansekap geografi yang melahirkan
kearifan lokal.

Di dalamnya terpendam amanah mengenai jiwa yang hidup, berkarakter, disiplin, penuh
percaya diri, dan unggul dalam kualitas kehidupan.

Ada petuah rasa percaya pada diri sendiri dan kemampuan mandiri sebagai esensi jalan
bangsa yang berdaulat dan berdikari.

Ada wejangan didalamnya mengenai petuah semangat mengabdi, berbakti, tidak melupakan
sejarah, dan bangga atas nasionalisme makanan mereka.

Pesan amanat itu biasanya diterjemahkan bangsa-bangsa ini ke dalam suatu spektakel
festival seni masakan sebagai suatu sebagai seremoni kenegaraan.

7. GELARAN GASTRONOMI MANCA NEGARA


Spektakel seni masakan itu dilakukan secara nasional dan internasional, antara lain yang
bernuansa internasional adalah :
a. Madrid Fusion : Adalah benchmark gastronomi terkemuka di dunia yang
diselenggarakan setiap tahun pada bulan Februari selama 3 (tiga) hari di kota Madrid
untuk kalangan "top class cuisine fusion" internasional. Didirikan tahun 2002 yang
berpusat di kota Madrid Spanyol. Sejak tahun 2003 setiap tahun diselenggarakan
acara gastronomi dunia dengan kehadiran ribuan pengunjung dari 15 negara dengan
menampilkan Chef & Master Chef terkenal dari berbagai belahan dunia, jurnalis
manca negara dan pembicara internasional.

b. Gastro Festival : Bertepatan dengan pertemuan puncak Madrid Fusion


diselenggarakan acara gastronomi makanan tahunan Gastro Festival pada bulan
Februari selama 2 (dua) minggu di kota Madrid. Acara ini diikuti lebih dari 400

Edisi II Indrakarona Ketaren


45
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

perusahaan lokal dan 300 restoran, bar cocktail, sekolah memasak, toko gourmet,
butik fashion dan aksesori, lembaga kebudayaan, galeri seni dan museum.
Ditampilkan berbagai macam pengalaman sensorik dan berbagai macam pilihan
kunjungan yang dibagi kedalam tema kategori tema yakni : Pengalaman Sensorik,
Gastro Culture, Gourmet Madrid, Gastro Fashion & Design, Gastro Health, Gastro
Wine Culture, Gastro Music, Gastro Arts dan Gastro Coffee. Acara Gastrofestival ini
adalah inisiatif dari Madrid Fusion dan Dewan Kota Madrid.

c. Internationale Tourismus-Börse Berlin : Diselenggarakan setiap tahun pada bulan


Maret selama 5 (lima) hari di kota Berlin dalam bidang perdagangan, pariwisata,
penerbangan, gastronomi, perhotelan dan profesional media. Didirikan pada tahun
1967 yang berpusat di kota Berlin Jerman Barat dan melayani lebih dari ratusan ribu
pengunjung dari 180 negara.

d. Les Etoiles de Mougins : Sejak tahun 2006 merupakan Festival Internasional


Gastronomy dan Lifestyle yang telah menjadi patokan dalam lansekap Gastronomi
dunia. Selama 3 (tiga) hari setiap bulan September, desa Mougins di Perancis
berubah menjadi teater terbuka yang mengetengahkan tentang keahlian memasak.
Para pemasak profesional top dari seluruh dunia datang dengan berbagi keahlian
mereka antara lain yang mewakili Michelin Stars bintang tiga dengan kehadiran
25.000 pengunjung yang datang dari berbagai belahan dunia baik itu kalangan
wartawan, pemilik hotel, perusahaan lokal, pemilik restoran, pariwisata maupun
lainnya.

e. Fête de la Gastronomie : Sejak tahun 2011 diselenggarakan setiap tahun pada


bulan September selama 3 (tiga) hari di kota Paris Perancis yang menyoroti tentang
keahlian dan keragaman gastronomi memasak warisan Perancis. Menampilkan
pengrajin masakan, petani dan pemasak profesional top yang mewakili Michelin Stars
bintang tiga yang datang dari seluruh daratan Eropa. Acara ini juga berlangsung
secara bersama di seluruh kota-kota Perancis yang menggelar berbagai perjamuan,
piknik, wisata pecinta makanan dan acara lainnya.

f. Gastronomie Jaarbeurs : Diselenggarakan setiap tahun pada bulan November


selama 2 (dua) hari di kota Utrecht Belanda yang menyoroti tentang keahlian dan
keragaman gastronomi yang datang dari seluruh daratan Eropa dan Asia.

g. World Expo Milano : Diselenggarakan setiap 5 (lima) tahun sekali selama 6 (enam)
bulan di kota Milan dalam bidang perdagangan, pariwisata, seni budaya, gastronomi,
perhotelan dan profesional media. Didirikan pada tahun 1967 yang berpusat di kota
Milan Italia dan melayani jutaan pengunjung dari 146 negara.

h. Salon de Gourmets : Diselenggarakan setiap tahun di kota Madrid Spanyol. Didirikan


pada tahun 1987 dengan tujuan untuk menjadi showcase gastronomi produk makanan
dan minuman internasional, termasuk bumbu-bumbu dunia, dalam rangka untuk
mempromosikan nilai-nilai diferensial-nya: kualitas, variasi dan profesionalisme.

i. Dan lain sebagainya

8. GELARAN GASTRONOMI BANGSA


Beberapa negara di Eropa seperti Spanyol, Perancis, Belanda, Inggris, Jerman, Itali dan
sebagainya punya gelaran acara-acara gastronomi nasional yang cukup dikenal dikalangan
masyarakat dunia.

Masyarakat dunia berdatangan ke kota-kota negara bersangkutan untuk menikmati sensorik


dari cita rasa makanan negara setempat, meskipun aneka seni masakan bangsa lain hadir di
acara-acara mereka.

Edisi II Indrakarona Ketaren


46
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Spanyol bisa dikatakan paling banyak menyelenggarakan acara gastronomi nasional, apalagi
dalam kepentingan negara itu mengangkat seni masakan mediterania.

Dari 17 wilayah otonomi bagian (atau kata lain disebut propinsi), masing-masing mempunyai
badan hukum (organisasi) yang mengurusi seni gastronomi masakan dengan nama yang
berbeda-beda dan kekhususan tersendiri, sesuai dengan kekayaan alam masing-masing yang
dimiliki.

Setiap tahun ke-17 masing-masing wilayah otonomi bagian negara Spanyol ini,
menyelenggarakan berbagai spektakel gastronomi kewilayahan namun berdampak nasional
maupun internasional.

Pengunjungnya datang dari berbagai belahan kota dan manca negara. Salah satu
meningkatnya populasi jumlah wisatawan negara Spanyol karena adanya penyelenggaraan
acara-acara seperti ini.

"Gastronomic & Culinary Tourism" merupakan program utama Pemerintah Spanyol yang telah
meningkatkan pemasukan devisa negara ini selama puluhan tahun.

Perancis sebagai negara kelahiran gastronomi punya keunikan tersendiri karena tradisi seni
akan makan yang baik berasal dari negeri ini yang masyarakatnya disebut sebagai suku
bangsa Gaul.

Acara-acara gastronomi Perancis dikenal cukup luas namun tidak sebanyak negara Spanyol.
Kalangan gastronomic & culinary enthusiastic masih tetap bercermin kepada model Perancis
dalam perjamuan gastronomi dan resepi culinary ala aristokrat (fine dine).

BAGIAN II : UPABOGA INDONESIA

" .. When I started, I didn’t understand Gastronomy, and I didn’t plan .. The problem wasn’t
that ..
Which becomes a problem, I didn’t have enough human resources who have passions towards
Gastronomy and capabilities (to build the organization) ..
The opportunity was that my contenders had too much habitue to belittle others ..
They thought they could build Gastronomy with those vainglory ..
If you don’t understand Gastronomy, then respect it .. Put a plan ..
Bear in mind, a plan is good only if you execute it ..”
(Beta)

BAB III
UPABOGA INDONESIA

Kosa kata Gastronomi (atau dalam bahasa antar bangsa disebut ‘Gastronomy’) di Indonesia
diterjemahkan oleh ahli bahasa & sastrawan almarhum Anton M. Moeliono dengan sebutan
“upaboga”, yang secara visual arti katanya meliputi kenikmatan dan kelezatan makanan serta
mata pencaharian (upajiwa).

Namun penterjemahan kosa kata “upaboga” tersebut jangan atau tidak sebangun dengan
kosa kata “upa bhoga” yang kerap dipakai dalam sastra Bali kuna mengenai “Tri Bhoga” atau
tiga macam kebutuhan hidup manusia, yakni :
• Bhoga = Pemenuhan kebutuhan makan dan minum
• Upa Bhoga = Pemenuhan kebutuhan akan sandang
• Pari Bhoga = Pemenuhan akan kebutuhan rumah tangga dan perabotannya

Edisi II Indrakarona Ketaren


47
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Ada juga di sastra Bali kuna mengenai kosa kata “Raja Bhoga” yang artinya makanan dan
kelas makanan tertinggi yang biasanya terdiri dari 108 jenis makanan enak-enak dan
dipersembahkan saat perayaan/ hari raya tertentu di rumah-rumah ibadah (pura)

Di Indonesia, upaboga masih muda usianya dan masih belum tampak diminati secara luas
serta pengetahuan masyarakat terhadapnya masih cukup terbatas.

Di bawah ini akan dicoba untuk menjelaskan beberapa peta gambaran umum mengenai
upaboga untuk dipahami secara bersama.

1. Sadar Gastronomi
Upaboga Indonesia dalam kerangka pemikiran gastronomi bukan sekedar bicara makanan
atau bukan sekedar promosi masakan Indonesia yang kerap dituangkan di dalam atraksi
wisata seperti yang kita lihat selama ini.

Gastronomi Indonesia punya maksud dan tujuan maupun kepentingan untuk mengangkat seni
makanan tradisional sebagai suatu kekuatan ekonomi bangsa. Sebagai suatu kekuatan
budaya peninggalan para leluhur yang lahir dan diwariskan karena kearifan lokal bangsa
Indonesia.

Bagi negara-negara barat, seni masakan (gastronomi) menjadi ukuran kedaulatan pangan dan
tulang punggung pertumbuhan ekonomi bangsa mereka. Seni masakan (upaboga)
merupakan penyumbang terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara.

Masyarakat Indonesia harus mempunyai kepedulian dan membuka mata bahwa negeri ini
harus “Sadar Gastronomi”, yang slogan itu lahir bukan karena pemikiran melainkan fakta dari
sebuah keadaan yang tanpa disadari ada disekitar kita semua.

Kemuliaan mengangkat harkat dan martabat makanan Indonesia, melalui seni masakan
(gastronomi) adalah mutlak untuk menjadikan Indonesia lebih baik.

Kesadaran ini akan menempatkan seni masakan Indonesia dan mengangkat para ahli masak
yang ada di dalamnya, sebagai bagian dari kreatifitas bangsa, karena bicara makanan artinya
bicara kedaulatan pangan dan sumbangan terhadap takaran dari tolak ukur Produk Domestik
Bruto (PDB) negeri kita.

Bisnis usaha makanan ternyata sangat besar menyumbang produk domestik bruto (PDB)
nasional dari sektor ekonomi kreatif.

Data statistik BPS tahun 2015 menunjukkan industri kreatif dalam setahun terakhir telah
menyumbang Rp 642 triliun atau 7,05 persen dari total produk domestik bruto (PDB) Indonesia
sebesar Rp11.540,8 triliun, dimana sektor usaha makanan menyumbang sebesar Rp 209
triliun atau 32,4 persen.

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per akhir tahun 2016, menunjukkan total pembiayaan
untuk industri kreatif sebesar Rp 5,1 triliun, dimana pembiayaan untuk sektor usaha makanan
mencapai Rp 2,86 triliun.

Untuk tahun 2017 diharapkan pembiayaan ekonomi kreatif akan berkisar Rp 6 triliun-Rp 6,5
triliun.

Dari 11 juta tenaga kerja nasional yang berkecimpung di industri kreatif, 31,5 persen bekerja di
bidang sektor usaha makanan seperti di restoran, rumah makan dan hotel.

Data ini belum termasuk kontribusi dari usaha makanan yang tidak terdaftar (atau mempunyai
badan hukum) seperti warung, usaha rumah tangga maupun penjaja makanan di pelataran
kaki lima.

Edisi II Indrakarona Ketaren


48
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Juga dari beberapa data dan referensi, wisatawan yang datang ke suatu daerah sampai 40
persen spending-nya ke makanan.

Melihat besarnya sumbangan yang diberikan sektor ini, maka para pelaku usaha makanan
perlu mendapat perhatian khusus dari perbankan dengan membantu permodalan bagi UKM
yang bergerak di bidang ini.

2. Perkembangan Upaboga
Seperti disampaikan di atas, upaboga telah berjalan menjadi bagian dari kehidupan sehari-
hari masyarakat Indonesia yang mereka sendiri tidak menyadari hidangan yang disajikan
dihadapannya ada makna gastronomi.

Gastronomi diperkenalkan pertama kali oleh almarhum ibu Suryatini Ganie, seorang penulis
dan ahli makanan yang cukup dikenal di kalangan masyarakat cuisiner Indonesia. Beliau pada
tahun 1982 mendirikan Lembaga Gastronomi Indonesia (LGI) yang tercatat resmi di lembaga
International Academy of Gastronomy (IAG) di Paris.

Sejak tahun1982 sampai kepulangan almarhum pada tahun 2011, adalah beliau yang selalu
menggagas dan membumikan gastronomi di Indonesia namun masih sebatas aspek atau
bidang gastronomi teoritis, meskipun karya beliau banyak terkait dengan aspek atau bidang
gastronomi praktis.

Pada tahun 2013 penulis mendirikan perkumpulan Akademi Gastronomi Indonesia (AGI)
bersama salah satu pendirinya ibu Wieke Adiwoso yang kebetulan saat itu menjabat sebagai
Duta Besar Republik Indonesia di Madrid. AGI tercatat resmi di IAG Paris seperti
pendahulunya yang bernama LGI.

Pada tahun 2016, penulis kemudian mendirikan perkumpulan kedua bernama Indonesian
Gastronomy Association (IGA), dengan penekanan aktifitas organisasinya kepada aspek atau
bidang gastronomi makanan.

3. Batasan Upaboga
Saat ini organisasi-organisasi gastronomi di Indonesia ada yang keliru mengartikan upaboga,
dimana secara tendensius menyamakan upaboga dengan kuliner.

Bahkan ada pernyataan yang sejenis maupun berlawanan mengatakan upaboga tidak
termasuk dalam koridor pariwisata karena ciri-cirinya bertentangan dan sebelumnya tidak
terkait seperti kuliner.

Padahal di negara-negara Barat dan Asia lainnya, upaboga & kuliner masuk dalam lingkup
kepariwisataan yang dikenal dengan program "Gastronomic & Culinary Tourism".

Upaboga secara langsung terkait elemen pariwisata dari suatu negara, suatu kota maupun
suatu bangsa, karena daya tarik obyek pelaku upaboga terhadap seni masakan mampu
menghadirkan mereka datang ke suatu negara, ke suatu kota maupun kepada suatu bangsa.

4. Penelahaan Upaboga
Kajian boga di Indonesia masih belum tampak diminati secara luas. Bisa dikatakan
pengetahuan masyarakat Indonesia terhadap boga masih cukup terbatas. Tidak heran jika
masyarakat masih bingung memaknai upaboga, karena bagi mereka kuliner itu lebih nyata
dibanding upaboga.

Selama ini pengkajian mengenai makanan kerap dilakukan para ahli masak atau penulis
makanan (food writters) yang kebanyakan tinjauan mereka masih di sekitar seni kuliner
(sebatas mengenai resep, teknis dan proses memasak serta asal dimana keberadaan
makanan).

Edisi II Indrakarona Ketaren


49
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Selama ini kajian boga (makanan), baik dalam perspektif sejarah dan ethnografi, di Indonesia
tidaklah begitu banyak. Kajian-kajian yang ada masih menelaah makanan sebatas wacana
permukaan, yakni sejarah gaya hidup ruang sosial budaya perkotaan yang elitis di masanya,
belum melacak jejak relasi global pembentukan citarasa dan selera Indonesia.

Kajian yang ada selama ini baru sebatas : “Apa yang dimakan & mengapa dimakan .. Kenapa
di beli, dipersiapkan dan dihidangkan makanan itu”.

Belum mencakup totalitas dalam membentuk citarasa bangsa yang tengah mencari jati dirinya
dengan melihat sisi secara sejarah, budaya, lanskap geografis dan bagaimana metoda
memasaknya.

Disamping itu citarasa Indonesia yang ditampilkan hanya sebatas pada teks-teks produksi
kaum elit metropolitan atau kosmopolitan, baik dari para ahli gizi, pangan, politisi, dan
gastronom masa kolonial, Orde Lama dan Orde Baru hingga masa kini. Sebuah narasi
interpretatif atas data-data sejarah dari teks-teks buku masak, catatan pemerintah dan
individual, ilmu pangan, dan sebagainya.

Imajinasi yang disajikan adalah budaya citarasa identitas nusantara yang terbentuk dan
dibentuk oleh sejarah di aras elite metropolitan atau kosmopolitan dan penguasa. Belum
menggambarkan realitas praktik aktual citarasa yang terjadi di sebuah kota dan desa di masa-
masa tersebut, yakni tentang sejarah citarasa yang terjadi saat itu secara detail.

Padahal pakar antropologi, arkeologi & budaya punya keahlian khusus yang bisa
menceritakan kepada kita sisi antropologi, arkeologi dan sejarah budaya dari boga makanan
bangsa ini.

Mungkin keterbatasan itu akibat ahli-ahli antropologi, arkeologi & budaya Indonesia belum
banyak mau tampil atau lebih jauh negeri ini belum mempunyai ahli sejarah budaya makanan
seperti kebanyakan telah dimiliki masyarakat Barat dalam kajian-kajian boga mereka.

5. Konstruksi Upaboga
Seperti di jelaskan di atas, upaboga (atau gastronomi) adalah ‘the art of good eating’ alias
‘tukang makan’ atau sebagai 'seni dan praktek memasak dan makan makanan yang baik’.

Upaboga bicara tentang seni panduan makanan sebagai sebuah identitas dan refleksi budaya
masyarakat dalam "Bagaimana, Dimana, Kapan dan Mengapa makan itu penting dirancang
dan dipersiapkan".

Pelakunya adalah seorang food connoisseur (pecinta, penikmat & pemerhati makanan) yang
memahami tentang keahlian memasak, tetapi bukan ahli masak.

Food connoisseur disebut juga sebagai seorang ‘gastronom’ (seorang ‘hakim’) yang
mempunyai keahlian menilai (assesor) secara keseluruhan (totalitas) mengenai cita rasa (etis)
kenikmatan sensual dari makanan dan minuman, berikut mengenai kisah sejarah, budaya,
lansekap geografi dan metoda memasaknya.

Ciri khas gastronomi adalah sebagai berikut :


a. Kebiasaan melakukan perjamuan makan bersama.
b. Penyajiannya dalam kelengkapan perangkat peranti saji.
c. Lokasi harus mempunyai dan menerapkan standard requirement minimal
terhadap kelayakan hospitality, presentasi (display), dekorasi interior, pengaturan
meja, performa, kreatifitas (appearance), maupun kebersihan (sanitasi).
d. Penampilan dan kemahiran ahli masak (chef profesional atau ahli masak otodidak)

Seni, gaya dan ciri masakan yang menjadi lahan utama gastronomi terdiri dari :
a. Nouvelle Cuisine ("masakan baru")

Edisi II Indrakarona Ketaren


50
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

b. Haute Cuisine ("masakan agung")


c. Avant Garde Cuisine (“modernist cuisine”)

Perkembangan seni makanan masyarakat Barat sangat pesat, dan selalu mempunyai inovasi
penemuan dan modifikasi resepi maupun berkembang sesuai jaman, ataupun berubah dari
suatu waktu ke waktu, sesuai selera dan pengetahuan baru.

Upaboga masyarakat Barat jarang menampilkan resepi warisan tradisional, walaupun untuk
acara-acara tertentu tetap dipertahankan (antara lain Natal dan Thanksgiving).

Upaboga masyarakat Barat minim (atau jarang) memiliki filosofi, kearifan budaya lokal, nilai
ritual maupun nilai religi, sehingga makna gastronomi mereka berbeda dengan makna
gastronomi di masyarakat Timur (atau bangsa Asia seperti di Indonesia).

Oleh karena itu karakter utama upaboga abad ke 20 masyarakat barat adalah Nouvelle
Cuisine dan Haute Cuisine, namun untuk abad 21 mendatang bernuansa Avant Garde Cuisine
atau dikenal dengan modernist cuisine yang kadangkala diplesetkan sebagai gastronomi
molekuler.

Praktek upaboga di Indonesia tidak bisa menyerupai 100% dengan masyarakat barat,
mengingat masyarakat di negeri ini belum terbiasa dengan seni cita rasa masakan modernist
cuisine (avant garde cuisine) atau jenis lainnya seperti yang dijelaskan di atas.

Masyarakat Indonesia sudah terbiasa dengan seni cita rasa masakan tradisional atau klasik
(cuisine bourgeoise) warisan resepi leluhur. Oleh karena praktek upaboga di Indonesia hanya
bisa dilakukan dengan menampilkan masakan tradisional secara ala gastronomi, walaupun
sifat dan penampilannnya fusion atau nouvelle atapun haute.

Disamping itu ciri khas utama upaboga Indonesia, di sebagain besar seni masakannya
mempunyai kisah dibelakangnya, yakni konsep cerita rakyat (folklor) yang merupakan kearifan
lokal, berupa nilai falsafah, filosofis, maupun perilaku budaya yang diwarisi turun-menurun dan
diakui sebagai identitas milik bersama sebagai simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal
masyarakat setempat, yang telah melembaga maupun bersemayam secara tradisional.

6. Corak Upaboga
Ada satu yang harus dipahami corak gastronomi masyarakat barat berbeda dengan upaboga
Indonesia, teristimewa terkait biaya harga acara yang diselenggarakan.

Corak upaboga Indonesia adalah arkatipe dari model atau pola gastronomi barat yang
disesuaikan dengan keadaan yang berkembang dalam masyarakat kita.

Terlebih dahulu harus dipahami gastronomi (seni masakan) itu adalah acara makan bersama
dengan peranti saji yang baik yang dalam presentasinya ada cerita (kisah) dibalik hidangan
yang disajikan. Istilah kerennya "fine dine" dengan gaya fusion atau nouvelle atau avant garde.

Pelaku utama dari fine dine itu adalah kehadiran atau penampilan pemasak (chef) yang
bertugas memproses dan mempresentasikan seni masakan tersebut kepada para pengunjung.

Perbedaan corak itu terletak di pelaku utama ini yang dapat menjelaskan mengapa acara-
acara fine dine ala gastronomi di barat sedemikian mahal.

Chef adalah seorang seniman yang sangat dihargai di dunia barat. Chef yang dibicarakan
disini adalah artis kuliner yang mempunyai reputasi dan popularitas. Komunitas chef di barat
merupakan elit tersendiri, khususnya yang telah meraih bintang Michelin dan ramai
dibicarakan oleh kalangan culinary connoisseur dan media yang ada.

Edisi II Indrakarona Ketaren


51
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Chef adalah creator dari seni masakan yang masing-masing mempunyai ciri khas seni
tersendiri dan berbeda satu sama lain. Produk yang mereka hasilkan banyak dibicarakan
masyarakat sehingga wajar rating jasa profesi mereka cukup mahal.

Chef yang mempunyai reputasi, popular dan telah meraih three star Michelin adalah contoh
dimana rating jasa profesi mereka di pasar untuk one set of event memasak dengan 4 - 5
course berkisar US$100ribu - US$150ribu, belum termasuk biaya untuk asisten dan fasilitas
lainnya yang harus disediakan (akomodasi, transportasi darat dan udara dan sebagainya).

Ada juga Chef peringkat di bawah berkisar US$75ribu - US$100ribu dan US$50ribu -
US$75ribu dan seterus ke bawah, terpulang dari reputasi, popularitas dan bintang Michelin
yang diraihnya.

Bisa dipahami sekarang mengapa menghadirkan chef dalam acara-acara gastronomi cukup
mahal, sedangkan biaya bahan baku makanan sendiri tidak besar, terlepas dari sebaik apapun
kualitas bahan baku yang akan diproses.

Memang tidak semua acara-acara gastronomi mahal. Ada juga acara seni masakan
gastronomi yang bisa dijangkau masyarakat pada umumnya.

Seperti diketahui, acara fine dine ala gastronomi ada 2 (dua) jenis, yakni gastronomi luxury
untuk kalangan high end dan gastronomi popular untuk kalangan kebanyakan.

Gastronomi luxury diperuntukkan bagi kalangan yang kantungnya tebal dan mereka memang
mencari kenikmatan seni masakan gastronomi yang terbaik dari kreasi chef-chef yang memiliki
reputasi, terlepas dari berapapun harga tiket masuknya tidak akan menjadi masalah bagi
mereka.

Tidak heran harga tiket masuk untuk acara gastronomi seperti ini ada yang bisa mencapai
US$3500 - US$7500 per orang.

Katakan suatu acara gastronomi luxury untuk kapasitas 50 orang, beban biaya untuk
menghadirkan chef bintang 3 michelin sendiri bisa berkisar US$2000 - US$3000 per orang,
belum termasuk bahan makanannya.

Jadi wajar setiap acara seni masakan ala gastronomi selalu ditanyakan "siapa chef-nya" dan
setingkat apa dia ? Apa punya bintang michelin ?

Sedangkan fine dine gastronomi popular biasanya harga tiket masuknya masih terjangkau,
yakni berkisar Euro 200 - Euro 500 per orang.

Konstruksi model gastronomi seperti di barat tidak bisa kita terapkan di Indonesia karena :
i. Indonesia belum memiliki chef-chef yang punya rating jasa profesi seperti di barat.
ii. Seni masakan Indonesia jarang dikreasi seperti chef-chef di barat.
iii. Seni masakan Indonesia adalah tradisional dan akulturasi meskipun ada yang mimikri,
yang penekanan penyajiannya di bumbu dan rempah (atau bahan baku) bukan di chef
(tukang masak)

Jangankan untuk menampilkan gastronomi luxury, untuk menghadirkan gastronomi populer


saja masih belum banyak bisa dilakukan di Indonesia, karena siapakah chef-chef di Indonesia
yang mempunyai angka rating jasa profesi seperti yang dijelaskan di atas.

Jadi model gastronomi di Indonesia tidak bisa meniru sepenuhnya model di barat karena ada
perbedaan di tiga butir yang disampaikan diatas.

Arkatipe upaboga Indonesia adalah penyesuaian terhadap gastronomi itu sendiri yang
seyogyanya disesuaikan dengan keadaan yang berkembang dalam masyarakat kita

Edisi II Indrakarona Ketaren


52
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Oleh karena itu, pada tahap awal, corak upaboga Indonesia lebih baik difokuskan kepada
mengangkat seni masakan tradisional yang di konstruksi dengan gaya fusion atau nouvelle
atau avant garde, tanpa terlalu banyak menampilkan pemasaknya (chef professional atau
otodidak), walaupun artisan kuliner ini penting dalam penampilan acara upaboga itu sendiri.

BAB IV
BOGA INDONESIA

Boga atau dalam bahasa keseharian di Indonesia disebut ‘makanan’ (atau dalam bahasa antar
bangsa disebut ‘cuisine’).

Di Indonesia pemikiran dan tulisan mengenai makanan & seni dapur (memasak) begitu
banyaknya, namun kadangkala kita belum mendapatkan ‘atlas benang merah’ dari
permasalahan makanan itu sendiri.

Namun sebelum kita membahas lebih jauh mengenai boga indonesia, perlu disampaikan
pemahaman umum dalam bahasa Jawa mengenai berbagai tingkat penyebutan tentang
makan dan makanan.

Hal ini diutarakan untuk menyamakan persepsi bahasa yang kerap dipakai selama ini di
kalangan masyarakat Jawa yang telah menjadi kosa kata universal di Indonesia, yakni :
• Upa artinya sebutir nasi
• Ngupaya Upa artinya mencari makan
• Boga artinya makanan
• Tataboga artinya menyiapkan dan menghidangkan makanan untuk segera disantap
• Bujana artinya peristiwa makan
• Kembul Bujana artinya peristiwa makan bersama
• Andrawina artinya jamuan menyantap hidangan yang terdiri atas beraneka ragam
hidangan (pesta)
• Handrawina tempat untuk menjamu pesta makan Andrawina

Kembali ke topik semula, di bawah ini akan dipaparkan beberapa gambaran umum denah dari
makanan & seni dapur (memasak) di Indonesia yang sudah ada sejak negeri ini disebut
sebagai kepulauan Nusantara.

1. Peta Boga Indonesia


Indonesia adalah sebuah negara yang sangat menarik karena sangat kaya akan kebudayaan
yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote.

Negeri ini dilintasi garis khatulistiwa dan memiliki kesuburan tanah yang sangat baik, dengan
keragaman lebih dari 1,000 jumlah spesies tanaman sayuran, buah, rempah-rempah dan flora
nomor dua di dunia yang tidak tumbuh di negara lain.

Sebagai negara mega-diversitas yang memiliki keanekaragaman hayati yang besar dan
merupakan nomor dua di dunia, Indonesia memiliki 77 jenis karbohidrat, 75 jenis sumber
lemak / minyak, 26 jenis kacang-kacangan, 389 jenis buah-buahan, 228 jenis sayuran, 40 jenis
bahan minuman, dan 110 jenis rempah-rempah dan bumbu-bumbuan.

Kekayaan rempah-rempah yang ada, sangat mendukung beragam macam seni masakan
yang dihasilkan oleh tangan tangan terampil dari para ahli masak bumi Nusantara.

Membentang di wilayah Indonesia, ada18,306 pulau besar dan kecil pulau, 300 kelompok
etnis atau tepatnya 1,340 suku di berbagai daerah, yang memiliki suku asli atau sub-suku
pribumi dengan 748 bahasa suku, dialek dan budaya yang berbeda mendiami tanah leluhur
Indonesia sejak jaman dahulu telah menjadi daya tarik bagi masyarakat dunia.

Edisi II Indrakarona Ketaren


53
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Selain suku asli, ada 5 (lima) etnis pendatang yang telah bermukim di bhumi Nusantara ini
sejak negeri ini belum menjadi sebuah Republik, yakni etnis Arab, India, Tionghoa, Portugis &
Belanda.

Semua suku asli & etnis pendatang ini memiliki berbagai macam jenis seni masakan hidangan
tradisional masing-masing, teristimewa yang langka dan relatif tidak dikenal luas atau jarang
ditampilkan di hadapan publik Indonesia.

Dengan demikian, seni masakan makanan Indonesia terbentuk dari sebelum Republik ini
berdiri, semasa era bhumi kepulauan Nusantara.

Gastronomi makanan Indonesia pada umumnya merupakan warisan tradisional leluhur dari
1,340 suku & sub-suku yang ada di kepulauan Nusantara Indonesia serta percampuran resepi
dari 5 (lima) etnik pendatang (Arab, India, Tionghoa, Portugis & Belanda), yang diserap dan
diolah oleh masyarakat lokal setempat (akulturasi & mimikri).

Makanan bangsa-bangsa luar itu menjadi panutan dalam resepi masakan kepulauan
Nusantara di Indonesia.

Hal ini disebabkan karena dampak hegemoni dalam penjajahan (mimikri) maupun migrasi
(akulturasi) etnik pendatang di masa silam mewariskan representasi ke arah dunia yang lebih
bergengsi.

Namun cermin pengaruh mimikri ini jangan disalah artikan sebagai suatu strategi menghadapi
dominasi penjajah. Jika melihat pembentukan khasanah boga mimikri sekedar dari sisi
perjumpaan masa-masa kolonial di Indonesia, maka akan lahir kesadaran melestarikan
warisan budaya kolonial sekaligus menegasikan dominasi penjajahan.

Oleh karena itu lebih tepat jika gastronomi Indonesia dikatakan sebagai “Gastronomi
Kepulauan Nusantara di Indonesia” karena segenap kekayaan resepi masakan yang ada itu
terbentuk sebelum Republik Indonesia berdiri.

2. Garis Seni Boga Indonesia


Dunia flora dan fauna Indonesia memiliki garis "Wallace-Weber" (garis khayal) yang
menjadikan Indonesia terbagi dalam tiga zona yaitu barat, tengah, dan timur.

Di bagian Barat dikenal sebagai tipe Asiatis, di wilayah bagian Tengah sebagai tipe Peralihan,
dan di Timur kebanyakan berhubungan dengan spesies Australia.

Ada baiknya kita membuat 'Garis Seni Masakan (Boga)' sesuai pemahaman garis "Wallace-
Weber" untuk menandakan perubahan makanan dari kepulauan-kepulauan yang ada di
Indonesia, karena di setiap daerah masing-masing suku memiliki ciri khas makanannya, baik
itu makanan berat, makanan ringan, atau sekedar minuman yang semuanya menarik dipelajari
dan dicicipi bahkan bisa dikembangkan menjadi salah satu kekuatan diplomasi.

Bila melihat peta Indonesia dalam potongan garis khatulistiwa, maka di bagian Selatan terlihat
untaian kepulauan dari Jawa di bagian Barat sampai Kepulauan Maluku Tenggara di Timur.
Pulau-pulau ini walaupun letaknya berjajaran, namun jika diurut dari Barat ke Timur memiliki
perbedaan yang cukup besar.

Di Indonesia bagian Barat (Sumatera), masakan Melayu memegang peranan penting karena
kentalnya percampuran budaya Melayu, India, dan Timur Tengah. Makanannya cenderung
pedas, berlemak, dan kuat dalam penggunaan rempah – rempahnya. Ciri khas utamanya
adalah makanan berkuah santan yang disebut gulai. Ternyata pengaruhnya terasa sampai di
kepulauan Sunda dan Jawa.

Edisi II Indrakarona Ketaren


54
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Sumatera bagian utara (Aceh dan Sumatera Utara) yang didominasi penggunaan bumbu
Timur Tengah dan India. Sementara bagian tengah (Sumatera Barat dan Riau) bumbunya
tidak sekuat bagian utara. Adapun Sumatera bagian selatan (Jambi, Bengkulu, Palembang,
dan Lampung) bumbunya ringan dan segar. Satu hal yang menjadi benang merah adalah
penggunaan cabai yang hampir pasti ditemukan dalam setiap masakan Sumatera.

Pulau Jawa rasanya sudah tidak mengandalkan lemak kelapa, tetapi tarikannya lebih
cenderung manis. Orang Jawa rupanya lebih suka tarikan rasa manis daripada orang
Sumatera, sehingga banyak teknik memasak dan bahan seperti kecap yang membawa cita
rasa makanan menjadi cenderung manis. Orang Sunda di Jawa Barat makanannya cenderung
'natural saja', lalapan, tempe-tahu, dan sambal.

Makin jauh ke dalam Jawa Tengah (misalnya: Solo dan Yogya), makin kentara rasa manis ini.
Bahkan kalau pesan minuman teh pasti otomatis disajikan teh manis, karena mereka
menganggap tidak masuk akal minum teh yang tidak manis.

Kalau bergerak ke timur yakni Jawa Timur punya rasa yang lain. Disini, rasanya sudah mulai
tajam - misalnya dengan kehadiran petis. Dibanding Jawa Tengah, rasa manis sudah
berkurang, diganti rasa pedas dan tarikan sedikit asam. Ini menunjukan bahwa pengaruh
Melayu sudah mulai berkurang, diganti pengaruh Timur.

Lompat dari Pulau Jawa ke Pulau Bali, ada sebuah lonjakan besar dalam citarasa. Makanan
Bali menjadi berbeda dengan makanan Jawa, yang salah satu tandanya adalah kehadiran
sambal matah atau mentah. Sambal yang serupa - bening, tidak berwarna merah, rasanya
cenderung pedas asam dan menyegarkan - dapat ditemui dari Bali, Flores, Sumba, sampai
Manado. Ini menandakan pergeseran selera makan dari merah, panas, pedas ke bening,
asam, pedas. Sambalnya lebih 'menyegarkan' daripada memeras keringat, dan pedasnya
lebih tajam, sementara di Jawa pedasnya lebih ke 'panas'. Dengan demikian, citarasa
masakan keseluruhan menjadi berubah.

Penggunaan bumbu dalam masakan Bali terutama yang tradisional adalah cerminan bumbu
masakan Jawa Kuno, seperti masakan Bali Bebek Betutu. Bagi sebagian orang yang sudah
mencicipi, ada yang mengatakan mirip jamu (ramuan herbal).

Masakan Bali umumnya merupakan tinggalan dari bangsawan dan penduduk Majapahit yang
satu masa pindah ke Bali karena terdesaknya agama Hindu di Pulau Jawa karena masuknya
agama Budha.

Kalau di Jawa cenderung manis, masakan Bali sudah jauh berkurang. Cicipi saja sate lilit, tum
daging dan sup ikan timbungan. Bahkan nyaris tak ada unsur santan. Bumbu-bumbu yang
digunakan aromanya tajam.

Oleh karena itu diantara kepulauan Jawa dan kepulauan Bali inilah sebaiknya dibuat 'Garis
Seni Masakan' karena di sinilah batas tarikan rasa Indonesia Barat dan Timur yang secara
jelas punya celah antropologis hubungan kuat antara seni masakan orang Bali dan orang
Jawa.

3. Ihwal Profil Boga Indonesia


Berdasarkan penjelasan di atas mengenai Peta Boga Indonesia dan Garis Seni Boga
Indonesia, dapat disampaikan bahwa secara prematur kartografi profil makanan di negeri ini
masih belum bisa digambaran secara baik dan utuh.

Begitu banyak masyarakat yang ahli dan tidak ahli (yang passion terhadap boga), apapun
gelar sebutan terhadapnya, belum bisa memberikan proyeksi fisiografis secara umum
mengenai seni dapur Indonesia.

Edisi II Indrakarona Ketaren


55
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Ada yang mampu mengangkat beberapa profil makanan, namun sifatnya masih terbatas dan
bicara di profil makanan yang selalu di perbincangkan orang ramai. Terkesan seperti ada yang
diistimewakan dan ada yang di kurang diperhatikan.

Misalnya sebatas soto, sate, nasi goreng, bakso, gado-gado, rawon, sarikayo, urap sayuran,
lumpia, gudheg, asinan, tahu telur, serabi, klapentaart, rendang, nasi tumpeng dan lain
sebagainya yang memang cukup dikenal kalangan masyarakat.

Seni dapur lainnya masih banyak yang tidak pernah diangkat seperti arsik, terites, kuta-kuta,
cimpang tuang, lomok-lomok, na tinombur, dali ni horbo, pakasam, nasi kuning, palubasa, mie
gomak, gulai banak, gulai paku, gajebo, brenebon, hucap, cabuk rambak, lentog tanjung,
barongko, pallu butung, galamai, samba lingkung, kagape, sinonggi, madumongso, kasuran,
keciput dan lain sebagainya.

Sebenarnya bukan karena ada yang diistimewakan dan ada yang kurang diperhatikan. Ini
adalah soal kurang mendalami dan terbatas menyadari kekayaan seni dapur dan boga yang
ada di kepulauan Nusantara.

Namun mesti disadari, tampilan seni dapur dan boga salah satu suku dan sub-suku akan
membawa dorongan dan hasrat kepada suku dan sub-suku lain untuk ikut ada di dalam
tampilan tersebut, apalagi kalau sering dan kerap tampilan seni dapur dan boga dari suku itu-
itu saja yang muncul.

Indonesia mempunyai 1,335 suku dan sub-suku yang masing-masing memiliki seni dapur
yang tercipta dari proses kearifan lokal tradisional, akulturasi dan mimikri.

Bagi suku dan sub-suku, seni dapur mereka adalah soal kebanggaan dan harga diri yang
menyembunyikan arogansi fenomenal yang sangat kental di diri kepribadian mereka, apalagi
pengakuan dirinya sebagai suatu bangsa.

Oleh karena itu sudah saatnya profil seni dapur Indonesia diteliti dan dikaji secara mendalam
agar rasa keinginan tahu yang besar dari berbagai kalangan, khususnya masyarakat awam,
dapat disalurkan untuk memberi kesadaran mengenai warna seni dapur dan boga Nusantara.

Sudah tentu tugas ini tidak mudah dan memerlukan waktu cukup panjang melihat begitu
banyaknya kekayaan seni dapur dari suku dan sub-suku yang ada. Namun harus dimulai
dengan pertama mencari jalan masuk, yakni formula dan mekanisme apa yang harus
digunakan untuk mengkartografikan profil makanan di negeri ini.

Sebagai pembuka jalan untuk nantinya menentukan format formula dan mekanisme itu, perlu
terlebih dahulu memahami bagaimana sebenarnya terbentuknya negara Indonesia.

Pada dasarnya negeri ini terbentuk dari akibat penjajahan sekian ratus tahun yang
mengakibatkan penderitaan dan perlawanan terhadap kolonial.

Pada asal muasalnya, suku dan sub-suku yang ada di kepulauan Nusantara, bukan satu
kesatuan bangsa, tetapi mereka bersatu karena tindasan kolonialisme dan pengalaman akibat
dipengaruhi oleh bangsa luar lainnya.

Sejak jaman dahulu Indonesia merupakan kepulauan yang kaya akan hasil alamnya yang
berlimpah, hingga membuat negara-negara Eropa tergiur untuk menjajah dan bermaksud
menguasai sumber daya alam untuk pemasukan bagi negaranya.

Negara-negara yang pernah menjajah Indonesia antara lain : Portugis, Spanyol, Belanda,
Perancis, Britania Raya dan Jepang.

Edisi II Indrakarona Ketaren


56
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Ikhtiar itu dideklarasikan melalui ikrar "Sumpah Pemuda" tanggal 28 Oktober tahun 1928.
Sumpah Pemuda adalah tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia.

Ikrar Sumpah Pemuda dianggap sebagai kristalisasi semangat untuk menegaskan cita-cita
berdirinya negara Indonesia dengan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus tahun 1945.

Jika tidak ada penjajahan, pastinya tidak ada Sumpah Pemuda dan pastinya tidak ada Negara
Indonesia. Masing-masing suku dan sub-suku pastinya punya negaranya sendiri.

Kalau diibaratkan versi lain, Indonesia mirip seperti organisasi PBB (Persatuan Bangsa-
Bangsa) yang terbentuk pada tanggal 24 Oktober 1945 untuk mendorong kerjasama
internasional akibat konflik berkepanjangan dari Perang Dunia II, maupun pengalaman dari
akibat Perang Dunia I yang sewaktu itu organisasinya bernama Liga Bangsa-Bangsa.

Walaupun tidak bisa dikatakan sama persis dengan PBB, namun bisa dicatat ada kemiripan
bahwa berhimpunnya suku dan sub-suku kepulauan Nusantara ke dalam negara Indonesia
adalah sejatinya mereka bukan berasal dari suku bangsa yang sama. Masing-masing suku
dan sub-suku di Indonesia mempunyai perjalanan kesejarahan yang berbeda meski ada yang
sama.

Meskipun berada dalam satu atap payung negara bernama Indonesia, tetap konstruksi
peradaban budaya & kearifan lokal masing-masing suku dan sub-suku dipertahankan; salah
satunya adalah di seni budaya boga (makanan). Oleh karena itu sangat sulit mengatakan
Indonesia memiliki warna dan profil makanan yang serupa satu sama lain.

Sebagai contoh, negeri Thailand dan Korea Selatan berasal dari satu rumpun kesukuan yang
sama, walau ada turunannya berbagai sub-suku, yang memiliki seni dapur, boga, bumbu,
rempah dan citarasanya yang sama, baik itu di belahan barat, timur, utara dan selatan dari
kedua negara.

Kesamaan itu disebut sebagai "Garis Seni Boga" sehingga mudah menentukan peta kartografi
seni dapur dari profil boga kedua negara ini.

Indonesia tidak demikian. Garis Seni Boga Indonesia tidak satu dan masing-masing suku dan
sub-suku punya keunikan tersendiri yang berbeda walaupun ada yang mirip memiliki
kesamaan.

Perhatikan dengan seksama dari sisi barat, timur, utara dan selatan Indonesia, masing-masing
punya bumbu, rempah dan citarasa yang berbeda, makanya makanannya pun berbeda.

Ada daerah-daerah tertentu di Indonesia yang suka masakan pedas, manis, natural. Ada yang
suka cabe. Ada yang menggunakan andaliman (sebagai cabai atau merica) dan macam-
macam lainnya.

Oleh karena itu kalau bicara soal ikhwal profil boga (makanan) dan seni dapur Indonesia,
maka yang perlu ditelusuri terlebih dahulu adalah soal "Garis Seni Boga" kepulauan Nusantara
Indonesia.

Seyogyanya sudat saatnya mulai difikirkan merumuskan garis seni boga seperti yang
dilakukan dalam dunia flora dan fauna Indonesia yang memiliki garis "Wallace-Weber" (garis
khayal).

Jika sudah dimiliki formula garis seni boga tersebut, akan mudah menentukan profil boga
Indonesia berdasarkan kategori dan kriteria yang dirumuskan dalam garis seni boga tersebut.

Garis seni boga ini bisa juga dijadikan standard dalam menentukan ikon makanan Indonesia
sebagai branding nation Negara.

Edisi II Indrakarona Ketaren


57
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Ingat, membangun garis seni boga Indonesia mirip seperti dahulu kala membangun konstruksi
isi teks Sumpah Pemuda. Ada 14,572 pulau tapi hanya satu garis kepulauan nasional yang
diakui, yakni tanah air Indonesia. Ada 1,335 suku dan sub-suku tapi hanya satu garis
kebangsaan nasional yang diakui, yakni bangsa Indonesia. Ada 1,211 ragam bahasa tapi
hanya satu garis bahasa nasional yang dipakai secara bersama, yakni bahasa Indonesia.

4. Tangible & Intangible


Suatu hal yang perlu diketahui karakter makanan Indonesia, seperti juga masyarakat Timur
(Asia), mempunyai bentuk tangible (yang kasat mata) maupun sifat intangible (yang tak kasat
mata, tak terlihat).

Karakter ini mengingat hidangan masyarakat timur (termasuk Indonesia) dikategorikan dalam
berbagai fungsi, yakni hidangan sehari-hari, hidangan pesta dan hidangan upacara. Di
sebagian besar hidangan upacara itu dan sebagian kecil dari hidangan pesta, ada sifat
intangible-nya yang mempunyai kisah dibelakangnya.

Bentuk tangible dalam arti menelusuri makanan sebagai simbol dan budaya material buatan
manusia yang diciptakan oleh masyarakat dan diwariskan dari generasi satu ke generasi yang
lain serta sebagai faktor penentu dan tata cara pengatur perilaku anggotanya.

Sifat intangible dalam arti di sebagian besar sajian makanan mempunyai konsep cerita rakyat
(folklor) dibelakangnya.

Karakter ini ditelusuri sebagai upaya untuk mengetahui jangkar (anchorage) yang
menghubungkan di permukaan (tangible) dengan yang di bawah (intangible).

Pada umumnya sifat intangible ini jarang di dengar dalam gastronomi makanan masyarakat
Barat.

Oleh karena itu sebagian besar komponen warisan makanan di Indonesia bersifat intangible,
artinya ada konsep cerita rakyat (folklor) di belakangnya atau dengan kata lain “makanan
punya kisah” (cibus habet fabula), yakni mengenai nilai falsafah, filosofis, maupun perilaku
budaya yang diwarisi turun-menurun dan diakui sebagai identitas milik bersama sebagai
simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat, yang telah melembaga maupun
bersemayam secara tradisional.

5. Kearifan Lokal
Atas dasar sifat intangible itu, gastronomi di Indonesia ini justru merupakan inspirasi dan
kreatifitas kearifan lokal masyarakat setempat, baik mengenai sejarah dan budaya dari
lansekap geografis suatu bangsa yang dijadikan identitas mereka dalam melakukan hubungan
sosial.

Gastronomi kepulauan Nusantara bicara soal kearifan lokal yang menutur alur sejarah dan
daya cipta budaya masyarakat setempat. Inspirasi dan kreatifitas itu menyangkut falsafah,
filosofis maupun perilaku sosial yang menjadi simbol, ritual dan adat serta pembentuk
karakter, jati diri serta ciri identitas masyarakat di daerah setempat.

Apa yang kita makan, dengan siapa kita makan, dan bagaimana proses persiapan serta
penyajian makanan itu menunjukkan peranan yang penting dalam memaknai relasi transaksi
sosial budaya yang ada.

Setiap negara, bahkan setiap kelompok masyarakat memiliki corak makanan yang serasi
dengan seleranya masing-masing dan sesuai dengan kondisi alam geografisnya.

Edisi II Indrakarona Ketaren


58
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Bagi gastronomi tak mungkin orang dapat mencintai seni masakan bangsanya, kalau mereka
tak mengenal kisah sejarah dan budayanya. Kalau mereka tidak membaca naskah
perjalanannya, jangan berharap mereka dapat berbuat kebajikan terhadapnya.

Oleh karena itu, secara gamblang, gastronomi yang ada di kepulauan Nusantara ini adalah
ajaran tentang asas dan gaya hidup yang membentuk wawasan kebangsaan, ideologi,
kerukunan dan kesatuan bangsa Indonesia dalam seni memasak.

6. Artisanal Resepi Boga Indonesia


Memasak (atau seni dapur) sebagai salah satu bentuk produk budaya umumnya lahir dari
ketrampilan yang diwariskan turun temurun dalam laku bertutur sesuai kearifan lokal setempat.

Di seluruh Kepulauan Nusantara, masakan diracik dengan metoda tradisional yang tidak
dicatat secara tertulis.

Diketahui individu penyebar resepi masakan dan variannya ini mungkin langsung maupun
tidak langsung mentransmisikan / menginformasikan pengetahuan resepnya pada individu
lainnya dengan cara memesis dan kreativitas (seperti halnya proses belajar langsung atau
nyantrik).

Hal itu terjadi karena pada dasarnya manusia memiliki “konsep-rasa-budaya” yang unik yang
tumbuh dari habitus budaya masing-masing (misal, masakan Jawa di daerah selatan kota
Semarang-an suka sekali memakai daun salam untuk hampir semua masakannya, sementara
Pantura selektif penggunaannya). Naluri habitus budaya individual itulah yang mendorong
terjadinya proses kreatifitas.

Selain itu faktor lingkungan − yakni habitus “alami” sosok individu berada − juga secara
langsung maupun tidak langung mempengaruhi evolusi cita rasa suatu menu dari resep-resep
makanan. Misalnya tidak ditemukannya satu atau lebih bumbu rempah di suatu daerah
memunculkan inovasi dan kreativitas bumbu yang berbeda.

Selain itu pengenalan kisah-kisah tentang masakan dari satu daerah ke daerah lain dituturkan
melalui para penutur tradisional dalam bentuk folklor atau cerita.

Dahulu kita mengenal tukang cerita seperti : Pelipur Lara (Sumatera), PM Toh (Aceh),
Nyahibul Hikayat (Betawi), Tukang Kentrung (Jawa) dengan alatnya tambur. Mereka
berkelana dari satu kampung ke kampung lain sambil membawa kisah-kisah kehidupan sosial
budaya, termasuk seni masakan.

Singkatnya, tukang cerita ini mengembangkan penghormatan khusus untuk karya estetika
hasil ketrampilan para perajin (artisan) masyarakat mengenai seni tradisional masakan
warisan para leluhur yang tentu berbeda karakter dan proses impresionisnya antara dahulu
dan masa kini yang keterampilan itu kini relatif banyak bergantungan pada mesin cetak tulis.

Hal itu wajar karena sampai tahun 1450 belum ada alat / mesin cetak tulis yang bisa mencatat
kekayaan warisan resep-resep tradisional masakan para leluhur itu.

Pengrajin atau artisan pemasak tradisional ini belajar secara otodidak dengan cara tradisional
tanpa catatan tertulis dari para leluhur mereka melalui cerita ke cerita dan dari mulut ke mulut.

Akibat keterampilan artisanal ini, tidak heran kita kerap mendengar bahan dan bumbu-bumbu
resep masakan tradisional Indonesia berpola "agak-agak" atau secukupnya karena yang
bicara adalah perasaan melalui tangan.

Tidak ada satu keseragaman catatan bagi semua perajin atau artisan pemasak tradisional
terhadap bahan dan bumbu-bumbu resep masakan mereka. Itulah rahasia dibalik rasa
nikmatnya masakan hasil racikan mereka.

Edisi II Indrakarona Ketaren


59
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Walaupun pada masa kini telah banyak buku resep makanan tradisional Indonesia yang sudah
diterbitkan dan dijual di toko buku, namun cara artisanal ini masih tetap modis dan trendi.

Masyarakat masih melihat "apa adanya" dan bangga terhadap seni masakan tradisional yang
tidak perlu di "up to date" penampilannya secara mutakhir, dan gaya ini kebanyakan hadir di
warung - warung dan pelataran kaki lima.

7. Jenis Boga Indonesia


a. Boga Tradisional
i. Makanan dari masyarakat yang tinggal dipelosok pedesaan menggunakan
bahan pangan dari alam sekitar dan cara memasak yang masih
tradisional serta adakalanya sajian hidangannya digunakan untuk acara
pesta adat dan ritual.
(contoh: tumpeng, polo pendem, terites, cipera manuk, gule kuta-kuta,
babi panggang karo, cimpa tuang, lomok-lomok, arsik, na tinombur,
saksang, dali ni horbo, tuak, ombus-ombus, lentok tanjung, madumongso,
kasuran, cabuk rambak, keciput, gatot, turuk bintol, kolo, kue bacot,
hoyok-hoyok, horok-horok, barongko, janda royal, bajingan, galamai, putri
noong, kelepon, cocorot, gurandil, awug, katimus, misro, keremes, opak,
kolontong, borondong, kalua jeruk, kerupuk melarat, semprong, jenang,
dan lain sebagainya).

ii. Makanan dari masyarakat yang tinggal di perkotaan yang menggunakan


bahan pangan baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri dimana
cara memasaknya menggunakan peralatan.
(contoh: tempe, rendang, gajebo, gulai ikan, otak-otak, gulai belacan,
empek-empek, seruit, gudeg, ketupat serabi, lemper, kerak telor, kanji
rumbi, rujak cingur, brenebon, kupat tahu, hucap, kagape, pallu butung,
celimpungan, katemak, samba lingkung, ayam betutu, catemak jagung,
juhu singkah, lapa-lapa, sinonggi, pakasam, pallubasa, jamu, plecing
kangkung, srombotan, gohu ikan, karedok, pecel, sayur lodeh, papeda,
kue sagu, binte biluhuta, bubur sumsum, nasi kuning, pendap, dan lain
sebagainya).

b. Boga Non Tradisional


i. Makanan hasil akulturasi atau hybriditas dari pembauran silang budaya
etnik pendatang yaitu : Arab, India, Portugis & Tionghoa.
(contoh: nasi, sambal, sate, bubur, laksa, tahu pong, tahu gimbal, babat
gongso, wingko babat, asem-asem, lontong cap go meh, terasi, ketupat,
bandeng presto, cake ubi, kompyang, selada air berkuah, nagasari,
lunpia, soto, sop buntut/ekor sapi, sop kambing, nasi goreng, bakwan,
mie, bakso, nasi tim, nasi kebuli, nasi briyani, roti cane, martabak, teh,
dan lain sebagainya).

ii. Makanan hasil proses mimikri dari masa kolonialisme Belanda dan
Jepang.
(contoh: selat solo dari steak, manuk enom dan custard pudding dari
klappertaart, bir pletok dan bir jawa dari bir, gado-gado dan selada
padang dari huzarensla, sup sayur dari groenten soep, serabi dari
pannekoek, kopi, kue, roti, coklat, sup kacang merah atau sup brenebon
dari bruinebonen, sup ikan kuah asam dari dori osakana dan lain
sebagainya).

iii. Makanan asing yang telah disesuaikan / modifikasi dengan selera


Indonesia (local globalized cuisine).

Edisi II Indrakarona Ketaren


60
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

(contoh: fast food dihidangkan dengan nasi dan chili sauce atau dengan
topping rendang daging sapi, dan lain sebagainya).

Sampai saat ini seni, gaya dan ciri masakan kepulauan Nusantara Indonesia masih bercorak
klasik dan tradisional (“Cuisine Bourgeoise dan atau Cuisine du Terroir”) yang diketahui belum
banyak mengalami perkembangan dan perubahan dalam metoda teknik memasaknya.

Cuisine Bourgeoise dan atau Cuisine du Terroir banyak ditampilkan dalam bentuk gaya non-
fusion.

Tampilan gaya fusion hanya disajikan di beberapa restoran-restoran di kota-kota metropolitan


mengingat masyarakat kita belum terbiasa dengan gaya ini bila dibanding dengan masyarakat
di benua barat.

Hal ini mengingat negeri Indonesia kaya akan bumbu, rempah, rasa dan resepi menu
masakan namun teknologi peralatan dan teknis memasaknya tidak semaju dunia barat.

8. Perkembangan Seni Dapur Bangsa Indonesia


Bahan pangan di Indonesia kalau dibicarakan dalam aras dunia masih tergolong bagus dari
aspek agrobiodiversity-nya (nomor 2 setelah Brazil), tetapi makin terkikis agrobiodiversity-nya
karena maraknya makanan modern yang deras masuk menjadi bagian dari gaya hidup bangsa
Indonesia.

Masih beruntung karena seni dapur suku bangsa di Indonesia sangat banyak jumlahnya dan
bisa dikatakan merupakan dapur gastronomi terbesar di dunia. Beruntungnya lagi semua seni
dapur tersebut masih berjalan hingga sekarang, meskipun ragamnya makin menyusut dan
frekuensi memasak makin berkurang.

Dari sini lahir konsep makanan tradisional dengan persyaratan:


• Diolah menggunakan bahan yang dihasilkan penuh di daerah tersebut (kampung,
desa, kecamatan, atau negara); jadi bukan diimpor.
• Diproses dengan peralatan dan cara-cara serta tahapan yang dikuasai oleh
masyarakat.
• Produk yang dihasilkan disukai, digemari bahkan cita rasanya dirindukan oleh
masyarakat setempat.
• Produk tersebut dihidangkan dan disantap dengan tatacara yang disepakati bersama
oleh masyarakat.
• Kebiasaan menyantap hidangan yang dimasak menjadi identitas atau jati diri
masyarakat yang mengkonsumsi.

Demikianlah makanan tradisional yang sebetulnya merupakan awal era kebangkitan untuk
membangun jati diri bangsa sebagai kekuatan yang kuat dan mandiri.

Bagaimana perkembangan seni dapur masakan daerah (ethnic food) Indonesia ?

Tidak bisa dipungkiri seni masakan negeri ini telah berkembang menjadi akulturasi, mimikri,
atau pengaruh yang sudah mengakar dari budaya akibat perpindahan dari percampuran antar
etnis.

Sangat jelas dipahami bahwa masakan indonesia adalah produk masyarakat yang berakar
dari tradisi yang menggunakan makanan itu untuk diolah menjadi hidangan yang mereka sukai.

Kemudian dengan terdapatnya 1335 seni dapur suku & sub-suku di Indonesia yang
hidangannya masing-masing bisa saja serupa tapi tidak sama sehingga jumlah hidangannya
pun pasti juga ada lebih dari jumlah dapur yang menghasilkannya.

Edisi II Indrakarona Ketaren


61
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Oleh karena itu membayangkan mempelajari seni dapur bangsa Indonesia menjadi sangat
sulit.

Disisi lain tanah air negara ini besar sekali dan terdiri atas belasan ribu kepulauan, sehingga
kalau harus menelusuri seni dapur itu satu persatu dirasa tidak memungkinkan terjadi dalam
suatu kurun waktu penelitian.

Banyaknya jenis makanan, bahan pangan, rempah dan bumbu serta kombinasinya lebih
membuat kompleks permasalahan yang ada.

Karena itu perlu langkah awal yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan profil makanan
Indonesia itu kayak apa, bagaimana, dan apa sebutannya yang tepat bagi masing-masing
penyusunnya.

Selama ini kita berbicara tentang makanan Indonesia tetapi sebetulnya wujud tentang
makanan Indonesia itu sendiri secara konkret belum ada yang pernah ketahui.

Kondisi berikut yang terjadi selama mengenai pengkajian terhadap seni dapur bangsa
Indonesia adalah:
• Telah dilakukan berbagai penelitian dengan hasil yang bervariasi kesahihannya yang
tersebar di berbagai lembaga penelitian.
• Telah didirikan berbagai pusat kebudayaan dengan tokoh-tokoh budaya yang layak
menjadi narasumber termasuk bidang makanan meski tidak banyak.
• Telah tertulisnya beberapa dokumen berupa naskah kuno, naskah resmi, dan buku-
buku berbagai katagori yang ada pada masyarakat.
• Rasa keinginan tahu yang besar dari berbagai kalangan khususnya masyarakat awam.

9. Catatan Boga Indonesia


Banyak seni dapur di kepulauan Nusantara, tetapi minim sekali pencatatannya. Ensiklopedia
mengenai sejarah seni masakan di negeri ini masih belum ada, apalagi catatan naskah
masakan kepulauan Nusantara di Indonesia tidak banyak tergali dan tersimpan dalam arsip
kenegaraan maupun di lembaga swasta.

Salah satu penyebabnya karena gastronomi masakan kepulauan Nusantara bersifat anonim,
dimana nama penciptanya sudah tidak diketahui.

Sebagian besar catatan resmi mengenai naskah seni dapur tradisional itu tidak diketahui
dimana keberadaannya, sehingga setiap anggota masyarakat setempat merasa memilikinya,
karena penyebarannya dilakukan melalui kisah (cerita - folklor) rakyat dari mulut ke mulut,
bukan melalui cetakan atau rekaman, sehingga proses lupa diri manusia mudah mengalami
perubahan apalagi mudah ditiru orang lain.

Beberapa catatan mengenai warisan profil boga tradisional itu dapat dilihat antara lain di
beberapa naskah kuna :
i. Resepi Jawa kuna dalam naskah Serat Centini (atau disebut juga sebagai Suluk
Tambanglaras atau Suluk Tambangraras - Amongraga)
ii. Resepi Jawa - Sunda kuna dalam naskah Babad Pasir
iii. Resepi Jawa - Sunda kuna dalam naskah Babad Banyumas
iv. Resepi Bali kuna dalam lontar Dharma Caruban
v. Resepi Jawa kuna dalam Serat Sri Tanjung (abad ke-12 atau 13) legenda kota
Banyuwangi
vi. Resepi Jawa - Sunda kuna dalam prasasti yang bertemakan penetapan sima,
yaitu prasasti Taji 901 M, prasasti Paṅgumulan 902 M, prasasti Watukura I 902 M,
prasasti Mantyasih I 907 M, prasasti Mantyasih III, prasasti Rukam 907 M, prasasti
Lintakan 918 M, prasasti Saŋguran 928 M, prasasti Guluŋ guluŋ 929 M, prasasti
Jeru jeru 930 M, prasasti Alasantan 939 M, dan prasasti Paradah 943 M.

Edisi II Indrakarona Ketaren


62
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

vii. Resepi Jawa - Sunda kuna (901 M - 943 SM) seperti Naskah Sanghyang Swawar
Cinta dan Naskah Sanghyang Siksa Kandang Ng Karesian, Prasasti Penetapan
Sima (abad 9 - 10 Masehi).
viii. Catatan kuna resepi masakan Tionghoa dari etnis Han, catatan kuna resepi
masakan India dari Kesultanan Mughal dan Kesultanan Samudra Pasai, catatan
kuna resepi hidangan dari etnik pendatang Arab Hadramaut atau Arab Mesir,
maupun budaya masakan Rijsttafel di masa kolonial Belanda.
ix. Catatan naskah kuna lain sebagainya

Oleh karena itu : “Rahasia sukses masa depan ada di catatan masa lalu. Jika dapat menggali
dan menemukan resepi tradisional para leluhur, maka gastronomi kepulauan Nusantara
Indonesia akan bisa jaya sekaligus bisa mengiringi modernisasi global, karena sebenarnya
lestarinya keberadaan makanan masa kini berasal dari kekayaan resep asli dan tradisi warisan
masa lalu”.

10. Data Profil Boga Indonesia


Dari referensi catatan / naskah / lontar kuna dan buku-buku masakan yang beredar saat ini,
bisa dikatakan secara remi belum diketahui seberapa banyak jumlah profil resepi warisan
tradisional masakan di Indonesia.

Sedemikian banyak buku-buku mengenai profil resepi seni masakan Indonesia yang beredar
di berbagai toko buku, namun secara umum belum bisa mendata secara lengkap seberapa
banyak ensiklopedia statistik profil seni dapur yang ada di negeri ini.

Kalau berasumsi terhadap 1340 suku & sub-suku ditambah 5 (lima) etnik pendatang (Arab,
India, Tionghoa, Portugis & Belanda), jika masing-masing mempunyai 15 resepi masakan dan
minuman saja (baik yang berat dan ringan), maka ada 20,160 profil boga yang sebagian besar
belum kita ketahui dimana keberadaannya apalagi tercatat ataupun pernah diketahui
masyarakat secara nasional.

Walaupun demikian ada dua referensi utama bagi kalangan gastronomi untuk memperkaya
khazanah pengetahuan terhadap data profil boga Nusantara yakni :
i. Buku “Mustika Rasa” yang diterbitkan pada tahun 1967 oleh Kementerian Pertanian
yang disusun Tim perumus antar kementerian dengan mendata 1,600 resepi Makanan
& Minuman dari Sabang sampai Merauke
ii. Buku "Mahakarya Kuliner 5,000 Resep Makanan & Minuman di Indonesia" yang
diterbitkan pada tahun 2010 oleh Gramedia Pustaka Utama dan ditulis oleh almarhum
ibu Suryatini N. Ganie, pakar kuliner yang juga sebagai pendiri Lembaga Gastronomi
Indonesia (LGI)

11. Tradisi Peranti Saji Indonesia


Bukan hanya keindahan alam dan keragaman masyarakat, tetapi Indonesia juga kaya akan
seni makanan yang beraneka rasa tradisi makan yang berbeda-beda.

Tradisi tata cara santap-menyantap makanan ini ternyata memiliki alat atau kelengkapan
peranti saji makan beragam yang tercermin pada tata cara penyajian makanan yang berbeda-
beda disetiap daerah. Kebanyakan dari kelengkapan tersebut memiliki bentuk dan bahan
dasar yang unik

Tata cara makan memang sudah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat. Jadi,
walaupun perkembangan zaman kian pesat , tetap saja unsur budaya tak bisa 100 persen
luntur begitu saja, pasti ada saja yang mereka ingat dan mungkin masih dilakukan hingga saat
ini. Kebiasaan menyantap makanan masyarakat Indonesia tak luput dari balutan tradisi khas
negeri ini. Tidak hanya kaya dengan jenis makanan, tapi tata cara saji menyantapnya juga
kerap dipenuhi dengan berbagai kebiasaan yang terbilang unik. Keberagaman tata cara saji ini
juga didukung dengan seperangkat peranti hidangan.

Edisi II Indrakarona Ketaren


63
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Lewat makanan, bukan hanya melalui kelezatan dan keharuman aroma masakan yang
menggoda, ada ritual budaya yang bisa diresapi. Dari cara penyajiannya, ada nilai sejarah
yang bisa dikenali dan sajian yang diletakkan di atas peranti bukan hanya berfungsi untuk
menghidangkan makanan. Terdapat ritual dan tata aturan dalam menggunakannya mengingat
tata cara penyajian makanan tak lepas dari adat istiadat yang diturunkan dari nenek moyang
setiap suku di Indonesia.

Bahkan peranti saji yang digunakan pun memiliki makna tersendiri termasuk ‘cerita’ tentang
kondisi alam dan ‘kekayaan’ yang ada di sebuah daerah. Bisa dipahami, mengingat peranti
saji melibatkan hasil kerajinan tangan masyarakat setempat. Apa yang tersaji di atas meja
menggambarkan identitas, tradisi, budaya, tata cara dan etika masyarakatnya.

Sejak zaman kerajaan, acara makan bukan sekedar menikmati sajian. Melainkan ada jamuan
megah dengan perangkat makan lengkap. Apalagi biasanya peranti saji ini dipakai untuk
menjamu para tetua adat atau tamu kehormatan. Semuanya dibuat dengan sentuhan seni.
Anyaman, gerabah, sampai ornamen perak. Tradisi itu masih dipertahankan hingga kini.

Sejumlah tradisi etnis di Sumatera, misalnya, menggunakan peranti saji dari material logam
seperti kuningan, tembaga, bahkan emas. Tentunya, hal ini sesuai dengan kondisi alam
Sumatera yang kaya aneka tambang, termasuk tambang emas dan jenis logam lainnya.

Peranti saji asal Lampung, Sumatera Selatan dikenal dengan memiliki tradisi Cuwak Mengan
Nyeruit yang artinya mengundang orang lain untuk nyeruit bersama. Nyeruit berasal dari kata
seruit yang merupakan makanan khas masyarakat Lampung terdiri dari sambal terasi yang
dicampur dengan ikan, terong ungu bakar dan mentimun.

Pada tata cara adat ini, seperangkat peralatan makan tak ketinggalan menambah kekentalan
adat daerah. Peranti yang ada, seperti talam dolang (tempat untuk membawa nasi dan lauk
pauk), pighing (piring), tenong (tempat nasi), bakei (tempat sayur),penjung (tempat buah),
aghew (sendok untuk mengambil kuah), cetung (sendok untuk mengambil nasi), kubukan
(mangkok cuci tangan), dan cekkigh (tempat untuk minum). Peranti saji tradisi Cuwak Mengan
Nyewruit tersebut telah berumur antara 80 hingga 100 tahun.

Di Aceh misalnya, ada dulang kuningan yang piringannya bertahtakan 52 lengkungan mirip
mahkota bunga. Biasanya digunakan sebagai hantaran pernikahan atau wadah aneka jajan
dan buah-buahan. Ada pula tutup saji dari perunggu yang memiliki motif rumit dan detail.

Lain lagi dengan peranti saji khas Jambi yang punya tradisi penggunaan peranti saji yang
biasa dipakai untuk kalangan bangsawan, untuk upacara adat, dan untuk menyambut tamu-
tamu adat. Terdapat sepaket ceret dan mangkok bermotif sederhana yang bahannya terbuat
dari kuningan. Yang paling menarik, jambangan buah dengan ornamen sulur. Ia berdiri di atas
kaki berbentuk seperti pilar.

Penggunaan peranti saji di Jambi selain menggunakan peranti lokal, juga memakai perkakas
yang mendapat pengaruh budaya dari luar. Misalnya, peranti saji yang berasal dari India,
Timur Tengah, Cina, dan Eropa. Posisi Jambi yang strategis, membuat Jambi semakin kaya
akan akulturasi budaya lokal dengan luar.

Kalangan bangsawan Jambi menggunakan peranti saji dari bahan logam kuningan serta yang
terbuat dari batok kelapa. Alas peranti saji menggunakan taplak batik Jambi bermotif
tradisional, dipadankan dengan peranti kuno peninggalan dari Cina dan Eropa yang ketika itu
banyak ditemukan di sekitar Daerah Alisan Sungai (DAS) Batanghari zaman dinasti Han
hingga Dinasti Qing.

Sedangkan peranti saji di Jawa didominasi bahan perak. Jawa Barat bahkan terang-terangan
menyerap budaya mewah nan klasik Eropa. Sebuah sendok penyaring teh saja, dibuat dari
perak sterling zaman akhir Victoria. Ornamen perak juga menghiasi gelas-gelas kaca. Jawa

Edisi II Indrakarona Ketaren


64
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Barat juga mengenal peranti saji sederhana berbahan daun, seperti daun anggrek hutan.
Pembuatannya hanya ditekuk dan disemat dengan lidi. Jika layu, tinggal direndam air dingin.

Dikenal pula teknik filigree. Jauh lebih rumit dan detil, karena satu per satu komponen harus
dipatri dengan pasta. Biasanya berfungsi sebagai pinggan dan mangkok. Teknik ini banyak
digunakan di Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Barat, dan Sulawesi Tenggara.

Peranti saji yang terbuat dari gerabah atau tanah liat bakar, sering ditemui di Jawa Tengah
dan Jawa Timur. Biasanya diperindah dengan ornamen batik. Berbeda dengan peranti saji di
Nusa Tenggara yang dibuat dari kayu halus. Mirip dengan alat makan khas Papua. Hanya
saja, karena Papua memiliki banyak perairan seperti sungai dan muara, peranti sajinya
terinspirasi dari bentuk perahu. Sedangkan Kalimantan sering menyajikan hidangan dengan
wadah dari anyaman rotan dan bambu.

Kesultanan Buton pada masa lalu punya tradisi menghidangkan menu makanan selingan
untuk para raja di atas tikar. Para raja duduk bersila. Kini, tradisi tersebut masih berlangsung,
namun telah disesuaikan dengan keadaan zaman, yakni disajikan di atas meja dan
menggunakan peranti saji hasil kerajinan tangan lokal, dikombinasikan dengan keramik Cina,
serta perangkat lainnya yang seluruhnya merupakan kreasi dan tradisi masyarakat Buton
Utara. Salah satu tradisi tata meja Buton Utara yakni adanya tudung saji atau disebut
Panamba. Peranti yang bentuknya unik, terbuat dari kain beludru merah dan hijau berhias
sulam dan ornamen keemasan, menjadi perangkat wajib yang digunakan dalam setiap
upacara adat di Buton Utara.

Salah satu peranti saji yang khas juga terdapat di Sulawesi Selatan, khususnya suku Bugis
Makassar, yang menggunakan Bosara untuk menyajikan hidangan. Bosara adalah semacam
dulang (baki berkaki) dilengkapi penutupnya, biasa digunakan pada ritual upacara adat
tradisional. Bosara dulu hanya digunakan oleh kalangan bangsawan, namun kini masyarakat
luas juga mewarisi tradisi menggunakan Bosara dalam ritual adat, antara lain untuk
pernikahan maupun menjamu tamu kehormatan.

Terdapat dua jenis Bosara, yang ukuran besar disebut Bosara Lompo sedangkan yang kecil
disebut Bosara Biccu’. Bosara besar berisi sekurang-kurangnya enam piring makanan,
sedangkan Bosara kecil berisi paling tidak enam jenis kue tradisional, seperti barongko, cucur
bayao, biji nangka, pelita, tolaba, dan sebagainya.

Bosara biasanya terbuat dari emas, perak, tembaga, atau besi yang dilengkapi tudung saji
atau penutup khas, terbuat dari anyaman rotan dan daun lontar, di mana dua tanaman
tersebut banyak tumbuh di hutan Sulawesi Selatan. Kalangan bangsawan biasanya membalut
kembali penutup saji tersebut dengan kain sutera atau beludru yang dihias sulaman benang
emas.

Lain halnya peranti saji dari Nusa Tenggara. Kultur masyarakat Nusa Tenggara tentu
beradaptasi dengan kondisi alam yang kering dan tandus. Dengan demikian, peranti saji
banyak menggunakan hasil kerajinan tangan berupa tembikar dan produk anyaman, dimana
bahan dasarnya berupa tanah liat dan jerami yang jumlahnya berlimpah.

Aneka wadah makanan yang biasa digunakan masyarakat Nusa Tenggara (Timur dan Barat)
telah digunakan sejak lama secara turun temurun. Terdapat di berbagai daerah di daratan
Sumba, Timor, dan Flores. Namun demikian bentuk perantinya berbeda-beda, terlihat dari
warna dan teknik menganyamnya. Perangkat alas dan tutup saji yang terbuat dari anyam-
anyaman biasanya hanya digunakan untuk orang yang lebih tua sebagai tanda penghormatan,
sedangkan peranti makannya sederhana dan dibuat dari batok kelapa, dan masih digunakan
oleh banyak rumah tangga di daerah pedesaan di daerah Timur, Flores, dan Alor.

Perangkat saji berupa gerabah menjadi tradisi turun temurun masyarakat Nusa Tenggara.
Peranti saji yang dibuat dari tanah liat setelah melalui proses pembakaran tradisional ini

Edisi II Indrakarona Ketaren


65
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

sebagai wujud adaptasi kultur masyarakat setempat terhadap kondisi alam yang kering dan
tandus. Kesederhanaan ragam peranti saji gerabah yang secara umum terdapat di Sumbawa
dan Lombok, dewasa ini telah menjadi salah satu komoditas kriya yang banyak dicari oleh
para wisatawan. Selain itu, peranti saji dari olahan batok kelapa serta perangkat anyam-
anyaman, yang juga salah satu ikon kerajinan tangan etnik Nusa Tenggara masih digunakan
masyarakat setempat untuk ritual upacara adat.

Orang Indonesia juga mempunyai budaya makan bersama dalam satu wadah besar.
Masyarakat Karo, Sumatera Utara, mempunyai sebuah piring besar yang disebut Capah yang
berdiameter 30 -35 cm, dibuat dari kayu. Satu capah bisa untuk makan 4 – 6 orang bersama-
sama. Dalam perjalanan zaman, capah sudah jarang ditemukan. Kalaupun masih ada,
kebanyakan capah lebih digunakan sebagai wadah tempat buah yang dijunjung pada saat
diadakan pesta adat bunga dan buah masyarakat Karo.

Masyarakat Bali menggunakan piring tradisional "Ingke Bali" yang berupa piring nampan
terbuat dari anyaman lidi daun kelapa. Pada mulanya, ingke digunakan sebagai tempat
sesajen oleh ibu-ibu di Bali. Kegunaan lain adalah sebagai tempat berbagai macam masakan
(lauk pauk), jajanan, buah-buahan dan bumbu dapur. Di zaman modern ini, ingke menjadi
perabotan yang memiliki nilai unik bahkan “mewah”. Apalagi, di kalangan rumah tangga di
perkotaan, ingke justru mendapat tempat istimewa di antara perabotan rumah tangga lainnya.
Piring tradisional ini kerap digunakan pada restoran-restoran, acara adat setempat atau
bahkan untuk kegunaan sehari-hari di rumah.

Ohate adalah piring saji khas milik suku Sentani di Papua yang terbuat dari kayu dan biasanya
dihiasi ukiran khas suku yang mengandung makna-makna tertentu. Walaupun keberadaan
piring ini sudah jarang terpakai, atau lebih sering menjadi suvenir khas Papua, namun dulu
ohote biasanya digunakan menaruh ikan atau daging untuk dimakan bersama-sama oleh 4
atau 5 orang. Tata cara makan ini memiliki maksud agar kebersamaan atau jalinan ikatan
kekeluargaan semakin erat.

Disamping peranti saji tradisional para leluhur itu, perkembangan peranti saji masyarakat
Indonesia semakin berkembang dengan masuknya etnik pendatang ke bumi Nusantara.
Kecanggihan peranti saji yang umumnya dari bahan porselen itu semakin subur dipergunakan
karena pengaruh Belanda.

Pada umumnya orang-orang pribumi dulu hanya menggunakan jari tangan ketika makan.
Setelah itu dan dengan modifikasi yang ada, peranti saji masyarakat berkembang sedemikian
rupa dengan cara mengakomodasikan ke dalam seni peralatan tradisional yang ada.
Masyarakat pun mulai terbiasa menggunakan sendok dan garpu untuk makan.

Pengaruh Belanda yang memberi nuansa baru dalam hal penggunaan peranti saji modern
pada kehidupan masyarakat pribumi (seperti sendok, garpu, pisau, piring, serbet dan lain
sebagainya). Praktek ini lebih menunjukkan kepada status kedudukannya serta terkandung
muatan politis yang mencoba menjalin hubungan akrab dengan orang Belanda. Etika
semacam ini bukan sekedar ditekankan oleh para pribumi sendiri ataupun kepada bawahan
mereka, namun para pejabat Belanda pun menuntut agar para bawahan memperlihatkan
penghormatan yang layak kepada mereka. Penggunaan peranti saji pada setiap jamuan
makan menunjukkan status dan kekayaan seseorang.

Hal itu berkembang sedemikian rupa karena, selain penggunaan peranti saji modern dan
modifikasinya, hidangan lokal mengalami perkembangan dalam proses pengolahan dan
modifikasi berbagai jenis makanan melalui penyesuaian bahan-bahan makanan, baik dalam
hidangan pribumi maupun Eropa. Dengan kata lain, hubungan orang Belanda dengan orang
pribumi memungkinkan keduanya saling mengenal dan menyesuaikan diri terhadap jenis-jenis
makanan yang lain; seperti tampak pada perpaduan peralatan memasak pribumi dan Belanda.

Edisi II Indrakarona Ketaren


66
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Wujud perpaduan ini misalnya tampak pada peralatan masak di dapur orang Belanda yang
didukung juru masak pribuminya. Hal yang wajar tampak ada alat penanak nasi dan cetakan
kue poffertjes yang digantungkan di dinding, di samping alat-alat masak pribumi.

Namun terlepas dari sejarah asal muasal-nya, seni peranti saji Indonesia, dengan
perkembangan tradisional dan modifikasinya, merupakan kembaran dari Gastronomi
Indonesia yang di dalamnya terkandung punya 'cerita'.

BAB V
RAMPAI PERMASALAHAN MAKANAN DI TANAH AIR

1. Makanan Lokal
Berbicara gastronomi Indonesia berarti berbicara tentang makanan yang selalu dihadapi
setiap orang di Indonesia karena makanan memiliki pengaruh besar terhadap kelangsungan
hidup berbangsa dan bernegara.

Saat ini masyarakat Indonesia mengalami perubahan budaya makan yang condong memilih
seni masakan asing daripada lokal.

Sekali lagi, bukan waralaba asing yang sesungguhnya menjajah Indonesia, tetapi kenyataan
kita sendiri gagal menangkap perubahan selera bangsanya sendiri.

Suara- suara kritis mengatakan bahwa makanan asing telah menggeser makanan lokal
semakin menebar luas.

Teriakan-teriakan karena belum adanya dasar hukum atau UU, infrastruktur, kelembagaan
dari berbagai otoritas pembuat kebijakan yang solid dan terarah saat ini.

Untuk dipahami permasalahannya bukan hanya ada di wilayah kekuasaan otoritas pembuat
kebijakan. Tetapi karena tantangan masalahnya terlalu besar.

Sudah saatnya kini merangkul inisiatif kerja sama semua pihak, termasuk filantropis, untuk
turut bahu - membahu membangkitkan kembali gerakan terhadap budaya makanan lokal
dengan mengobarkan aksi melestarikan kearifan lokal.

Koreksi jika salah, sampai saat ini belum pernah terdengar organisasi-organisasi filantropis di
Indonesia memberi perhatian khusus kepada gerakan melestarikan kearifan makanan lokal,
apalagi dari berbagai otoritas pembuat kebijakan sendiri.

Sebagai bangsa, sudah saatnya gerakan masyarakat difokuskan pada makanan berbasis
kearifan lokal, diyakini negeri ini mampu memberi kemakmuran bagi rakyatnya.

Karenanya harus ada langkah bersama secara intensif dan efektif menghimpun, menyatukan
dan memperkuat gerak langkah menghadapi tantangan pelestarian makanan lokal Indonesia.

Kontribusi anak bangsa dalam makanan lokal sangat potensial, khususnya bila daya
kemampuan mereka ditransformasikan menjadi sesuatu yang lebih berarti.

2. Legalitas Makanan
Indonesia seolah-olah tidak mempunyai kemandirian terhadap makanan. Saat ini mayapada
makanan Indonesia berada dalam suasana dan kondisi tidak tertata dengan baik. Tidak ada
“aturan hukum” yang mengatur tentang kebijakan makanan.

Otoritas pembuat kebijakan berjalan dalam koridor yang tidak bersatu irama dan belum
sungguh-sungguh mau merumuskan inisiatif tersebut.

Edisi II Indrakarona Ketaren


67
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Kita sudah sering mendengar lontaran publik tentang apa harus dilakukan untuk promosi
global makanan Indonesia. Bagaimana dengan restauran Indonesia di luar negeri ? Apa upaya
Pemerintah dalam memotivasi agar restauran Indonesia dapat banyak didirikan di luar
negeri ?

Contoh dibukanya restauran-restauran asing di kota-kota besar sudah memberikan keinginan


pada masyarakat Indonesia untuk berlibur ke negara-negara tersebut. Ini adalah langkah
pariwara yang berdampak lebih dahsyat daripada iklan di media sosial, TV, koran, atau
billboard.

Tetapi apapun situasi yang terjadi, kita melihat kunci suksesnya makanan asing di dalam
negeri karena pemasaran mereka dan fasilitas infrastrukturnya cukup baik. Sepertinya
terobosan itu belum berani dilakukan perusahaan-perusahaan makanan Indonesia.

Padahal makanan merupakan tulang punggung per-ekonomi-an masyarakat, khususnya


kalangan masyarakat bawah, yang dikenal dengan kaki lima (jajanan jalanan dan pedagang
asongan), warung dan lain-lain sebagainya serta kalangan industri rumah tangga; yang
kesemua dikenal dengan sebutan pelaku UKM (Usaha Kecil & Menengah).

Diasumsikan sekitar 50% - 60% sektor UKM berkisar di soal makanan yang kebanyakan
diolah oleh rakyat tanpa petunjuk aturan yang jelas.

Isyu-isyu mengenai gizi, mutu kualitas, kesehatan (higienitas), kebersihan (sanitasi), aman,
bernutrisi, ketertiban lokasi maupun lainnya seperti tidak terkontrol lagi, walaupun sudah ada
UU No 18 Tahun 2012 tentang Pangan yang notabene UU itu tidak mengatur secara eksplisit
tentang makanan.

Perlu diketahui makanan adalah saudara kembar dari pangan yang keduanya bicara soal
kedaulatan dan ketahanan. Pangan adalah bahan baku masakan sedangkan makanan adalah
proses akhir dari pengelolaan bahan pangan.

Dengan demikian masalahnya kembali ke Pemerintah. Saat ini Indonesia belum punya
legalitas hukum yang menjadi fondasi kaidah, ketentuan, norma atau aturan untuk menata
dunia makanan (berupa UU atau kebijakan umum atau peraturan cara), sehingga terlihat
berjalan bebas aktif tanpa rambu-rambu dan siapa yang sebenarnya menjadi polisi lalu lintas.

Selama ini segala kegiatan makanan masih numpang kepada UU lain. Contohnya
Kementerian Pariwisata mendayagunakan payung hukum UU Pariwisata, Kementerian
Pendidikan & Kebudayaan memakai kaidah UU Kebudayaan dan Kementerian Perdagangan
memanfaatkan ketentuan UU Perdagangan, sehingga makanan diposisikan hanya sebagai
pelengkap dari kegiatan Kementerian bersangkutan.

Kondisi ini terjadi melihat pos biaya untuk makanan (kuliner) belum secara implisit terurai
dalam satuan anggaran belanja Kementerian yang dituangkan ke dalam APBN.

Selain itu hampir segenap masyarakat, Kementerian dan Lembaga Pemerintah, baik di pusat
dan daerah, masih menganggap makanan sebatas resep masakan dengan penampilan ahli
masak (chef profesional & pemasak otodidak).

Program Kabinet Kerja Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, menentukan urusan
makanan ada di ranah kerja Badan Ekonomi Kreatif yang disebut dengan sub-sektor kuliner.

Dalam pengamatan di lapangan, secara “de jure”, kuliner pada kenyataannya memang masuk
dalam ranah kerja Bekraf, namun secara “de facto” masih terasa Kementerian lain ikut
menanganinya. Termasuk juga di daerah-daerah, urusan makanan di Pemda-Pemda terasa
tumpah tindih antar satu dinas ke dinas yang lain.

Edisi II Indrakarona Ketaren


68
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Hal itu terjadi melihat “SDM dan pengalaman” Kementerian terkait dan Pemda-Pemda
bersangkutan lebih trampil dan mahir jam terbangnya di urusan makanan dibandingkan Bekraf,
walaupun warna dan arah program kebijakannya berbeda.

Organisasi kemasyarakatan yang berkecimpung di urusan makanan dan penyelenggaraan


acara-acara kuliner pun mendapatkan gambaran yang “blour” dan mempertanyakan siapa
sebenarnya “ibu kandung” urusan makanan (kuliner) di Indonesia.

Oleh karena itu sudah waktunya Indonesia mempunyai legalitas hukum mengenai makanan
(berupa UU atau kebijakan umum atau peraturan cara) supaya Pemerintah bisa 100% fokus
dalam menangani makanan.

Dengan legalitas hukum, Pemerintah punya payung hukum untuk menunjuk siapa yang
berhak secara “de jure” dan “de facto”, mengelola makanan dalam satu pintu.

Pun tidak boleh dilupakan, sejak tahun 2016, Indonesia sudah memasuki pasar bebas ASEAN.
Artinya pasar tunggal ASEAN bebas aktif bagi 615 juta penduduk ASEAN. Dari 10 negara
anggota ASEAN, penduduk Indonesia paling besar dan paling lemah infrastruktur hukumnya di
bidang makanan.

Jika melalui UU Makanan, badan legislatif DPR mempunyai kuasa konstitusional memberi
alokasi anggaran belanja kepada lembaga eksekutif Pemerintah menjalankan program
makanan di negeri ini, sehingga penanganan kebijakan soal makanan bisa lebih terarah dan
mempunyai kepastian hukum dalam satu pos anggaran belanja.

Jika melalui UU dianggap terlalu lama proses penyelesaiannya di DPR untuk disetujui dan
ditandatangani oleh Presiden, maka opsi konstitusional lain adalah melalui Beleid Pemerintah
yang bisa ditempuh lebih singkat (instan) untuk melaksanakan program kebijakan mengenai
Makanan.

Beleid (public policy) adalah kewenangan dan keputusan eksekutif (Pemerintah) dalam
menentukan kebijakan haluan negara atau peraturan tata cara yang jenis dan hierarki bisa
berupa Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden

Dengan adanya legalitas hukum, maka lembaga keuangan (bank dan non bank) mempunyai
payung hukum menyalurkan kredit pembiayaan. Selama ini alokasi penyaluran bukan
utamanya untuk usaha makanan “ansich” tetapi lebih kepada usaha kredit mengembangkan
infrastruktur bangunan dari restoran & hotel dimana komponen makanan ada di dalamnya.

3. Hak Kekayaan Intelektual


Negeri ini patut memperhatian dengan serius hak kekayaan intelektual mengenai merek
dagang dan rahasia dagang makanan.

Sejauh yang diketahui, masakan warisan tradisional masih sedikit yang sudah didaftarkan atau
dibuatkan trademark (merek dagang) sebagai sebuah produk industri.

Berbicara mengenai hak kekayaan intelektual pusaka masakan, tidak banyak pemangku
kepentingan seni masakan yang menguasai aturan atau regulasi dalam mendaftarkan sebuah
masakan khas tradisional suatu daerah atau suku di Nusantara sebagai sebuah produk
industri (baik itu mengenai Undang-Undang, Peraturan Pemerintah maupun aturan hukum
turunan lainnya).

Dari bacaan sepintas terhadap UU Hak Cipta Indonesia No. 28 tahun 2014, makanan tidak
secara eksplisit masuk sebagai salah satu yang dilindungi oleh hak cipta. UU Hak Cipta
melindungi bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.

Walaupun banyak yang beranggapan bahwa makanan adalah bagian dari seni dan budaya,
tetapi UU Hak Cipta tidak mencantumkannya sebagai salah satu obyek hak cipta.

Edisi II Indrakarona Ketaren


69
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Makanan atau cara pengolahan dan penyajiannya dapat diindungi oleh seseorang hanya
dalam bidang merek dagangnya dan rahasia dagang.

Namun yang pasti makanan tidak bisa dipatenkan karena istilah paten hanya digunakan dalam
penemuan atau inovasi teknologi.

Oleh karena itu racikan bumbu masak mustahil dapat dipatenkan, dibuatkan merek dagangnya
sebagai sebuah produk industri mungkin, tapi dipatenkan jelas mustahil.

Kepentingan mendaftarkan kekayaan intelektual makanan harus dilakukan sungguh-sungguh


yakni mulai dari mendata dan menginventarisasi :
i. Semua warisan masakan pusaka leluhur, mulai dari bumbu, bahan dan rempahnya
sampai cara membuatnya.
ii. Hikayah gastronomi intangible dari sejarah dan budaya warisan masakan tradisional
bangsa, termasuk naskah referensi catatan / naskah / lontar kuna.
iii. Selain itu tradisinya sendiri - jika masakan disangkut pautkan dengan adat dan budaya
- apalagi bahan-bahan atau bumbu-bumbu dalam bentuk tumbuhan yang langka
keberadaannya, perlu didata, dijaga dan dilestarikan keberadaannya, dicatat nama
daerah setempat lalu diklasifikasi menurut kaidah-kaidah ilmu botani (botanical name,
taksonomi dan morfologi tumbuhan tersebut dan lain sebagainya).

4. Pahlawan
Untuk bicara makanan jalanan ada unsur yang harus mutlak dikelola dengan baik yakni para
aktor yang menjamin ketersediaan pangan dan mengolah pangan itu menjadi makanan.

Para aktor inilah yang mempersiapkan, menjamin ketersediaan dan mengolah bahan pangan
maupun siapa yang menggerakkan sampai tersedianya keperluan bahan sehingga makanan
disajikan secara sempurna.

Sebagian besar perputaran roda ekonomi Negara dan DNA "merah putih" makanan dikelola
oleh mereka.

Selama ini para aktor itu tidak dipandang sebelah mata oleh kita dan selalunya anak bangsa
ini tergusur dari panggung makanan negeri yang bernama Indonesia.

Padahal mereka adalah simpul makanan yang selalu didekati setiap masyarakat dalam
memilih, membeli dan menikmati kelezatan. Termasuk wisatawan.

Harkat dan martabat mereka terabaikan, yang tanpa disadari cita rasa produk yang dibuat dari
jernih keringat mereka, kita nikmati sebagai sebutan makanan.

Berbagai peristiwa fenomenal di dalam negeri membuat mereka tidak terganggu apalagi
jarang tergoyahkan dalam menghidupkan keekonomian rumah tangganya, walaupun tidak
pernah menjadi lebih baik.

Mereka adalah wajah gastronomi Indonesia yang menciptakan sistem enterpreneurship


tersendiri tanpa ada fasilitas apapun yang disediakan bangsa ini, terkecuali pasar.

Masyarakat merupakan pasar konsumen bagi para aktor ini yang selalu setia membeli produk
yang dihasilkannya, tetapi jarang menyentuh dan bertanya siapa mereka sebenarnya.

Bisa dikatakan ketahanan dan kedaulatan pangan maupun perputaran pelestarian seni
masakan ada di tatanan kelompok aktor ini.

Edisi II Indrakarona Ketaren


70
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Tanpa mereka, entah bagaimana putaran kehidupan sosial ekonimi bangsa ini. Mungkin
budaya bangsa Indonesia, jika boleh disebut peradaban, tidak akan pernah tegak dan sarat
konflik.

Padahal, mereka adalah jejaring penentu agar makanan sampai di mulut konsumen
yang harus menafsirkan terus - menerus pergerakan selera dan budaya baru konsumen.

Tahun 1998, para aktor ini adalah penyelamat ekonomi Indonesia, karena memang secara
makro perekonomian negara ini ada di kelompok menengah dan bawah. Begitupun saat ini
dan mungkin 30 tahun kedepan.

Tegasnya, para aktor ini adalah pahlawan – yang boleh disebut sebagai ”pahlawan yang tidak
pernah diperhatikan”, dan segala macam jenis panggilan terhadap mereka yang kesemuanya
termasuk dalam kategori UKM (usaha kecil & menengah), yakni :

i. Para pembudi - daya, petani dan nelayan; serta para pelaku usaha yang bergerak di
proses industri pangan

Memang dalam tataran citra, mereka boleh disebut sebagai pahlawan yang kerap
diperhatikan, tetapi, ironisnya tertinggal.

Akibatnya kehidupan sosial ekonomi mereka tidak pernah menjadi lebih baik, karena
salah satunya oleh ketidak-pahaman kita melihat secara mendalam sejarah budaya
yang hidup di kalangan pembudi - daya, petani dan nelayan itu sendiri.

Kebijakan dan aturan yang ada maupun cara kerja bank, sejauh ini tidak pernah
bersandar pada budaya para pahlawan ini yang lekat dengan sesuatu yang konkret
dan bersifat komunal serta berkonteks kepercayaan.

Tidak mengherankan jika di antara posisi Pemerintah dan para pahlawan itu ada
ruang kosong.

Ruang kosong ini umumnya diisi oleh para tengkulak, yang secara kultural mampu
mengeksploitasi pahlawan kita dengan menawarkan sesuatu yang lebih konkret
langsung di depan mata, yaitu uang.

Sementara petugas bank biasanya hanya membawa formulir transfer uang atau
persyaratan kredit yang harus diisi.

ii. Para pelaku usaha dari usaha rumah tangga, warung / kedai makan, pedagang kaki
lima, penjaja jalanan, pedagang asongan dan segala macam jenis panggilan terhadap
mereka yang kesemuanya termasuk dalam kategori UKM (usaha kecil & menengah).

Pemangku otoritas kebijakan hampir tidak pernah menyentuh mereka. Padahal,


pelaku usaha adalah jejaring penentu agar makanan sampai di mulut konsumen.

Mereka juga harus menafsirkan terus - menerus pergerakan selera dan budaya baru
konsumen.

Sejauh ini, belum pernah terdengar ada program nyata untuk mendidik, melatih,
membina, bimbingan dan penyuluhan terhadap pahlawan ini, agar makanan yang
dimasak dan jual bersih, penampilannya mengundang selera, dan rasanya enak. Jika
melihatnya, seakan-akan seluruh panca – indra, seperti mata, hidung, dan lidah, ikut
”makan”.

Juga belum terdengar ada program aksi untuk mengangkat kehadiran makanan para
aktor ini ke panggung nasional. Apalagi belum pernah diketahui masyarakat

Edisi II Indrakarona Ketaren


71
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

diperkenalkan dengan aneka ragam seni kekayaan masakan jalanan dan usaha
industri makanan rumah tangga daerah yang ada di seluruh Indonesia.

Aktor - aktor pahlawan tersebut di sisi proses ini memang tidak mendapatkan perhatian penuh
dari para pengambil keputusan.

Akibatnya, para ”pahlawan” itu bisa mati karena tertinggal oleh selera konsumen yang
melompat sesuai dengan adagium bahwa konsumen adalah poros penggerak suatu
perubahan.

Miskinnya perhatian elite politik dan perguruan tinggi serta teknolog, otomatis berimplikasi
pada ketidakmampuan para pelaku usaha makanan untuk bersaing dengan waralaba
internasional, yang mampu menafsirkan perubahan selera konsumen berusia muda

Kelompok usia muda inginnya mengkonsumsi produk kualitas premium, dengan rasa, bau,
warna, kecepatan penyajian, dan kemasan prima.

Pendeknya, bukan waralaba asing itu yang sesungguhnya menjajah Indonesia, tetapi bangsa
ini gagal menangkap perubahan selera bangsanya sendiri.

5. Makanan Jalanan
Street food atau jajanan jalanan adalah hidangan yang dijual oleh pedagang kaki lima, penjaja
jalanan, pedagang asongan di tempat umum. Biasanya dijajakan di tepi pinggiran jalan umum,
pasar, pasar malam, atau pekan raya di kios makanan, warung / kedai makan, gerobak
makanan, atau truk makanan.

Makanan jalanan ada dalam keseharian masyarakat Indonesia. Semua kalangan


membutuhkan bahkan memburunya karena rata-rata lebih murah daripada harga makanan di
rumah makan atau restoran di ruang mewah.

Saat semua orang sibuk mempersiapkan aktifitas hariannya, tidak jarang mereka tidak sempat
lagi menyiapkan sendiri makanannya. Kepada street food inilah masyarakat bergantung untuk
kebiasaan makan pagi, siang dan malam.

Bagi masyarakat, rasa dan kelezatan yang menjadi pilihan utama, yang penting enak,
kejangkau secara ekonomi dan tidak perlu mengikuti standard macam-macam.

Tidak heran jika pada pagi buta sekalipun makanan jalanan ramai dikunjungi pembeli.
Demikian juga di siang hingga malam hari, khususnya pada jam-jam makan, jajanan jalanan
tidak pernah sepi dari pembeli.

Makanan jalanan sangat akrab dengan semua kalangan, dari pelajar, mahasiswa, pekerja
kantoran, semua membutuhkannya.

Bahkan saat bepergian ke luar daerah baik untuk suatu keperluan, maupun liburan, pasti kita
tidak akan melewatkan kesempatan untuk berburu jajanan jalanan ini.

Street food memiliki keunikan yang luar biasa, karena mayoritas masakan Indonesia lahirnya
dari jalanan dan dijualnya juga di jalanan dan sudah membumi ratusan tahun.

Terhadap makanan, masyarakat Indonesia masih belum modis dan trendi. Mereka masih
melihat "apa adanya" dan bangga terhadap seni masakan tradisional yang tidak perlu di "up to
date" penampilannya secara mutakhir.

Potret makanan Indonesia terwakili di jajanan jalanan, kaki lima dan warung rumahan (kedai)
yang dijual pedagang, penjaja atau pedagang asongan di tempat umum.

Edisi II Indrakarona Ketaren


72
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Biasanya dijajakan di tepi pinggiran jalan umum, pasar, pasar malam, atau pekan raya di kios
makanan atau gerobak makanan.

Jangankan di Indonesia, di hampir semua negara, street food sangat akrab dengan
masyarakat setempat. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO), hampir 2,5 miliar
orang mengkonsumsi makanan jalanan setiap hari di dunia.

Soal rasa, ‘lidah memang tidak pernah bohong’, dan makanan jalanan memang menjadi
alasan utama penikmat makanan memilih jajanan jalanan yang sampai sekarang masih tetap
menjadi kekhasan dan keunggulannya di Indonesia.

Karakter masakannya memiliki keunikan yang luar biasa, karena mayoritas masakan
Indonesia lahirnya dari jalanan dan warung yang sudah membumi ratusan tahun.

Makanan di jajanan jalanan, kaki lima dan warung rumahan (kedai) memang menjadi alasan
utama penikmat & pecinta memilih, yang sampai sekarang masih tetap menjadi kekhasan dan
keunggulannya di Indonesia.

Mereka adalah simpul makanan yang selalu didekati setiap masyarakat dalam memilih,
membeli dan menikmati kelezatan. Termasuk wisatawan asing.

Tetapi perlu dicatat, makanan jajanan jalanan, kaki lima dan warung rumahan (kedai) bukan
murahan. Kebanyakan makanan jajanan jalanan, kaki lima dan warung rumahan (kedai)
dimasak dengan bahan-bahan yang segar dan baru dari pasar, sehingga rasanya enak dan
nikmat dengan kualitas yang memadai meskipun harga murah.

Namun tanpa disadari, harkat dan martabat mereka terabaikan, yang tanpa disadari cita rasa
produk yang dibuat dari jernih keringat mereka, kita nikmati sebagai sebutan gastronomi seni
makanan Indonesia.

Berbagai peristiwa fenomenal di dalam negeri membuat mereka tidak terganggu apalagi
jarang tergoyahkan dalam menghidupkan keekonomian rumah tangganya, walaupun tidak
pernah menjadi lebih baik. Semakin ramai atraksi karnaval politik di jalanan, semakin laris
omset penjualan makanan mereka.

Pelaku ini adalah wajah gastronomi seni makanan Indonesia yang menciptakan sistem “self-
enterpreneurship” tersendiri tanpa ada fasilitas dan kemudahan apapun yang disediakan
bangsa ini, terkecuali pasar.

Masyarakat merupakan pasar konsumen bagi para aktor ini yang selalu setia membeli produk
yang dihasilkannya, tetapi jarang menyentuh dan bertanya siapa mereka sebenarnya.

Bisa dikatakan ketahanan dan kedaulatan pangan maupun perputaran pelestarian gastronomi
seni makanan ada di tatanan kelompok pelaku ini. Mereka tersebar disegenap pelosok negeri
mulai dari propinsi, kabupaten, kota dan pedesaan yang produknya masuk ke dalam
masyarakat metropolitan.

Mereka selalu dikatakan tidak mempunyai kekuatan ekonomi, tapi terbukti setiap tahun dalam
kurun waktu 7 - 14 hari masakan mereka tidak hadir. Saat bulan ramadhan di hari raya, pelaku
jajanan jalanan, kaki lima dan warung rumahan pulang kampung dan tampak jelas di waktu itu
kekuatan mereka bicara. Terasa masyarakat kota sulit mencari makanan kaki lima, jajanan
jalanan dan warung rumahan (kedai).

6. Kenapa Disebut Kaki Lima


Kenapa disebut Pedagang Kali Lima (PKL) ? Semuanya terjadi di Jakarta yang bisa dirunut
hingga ke jaman Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles (1811-1816). Saat itu, Raffles

Edisi II Indrakarona Ketaren


73
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

memerintahkan beberapa pemilik gedung di jalanan utama Batavia untuk menyediakan trotoar
selebar lima kaki (five foot way) bagi pejalan kaki.

Menurut William Liddle dalam buku “Pedagang Yang Berkaki Lima”, saat bertugas di
Singapura pada 1819, Raffles kembali menerapkan kebijakan ini di Chinatown. Pada masa
penjajahan kolonial peraturan pemerintahan waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya
yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk para pedestrian atau pejalan kaki yang
sekarang ini disebut dengan trotoar.

Lebar ruas untuk sarana bagi para pejalan kaki atau trotoar ini adalah lima kaki . Dengan
adanya tempat atau ruang yang agak lebar itu, kemudian para pedagang mulai banyak
menempatkan gerobaknya untuk sekedar beristirahat sambil menunggu adanya para pembeli
yang membeli dagangannya.

Seiring perjalanan waktu banyak pedagang yang memanfaatkan lokasi tersebut sebagai
tempat untuk berjualan sehingga mengundang para pejalan kaki yang kebetulan lewat untuk
membeli makanan, minuman sekaligus beristirahat.

Berawal dari situ maka pemerintahan Kolonial Belanda menyebut mereka sebagai Pedagang
Kali Lima, buah pikiran dari pedagang yang berjualan di area pinggir perlintasan para pejalan
kaki atau trotoar yang mempunyai lebar lima kaki.

Memasuki tahun 1960-an, cap PKL kian buruk. Beberapa alasannya. Menurut Mayapada 15
Januari 1968, PKL dianggap merusak keindahan kota. Cara dagangnya primitif dan bikin malu
negara jika tamu asing datang.

Tapi sebagian kalangan membela mereka dengan mengatakan “Sebagian dari pedagang-
pedagang kita baru mampu berkaki lima”. Lantas terjadi kesalahan penerjemahan istilah five
foot ke bahasa Melayu. “Five foot" rupanya disalah maknakan sebagai kata majemuk.

Dalam menterjemahkannya ke dalam bahasa Melayu, orang membalikkan hukum MD


(menerangkan-diterangkan) Inggris menjadi hukum DM (diterangkan-menerangkan) Melayu,
sehingga terjemahannya bukan lima kaki, melainkan kaki lima.

7. Gelaran Gastronomi Indonesia


Indonesia kaya akan bumbu, rempah, rasa dan resep masakan, namun belum terarah cara
penanganan gelaran acara seni masakan di hadapan publik yang sesuai dengan koridor atau
barometer gastronomi meskipun setiap tahun banyak acara seni masakan diselenggarakan
baik secara nasional maupun secara kedaerahan.

Setiap pergelaran acara seni masakan di negeri ini, yang dikenal dengan nama kuliner, selalu
ramai dikunjungi orang, namun belum diketahui kemana arah fondasinya akan dibawa. Belum
ada acara pargelaran seni memasak di Indonesia yang bisa menjadi benchmark untuk
diangkat ke pentas dunia.

Banyak pagelaran seni masakan di negeri ini sekedar dan lebih banyak menampilkan ahli
masak profesional (chef) ternama dibanding masakannya sendiri. Padahal bukan itu
sebenarnya tujuan mengangkat seni masakan Indonesia. Bukan ahli masak selebriti yang
perlu diutamakan tetapi menu resepi bangsa ini yang perlu ditampilkan.

Banyak ahli masak profesional ternama pun belum tentu dapat menguasai resep-resep menu
yang ada di negeri ini. Sejatinya lebih piawai dan pandai ibu-ibu yang dipelosok daerah itu
dalam memasak karena mereka berdedikasi penuh terhadap menu masakan yang ditampilkan
alias tidak pernah berpindah ke menu resep lain.

Upaya dan bentuk pergelaran acara seni memasak di negeri ini perlu dibenahi secara
mendasar dengan memakai fondasi seperti yang digunakan masyarakat barat dengan

Edisi II Indrakarona Ketaren


74
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

penekanan kepada "inward looking" bukan "outward looking" karena populasi bangsa ini
mencapai 255 juta lebih yang daya kekuatan pasar belinya cukup besar tanpa kita perlu
promosi berlebihan ke luar negeri.

Seperti diutarakan, bagi masyarakat barat (termasuk di China), makanan tidak semata
diartikan sebagai kegiatan sekunder dan simbolisme sebatas cita rasa hidangan yang
dikonsumsi setiap hari atau “sebatas perut” yang digelar semata wayang dalam acara-acara
komersial. Memasak bukan sekedar nostalgia romantisme makanan masa lalu serta bukan
sekedar berhenti di "copy & paste" resep masakan.

Seni makanan adalah simbol nasionalisme yang menjadi ciri indentitas dan jati diri suatu
bangsa karena di dalamnya ada sejarah, budaya dan lansekap geografi yang melahirkan
kearifan lokal. Makanan merupakan seni memasak dari kemajuan budaya suatu bangsa
mengenai kekayaan dan kebanggaan masyarakatnya. Di dalamnya terpendam amanah
mengenai jiwa yang hidup, berkarakter, disiplin, penuh percaya diri, dan unggul dalam kualitas
kehidupan.

Ada petuah rasa percaya pada diri sendiri dan kemampuan mandiri sebagai esensi jalan
bangsa yang berdaulat dan berdikari. Ada wejangan didalamnya mengenai petuah semangat
mengabdi, berbakti, tidak melupakan sejarah, dan bangga atas nasionalisme makanan
mereka. Pesan amanat itu biasanya diterjemahkan bangsa-bangsa ini ke dalam suatu gelaran
festival seni masakan sebagai suatu seremoni kenegaraan.

Suku bangsa di negeri ini begitu banyak, namun tampilan menu yang selalu dilihat publik tidak
sebanyak dalam ukuran statistik dari 1344 jumlah suku bangsa yang ada. Masih jauh dari
pengetahuan masyarakat dan masih belum banyak resep menu masakan diangkat ke
permukaan. Jangankan menu masakan dari 1344 suku, peranti saji bangsa ini pun kita tidak
ketahui keberadaannya. Apakah hilang atau masih ada? Apakah sudah tidak terwariskan lagi
atau memang masih ada ?

Sedangkan gastronomi bicara tentang ‘the art of good eating’, artinya makan diatas peranti saji
yang baik seperti yang dilakukan gastronom di benua barat, makan dengan menghadirkan
‘plating’ (makanan ditata di peranti saji) yang aristokrat. Karena seperti dikatakan diatas, seni
makanan gastronomi (atau upaboga) dan peranti saji saling berhubungan satu sama lain, tidak
dapat saling dipisahkan.

Adalah sebuah pekerjaan rumah bagi kita semua untuk mulai mencari, menyusun dan menata
kembali ke 1344 resep seni masakan dari bangsa ini lengkap dengan perangkat tata peranti
sajinya.

Bangsa-bangsa barat kaya akan teknik memasak dan teknologi peralatan memasak, tetapi
mereka tidak banyak memiliki aneka bumbu, rempah, rasa dan resepi menu masakan yang
terbentang di negeri ini. Sedangkan negeri ini kaya akan bumbu, rempah, rasa dan resep
menu masakan. Puluhan tahun mungkin baru bisa kita susun kembali ensiklopedia makanan
suku bangsa yang ada di kepulauan nusantara Indonesia. Jangan kekayaan seni masakan
bangsa ini berikut bumbu rempah dan rasa yang dimilikinya di konstruksi ulang bangsa asing
menjadi temuan mereka dan hak intelektualnya menjadi milik mereka.

Sudah saatnya bangsa Indonesia memiliki kebanggaan gastronomi negerinya dengan


berbagai gelaran acara seperti yang dilakukan bangsa barat. Melalui seni masakan atau
disebut gastronomi, negeri ini bisa membangun kembali dasar filosofi dan rasa kebangsaan,
kepribadian bangsa, kebudayaan dan kearifan lokal yang selama beberapa belas tahun
kebelakang banyak dirindukan masyarakat secara keseluruhan.

Melalui gastronomi atau disebut seni masakan, bangsa Indonesia bisa bersatu karena sehebat
apapun perbedaan masing-masing dalam berpolitik, atau beragama atau perbedaan lainnya,
melalui jamuan makan bersama semua bisa bersatu secara jiwa dan raga.

Edisi II Indrakarona Ketaren


75
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Dalam apapun kita boleh berbeda kepentingan – namun dalam gastronomi kita bersatu dalam
suatu jamuan makan untuk melestarikan warisan budaya bangsa.

8. Instrumen Kebijakan Budaya


Seni masakan adalah pertanggungjawaban besar negara dan bangsa sebagai pusaka warisan
tradisional.

Gastronomi merupakan kebijakan budaya suatu bangsa mengenai seni akan makan yang baik
(‘the art of good eating’) dan segala sesuatunya berhubungan dengan kenikmatan dari sajian
yang apik, indah dan berkelas.

Negara seyogyanya terlibat maksimal dalam urusan gastronomi seni masakan nusantara bagi
kepentingan kemaslahatan rakyat, antara lain :
1. Membangun pemahaman bahwa kemajuan kebudayaan suatu bangsa tidak mungkin
tidak harus juga membicarakan kekayaan (dan mungkin kebanggaan dari) seni
masakannya.
2. Melestarikan dan merestorasi resep-resep warisan makanan masa lalu yang luput dari
amatan dan kemudian mengolahnya menjadi identitas ke-nusantara'an seni masakan
bangsa Indonesia.

"Tak mungkin orang dapat mencintai seni masakan bangsanya, kalau mereka tak mengenal
kisah sejarah dan budayanya. Kalau mereka tidak membaca naskah perjalanannya, jangan
berharap mereka dapat berbuat kebajikan terhadapnya".

Gastronomi Indonesia merujuk kepada inspirasi dan kearifan lokal seni memasak tiap suku
bangsa di nusantara ini, yang di dalamnya secara eksplisit menutur alur sejarah dan daya
cipta budaya masyarakat setempat serta peta lansekap geografis makanan suatu bangsa.

Sebuah rujukan kebangsaan yang inspirasi dan kreatifitasnya menyangkut falsafah, filosofis
maupun perilaku sosial yang menjadi simbol, ritual dan adat serta pembentuk karakter, jati diri
serta ciri identitas masyarakat tempatan dan memberi ajaran tentang asas dan gaya hidup
yang membentuk wawasan kebangsaan, ideologi, kerukunan dan kesatuan bangsa Indonesia
dalam seni memasak.

Gastronomi adalah diskursus identitas ke-Indonesiaan yang harus disadari di dalamnya juga
meliputi masakan sebagai simbol nasionalisme. Maksudnya adalah sebuah sistem berpikir,
ide-ide, pemikiran, asumsi-asumsi dan gambaran yang kemudian membangun ciri khas
konsep suatu kultur atau budaya yang terinspirasi oleh budaya dan warisan nenek moyang
Indonesia.

Di berbagai negara barat, gastronomi dijadikan salah satu dasar rumusan instrumen kebijakan
bangsa dalam kemandirian dan yang mengatur tentang kebijakan makanan mereka.
Mayapada hukum tentang makanan bangsa barat tertata dengan baik mengingat lalu lintas
sosial dan usaha dunia kuliner mereka sangat besar dan fantastis.
Berbagai resep terdata seni masakan bangsa barat tertata dengan rapih dalam bentuk
ensiklopedia sehingga catatan itu bisa diwarisi dari generasi ke generasi berikutnya, termasuk
inovasi seni resepi masakan yang berkembang dari tahun ke tahun.

Selalunya di setiap gelaran acara seni masakan di belahan benua Eropa dan Amerika, aneka
kekayaaan makanan tampil dan selalu berubah (tidak monoton) resepnya untuk diketahui
publik setempat. Kebijakan "inward looking" dengan dasar hukum yang jelas (berupa undang-
undang) adalah kunci dari pelestarian seni masakan dunia barat. Mereka membangun
panggung seni masakan bangsanya di hadapan bangsa lain.

Masing-masing negara dunia barat punya gelaran acara gastronomi dan kuliner yang cukup
dikenal dan malah menjadi barometer bagi pelaku dan artis kuliner negara lain.

Edisi II Indrakarona Ketaren


76
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Pemangku otoritas kebijakan dan komunitas gastronomi dunia barat mampu mengorganisir
acara itu di negerinya sendiri, karena punya kebijakan "inward looking" yang kuncinya untuk
kepentingan pelestarian budaya, kemaslahatan ekonomi rakyat, kreativitas seni & promosi
pariwisata negaranya masing-masing.

9. Makanan Indonesia & Michelin


Makanan Indonesia, kemungkinan kecil bisa memperoleh bintang michelin karena kebanyakan
seni masakan tradisional tidak termodifikasi dan belum terstandar dengan baik. Kebanyakan
masakan Indonesia lahirnya dari jalanan dan dijualnya juga di jalanan (kaki lima).

Laris laku kerasnya makanan di Indonesia tergantung dari pengunjung yang menjadi penilai,
terlepas apakan hospitality, dekorasi, presentasi, kreatifitas, sanitasi, performa dan
penampilannya yang kurang baik. Bagi kebanyakan masyarakat yang namanya makanan
Indonesia yang enak adanya di warung atau kaki lima.

Mau disajikan kurang bersih, pasti tetap laku keras dan orang tetap datang. Tidak heran
makanan jajanan seperti warung dan kaki lima lebih banyak pengunjungnya dibanding di
ruang mewah.

Bagi masyarakat, yang menjadi pilihan utama, adalah yang penting enak, kejangkau secara
ekonomi dan tidak perlu mengikuti standard macam-macam.

Terhadap makanan, masyarakat Indonesia masih belum modis dan trendi. Mereka masih
melihat "apa adanya" dan bangga terhadap seni masakan tradisional yang tidak perlu di "up to
date" penampilannya secara mutakhir, walaupun tidak menafikan ada kalangan tertentu yang
selalu mengkikuti perkembangan jaman mengenai dunia seni masakan dengan gaya dan
modul kebaratan.

Oleh karena itu sistem rating Michelin Guide hampir bisa dikatakan mustahil diterapkan di
Indonesia terkecuali seni memasaknya dimodifikasi sedemikian rupa sehingga memenuhi
standard sistem rating Michelin, yakni selain dari kelezatan dan rasa harus memiliki kreatifitas,
hospitality, decoration, performa, sanitasi dan sebagainya secara totalitas seperti yang
ditentukan Michelin Guide.

Walaupun demikian tidak bisa dinafikan, ada beberapa chef Indonesia yang diketahui
mendapat Michelin Star. Restoran mereka menyajikan seni masakan tradisional Indonesia
yang telah dimodifikasi, tetapi tidak dikenal kebanyakan masyarakat kita. Inilah akibat masih
fanatiknya kalangan connoiseur (penikmat, pecinta dan pemerhati) dengan masakan
tradisional nusantara "apa adanya".

Betul ada restoran-restoran di Eropa dan Asia (seperti di Hong Kong dan Singapore)
mendapat Michelin Star, walau dari luar terlihat seperti restoran biasa dan tidak mewah.

Meskipun interior dan kebersihan restoran menjadi hal yang menentukan penilaian dalam
kriteria Michelin Star, walaupun tidak mutlak.

Belakangan timbul pemikiran, Michellin Star a la Indonesia perlu dibuat tapi jangan memakai
modul aslinya karena untuk Indonesia kriterianya tidak akan bisa sama.

10. Mustika Rasa


Mustika Rasa merupakan buku masakan Indonesia pertama yang resmi tercatat dalam
Lembaran Negara. Buku ini adalah warisan sejarah masa Orde Lama dan Orde Baru yang
disusun dari tahun 1961 - 1966 dan diterbitkan pada tahun 1967. Disinilah dimulai sejarah
Negara terlibat dalam urusan masakan.

Edisi II Indrakarona Ketaren


77
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Ide pembuatannya atas perintah Presiden Soekarno dan disetujui Presiden Soeharto sebagai
buku masakan resmi Nasional di masa Orde Baru. Dua penguasa boleh “berseteru” tapi
urusan makanan membuat Soekarno dan Soeharto bisa “akur”.

Kedua Presiden menempatkan makanan dalam agenda pemerintahan masing-masing dan


menganggap kemajuan kebudayaan suatu bangsa tidak mungkin tidak harus juga
membicarakan kekayaan (dan mungkin kebanggaan dari) masakannya.

Kebijakan kedua Presiden menempatkan ideologi makanan dalam agenda Pemerintahan


masing-masing adalah untuk mendirikan :
i. Lembaga Teknologi Makanan, yakni seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) yang akan meneliti dan mengkaji “The Indonesian Archipelagic Region Cuisine
Heritage”
ii. Universitas Makanan Indonesia, yakni lembaga perguruan tinggi mengenai “science &
cooking” yang akan mensilabus kurikulum “The Indonesian Archipelagic Region
Cuisine Heritage”

Mustika Ratu memberi pandangan dan mengingat kita bahwa :


i. Negara dan masakan adalah satu kesatuan dari sejarah pergerakan kemerdekaan
bangsa Indonesia.
ii. Makanan bukan diartikan sebagai seremoni kenegaraan saja. Ada pesan yang
dalamnya mengenai semangat mengabdi, berbakti, tidak melupakan sejarah, dan
bangga atas “Nasionalisme Makanan Indonesia”.
iii. Ada sebuah maha karya sumbangsih Soekarno dan Soeharto yang bisa menjadi
rujukan mengenai ke-Indonesia-an kita dalam hal masakan.

Namun sayangnya kebijakan itu tidak dilanjuti semasa Pemerintahan berikutnya. Ini memberi
signal bahwa kita sekarang kurang melihat masakan sebagai identitas simbol nasionalisme
dan jati diri bangsa.

Kita sekarang melupakan hal-hal kecil - seperti masakan - sebagai rujukan totalitas ideologi,
nasionalisme dan canang identitas ke-Indonesia-an.

BAB VI
PRAKTIKAN GASTRONOMI

1. GASTRONOMI & DIPLOMASI


“…the fate of nations has often been sealed at a banquet.” (Brillat-Savarin 1970)

Makanan adalah obyek yang selalu ada dalam masyarakat. Benda umum yang komunal
sepanjang sejarah (Tannahill 1988).

Makanan dikonsumsi setiap hari untuk mempertahankan hidup, sekedar penuh makna
sekunder dan sebatas simbolisme (Fischler 1988 - Mintz dan Bois 2002).

Dahulu kala, makanan (boga) adalah sekedar obyek dari suatu simbol yang diartikan untuk
mempertahankan hidup.

Semenjak tahun 1900, makanan (boga) mulai dikaji para akademisi yang kontribusinya sangat
signifikan, terutama bagi disiplin ilmu politik.

Paarlberg (2010), Schanbacher (2010) dan Reynolds (2010) memperkenalkan kembali


makanan sebagai basis ilmu politik yang telah ditinggalkan terbengkalai sejak tahun 1985 oleh
Morgenthau, dengan mengusulkan makanan tidak hanya penting untuk kelangsungan hidup
rakyat, tetapi juga proliferasi dari sebuah negara dan bangsa yang modern.

Edisi II Indrakarona Ketaren


78
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Sedangkan Brown (2011) sendiri menunjukkan bahwa kebijakan pangan, ketahanan pangan,
kedaulatan pangan dan semua budaya makan merupakan faktor penentu dari keadaan
kekuasaan dan ketersediaan makanan suatu bangsa.

a. Kekuatan Prestise
Dasar pemikiran ini merujuk kepada gagasan yang diajukan Morgenthau dalam bukunya
dalam “Politics Among Nations” (1985) mengenai “Kekuatan Prestise” suatu negara, yang
merupakan proto-konseptualisasi tentang bagaimana elit politik menggunakan diplomasi
kebudayaan dan soft power dalam mencapai tujuan mereka.

Prestise atau wibawa atau gengsi adalah sebuah kehormatan, wibawa dan kemampuan yang
dimiliki sebuah negara melalui diplomasi yang membuat dirinya menjadi “berbeda” / istimewa
bila dibandingkan dengan negara lain.

Prestise juga kendaraan untuk mencapai kekuasaan di mana elit dan aktor politik dapat
berinteraksi.

Tujuannya untuk mengubah perilaku aktor / elite politik dari sebuah negara lain melalui
persepsi, simbolisme dan budaya.

Interaksi itu dilakukan melalui upacara diplomatik sebagai bentuk pencapaian prestise yang
fungsinya untuk meningkatkan dan menggambarkan hubungan kekuasaan antara negara, elit
dan aktor lainnya.

Seremonial diplomatik berfungsi, baik sebagai barometer kekuatan prestise untuk hubungan
politik, dan sebagai cermin dua arah ranah politik untuk perebutan dan keunggulan image
suatu kekuasan politik (Roosen 1980).

Jika suatu bangsa diperlakukan lebih baik atau lebih buruk dalam upacara diplomatik, akan
menyebabkan hubungan kekuatan politik itu berubah dan penyimpangan sinyal pergeseran
kekuasaan itu akan terlihat di meja makan.

b. Diplomasi
Sebelum kita membahas lebih lanjut perihal Gastro-Diplomasi, perlu dipahami arti dari
diplomasi itu sendiri.

Diplomasi pada intinya adalah suatu strategi, taktik dan siasat untuk melakukan
pengorganisasian lobi dan negosiasi.

Deliberasi (pertimbangan) melakukan diplomasi itu adalah untuk mengorganisir suatu


pertemuan dalam menyelesaikan perbedaan atau menyamakan (memperkuat) persamaan
posisi.

Perbedaan opini itu bisa dalam bentuk : ketidaksepakatan, perselisihan, konflik,


ketidakharmonisan, friksi, sengketa, konfrontasi, bentrokan, pergesekan, percekcokan,
perpecahan, rivalitas, antagonisme, inkompatibilitas, paradoks, pertentangan, dan lain
sebagainya.

Diplomasi, atau dikatakan juga diplomasi publik, adalah instrument penting dalam negara
melakukan hubungan antar negara.

Instrumen diplomasi digunakan sebagai perangkat konstruksi kebijaksanan nasional dalam


menjaga keamanan, demokrasi dan stabilitas ekonomi maupun politik dunia.

Diplomasi adalah soft power yang menandakan kekuatan nasional suatu negara dalam nilai-
nilai global yang menggunakan outlet yang dipilih untuk mencapai tujuannya.

Edisi II Indrakarona Ketaren


79
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Misalnya Pemerintah Amerika Serikat melayani pengaruh-pengaruh di wilayah global melalui


beberapa sasaran untuk memperkecil ancaman terhadap keamanan bangsa.

Disini diplomasi Pemerintah Amerika Serikat dikodekan sebagai negara yang mempunyai
persepsi niat baik, khususnya untuk melawan penyebaran disinformasi sejak serangan 9/11 di
World Trade Center di New York City.

Diplomasi digunakan Pemerintah Amerika Serikat sebagai alat untuk meningkatkan stabilitas
di kawasan regional dan internasional, selain untuk memperkuat hubungan antar bangsa
berkaitan dengan ekonomi, serta memajukan hubungan politik untuk kepentingan bangsa
sendiri dan masyarakat antar benua.

Pemerintah Amerika Serikat berusaha untuk memahami, menginformasikan, terlibat, dan


mempengaruhi khalayak global, pemerintah asing untuk mempromosikan apresiasi yang lebih
besar dan pemahaman tentang budaya, lembaga, nilai-nilai, dan kebijakan masyarakat
Amerika Serikat.

Bisa dikatakan diplomasi memberikan dasar atau titik awal untuk memahami pendekatan
keadaan tertentu, meskipun beberapa negara mungkin memiliki alat yang unik dan inklusif,
dengan pendekatan yang sama sekali berbeda untuk mempromosikan solidaritas, demokrasi,
keamanan, dan stabilitas ekonomi melalui instrument diplomasi mereka.

c. Makanan Sebagai Instrumen Diplomasi


Salah satu aksi diplomasi adalah melalui lensa makanan (boga) dengan keramah-tamahan
budayanya yang dimanfaatkan oleh aktor dan elit politik suatu negara sebagai bentuk
diplomasi pemerintahan yang bersangkutan.

Bentuk dari aksi diplomasi itu adalah melalui makanan (boga) yang dipresentasikan melalui
suatu perjamuan makan bersama. Prestise dan kewibawaan Pemerintah bersangkutan
diterjemahkan ke dalam sebuah perhelatan makan bersama.

Kekuatan prestise melalui makanan tidak seperti perwujudan kekuasaan lainnya. Konsep
makanan yang digunakan dalam tindakan diplomasi adalah untuk menarik atau memaksa
aktor dan elit politik (counterpart) mengubah tindakan mereka yang diperagakan dalam
budaya-simbolik dan politik-ekonomi dari makanan itu sendiri.

Kekuatan prestise menggunakan makanan sebagai media di mana interaksi politik dapat
dikomunikasian dan kekuasaan itu diperagakan (Reynolds 2010).

Disini pemahaman prestise berpusat pada penggunaan makanan dalam upacara diplomatik
untuk mengamati dan menggambarkan hubungan kekuasaan itu di bidang politik.

Makanan dan upacara diplomatik memiliki banyak kesamaan dalam menampilkan cara kerja
dan efek prestise dalam diplomasi budaya dengan cara yang unik (Morgenthau 2008).

Representasi makanan dalam ranah politik melalui upacara diplomatik dimungkinkan karena
ajaran norma lama yang mengatakan diplomat adalah "wakil perwujudan dari wajah kekuatan
sebuah Negara berdaulat" melalui keberadaan mereka (Urbach 2003).

Penggunaan makanan sebagai brand atau trademark suatu bangsa adalah salah satu alat
khusus dari strategi pemerintah, yang digunakan secara luas dan lebih kuat dibanding
penggunaan diplomasi budaya.

Makanan digunakan sebagai sarana interaksi untuk mengkomunikasikan ide-ide maupun


informasi dalam kepentingan mengakses counterpart di luar jalur birokrasi yang kaku.

Edisi II Indrakarona Ketaren


80
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Pada intinya, makanan adalah instrumen kewibawaan suatu negara dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang timbul dari hubungan internasional dan dalam menterjemahkan
aristokrasi politik maupun simbol kekuasaan budaya suatu negara.

Disamping itu makanan yang dihidangkan merupakan simbol kekuatan diplomasi bagaimana
counterpart melihat dan menilai kekuatan negara lain mengorganisir kekayaan budaya mereka
melalui suatu rangkaian sajian hidangan.

d. Gastro-Diplomasi
Gastronomi Diplomasi dalam bahasa kita disebut sebagai "Diplomasi Melalui Makanan", atau
dalam bahasa antar bangsa disebut sebagai "GastroDiplomacy".

Merupakan cabang lain dari Diplomasi (atau Diplomasi Publik), di mana soft power digunakan
sebagai alat perang.

Gastro-Diplomasi adalah "tindakan memenangkan hati dan pikiran melalui perut" (Paul
Rockower 2011).

Di sisi lain Gastro-Diplomasi, adalah "penggunaan makanan dan masakan sebagai instrumen
untuk menciptakan pemahaman lintas budaya dengan harapan meningkatkan interaksi dan
kerjasama" pada level pemerintah-ke-pemerintah yang lebih tinggi, sebagai lawan dari tingkat
pemerintah-ke –publik (Rockower, 2011).

GastroDiplomasi adalah kelanjutan dari "instrument diplomasi tertua" yang memanfaatkan


makanan untuk pemahaman lintas budaya dengan harapan agar meningkatkan interaksi
dalam kerja-sama bilateral maupun multilateral.

Sejak beberapa tahun terakhir, Gastro-Diplomasi dikonsentrasikan sebagai lambang


komunikasi non-verbal yang sangat ampuh dalam berdiplomasi.

Ketika sebuah negara yang berbangsa memutuskan untuk menggabungkan makanan dengan
strategi diplomasinya, hasilnya adalah Gastro-Diplomasi.

Gastro-Diplomasi digunakan tidak hanya terbatas pada eksekusi skala kecil, tetapi juga dapat
dimanfaatkan dalam berbagai representasi dan keterampilan yang menggunakan aktor dan
atau elit negara dan non-negara.

Gastro-Diplomasi merupakan ekspresi kekayaan dan kekuatan seni budaya makanan suatu
bangsa yang beradab.

Morgan (2008) dalam tesisnya “Diplomatic Gastronomy : Style and Power at the Table”
memperkenalkan istilah Gastro-Diplomasi sebagai simbol kekuatan diplomasi melalui
makanan.

Morgan menggambarkan interaksi kekuasaan politik suatu Negara berdasarkan prestise yang
menggunakan makanan sebagai media untuk interaksi.

Tesis Morgan ini merupakan suatu metode untuk mengukur bagaimana suatu negara menilai
dan melihat kekuatan negara dan organisasi lainnya. Semenjak saat itu "makanan telah
menjadi sarana pemerintah" (Brillat-Savarin 1970).

Gastro-Diplomasi muncul sebagai pendekatan baru untuk terlibat dengan komunitas asing dan
budaya.

Atraksinya dilakukan melalui pagelaran seni makanan dan sedikit taktik diplomasi. Konsep ini
kuno, tapi terminologinya relatif baru.

Edisi II Indrakarona Ketaren


81
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Platform Gastro-Diplomasi dikembangkan untuk menunjukkan reputasi budaya sebuah negara,


dari sisi keunikan seni masakannya, yang pada saat yang sama mengekspresikan kekuatan
ekonomi suatu bangsa melalui keahlian memasak dan pariwisata.

Makanan dimanfaatkan menjadi lambang identitas nasional, yang mana representasi ini
bertujuan untuk mencapai nilai-nilai ekonomi melalui pengakuan global.

Fenomena Gastro-Diplomasi masih relatif baru untuk dikatakan berhasil membangun citra
suatu negara di panggung dunia internasional. Namun pastinya Gastro-Diplomasi telah
mampu mengangkat semangat nasionalisme dan identitas negara melalui konvensi sosial seni
masakan suatu bangsa.

e. Tahapan Gastro-Diplomasi
Pemahaman menggunakan makanan sebagai media interaksi diplomasi terhadap mitra kerja
(counterpart), dilakukan melalui 2 (dua) tahap strategi, taktik & siasat, yakni :
i. Tahap pertama sebagai perangkat lobi untuk membahas isyu internasional,
multilateral & bilateral. Pada tahap ini, pelobi tidak memutuskan.
ii. Tahap kedua sebagai perangkat negosiasi untuk menyelesaikan perbedaan atau
menyamakan (memperkuat) persamaan posisi. Pada tahap ini, negosiator mencapai
keputusan dan kesepakatan bersama.

f. Nation Branding
Dalam dunia diplomasi, praktek yang biasa digunakan negara-negara untuk memperkenalkan
dirinya ke seluruh dunia adalah melalui “nation branding” dengan membangun secara eksplisit
representasi mereka melalui ide-ide, konsep, gambar visual, maupun kata-kata.

Perusahan-perusahaan biasa melakukan “promosi branding” ini untuk menaikkan citra atau jati
dirinya. Begitu juga dengan sebuah negara melakukan hal serupa dengan menggunakan
slogan untuk menggambarkan esensi atau fitur dari dirinya kepada negara-negara lain.

Representasi ini bertujuan untuk mendapatkan rasa hormat secara global dan pengenalan
terhadap nama negaranya.

Berbagai pemerintah manca negara secara teratur berinvestasi cukup besar membayar
lembaga-lembaga branding (merek) dunia dengan antisipasi investasi mereka dapat memberi
manfaat yang cukup tinggi dalam mendapatkan peran politik, ekonomi, sosial, budaya di
belahan bumi ini.

Tindakan ini disebut outward looking policy dan salah satunya melalui diplomasi nation
branding. Simon Anholt, seorang penasihat independen tentang kebijakan (policy) dikenal
sebagai “Bapak” dari Nation Branding Diplomacy.

Simon Anholt mengatakan proses nation branding merupakan tindakan strategis untuk
membantu negara mendapatkan kekuatan yang nantinya akan memberi keuntungan dan
kemegahan reputasi (Anholt, 2007). Gagasan di balik nation branding melibatkan lebih dari
sekedar pengakuan karakteristik dan eksklusif sebuah negara, bangsa dan masyarakat.
Promosi nation branding menyiratkan fragmen dari pemerintah untuk mendayagunakan dan
meningkatkan atribut tertentu dari bangsanya di mata dunia.

Untuk mempromosikan identitas nation branding ini, beberapa negara melakukan bukan
dengan cara hadir dalam spektakel acara negara lain yang bersifat temporer, tetapi lebih
kepada program kebijakan komersial jangka panjang yang strategis dengan menjemput
perhatian masyarakat dunia terhadap fitur dan atribut seni masakan negaranya.

i. Thailand
Promosi yang dilakukan Pemerintah Thailand pada tahun 2002 untuk mendorong lebih
banyak orang di seluruh dunia makan masakan Thailand.

Edisi II Indrakarona Ketaren


82
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Caranya membangun sejumlah restoran Thai di seluruh dunia dengan bantuan pinjaman
lunak jangka panjang yang dijamin oleh Pemerintah, termasuk fasilitas edukasi dan
pelestarian hidangan masakan-makanan yang akan dipromosikan kepada masyarakat
dunia.

Tujuan lainnya adalah untuk membujuk lebih banyak orang mengunjungi negeri Thailand
dan memperdalam hubungan diplomatik dengan negara lain melalui makanan.

Program Global Thai ini sangat sukses dan telah meningkatkan jumlah restoran Thailand di
belahan dunia dari 5,500 di tahun 2002 menjadi lebih dari 17.000 pada tahun 2015.

Program ini kemudian dikenal dengan program "Amazing Thailand" dengan kampanye
“Global Thai” yang merupakan sebuah e-book di media sosial diterbitkan untuk promosikan
program ini ke seluruh dunia.

ii. Korea Selatan


Negara Asia lainnya yang mengikuti langkah Thailand adalah Korea Selatan melalui
diplomasi Kimchi, Bibimbap dan Bulgogi. Korea Selatan mencoba untuk menunjukkan
perbedaan antara model makanan Korea dan Jepang.

Pemerintah Korea Selatan meluncurkan proyek Diplomasi Kimchi pada tahun 2009 dengan
investasi US$ 77m yang dikenal dengan program “Korean Cuisine to the World” atau
"Global Hansik ".

Tujuannya adalah untuk mempromosikan keunikan dan kualitas kesehatan masakan Korea
(Hansik) serta untuk meningkatkan jumlah restoran Korea di seluruh dunia.

Program ini dibangun dengan bantuan pinjaman lunak jangka panjang yang dijamin oleh
Pemerintah Korea Selatan, termasuk fasilitas edukasi dan pelestarian hidangan masakan-
makanan yang akan dipromosikan kepada masyarakat dunia.

Tercatat pada tahun 2007, Pemerintah Korea Selatan telah mendirikan 40.000 restoran di
seluruh dunia, termasuk proyek pembukaan sebuah pendidikan kursus masakan Kimchi di
lembaga pendidikan memasak yang diakui secara internasional serta proyek peluncuran
food truck makanan Korean di berbagai kota-kota metropolitan di negara barat.

iii. Taiwan
Mensponsori koki Taiwan dan restoran untuk mempromosikan keahlian memasak Taiwan
mendunia, diakui sebagai "Dim Sum Diplomacy". Upaya ini adalah antisipasi untuk
meminimalkan kesan lama adanya kesamaan antara Taiwan dan tetangganya, Republik
Rakyat Cina.

iv. Malaysia
Sejak tahun 2010 Pemerintah Malaysia menjalankan proyek "Malaysia Kitchen" dan
“Malaysian Kitchen to the World”

Kedua program ini dilakukan oleh Malaysia External Trade Development Corporation
(METDC) untuk mempromosikan masakan Malaysia di Australia, Amerika Serikat dan
Inggris melalui presentasi produk dan demo memasak di supermarket, food truck, food
festivals dan annual night market di Trafalgar Square, London.

Selain itu untuk meningkatkan kedatanagn wisatawan ke Malaysia yang dikenal sebagai
bangsa multi-etnis dengan sejumput promosi masakan lokal - terutama makanan
peranakan – yang merupakan sebuah penyatuan unsur Cina dan Melayu.

Edisi II Indrakarona Ketaren


83
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

v. Australia
Dikenal dengan kampanye “Vindaloo Against Violence" yang merupakan gerakan aksi
menggabungkan masyarakat imigran ke dalam budaya kontemporer Australia melalui
makanan. Terutama untuk mendorong pemahaman yang lebih baik dan mengurangi
rasisme di kalangan masyarakyat multi-etnis.

vi. Jerman
“Land of Ideas” adalah kampanye Pemerintah untuk memajukan kegiatan pariwisata di
jerman, yang berkonsentrasi untuk menampilkan efisiensi Jerman dan budaya yang
berorientasi bisnis.

vii. Indonesia
30 IKTI (Ikon Kuliner Tradisional Indonesia) & Diplomasi Soto, itulah brand power makanan
Indonesia yang pernah diangkat, tetapi implementasinya menimbulkan perdebatan dan
kritikan yang cukup panjang sehingga branding valuenya tidak maksimal.

Pertama karena kalau bicara ikon dengan pakai nama Indonesia, maka dari 30 jenis
makanan itu tidak mewakili semua suku dan subsuku yang ada di negeri ini.

Komposisi 30 ikon tradisional itu terdiri dari 22 berasal dr Pulau Jawa, 5 dari Sumatra, dan
masing-masing 1 dari Sulawesi dan Bali, serta 2 tambahan yaitu tumpeng dan nasi goreng
kampung.

Seleksi itu dianggap tidak berimbang karena banyak makanan dan minuman khas dari
daerah lain tidak masuk.

Disamping penggunaan kata "tradisional" tidak tepat karena sebagian dari 30 ikon itu ada
yang bukan tradisional aslinya. Ada yang hibrid dari proses akulturasi dan ada yang
mimikiri.

Disamping itu tumpeng bukan makanan keseharian bangsa Indonesia. Tumpeng adalah
makanan ritual masyarakat Jawa yang kurang dikenal di masyarakat non-Jawa.

Soal diplomasi soto pun memiliki kemiripan. Ada 75 jenis soto yang diangkat dengan 48
macam aneka bumbunya karena ada beberapa wilayah di Indonesia yang tidak mengenal
soto.

Niatnya cukup baik untuk mengangkat makanan Indonesia sebagai ikon nasional maupun
internasional, namun belum dirasakan memenuhi persyaratan dan kompetensi dalam
perumusannya untuk diterima semua pihak di negeri ini.

Dengan demikian nation brand power Indonesia, termasuk dalam hal ikon makanan,
sepertinya belum tergarap dengan baik. Malah untuk brand lainnya terlihat berjalan sendiri-
sendiri tanpa satu kesatuan langkah.

Ada yang mengangkat tagline “remarkable Indonesia”, ada yang mengusung slogan
“wonderful Indonesia”, demikian ada yang mempunyai tema “Invest in Remarkable
Indonesia”.

Nation branding bukan sebatas membuat logo atau menemukan tagline atau kata slogan,
tetapi reputasi positif yang memang betul-betul ditemukan dan dirasakan ketika orang
datang ke negara Indonesia

Wajar nation branding Indonesia (brand power nation) masih lemah dan kalah dari negara
tetangga.

Edisi II Indrakarona Ketaren


84
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Untuk diketahui brand power perdagangan Indonesia berada pada posisi 6,4% dan kalah
bersaing dengan Singapura yang menembus angka 10%.

Sedangkan brand power pariwisata Indonesia berada pada angka 5,2%, artinya juga masih
berada di bawah Singapura yang angkanya 8,6%.

Negara Thailand memimpin brand power pariwisata di kawasan Asia dengan angka 9,4%.
Brand power pariwisata yang paling kuat adalah Jepang, yakni dengan skor 14,8 persen
dan Australia dengan skor 12,5 persen.

Rata-rata brand power pariwisata dunia berkisar di angka 7,7%.

Menurut Anholt-GFK Roper Nation Brand Index, Indonesia yang masih di ranking 40 dari
50 negara perlu di-branding-kan menurut 6 (enam) kriteria, yakni tourism, export,
governance, investment, culture & heritage serta masyarakatnya. Culture & heritage salah
satunya adalah melalui makanan (boga) dan gastronomi (upaboga).

Atas dasar itu, perlu diketahui lebih dalam lagi apa saja kekuatan dan kelemahan Indonesia
dalam brand power, apa saja persepsi yang positif dan negatif terhadap negara ini.

Seperti diketahui, dalam membangun citra branding power Indonesia di dunia internasional,
setiap kementerian / lembaga berjalan sendiri-sendiri, baik mengenai pilihan tagline, logo,
slogan dan tema.

Untuk itu perlu dilakukan konsolidasi pada ajang-ajang promosi dan pameran di luar negeri;
sehingga lebih masif, lebih terintegrasi, dan juga memiliki dampak yang konkret, dampak
yang nyata, dan betul-betul mampu bersaing dengan negara-negara yang lain, terutama
sekali lagi di bidang investasi, perdagangan, dan pariwisata.

Nation branding ini bukan sebatas membuat logo atau menemukan tagline / slogan tapi
reputasi positif yang memang betul-betul ditemukan dan dirasakan ketika orang datang ke
negara kita, Indonesia.

Artinya, negeri ini perlu secara bersama bekerja lebih fokus dalam mewujudkan itu dan
sekaligus menjaga citra positif negara.

Kecenderungan pola hubungan internasional yang lebih mendorong people to people


contact seyogyanya disambut oleh Indonesia menjadi sebuah keunggulan baik dari sumber
daya alam maupun manusia agar Indonesia dapat menjadi champion dalam diplomasi itu.

Kepentingan dan sasaran strategis dari citra branding nation itu dapat diterjemahkan salah
satunya melalui Diplomasi Makanan (Boga).

Diplomasi Makanan (Boga) dalam arti dilakukan melalui GastroDiplomacy dengan


membangun dan mengembangkan Kota Upaboga di seluruh kota-kota yang ada di
Indonesia melalui sinergi kerjasama dengan Pemerintah Daerah bersangkutan.

g. Gastro-Diplomasi Pemerintah Amerika Serikat


Walaupun sejak tahun 1900, makanan (boga) telah menjadi media interaksi diplomasi dalam
membangun nation branding sebuah negara, namun Gastro-Diplomasi itu sendiri baru lahir di
tahun 2010-an yang diprakarsai oleh Pemerintah Amerika Serikat sebagai peranti diplomasi
White House & Kementerian Luar Negeri.

Pemerintah Amerika Serikat melansir GastroDiplomasi pada tanggal 7 September 2012 yang
dikenal dengan program “Culinary Diplomacy Partnership Initiative” (CDPI).

Edisi II Indrakarona Ketaren


85
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Instrumen diplomasi Washington ini bertujuan memperkuat hubungan bilateral di meja makan
dengan rekan mitra kerja mereka, baik itu diselenggarakan di dalam negeri maupun di
berbagai acara-acara internasional maupun di berbagai perwakilan Amerika di luar negeri.

Pada setiap acara CDPI dipilih topik internasional (multilateral), bilateral dan regional yang
akan menjadi tema diplomasi Pemerintah Amerika Serikat dengan counterparts mereka di
meja perundingan.

CDPI Pemerintah Amerika Serikat tidak hanya menampilkan makanan tetapi juga aneka seni
budaya dan keragaman yang dimiliki.

Inisiatif program CDPI diselenggarakan oleh White House & Departemen Luar Negeri Amerika
Serikat. Lebih dari 80 juru masak profesional, termasuk para master chef senior dari Gedung
Putih dan para chef executive anggota "American Chef Corps" bergabung dalam program ini.

Pemerintah mengirim anggota American Chef Corps ke seluruh kedutaan Amerika di luar
negeri untuk misi diplomasi publik dan mengajarkan tentang seni masakan & hospitality
Amerika.

h. Gastro-Diplomasi Indonesia
Pemahaman sekarang bagaimana mendayagunakan Gastronomi Diplomasi sebagai prestise
negara Indonesia di mata dunia dengan dimasukan ke dalam ranah program kerja politik para
elit politik yang berkuasa.

Isyu-isyu internasional (multilateral), bilateral dan regional yang dibicarakan dengan


counterparts melalui mekanisme diplomasi, diberi warna dengan penampilan sajian seni
masakan Nusantara.

Hidangan nasional makanan tradisional Indonesia dan kebiasaan tata cara makan bangsa ini
dapat dianggap sebagai identitas nasional bangsa, yang menyentuh semua bagian dari
sejarah, budaya, ekonomi, politik dari masyarakatnya sendiri.

Makanan tradisional bangsa ini bahkan dapat dilihat sebagai faktor kunci dalam bagaimana
kita melihat diri kita sendiri maupun orang lain, tak terkecuali dalam hubungan diplomatik.

Melalui makanan, Pemerintah Indonesia dapat memperlihatkan sifat keramah tamahan,


wibawa, kekuatan dan kelembutan diplomasi bangsanya.

Oleh karena itu, kompetensi Gastronomi Diplomasi diperlukan untuk memungkinkan elit politik
Indonesia memanfaatkan wibawa yang ada sebagai bentuk menjaga status quo kekuasaan
dan menjamin stabilitas jangka panjang politik luar negeri bebas aktif.

Mengingat akhir-akhir ini ada kepentingan untuk mengaplikasikan makanan sebagai


instrument diplomasi Indonesia, maka sebaiknya Pemerintah luncurkan program “Prakarsa
Diplomasi Kemitraan Makanan Warisan Tradisional” (Diplomacy Initiative Partnership Heritage
Traditional Food).

Kompetensi Gastronomi Diplomasi ini sebagai bentuk promosi nation branding Negara dan
bangsa Indonesia di mata dunia, yang bisa dilakukan melalui program yang disebutkan tadi di
atas.

Program “Prakarsa Diplomasi Kemitraan Makanan Warisan Tradisional” ini bertujuan


memperkuat hubungan maupun menyelesaikan isyu-isyu bilateral, multilateral dan lokal di
meja makan dengan mitra kerja (counterpart) Pemerintah Indonesia, baik itu diselenggarakan
di dalam negeri maupun di berbagai acara-acara internasional maupun di berbagai perwakilan
Indonesia di luar negeri.

Edisi II Indrakarona Ketaren


86
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Diplomacy Initiative Partnership Heritage Traditional Food ini tidak hanya menampilkan seni
masakan tetapi juga aneka ragam seni warisan tradisional budaya lainnya yang dimiliki
bangsa Indonesia (antara lain seni fashion tradisional, seni perhiasan tradisional, seni lukis,
seni tarian tradisional, seni musik tradisional, seni kerajinan tangan tradisional, seni tenun
tradisional dan lain sebagainya).

Motif utama program ini adalah untuk berperan dalam meningkatkan kemaslahatan ekonomi
rakyat Indonesia, yakni dengan menggali potensi pelaku-pelaku yang mempersiapkan dan
siapa yang menggerakan sampai tersedianya keperluan bahan baku makanan dan minuman,
antara lain para pembudidaya, petani, peternak, nelayan, pemburu hewan, koki, atau apapun
judul maupun kualifikasi mereka.

Kebhineka tunggal ika-an masakan Nusantara, sebagai makanan warisan tradisional bangsa
Indonesia itu, diolah menjadi sebagai pintu gerbang citra budaya Indonesia dan bagian penting
dari pembangunan sosio budaya-politik-ekonomi berbasis kreatifitas.

i. Prakarsa Diplomasi Kemitraan Makanan Warisan Tradisional


Contoh sederhana yang bisa dilakukan adalah dalam setiap tindakan diplomasi menampilkan
seni masakan sebagai bentuk prestise dalam melakukan lobi dan negosiasi tersebut.

Mendorong pada setiap acara kunjungan kenegaraan ke luar negeri, pimpinan delegasi
menjamu mitra kerja mereka dengan hidangan tradisional nusantara yang dipersiapkan oleh
para ahli masak yang dibawa dari Indonesia.

Hal itu juga bisa dilakukan pada saat kunjungan pejabat Pemerintah ke daerah-daerah dan
dengan menerapkan program “Prakarsa Diplomasi Kemitraan Makanan Warisan Tradisional”

Selain itu, mengajak Pemda-Pemda seluruh Indonesia ikut menerapkan program “Prakarsa
Diplomasi Kemitraan Makanan Warisan Tradisional” dengan mengangkat ikon masakan
daerah mereka.

Bahkan apabila perlu, dalam acara pilpres dan pilkada, program ini dimasukkan dalam acara
pembinaan partai politik kepada masyarakat dengan mengajak pendukungnya melakukan
makan bersama membawa masakan rumah untuk disajikan dalam acara kerja politik itu.

Untuk terselenggaranya program ini, para ahli masak Indonesia (chef profesional dan
pemasak otodidak) harus dilibat sertakan, baik yang tergabung dalam organisasi maupun non-
organisasi, ke seluruh kedutaan Indonesia di luar negeri untuk misi diplomasi publik dan
mengajarkan tentang seni masakan tradisional & hospitality dari keragaman seni budaya
bangsa Indonesia.

2. GASTRONOMI & KREATIFITAS


Ada pendapat yang mengatakan bahwa "pertumbuhan ekonomi di masa depan ada di industri
kreatif". Industri kreatif adalah kegiatan ekonomi generasi baru dalam eksploitasi tekhnologi
media, pengetahuan dan informasi. Dalam berbagai pembicaraan pelakunya kerap disebut
sebagai industriawan budaya (Hesmondhalgh 2002) atau ekonom kreatif (Howkins 2001).

Di berbagai negara, industri kreatif sedang tumbuh pesat, karena kemampuannya dalam
menambah angka lapangan pekerjaan dan produk domestik bruto (PDB).

Saat ini industri kreatif menjadi semakin penting dalam membangun perekonomian dunia.
Malah ada yang berpendapat "kreativitas manusia adalah sumber utama daya ekonomi,"
(Florida 2002) dan "industri abad kedua puluh satu akan bergantung kepada kreativitas dan
inovasi "(Landry & Bianchini 1995).

Edisi II Indrakarona Ketaren


87
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Sebelum membahas keterkaitan gastronomi dan kreatifitas, sebaiknya dipahami terlebih


dahulu mengenai apa yang dimaksud dengan kreatifitas itu sendiri, ekonomi kreatif dan
industri kreatif.

a. Kreatifitas
Kreatifitas adalah kemampuan untuk menghasilkan atau menciptakan sesuatu yang baru dan
asli. Ini berarti produk akhirnya dibuat oleh satu atau lebih dengan ide dan penemuan yang
bersifat personal, asli dan bermakna.

Dalam kata lain, kreatifitas adalah daya cipta atau inspirasi dari bakat seseorang yang semua
manusia memilikinya. Semua manusia memiliki kemampuan alami untuk menjadi kreatif tapi
tidak semua menyadari bahwa mereka bisa kreatif.

Kreatifitas manusia adalah sumber daya cipta yang hampir tak terbatas. Kreatifitas adalah
bakat inspirasi yang bisa memberi keuntungan dari sumber daya yang tak terbatas.

Setiap manusia berkreasi dalam beberapa cara. Setiap manusia memiliki potensi kreatif,
seperti berolahraga dan bernyanyi, yang ujung-ujungnya dapat berubah menjadi sesuatu yang
berharga.

Kreativitas (atau daya cipta) sering dipahami sebagai ekspresi artistik. Menurut Teresa
Amabile (1998), masyarakat cenderung mengasosiasikan kreatifitas dengan seni dan
menganggapnya sebagai ekspresi ide yang sangat asli.

Padahal ide asli bukan konsep baru dalam dunia bisnis. Dalam dunia bisnis, orisinalitas saja
tidak cukup memadai. Produk inovasi suatu ide kreatif harus sesuai, berguna dan bisa
ditindaklanjuti secara ekonomis.

Inspirasi kreatifitas dan produk dari ekspresi artistik, merupakan hasil budi daya seniman,
desainer, aktor, penyanyi dan sebagainya yang memiliki "bakat" khusus, tetapi belum tentu
menghasilkan pasar keekonomian apalagi melihat sumber daya-nya agak terbatas.

Teresa Amabile (1998) mengatakan bahwa kreativitas adalah fungsi yang terdiri dari tiga
komponen yang satu sama lain saling kondusif dalam produksi kreativitas, yakni : keahlian,
keterampilan berpikir kreatif, dan motivasi.

Keahlian menyangkut pengetahuan atau keterampilan. Sedangkan keterampilan berpikir


kreatif adalah penggunaan pengetahuan dengan cara yang asli untuk menciptakan sesuatu
yang baru atau berbeda. Motivasi menentukan apa yang akan dilakukan. Dengan keahlian dan
berpikir kreatif, orang memiliki kemampuan untuk menjadi kreatif tetapi mereka juga harus
merasa termotivasi untuk menjadi kreatif.

Kreatifitas dapat didefinisikan sebagai ekonomi kreatif yang mempunyai nilai ekonomi karena
pasokan produk dan jasa kreatifnya memiliki nilai budaya dan pengalaman dan oleh karena itu
dapat juga didefinisikan sebagai industri kreatif. Produk kreatif adalah produk nyata atau jasa
dengan nilai tak berwujud (intagible).

Kreatifitas bukanlah aset nyata, melainkan kebaikan bersama yang menjadi sumber daya tak
terbatas yang harus selalu diberi diperbarui dan dipelihara - atau dengan kata lain akan hilang
jika tidak selalu di eksplorasi.

Kreatifitas merupakan kemampuan manusia dalam pengertian sebagai kelas kreatif yang
anggotanya memiliki tugas khusus untuk menciptakan dan menjadi kreatif.

Kreatifitas masih agak baru dan bidang yang belum dijelajahi secara mendalam. Kreatifitas
bukanlah konsep baru, tetapi apa yang baru adalah konsepsi kreatifitas sebagai bakat, yang

Edisi II Indrakarona Ketaren


88
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

dapat dibudidayakan dan dipelajari seperti belajar menggunakan mesin, komputer, dll. Oleh
karena itu perlu ditelusuri konsep kreatifitas.

Jika usaha manusia muncul selalu fokus pada optimalisasi, maka fokusnya sekarang harus
mengoptimalkan kreatifitas, yaitu upaya terus menerus dalam kemampuan manusia untuk
tetap menjadi kreatif.

Dengan demikian pengertian mengintegrasikan kreatifitas dalam bisnis dan budi daya sebagai
alat strategis masih agak baru. Apalagi gagasan mengintegrasikan dan menumbuhkan
kreatifitas sebagai alat strategis, dan kemampuan bawaan manusia, juga agak baru.

Untuk memahami kreatifitas ekspresi artistik itu sebagai produksi kreatif secara bisnis, maka
perlu dieksplorasi bidang ekonomi kreatif dan industri kreatif guna memberi ruang lingkup,
kinerja dan implikasi sejarah sebagai suatu komoditas yang bisa diperjual belikan.

b. Industri Kreatif
Komoditas utama industri kreatif adalah bagaimana menciptakan manusia menjadi kreatif
dengan kreasi mereka, baik itu berbentuk produk tangible (nyata) maupun jasa yang
mempunyai nilai intangible (tidak berwujud).

Produk (tangible) maupun jasa (intangible) tersebut harus mempunyai novel (cerita), original
(asli), dan nilai artistik (berseni), yang batasan faktor itu ditentukan oleh para kritikus
profesional dan pemangku kepentingan terkait.

Ranah produksi industri kreatif hanya dihargai jika mempunyai hasil akhir (final outcome).
Artinya setiap input kreatif yang belum bisa dieksplorasi menjadi sesuatu hasil akhir, maka
potensi itu belum bisa dikatakan sebagai komoditas industri kreatif.

Produksi industri kreatif berbasis barang dan jasa pelayanan yang memliki isi yang kreatif,
yang secara luas dikaitkan dengan budaya, seni atau hiburan yang ditawarkan.

Produk akhirnya antara lain berupa seperti buku dan penerbitan majalah, seni visual, seni
pertunjukan, rekaman suara, periklanan, bioskop dan film TV, bahkan fashion, mainan dan
video game.

Industri kreatif harus dibedakan dengan industri budaya yang merupakan produksi bermakna
sosial dan kurang menekankan nilai kreatif, seperti penyiaran, film, aspek isi dari industri
internet, musik, cetak dan penerbitan elektronik, video dan permainan komputer, iklan dan
pemasaran.

Seperti juga ekonomi kreatif , industri kreatif dan industri budaya tidak saling eksklusif, karena
ada kesamaan satu sama lain dan cara kerjanya saling melengkapi. Sebuah produk industri
kreatif dapat saja memiliki nilai budaya, dan produk industri budaya dapat memiliki nilai kreatif.

Produk atau jasa industri kreatif itu tidak secara otomatis memiliki nilai budaya, karena industri
kreatif lebih peduli dengan fungsi dan produk akhir kreatifnya, sedangkan produk industri
budaya lebih peduli dengan pengaruh nilai budaya dari produk akhirnya.

Produksi industri kreatif sering menuntut keterampilan atau kerajinan, karena kedua unsur itu
membentuk dasar nyata untuk produksi. Produk industri kreatif dapat memiliki nilai tidak
berwujud (intangible) tetapi nilai itu belum tentu dianggap sebagai karya seni.

Beberapa produksi industri kreatif dapat merupakan sebuah hasil tugas yang telah ditetapkan
sebelumnya, yang kemudian diketahui dari tujuan dan maksudnya tidak bisa dikatakan
sebagai kasus seni kreatifitas.

Edisi II Indrakarona Ketaren


89
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Misalnya seorang arsitek disewa untuk merancang sebuah bangunan, tapi hasilnya kurang
kreatif karena tugasnya telah ditetapkan sebelumnya dengan tujuan dan maksud yang sudah
ada.

Rancang bangun arsitek itu adalah contoh sebuah kreativitas, karena kualitasnya yang inovatif
dan novel, tetapi mungkin tidak akan dianggap sebagai sebuah karya seni karena produk
kreatifnya berbeda dan tidak mempunyai makna simbolik yang dapat dinilai pada aspek
intangible-nya.

c. Ekonomi Kreatif
Bisnis adalah semua tentang mengoptimalkan produk akhir, terutama mengoptimalkan daya
kinerja kerja manusia.

Sebagai contoh, proses industri dimulai dari penggunaan bahan baku yang diolah secara fisik
dengan penggunaan mesin bertekhnologi menjadi sebuah produk akhir. Kinerja manusia
terletak pada teknologi intelektualnya yang menempatkan informasi dan pengetahuan sebagai
komoditas unggulan untuk proses produk akhir. Kecerdasan kreatifitas, pengalaman dan
wawasan pengetahuan manusia, adalah kunci dari keberhasilan perputaran roda industri ini.

Begitu juga proses roda produk ekonomi kreatif lahir dari rangkaian kecerdasan kreatifitas,
pengalaman dan wawasan pengetahuan manusia.

Istilah ekonomi kreatif diperkenalkan oleh John Howkins (2002). Bagi Howkins, ekonomi kreatif
adalah upaya menggabungkan kreativitas dan ekonomi untuk menciptakan nilai yang luar
biasa dengan berfokus pada kreativitas sebagai alat aktif mengalahkan kompetisi.

Menurut Howkins (2002), orang yang bekerja dengan ide-ide akan menjadi lebih kuat daripada
orang yang bekerja dengan mesin. Richard Florida mendukung gagasan Howkins, dan
mengatakan "kreativitas manusia adalah sumber daya ekonomi utama." (Florida 2003: xiii).

Ekonomi kreatif adalah sumber daya intelektual manusia yang kemampuannya dapat
dibudidayakan dan digunakan secara ekonomis. Kreativitas adalah bakat yang harus hadir di
kedua pikiran dan tindakan manusia yang dapat menjadi aset ekonomi, ketika upaya kreatif itu
menghasilkan produk atau jasa.

Kreativitas adalah produk ekonomi baru yang menciptakan nilai ekonomi dimana produk dan
jasanya memiliki aset tidak berwujud (intangible) yang harus dilindungi dengan hukum
kekayaan intelektual.

Ada 15 (lima belas) sektor ekonomi kreatif, yakni : periklanan, arsitektur, seni, kerajinan,
desain, fashion, film, musik, seni pertunjukan, penerbitan, penelitian dan pengembangan,
perangkat lunak, mainan dan permainan, TV dan radio, serta video game (John Howkins
2002).

Ada pula yang beranggapan industri pendidikan termasuk yang membentuk bagian dari
ekonomi kreatif, meskipun rujukannya belum diakui secara internasional.

Sedangkan perlindungan kreativitas dilakukan dalam hukum kekayaan intelektual, hak cipta,
paten, merek dagang dan desain.

d. Kelas Kreatif
Rekayasa yang mengolah kreatifitas sebagai sebuah kekuatan ekonomi, telah melahirkan apa
yang dikatakan Richard Florida (2003) adanya masyarakat “kelas kreatif” (the creative class),
yang saat ini mendominasi dalam menentukan pertumbukan ekonomi akibat keunggulan
kompetitif yang mereka miliki.

Edisi II Indrakarona Ketaren


90
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Perbedaan masyarakat kelas kreatif dan kelas-kelas lainnya, adalah bahwa anggota kelompok
kreatif adalah mereka yang dibayar untuk menjadi kreatif.

Tidak seperti mereka yang dibayar untuk memenuhi tugas-tugas yang telah ditetapkan. Orang-
orang di kelas kreatif memiliki keleluasaan otonomi dan dihargai pengetahuan maupun
kemampuannya untuk melaksanakan tugas-tugas kreatif mereka.

Secara ekonomi, mereka disebut sebagai profesional kreatif yang berfungsi untuk
menciptakan ide-ide baru, teknologi baru dan atau konten kreatif baru.

Para profesional kreatif ini dapat ditemukan dalam ranah profesi hukum, bisnis dan keuangan
maupun kesehatan serta bidang-bidang lainnya.

Mereka terlibat dalam pemecahan masalah yang kompleks yang melibatkan banyak penilaian
independen dan membutuhkan tingkat pendidikan yang tinggi atau modal kecerdasan manusia.

Mereka menggunakan kreatifitas sebagai sumber daya dalam memperoleh keunggulan


kompetitif, bukan karena efek novel, dan inovatif yang ditampilkan bernilai ekonomi, tetapi juga
karena memiliki nilai budaya, original, artistik, berpeluang ekspor, dan pariwisata, sehingga
mereka menjadi perhatian politik di berbagai Negara.

e. Gastronomi Dalam Industri Kreatif


Pada mulanya gastronomi tidak diakui sebagai industri kreatif karena kurangnya pengakuan
terhadap domain keahlian memasak itu sendiri. Apalagi literatur tentang gastronomi itu sendiri
sebagai industri kreatif masih agak terbatas.

Namun saat ini, salah satu industri kreatif yang sedang booming secara global adalah
gastronomi (keahlian memasak), terutama di negara-negara barat.

Meskipun gastronomi masih dianggap terlalu 'muda' untuk disebut sebagai industri kreatif,
karena baru unsur produk tangible-nya (nyata) yang memenuhi, sedangkan jasa nilai
intangible (tidak berwujud) belum tampak jelas.

Namun setelah menelaah tulisan-tulisan dari John Howkins (The Creative Economy by 2002),
Richard Florida (The Creative Class 2003) dan Richard Caves (The Creative Industries 2002),
ditemukan seni (art) dan kerajinan (craft) tidak bisa dipisahkan dalam gastronomi, walaupun
produknya berbeda dengan industri kreatifitas lainnya.

Para akademisi dan intelektual profesional menyimpulkan gastronomi tidak berbeda dari
konsepsi normal kreativitas lainnya, dimana orang-orang kreatif berkembang dengan
kebebasan dan otonomi mereka masing-masing.

Gastronomi diselenggarakan dengan cara struktural, hierarkis, berkualitas dan berketrampilan.


Gastronomi memiliki pengaruh budaya dan kesejarahan yang belum tentu dimiliki komoditas
industri kreatifitas lainnya.

Kinerja gastronomi menggunakan akal, fikiran, ide maupun kreatifitas dalam mengerjakan,
mengubah ataupun membuat sesuatu menjadi lebih bermakna sehingga menghasilkan
sebuah nilai baru dari hasil pekerjaan tersebut.

Pelakunya dikategorikan sebagai kalangan kelas kreatif yang dihargai pengetahuan maupun
kemampuannya untuk melaksanakan tugas-tugas kreatif dalam mengolah seni masakan.

Kaca mata yang digunakan dalam memahami gastronomi sebagai industri kreatif adalah
dengan meletakkan keahlian memasak sebagai :
i. Scope outcome produksi kreatif (creative production) dari sisi ekonomi kreatifnya.

Edisi II Indrakarona Ketaren


91
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

ii. Kelas kreatif (creative class) dan industri kreatif (creative industries), sebelum
mengeksplorasi ruang lingkup kreativitas (input) dalam proses kreatif dan kinerjanya.

Dengan demikian kreasi-kreasi gastronomi mempunyai hasil akhir novel (cerita), original (asli),
dan nilai artistik (berseni), baik yang berbentuk tangible dan bersifat intangible.

f. Gastronomi Dalam Ekonomi Kreatif


Sejauh yang diketahui baru unsur karya "makanan" (boga) dan belum masuk ke "gastronomi".
Dua pengertian yang berbeda meskipun keduanya fokus di makanan.

Jika ada kepentingan politik untuk dimasukan, unsur pertama yang harus diangkat adalah
mencari "pemimpin kreatif" dari kalangan chef profesional dan otodidak untuk dilatih
kepemimpinannya bergaya transformasional.

Unsur kedua yang harus dilakukan mencari, mengangkat dan mempetakan seni masakan dari
setiap daerah menjadi data ensiklopedia makanan bangsa Indonesia yang kemudian
dipromosikan secara nasional maupun internasional sebagai "the Indonesian tourism
gastronomic adventures".

Dengan demikian bisa dikatakan seni keahlian makanan gastronomi adalah industri kreatif
yang memiliki nilai intrinsik, faktor sejarah, budaya, geografis, sosial dan keuangan yang oleh
karena merupakan bagian dari ekonomi kreatif.

Industri kreatif gastronomi masih berkembang dan baru 40 tahun terakhir tumbuh subur di
belahan dunia barat meskipun strukturnya telah lahir 200 tahun silam. Studi tentang
kepemimpinan kreatif itu sendiri juga masih relatif baru. Namun perlu dicatat elemen penting
dari kepemimpinan kreatif adalah adanya motif dan sifat gairah, imajinatif, visi, kepercayaan,
integrasi, transformasi, kreatif, warisan, pengetahuan baru, mitos, energi, refleksi,
keseimbangan dan paradoks.

Bila ditinjau dari sisi ekonomi kreatif, belum banyak kajian yang memasukkan boga (makanan)
ke dalam sektor ini karena pada dasarnya makanan merupakan kebutuhan dasar manusia
yang sudah ada sejak lama. Produk makanan pada umumnya masih masuk ke dalam sektor
industri boga ataupun industri penyediaannya, tanpa adanya penekanan bahwa produk
makanan (boga) merupakan produk kreatif.

Negara yang sudah memasukkan makanan ataupun industri yang berkaitan dengan boga dan
minuman ke dalam sektor industri kreatif di antaranya adalah Italia dan Amerika Serikat.
Umpamanya Italia memasukan food and wine industry ke dalam industri kreatif karena produk
makanan seperti keju, daging olahan, dan wine merupakan produk budaya mereka dan hal
tersebut tidak bisa dilepaskan dari kreativitas apabila ingin terus lestari dan berkembang.

Amerika Serikat memasukkan subsektor makanan (culinary arts) ke dalam industri kreatif
dengan pertimbangan bahwa mereka memiliki kekayaan dan keunikan dalam bidang tersebut.
Selain itu, dunia makanan dianggap memiliki perkembangan yang baik dalam hal penciptaan
kreasi baru yang ditandai dengan maraknya kemunculan restoran yang menyajikan kreasi
menu baru.

Dari sini terlihat praktik memasak dalam konteks ekonomi kreatif merupakan sebuah kegiatan
persiapan boga yang menekankan aspek estetika dan kreativitas sebagai unsur terpenting
dalam memberikan nilai tambah pada suatu produk makanan yang mampu meningkatkan
harga jual, walaupun tidak seluruh kegiatan yang berkaitan dengan boga masuk ke dalam
area makanan pada industri kreatif.

Makanan saat ini tidak lagi hanya sebatas produk pemuas kebutuhan dasar manusia. Ada
unsur lain yang dicari oleh konsumen saat mengonsumsi sebuah sajian boga. Masakan yang
memiliki unsur budaya asli suatu daerah dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk

Edisi II Indrakarona Ketaren


92
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

datang mengunjungi daerah tersebut. Masakan yang menggunakan kreativitas dapat


menghasilkan olahan makanan yang memiliki cita rasa lezat dan juga memberikan
pengalaman tersendiri saat menyantapnya, sehingga menjadikan makanan (boga) sebagai
komoditas yang menarik untuk dikembangkan.

Dengan demikian bisa dikatakan memasak adalah kegiatan persiapan, pengolahan, penyajian
produk boga yang menjadikan unsur kreativitas, estetika, tradisi, dan / atau kearifan lokal;
sebagai elemen terpenting dalam meningkatkan cita rasa dan nilai produk tersebut, untuk
menarik daya beli dan memberikan pengalaman bagi penikmatnya.

Disamping itu dunia makanan tidak lepas dari nilai tradisi dan kearifan lokal suatu daerah
karena makanan, terutama di Indonesia, merupakan salah satu warisan budaya. Untuk
meningkatkan daya tarik konsumen, diperlukan sebuah kreativitas sehingga tercipta produk
makanan yang menarik dan berkualitas.

Meskipun Indonesia belum memasukan seni upaboga (gastronomi) sebagai elemen penting
dalam industri ekonomi kreatif dan industri pariwisata, hendaknya perlu dicatat secara alamiah
gastronomi itu sudah berjalan dengan sendirinya meskipun dikatakan sebatas sebagai kata
"kuliner" yang seharus disebut sebagai kata "boga" (makanan).

g. Gastronomi & Pemangku Kepentingan


Tahun 1998, gastronomi belum termasuk dalam koridor peta kegiatan industri kreatif dari
Kementerian Kebudayaan, Media & Olah Raga di Inggris. Bahkan, seni masakan tidak
termasuk dalam salah satu dari enam model kunci yang digunakan Kementerian Britania Raya
itu secara global untuk mengidentifikasi konstituen dari industri kreatif (Throsby, 2007).

Sedangkan di Perancis, Spanyol, Italia & Rusia sejak awal tahun 1970-an - seni masakan
merupakan prioritas utama dari industri ekonomi kreatif karena disadari pengelolaannya
memberi sumbangsih yang cukup signifikan terhadap produk domestik bruto dan membuka
lapangan kerja baru di negara-negara ini dengan kemunculan berbagai tempat makan dan
minum di berbagai kota.

Memasuki tahun 2000, hampir semua negara-negara di Europa Barat dan benua Amerika,
menekankan keahlian memasak dari gastronomi merupakan bagian terpenting dari industri
ekonomi kreatif masa depan negara mereka.

Kebijakan ini terlebih dirasakan dengan hadirnya gerakan gaya seni masakan Nouvelle
Cuisine & Haute Cuisine dari sejumlah referensi chef berpengaruh dan terkenal yang
menampilkan konsistensi avant-garde cuisine.

Sejak itu, seni masakan gastronomi sudah mendarah daging dalam kebangkitan kreativitas
dalam industri budaya masyarakat barat, bahkan produknya sudah sampai pada peringkat
diekspor ke luar negeri (Lubow, 2003).

Di Amerika Serikat sendiri, industri kreatif seni masakan gastronomi lebih pragmatis dan sudah
dinyatakan sebagai dogma yang mendarah daging dalam pemahaman kreatifitas bangsa ini
sehingga masuk dalam klasifikasi hak cipta intelektual yang dilindungi.

John Howkins (2007) mendefinisikan dua makna utama kreatifitas dalam seni masakan
gastronomi yakni :
i. Memberi karakter baru untuk sesuatu (giving a new character to something)
ii. Menciptakan sesuatu dari ketiadaan (creating something from nothing)

Dalam seni memasak, bahan baku yang dipakai dipilih secara hati-hati, disiapkan,
dikombinasikan dan diubah menjadi cita rasa baru dan bernilai bagi konsumen.

Edisi II Indrakarona Ketaren


93
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Selain itu, chef memberi makna untuk makanan yang disajikan, bermain di ingatan konsumen
dan / atau memberikan narasi untuk dikonsumsi.

Dapat dikatakan karya seni masakan gastronomi adalah kreatifitas dari sesuatu keahlian
industri yang eksklusif, unik dan tidak bisa diragukan. Selain di dalamnya ada estetika, tradisi,
dan kearifan lokal.

Kreativitas yang dimaksud adalah aspek ide baru yang dapat memberikan nilai tambah pada
sebuah boga. Kreativitas ini dapat tertuang melalui kreasi resep, kreasi cara pengolahan, dan
kreasi cara penyajian.

Proses kreativitas tidak harus selalu menghasilkan sesuatu yang 100% baru, namun bisa
berupa pengembangan dari sesuatu yang sudah ada sehingga memiliki nilai jual yang lebih
tinggi dan lebih menarik di pasar.

Estetika yang dimaksud adalah aspek tampilan dari sebuah boga yang ditata dengan
memperhatikan unsur keindahan sehingga menjadikan produk makanan tersebut memiliki nilai
lebih dan mampu menggugah selera konsumen untuk menikmatinya. Contohnya adalah
menyajikan masakan tradisional khas suatu daerah menjadi lebih modern.

Tradisi yang dimaksud adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian
dari kehidupan suatu kelompok masyarakat yang berkaitan dengan kebiasaan dalam
mengolah dan mengonsumsi boganya. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya
informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan, karena tanpa
adanya proses ini, suatu tradisi dapat punah. Unsur tradisi ini sangat penting dalam menjaga
warisan budaya boga Indonesia.

Kearifan lokal yang dimaksud adalah identitas suatu daerah berupa kebenaran yang telah
tertanam dalam suatu daerah. Secara konseptual, kearifan lokal dan keunggulan lokal
merupakan kebijaksanaan manusia yang bersandar pada filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara,
dan perilaku yang melembaga secara tradisional. Berkaitan dengan boga, kearifan lokal akan
membentuk karakter makanan suatu daerah yang harus mampu diangkat dan dikenalkan
kepada masyarakat luas.

h. Pemimpin Kreatif Gastronomi


Bernard Bass (1990) mengatakan ada dua bentuk utama gaya kepemimpinan, yakni :
i. Kepemimpinan Transaksional yakni gaya kepemimpinan yang mana untuk mencapai
tujuan kelompok memasukkan unsur transaksi kepada kelompok/karyawannya
(seperti kenaikan gaji, pengakuan dan kemajuan dalam pertukaran untuk kinerja yang
baik atau hukuman dan tindakan disiplin untuk kinerja yang buruk).
ii. Kepemimpinan Transformasional yakni gaya kepemimpinan yang mana untuk
mencapai tujuan kelompok/karyawan memperluas dan meningkatkan keterlibatan
dengan jelas dan mengkomunikasikan tujuan untuk mendapatkan penerimaan dengan
memotivasi melihat melampaui kepentingan pribadi demi kepentingan seluruh
kelompok/karyawan.

Dalam industri kreatif, gaya kepemimpinan transformasional sangat cocok dan kondusif bagi
pengembangan kelompok/karyawannya, karena ketrampilan diri chef mampu memainkan
'variabel kontekstual' untuk mempromosikan dan menjaga kreatifitas individu dan
kelompok/karyawannya dalam struktur organisasi.

Seorang chef harus mampu memamerkan keterampilan yang karismatiknya dengan


memaksimalkan komitmen dan kepercayaan kepada kelompok/karyawannya. Mereka harus
mencapai tujuan ini dengan menanamkan kepercayaan dan keyakinan kepada
kelompok/karyawannya melalui komunikasi yang intensif guna mencapai tujuan bersama
supaya masing-masing merasa berkontribusi secara maksimal. (Balazs, 2002).

Edisi II Indrakarona Ketaren


94
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Pemimpin transformasional membantu pertumbuhan kelompok/karyawannya, mendengar


lebih banyak dan mempertimbangkan lebih luas dalam menghadapi tantangan yang harus
diselesaikan. Harus ada rasa "generativity" yang mendalam untuk mengembangkan generasi
berikutnya. Harus mempunyai kepemimpinan yang konstruktif dan berteladan, mampu
mengambil peran kebapakan, bertindak sebagai seorang mentor dan senang mentransfer
pengetahuannya kepada bawahan. Seorang chef membantu kelompok/karyawannya
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dan mengikat mereka dengan aspirasi pribadi dan
karir berjenjang.

Dalam interaksi seni memasak Nouvelle Cuisine & Haute Cuisine sangat diperlukan gaya
kepemimpinan transformasional ini, dalam arti chef memainkan peran dominan sebagai
pemimpin kreatif. Dalam rangka untuk tetap berada di peringkat papan atas, seorang
chef harus memiliki tim yang terbaik. Apa yang membedakan pemimpin dan
kelompok/karyawannya dari yang lain adalah bahwa chef harus mampu membangun
kelompok/karyawannya sebagai satu keluarga besar dan yang terbaik (Ferran Adria of elBulli,
di Oppenheim 2003)

Ucapan karismatik ini khas dari master chef Ferran Adria of elBulli. Bagi Adria, chef adalah
"aktor seniman yang kreatif dan berdisiplin, seorang yang terpelajar yang tergairah memajukan
pengetahuan seni memasak kepada orang lain, melebihi dari keinginannya mendapatkan
pujian dan reputasi. Chef, bagi Adria, adalah seseorang yang inklusif, bukan eksklusif dalam
membangun identitasnya, sehingga bisa dikenal reputasi keahliannya secara keseluruhan
(Svejenova et al, 2006).

i. Ruang Lingkup Boga Dalam Ekonomi Kreatif


Ruang lingkup boga dalam ekonomi kreatif mencakup usaha makanan non-kreatif dan
makanan kreatif yang berakar dari industri pertanian dan industri makanan. Cakupan itu
terbagi dalam empat kategori usaha, yaitu:
• Jasa penyedia makanan / restoran (cepat saji & menu tetap) / jasa boga
• Toko roti
• Toko olahan gula / permen / coklat
• Toko produk makanan spesial atau standar lainnya

Pada umumnya industri makanan didefinisikan lebih ke arah pelayanan makanan


(foodservice) terhadap kemampuan dan keahlian, seperti memasak berbagai menu makanan
yang dilakukan di dapur dan kemudian menyajikannya di sebuah piring dengan penataan yang
menggugah selera.

Selain foodservice, industri makanan berkembang juga ke pola specialty foods yakni produk
makanan hasil olahan atau kemasan yang sebagian ada yang menggunakan bahan organik
atau bahan baku khas dari suatu daerah yang kemudian dikemas secara menarik. Nilai
budaya dan konten lokal suatu daerah juga menjadi salah satu sumber keunikan produk jenis
ini, seperti oleh-oleh makanan khas suatu daerah.

Dengan demikian ruang lingkup boga dalam ekonomi kreatif dibagi ke dalam dua jenis yang
prspeknya ditinjau dari hasil akhir yang ditawarkan, yakni jasa makanan (foodservice) dan
barang makanan (specialty foods).

Jasa makanan adalah jasa penyediaan boga di luar rumah, yaitu usaha restoran dan usaha
jasa boga. Restoran adalah tempat penyedia makanan dan minuman di mana konsumen
datang berkunjung, sedangkan jasa boga adalah penyedia makanan dan minuman yang
mendatangi lokasi konsumen.

Barang makanan adalah produk pengolahan makanan dan minuman yang pada umumnya
berupa produk dalam kemasan. Produk ini berbeda dengan dan memiliki keunikan tersendiri
dibandingkan barang olahan makanan dan minuman reguler. Nilai budaya dan konten lokal

Edisi II Indrakarona Ketaren


95
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

suatu daerah menjadi salah satu sumber keunikan tersendiri tersebut, seperti oleh-oleh
makanan khas suatu daerah.

3. GASTRONOMI & PARIWISATA


Makanan dan Pariwisata: Apa hubungannya ?
Makan merupakan aspek integral dari pengalaman atraksi wisata. Hampir semua wisatawan
makan. Wisata makan adalah bagian favorit dari rekreasi pariwisata, karena makanan adalah
wakil dari budaya. Melalui makanan, motif wisatawan dibangun untuk mencintai budaya
makan dan obyek wisata setempat.

Makanan merupakan sarana penting untuk mengenal budaya masyarakat lain yang
memungkinkan seorang tidak hanya mempelajari intelektual budaya dari makannya, tetapi
juga cita rasa dan sensorik yang ada di dalam makanan itu sendiri. (Long, 1998).

Makanan dan pariwisata memainkan peran penting dalam pertumbuhan ekonomi dan
pelestarian budaya. Makanan adalah bagian dari budaya yang juga elemen utama dari
warisan “global intangible heritage” yang menjadi daya tarik wisatawan.

Hubungan antara makanan dan pariwisata merupakan platform pengembangan ekonomi


masyarakat lokal serta pengalamannya membantu masyarakat mengangkat pemasaran
budaya lokal setempat (Hjalager dan Richards, 2002; OECD, 2009).

Makanan sangat penting, tidak hanya untuk kelangsungan hidup dan pembangunan daerah,
tetapi juga untuk memberikan dasar bagi pengembangan industri kreatif, dimana di dalamnya
masyarakat berinovasi dan mengembangkan konsep layanan baru.

Pengalaman pariwisata dan budaya makanan di seluruh dunia merupakan sumber yang kaya
akan keanekaragaman budaya, ekonomi dan sosial.

Dalam beberapa tahun terakhir keterkaitan antara makanan dan pariwisata semakin banyak
dibicarakan orang, khususnya wisata upaboga (gastronomi) yang semakin berkembang
mendekati kenyamanan yang sudah terbiasa dengan pelayanan wisata boga (makanan).

Mengapa wisatawan mencari makanan ala gastronomi ?

Mengapa makanan inovatif dari keahlian memasak gastronomi yang buat wisatawan tertarik
datang ?

Mengapa bukan makanan tradisional (otentik / real) dari daerah yang dicari wisatawan ?

Jawabannya karena ada "BUDAYA" yang membuat wisatawan lebih tertarik melakukan wisata
upaboga (gastronomi) dibanding perhatian mereka selama ini tertuju kepada wisata boga
(makanan) yang tidak memberi makna sejarah dan budaya apa-apa terhadap makanan yang
dinikmati.

Disamping itu makanan menjadi salah satu elemen penting dalam dunia pariwisata, mengingat
wisatawan menjadi salah satu pasar utama untuk bisnis masakan lokal (Dodd, 2011; Hjalager
dan Richards, 2002 ).

UNESCO pada tahun 2012 menyatakan keahlian memasak ala gastronomi merupakan
warisan budaya intangible bangsa-bangsa di dunia yang di dalamnya memiliki elemen cerita
sejarah dan budaya yang sangat kaya. Di dalamnya ada kisah dimana ahli masak
mempersiapkan makanan dan berbicara tentang makanan itu sendiri.

Adalah negara Perancis yang mempelopori pertama kali wisata upaboga (gastronomi) yang
kemudian model itu diikuti negara-negara lain seperti Portugal, Belanda, Jerman, Itali, Spanyol,
negara-negara Skandinavia, Peru, Meksiko, dan sebagainya.

Edisi II Indrakarona Ketaren


96
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

"DNA suatu bangsa ditentukan melalui seni makanannya", begitu dikatakan gastrostars seperti
Ferran Adria atau Rene Redzepi. Inovasi terhadap masakan tradisional yang otentik memberi
inspirasi dan kreatifitas terhadap keaslian dunia masakan gastronomi.

Oleh karena itu, Indonesia perlu mempertimbangkan pendekatan wisata upaboga (gastronomi)
di masa depan agar kontribusi pertumbuhan dunia pariwisata bisa meningkat signifikan.
Pemerintah perlu mendalami dan membuka lembaran catatan dari kisah-kisah seni keahlian
memasak daerah dengan melakukan :
i. Keterkaitan antara seni keahlian memasak yang tradisional dan inovasi
ii. Mengorganisir atraksi keahlian memasak daerah ala wisata upaboga
iii. Mensinergikan makanan, seni keahlian memasak, budaya dan pariwisata
iv. Pengembangan model bisnis wisata upaboga dalam seni keahlian memasak
v. Kontribusi dari sektor budaya, kreatif dan artistik dalam mengembangkan wisata
upaboga

a. Wisata Kreatif
Obyek warisan (heritage) telah lama menjadi andalan pengembangan wisata dunia. Sebagai
bagian dari budaya wisata, diperkirakan obyek heritage menyumbang sekitar 40% dari semua
tujuan pariwisata internasional (Richards, 2007).

Praktisi pariwisata mengakui objek heritage berkembang sedemikian rupa mengingat di


dalamnya selain menyangkut warisan tangible menceritakan sisi intangible, seperti fitur
budaya populer, tradisional dan seni keahlian memasak (Du Cros, 2013).

Eurobarometer yang melakukan survey pada tahun 2014, mencatat unsur budaya merupakan
alasan utama orang-orang Eropa pergi berlibur pada tahun 2013, meskipun dengan tingkat
motivasi budaya yang bervariasi, yang mana di dalamnya meliputi antara lain fitur agama /
kerohanian, seni keahlian memasak, seni dan kerajinan.

Tidak mengherankan banyak tujuan wisata saat ini menempatkan obyek warisan (heritage)
dan wisata budaya (cultural tourism) sebagai pusat program pembangunan dan
pengembangan kepariwisataan mereka.

Selain itu dengan kemunculan gaya wisata postmodern saat ini, kalangan masyarakat barat
mengubah persepsi mereka terhadap warisan budaya dari yang sebelumnya hanya melihat
sisa-sisa fisik warisan budaya di museum atau monumen, menjadi ingin mengetahui fitur
sejarah dan interpretasi dari heritage, termasuk mengenai visi intangible dari budaya itu sendiri.

Akibatnya ketertarikan kembali melihat pesona budaya masa lalu dari sisi tradisional semakin
banyak dituntut oleh kalangan wisatawan saat ini.

Pariwisata postmodern menekankan elemen ‘re-enchanting the world’ untuk mencari jawaban
mengenai budaya warisan tradisional (adat istiadat & cara hidup maupun lainnya).

Sebagai contoh 'dari mana makanan itu berasal & apa pesan maupun cerita dibelakang
kerajinan tradisional itu’. Kesadaran ini telah mengubah wajah pariwisata budaya secara
signifikan.

Perlu diketahui unsur tradisi dalam pariwisata postmodern ditempatkan terakhir pada daftar
aspek potensi menarik kunjungan wisatawan. Budaya dan warisan merupakan aspek utama
yang sangat penting dari motivasi wisatawan datang ke tempat berlibur.

Perubahan yang terjadi dalam wisata ala postmodern menyebabkan produk budaya dan
warisan menjadi perhatian utama sebagai sumber inovasi pemasaran. Inovasi ini disebut
sebagai proses kreatif, yang dalam bahasa sederhananya disebut sebagai ‘wisata kreatif’.

Edisi II Indrakarona Ketaren


97
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Keuntungan utama wisata kreatif adalah keunikannya dalam menyediakan sarana baru yang
membedakan dari para pesaing lainnya, yakni produk budaya dan warisan tradisional. Kedua
unsur ini penting karena kreatifitas adalah keterampilan yang selalu dihargai dalam
masyarakat yang berpariwisata.

Wisata kreatif menawarkan wisatawan kesempatan mengembangkan potensi kreatif mereka


melalui partisipasi aktif dalam program belajar untuk mendapat pengalaman yang merupakan
ciri khas tujuan kedatangan mereka.

Wisata kreatif memiliki potensi menarik keterampilan lokal, keahlian dan tradisi dari berbagai
daerah. Misalnya, turis ingin mempelajari tentang seni dan kerajinan, desain, seni memasak,
menenun, alam, musik, tarian, bahasa, permainan tradisional dan sebagainya.

Wisata kreatif juga memiliki kemampuan potensial dalam menggabungkan berbagai fitur
budaya, antara lain budaya tradisional, budaya seni, budaya sejarah, budaya populer, budaya
kontemporer dan budaya massa. Selain itu pariwisata jenis ini sering bergantung pada
pelestarian dan konservasi budaya warisan.

Ada sejumlah alasan mengapa wisata kreatif dapat meningkatkan pariwisata budaya
(Richards, 2002) antara lain
• Mudah menciptakan nilai lebih karena kelangkaannya
• Dapat melakukan inovasi keunggulan produk baru yang relatif cepat
• Bersifat mobile karena pertunjukan seni dan karya seni dapat diselenggarakan dan
dibuat hampir di mana saja, tanpa perlu infrastruktur khusus
• Kreatifitas adalah suatu proses yang sumber daya kreatifitasnya baru dan
berkelanjutan serta tidak terdegradasi.

Salah satu bagian penting dari wisata kreatif adalah seni keahlian memasak yang memiliki
bentuk tangible dan sifat intangible terhadap novel (cerita), original (asli), dan nilai artistiknya
(berseni). Keahlian memasak masuk dalam kategori industri kreatif yang aplikasinya dilakukan
melalui ekonomi kreatif.

Seni keahlian ini disebut sebagai gastronomi yang mempunyai potensi pariwisata di masa
depan sebagai suatu bentuk nyata dari warisan dunia (Richards, 2012).

UNWTO dan OECD merilis laporan mengenai hubungan antara pariwisata dan keahlian
memasak (gastronomi) dimana menemukan makanan memberikan dasar untuk pengalaman
wisatawan antara lain (Richards, 2012) :
• Menghubungkan budaya dan pariwisata
• Mengembangkan pengalaman makan
• Memproduksi makanan khas
• Mengembangkan infrastruktur penting untuk produksi pangan dan konsumsi
• Mendukung budaya lokal
• Makanan juga dapat memberikan dasar dari kegiatan branding dan pemasaran,
termasuk kemitraan antara produsen makanan, restoran dan industri pariwisata
• Menetapkan standar untuk makanan lokal
• Menekankan daya tarik gaya hidup yang berhubungan dengan keahlian dan
identifikasi memasak
• Mengembangkan restoran khusus

Atraksi gastronomi telah lama diabaikan sebagai kebutuhan dasar bagi wisatawan budaya.
Namun dalam dekade terakhir gambaran ini telah berubah secara substansial, seperti yang
diperlihatkan dalam wisata kreatif yang diangkat dari keahlian memasak para 'gastrostars'
seperti Ferran Adria, Joan Roca dan Carme Ruscallera.

Gastronomi telah menjadi salah satu atraksi yang paling menarik dan terkemuka dalam daftar
pemasaran wisata kreatif masyarakat barat.

Edisi II Indrakarona Ketaren


98
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Fakta bahwa gastronomi membantu memperkuat identitas lokal dan regional juga merupakan
poin penting untuk pengembangan wisata kreatif. Turis sering mencari beberapa jenis
kekhususan regional atau 'keaslian budaya' dari tempat tujuan, yang mana salah satunya bisa
ditampilkan oleh gastronomi.

b. Gastronomi Sebagai Identitas Dalam Mengembangkan Pariwisata


Makanan memiliki peran yang sangat penting dalam pengembangan jasa pariwisata, karena
sering terjadi 30% atau lebih dari pengeluaran wisatawan diperuntukkan untuk makanan yang
merupakan bisnis lokal masyarakat setempat.

Mengintegrasikan budaya makanan dalam paket pariwisata dapat membantu meringankan


kemiskinan. Ini merupakan suatu strategi pembangunan ekonomi untuk mendorong wisatawan
berhenti, menghabiskan dan tinggal lebih lama di suatu lokasi kunjungan wisata.

Turis semakin mencari identitas lokal, yang otentik dan novel dari tempat-tempat yang mereka
kunjungi. Salah satunya melalui pengalaman makanan yang menjadi elemen khas brand
image tradisi budaya setempat.

Wisatawan umumnya mengunjungi suatu negara melalui versi yang disesuaikan, yakni untuk
wisata sajian masakan. Kedatangan wisatawan adalah untuk mencari perbedaan dalam
karakteristik "scapes” masyarakat setempat yang menyatukan budaya lokal, kreativitas dan
makanan. Keaslian dan lokalitas dari pengalaman makanan yang di dapatkan merupakan
artefak dari rute masa lalu ke masa depan.

Konsumsi wisatawan akan makanan merupakan kontribusi terbesar untuk restoran lokal,
warung / kedai makan, penjaja makanan jalanan dan industri makanan. Pentingnya masakan
lokal, dicatat dalam survey Torres dimana 46% makanan yang dikonsumsi para wisatawan
asing adalah masakan lokal, sedangkan pengeluaran harian pada makanan lokal oleh turis
adalah lima kali lebih besar dari rata-rata masyarakat setempat (Torres, 2002).

Dengan semakin meningkatnya persaingan pariwisata secara global, semakin penting


tampilan produk budaya lokal baru dalam menarik lebih banyak wisatawan. Selama ini
andalan utama pariwisata negara-negara berkembang hanya keunggulan terhadap keindahan
alam, peninggalan budaya arsitektur kuno, seni kerajinan tangan, seni pakaian tradisional,
maupun acara-acara adat lengkap dengan seni tarian tradisionalnya.

Ada produk lokal lain yang jarang disentuh, yang salah satunya adalah budaya gastronomi.
Produk ini mempunyai peran sangat signifikan dan strategis, tidak hanya karena makanan
memberi pengalaman sensorik bagi wisatawan, tetapi juga karena seni keahlian memasak
telah menjadi sumber penting dari pembentukan identitas masyarakat post-modern.

Semakin banyak pengalaman ‘we are what we eat’, semakin mendalam ketajaman
mengetahui seni masakan setempat, bukan hanya dalam arti fisik, tetapi juga karena mampu
mengidentifikasi jenis tertentu dari makanan yang dinikmati. Di negara barat gastronomi telah
berkembang menjadi pilihan utama wisatawan yang memotivasi perjalanan ke suatu negara.

Di bawah ini akan disampaikan hubungan antara seni budaya lokal gastronomi dengan
perilaku pariwisata hasil pembicaraan dalam konferensi ATLAS Tourism and Gastronomy
Group di Lisbon, Portugal bulan September 2015.

Bagi wisatawan dari negara-negara Skandinavia, Belanda, Jerman dan Inggris, menikmati
seni masakan lokal ala gastronomi adalah acara liburan yang paling penting kedua setelah
menikmati keindahan alam. Di negara seperti Portugal seni masakan ala gastronomi jauh lebih
bermakna dibanding obyek wisata lainnya, dimana lebih dari 40% wisatawan asing
mengatakan sensorik gastronomi merupakan pengalaman yang tidak bisa dilupakan sama

Edisi II Indrakarona Ketaren


99
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

sekali. Angka ini lebih rendah dibanding pariwisata di Perancis, Spanyol dan Italia yang masih
di atas 45% untuk semua jenis wisatawan.

Minat wisatawan barat terhadap masakan lokal ala gastronomi tampaknya semakin tinggi dan
umumnya hasrat itu terpulang dari kelompok usia wisatawan yang datang. Wisatawan yang
berusia 50 atau lebih tua memiliki tingkat tertinggi terhadap masakan lokal ala gastronomi.
Angka itu berkisar di 52%, apalagi bagi mereka khususnya yang datang tanpa membawa
sanak keluarga. Sedangkan bagi wisatawan yang berusia 30 - 48 tahun berkisar di angka 32%.
Bagi anak-anak, masakan lokal masih belum menjadi pilihan utama dan angka itu masih
berkisar 16%.

Data ini didapat dari hasil random acak dengan tidak melihat perbedaan yang signifikan
terhadap tingkat pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan atau status. Namun yang pasti semakin
tinggi strata ekonomi kelompok wisatawan, semakin besar minat mereka mendapatkan
pelayanan yang baik terhadap kenikmatan budaya masakan lokal.

Selain mendapatkan kenikmatan sensorik seni masakan ala gastronomi, ada potensi lain yang
turut memberi sumbangan kedatangan wisatawan ke suatu negara, yakni ketersediaan produk
souvenir khas gastronomi. Penelitian yang dilakukan EUROTEX dalam proyek kerajinan
pariwisata di Yunani, Finlandia dan Portugal (Richards, 1999) menunjukkan bahwa 84%
wisatawan asing membeli souvenir makanan atau minuman untuk dibawa pulang.

Produk souvenir ini sangat penting sebagai cendera buah tangan karena relatif murah dan
mudah untuk dibawa. EUROTEX menyatakan souvenir khas gastronomi memiliki nilai yang
sangat tinggi. 45% wisatawan menyatakan souvenir yang mereka beli sangat berguna.

Dengan demikian, seni masakan ala gastronomi merupakan pilihan utama masyarakat barat
dalam melakukan wisata. Gastronomi menjadi pilihan dari liburan mereka dalam mencari
kemewahan dan kenyamanan ke suatu negara. Tidak heran, "gastronomic tourism" selalu
didengungkan negara-negara di Eropa dan Amerika dalam paket promosi kepariwisataan
mereka.

Bagi masyarakat barat, daya tarik gastronomi memberi nuansa kenikmatan terhadap seni
masakan lokal dari perjalanan yang dilakukan. Disini terlihat ada korelasi yang kuat antara
keahlian memasak dengan mereka yang mencari kemewahan dalam kenyamanan berlibur.
Untuk itu, negara-negara barat sudah mampu mempromosikan keahlian memasak ala
gastronomi sebagai identitas wisata dari negara mereka.

c. Wisata Gastronomi
Pada prinsipnya semua wisatawan harus makan dengan selera atau membuat makanan yang
ada menjadi perhatian khusus bagi mereka yang berkunjung.

Wisata upaboga (kata lain dari gastronomi) adalah cara untuk mengenal kota melalui
makanannya atau kata lainnya pelancong bisa menjelajahi kota yang dikunjungi melalui seni
makanan yang dimiliki masyarakat setempat.

Wisata makan ala gastronomi memberi pelawat sudut pandang baru, selain diperkenalkan
dengan obyek tamasya, mereka dipertemukan dengan khazanah seni keahlian makanan lokal
yang tidak pernah diketahui sebelumnya.

Wisata upaboga menjadi gaya baru dalam dunia pawisata masyarakat barat yang merupakan
sebagai bagian dari pariwisata kreatif. Sudut pandang pelawat dibawa ke dunia untuk
menikmati seni makanan gastronomi selain menjelajahi obyek wisata (Crouch, 1999), bahkan
menjadi pengalaman yang tak terlupakan.

Edisi II Indrakarona Ketaren


100
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Bagi pengunjung Eropa & Amerika, wisata gastronomi menceritakan sejarah yang tersembunyi
dibalik makanan. Budaya kenapa sajian makanan lokal itu dikonsumsi masyarakat setempat
dan bagaimana metoda memasaknya (Lee, K.H.; Scott, 2015).

Wisata makan ala gastronomi sama pentingnya dengan obyek wisata seperti keindahan alam,
obyek bersejarah dan seni budaya tradisional lainnya (pakaian, kerajinan tangan maupun
tarian).

Makan ala gastronomi merupakan bagian integral dari pariwisata masyarakat barat, dimana
dampaknya memiliki efek ekonomi yang signifikan dalam rantai pasokan (supply chain)
domestik mereka.

Orientasi turis merespons presentasi upaboga dianggap keberhasilan yang tinggi, mengingat
komponen sehat dari keahlian memasak merupakan dimensi utama dalam menilai makanan
yang disajikan.

Studi pariwisata makanan telah muncul dalam beberapa dekade terakhir, dengan fokus pada
tujuan makan ala gastronomi. Wisatawan upaboga mengalami pengalaman sensorik dan
indrawi yang lengkap, terutama dari segi rasa dan kebersihan makanan (Cohen dan Avieli -
2004).

Perlu diketahui ada tiga jenis pelancong yang melakukan wisata yakni :
• Turis sehat-budaya
• Turis wisata budaya
• Turis wisata umum.

Klasifikasi turis sehat-budaya selalu menjadikan menu makanan ala gastronomi sebagai
bagian dari kepuasan perjalanan mereka dalam mempelajari identitas budaya masyarakat
setempat (Lee, K.H.; Scott, 2015).

Melalui makanan, wisatawan sehat-budaya terlibat dengan lingkungan dimana kunjungan


berlangsung, mengingat keahlian memasak gastronomi adalah bagian dari sejarah budaya,
sosial dan ekonomi dari negara dan rakyat yang mereka kunjungi.

Wisata makan ala gastronomi mencerminkan gaya hidup masyarakat dari wilayah geografis
yang berbeda dalam memperkuat tradisi dan modernitas kota yang dikunjungi, karena seni
keahlian memasak adalah sesuatu yang berakar pada budaya dan tradisi masyarakat
setempat. (Mitchell, R, 2006).

Oleh karena itu, makanan lokal ala gastronomi bisa memberikan nilai tambah kepada destinasi
kota wisata dan dapat berkontribusi dalam daya saing daerah geografis yang dikunjungi.

Banyak peneliti menganjurkan setiap negara / wilayah / kota harus mempromosikan makanan
sebagai daya tarik kegiatan dari sebagian besar wisatawan. Keahlian memasak gastronomi
melibatkan pertukaran pengetahuan dan informasi tentang orang-orang setempat, budaya,
tradisi dan identitas lokal yang dikunjungi (Ignatov, E & Smith, S., 2006).

Wisata makan ala gastronomi bersinergi dengan pariwisata melaui empat aspek (Tikkanen,
2007) :
i. Sebagai daya tarik untuk mempromosikan destinasi wisata.
ii. Sebagai komponen produk dimana gastronomi (atau upaboga) menggali rute
konstruksi desain makanan (oenological)
iii. Sebagai pengalaman baru dalam menyikapi cita rasa makanan yang berbeda
iv. Sebagai fenomena budaya yang didasarkan pada kenikmatan seni makanan yang
baru

Edisi II Indrakarona Ketaren


101
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

d. Kepentingan Wisata Makan Ala Gastronomi


Michael Symons dalam bukunya 'Gastronomic Authenticity and Sense of Place' (1999)
mengatakan bahwa : "Masakan adalah ruang lingkup kerja gastronomi yang juga tercakup di
dalamnya mengenai pariwisata. Kajian gastronomi (keahlian memasak) membantu
masyarakat memahami tentang esensi tata boga (seni mengolah masakan) dalam kaitannya
dengan pariwisata.

Sedangkan menurut Moulin, C., dalam bukunya berjudul "Gastronomy and Tourism" (2000)
mengatakan : Gastronomi secara umum masih kurang mendapat peringkat (under-rated),
kurang terwakili (under-represented) dan kurang dihargai (under-valued) dalam dunia
pariwisata.

Sebagian besar pelaku bisnis perhotelan (hoteliers) dan pengusaha industri restaurant
(restaurateur), termasuk para pemangku otoritas kepentingan pariwisata (pemerintah), masih
mengabaikan hubungan antara gastronomi dan pariwisata. Padahal gastronomi memberi
petunjuk, bimbingan, standard dan prinsip-prinsip terbaru yang diperlukan dalam menyediakan
atau mempersiapkan bahan-bahan baku yang bisa diubah menjadi menu makanan di atas
meja.

Lebih lanjut Moulin berpendapat, di saat tata boga (seni mengolah masakan) konvensional
menjadi jenuh dan kurang punya daya tarik, disitu arus wisatawan akan menurun. Tatkala itu
terjadi, gastronomi punya peran yang justru bisa meningkatkan kembali aliran wisata, dengan
mengubah pola penampilan berbagai ragam macam masakan daerah menjadi lebih menarik.

Pariwisata identik dengan hoteliers dan restaurateur. Tanpa wisata tidak ada bisnis perhotelan
dan industri restaurant. Bandul kerja pendulum antara ketiganya harus bisa seimbang untuk
kepentingan meningkatkan ekonomi negara yang salah satu kepiawaian itu adalah
kepandaian mengolah tata boga (seni mengolah masakan). Gastronomi adalah salah satu
kepandaian dari dunia hoteliers dan restaurateur.

Pendekatan konvensional yang meletakkan gastronomi sebatas kegiatan festival semata perlu
diubah pemikirannya, karena gastronomi bukan sebatas perayaan saja, tapi merupakan
prinsip-prinsip baru dalam penyajian seni mengolah makanan yang mempunyai nilai sejarah,
budaya, geografis dalam metoda memasaknya. Apalagi merujuk seni, musik dan tarian
sebagai "sumber daya wisata budaya' juga perlu diperlebar dengan memasukan gastronomi
sebagai salah satu acuan narasumber parawisata.

Sekian puluh tahun berbagai pendapat bermunculan menyimpulkan gastronomi seperti subjek
yang dangkal. Faktanya gastronomi tidak bisa diremehkan pentingnya dalam industri
pariwisata. Minat berwisata muncul dari salah satunya keinginan untuk menikmati makanan
yang penyajiannya harus mempunyai nilai gastronomi.

Hoteliers, restaurateur dan pemangku otoritas kepentingan pariwisata di dunia barat mulai
meletakkan gastronomi dalam urutan pertama untuk meningkatkan daya tarik wisata negara
mereka, dengan cara sajian yang dihidangkan menceritakan preferensi gastronomi bangsa
dari negara bersangkutan.

e. Wisata Gastronomi & Wisata Boga


Di bawah ini akan dijelaskan perbedaan antara wisata gastronomi dan wisata boga, yakni :
i. Wisata gastronomi (gastronomic tourism) : Wisatawan yang berkunjung didorong
faktor utamanya oleh motivasi untuk mengenal dan mempelajari sejarah &
budaya makanan setempat, selain melihat obyek alam, obyek budaya dan obyek
bersejarah.
ii. Wisata boga (culinary tourism) : Wisatawan yang berkunjung sebatas mencari
dan menikmati makanan (biasanya boga lokal dan ada kalanya non-lokal) tanpa
perlu mengenal dan mempelajarinya sejarah & budaya. Bagi pelancong obyek
alam, obyek budaya dan obyek bersejarah, bukan opsi utama dari kunjungan.

Edisi II Indrakarona Ketaren


102
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Contoh wisata gastronomi adalah Bali dan Yogyakarta, dua destinasi yang cukup banyak
menarik didatangi pelawat manca negara, mengingat kedua kota ini dikenal memiliki obyek
wisata yang beraneka ragam seperti keindahan alam, obyek bersejarah dan seni budaya
tradisional lainnya (pakaian, kerajinan tangan maupun tarian).

Aneka boga makanan Bali dan Yogyakarta sudah mampu menarik perhatian wisatawan asing,
walaupun kemasan gastronominya masih belum banyak ditampilkan yakni kemampuan untuk
menceritakan sejarah, budaya, geografis, metoda memasaknya. Sedangkan pelayanan,
dekorasi, sanitasi, presentasi, peranti saji dan penampilan boga makanannya cukup baik,
termasuk performa dari teknik tata saji (food plating) dan presentasinya (table setting).

Contoh wisata boga adalah kota Bandung walaupun sampai saat ini Pemdanya tidak
mempromosikan kota kembang itu sebagai destinasi wisatawan, setiap tahunnya jumlah
wisatawan meningkat. Pada tahun 2015 sudah didatangi 6 juta turis yang 20% diantaranya
adalah wisatawan asing. Kota Bandung dikenal dengan aneka ragam makanannya (lokal &
non lokal) dan kebanyakan pelawat datang untuk melakukan wisata boga karena obyek wisata
alamnya bisa dibilang tidak banyak. Obyek wisata Bandung ada disekitar kabupaten Bandung.

Pelayanan, dekorasi, sanitasi, presentasi, peranti saji dan penampilan boga makanan di kota
Bandung cukup baik, termasuk performa dari teknik tata saji (food plating) dan presentasinya
(table setting). Hanya saja kemasan gastronominya belum terlihat yakni dalam kemampuan
hoteliers dan restaurateur menceritakan sejarah, budaya, geografis, metoda memasak sajian
yang ditampilkan.

f. Pertumbuhan Wisata Boga Di Benua Barat


Dari catatan survei pelancong yang dilakukan The International Culinary Tourism Association
Amerika Serikat pada tahun 2007, diketahui 17% dari jumlah pelawat domestik negara itu
hanya bertujuan untuk wisata boga. Diperkirakan angka itu akan tumbuh pesat 3 kali lipat di
tahun-tahun mendatang.

Sedangkan menurut catatan koran USA Today di tahun 2009, sekitar 27 juta penduduk
Amerika Serikat berwisata domestik hanya untuk kepentingan boga. Di Inggris, wisata boga
diperkirakan memberi sumbangan terhadap produk domestik bruto negara itu sebesar hampir
$ 8 miliar per tahun.

Wisata boga adalah segmen pariwisata yang pertumbuhan sangat pesat di benua barat, dan
biasanya wisata gastronomi mengikuti trend itu yang dikombinasikan dengan kegiatan lain
seperti wisata budaya, bersepeda, berjalan, dan lain-lain.

The International Culinary Tourism Association memperkirakan rata-rata wisatawan domestik


menghabiskan biaya sekitar $ 1.200 per perjalanan, dimana sepertiganya (36% atau $ 425)
berhubungan dengan belanja makanan.

Bahkan untuk kedepannya diperkirakan cenderung akan menghabiskan jumlah yang cukup
signifikan dan lebih tinggi dari sebelumnya (yakni sekitar 50%) untuk yang berhubungan
dengan makanan.

Bagaimana dengan catatan statistik wisata makan di Indonesia. Apakah sudah ada
penelusuran sejauh mana daya tarik makanan lokal memberi sumbangan terhadap pariwisata.
Apakah wisatawan asing atau lokal datang ke suatu destinasi kota wisata karena obyek
makanan atau non-makanan.

Sejauh yang diketahui belum ada data angka statistik mengenai sumbangan sektor makanan
dalam dunia pariwisata, mengingat data ini perlu untuk mengetahui peta wisata Indonesia.

Edisi II Indrakarona Ketaren


103
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Pelaku boga di Indonesia bukan hanya hoteliers dan restaurateur. Ada pelaku lain yakni
warung makan sederhana dan warung kaki lima yang jumlahnya cukup signifikan yakni hampir
60% dari total angka UKM (usaha kelompok kecil dan menengah).

Pilihan masyarakat kebanyakan pada sektor ini, karena masyarakat masih melihat "apa
adanya" dan bangga terhadap seni masakan tradisional yang tidak perlu di "up to date"
penampilannya secara mutakhir. Memang bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, rasa dan
kelezatan yang menjadi pilihan utama, yang penting enak, kejangkau secara ekonomi dan
tidak perlu mengikuti standard macam-macam.

Oleh karena itu, sensus nasional mengenai makanan terhadap pariwisata perlu dilakukan, baik
itu untuk mencatat data pelaku hotel, restoran, warung makan sederhana dan warung kaki
lima. Bagaimana sumbangannya mereka terhadap dunia wisata daerah dan berapa besar
daya tarik dan jumlah wisatawan berkunjung ke tempatnya.

Dari kajian statistisk ini bisa nanti diklasifikasikan kota-kota mana di Indonesia dapat
dikategorikan sebagai destinasi wisata gastronomi dan wisata boga. Dalam perjalanan ke
berbagai daerah, sepertinya (mungkin saya salah), hanya obyek alam, obyek budaya dan
obyek bersejarah yang dipasarkan promosi di negeri ini.

Belum ada promosi wisata gastronomi dan wisata boga yang bisa menjadi andalan utama
pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Bandung bisa menjadi contoh bagaimana kota
itu begitu gencar dan kreatif memasarkan wisata boga sebagai andalan promosi daerahnya.

Setiap akhir pekan orang Jakarta datang ke kota Bandung hanya untuk makan. Datang pagi
dan pulang malam atau keesokan hari, hanya untuk menikmati aneka kreasi makanan lokal
dan non lokal maupun souvenir makanan yang ada di setiap pelosok jalan kota. Jumlah itu
sudah mencapai 125 ribu setiap minggu di tahun 2015.

Namun yang pasti untuk menjadikan makanan sebagai obyek pariwisata, diperlukan juga
keterlibatan pemangku / otoritas terkait memberi pelatihan, bimbingan, penyuluhan dan
pendidikan yang intensif kepada pelaku boga di seluruh daerah agar makanan yang mereka
masak dan jual bersih, penampilannya, mengundang selera, dan rasanya enak. Jika
melihatnya, seakan-akan seluruh panca - indra konsumen juga ikut makan.

Sejauh ini diketahui Pemerintah hampir tidak pernah menyentuh mereka. Padahal mereka
adalah pelaku usaha dan jejaring penentu agar makanan sampai di mulut konsumen. Mereka
adalah pelaku utama yang harus menafsirkan terus - menerus pergerakan selera dan budaya
baru konsumen.

Perlu diingat bahwa sektor makanan bisa memberi sumbang besar terhadap PDB (produk
domestik bruto) masing-masing daerah disamping dapat membuka lapangan kerja baru.

g. Wisata Gastronomi Indonesia


Pertama-tama jika bicara tentang Indonesia kita harus paham apa yang membedakan wisata
makan ala gastronomi dengan wisata makan di negeri ini.

Dari cita rasa masakan memang tidak berbeda, namun dari pelayanan, dekorasi, sanitasi,
presentasi dan penampilan adalah ukuran yang memilah wisata makan ala gastronomi dengan
wisata makan.

Kebanyakan pelancong domestik terbiasa dengan wisata makan, karena masakan di negeri ini
kaya akan cita rasa yang kebanyakan diperjual-belikan di warung makan sederhana atau
warung kaki lima di jalanan, terlepas apakah pelayanan, dekorasi, sanitasi, presentasi dan
penampilannya kurang baik.

Edisi II Indrakarona Ketaren


104
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, rasa dan kelezatan yang menjadi pilihan utama, yang
penting enak, kejangkau secara ekonomi dan tidak perlu mengikuti standard macam-macam.

Terhadap makanan, kebanyakan masyarakat Indonesia masih belum modis dan trendi.
Mereka masih melihat "apa adanya" dan bangga terhadap seni masakan tradisional yang tidak
perlu di "up to date" penampilannya secara mutakhir, walaupun tidak menafikan ada kalangan
tertentu yang selalu mengkikuti perkembangan jaman mengenai dunia seni masakan dengan
gaya dan modul gastronomi kebaratan.

Oleh karena itu, jika negeri ini mau bicara soal wisata makan dan atau wisata makan ala
gastronomi, harus terstandard dengan baik, karena bagi pelancong asing ukuran itu menjadi
pertimbangan utama dalam mencari pengalaman baru terhadap seni masakan Indonesia.

Jangankan membangun industri wisata makan ala gastronomi, wisata makannya saja masih
belum tertata dengan baik. Di kebanyakan ibu kota - ibu kota propinsi, kabupaten dan kota,
masih belum terlihat niat itu dilakukan. Memang bagi kota-kota besar sudah memiliki namun
tidak merata sehingga pilihannya tertentu.

Apa yang penting ditata dalam wisata makan ?


Pelayanan, dekorasi, sanitasi, presentasi dan penampilannya harus dikelola dengan standard
yang baik. Tidak perlu infrastruktur yang mahal tetapi yang penting bersih dan menarik untuk
dikunjungi pelawat asing maupun domestik sehingga rasanya enak menjemput selera
pelancong untuk datang.

Saat ini pemilik warung makan sederhana dan warung kaki lima belum mempunyai keahlian
dalam mengelola tempat makannya. Beberapa pengalaman hasil kunjungan ke daerah
memperlihatkan masih belum banyak pengelola yang paham mengenai standard suatu
restoran atau rumah makan, sehingga daya tarik wisatawan untuk mengunjunginya
disebabkan tidak ada pilihan lain.

Standard pelayanan, dekorasi, sanitasi, presentasi dan penampilan merupakan komponen


penting untuk wisatawan datang berkunjung ke rumah makan selain pemasarannya sendiri
melalui berbagai cara.

Sudah saatnya Pemerintah perlu terlibat dalam urusan ini, dengan memberi pelatihan,
bimbingan, penyuluhan dan pendidikan kepada pemilik dan pengelola warung makan
sederhana atau warung kaki lima di seluruh Indonesia, agar makanan yang mereka masak
dan jual bersih, penampilannya, mengundang selera, dan rasanya enak. Jika melihatnya,
seakan-akan seluruh panca - indra kita juga ikut makan.

Sejauh ini diketahui Pemerintah belum maksimal menyentuh mereka. Padahal warung makan
sederhana dan warung kaki lima adalah pelaku usaha dan jejaring penentu agar makanan
sampai di mulut konsumen. Mereka adalah pelaku utama yang harus menafsirkan terus -
menerus pergerakan selera dan budaya baru konsumen.

Sampai saat ini belum terlihat ada wisata gastronomi di Indonesia, walau tidak menafikan ada
kalangan terbatas melakukannya dengan pelancong asing berdasarkan orderan artinya
dilakukan secara tidak kontinyu dan bersifat sebagai gastronomic luxury bagi kalangan
wisatawan kaya raya.

Wisata gastronomic luxury bukan pariwisata massal karena jumlah rombongannya kecil, meski
efisiensi dalam membayar cukup tinggi, semahal berapa pun pengalaman sensorik seni
masakan tradisional lokal dan hospitality yang mereka bisa dapatkan.

Wisata makan ala gastronomi yang dimaksud disini bukan gastronomy luxury tetapi
gastronomi populer (umum) yang menggunakan produk lokal dan resep tradisional sebagai
cakupan artistik seni fusion masakan yang kerap dipakai kalangan masyarakat gastronomic

Edisi II Indrakarona Ketaren


105
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

connoisseur. Pelawatnyanya cukup besar terbagi dalam kelompok traveling yang diorganisir
oleh biro-biro perjalanan pariwisata.

Komunitas gastronomi populer berasal dari segala lapisan masyarakat yang mencari,
mendapatkan dan menikmati kesenangan melalui makanan dengan melihat persiapan sajian
yang dihidangkan, kemudian membahas sejarah, budaya, geografis dan metoda memasaknya.

Pelayanan, dekorasi, sanitasi, presentasi, peranti saji dan penampilan merupakan komponen
utama dalam wisata gastronomi. Selain itu dan yang paling penting adalah bagaimana
performa dari teknik tata saji (food plating) dan presentasi tata mejanya (table setting). Cerita
sejarah, budaya, geografis, metoda memasak, tata saji dan tata mejanya merupakan kunci
dari makan ala gastronomi yang umumnya kurang banyak diperhatikan dalam wisata makan.

BAGIAN III : MAKANAN NUSANTARA

".. makanan punya kisah .." (.. food has its tale .. cibus habet fabula ..)
.. baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbol,
ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta
ciri identitas suatu bangsa .. (Beta)

BAB VII
BEBERAPA NASKAH KUNO NUSANTARA TENTANG MAKANAN

1. NASKAH JAWA
a. Serat Centini
Serat Centhini atau juga disebut Suluk Tambanglaras atau Suluk Tambangraras-Amongraga,
merupakan salah satu maha karya sastra terbesar dalam kesusastraan Jawa Baru yang
ditulis pada periode tahun 1814 sampai dengan tahun 1823 dengan menggunakan bahasa
dan huruf Jawa.

Serat Centhini merupakan ensiklopedi kehidupan masyarakat Jawa pada waktu itu, termasuk
warisan masakan yang terabadikan didalamnya sebagai bentuk kebudayaan. Naskah asli
Serat Centhini tersimpan di Perpustakaan Keraton Surakarta.

Serat Centhini ditulis oleh tim penulis yang dipimpin oleh KGPAA Hamangkunegara III kelak
menjadi Sunan Paku Buwana V yang anggota tim terdiri dari : Kiai Ngabei Ranggasutrasna,
Kiai Ngabei Yasadipura II dan Kiai Ngabei Sastradipura.

Serat Centhini dapat dikatakan karya spektakuler – maka tidak heran jika karya ini disebut
ensiklopedia budaya Jawa yang menguraikan tentang berbagai macam cabang ilmu atau
bidang ilmu tertentu.

Serat Centhini menghimpun segala macam ilmu pengetahuan dan kebudayaan Jawa, agar tak
punah dan tetap lestari sepanjang waktu yang disampaikan dalam bentuk tembang dan
penulisannya dikelompokkan menurut jenis lagunya.

Meliputi kehidupan orang Jawa lahir dan batin, filsafat, kebathinan, agama, tradisi, kekayaan
alam, adat, makanan tradisional, kepercayaan, kesenian, ramuan jamu atau obat tradisional,
jenis-jenis tanaman hingga ke persoalan kisah percintaan (kamasutra).

Rentang wilayah yang diceritakan dalam Serat Centhini adalah Pulau Jawa meliputi Jawa
Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Mataram dan Jawa Timur.

Pada buku Serat Centhini, makanan tidak hanya dihidangkan pada saat makan utama saja,
tetapi juga dihidangkan untuk berbagai peristiwa seperti kenduri, hajatan, jamuan untuk tamu,
pesta pernikahan, puputan anak,kesenian,gotong royong dan sebagainya.

Edisi II Indrakarona Ketaren


106
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Makanan yang dihidangkan meliputi makanan utama, lauk pauk hewani maupun nabati,
kudapan basah maupun kering, minuman dan bermacam-macam buah-buahan.

Di dalam Serat Centhini disebut ratusan jenis masakan, di antaranya 40 macam variasi nasi,
31 macam sayuran, 148 lauk pauk, 117 macam makanan camilan dan 46 macam sambal.

40 macam variasi makanan pokok orang Jawa yang kesemuanya bermuara pada nasi, disebut
masa itu dengan kata sega dan sekul. Kata sekul telah dipergunakan sejak jaman Jawa kuno
sebagaimana disebutkan dalam beberapa prasasti.

Kalau disimak catatan Serat Centhini dengan melihat hiruk pikuk kemunculan berbagai jenis
masakan atau makanan modern saat ini, maka makanan “tempo doeloe” yang dikenal dengan
sebutan jajanan pasar ternyata tetap saja eksis sampai sekarang.

Terutama di kalangan masyarakat Jawa, contohnya sampai saat ini jajanan pasar masih
dilestarikan, diuri-uri. Lihat saja upacara panen raya, atau pesta pernikahan, pindah rumah dll,
jajanan pasar tidak ketinggalan dijadikan sebagai bagian dari uba rampe ritual.

Sebenarnya, dalam catatan Serat Centhini, yang apa kemudian dikenal sebagai jajanan pasar,
merupakan hidangan untuk berbagai peristiwa penting seperti perjamuan makan tamu, pesta
pernikahan, puputan anak, kematian, gekar kesenian, bergotong royong dan sebagainya.

Makanan yang dihidangkan meliputi makanan utama dan berbagai jenis lauk pauk hewani
maupun nabati, kudapan basah maupun kering, minuman dan aneka buah-buahan.

Dilain hal dalam catatan Serat Centhini diceritakan bahwa kebanyakan masyarakat
mengkonsumsi hasil bumi dan karangkitri berupa pala kependhem (umbi-umbian), pala
gemantung (buah-buahan) dan pala kesimpar (buah di atas permukaan tanah). Selain bahan
pangan, di pekarangan juga tersedia sirih, obat herbal dan bunga yang digunakan sebagai
penghias dan pengharum lingkungan seperti : anggrek bulan, wora-wari, kenanga, cempaka,
melati, menur dan bunga dangan.

Kolam di sekitar rumah hampir selalu ada di setiap lokasi yang diceritakan dalam Serat
Centhini. Dari kolam dan sungai masyarakat membudidayakan dan menangkap ikan
konsumsi. Jenis ikan yang sering dikonsumsi meliputi ikan kolam (tambra, gurameh, wader
dan lele), ikan sungai dan ikan laut (kalarung, tengiri, wagal).

Pada jaman itu, masyarakat telah mengenal, memiliki dan membudayakan pola makan tiga
kali sehari yaitu sarapan, makan siang, dan makan malam. Diantara waktu makan dalam
sehari, biasanya tersaji aneka kudapan kering maupun basah, gurih dan manis.

Sedangkan minuman yang dihidangkan biasanya minuman hangat, berupa sari nabati (air
tebu, teh, kopi, wedang bunga srigading, minuman blimbing wuluh, minuman bunga
tempayang, minuman bunga sridenta, wedang jahe, wedang daun kemadhuh, wedang
temulawak) minuman keras berupa arak dan tampo (minuman keras tape), susu, legen, air
kelapa, cao, dawet, tajin dan ronde.

Makanan tidak sekedar dimakan agar kenyang tetapi ada beberapa maksud seperti ”berkat”
adalah mengingatkan yang sedang makan untuk selalu mengingat yang di rumah dengan cara
membawa makanan pulang dan diberikan kepada keluarga di rumah.

Dalam kehidupan masyarakat apabila ada kenduri, selamatan atau hajatan lain, para tetangga
dan teman yang punya hajat diundang untuk berdoa dan makan bersama atau kembulan.

Kondangan, itulah istilah yang digunakan untuk menyebut aktifitas mendatangi tetangga atau
teman yang sedang punya hajat.

Edisi II Indrakarona Ketaren


107
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Setelah semua makan dan pesta usai, para tamu undangan yang kondangan ini diberi buah
tangan oleh tuan rumah yang disebut “berkat”, adalah mengingatkan yang sedang makan
untuk selalu ingat kepada yang di rumah dengan cara membawa makanan pulang dan
diberikan kepada keluarga di rumah.

Selain “berkat”, dikenal pula makanan “punjungan” yaitu makanan yang dikirim kepada orang
yang lebih tua dan dihormati.

Ada juga makanan yang disebut “ulih-ulih”, yakni nasi dan lauk pauk untuk mereka yang
terlibat among gawe. ”Ulih-ulih” adalah ungkapan rasa terima kasih yang diberikan dalam
bentuk nasi dan lauk pauk kepada mereka yang datang pada keluarga atau tetangga yang
punya hajat.

Pada Serat Centhini diceritakan bahwa makanan tidak hanya dihidangkan pada saat makan
utama saja, tetapi juga pada peristiwa-peristiwa penting lainnya.

Disebutkan pula sajian makanan khusus juga diberikan kepada tetamu yang datang ke rumah.
Hidangan ini terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, minuman dan aneka buah.

Makanan utama yang biasanya disajikan bisa berupa nasi liwet, nasi tumpeng, nasi uduk, nasi
golong, nasi ketan, nasi megana, nasi kebuli dan nasi jagung. Beras yang digunakan adalah
beras gaga baik yang merah maupun putih.

Lauk pauk yang dihidangkan meliputi lauk hewani meliputi ayam panggang, ayam goreng,
sate ayam, age, dendeng goreng, dendeng bakar, empal, rempah, besengek, bekakak, pepes
ikan, gulai kambing, mangut, telur asin dan opor.

Lauk pauk nabati meliputi sayur bening, sayur lodeh, brongkos, pecel, gudangan, gudeg,
bongko, kemangi, timun, sambal goreng, sambal bawang dan sambal kacang. Minuman yang
dihidangkan untuk tamu adalah minuman yang hangat maupun yang segar seperti teh, kopi,
air putih, legen, air kelapa, wedang temulawak, wedang jahe, wedang seruni dan minuman
blimbing wuluh.

Pada umumnya minuman dihidangkan bersamaan dengan kudapan seperti putu, carabikan,
mendut, semar mendem, aneka jenang, wajik, gembili, lemper, brem dan pipis kopyor. Adapun
buah-buahan yang dihidangkan sebagai pencuci mulut adalah jeruk keprok, duku, manggis,
kokosan, pakel, durian, salak, kepundhung, pijetan, duwet dan srikaya.

Dalam salah satu kisah di Serat Centhini berjudul Ki Damarjati, Kepala Desa Prawata bagian
30 Menyiapkan Jamuan, menceritakan kedatangan R. Jayengresmi dengan Gatak Gatuk ke
Desa Prawata.

Ki Damarjati menyuruh istri dan anaknya, Wara Surendra pergi ke ladang dan memetik
tanaman hasil bumi. Wara Surendra memetik jambu dersana, manggis, kepel, kokosan,
rambutan, duwet putih, salak, delima dan pelem madu.

Ia menyediakan masakan berupa sayur bening, sambal jagung, sayur menir, pecel dengan
ayam muda, aneka sayuran mentah, betutu ayam, ikan gabus asin, ayam goreng betina, acar
dari bawang putih dan mentimun kecil.

Ia juga menyediakan makanan kecil seperti criping ubi kayu, criping linjik (jenis ketela), pisang
goreng memakai gula, criping ketela, putu tegal, mendut, semar mendem, nasi yang lunak,
nasi ayam jago dan karag gurih. Sedangkan minuman yang disajikan berupa kopi gula tebu
disaring dengan tapas (jaringan pada pangkal pelepah daun kelapa) dan air panas seduhan
daun belimbing wuluh.

Edisi II Indrakarona Ketaren


108
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Dalam kisah berjudul Ki Wargapati Kepala Desa Bogor : Singgah di Bogor, dijamu serba ikan
tambra, menceritakan tentang Jayengresmi yang singgah di rumah Ki Wargapati. Ki Wargapati
lalu memukul kentongan untuk mengumpulkan segenap keluarganya menyambut kedatangan
tamu yang istimewa di rumahnya.

Segera dihidangkan nasi lengkap dengan lauk-pauknya berupa masakan ikan tambra, seperti :
lemeng tambra, gesek tambra, kolak tambra, asem-asem tambra, telur tambra, pepes tambra,
acar tambra, ati tambra, gecok tambra, tambra diasinkan, tambra goreng, abon, semur tambra,
sambel goreng tambra, urip-urip tambra dengan sambel uleg dan lalapnya.

Selain itu, Centhini juga menjabarkan bagaimana cara menanak nasi yang baik dan benar.
Ada nasi yang dimasak dengan kuali yang diberi air yang kemudian disebut dengan nasi liwet,
ada pula nasi yang dinanak di dalam bambu yang sudah dicampur dengan bumbu-bumbu.
Tidak hanya itu, jenis padi yang sering dihadangkan kepada tamu yang datang pun tak lupa
dicatat dengan lengkap.

Serat Centhini sebagai karya masterpiece Sultan Paku Buwana V (1820-1823) ternyata
memberikan data-data penting tentang makanan tradisional Jawa tempo dulu. Berbagai
macam nama makanan dan minuman yang disebutkan menunjukkan betapa kayanya
makanan tradisional dan teknik pengolahan makanan Jawa tempo dulu.

Kisah-kisah makanan ini kebanyakan terjadi di tengah-tengah kisah perjalanan para keturunan
Sunan Giri, yang notabene adalah tokoh dalam kitab tersebut.

Secara tersirat, informasi mengenai masakan itu bersumber dari dua cara. Pertama ketika si
tokoh utama kemalaman di tengah jalan sehingga harus menginap di sebuah rumah. Kedua,
informasi itu datang dari para tuan rumah yang secara tidak sengaja menceritakan perihal
sesaji yang ada di tiap upacara.

Meskipun hanya menghadirkan masakan-masakan pedesaan, itu membuktikan bahwa Serat


Centhini tidak hanya sekadar urusan seks dan spiritualitas belaka, tapi juga menghadirkan
informasi-informasi sarat makna, termasuk juga info seni masakan.

Dalam Serat Centhini, ada makanan yang masih ditemui pada jaman sekarang dan ada pula
makanan di karya sastra itu yang sudah hilang. Makanan yang masih ada menggunakan
teknik mengolah makanan seperti dalam Centhini. Misalnya sinujen atau makanan yang
ditusuk, yakni sate. Ada pula sinapit atau dijapit, binakar atau dibakar, ginoreng atau digoreng,
dan ginodog atau rebus. Contoh makanan yang disebut misalnya nasi liwet dan nasi kebuli.

Orang Jawa dalam Serat Centhini mengenal makanan dengan fungsi individu, sosial, hajatan,
dan ritual atau upacara. Makanan jaman lampau bersifat kolektif, sebab, makanan jaman
Centhini tidak mementingkan individu. Berbeda dengan makanan jaman modern. Dengan
demikian akibat dari kebudayaan yang bersifat kolektif itu sukar diketahui siapa penemu
makanan tersebut.

Apabila melihat konteks waktu, serat Centhini menceritakan berbagai sejarah yang berpangkal
pada abad XVI yang mengetengahkan keterangan aneka seni bahan makanan serta
keragaman masakan di masa lampau yang saat ini telah banyak mengalami perkembangan
pesat. Kekayaan bahan makanan di sekujur kepulauan Jawasangat kaya dengan berbagai
ragam dan variatifnya.

Serat Centhini menjadi semacam gerbang waktu atau pembuka jalan menuju catatan cita rasa
baru seiring terjadinya perubahan ekosistem seni masakan di kepulauan Nusantara, tanpa
kecuali di sekujur masyarakat Jawa.

Perubahan pertama ditandai dengan tersedianya kurang lebih 2.000 jenis tumbuhan baru yang
dibawa dan ditanam di Nusantara oleh orang-orang Tiongkok, India, Eropa, Portugis (dari arah

Edisi II Indrakarona Ketaren


109
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Barat via Tanjung Harapan) dan Spanyol (dari arah timur melintasi Samudera Pasifik)
membawa serta jenis-jenis tumbuhan dari benua Amerika dan Asia seperti jagung, ubi kayu,
buncis, terong, nanas, sawo, hingga srikaya. Berbagai jenis tumbuhan ini kelak berkembang
penanamannya, yang mempengaruhi konsumsi bahan makanan serta memantik kemunculan
ragam makanan baru, antara lain berbagai jenis vegetasi mulai dari aneka bunga, sayuran,
dan sayur buah seperti waluh, labu, buncis, nanas, wortel, sledri, andrewi (andewi), patrasalya
(paterseli), selat (slada), terong, kentang, andaliman, tomat dan cabai.

Terdapat sekitar 331 jenis tanaman tersebar dalam halaman keraton Kasunanan, dimana 158
jenis di antaranya dipakai untuk bahan makanan. Keragaman bahan ini sebenarnya
menyimbolkan betapa orang Jawa tempo doeloe ahli menjaga keselarasan dan keseimbangan
hubungan vertikal (Tuhan) dan horizontal (alam dan manusia). Di samping itu, membuktikan
pula kondisi (bahan) pangan memang “menggembirakan”, sebagaimana yang dirasakan
dalam kisah Jayengresmi.

Mengenai masakan berbahan babi dan anjing, dalam naskah Tumbangnya Majapahit yang
dibarengi menguatnya pengaruh Islam, tak serta merta telah menghapus kedua makanan
yang dituding haram itu. Arkeolog Timbul Haryono (1997) yang merekonstruksi gugusan
pengetahuan seni masakan kuno dari pustaka Jawa kuno menerangkan bahwa lalawar (sajian
makanan dari daging babi dan asu) memilih “beringsut” ke Bali berbarengan perpindahan
warga Hindu Jawa ke sana lantaran menolak Islam yang kian besar pengaruhnya di Jawa.

Semisal, lauk-pauk dari bahan daging sapi dan ikan diolah secara variatif: diabon, diempal,
dipepes, dipanggang, dibrongkos, disate, disrundeng, dan ditim (teknik Tiongkok). Rumusan
memasak yang bermula dari Tiongkok sudah tidak lagi dianggap asing atau telah menyatu
dalam tradisi olah-olahan masakan di Jawa.

Dengan demikian sejarah mengajarkan nilai pentingnya menghargai cipta dan karya manusia
(historic value) bagi keberlanjutan tradisi masyarakat tradisional sehingga pelestarian dan
pemanfaatannya dapat berkesinambungan.

i. Makanan Tradisional Dalam Serat Centhini


Dalam Serat Centhini tertulis tentang beberapa makanan tradisional yang sampai sekarang
masih digunakan dalam berbagai keperluan sehari-hari, termasuk untuk upacara ritual adat
Jawa.

Beberapa contoh makanan tradisional antara lain :


• Iwik Pitik (daging ayam), dibumbui tergantung kepentingannya, apakah dibuat ingkung,
opor digoreng, rendang, betutu, tim dan sebagainya. Selain untuk keperluan sehari-
hari, juga biasa digunakan sebagai pelengkap sesaji pada upacara ritual.
• Iwik Pitik Wulu Kuning (daging ayam bulu kuning), biasanya digunakan untuk
keperluan sesaji
• Sekul Pulen Pethak adalah beras yang kualitasnya baik yang dibumbui minyak kelapa.
Digunakan untuk keperluan sehari-hari, dan biasanya ditaruh dalam bakul oleh
kalangan keraton dan masyarakat
• Sekul Punar Kepyur Ura Angen adalah beras dengan santan kental yang dibumbui
daun pandan, kunyit, daun salam dan garam. Jenis nasi ini digunakan oleh kalangan
keraton dan masyarakat yang berfungsi sebagai makanan sehari-hari atau bukan
sesaji. Namun dalam masyarakat masa kini, sekul punar biasa dibuat tumpeng dan
sebagai pelengkap syukuran atau bahkan upacara ritual adat bersih desa.
• Sekul Asahan adalah beras yang ditanak biasa seperti menanak nasi (sega). Sekul
asahan biasanya digunakan oleh kalangan keraton sebagai sesaji, namun masyarakat
pun kerap menggunakannya untuk acara hajatan. Sekul asahan yang telah dicampur
lauk pauk dan sayuran kemudian diwadahi dalam takir untuk dibagi-bagikan kepada
masyarakat.
• Sekul Tumpeng Megana berbahan pokok beras yang dikukus, sayuran, teri dan
kelapa muda yang dibumbui bawang putih, kencur, terasi, cabe dan garam. Sekul

Edisi II Indrakarona Ketaren


110
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Tumpeng Megana disaji terbalik dan diletakkan di atas tampah yang telah diberi alas
daun pisang. Di sekeliling nasi dihias sayuran yang telah direbus dengan bumbu
(urap), telur rebus, gereh goreng (tahu bakar), tempe goring, opor ayam, kerupuk
gendar dan ketimun. Sekul Tumpeng Megana pada awalnya digunakan kalangan
keraton untuk sesaji. Sekul Tumpeng Megana yang diwadahi dalam takir dibagi-
bagikan kepada khalayak ramai.
• Sekul Ulam berbahan pokok beras dan santan yang diberi bumbu bawah merah,
bawang putih, ketumbar, jinten, lengkuas, kunyit yang telah dibakar, cengkih, garam
dan minyak kelapa. Bagi kalangan keraton, sekul ulam berfungsi sebagai sesaji atau
dapat digunakan bukan sebagai sesaji – biasanya digunakan oleh masyarakat awam.
• Sekul Wuduk berbahan pokok beras dan santan yang berfungsi baik sebagai sesaji
maupun bukan sesaji atau makanan sehari-hari.

Beberapa contoh makanan kecil antara lain :


• Ampyang yang dibuat dari gula merah dan kacang tanah.
• Apem yang dibuat dari tepung beras yang dicampur gula.
• Awug – Awug yang dibuat dari tepung ketan, kelapa parut, garam dan gula pasir.
• Cucur yang dibuat mirip apem terdiri dari tepung beras, gula cair dan santan.
• Carabikang yang dibuat dari tepung beras dan santan.
• Gandhos yang dibuat dari beras ketan.
• Jadah yang dibuat dari beras ketan yang dikukus dan ditumbuk halus.
• Jenang Bekatul sebagai perlengkapan sesaji wayang kulit dalam upacara ruwatan.
• Rengginang yang dibuat dari beras ketan putih.

ii. Peranti Saji Serat Centhini


Dalam Serat Centhini juga disebutkan beberapa alat-alat tradisional untuk menaruh makanan
seperti piring (ambengan) yang hingga kini masih digunakan oleh sebagai masyarakat Jawa
seperti jodhang, panjang ilang dan takir.

Pada acara selamatan, yang hingga kini masih dilakukan misalnya pada awal hajatan yakni
pada saat mendirikan tarub, disediakan dua buah ambeng nasi lulut, yaitu nasi yang dicampur
ketan dengan kunyit dan dua ambeng nasi wudhuk, yaitu nasai gurih bersantan, enam
ambeng nasi asahan, nasi golong dua puluh pasang, jajanan pasar yaitu bermacam-macam
makanan dari pasar, dhawet, rujak beserta tempatnya, pecel ayam, sayur mening bening,
masakan atau bumbu lembaran masakan bersantan ayam jago putih, jenang merah putih
bening, jenang baro-baro, jenang putih tengah yang putih tengahnya diberi jenang merah dan
dicampur gula kelapa.

iii. Wedhang Soklat


Khusus terkait Sĕrat Cĕnthini perlu diketahui sedikit soal kehadiran cokelat di bhumi
Nusantara Jawa.

Dari berbagai jenis minuman asli Indonesia, sepintas lalu diketahui tidak ada yang dicatat
menggunakan bahan olahan dari biji kakao (Theobroma cacao).

Sebut saja misalnya 10 minuman hangat khas Indonesia yaitu bajigur, bandrek, wedang ronde,
sekoteng, sarabba, bir pletok, wedang uwuh, teh talua, kembang tahu, dan wedang secang,
termasuk minuman rahasia Keraton Yogyakarta seperti semlo, adu limo, wedang cengkeh,
secang, dan beer Jawa.

Secara umum, istilah cokelat merupakan istilah untuk menyebut hasil olahan makanan atau
minuman dari biji kakao (Theobroma cacao).

Terkait penyebarannya, cokelat masuk ke Nusantara memiliki kisah yang panjang. Dimulai
tahun 1560 kakao masuk ke Indonesia melalui jalur Philipina dan Sulawesi Utara.

Edisi II Indrakarona Ketaren


111
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Baru pada tahun 1806 tanaman kakao diperkenalkan di Jawa, dan tahun 1880 cokelat
diperkenalkan di seluruh Indonesia.

Dengan demikian seakan-akan minuman khas tradisional Indonesia, memang tidak ada yang
menggunakan hasil olahan makanan atau minuman dari biji kakao. Namun sayangnya, hal itu
ternyata tidak sepenuhnya tepat.

Wedang Soklat dalam Sĕrat Cĕnthini ditulis tahun 1814, yang dicatat adanya minuman yang
menggunakan bahan olahan dari biji kakao. Minuman itu disebut wedang soklat. Wedang
soklat ini merupakan salah satu dari berbagai minuman tradisional di Jawa yang dicatat dalam
Sĕrat Cĕnthini, yaitu sebagai berikut :

Bĕras kĕncur, bir manis, wedang sĕkar sridhĕnta (srigading), wedang kahwa (kopi) dengan
gula batu, wedang kahwa gula siwalan, wedang bubuk bendha, wedang blimbing wuluh gula
aren, wedang teh lalap gĕndhis klapa, wedang teh gula batu, wedang (?) gĕndis aren, wedang
jae lalaban gĕndhis klapa, wedang jae gula aren, wedang ron cĕngkeh, wedang ron sruni,
wedang soklat, wedang srĕbat kopi, wedang tĕmu lawak dan wedang tĕmu, (Timbul Haryono,
1998: 96-97).

Menurut nama-nama tersebut, Timbul Haryono mencatat bahan yang digunakan dari berbagai
minuman itu adalah :
i. Bahan dari dedaunan yaitu sruni dan teh.
ii. Bahan dari buah yaitu blimbing, bendha dan pace.
iii. Bahan dari biji yaitu kopi dan cokelat.
iv. Bahan dari akar yaitu jahe dan temulawak.
v. Bahan dari bunga yaitu srigadhing.
vi. Bahan dari campuran yaitu srĕbat

Dari uraian tersebut bisa dikatakan soklat atau cokelat merupakan minuman tradisional Jawa.
Jika saat ini ia tidak ada dalam minuman tradisional Jawa, maka tidak berarti ia sebelumnya
tidak ada. Kemungkinan besar ia seperti sĕkul bucu, sĕkul bodhag, sĕkul asahan, sĕkul ingen,
dan sĕkul lodhoh yang tidak lagi dikenal saat ini, (Timbul Haryono, 1998: 93).

Pencantuman Wedang Soklat sebagai salah satu minuman tradisional dalam Sĕrat Cĕnthini
menunjukkan jika cokelat merupakan minuman yang populer masyarakat Jawa di masa lalu
atau setidaknya pada tahun 1814.

Cokelat kemungkinan besar bahkan telah diketahui jauh sebelum tahun 1806. Mengingat
Sĕrat Cĕnthini yang dibuat tahun 1814, menurut catatan sejarah dibuat berdasar data
penelitian yang ada pada waktu itu. Sĕrat Cĕnthini pun dibuat berdasar sumber Kitab
Jatiswara tahun 1711 tahun Jawa atau 1783 M.

Sesuai Sĕrat Cĕnthini yang menghimpun pengetahuan Jawa masa itu, dan tidak adanya
keterangan wedang soklat sebagai minuman dari luar Jawa, maka dapat dikatakan cokelat
telah ada di bhumi Nusantara Jawa jauh sebelum tahun 1806.

b. Serat Goenadrija
Naskah kuna ini karangan M. Lagoetama, seorang guru tani yang berasal dari Purwasari,
Lawiyan, Surakarta. Naskah ini tersimpan di Museum Sonobudoyo, Yogyakarta.

Serat Goenadrija menceritakan tentang Prabu Kano di Negara Purwacarita yang diberi
“benih padi” (wiji pantun) oleh Dewa untuk ditanam. Prabu Kano mempunyai seorang patih
bernama Patih Jakapuring, yang tidak lain adalah adiknya sendiri. Prabu Kano
memerintahkan Patih Jakapuring untuk menanam benih padi.

Edisi II Indrakarona Ketaren


112
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Jakapuring terkenal berwibawa dan sakti hingga para jin (demit) takluk padanya. Para jin
disuruh bertempat di pojok-pojok galengan (pinggiran) sawah untuk menunggu dan
menjaga tanaman padi.

Para demit bersedia, namun setelah panen tiba, mereka meminta upah, yaitu berupa
sesaji yang dibuang atau tidak dimakan, seperti jenang baro-baro yang merupakan wujud
makanan bermacam-macam dan kadang-kadang beda.

Dalam Serat Goenadrija juga disebutkan bermacam-macam makanan yang berkaitan


dengan upacara wiwit (memanen) padi, disediakan makanan sesaji berupa tumpeng
dengan sayuran dan ayam panggang, jajanan pasar, sega wuduk ingkung lembaran,
jenang baro-baro, sega kepyar, sambel gepeng, telur utuh, jenang abang putih dan dawet.

c. Serat Wilujengan, Jumenengan, Kraman Mangkunegaran


Naskah kuna ini merupakan koleksi Reksopustoko, istana Mangkunegara, Surakarta yang
ditulis tanpa tahun.

Serat ini berisikan tentang bermacam-macam makanan sebagai ‘simbol penghormatan’


kepada para Nabi dan Raja atau orang-orang yang dihormati.

Jenis makanan sesaji berdasarkan fungsi atau kepentingannya, antara lain berupa :
i. Makanan untuk menghormati Kanjeng Nabi Adam dan isterinya Siti Kawa (Siti
Hawa)
ii. Makanan untuk menghormati Kanjeng Nabi Ibrahim dan isterinya Siti Sarah
iii. Makanan untuk menghormati Kanjeng Nabi Muhammad Rasulluloh dan isterinya
Siti Katijah

Disamping itu ada jenis makanan sesaji untuk menghormati para Nabi yang memegang
tampuk Pemerintahan (Raja), seperti :

i. Makanan untuk menghormati Kanjeng Nabi Yusuf dan isterinya Siti Zulaika
ii. Makanan untuk menghormati Kanjeng Nabi Sulaeman
iii. Makanan penghormatan untuk putri Nabi Muhammad Rasulluloh, Siti Fatimah
iv. Makanan untuk menghormati para Wali Songo seperti Sunan Kalijaga

Dalam serat ini juga berisikan bermacam-macam makanan sebagai simbol penghormatan
kepada para raja dan leluhurnya, seperti :
i. Makanan untuk menghormati Kanjeng Sunan Pakubuwono I di Surakarta
ii. Makanan untuk menghormati Kanjeng Panembahan Senopati Ngalaga Mataram
dan sesaji untuk pendiri kerajana Mataram
iii. Makanan untuk menghormati Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya
Mangkunegoro yang dimakamkan di Wonogiri

d. Kitab Primbon Lukmanakim Adammakna (Sambetanipun Betalkemur)


Naskah kuna ini milik Kanjeng Pangeran Harta Tjakraningrat yang merupakan bagian dari
Kitab Adammakna, ‘babon’ (induk / sumber naskah asli) dari segala primbon.

Kitab Primbon Lukmanakim Adammakna menyebutkan tentang jenis-jenis makanan


uantuk simbol selamatan (pengantin) antara lain :
i. Untuk menghormati leluhur, apem ketan kolak
ii. Untuk memohon ketentraman, seperti nasi tawar, lauk sayur dan telur rebus tanpa
garam dan bumbu lainnya
iii. Untuk permohonan bersatunya manusia dan Tuhan, seperti nasi golong yang
dialasi dan ditutup dengan telur dadar
iv. Untuk permohonan hidup rukun, seperti sayur kangkung dan ikan, bumbunya
bawang merah dan bawang putih, daun salam, lengkuas, ketumbar, jintan, gula,
asam, terasi dan garam

Edisi II Indrakarona Ketaren


113
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

v. Untuk permohonan agar semua selamat, seperti tumpeng robyong yang diberi
telur rebus dengan kulitnya ditusuk dengan lidi (sujen). Di atas telur diberi terasi
bakar, bawang merah dan di paling atas cabe merah yang ditusukan / ditancapkan
di atas tumpeng. Kanan dan kiri tumpeng ditusuki (diberi) bermacam-macam
sayuran sehingga tumpeng kelihatan penuh.
vi. Untuk pada saat ijab kabul pernikahan, seperti nasi punar atau nasi gurih

e. Jenis Makanan Naskah Kuna Jawa


Pada dasarnya, jenis makanan tradisional (termasuk minumannya) dalam naskah-naskah
Jawa dapat dikelompokkan sebagai berikut :
i. Makanan Pokok berupa nasi liwet, sega, sekul, tumpeng, sega lemes, sega golong,
bubur, dan lain-lain.
ii. Lauk Pauk berupa bubus, cabe, jangan, kuluban, lalab, wangwang, babad, empal,
gudheg, jangan-jangan, lodeh, mangut, opor, pecel, pitik, semur, dendeng, empal,
pepesan, sambal lalapan, (sambal bawanglaos, sambal goreng, sambal lethok),
lalapan, terong, ketimun, kemangi, dan lain-lain.
iii. Minuman berupa badeg, tuak, waragang, budur, sajeng, srebat, beras kencur, wedang
kopi, wedang teh gula batu, wedang jahe gula aren, wedang soklat, dan lain-lain.
iv. Cemilan (nyamikan) berupa carah, carana, kiping, lemeng-lemengan, lunggat, lutik,
sangan-sangan, apem, kucur, serabi, carabikang, jenang candil, jenang grundul,
jadah, criping, ketan kore, lepet, lemper, mendhur, dan lain-lain.

Bahan-bahan baku makanan yang digunakan berasal dari jenis bahan pangan lokal (domestik)
yang diambil dari bahan alam seperti
i. Iwak pitik (daging hewan) berupa daging ayam, daging sapi, kerbau dan daging
kambing.
ii. Iwak Tambra ( daging ikan) berupa ikan mas, gurame, dan lain-lain.
iii. Unggas seperti burung dara, derkuku, gelatik (kathik), belibis (mliwis), emprit dan lain-
lain.
iv. Hewan-hewan langka seperti kijang, rusa dan lain-lain.

Dalam naskah-naskah kuna tidak terdapat jenis makanan yang berasal dari hewan yang oleh
masyarakat, khususnya muslim, yang diharamkan seperti ‘daging babi’. Hal ini disebabkan
pada masa-masa naskah-naskah itu dibuat, agama Islam sudah mulai dipahami dengan baik
oleh masyarakat Jawa.

Namun unsur-unsur makanan asing tidak lepas mempengaruhi naskah-naskah kuna, misalnya
dalam Serat Wilujengan, Jumenengan, Kraman Mangkunegaran terdapat beberapa makanan
dan minuman seperti roti mentega, kurma, keju, susu bubuk powan, anggur putih dan
sebagainya.

2. NASKAH BALI
Lontar Dharma Caruban
Darma Caruban merupakan suatu uraian singkat tentang penyelenggaraan hidangan-
hidangan masyarakat Bali, baik yang dipergunakan pada waktu pesta, maupun dalam
perayaan keagamaan yang berdasarkan adat Agama Hindu. Dharma Caruban merupakan
naskah dalam tradisi Bali yang membahas keanekaragaman resep makanan tradisional
dengan menggunakan racikan bumbu tradisional.

Secara etimologis kata Dharma Caruban berasal dari dua kata yakni kata Dharma (tata cara)
dan Carub (mencampur) sehingga dapat diartikan sebagai tata cara yang dilakukan dalam
mencampur racikan bumbu-bumbu masakan sesuai dengan uraian resep. Bisa dikatakan
peraturan tata cara racikan yang dibuat oleh Dewa dituangkan dalam Lontar Dharma Caruban
yang harus dikuasai seluk-beluk penyajian makanannya karena terkait dengan persembahan
kepada para dewa.

Edisi II Indrakarona Ketaren


114
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Kutipan lontar Dharma Caruban berisikan tentang tuntunan ngebat utawi mebat dalam
penyelenggaraan hidangan - hidangan dan upacara keagamaan di Bali seperti caru (tawur)
dan Panca Yadnya lainnya.

Dalam lontar Dharma Caruban ini juga disebutkan doa / mantra untuk menyemblih hewan /
binatang yang dibedakan berdasarkan jumlah kaki, cara berjalan dll serta mantra untuk
menebang pohon dan memetik daun - daun tumbuh - tumbuhan yang akan digunakan untuk
upacara yadnya baik dalam pembuatan sate, lawar, brengkes, urab, gorengan, jukut ares dan
lain-lain.

Selain dari pada doa/ pengastawa yang dilakukan pada waktu menyembelih hewan, maka
upakara/bebanten sebagai alat untuk memohon restu kepada Hyang Widhi atas tercapainya
kesucian roh hewan yang akan disembelih dan keselamatan si penyembelih tersebut sehingga
kesucian dari upacara yadnya itu dapat lebih terwujud.

Bagi masyarakat Hindu setiap melakukan yadnya, baik dewa yadnya, pitra yadnya, Rsi
Yadnya, Manusa Yadnya maupun Bhuta Yadnya mulai dari tingkatan yang kecil, sedang dan
besar, biasanya menyelenggarakan penyembelihan hewan-hewan yang dipergunakan sebagai
ulam sesajen. Adapun hewan yang biasanya disembelih untuk ulam sesajen itu adalah ayam,
itik, angsa, babi, sapi, kambing, kerbau, penyu dan lain sebagainya.

Menurut bentuk olah-olahan tersebut ada berbagai macam, ada yang keras, ada yang lembab,
maupun ada yang encer. Diantara olah-olahan tersebut maka "Lawar" inilah yang menjadi
kegemaran masyarakat Bali dari dahulu sampai sekarang. Lawar itu banyak coraknya, ada
yang serba matang, ada yang serba setengah matang atau pula ada yang serba mentah.

Sesungguhnya prinsip-prinsip Dharma Caruban banyak sekali manfaatnya dalam menjamin


kesehatan hidangan lawar dan yang sejenisnya. misalkan saja untuk membasmi bau busuk
dalam daging mentah dharma caruban memberikan resep "Langsub" yang terdiri dari rempah
rempah : Lada, Cengkeh, Ketumbar, Jebugarum dll, juga adanya daun-daunan seperti :
Ginten, Limau, Janggar Ulam dll, dari umbi-umbian seperti : Gamongan, Bangle, Isen, Cekuh,
Kunyit, Jahe dan bawang merah / putih.

Karena segala perikehidupan umat Hindu selalu dijiwai oleh agamanya, tidak mengherankan
jika Dharma Caruban mengajarkan pada saat menyembelih hewan baik yang akan dijadikan
bahan upacara maupun pesta selalu didahului oleh pengastawan/doa untuk kesucian roh
hewan yang akan disembelih. Dalam ajaran Hindu, pembunuhan hewan merupakan perbuatan
dosa (Imsa Karma), jika sebelum melakukan pembunuhan hewan kita awali dengan
permohonan maka dosa yang kita perbuat akan mendapatkan pengampunan dari hyang Maha
Pencipta (Yan noramangkana tan anemu rahayu sang amejah pati wenang ika).

Rasa olahan dalam masakan Bali sebagai pelengkap upacara dibagi dalam 6 (enam) rasa,
yakni :
i. Dharma Wiku, yaitu olahan yang mengandung rasa asin.
ii. Bima Kroda, yaitu olahan yang mengandung rasa pedas.
iii. Jayeng Satru, yaitu rasa sepat.
iv. Gagar Mayang, yaitu olahan yang mengandung rasa pahit.
v. Nyunyur Manis, yaitu olahan yang mengandung rasa manis.
vi. Galang Kangin, yaitu olahan yang mengandung rasa asam.

Dalam masyarakat Hindu di Bali, sajian masakan bukan hal yang sederhana. Dalam
terminologi tradisi, selain berpatokan kepada Darma Caruban, peristiwa masak memasak
melibatkan segenap elemen adat, termasuk seorang mancagera (ahli masak). Di Bali, seorang
mancagera bukan sekadar chef atau kepala juru masak, karena statusnya itu ia harus
menguasai seluk-beluk penyajian makanan persembahan kepada para dewa. Mancagera
punya posisi terhormat di masyarakat adat. Mereka mumpuni secara keterampilan dan
spiritual.

Edisi II Indrakarona Ketaren


115
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Seorang mancagera tidak pernah dipilih. Ia lahir dari proses tradisi empiris yang panjang.
Seorang mancagera tak hanya berkewajiban menyiapkan banten (sesaji) khusus untuk
sesuatu upacara, namun ia berkewajiban meminta pengesahan dari bendesa adat (kepala
desa adat) serta juga meminta urun tenaga dan pemikiran dari rukun warga setempat.

Tugas mancagera sudah dimulai ketika tenda-tenda untuk persiapan upacara didirikan. Tak
hanya memasak, tetapi juga seluruh pekerjaan untuk pelaksanaan upacara, boleh dikata, ia
adalah dirigennya.

Tugas seorang mancagera dalam dimensi spiritual juga sangat penting. Seorang mancagera
sangat mengerti elemen sesajen yang harus dibuat dan dipersembahkan menjelang hari raya
Galungan.

Tugas mancagera dibagi dalam dua bagian. Pertama, harus menguasai wilayah spiritual.
Mancagera harus mengerti sarana dan bentuk penyajian makanan persembahan. Kedua,
mancagera harus memiliki manajemen pengolahan makanan yang baik. Pada fungsi kedua
ini, seorang mancagera bertindak seperti chef dalam terminologi modern. Mancagera harus
bisa mengomando warga setempat untuk pelaksanaan mebat atau memasak bersama.

Selain meracik bumbu yang disebut basa genep, seorang mancagera juga bertugas membuat
menu seperti lawar, sate, dan komoh, yang akan disajikan sebagai banten perangkat. Bahkan,
setelah daging dipotong-potong, mancagera harus membagi daging untuk sesajian bernama
bakaran. Bakaran biasanya cuma berupa potongan jeroan atau darah dan garam, lalu
disajikan di atas daun kecil-kecil. Ini berfungsi mohon permisi kepada kekuatan Semesta
berupa Bhuta agar merestui acara mebat.

Tarikan dimensi spiritual yang bahkan berbau gaib sangat keras pada saat-saat seorang
mancagera menjalankan tugas. Kalau mancagera salah, ada konsekuensi di wilayah magis.
Bisa saja masakannya mudah basi atau tidak pernah matang.

Begitupun sesudah selesai memasak, seorang mancagera harus mengingatkan para


”petugasnya” untuk menyiapkan banten bernama saiban. Di beberapa tempat, saiban
diistilahkan dengan ngejot.

Saiban juga disajikan di atas potongan daun pisang yang berisi beberapa menu, seperti lawar,
lauk-pauk, garam, dan nasi. Pokoknya apa pun yang sudah selesai dimasak. Itu jumlahnya
bisa ratusan lembar. Kemudian dihaturkan ke beberapa tempat suci atau yang berkategori
sakral seperti dapur (api), sumur (air), dan pekarangan (tanah).

Seorang mancagera tidak pernah dididik untuk mengukur seberapa banyak jumlah jahe,
kencur, atau laos dalam satu tugas meracik bumbu. Rasa itu bukan di lidah, tetapi pada
tangan. Pengalamanlah yang akan memberi rasa pada tangan seorang mancagera.

Seluruh elemen adat di Bali lebih banyak berkembang berdasarkan empiris. Tidak ada
pelajaran formal untuk menjadi mancagera walaupun ia harus rajin membuka lontar yang
berisi aturan tentang bebantenan, seperti Dharma Caruban sebagai petunjuk praktis.

Meracik basa genep bukan sesuatu yang eksak, tetapi itu didapatkan dari belajar langsung.
Terkadang merasakan di lidah itu nomor kesekian, sebelumnya di tangan dan penciuman.
Biasanya, saat selesai meracik basa genep yang terdiri dari bawang merah, bawang putih,
laos, jahe, kencur, kunyit, sereh, merica hitam dan putih, lada, pala, cengkeh, cabai rawit,
cabai bun, bangle, jinten, gula merah, terasi, dan garam, seorang mancagera menghirup
racikan bumbunya. Ada satu aroma dalam penciumannya kalau bumbu itu dirasa bakalan
enak.

Edisi II Indrakarona Ketaren


116
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Begitulah cakupan tugas seorang mancagera, lebih luas dari sekadar chef dalam pengertian
kontemporer. Ia seperti meracik segala jenis berkah yang tumbuh di alam, untuk kemudian
mempersembahkannya kepada alam semesta dan manusia. Dalam dimensi yang mencakup
hal-hal yang transenden dan imanen ini, lidah kita seperti mengecap kelimpahan berkah
dengan penuh takzim.

3. NASKAH BANYUMAS
Babab Pasir & Babad Banyumas
Masyarakat Banyumas sebagai salah satu masyarakat Jawa yang berada di pinggiran
mempunyai warisan naskah yang banyak koleksinya, terutama yang tersimpan pada
masyarakat sebagai milik pribadi. Naskah yang paling digemari adalah naskah-naskah babad
sebagai bentuk manifestasi kekerabatan dari tokoh-tokoh Banyumas dengan nenek
moyangnya di masa lampau.

Naskah Babad Pasir mendeskripsikan relasi Banyumas dengan nenek moyangnya yang
berasal dari Sunda, yang kemudian menjadi dinasti lokal yang secara kebudayaan berada di
daerah perbatasan Jawa dan Sunda.

Naskah Babad Banyumas yang berelasi dengan Majapahit. Dari sini diketahui masyarakat
Banyumas terhubung dengan kerajaan Sunda dan juga Majapahit, yang terletak di antara dua
patron kebudayaan.

Kedua naskah lebih banyak berbicara mengenai kekerabatan dan legitimasi dinasti lokal yang
aspek-aspek kebudayaannya menyangkut ranah pemikiran manusia Banyumas dengan
mengacu kepada kedua naskah tersebut.

Secara sekilas, baik Babad Pasir maupun Babad Banyumas, menyajikan beberapa informasi
seni masakan yang terkait dengan pantangan atau tabu yang ditemukan tradisinya dalam
masyarakat.

Ada gejala yang menarik bahwa makanan pada masa lampau mungkin pernah sangat dikenal,
sedangkan pada masa sekarang orang belum pernah merasakan makanan tersebut, misalnya
daging ayam hutan dan pindang banyak (angsa), karena ditabukan dan belum pernah
menyembelih angsa dan ayam hutan. Selain itu, ada darah dan hati anjing sebagai pengganti
darah dan hati manusia.

Apakah tradisi memakan darah dan hati manusia sebagai pencerminan rasa benci seseorang
kepada orang lain ? Kalau daging anjing sudah sejak lama dikonsumsi oleh masyarakat,
khususnya di kalangan bawah.

Ada sejumlah makanan yang dipantangkan oleh masyarakat Banyumas. Hal itu terjadi karena
ada peristiwa yang berhubungan dengan tokoh nenek moyang, misalnya Raden Baribin
memantangkan keturunannya agar tidak memakan daging ayam hutan. Begitu pula, dengan
keturunan Warga Utama I untuk tidak memakan pidang angsa (banyak).

Selain itu, ada makanan dan minuman yang dianggap suci sebagai sesaji pada tokoh
legendaris dan mitis, misalnya, Kiai Bandayuda. Sesaji tersebut meliputi:
i. Wedang jembawuk
ii. Arang-arang kambang
iii. Gecak bang
iv. Dua buah pisang ambon yang dibakar, dan
v. Sirih dan pinang.

Edisi II Indrakarona Ketaren


117
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

4. NASKAH SUNDA
Sanghyang Swawar Cinta & Sanghyang Siksa Kandang Ng Karesian
Naskah Sanghyang Swawar Cinta (nomor Kropak 626) ditulis pada abad ke-17 dan Naskah
Sanghyang Siksa Kandang Ng Karesian (nomor Kropak 630) ditulis tahun 1440 Saka atau
pada tahun 1518 Masehi, keduanya dengan menggunakan bahasa dan huruf Sunda kuno.

Naskah Sanghyang Siksakanda ng Karesian berasal dari Galuh (salah satu ibukota Kerajaan
Sunda) terdiri dari 30 lembar daun nipah yang sebenarnya merupakan naskah didaktik dalam
memberikan aturan, tuntunan serta ajaran agama dan moralitas untuk menjadi resi (orang
bijaksana atau suci), namun di dalamnya ada klasifikasi mengenai masakan sunda kuno.

Klasifikasi masakan yang diolah dan dihidangkan kedua naskah ini berkisar soal “Sarwa
Iwiraning olahan ma; nyupar-nyapir, raramandi, nyocobék, nyopong konéng, nyanglarkeun,
nyaréngséng, nyeuseungit, nyayang ku pedes, beubeuleman, panggangan, kakasian,
hahanyangan, rarameusan, diruruum, amis-amis; singsawatek kaolahan, hareup catra tanya
(Segala maccam masakan, seperti: nyupa-nyupir, raramandi, nyocobék, nyopong konéng,
nyanglarkeun, nyeuseungit, nyayang ku pedas, beubeuleuman, papanggangan, kakasian,
hahanyangan, raramesan, diruum diamis-amis; segala masam masakan, tanyalah hareup
catra).” Termasuk cara memasak atau pélag olah-olah (keterampilan seni masakan) berbahan
ikan air tawar, ayam, juga jenis sate.

Untuk jenis masakan ikan, naskah itu menyatakan. “Teher pélag olah-olah, na paray
dikembang lopang: hurang ta dikembang dadap, na hitu dipais tutung, lendi ta dipais bari, na
lélé disososabék, na deleg dipanjel-panjel, na hikeu dileuleunjeur, na kancra dilaksa-laksa,
sisitna diraramandi, tulangna dibatcu rangu, pantingna dirokotoy (Kemudian terampil
memasak: ikan paray dikembang lopang, udang dimasak kembang dadap, ikan hitu dipepes
gosong, ikan lendi dipepes bari, ikan lele dibumbu cobek, ikan gabus dipanjel-panjel, ikan
hikeu dileuleunjeur, ikan kancra dilaksa-laksa, sisiknya dibuat raramandi, tulangnya dibatu
rangu, siripnya dirokotoy).”

Makanan berbahan daging ayam, ada yang disebut, “Hayam bodas ta dipadamara, hayam
beureum disarengseng, hayam cangkes diketrik, hayam hurik dipais bari, hayam danten
dipepecel, hayam bikang dipapanggang, hayam kurung dikudupung hayam kencaran
disaratén, hayam kambeuri ta dikasi (Ayam putih dipadamara, ayam merah disarengseng,
ayam cengkes diketrik, ayam burik dipepes bari, ayam dara dibumbui pecel, ayam betina
dipanggang, ayam kurung dikudupung, ayam liar disaraten, ayam kebiri dikasi).”

Untuk jenis sate, naskah itu menyebutkan, “Nyasaté raraka hudan, sasaté usap-usap lambe,
sasaté pawarang luntang, sasaté ugang-aging (Membuat sate untuk raraka hudan, membaut
sate usap-usap lambe, membuat sate pawarang lunta).”

Kedua pasase naskah itu saling melengkapi informasi. Kutipan dari pasase naskah
Sanghyang Siksa Kandang Ng Karesian mengetengahkan 14 cara mengolah bahan, yakni
nyupar-nyapir raramandi, nyocobék, nyopong konéng, nyanglarkeun, nyarengseng,
nyeuseungit, nyayang ku pedes, beubeuleuman, panggangan, kakasian, hahanyangan,
rarameusan, dan diruruum. Sebagai tambahan satu jenis makanan yakni amis-amis.

Sementara dalam pasase naskah Sanghyang Swawar Cinta diketemukan bahan sekaligus
cara mengolahnya. Bahan-bahan masakan yang dimaksud adalah ikan dan ayam. Jenis ikan
yang menjadi bahan masakan disebutkan ada hurang, hitu, lendi, lélé, na deleg, hikeu, kancra.
Demikian pula ayam berjenis-jenis, ada hayam bodas, hayam beureum, hayam cangkes,
hayam hurik, hayam danten, hayam bikang, hayam kurung, hayam kencaran, dan hayam
kambeuri yang bergantung pada warna, jenis bulu, kelamin, dan cara memelihara.

Pasase naskah Sanghyang Swawar Cinta melengkapi cara mengolah bahan masakan dalam
pasase naskah Sanghyang Siksa Kandang Ng Karesian. Karena dari naskah pasase
Sanghyang Swawar Cinta didapatkan 16 cara, yaitu: dikembang lwapang, dikembang dadap,

Edisi II Indrakarona Ketaren


118
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

dipais tutung, dipais bari, dipanjel-panjel, dileuleunjeur, dilaksa-laksa, dibatcu, dirokotoy,


dipadamara, dipapanggang, dikudupung, dan disaratén.

Dengan demikian, dari kutipan-kutipan dua naskah kuno tersebut didapatkan 30 cara
memperlakukan bahan masakan yaitu: nyocobék, beubeuleuman, panggangan, dipais,
dipepecel, dan di saratén atau sate.

Selain itu, bila merujuk kepada siapa yang mengolahnya, kedua naskah tersebut berbeda.
Pada naskah Sanghyang Siksa Kandang Ng Karesian kemampuan mengolah masakan itu
dilakukan oleh seorang hareup catra atau juru masak. Tidak disebutkan apakah juru masak
tersebut laki-laki atau perempuan.

Mungkin naskah Sanghyang Swawar Cinta bisa lebih menjelaskan, ada kutipan “kacigeung
tuang caroge” atau kesukaan suami. Hal ini jelas menegaskan, keahlian seni memasak
tersebut menampilkan guna ompoy atau kepandaian yang harus dimiliki perempuan agar
suaminya betah di rumah.

Dengan demikian, bisa jadi hareup catra yang dimaksud dalam naskah Sanghyang Siksa
Kandang Ng Karesian yang ditulis pada 1518, yakni pada masa pemerintahan Sri Baduga
Maharaja (1482-1521), itu adalah perempuan. Meskipun memang tidak menutup kemungkinan
ada juga laki-laki yang pandai memasak.

Selain itu, dengan disebutnya jenis ikan air tawar pada naskah Sanghyang Swawar Cinta, bisa
ditafsirkan, jenis-jenis masakan berbahan ikan air tawar tersebut berasal dari pedalaman tatar
Sunda yang berbukit-bukit, gunung, dan sungai, jelas tidak mengindikasikan mewakili tradisi
memasak di daerah pantai Sunda, yang di masa Kerajaan Sunda, sebagaimana tuturan pelaut
Portugis Tome Pires (Summa Oriental, 1512-1515), memiliki enam pelabuhan, yaitu: Calapa
(Kalapa), Chiamo (Cimanuk), Tangaram (Tangerang), Cheguide (Cigede), Pontang dan
Bintam (Banten).

Di situ pula timbul penafsiran selanjutnya, dengan tidak menyebutkan ikan-ikan laut, dapat
ditafsirkan bahwa naskah Sanghyang Swawar Cinta berasal wilayah pedalaman tatar Sunda,
bukan dari wilayah pantai. Jika demikan bisa diduga tradisi menulis naskah Sunda kuno terjadi
dipedalaman tatar Sunda, yakni di kabuyutan-kabuyutan atau lemah dewasasana yang
berkhidmat kepada percampuran kepercayaan antara Hindu, Budha dan Sunda.

BAB VIII
GASTRONOMI JAWA PADA PRASASTI PENETAPAN SIMA ABAD 9 – 10 MASEHI (M)

1. Prasasti Taji 901 M


Berisi hidangan yang disediakan untuk para hadirin mencapai 57 karung beras, 6 ekor kerbau,
100 ayam. Hidangan yang lain berupa aneka makanan yang diasinkan, daging asin (dendeng)
yang dikeringkan, ikan kaḍiwas, ikan gurame, biluŋluŋ, telur dan rumahan. Untuk minum
disuguhkan berbagai macam tuak yang berasal dari jnu, bunga campaga, bunga pandan dan
bunga karamān.

“…parnnah ning tinadah weas kadut 57 hadangan 7 hayam 100 muang saprakaraning asin-
asin deng asin kadiwas kawan bilunglung hantiga rumahan, tuak len sangka ing jnu muang
skar campaga …”

2. Prasasti Pangumulan 902 M


Berisi hidangan yang disediakan pada waktu upacara penetapan sima di desa Paṅgumulan,
adalah nasi matiman, bertumpuk/banyak sekali makanan yang diasinkan, ikan kakap dan ikan
kadawas yang dikeringkan, rumahan, layar-layar, udang, hala hala dan telur. Untuk dijadikan
sayur disediakan dua ekor kerbau dan seekor kambing. Selain itu ada juga amwil lamwil,
kasyan, kwĕlan yang dipiṅkā, dan sayuran yang berupa rumwarumwah, sayuran lalap matang,

Edisi II Indrakarona Ketaren


119
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

ḍuḍutan, tetis. Minuman keras yang disediakan adalah tuak, siddhu, yang lain adalah jātirasa
dan air kelapa.

“… Ning tinadah skul matiman matumpuk asin-asin daing kakap daing kadiwas rumahan
layar-layar hurang hala-hala hantiga samangkana pinaka gangan hadangan prana 2 wdus 1
dinadyakan kla-kla samenaka amwilamwil … Tuak siddhu jatirasa duh ni nyung …”

3. Prasasti Watukura I 902 M


Memberikan keterangan bahwa semua yang hadir pada waktu upacara penetapan sima di
desa Watukura disuguhi berbagai macam hidangan seperti ambil ambil, kasyan, let let,
tahulan, ikan wagalan, haryyas, sayuran lalap matang, suṇḍa, rumbah, haraŋ haraŋ, ikan
kakap kering, ikan kaḍiwas, tenggiri, cumi-cumi, udang dan biluŋluŋ. Sedang minuman yang
disediakan adalah pāṇa, siddhu, mastawa, kiñca, kilaŋ, dan tuak.

“… Kapwa manadah tan hana kantuna ring irusan klakla ambilambil kasyan letlet . . . deng
kakap kadiwas tenggiri hnus hurang bilunglung . . . Hana siddhu mastawa kinca kilang twak
...”

4. Prasasti Mantyasih I 907 M


Memberikan keterangan bahwa hidangan yang disediakan berupa masakan (dari daging)
kerbau, babi (celeng), kijang dan kambing. Selain itu ada juga bermacam-macam makanan
enak seperti haraŋ haraŋ, daging asin (dendeng), daging (dendeng) hañaŋ, daging (dendeng)
taruŋ serta udang, hala hala dan telur.

“ … Lwirning tinhadah hadangann wok wdus ginaway samenaka muang muang saprakara
ning harangharang deng asin deng hanyang deng tarung muang hurang halahala hantrini …”

5. Prasasti Mantyasih III


Berisikan keterangan berupa masakan (dari daging) kerbau, babi, kijang dan kambing dan
berbagai macam haraŋ haraŋ.

6. Prasasti Rukam 907 M


Memberikan keterangan mengenai hidangan yang disediakan pada upacara penetapan sima
di desa Rukam berupa nasi paripūrṇna timan, melimpah ruah masakan haraŋ haraŋ, ikan
kakap kering, ikan kadiwas, ikan ḍuri, daging hañaŋ yang dikeringkan, ikan gurame, rumahan,
layar layar, hala hala, udang, dlag (ikan gabus) yang digoreng dengan telur, dan kepiting. Ada
juga sayur yang terbuat dari daging kerbau, sapi dan babi. Semua makan yang disukai dibuat
masakan serba lezat. Ada amwil amwil, atah atah, kasya kasyan, saṅasaṅān, ḍalamman,
hinaryyasan, rumwarumwah, sayuran lalap matang, ḍuḍutan dan tetis. Minuman yang tersedia
ialah tuak, siddhū, ciñca

“… Lwir ning tiandah skul paripurna timan matumpuk tumpuk harangharang deng kakap
kadiwas ikan duri deng hanyang kawan kawan rumahan layarlayar halahala hurang dlag
inaring muang hantrini gtam mangkana gangan hadangan sapi wok sukan dinadyakan klakla
samenaka hana amwilamwil atahatah kasyakasyan sangasangan … Mangkanang ininum
twak siddhu cinnca …”

7. Prasasti Lintakan 919 M


Keterangan mengenai makanan tidak di dapat, namun minuman yang tersedia berupa tuak,
siddhu dan ciñca.

8. Prasasti Saŋguran 928 M


Terdapat hidangan berupa nasi ḍaṇḍanani hiniru, ambilambil, kasyan, lit lit, masakan ranak,
sangasangān, āryya, rumbarumbah, sayuran lalap matang, tetis, berlimpah ruah daging asin,
bilunglung, ikan kaḍiwas, udang, ikan gurame, layalayar, halahala dan telur yang dikeringkan.
Selain itu masih ada sejumlah makanan atatmipihan dan sayur yang tidak diketahui bahan

Edisi II Indrakarona Ketaren


120
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

utamanya. Untuk minuman, disediakan siddhu, ciñca, kila. Pada prasasti ini diketahui juga
bahwa selain makanan utama, para hadirin diberikan pula tambul dan dodol.

9. Prasasti Linggasuntan 929 M


“… Inangsean skul dangdangan hinirusan klakla ambilambil . . . [sa]ngasangan haryas
rumbarumbah kulupan tetis tumpuk tumpuk deng hanyang deng hasin kakap hurang
wilunglung … Manginum sidhu cinca kilang twak …”

10. Prasasti Jeru jeru 930 M


Dalam prasasti ini dapat diketahui bahwa hidangan upacara penetapan sima di desa Jeru jeru
saat itu diletakkan di atas daun kawung (daun pohon enau). Hidangannya berupa nasi
paripūrṇna, sangkab, wulu, kaṇḍari, ikan kaḍiwas, daging asin, daging..., slar, capacapa,
rumahan, udang, bilulung, halahala, telur yang dikeringkan dan wuluninggangan (wulu yang
dibuat sayur). Selain itu ada juga masakan kasyan dengan rasa manis, tĕwangān, masakan
ranak, alap alap, sayuran lalap matang, tetis dan tambul. Minuman yang disuguhkan tidak
diketahui.

11. Prasasti Alasantan 939 M


Hidangan yang tersedia berupa dandanan hinirusan, masakan ambilambil, lit lit, masakan
ranak, sangasangān, haryyas, rumbarumbah, sayuran lalap matang, tetis, melimpah ruah
daging hañaṅ, daging asin, ikan kakap, udang, bijañjan, ikan kadiwas, ikan gurame, layarlayar,
halahala, telur yang dikeringkan, sunda, masakan atak pīhan, daging kerbau, berbagai macam
ikan termasuk ikan praṅ paṅ paṅ, daging kijang, babi dan angsa. Minuman yang tersedia
adalah siddhu, tuak dan kilaṅ, kemudian diberi hidangan tambul yang diañjap, kura, wuku, rih,
hasam dan dodol.

12. Prasasti Paradah 943 M


Dalam upacara penetapan sima desa Paradah menikmati hidangan berupa nasi dākdannan
linirusan, masakan ambilambil, kasyan, lidlid, waragalan, rumbarumbah, sayuran lalap
matang, tetis, daging hañaŋ, daging asin, ikan kakap, rumahan, ikan kadiwas dan ikan
gurame. Selain itu ada juga hidangan berupa masakan udang, kepiting, bilulung, layarlayar,
halahala, telur yang dikeringkan, suṇḍa, atak pīhan, tahulan, dan sīnangannan, haryya, sayur,
berbagai macam ikan dan daging kijang. Minuman yang tersedia berupa siddhu, ciñca, dan
tuak. Kemudian diberikan hidangan tambul yang diañjap, kura, wuku, rima, asam dan dodol,
kemudian memakan rujak setelah memakai bunga dan jnu.

BAB IX
NASKAH KUNA TENTANG MAKANAN

1. Catatan Kuna Makanan


Catatan kuna mengenai makanan di bumi nusantara tidak banyak terkoleksi secara tertulis.
Dari lebih 300 kelompok etnik atau suku bangsa di Indonesia atau tepatnya 1.340 suku
bangsa (menurut sensus BPS tahun 2010) terdapat 748 bahasa yang digunakan namun tidak
lebih dari 1,2% catatan tertulis kuna yang dimiliki bangsa ini.

Selain itu ada percampuran resepi dari 4 (empat) etnik pendatang (Tionghoa, India, Arab &
Belanda), yang diserap dan diolah oleh masyarakat lokal setempat (akulturasi & mimikri).
Makanan bangsa-bangsa luar itu menjadi panutan dalam resepi masakan di Indonesia.

Sebagian adalah naskah catatan kuna Jawa yang merupakan salah satu bentuk koleksi yang
memiliki nilai budaya tinggi, khususnya informasi mengenai makanan dan pangan seperti
Serat Centhini, Serat Bauwarno, Babad Pasir maupun Babad Banyumas serta Prastasi
Penetapan Sima pada abad 9 - 10 Masehi.

Edisi II Indrakarona Ketaren


121
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Selain itu di Bali tradisi tulis nusantara yang membahas tentang resep makanan adalah
Dharma Caruban dan Wirata Parwa yang merupakan naskah dalam tradisi Bali yang
membahas keanekaragaman resep makanan tradisional dengan menggunakan racikan
bumbu tradisional.

Serat Centhini (atau juga disebut Suluk Tambanglaras atau Suluk Tambangraras-Amongraga)
merupakan salah satu karya sastra terbesar dalam kesusastraan Jawa Baru. Serat Centhini
menghimpun segala macam ilmu pengetahuan dan kebudayaan Jawa, agar tak punah dan
tetap lestari sepanjang waktu.

Secara etimologis kata Dharma Caruban berasal dari dua kata yakni kata Dharma (tata cara)
dan Carub (mencampur) sehingga dapat diartikan sebagai tata cara yang dilakukan dalam
mencampur racikan bumbu-bumbu masakan sesuai dengan uraian resep.

Untuk ringkasan Serat Bauwarno sengaja tidak dibuat oleh karena hampir semua informasi
tentang pangan yang ada di dalamnya dikutip dari Serat Centhini dan bentuknya prosa
sehingga cukup mudah dipahami.

Pengungkapan catatan masakan dan pangan dalam tembang Serat Centhini, gancaran atau
prosa Serat Bauwarno, Babad Pasir, Babad Banyumas, Dharma Caruban dan Wirata Parwa
secara tidak langsung merupakan upaya pendokumentasian dan pelestarian resep-resep
masakan nusantara sekaligus menjadi penguat identitas bangsa Indonesia.

Disamping ke-enam naskah itu, terdapat manuskrip Jawa lainnya yang berbicara tentang
minuman herbal yakni jamu (jampi jawi), seperti Serat Bobok Boreh Saha Parem, Kawruh
Jampi Jawi, Kawruh Bab Jampi-jampi Jawi dan sebagainya.

Sumber lain yang mengungkapkan kekayaan gastronomi tradisional Jawa Kuno terdapat dala
kitab-kitab Sastra, yang mana dalam Kitab Smaradahana, Bomakawya terdapat kata agerager
(agar-agar).

Kemudian dalam Kidung Nawa Ruci, Harsa Wijaya terdapat kata “jawadah lumindih adulur,
warnaning amikaikan dodol wajik mwang parasi muwah tikang saramad” yang menjelaskan
terdapatnya makanan dodol.

Adapula kitab Adiparwa yang mengungkapkan kata “twak waragang badyag twak ing tal
budur” dan kitab Sutasoma yang mencantumkan kata “twak badeg siwalan budur waragan”,
dalam kedua kitab itu menggambarkan tentang adanya tuak atau minuman beralkohol di masa
tersebut.

Terakhir terdapat pula kata dalam kitab Bomakawya yaitu “ikang rarawwan amaregmaregi”
yang menggambarkan keberadaan menu ikan.

Catatan-catatan sejarah leluhur ini sangat berpotensi untuk diidentifikasi dan dikaji kembali
yang pada gilirannya untuk dikembangkan sebagai asset budaya bangsa yang mampu
menjadi penciri secara khusus maupun identitas kebudayaan Indonesia.

Perlu ditekankan bahwa pada kehidupan modern saat ini, ada hal-hal yang secara tradisi
belum tentu usang atau kuno. Bahkan hal yang tradisi mengalami perubahan makna menjadi
makna eksotis, yaitu ciri khas yang bernilai ekonomi, sosial dan budaya.

Banyak kalangan merindukan masa lalu untuk hadir kembali ke masa kini dalam balutan
modern. Hal ini pada akhirnya bermuara pada konsep penguatan identitas budaya sebagai
bagian dari sistem ketahanan sosial budaya masyarakat yang dalam aplikasinya memberi
signifikansi positif terhadap ekonomi, seperti tumbuhnya rumah makan yang menyajikan menu
tradisional.

Edisi II Indrakarona Ketaren


122
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Makanan tradisional merupakan salah satu kekayaan budaya yang harus digali kembali
sebagai salah satu aset kultural melalui revitalisasi dan proses-proses transformasi.

Ini perlu dilakukan untuk mengimbangi serbuan jenis makanan asing, sebagai dampak pasar
bebas dan globalisasi.

Makanan tradisional semakin tidak popular dan kalah bersaing dengan makanan asing, sudah
semestinya harus ada usaha untuk mempopulerkannya kembali.

Apabila ada anggapan bahwa kurang populernya makanan tradisional Indonesia disebabkan
terlalu banyak varian dan cara masak yang terlalu lama, sudah tentu bukan suatu penilaian
yang benar dan perlu diragukan kesahihannya.

Makanan merupakan bagian dari manusia, kebudayaan dan lingkungannya. Dalam perspektif
budaya, merupakan sebuah identitas, representasi dan produksi dari kebudayaan yang
berkembang di masyarakat.

Pola makan dan jenis makanan masyarakat dapat menggambarkan perilaku hidup, gaya hidup
lingkungan dan sistem-sistem sosial masyarakat pendukungnya. Makanan secara budaya,
menggambarkan identitas lokal suatu pendukung budaya yang mencirikan lingkungan dan
kebiasaan, serta menggambarkan representasi, regulasi, konsumsi dan produksi.

Dengan demikian sejarah mengajarkan nilai pentingnya menghargai cipta dan karya manusia
(historic value) bagi keberlanjutan tradisi masyarakat tradisional sehingga pelestarian dan
pemanfaatannya dapat berkesinambungan.

2. Makanan Tradisional Bagi Masyarakat Jawa


Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Makanan dari aspek gizi dan
kesehatan telah banyak dibicarakan dan diteliti oleh para ahli. Namun makanan dari aspek
kebudayaan belum banyak dibicarakan atau diteliti. Padahal sesungguhnya makanan sangat
erat hubungannya dengan kebudayaan. Makanan adalah bagian dari sebuah kebudayaan,
salah satunya adalah makanan tradisional (makanan rakyat).

Bagi masyarakat Jawa, makanan tradisional adalah fenomena budaya yang selain untuk
mempertahankan hidup juga diperuntukkan untuk mempertahankan kebudayaan kolektif.

Dalam masyarakat Jawa, makanan tradisional erat hubungannya dengan upacara ritual yang
hingga kini masih dilaksanakan. Makanan mempunyai arti simbolik yang berkaitan dengan
fungsi sosial dan keagamaan seperti upacara bersih desa (merti desa) atau ruwah rosul,
sedekah bumi, grebeg sawal, grebeg mulud (sekaten), jumenengan raja ataupun saparan
yang bersifat kolektif.

Sedangkan upacara-upacara yang bersifat individual antara lain berkaitan dengan daur hidup
seperti kelahiran (brokohan, selapanan), mitoni (tingkeban), midodareni (sebelum pernikahan)
dan upacara perkawinan adat Jawa, ruwatan dan lain sebagainya.

Keberadaan makanan tradisional mempunyai arti dan beberapa fungsi yang cukup penting
bagi kehidupan masyarakat Jawa.

Catatan perihal makanan tradisional terekam dalam beberapa naskah Jawa yang berisi
tentang makanan tradisional, yaitu Serat Centhini, Serat Goenandrija, Serat Wilujengan,
Jumengan, Kraman, Mangkunegaran, dan Primbon Lukmanakim Adammakna.

Dalam naskah-naskah kuna Jawa terkandung pemikiran-pemikiran nenek moyang tentang


makanan tradisional yang disebut sebagai kearifan lokal masyarakat setempat.

Edisi II Indrakarona Ketaren


123
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Naskah-naskah tersebut berisi berbagai macam makanan tradisional serta fungsinya dalam
masyarakat Jawa.

Sayangnya warisan kearifan lokal itu kurang dipahami khususnya oleh masyarakat Jawa masa
kini dan masyarakat pada umumnya.

Oleh karena itu perlu untuk melakukan rekonstruksi terhadap rekaman makanan tradisional
masyarakat Jawa dalam nasakah-naskah kuna itu untuk mengungkap aktualisasi
kesejarahannya.

BAB X
MAKANAN DAN MINUMAN YANG SUDAH ADA JAMAN JAWA KUNO

Di antara aneka hidangan sajian tradisional Jawa, ada 14 macam yang umurnya sudah
berabad-abad atau malah sudah lebih dari 1.000 tahun yang berasal dari jaman Gajah Mada
masih menjabat sebagai mahapatih amangkubhumi di Majapahit, bahkan berasal dari jaman
ketika candi-candi di Kompleks Percandian Prambanan sedang disusun batu-batunya.

Empat belas sajian tersebut masih tetap populer hingga kini dan masyarakat Indonesia masih
lazim mengolah dan menghidangkan hidangan itu, bahkan di banyak tempat masih ada
pedagang yang menjualnya.

Berikut ke-14 hidangan sajian yang sudah ada sedari jaman Jawa Kuno sebagaimana
diterangkan oleh Prof Dr Timbul Haryono, Guru Besar Arkeologi Universitas Gadjah Mada.

1. Dendeng :
Makanan berupa daging yang dikeringkan dan dibumbui sehingga membentuk lembaran-
lembaran tipis ini turut disebutkan dalam Prasasti Taji yang berangka tahun 901 Masehi dari
era Kerajaan Medang.

2. Urap :
Olahan beberapa sayur yang dibumbui memakai parutan kelapa ini turut disebutkan dalam
Prasasti Linggasuntan yang berangka tahun 929 Masehi dari era Kerajaan Medang.

3. Lalapan :
Sajian sayur yang tetap dibiarkan mentah atau sekadar direbus sebentar ini turut disebutkan
dalam Prasasti Jeru-jeru yang berangka tahun 930 Masehi dari era Kerajaan Medang.

4. Dodol :
Kini, kue manis yang kenyal, lengket, dan berwarna cokelat gelap ini begitu identik sebagai
jajanan khas kota Garut di Jawa Barat. Namun, jika mengamati bentuk, bahan baku, maupun
penyajiannya, jenang ala kota Kudus di Jawa Tengah sebenarnya terbilang juga di dalam
keluarga besar dodol. Nah, dodol rupanya sudah turut disebutkan dalam saduran kitab
Ramayana versi Jawa. Ramayana sendiri acap dianggap sebagai karya sastra India yang
pertama kali disadur oleh masyarakat Jawa. Ramayana versi Jawa diperkirakan berasal dari
zaman akhir Kerajaan Medang, yakni ketika masih menempati Jawa Tengah dan belum
dipindahkan ke Jawa Timur oleh Maharaja Sindok. Penyaduran Ramayana guna menciptakan
versi Jawa diperkirakan terjadi antara 840 Masehi sampai dengan 930 Masehi.

5. Tape Ketan :
Ramayana versi saduran Jawa yang diperkirakan berasal dari pertengahan abad IX atau awal
abad X Masehi sudah menyebutkan tentang keberadaan tape ketan. Kini, makanan
bercitarasa manis-asam dan kerap dijadikan campuran minuman ini terkenal sebagai
makanan khas dari kota Muntilan dan Magelang.

Edisi II Indrakarona Ketaren


124
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

6. Pecel :
Ramayana versi saduran Jawa juga turut menyebut tentang keberadaan hidangan pecel.
Makanan yang pada dasarnya merupakan racikan sejumlah sayuran yang diguyur saus
bumbu kacang ini sampai sekarang populer. Sayuran yang biasa dipakai sebagai bahan
utamanya adalah bayam, atau sawi, atau kangkung. Namun, sejumlah sayuran lain acap
ditambahkan yakni kacang panjang, taoge, kembang turi, kubis, hingga irisan wortel. Selain itu,
pecel sering dihidangkan dengan dilengkapi sejumlah lauk seperti rempeyek, kerupuk, karak
beras, hingga telur asin. Orang antara lain kerap menjadikannya sebagai salah satu pilihan
menu untuk sarapan. Karena itu banyak warung makan laris yang mengandalkan menu ini
sebagai jualan utamanya. Madiun di Jawa Timur adalah contoh kota yang dikenal karena
racikan pecelnya.

7. Agar-Agar :
Smaradahana, kitab sastra bergenre kakawin dari zaman Kerajaan Kediri di abad XII Masehi
ternyata telah mencatat keberadaan penganan yang diidentifikasi sebagai agar-agar. Namun
belum dapat dipastikan pula seperti apa tepatnya agar-agar yang dicatat oleh Smaradahana
ini, apakah berbahan rumput laut sebagaimana dikenal sekarang atau berbahan lain.
Smaradahana sendiri mengisahkan Dewa Kama dan Dewi Ratih yang harus menjalani
inkarnasi ke dunia setelah Kama terbakar hangus ketika coba membangunkan Siwa dari
meditasi khusyuknya.

8. Dawet :
Minuman segar dan manis dari hasil perpaduan air gula merah, santan kelapa, dan butiran-
butiran kenyal berbahan tepung beras yang dinamakan cendol ini rupanya telah ada zaman
Kerajaan Kediri, sekitar abad XII Masehi. Hal ini tercatat dalam kitab Kresnayana yang
berkisah tentang percintaan Krisna dan Rukmini. Sekarang, ada beberapa dawet yang
menjadi minuman khas bagi daerahnya. Sebut saja dawet ayu dari Banjarnegara, dawet
telasih dari Pasar Gede di Solo, juga dawet ala Bayat, Klaten, yang lebih banyak di jual di
Kalasan, Yogyakarta.

9. Kerupuk :
Makanan ini dibuat dari adonan tepung bercampur lumatan udang atau ikan, yang lalu dikukus,
kemudian dibentuk tipis-tiipis melalui pengirisan ataupun pencetakan, kemudian dijemur, serta
akhirnya digoreng sehingga menjadi renyah. Keberadaan kerupuk telah disebutkan dalam
kitab Sumanasantaka yang merupakan hasil penulisan dari zaman Kediri pada abad XII. Isi
Sumanasantaka adalah kisah bidadari Harini yang dikutuk Begawan Trnawindu sehingga
menjalani hidup di sebagai manusia di Bumi, lalu diperistri oleh Pangeran Aja, dan dari
perkawinan mereka lahirlah Dasarata yang nantinya akan menjadi ayah dari Rama.

10. Rawon :
Masakan ini sekarang identik sebagai makanan khas daerah-daerah di Jawa Timur,
khususnya Surabaya. Hidangan olahan irisan daging ini bercirikan genangan kuah cokelat
gelap menjurus hitam yang dihasilkan dari penggunaan biji kluwak sebagai salah satu
bumbunya. Keberadaan rawon sudah disebutkan dalam kitab Bomakawya yang berasal dari
zaman Kerajaan Kediri.

11. Ikan Asin :


Macam-macam ikan laut yang diawetkan dengan cara digarami dan dikeringkan ini dicatat
keberadaannya dalam kitab Bomakawya dari zaman Kediri.

12. Wajik :
Jajanan manis berbahan dasar ketan yang dimasak bersama cairan gula merah sehingga
berwarna kecokelatan ini telah tercatat keberadaannya dalam kitab Nawa Ruci yang berasal
dari zaman Kerajaan Majapahit, sekitar abad XIV Masehi. Nawa Ruci sendiri bercerita tentang
petualangan Bima mencari air suci tirta amertha yang membuatnya sampai menyelam jauh ke
dalam samudera. Sekarang, wajik dikenal sebagai makanan khas dari Magelang.

Edisi II Indrakarona Ketaren


125
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

13. Jadah :
Penganan dari ketan yang dihaluskan dan lalu dibentuk menjadi lempengan-lempengan atau
kepalan-kepalan ini telah disebutkan keberadaannya dalam kitab Nawa Ruci hasil penulisan
pada zaman Majapahit. Contoh jadah yang menjadi penganan tersohor adalah jadah tempe
ala Kaliurang, Sleman, Yogyakarta.

14. Serbat :
Minuman hangat pedas berbahan dasar jahe yang dicampur bersama tambahan bahan-bahan
lain seperti kencur, kemiri, dan adas pulowaras ini telah dicatat keberadaannya dalam kitab
Kidung Harsawijaya yang berasal dari zaman Majapahit. Kidung Harsawijaya sendiri bercerita
tentang sejarah masa akhir Singhasari sampai berdirinya Majapahit.

BAB XI
BEBERAPA MASAKAN INDONESIA

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki berbagai macam makanan daerah yang
masing-masing mempunyai ciri khas dan bahkan tidak dimiliki oleh berbagai makanan dari luar
lainnya.

Variasinya sangat beragam dengan cita rasanya yang tinggi. Hal pertama yang membedakan
makanan Indonesia dengan makanan lainnya dari luar adalah kayanya bumbu dan rempah
yang digunakan dalam memasak makanan.

Selain itu teknik memasak yang digunakan untuk menyajikan makanan juga cenderung lebih
rumit dan memerlukan keahlian tinggi. Misalnya untuk satu menu soto, variasinya sangat
beragam dan rasanya juga cenderung berbeda karena adanya bumbu tertentu yang
ditambahkan atau dikurangi dalam membuatnya.

Masakan Indonesia memang terkenal memiliki rasa yang alami, yang didapat dari pengolahan
dan bahan asli yang bersumber dari alam. Makanan Indonesia lebih mementingkan cita rasa
yang dibuat dari bahan dan rempah yang baunya menyengat dan banyak berlemak.

Hal tersebut kerap ditemui pada masakan asli Indonesia dimana segala macam jenis masakan
selalu memprioritaskan kualitas keaslian dari rasa, aroma, cita rasa maupun tampilan dengan
daya tarik tersendiri

Berbeda dengan masakan luar, yang cenderung menggunakan bahan buatan dalam
menguatkan citra masakan, baik itu dari segi rasa, aroma maupun penampilan.Teknik
memasaknya juga cenderung tidak rumit, kurang berbumbu atau bersantan, dan proses
penyajiannya juga jauh lebih mudah.

Nenek moyang leluhur Indonesia mengatakan, jika banyak mengkonsumsi masakan dengan
menggunakan bahan asli dari alam maka jauh lebih baik untuk kesehatan daripada
mengkonsumsi masakan yang dipenuhi dengan bahan buatan.

Di bawah ini disampaikan beberapa ulasan singkat mengenai ciri khas rasa masakan –
makanan lokal daerah di Indonesia.

1. Masakan Indonesia
Pada dasarnya tidak ada satu bentuk tunggal "masakan Indonesia", tetapi lebih kepada
keanekaragaman masakan regional yang dipengaruhi secara lokal oleh kebudayaan
masyarakat setempat serta pengaruh etnik pendatang asing.

Makanan pokok bangsa Indonesia adalah nasi yang terbuat dari beras lokal, kecuali di Maluku
dan Irian Jaya di mana sagu, kentang, dan singkong lebih umum dikonsumsi.

Edisi II Indrakarona Ketaren


126
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Beras yang diolah menjadi nasi putih, ketupat atau lontong (beras yang dikukus) merupakan
makanan pokok bagi mayoritas penduduk Indonesia yang dihidangkan dengan lauk daging
dan sayur. Begitupun dengan sagu, jagung, singkong dan ubi jalar.

Bentuk lansekap penyajiannya sebagian besar makanan Indonesia adalah makanan pokok
diletakkan di tengah piring dengan lauk-pauk berupa daging, ikan atau sayur di sisi piring.

Seperti negara-negara Asia Tenggara, lauk pauk di Indonesia disajikan lebih sedikit
dibandingkan dengan makanan pokoknya. Apapun jenis masakannya, sering kali dilengkapi
dengan sambal yang memberi cita rasa pedas bagi kebanyakan makanan.

Indonesia merupakan surganya sambal. Di negeri ini ada begitu banyak varian sambal. Nyaris
setiap daerah memiliki kekhasan jenis sambal dengan cita rasanya masing-masing. Bagi
sebagian besar orang Indonesia, tidak nikmat rasanya bila makan tanpa ditemani sambal atau
tanpa cita rasa pedas pada makanan.

Selain surganya sambal, kerupuk mendapat tempat yang istimewa. Bagi kebanyakan orang
Indonesia, bukan makan namanya bila tanpa kerupuk. Padahal, dari segi kandungan gizi,
boleh dibilang nihil, bila dibandingkan dengan sebiji telur ayam. Begitulah faktanya.

Pulau Maluku yang termahsyur sebagai "Kepulauan Rempah-Rempah", juga menyumbangkan


tanaman rempah asli Indonesia kepada seni masakan dunia. Seni masakan kawasan bagian
timur Indonesia mirip dengan seni memasak Polinesia dan Melanesia.

Beberapa jenis hidangan asli Indonesia juga kini dapat ditemukan di beberapa negara di
benua Asia. Masakan Indonesia yang populer seperti sate, rendang, dan sambal juga digemari
di Malaysia dan Singapura.

Bahan makanan berbahan dasar dari kedelai, seperti variasi tahu dan tempe, juga sangat
populer. Tempe dianggap sebagai penemuan asli Jawa, adaptasi lokal dari fermentasi kedelai.
Jenis lainnya dari makanan fermentasi kedelai adalah oncom, mirip dengan tempe tapi
menggunakan jenis jamur yang berbeda, oncom sangat populer di Jawa Barat.

Bumbu (terutama cabai), santan, ikan, dan ayam adalah bahan yang penting. Sambal, sate,
bakso, soto, dan nasi goreng merupakan beberapa contoh makanan yang biasa dimakan
masyarakat Indonesia setiap hari.

Selain disajikan di warung atau restoran, terdapat pula aneka makanan khas Indonesia yang
dijual oleh para pedagang keliling menggunakan gerobak atau pikulan. Pedagang ini
menyajikan bubur ayam, mie ayam, mi bakso, mi goreng, nasi goreng, aneka macam soto,
siomay, sate, nasi uduk, dan lain-lain.

Rumah makan Padang yang menyajikan nasi Padang, yaitu nasi disajikan bersama aneka
lauk-pauk, mudah ditemui di berbagai kota di Indonesia.

Selain itu Warung Tegal yang menyajikan masakan Jawa khas Tegal dengan harga yang
terjangkau juga tersebar luas.

Nasi rames atau nasi campur yang berisi nasi beserta lauk atau sayur pilihan dijual di warung
nasi di tempat-tempat umum, seperti stasiun kereta api, pasar, dan terminal bus.

Di Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya dikenal nasi kucing sebagai nasi rames yang
berukuran kecil dengan harga murah, nasi kucing sering dijual di atas angkringan, sejenis
warung kaki lima.

Penganan kecil semisal kue-kue banyak dijual di pasar tradisional. Kue-kue tersebut biasanya
berbahan dasar beras, ketan, ubi kayu, ubi jalar, terigu, atau sagu. Selain itu ada berbagai

Edisi II Indrakarona Ketaren


127
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

jenis bubur yang manis masuk dalam kategori kue, seperti kolak, bubur sumsum, bubur
kampiun, dan lain-lain.

Begitupun dengan minuman. Ada minuman panas seperti bandrek, bajigur, wedang angsle,
dan minuman dingin seperti es timun dari Aceh, es kacang merah Medan, es palu butung
Makassar, dan seterusnya.

Namun secara singkat bisa dikatakan, resep masakan Indonesia dipengaruh oleh budaya lokal
suku-etnis yang bersangkutan, yang telah membentuk perbedaan terhadap khazanah menu,
pola, tekstur dan nama, dikarenakan :
a. Adanya bermacam jenis menu makanan dari setiap komunitas – etnis masyarakat
dalam mengolah suatu jenis hidangan makanan karena perbedaan bahan dasar /
adonan dalam proses pembuatan. Contoh: orang Jawa ada jenis menu makanan
berasal dari kedele, orang Timor jenis menu makanan lebih banyak berasal dari
jagung dan orang Ambon jenis menu makanan berasal dari sagu.
b. Adanya perbedaan pola makan / konsumsi / makanan pokok dari setiap suku-etnis ;
Contoh : orang Timor pola makan lebih kepada jagung, orang Jawa pola makan lebih
kepada beras.
c. Adanya perbedaan cita - rasa, aroma, warna dan bentuk fisik makanan dari setiap
suku-etnis; Contoh : makanan orang Padang cita - rasanya pedas; orang Jawa
makananya manis; dan orang Timor makanannya selalu yang asin.
d. Adanya bermacam jenis nama dari makanan tersebut atau makanan khas berbeda
untuk setiap daerah; Contoh : Soto Makasar berasal dari daerah Makasar- Sulawesi
Selatan; Jagung ”Bose” dari daerah Timor-Nusa Tenggara Timur.

2. Masakan Bali
Bali berasal dari kata “Bal” dalam bahasa Sansekerta berarti “Kekuatan”, dan “Bali” berarti
“Pengorbanan”, yang berarti supaya manusia tidak melupakan kekuatan. Supaya manusia
selalu siap untuk berkorban.

Bali memiliki karakter masakan yang berbeda dengan Jawa yang terbiasa dengan asin, pahit
dan pedas, karena masakan Bali rata-rata manis, memiliki aroma sangat harum dan tidak
terlalu pedas.

Berbeda dengan di pulau-pulau lain, makanan masyarakat Bali mengandung sedikit daging,
ayam atau unggas, tapi kaya akan sayuran. Meskipun dikelilingi oleh laut, ikan bukan
merupakan makanan favorit masyarakat Bali.

Seperti kebanyakan masyarakat di Indonesia, makanan utama masyarakat Bali adalah beras
yang dikombinasi dengan sayuran. Dari segi komposisi, masakan masyarakat Bali cukup
keras, tetapi memiliki presentasi yang kaya.

3. Masakan Batak & Karo


Masakan Batak dan Karo adalah jenis masakan yang dipengaruhi seni dan tradisi memasak
kedua suku yang mendiami wilayah Sumatera Utara. Salah satu ciri masakannya adalah
menggunakan andaliman (Zanthoxylum acanthopodium) sebagai rempah utama. Bentuknya
berupa bijian kecil dengan rasa pedas yang sangat khas. Karena itulah Andaliman dijuluki
sebagai "merica batak". Bumbu khas lainnya adalah bawang batak atau di daerah lain disbeut
lokio. Bumbu-bumbu lainnya yang lazim digunakan dalam masakan Batak antara lain jeruk
purut dan daun salam, ketumbar, bawang merah, bawang putih, cabai, merica, serai, jahe,
lengkuas, dan kunyit.

Jika masakan Sumatera di daerah lainnya banyak menunjukkan pengaruh asing, seperti
masakan Minangkabau, Melayu, dan Aceh menampilkan masakan jenis kari yang kental
dipengaruh seni memasak India dan Timur Tengah, maka masakan Batak dan Karo lebih
menampilkan tradisi memasak asli suku bangsa Austronesia, yang menggunakan berbagai
macam bumbu atau resep yang unik dengan rasa pedas Misalnya memasak daging babi

Edisi II Indrakarona Ketaren


128
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

bersama dengan darahnya yang disebut saksang, juga dapat ditemui dalam tradisi masakan
Filipina, yaitu dinuguan.

Sejak banyaknya suku bangsa Nusantara yang masuk agama Islam, maka seni memasak
yang tidak halal, seperti menggunakan daging babi, anjing, atau darah, telah ditinggalkan dan
lenyap, dan kini hanya bertahan di wilayah budaya non-Muslim seperti di Tanah Batak dan
Karo.

4. Masakan Betawi
Masakan Betawi telah melalui perjalanan panjang hingga menemukan resep-resep khusus
seperti sekarang. Akulturasi berbagai bangsa dan suku memperkaya khasanah masakan
Betawi. Kekayaan alam Betawi dipadu dengan beragam bahan-bahan, rempah-rempah dan
teknik memasak menjadikan masakan Betawi memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri.

Pengaruh tradisi Tiongkok misalnya tampak dari beberapa jenis makanan Betawi. Contoh
penggunaan bahan dasar tahu dan masakan berbahan ikan seperti ikan Cing Cuan, atau
sajian dari ikan ekor kuning atau ikan pisang-pisang yang diberi bumbu tauco.

Selain Tiongkok, masakan Betawi juga dipengaruhi oleh budaya Arab dan Eropa. Nasi Kebuli
atau Gule adalah sajian khas Betawi yang kuat dipengaruhi budaya Arab. Sementara
sentuhan budaya Eropa, terasa pada sajian seperti Semur Jengkol atau Lapis Legit. Semur
(bisa juga Gabus Pucung) dan Lapis Legit sangat dipengaruhi oleh Steak dan Cake dari
Eropa.

Masakan Betawi kerap disajikan pada saat-saat tertentu seperti pada hari pernikahan, hajatan,
tahlilan, hari raya, Lebaran Betawi atau pada prosesi besanan. Beberapa masakan Betawi
yang istimewa memerlukan waktu yang lama, bahan dan bumbu yang banyak saat
meraciknya.

Masakan Betawi memiliki cita rasa khas yang menonjol, yakni rasa gurih dan sedap. Ciri khas
makanan tradisional yang lain Betawi terletak pada penggunaan aneka rempah seperti
cengkeh, bunga lawang, kayu manis dan kapulaga. Yang istimewa adalah rempah-rempah
Betawi lebih berasa, tidak pedas namun gurih.

Ada pula rempah yang khusus digunakan untuk makanan tertentu seperti kluwak yang
digunakan untuk gabus pucung atau gurame pucung. Dengan tambahan kluwak, kuah
hidangan menjadi berwarna hitam.

5. Masakan Jawa
Hidangan masakan masyarakat Jawa pada umumnya ringan, lembut dalam rasa, manis dan
pedas. Perkembangan masakan Jawa di pengaruhi dari budaya seni masakan India atau
Belanda, meski masih dalam koridor keaslian mereka.

Ada yang berbeda dari karakter gaya masakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan
Madura. Masakan Jawa Barat pada umumnya gurih dan asam serta banyak menggunakan
santen. Masakan Jawa Tengah pada umumnya ringan dan manis dengan banyak
menggunakan gula jawa. Sedangkan makanan Jawa Timur dan Madura cenderung kurang
manis dan lebih pedas dibandingkan dengan orang-orang Jawa Tengah.

Meja makan di Jawa menjadi saksi persilangan budaya pendatang. Makanan yang ada di atas
meja merupakan hasil persilangan budaya pendatang yang berlangsung mulus hingga mereka
yang berada di samping meja makan akan puas seusai menikmati sajian yang tersedia, meski
mungkin mereka memiliki latar belakang berbeda.

Seni masakan Jawa menyimpan riwayat pelangi budaya dari berbagai peradaban dunia.
Kecenderungan intoleransi terhadap kemajemukan tidak ditemukan di meja makan
masyarakat Jawa. Ratusan tahun persinggungan berbagai budaya dunia telah menghasilkan

Edisi II Indrakarona Ketaren


129
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

seni makanan khas di Pulau Jawa yang tanpa disadari telah menjadi simbol kerukunan dalam
kemajemukan.

Namun yang menggembirakan, walaupun ada pengaruh kuat budaya seni memasak dari
bangsa etnik pendatang, masakan Jawa masih tetap berkembang dengan teknik memasak
asli nusantara.

6. Masakan Minahasa
Masakan orang Minahasa (Manado) hampir semuanya pedas mulai dari sup hingga hidangan
utamanya. Hampir semuanya memakai cabai rawit atau biasa dipanggil rica anjing. Cabai
rawit ini dipanggil dengan nama itu karena orang Manado sejak dulu kalau memasak daging
hewan liar selalu memakai cabai rawit jenis tersebut, hingga sebutan itu menjadi pas dan
populer.

Selain itu, seni masakan Minahasa pada umumnya disandarkan pada bumbu segar seperti
daun kemangi, daun jeruk, daun sereh, daun bawang, daun gedi, daun bulat, daun selasih,
daun cengkeh, daun pandan, cabai, jeruk limo, lemon cui, jahe, rica dan lainnya.

Umumnya orang Minahasa memasak secara tradisional sejak dulu. Jika meracik masakan
pada umumnya mereka tidak pernah memakai bahan-bahan penyedap sebagai tambahan
agar masakan itu terasa lebih lezat. Bahkan jika ditambahkan bumbu penyedap, rasa dan
aromanya jadi berbeda.

Keistimewaan orang Minahasa adalah kegemaran menyantap beragam jenis daging hewan.
Mulai dari hewan peliharaan seperti ikan, sapi, kambing maupun hewan liar seperti ayam, babi
hutan, kelelawar, ular, anjing, kucing, hingga tikus hutan dan sebagainya. Lidah orang
Minahasa memang akrab dengan hewan liar yang berasal dari hutan mirip dengan tradisi
bushmeat.

Hutan buat orang Minahasa benar-benar menjadi sumber protein yang penting dan kontrol
terhadap makanan di Minahasa sangat longgar. Orang bisa makan hewan apa saja karena
tidak ada larangan. Tradisi itu makin kuat lantaran menyajikan dan menyantap daging hewan
liar dianggap bergengsi. Semakin langka daging yang disajikan, semakin dianggap bergengsi.

7. Masakan Minangkabau
Secara umum masakan Minangkabau kaya akan bumbu, rempah-rempah, santan dan
terkenal dengan rasa pedasnya karena mendapat banyak pengaruh dari India.

Ciri utama lauk pauknya adalah daging, ikan dan sayur-sayuran, sedangkan makanan penutup
(parabuang) umumnya manis.

Proses pembuatan lauk pauk dan parabuang tersebut umumnya membutuhkan waktu yang
lama. Umumnya lauk-pauk dan parabuang cenderung memakai santan kelapa.

Hidangan Minangkabau sangat beragam tergantung kepada selera dan kondisi, tetapi yang
jelas masakan Minangkabau baik makanan sehari-hari atau makanan tradisi, tidak mengenal
bumbu-bumbu penyedap, bumbu-bumbu pengawet dan bumbu-bumbu penyegar.

Masyarakat tradisi Minangkabau sangat peka dan menyadari kondisi lingkungannya,


sebagaimana yang tertuang dalam mamangan adatnya; Alam Takambang Jadi Guru. Karena
itu, berdasarkan keadaan geografisnya, daerah Minangkabau yang terbagi dua itu; daerah inti
(darek) dan daerah rantau (pesisir barat dan pantai timur) sangat mempengaruhi tingkah laku,
kebiasaan dan jenis makanan yang mereka konsumsi.

Makanan tradisi masyarakat tradisional Minangkabau (baik di darek maupun di rantau)


dibedakan berdasarkan aktivitas budaya mereka; makanan tradisi yang dikonsumsi untuk
sehari-hari dan makanan tradisi yang dikonsumsi dalam berbagai upacara baik upacara adat

Edisi II Indrakarona Ketaren


130
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

maupun upacara agama. Bahan atau materialnya berdasarkan kepada sesuatu yang dekat
dengan lingkungannya, yang terdiri dari flora dan fauna. Pada awalnya, belum ada material
makanan tradisi yang sengaja dipelihara untuk dikonsumsi.

Material makanan tradisi yang berasal dari tanaman dan tumbuh-tumbuhan antara lain adalah;
padi cerai dan pulut disertai dengan kelapa, cempedak, paku, rebung. Sedangkan makanan
tradisi yang berasal dari hewan adalah; kerbau, sapi, kambing, ayam, itik, ikan (ikan air tawar
terutama di darek dan ikan laut laut untuk di pesisir)

Jenis makanan tradisi terutama yang dihidangkan dalam upacara-upacara adat dan agama
terdiri dari makanan pokok: nasi dengan lauk pauknya; daging, ikan dan sayur-
sayuran. Parabuang (dessert/makanan penutup) yang terdiri dari kue-kue dengan bahan
beras dan beras pulut. Tidak dikenal makanan pembuka (appetiser).

Lauk pauk yang dikonsumsi untuk upacara adat berbeda dengan lauk-pauk yang dikonsumsi
sehari-hari. Lauk pauk utama untuk upacara adat batagak pangulu adalah: gulai daging sapi
dalam dua macam; gulai merah dan gulai putih. Sedangkan parabuangnya; nasi kuning, wajik,
gelamai. Makanan untuk upacara agama (acara hari raya Idhul Fitri, Idhul Adha, Maulud Nabi)
biasanya; lemang, paniaram. Upacara-upacara yang spesifik seperti acara perkawinan, turun
mandi, sunatan makanannya lebih beragam dan tidak meninggalkan jenis makanan yang
harus ada.

Lauk pauk untuk makanan sehari-hari umumnya lebih beragam tergantung kepada selera dan
kondisi. Tetapi yang jelas, bahwa makanan masyarakat Minangkabau baik makanan sehari-
hari atau makanan tradisi, mereka tidak mengenal bumbu-bumbu penyedap, bumbu-bumbu
pengawet dan bumbu-bumbu penyegar. Boleh dikata, tanpa disadarinya, mereka telah
terbebas dan terhindar dari efek samping bahan-bahan kimia yang kemudian terbukti lebih
banyak merusak tubuh dan kesehatan.

Makanan tradisi dibedakan berdasarkan cara pembuatannya; direndang, digulai, dibakar,


dilempap, direbus, diulam (makanan mentah).

Cara menghidangkan makanan tradisi dalam upacara adat adalah: langsung menghidangkan
makanan pokok dan kemudian baru makanan parabuang. Pola makanan tradisi Minangkabau
di Sumatera Barat seperti di atas dalam perkembangannya mengalami berbagai perubahan
dan perkembangan dalam variasi: material, pengolahan, penyajian dan cita rasa.

8. Masakan Sumatera
Masakan Sumatera selama ini dinilai tidak sehat dan sering dianggap sumber kolesterol
karena umumnya bersantan dan bumbu banyak. Masakan yang bersantan itu ditemukan pada
aneka gulai seperti gulai ayam, gulai tambunsu (usus), gulai tunjang, gulai otak, kalio daging,
rendang, dan sebagainya.

Santan pada masakan inilah yang dianggap sebagai biang kolesterol sehingga menyebabkan
penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan stroke. Tiap kali mau makan masakan orang
Sumatera, orang yang dihantui dengan kolesterol tinggi mencoba menahan seleranya.

Benarkah santan pada masakan Sumatera sebagai sumber kolesterol ? Sebenarnya orang
Sumatera tahu rahasia sehat masakan. Bumbu dalam masakan Sumatera yang memakai
santan adalah justru rahasia sehat dari orang Sumatera. Bumbu-bumbu yang dimaksud
adalah kunyit, jahe, lengkuas, serai, daun salam, cabe, bawang merah dan bawang putih,
daun limau serta daun-daun lainnya. Bumbu ini dikatakan sehat karena mengandung
antioksidan. Antioksidan berfungsi sebagai zat yang menetralisir lemak jenuh pada santan dan
hewan.

Hal yang ditakutkan dari masakan Sumatera itu lemak daging yang bercampur dengan lemak
kelapa. Kedua lemak itu merupakan lemak jenuh yang jahat. Namun, ketika diramu dengan

Edisi II Indrakarona Ketaren


131
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

bumbu khas, lemak itu bisa dinetralisir dengan zat antioksidan yang terdapat di dalam bumbu
itu. Di antara bumbu tersebut, yang paling tinggi kandungan antioksidannya adalah jahe,
kunyit, dan cabai.

Samba lado hijau itu sebenarnya juga baik. Tapi, tak mungkin orang makan cabe itu dalam
jumlah banyak, paling sedikit saja. Tapi kalau digulai, kecenderungan orang kalau makan gulai
akan menyantap kuahnya lebih banyak. Sehingga bisa menyerap zat antioksidan cabe lebih
besar juga.

Sebetulnya makanan yang berbahaya bagi kesehatan adalah gorengan. Jika masyarakat
mengganti santan dengan minyak goreng, tentu org akan semakin minim memakan bumbu-
bumbu di atas. Alasannya, melihat kecenderungan masyarakat saat memasak, semakin
banyak santan, maka akan semakin banyak bumbu. Sehingga, lemak yang terdapat pada
minyak goreng itu diserap tanpa ada yang menetralisir.

Sebenarnya, lemak yang terkandung dalam santan jauh lebih sedikit dari minyak goreng.
Dibandingkan santan dan minyak goreng dalam jumlah yang sama, misalnya masing-masing
dalam satu gelas, maka lemak pada santan hanya 30 persen. Sedangkan lemak minyak
goreng itu 100 persen kandungannya. Jadi kalau orang berhenti memakan santan dan malah
beralih memakan makanan yang digoreng bisa berakibat fatal.

Sekali lagi kalau kita mendengar makanan khas Sumatera tidak sehat, sebenarnya tidak betul
sepenuhnya karena di dalam masakan itu ada bumbu-bumbu

9. Masakan Sunda
Makanan tradisional Sunda (Parahyangan) memiliki keunikan yang khas jika dibandingkan
dengan makanan tradisional lain. Secara umum, makanan tradisional Sunda cenderung asin,
memiliki ciri kesegaran dalam penggunaan bahannya, yakni sayur-sayuran mentah setempat
(lalapan), sambal terasi, tahu-tempe, ikan asin, olahan pepes. Kondisi tersebut dipengaruhi
oleh kebudayaan masyarakat tradisional Sunda yang dekat dengan alam. Selain mata
pencaharian utamanya adalah bertani, masyarakat tradisional Sunda mempunyai lingkungan
alam yang eksotik.

Lalap terkenal dimakan dengan sambal dan juga karedok menunjukkan kegemaran orang
Sunda terhadap sayuran mentah segar. Berbeda dengan masakan Minangkabau yang kaya
rasa dan pedas dengan kandungan bumbu kari dan santan yang kental, masakan Sunda
menampilkan citarasa yang ringan, sederhana, dan berkisar antara gurih asin, asam segar,
manis ringan, dan pedas. Sayur asem dengan kuah berbumbu asam Jawa mungkin adalah
sayur yang paling populer dalam hidangan Sunda. Jenis sayuran populer lain adalah soto
Bandung, sejenis soto dengan irisan daging sapi dan lobak, serta mie kocok, sejenis mi
dengan daging sapi dan kikil.

Masakan (Asakan - Sunda) tradisional khas Sunda jaman dulu memiliki rasa pedas yang
dominan. Sebab hampir disetiap masakan sayur maupun daging olahan peninggalan para
leluhur jaman dulu itu selalu menggunakan cabai sebagai bumbu yang sengaja dibuat sebagai
penghangat tubuh di tengah iklim yang sejuk. Kalau pun tidak memakai bumbu pedas, pastilah
ada sambal yang dihidangkan bersama lalapan segar. Ada banyak jenis cabai yang dipakai
untuk membuat sambal maupun bumbu masakan. Ada cabai hijau, cabai merah, cabai rawit
atau cengek hejo, cengek beureum, cabai gendot, paprika, dan sebagainya. Orang Sunda
sengaja menanam berbagai jenis cabai maupun sayuran di halaman rumah atau kebunnya
masing-masing tanpa diberi pupuk kimia dan zat pengawet.

Dalam khazanah kuliner Parahyangan, sambal bisa mencapai puluhan jenis. Sambal dadakan
di antaranya atau juga sambal combrang, sambal cibiuk, sambal bajak, sambal kacang, dan
sambal hejo. Sambal terasi adalah bumbu penyerta yang paling lazim dalam hidangan Sunda,
dimakan dengan lalap atau tahu dan tempe goreng.

Edisi II Indrakarona Ketaren


132
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Banyak juga asakan Sunda yang memakai cabai sebagai bumbu. Seperti sambal goreng ati
kentang, sambal goreng kentang mustofa, ase cabe hejo, rendang jengkol, oblo-oblo tempe
peuteuy cabe hejo, kadedemes atau oseng kulit sampeu, dan lainnya

Ciri khas lainnya asakan tradisional Sunda itu adalah dalam kreativitasnya yang
memanfaatkan bahan dasar yang bagi kebanyakan orang dianggap tidak bermanfaat.
Misalnya tumis genjer yang bahan dasarnya diambil dari tanaman gulma di sela tanaman padi.
Sayur kadedemes atau kulit singkong yang seringkali dianggap beracun, goreng impun garing
yang terbuat dari ikan-ikan kecil yang hidup liar di sungai, atau tutut, hama keong yang hidup
di sawah. Pada masakan cumi hideung, warna hitamnya berasal dari tinta cumi yang sengaja
tidak dibuang. Juga sambal goreng ati sapi atau asakan berbahan jeroan sapi dan ayam. Di
beberapa negara bahan-bahan itu tidak diolah jadi makanan karena kadar kolesterolnya tinggi.

Keunikan makanan tradisional Sunda terdapat pada makanan jajanan. Makanan jajanan
adalah kelompok makanan utama, ringan, pelengkap, dan pencuci mulut yang dijajakan atau
dijual secara umum. Makanan tersebut bisa diperoleh pada penjual yang menetap (di pasar
atau rumah makan) ataupun menjajakan makanannya secara keliling. Makanan jajanan
biasanya disuguhkan dalam cara-cara yang unik, mulai dari teknik pembuatannya, desain
kemasannya, hingga cara menjajakannya.

Variasi kemasan makanan jajanan tradisional salah satunya adalah dengan menggunakan
pembungkus atau pincuk. Sebagai contoh, daun pisang adalah daun yang paling banyak
dimanfaatkan sebagai pembungkus makanan. Selain murah dan mudah diperoleh dimana-
mana, daun pisang berukuran lebar serta bisa tumbuh tanpa terlalu terpengaruh siklus
musiman buah. Daun ini sering digunakan dalam keadaan basah (dipanaskan di dekat api).
Kemasan makanan tradisional yang bersumber dari alam (daun, pohon, akar) sangat
menggambarkan manusia tradisional yang hidup dari dan untuk alam.

Selain pedas, makanan khas Sunda juga memiliki rasa manis (amis-amis) yang biasanya
dikelompokkan sebagai makanan penutup. Di antaranya putri noong, kelepon, cocorot,
gurandil, awug, katimus, misro, dan sebagainya. Ada juga minuman khas seperti es goyobod
atau es cingcau. Satu kelompok makanan Sunda lagi biasa diistilahkan sebagai hahampangan
atau makanan ringan. Di antaranya keremes, opak, kolontong, borondong, kalua jeruk,
kerupuk melarat, semprong, dan lain sebagainya.

Pasundan tidak hanya dikenal keindahan alam dan keramahan masyarakatnya. Kalau bicara
soal asakan (makanan) juga tidak diragukan lagi keaneka-ragamannya. Pasundan memang
kaya akan citra rasa kuliner yang khas. Apalagi asakan khas Sunda memang di kenal dengan
harga yang terjangkau oleh semua kalangan. Berbagai ciri khas asakan tradisional Sunda
merupakan wujud kekayaan cagar budaya yang bukan sekadar sebatas mengisi perut
melainkan sebuah sensasi makanan khas suatu daerah.

10. Masakan Tionghoa


Seperti yang dipercaya oleh budaya bangsa lain, masyarakat Tiongkok juga mengenal
beberapa makanan dengan makna filosofi-nya, beberapa diantaranya adalah :
a. Sajian Ayam
Melambangkan kesejahteraan dan totalitas atau sebagai simbol pernikahan yang
langgeng.

Makanya hidangan ayam senantiasa hadir dalam setiap perjamuan makan, baik ketika
pernikahan ataupun imlek ataupun jenis perjamuan lainnya.

b. Sajian Bebek
Menurut budaya Tiongkok, bebek adalah perlambang komitmen dan kesungguhan.
Makanya hidangan bebek panggang berwarna merah, wajib ada dalam setiap pesta
pernikahan. Kenapa merah ? Karena merah identik dengan kebahagiaan.

Edisi II Indrakarona Ketaren


133
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

c. Sajian Mie
Mie di Tiongkok pertama kali dikonsumsi sekitar 206 SM pada masa pemerintahan
Dinasti Han. Masyarakat Tiongkok yang suka akan simbolisasi kemudian mengaitkan
mie dengan simbol dari kehidupan yang panjang (abadi) atau panjang umur serta
rejeki yang melimpah dan karenanya secara tradisional mie disajikan sebagai
pengganti kue ulang tahun dengan harapan bisa panjang umur panjang dan
memperoleh rejeki yang melimpah.

Dengan anggapan seperti itu, tidak mengherankan jika banyak anggota masyarakat
Tiongkok yang menghadirkan mie sebagai hidangan wajib yang ada di suatu perayaan
penting seperti tahun baru dan ulang tahun.

Lebih jauh, orang Tiongkok juga percaya bahwa jika makan mie hendaknya tidak
boleh terputus (atau dipotong), jika terputus itu menandakan tidak akan panjang umur
atau dapat mendatangkan nasib buruk, hilangnya hal-hal positif dan baik, dan
membawa kesialan bagi si pemakan mie tersebut.

Jadi inilah salah satu alasan masyarakat Tiongkok makan mie pake sumpit, mienya
digulung atau disruput.

Sedangkan makna mie yang menggunakan mie kering dan berbentuk sarang burung,
maka sarang burung itu menjadi salah satu simbol yang sudah sejak lama digunakan
oleh masyarakat di Tiongkok sebagai lambang dari ketekunan, kerja keras, dan
sebagai tempat tinggal mereka.

Hal ini mirip dengan perilaku burung yang membuat sarangnya dengan penuh
ketekunan dengan menyusunnya batang demi batang ranting ranting demi untuk
mempersiapkan tempat yang nyaman bagi anaknya kelak dan aman bagi anaknya
selama anaknya belum bisa terbang.

Orang di Tiongkok pun menganalogikan sarang burung seperti negara mereka


sebagai tempat yang akan membesarkan anak-anak mereka hingga dapat mandiri
dan dapat berkelana ke seluruh dunia.

Konsep berkelana ke seluruh dunia pada orang Tionghoa ini dikenal dengan konsep
Tiongkok Raya. Selain itu untuk bahan tambahan yang ditaburkan di atas mie
melambangkan kemakmuran negara tersebut.

Mie kering yang digunakan melambangkan bahwa Tiongkok pada awalnya adalah
negara yang kemakmurannya sangat kurang dan kering. Kemudian di atas mie kering
tersebut diberikan sedikit tambahan sayuran, udang, dan daging dan disiram kuah
agar mie bisa menjadi agak lembek yang melambangkan kerja keras masyarakat
Tiongkok agar negaranya tumbuh subur dan menjadi makmur seperti yang diharapkan
oleh masyarakat Tiongkok.

d. Tahu
Banyak macam variasi tahu yang disajikan makanan Tiongkok. Ada tahu tausi, tahu
puding dan lain sebagainya. Namun khusus tahu putih tidak boleh disajikan saat
perayaan Tahun Baru Imlek. Hal ini dikarenakan warna putih tahu melambangkan
tentang kematian.

e. Kue-kue Manis
Kue kue yang bulat dan manis, melambangkan kebersamaan dalam keluarga, dan
manisnya kehidupan.

Edisi II Indrakarona Ketaren


134
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

f. Spring Rolls (Lumpia)


Spring Rolls, bentuknya dan juga warnanya yang mirip batangan emas, dipercaya
mendatangkan kesejahteraan.

g. Onde-Onde
Di berbagai tempat Tiongkok terdapat beragam onde-onde antara lain onde-onde
Chengdu yang disebut Lai Tang Yuan.

Menurut adat istiadat menyantap hidangan onde-onde pada hari Cap Goh Meh
mengartikan reuni atau bertemunya kembali keluarga.

h. Buah- Buahan
Setiap buah yang disajikan memiliki makna dan arti tersendiri. Umumnya semua buah
dibungkus dengan kertas minyak warna merah.

Adapun arti dari buah pisang raja, agar nasibnya seperti raja. Buah delima, agar
dilimpahi rejeki. Tebu dengan rasanya yang manis, memiliki pengharapan akan selalu
disukai banyak orang. Jeruk Bali, sebagai lambang persatuan. Dan srikaya yang
memiliki banyak biji, berarti makin banyak rejeki.

i. Manisan Buah
Manisan buah merupakan makanan wajib disajikan untuk sembahyang. Manisan
dikemas dalam kotak segi enam, yang disebut tak sien kho, di dalamnya, ada delapan
macam manisan, yaitu kana, lie merah, kurma, lie kuning, sun thai lie, kim kit ket, dan
jeruk kering.

Tujuan dari manisan buah, agar pikiran bisa menjadi selalu jernih serta kehidupan
maupun jabatan di masa yang akan datang menjadi lebih terang dan bersinar.

11. Lauk-Pauk Ritual Jawa Untuk Sesaji


Lauk pauk dalam ritual Jawa merupakan salah satu ubo rampe (atau pelengkap) yang berupa
makanan untuk sesaji atau sajen.

Lauk pauk yang disajikan untuk melengkapi hidangan lain dalam sajen tersebut bisa dilihat
pada nasi tumpeng. Lauk pauk yang disajikan dalam sajen melambangkan ungkapan syukur
manusia kepada Tuhan yang memberi hidup.

Dalam tradisi Jawa dikenal beberapa lauk pauk untuk “ubo rampe” sajen seperti antara lain :
a. Ingkung
Ingkung adalah salah satu “ubo rampe” yang berupa ayam kampung yang
dimasak utuh dan diberi bumbu opor, kelapa dan daun salam. Setelah
diungkep, kemudian dipanggang. Ingkung ini biasanya diletakkan di atas nasi
uduk. Ingkung ini melambangkan bayi yang belum dilahirkan dengan demikian
belum mempunyai kesalahan apa-apa atau masih suci. Selain itu ingkung
juga dimaknai sebagai sikap pasrah dan menyerah atas kekuasaan Tuhan.
Orang Jawa mengartikan kata ingkung dengan pengertian “dibanda” atau
dibelenggu. “Ubo Rampe Ingkung” dimaksudkan untuk menyucikan orang
yang punya hajat maupun tamu yang hadir pada acara selamatan tersebut.
b. Pecel Ayam
Pecel ayam adalah salah satu “ubo rampe” yang hampir mirip dengan ingkung
yakni ayam dimasak secara utuh. Yang membedakan pecel ayam dengan
ingkung adalah cara penyajiannya. Cara penyajian pecel ayam dilakukan
dengan memberi bumbu berupa santan mentah. Pecel ayam dimaksudkan
sebagai simbol mensucikan orang yang punya hajat. “Ubo rampe” ini biasa
disajikan pada acara Rasulan atau bersih desa dan fungsinya untuk
melengkapi “ubo rampe ingkung”.

Edisi II Indrakarona Ketaren


135
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

c. Ketan Salak
Ketan salak adalah “ubo rampe” yang dibuat dari beras ketan yang dimasak
hingga bentuknya seperti nasi disajikan dengan disertai santan gula Jawa.
Santan gula Jawa dibuat dengan cara gula Jawa dicampur dengan air santan
secukupnya dan direbus hingga sampai mengental. “Ubo rampe” ini
dimaksudkan sebagai lambang permohonan maaf atas segala kesalahan
orang yang membuat sesaji atau sekelompok orang yang didoakan. Ketan
salak biasanya disajikan untuk melengkapi “ubo rampe” ritual Rasulan atau
Bersih Desa.
d. Bedak Dingin dan Parem
Bedak dingin dan Parem adalah “ubo rampe” yang dimaksudkan agar hasil
panen selalu melimbah dan terbebas dari segala hama. Bedak dingin dan
parem ini sebagai lambang penghormatan kepada Dewi Sri atau dewi yang
menjaga padi dan pertanian. Bedak terbuat dari tepung beras yang dicampur
wewangian dan dibentuk menjadi bulatan kecil seukuran biji pepaya. Parem
dibuat dari irisan kunyit dan bawang merah.

12. Lauk Pauk Ritual Persembahan Masyarakat Hindu-Bali


Dalam keseharian, makanan kerap diterima begitu saja sebagai suatu hal yang biasa. Padahal,
dalam suatu kebudayaan makanan sering digunakan sebagai simbol yang bisa jadi memiliki
makna sangat luas.

Contohnya di dalam budaya Hindu-Bali yang penuh dengan simbol, hadirnya makanan
tertentu dalam suatu ritual nggak bisa sembarangan. Setiap makanan memiliki makna dan
fungsinya sendiri. Tentu saja, dalam hal ini seringkali bentuk, rasa, dan warna mempengaruhi
makna makanan tersebut.

Dalam setiap ritual Hindu-Bali, makanan sebagai persembahan sesajen selalu ditampilkan.
Boleh dikata tidak ada makanan tanpa ritual, dan tak ada ritual tanpa makanan persembahan.

Masyarakat Hindu-Bali percaya, semua yang ada di alam adalah milik Tuhan, untuk Tuhan,
manusia, dan alam semesta. Dalam konteks itu, makanan harus hadir sebagai persembahan
sebelum dinikmati manusia. Tanpa persembahan, manusia dianggap mencuri milik Tuhan.

Ritual persembahan sesajen pun menjadi bagian dari napas kehidupan sehari-hari masyarakat
Hindu-Bali. Setiap hari, setiap keluarga menyisihkan makanan yang disantap hari itu untuk
“saiban” atau sajian yang lebih sederhana.

Isinya minimal nasi, bawang goreng, dan garam. Saiban dipersembahkan untuk mencuci
dosa-dosa yang dilakukan setiap hari pula. Saiban diletakkan di tempat dosa-dosa dilakukan,
yakni pintu, talenan di dapur, tempat beras, dan sumur.

Banyak sekali simbol yang bermain dalam makanan persembahan. Itik, misalnya, tidak lagi
dipandang semata sebagai persembahan sesajen, tetapi simbol dari sifat kebijaksanaan yang
dimiliki itik. Penyu melambangkan alas bumi karena bisa hidup di darat dan di laut. Ayam
melambangkan kedinamisan, anjing melambangkan kesetiaan, babi melambangkan
kemalasan.

Pembunuhan hewan-hewan untuk upacara juga bukan semata pembunuhan, melainkan


“ruwat” atau penyucian, karena hewan itu ditujukan untuk dewa atas menjadi persembahan
sesajen. Sedangkan lungsuran persembahan sesajen kepada dewa itu bisa menjadi makanan
yang penuh berkah bagi manusia.

Dalam konsep Hindu-Bali, tidak ada kekejaman terhadap pembunuhan hewan bagi keperluan
persembahan. Yang ada justru konsep kasih sayang. Roh-roh hewan yang mati itu diruwat,
disucikan, dan ditingkatkan derajatnya agar bereinkarnasi menjadi manusia dalam kehidupan
berikutnya. Jika persembahan sesajen itu ditujukan untuk dunia bawah, dia menjadi hewan

Edisi II Indrakarona Ketaren


136
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

kurban yang memberikan kekuatan pada alam semesta. Dengan cara itu, keharmonisan
hubungan antara Tuhan, alam semesta, dan sesama manusia terjaga.

Berdasarkan konsep itulah, apa pun yang ada di alam bisa dijadikan sarana persembahan
atau kurban. Hewan seperti macan juga digunakan untuk ritual. Namun, lazimnya hewan
persembahan atau kurban adalah hewan yang bisa dimakan manusia.

Kondisi ekologi tampaknya memberi pengaruh pada isi sesajen. Di kawasan pesisir, seperti
Negara dan Gilimanuk, hewan laut seperti kepiting, udang, dan ikan masuk dalam sesajen. Di
Denpasar Selatan, di dalam sajen ada penyu yang diolah sebagai lawar, sate, dan lainnya. Di
daerah pedalaman, seperti Dauh Tukad, Tenganan, Karangasem, sajen berisi itik, babi,
kerbau atau anjing.

Kategori mana hewan untuk persembahan ke dewa dan dunia bawah tidak selalu sama. Di
beberapa daerah, itik hanya digunakan untuk persembahan sesajen ke dewa, sedangkan babi
untuk butha kala penguasa dunia bawah. Di Daud Tukad, itik digunakan sekaligus untuk dewa
dan butha, sedangkan babi untuk dewa. Untuk dewa, itik diguling, untuk dunia bawah, itik
dibakar.

Sejarah perjalanan suatu desa juga mempengaruhi pilihan atas hewan persembahan.
Masyarakat yang tinggal di Banjar Dadia Puri, Desa Bunutin, Kabupaten Bangli, misalnya,
tidak mempersembahkan babi. Sebab, mereka menganggap dirinya keturunan Pangeran Mas
Wilis dari Blambangan, Jawa Timur, yang memiliki saudara kembar bernama Pangeran Mas
Sepuh. Ketika datang ke Bali bersama Pangeran Mas Wilis abad ke-16, Pangeran Mas Sepuh
diperkirakan telah beragama Islam.

Simbol toleransi beragama juga terlihat dari “pelinggih” (bangunan suci persemayaman dewa)
berbentuk langgar di Pura Dalem Jawa, Bunutin.

Begitulah, sesajen yang beraneka merupakan cerminan masyarakat Bali yang heterogen.
Setiap daerah di pulau ini mendapat sentuhan pengaruh Hindu-Jawa dengan kadar yang
berbeda-beda. Maka terbentuklah ruang sosial yang heterogen pula. Adat menjadi suatu
realitas yang bisa disebut religius karena didirikan oleh para leluhur.

Dalam konteks makanan, kategori-kategori juga diciptakan berdasarkan pengetahuan


pembuatnya, lantas dipraktekkan, disimbolisasi, dan diulang-ulang. Itulah yang membuat
makanan dan hewan persembahan berbeda di setiap daerah.

Perlakuan terhadap makanan, variasi, simbol, filosofi, dan stratanya juga berbeda. Meski
begitu, tetap ada benang merah dalam makanan Bali, yakni nasi, daging, sayur, dan sambal.
Benang merah lain yang mengikat makanan Bali adalah bumbu. Boleh dikata, apa pun
masakan Bali, mulai lawar, babi guling, sate lilit hingga ayam / bebek betutu, geneplah
bumbunya. Itulah bumbu dasar yang memberi cita rasa khas pada semua masakan Bali.

Di dalamnya ada 15 jenis bumbu yang digunakan, termasuk salam, serai, kemiri, dan jeruk
limau. Jika bumbu dasar itu ditambah dengan basa wewangen (bumbu rempah) yang terdiri
dari lada, pala, jintan, ketumbar, kayu manis, terciptalah basa gede atau bumbu besar yang
total terdiri atas 29 jenis bumbu, termasuk kemenyan.

Secara teologis bumbu mencerminkan berbagai sifat manusia. Ketika sifat-sifat itu dipadukan
dengan baik, terciptalah rasa yang seimbang. Bumbu juga mencerminkan pertemuan antara
laut dan gunung (segara-giri), pesisir dan pedalaman.

Hubungan laut-gunung adalah konsep yang cukup tua di Bali. Temuan wadah kubur
(sarkofagus) di Gilimanuk yang dihuni manusia Bali zaman prasejarah mempertegas adanya
kontak antara daerah pesisir dan pedalaman. Sebab, bahan sarkofagus berupa batu padas
tidak ada di pesisir Gilimanuk, tetapi di pedalaman.

Edisi II Indrakarona Ketaren


137
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

13. Makanan Pelambang Bagi Masyarakat Tionghoa


a. Rumah Baru
Di kalangan warga Tionghoa, bila ada yang pindah rumah, biasanya kerabat dan
kenalan datang dengan membawa "sayur kailan dan tahu".
Sayur kailan melambangkan makna agar seorang membuang barang-barang yang
sudah usang, dan hidup dengan barang-barang yang baru. Sedangkan tahu
melambangkan harapan rezeki yang bagus dan berkesinambungan.
Buah tangan yang juga baik untuk menyambut rumah baru seorang teman atau
kerabat adalah "kue mangkok".
Kue mangkok itu mekar. Dengan kue mangkok itu kita ingin menyatakan harapan agar
rezeki teman atau kerabat itu juga ikut mekar.
b. Meminang
Di kalangan warga Tionghoa yang masih memegang tradisi, mereka juga sering
membawa buah "pak hap" (semacam melinjo) di dalam saku bila sedang meminang
seorang gadis untuk dinikahi.
Pak hap berarti seratus tahun bersatu. Dengan demikian buah itu melambangkan
keinginan untuk bersatu sepanjang abad dalam perkawinan yang bahagia.
Ada pula yang membawa "biji teratai" ketika upacara meminang. Dikatakan sekalipun
di dalam lumpur, biji teratai tetap putih bersih. Ini melambangkan harapan agar kita
semua tetap suci sekalipun dalam kondisi hidup yang sulit.
Yang jelas, harus ada "permen" dalam upacara perkawinan orang Tionghoa.
Maknanya, agar hidup pasangan pengantin baru selalu manis bagaikan permen.
"Bakso" juga sering merupakan bagian dari hidangan pada pesta-pesta perkawinan.
Bentuk bakso yang bulat melambangkan bulatnya kesepakatan dalam rumah tangga
yang akan dibina, supaya tidak sering cekcok.
c. Sakit
Sebaiknya kita tidak membawa "semangka" bila mengunjungi warga Tionghoa yang
sakit. Buah semangka disebut sikua dalam bahasa mereka. Si, selain berarti empat,
juga berarti mati.
Kalau Anda membawa semangka, sama saja Anda mengharapkan si sakit cepat mati.
Bawalah "apel atau jeruk". Apel dalam bahasa Tionghoa disebut ping an yang juga
berarti selamat. Maknanya, kita mendoakan si sakit beroleh keselamatan dan segera
sembuh.
d. Usia
Jika Anda berusia "44", jangan sebut angka itu. Bilang saja lewat 43 atau hampir 45.
Ternyata, 44 berarti mati dua kali.
e. Berduka
Di saat berduka, masyarakat Tionghoa terbiasa hidangkan makanan "fumak cah". Fu
itu berarti pahit. Mak berarti sesuatu yang lembut. Pare, misalnya, yang juga pahit
disebut fukua.
Orang yang sedang berduka – misalnya karena kematian anggota keluarga yang
disayangi – suka makan fukua dan fumak untuk menghayati kepahitan yang sedang
dialaminya.

Karena itu kita juga tidak boleh menanam pare di lingkungan rumah, agar rumah kita
terhindar dari kepahitan. Tanamlah pare di kebun yang tidak menjadi bagian dari
rumah.

BAB XII
BEBERAPA GAYA MAKANAN INDONESIA

1. Kegemaran Makan Sambal


Orang Indonesia (khususnya juga bangsa-bangsa di Asia Selatan, Asia Timur dan Amerika
Latin) suka sambal karena bangsa-bangsa ini suka rasa pedas yang dihasilkan cabai. Namun
yang pasti sambal tidak bisa dilepaskan dari keseharian orang Indonesia karena merupakan

Edisi II Indrakarona Ketaren


138
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

salah satu hidangan populer di negeri ini. Bukan sekadar pelengkap hidangan, tapi bisa
menjadi menu utama karena kebiasaan makan orang Indonesia.

Indonesia memiliki beragam varian sambal lezat yang berasal dari daerah-daerah di seluruh
Nusantara. Beberapa sambal yang populer antara lain sambal terasi, sambal bajak, sambal
balado, sambal hijau, sambal kecap, sambal kacang dan masih banyak lagi. Dalam bukunya,
Suryatini N Ganie mencatat sekurang-kurangnya 100 variasi makanan Indonesia yang dibuat
dari sambal.

Dalam peradaban manusia, cabai sudah ada setidaknya sejak 6.000 tahun silam, dimana
bubuk cabai dipergunakan dalam hidangan makanan suku Indian Maya & Aztec, salah satu
suku asli di Amerika Latin.

Bagi suku Indian Maya & Aztec cabai memiliki posisi penting karena cabai adalah salah satu
bentuk kenikmatan hidup. Malah ketika para pendeta Aztec berpuasa untuk memuja para
dewa, ada dua hal yang wajib dihindari: "seks dan cabai".

Penyebaran biji-biji cabai ke seluruh dunia dipelopori Christopher Colombus, ketika ia bertolak
pulang ke Spanyol dari Amerika Latin. Dari Spanyol, biji cabai mulai merambah Eropa lalu
dunia dan sampai ke bumi Nusantara.

Kegemaran orang Indonesia makan sambal dipercayai berlangsung sejak lama. Meskipun
sambal merupakan makanan masyarakat kita, namun tanaman cabai, yang menjadi bahan
utama sambal, dibawa dan diperkenalkan oleh bangsa Portugis pada abad ke-16, yang
kemudian ditanam di sini.

Namun ada beberapa indikasi bahwa cabai sudah dikenal jauh sebelumnya, dimana teks
Ramayana abad ke-10 telah menyebut cabai sebagai salah satu contoh jenis makanan favorit
saat itu dan komoditas perdagangan yang penting sejak masa Jawa Kuno.

Sejarahnya orang Indonesia suka dan terbiasa makan sambal karena makanan Indonesia
bersifat hidangan dingin. Disamping itu bagi masyarakat bawah, sambal merupakan bahan
pengalih dan penyedap terhadap komposisi makanan sederhana mereka yang kadangkala
tidak ada proteinnya.

Cabai menjadi penting dalam setiap masakan karena rasa pedasnya tidak hanya menggugah
selera tetapi juga sebagai pengganti temperatur panas yang bikin tubuh menjadi segar, hangat
dan berkeringat serta yang paling penting merupakan stimulan untuk meningkatkan nafsu
makan dan citarasa terhadap makanan.

Apalagi budaya masakan Indonesia bisa dikatakan tidak bisa dipisahkan dari rasa pedas,
sehingga masakan lokal tidak akan lengkap kalau tidak ada cita rasa pedas atau sambal ..
Anekdotnya "makan tanpa sambal, ibarat makanan tanpa garam".

2. Gulai, Gule & Kari


Bagi masyarakat awam, khususnya yang belum terlalu fasih dengan bumbu-bumbu masakan,
pasti masih mempertanyakan apa perbedaan gulai dan kari, mengingat warnanya yang
terkesan sama, rasanya yang hampir-hampir mirip, dan samanya daging yang diolah.

Kari merupakan masakan khas Asia Selatan, khususnya India, yang kemudian menyebar ke
Asia Barat, khususnya Arab Saudi, hingga ke Asia Tenggara dan Timur, seperti Thailand,
Indonesia, Malaysia, dan Jepang. Bumbu kuah kari terbilang sangat kompleks, seperti santan
kental, tomat, cabai, bawang putih, bawang merah, jahe, cengkih, kayu manis, kapulaga,
jintan, pekak, pala, serai, ketumbar, daun jeruk, serta daun salam koja atau daun kari. Rasa
kari akan lebih berempah akibat sentuhan daun kari.Tentu tak lupa garam dan lada ikut
bergabung.

Edisi II Indrakarona Ketaren


139
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Dilihat dari sejarah Nusantara, kari memang dibawa orang India ke Indonesia. Karena cita
rasanya yang pas di lidah orang Indonesia, terutama orang Melayu. Kari pun populer di
masyarakat Nusantara. Dulu, mencari daun kari tak semudah sekarang, bahkan kini bubuk
kari dapat dijumpai di pasar atau supermarket terdekat.

Orang Melayu yang sebagian besar memang tinggal di Sumatera Barat, membuat sajian kari
versinya sendiri, yaitu gulai, tentunya tanpa daun kari dan menambahkan rempah kunyit.
Bumbu gurih pedas dengan isian bervariasi membuat gulai jadi pilihan lauk lezat untuk nasi
atau ketupat. Sama lezatnya, kari dan gulai pun akhirnya berkembang menjadi makanan
favorit masyarakat Indonesia hingga sekarang.

Sebenarnya, kuah gulai berwarna kuning kecokelatan karena ditambahkan kunyit, sedangkan
kari berwarna cokelat kemerahan. Namun, tak jarang sekarang gulai juga berwarna
kemerahan karena ditambah banyak cabai.

Pada dasarnya, kari merupakan jenis masakan yang merupakan serapan dari seni masakan
India dan Arab di Indonesia. Kari sendiri memiliki ciri khas yaitu tidak terbatasnya penggunaan
rempah-rempah yang ada. Tetapi banyak dari rempah India yang kurang disukai oleh
masyarakat Indonesia sehingga dikuranginya penggunaan rempah tersebut dan membuatnya
susah dibedakan antara kari dan gulai.

Sementara gulai sendiri merupakan varian dari kari yang memili asal dari kota Padang,
Sumatera Barat. Gulai lebih disukai oleh masyarakat kita karena rempahnya menggunakan
rempah lokal yang sudah familiar dengan lidah Indonesia. Walaupun berasal dari Padang,
berbagai macam masakan yang menggunakan gulai juga dapat ditemukan di Aceh dan bagian
Sumatera lainnya.

Disamping gulai, masakan Indonesia juga mengenal gule. Kedua sajian ini sering tertukar
penyebutannya.

Meski namanya mirip, gulai dan gule memiliki perbedaan signifikan. Gulai merupakan
hidangan berkuah khas Sumatera dengan bahan baku ayam, ikan, kambing, sapi, jeroan atau
sayuran.

Gulai dimasak dalam kuah berempah dengan citarasa gurih. Sebab gulai mendapat pengaruh
masakan India yang kaya rempah, contohnya kari. Rempah yang dipakai antara lain kunyit,
ketumbar, lengkuas, jahe, adas, jintan dan lainnya. Setelah dihaluskan, rempah dimasak
dengan santan.

Pada saat memasak daging, gulai jadi tahapan paling basah sebelum terbentuk kalio dan
rendang. Sebab kandungan cairannya paling banyak.

Biasanya gulai Sumatera memiliki kuah bertekstur kental dengan rasa manis atau pedas.
Warna kuahnya juga beragam, seperti gulai merah dan gulai kuning.

Sedangkan gule berasal dari Jawa. Isiannya berupa daging kambing, tulang atau jeroannya.
Kuah gule lebih cair dan tidak terlalu kental. Penggunaan santan encer dan kaldu daging
kambing membuat rasanya gurih. Namun citarasanya tidak gurih pekat seperti gulai. Gule juga
tidak begitu pedas karena ada sedikit pemakaian gula.

Rempah tetap digunakan dalam sajian gule. Diantaranya adalah merica, kayu manis, pala,
kapulaga, jahe, kunyit dan cabai merah. Biasanya gule Jawa juga menambahkan cabe Jawa
dengan bentuk kering kecil panjang. Cabe ini banyak dipakai dalam ramuan jamu tradisional
sehingga bisa membuat badan lebih hangat.

Tak seperti gulai, sajian gule nikmat disantap dengan pelengkap. Kecap rawit, jeruk nipis dan
kerupuk termasuk pendamping yang tepat.

Edisi II Indrakarona Ketaren


140
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

3. Aneka Nasi Di Indonesia


Makanan Indonesia memang sangat beragam. Setiap tempat memiliki banyak sekali jenis
makanan dan berbeda-beda pula cara penyajiannya, salah satu contohnya adalah nasi.
Indonesia adalah negara yang sangat suka mengkonsumsi nasi.

Nasi menjadi bahan pokok untuk disantap setiap hari, mulai dari pagi, siang, hingga malam
hari. Dari anak balita hingga orang dewasa, semua menyukai nasi.

Oleh karena itu masyarakat Indonesia memiliki bermacam-macam variasi makanan olahan
nasi dengan bumbu yang variatif.

Di bawah ini disampaikan beberapa dari aneka macam nasi di Indonesia itu, yakni :

a. Nasi Bakar
Jenis nasi yang satu ini terbilang unik karena dimasak dengan cara dibakar. Sebelum
dibakar, pertama-tama nasi dibungkus dengan daun pisang dan dibakar di bara api. Nasi
bakar memiliki ciri khas dari aroma yang wangi. Karena dibakar, maka menciptakan aroma
yang khas dan wangi sehingga dapat menambah kelezatan makanan ini.

Nasi bakar biasanya disajikan bersama ayam goreng, ikan asin, ikan teri, ikan peda,
udang, tahu, tempe, jamur, telur bebek asin, dan lainnya.

b. Nasi Becak
Nasi becak atau yang disebut sego becak adalah makanan khas kota Semarang yang
memiliki porsi lebih banyak dari porsi makanan pada umumnya karena dikhususkan untuk
para tukang becak.

Nasi becak ini sangat gampang ditemui di Semarang dan memiliki harga yang sangat
murah, yang cocok buat kantong para tukang becak. Lauknya juga memakai lauk
seadanya seperti mie, telur, dan sedikit daging yang memakai cabe.

c. Nasi Becek
Nasi becek adalah hidangan khas yang berasal dari Nganjuk, Jawa Timur, Indonesia. Di
tempat asalnya hidangan ini dikenal dengan nama sego becek. Nasi becek mirip dengan
kuah soto namun diberi sambal kacang.

Ciri khas nasi becek ini terletak pada bagian atas nasinya terdapat tambahan kubis yang
telah diiris tipis-tipis, tauge, dan potongan daging, lalu disajikan bersama sate kambing
yang lengkap dengan bumbu kacang dan bawang merah diatasnya.

Sego becek adalah hidangan yang mirip dengan kari/kare kambing. Isi dari sego becek
nyaris serupa dengan soto babat, namun diberi potongan sate kambing yang telah dilucuti
dari tusuk satenya. Daging yang dipilih adalah daging kambing. Tidak lupa diberi potongan
bawang merah yang menambah kenikmatan rasa hidangan ini.

Secara keseluruhan, rasanya mungkin cenderung mirip dengan mayoritas makanan


sejenis yang berkembang di daerah Solo, Jawa Tengah. Cenderung manis dan tidak asin,
berbeda dengan umumnya hidangan utama ala Jawa Timuran yang cenderung asin.

d. Nasi Bogana
Nasi bogana atau nasi begana adalah hidangan nasi gaya Indonesia, berasal dari Tegal,
Jawa Tengah. Biasanya dibungkus dalam daun pisang dan disajikan dengan berbagai
lauk.

Edisi II Indrakarona Ketaren


141
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

e. Nasi Boranan
Nasi boranan adalah makanan yang berasal dari Lamongan, Jawa TImur. Kata boranan
berasal dari tempat nasi yang terbuat dari anyaman bambu. Nasi boranan termasuk
makanan yang terbilang langka karena makanan ini hanya tersedia di Lamongan.

Nasi boranan terdiri dari nasi, rempeyek, serta lauk pauk. Lauk pauk yang ditawarkan
juga bervariasi disetiap tempat, seperti ayam, jeroan, telur dadar, tahu ataupun tempe.

Selain yang sudah di sebutkan diatas, makanan ini memiliki suatu kekhasan yang tidak
ada pada makanan lain yaitu boran (nama tempat anyaman bambu yang berbentuk
kotak), ikan sili (ikan musiman yang harganya paling mahal dari lauk yang lainnya),
empuk (dibuat dari tempung terigu yang diberi bumbu), dan pletuk (nasi yang dikeringkan
lalu dibumbui dan digoreng. Pletuk berasal dari bunyi makanan ketika dikunyah yaitu
“pletuk”)

f. Nasi Campur
Nasi campur adalah masakan khas Indonesia. Makanan ini terdiri dari nasi putih yang
dihidangkan dengan bermacam-macam lauk-pauk. Lauk yang digunakan adalah sambal
goreng, abon, serundeng, tahu goreng, ikan goreng, telur dan lain-lain. Tergantung dari
warung atau rumah makan yang menyajikannya nasi campur dapat memiliki variasi
tersendiri. Masakan ini juga sering dijual dalam bungkus kertas atau daun pisang.

g. Nasi Empal
Nasi empal menggunakan empal sebagai makanan utama. Daging empal menggunakan
daging sapi yang dimasak bersama bumbu hingga kering dan gurih. Nasi empal biasanya
disantap bersama sayuran, tempe, tahu, mie/bihun serta irisan mentimun dan sambel
yang pedas.

h. Nasi Gandul
Nasi gandul atau Sego Gandul adalah masakan khas yang berasal dari daerah Pati, Jawa
Tengah, Indonesia yang sepintas mirip dengan semur daging dan gulai. Nasi gandul
merupakan masakan khas daerah Pati (daerah pesisir Jawa Tengah, merupakan jalan
pantai utara Jawa). Akan tetapi, konon menurut cerita, daerah di Pati yang memopulerkan
nasi gandul ini adalah desa Gajahmati (arah selatan teminal bus Pati.

Desa Semampir (sebelah timur dari desa gajahmati), itulah sebabnya sering ditemui kata-
kata nasi gandul gajahmati. Walaupun pada akhirnya banyak ditemui penjual nasi gandul
yang tidak berasal dari desa Gajahmati tetap menuliskan kata desa Gajahmati pada
spanduk tempat makan mereka. Jika ditelusuri asal-usul pemberian nama nasi gandul,
banyak versi yang mengemukakan tentang hal tersebut.

Versi pertama mengatakan bahwa nama nasi gandul adalah nama pemberian dari
pembeli. Dulu, di daerah Pati, penjual nasi gandul menjajakan nasinya dengan
menggunakan pikulan yang berisi kuali (tempat kuah nasi gandul) di satu sisi, dan bakul
nasi serta peralatan makan nasi gandul di sisi lain. Kemudian, pikulan tersebut digotong
dan dijajakan sehingga pikulan tersebut naik-turun seirama dengan langkah penjualnya
(kedua sisi bambu ini bergantungan bakul nasi dan kuali kuah secara menggantung
(gandul). Oleh sebab itu, masyarakat kemudian menamainya nasi gandul.

Versi kedua, nama nasi gandul terinspirasi dari cara penyajian nasi gandul yang unik.
Cara penyajiannya: piring yang telah dilapisi oleh daun pisang, kemudian diisi oleh nasi,
baru setelah itu diberi kuah. Karena penyajian yang serupa itu, oleh para pembeli
menyebut bahwa nasi dan kuah itu mengambang; menggantung (tidak menyentuh piring).

Versi ketiga mungkin dahulu hanya sebagai bahan banyolan masyarakat Pati. Dikisahkan
bahwa penjual (seorang pria) yang menjajakan nasi tersebut dengan cara berkeliling,
memakai sarung. Ketika penjual tersebut duduk dan melayani pembeli, sarung penjual

Edisi II Indrakarona Ketaren


142
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

tersebut tersingkap dan kelihatan alat kelaminnya yang ‘gondal-gandul’. Kemudian, sejak
saat itu orang menyebut nasi itu adalah nasi gandul. Dari versi-versi tersebut, versi
pertama dan kedualah yang bisa diterima oleh masyarakat luas.

Makanan ini sama sepintas sangat mirip dengan soto betawi dan soto tangkar yang dijual
di seputaran daerah Jakarta, soto padang yang dijual di seputaran daerah Kota Padang,
serta soto bandung yang dijual di seputaran daerah Kota Bandung.

Cara penyajian nasi gandul ini tergolong unik, karena dalam penyajiannya piring dialasi
dengan daun pisang. Makannya juga tidak menggunakan sendok, melainkan suru, yaitu
daun pisang yang dipotong memanjang dan dilipat dua untuk digunakan sebagai penganti
sendok. Namun biasanya para penjual nasi gandul tetap menyediakan sendok maupun
garpu untuk persiapan apabila pembeli tidak dapat menggunakan suru.

Saat membeli nasi gandul biasanya hanya akan mendapatkan nasi putih ditambah kuah
gandul dengan sedikit potongan daging sapi. Apabila lauk yang telah diberikan dianggap
tidak cukup, pembeli dapat meminta tambahan lauk kepada penjual. Biasanya tambahan
lauk yang tersedia pada nasi gandul adalah: tempe goreng, perkedel, telor bacem, daging
sapi, dan jerohan sapi. Tambahan lauk ini dapat dipotong kecil-kecil sesuai dengan
permintaan pembeli.

i. Nasi Geghog
Nasi geghog merupakan makanan khas Trenggalek, ciri khas nasi geghog ini ada pada
ikan teri dan rasa pedasnya yang luar biasa, yang bisa menghilangkan rasa pusing
dikepala dan meredakan influenza (menurut warga setempat).

Bumbu yang digunakan adalah bumbu yang tradisional, yaitu bawang merah, bawang
putih, cabe, dan ikan teri. Pada mulanya beras dimasak hingga mencapai setengah
matang, kemudian dicampur dengan bumbu dan ikan teri, lalu dimasak lagi hingga benar-
benar matang.

j. Nasi Goreng
Nasi goreng adalah sebuah makanan berupa nasi yang digoreng dan diaduk dalam
minyak goreng atau margarin, biasanya ditambah kecap manis, bawang merah, bawang
putih, asam jawa, lada dan bumbu-bumbu lainnya, seperti telur, ayam, dan kerupuk. Ada
pula nasi goreng jenis lain yang dibuat bersama ikan asin yang juga populer di seluruh
Indonesia.

Masakan nasional Indonesia ini tidak mengenal batasan kelas sosial. Nasi goreng dapat
dinikmati secara sederhana di warung tepi jalan, gerobak penjaja keliling, hingga restoran
dan meja prasmanan dalam pesta.

Nasi goreng juga dikenal sebagai masakan nasional Indonesia. Dari sekian banyak
hidangan dalam khazanah masakan Indonesia, hanya sedikit yang dapat dianggap
sebagai makanan nasional sejati walaupun sebenarnya merupakan akulturasi dari luar
yakni Tiongkok.

Nasi adalah sebuah bagian penting dari masakan tradisional Tionghoa, menurut catatan
sejarah sudah mulai ada sejak 4000 SM. Nasi goreng kemudian tersebar ke Asia
Tenggara dibawa oleh perantau-perantau Tionghoa yang menetap di sana dan
menciptakan nasi goreng khas lokal yang didasarkan atas perbedaan bumbu-bumbu dan
cara menggoreng. Nasi goreng sebenarnya muncul dari beberapa sifat dalam
kebudayaan Tionghoa, yang tidak suka mencicipi makanan dingin dan juga membuang
sisa makanan beberapa hari sebelumnya. Makanya, nasi yang dingin itu kemudian
digoreng untuk dihidangkan kembali di meja makan.

Edisi II Indrakarona Ketaren


143
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Ada berbagai macam resep nasi goreng tetapi unsur utamanya adalah nasi, minyak
goreng, kecap manis. Selain itu banyak tambahan lain yang dapat dimasukkan, mulai dari
sayuran, daging, sampai sambal, saus, kerupuk dan telur goreng.

Nasi goreng baik di Indonesia maupun di negara-negara lain dapat memiliki variasi
tersendiri tergantung dari daerah asal dan bumbu atau bahan yang digunakan. Variasi ini
biasanya dipengaruhi oleh bahan makanan yang biasa digunakan masyarakat setempat
dan pengaruh ramuan bumbu dari negara tetangga, ataupun pengaruh budaya etnik
asing bawaan yg datang ke negara tersebut. Beberapa variasi nasi goreng yang terkenal
diIndonesia antara lain adalah nasi goreng ikan asin, nasi goreng Jawa, nasi goreng
kambing, nasi goreng pete, dan lain sebagainya.

Di Belanda, nasi goreng adalah judul lagu Tante Lien, "Geef Mij Maar Nasi Goreng"
(Berikan Aku Nasi Goreng Saja) yang direkam tahun 1979. Lagu ini mendemonstrasikan
hubungan sejarah makanan antara Belanda dan Indonesia dan mendeskripsikan betapa
rindunya orang-orang keturunan Indo (Eurasia) yang menetap di Belanda dengan
masakan Indonesia.

Pada umumnya, masakan Indonesia banyak ditemukan di Belanda karena hubungan


kolonial yang historis dengan Indonesia. Para migran Indonesia menyediakan masakan
Indonesia untuk dimakan di restoran atau dibawa pulang. Versi nasi goreng bawa pulang
mudah dijumpai di supermarket. Toko bawa pulang dan restoran Cina juga sudah
menyediakan nasi goreng, ditambah berbagai pilihan masakan Indonesia, namun dengan
bumbu Kanton. Di Flandria, nama nasi goreng sering dipakai untuk menyebut nasi goreng
bergaya negara Asia manapun.

k. Nasi Grombyang
Nasi grombyang makanan khas dari Pemalang, Jawa Tengah. Nasi grombyang adalah
nasi berkuah. Kata grombyang diambil dari bahasa jawa yang artinya bergoyang-goyang.
Karena kuahnya banyak, maka terlihat seperti bergoyang-goyang. Maka dipakailah kata
grombyang.

Lauk nasi grombyang memakai daging kerbau dan kuah, serta disajikan bersama sate
kerbau.

l. Nasi Gudang
Nasi gudang atau yang biasa di sebut sego gudang adalah makanan nasi yang
menggunakan sayur gudangan. Makanan ini merupakan ciri khas masyarakat Klaten,
Jawa Tengah.

Sayur gudangan adalah paduan dari beberapa sayuran yang di iris halus seperti daun
bayung, kecambah, daun bentis. Lalu ditaburi bumbu yang terbuat dari parutan kelapa
dan cabe kemudian dibungkus dengan daun jati ataupun daun pisang. Nasi gudang
menggunakan lauk tempe goreng atau kedelai goreng.

m. Nasi Gude
Nasi gudeg berasal dari Yogyakarta, makanan ini terbuat dari buah nangka muda yang
dimasak dengan santan selama berjam-jam lalu disajikan bersama nasi, santan kental
(biasa disebut areh), ayam kampung, telur, tahu dan sambal goreng krecek.

Ciri khas nasi gudeg terletak pada rasa yang gurih dari gudeg yang dicicipi bersama nasi
dan juga kelezatan dari opor ayam ataupun sambal goreng krecek, menjadikan makanan
ini memiliki cita rasa tinggi yang khas.

n. Nasi Gurih
Nasi gurih adalah nasi yang dimasak dengan air santan kelapa dan ditambahi garam agar
rasanya menjadi lebih gurih.

Edisi II Indrakarona Ketaren


144
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

o. Nasi Jamblang
Sega Jamblang (Nasi Jamblang dalam Bahasa Indonesia) adalah makanan khas dari
Cirebon, Jawa Barat. Nama Jamblang berasal dari nama daerah di sebelah barat kota
Cirebon tempat asal pedagang makanan tersebut. Ciri khas makanan ini adalah
penggunaan daun Jati sebagai bungkus nasi. Penyajian makanannya pun bersifat
prasmanan.

Nama sega jamblang konon berasal dari sebuah nama desa di sebelah barat kota
Cirebon, yakni desa Jamblang, Jamblang, Cirebon. Walaupun bernama sega jamblang,
makanan ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan pohon atau buah jamblang.

Menu yang tersedia biasanya antara lain sambal goreng, tahu sayur, paru-paru (pusu),
semur hati atau daging, perkedel, sate kentang, telur dadar/telur goreng, telur masak
sambal goreng, semur ikan, ikan asin, tahu dan tempe.

Sega Jamblang adalah makanan khas Cirebon yang pada awalnya diperuntukan bagi
para pekerja paksa pada zaman Belanda yang sedang membangun jalan raya Daendels
dari Anyer ke Panarukan yang melewati wilayah Kabupaten Cirebon.

Sega Jamblang saat itu dibungkus dengan daun jati, mengingat bila dibungkus dengan
daun pisang kurang tahan lama sedangkan jika dengan daun jati bisa tahan lama dan
tetap terasa pulen. Hal ini karena daun jati memiliki pori-pori yang membantu nasi tetap
terjaga kualitasnya meskipun disimpan dalam waktu yang lama.

Walaupun menunya sangat beraneka ragam, namun harga makanan ini relatif sangat
murah. Karena pada awalnya makanan tersebut diperuntukan bagi untuk para pekerja
buruh kasar di Pelabuhan dan kuli angkut di jalan Pekalipan.

p. Nasi Jagung
Nasi jagung adalah makanan khas Indonesia. Nasi jagung, sesuai namanya adalah
makanan yang terdiri dari nasi dan jagung pipil (jagung yang sudah tua). Nasi jagung
lebih bervitamin daripada nasi biasa, dan biasanya dipakai sebagai makanan alternatif
apabila beras melambung tinggi.

q. Nasi Kebuli
Nasi kebuli adalah hidangan nasi berbumbu yang bercitarasa gurih yang ditemukan di
Indonesia. Nasi ini dimasak bersama kaldu daging kambing, susu kambing, dan minyak
samin, disajikan dengan daging kambing goreng dan kadang ditaburi dengan irisan kurma
atau kismis.

Hidangan ini populer di kalangan warga Betawi di Jakarta dan warga keturunan Arab di
Indonesia. Nasi kebuli menunjukan pengaruh budaya Arab Timur Tengah dan India
Muslim, tepatnya tradisi Arab Yaman. Nasi ini mirip dengan nasi Biryani.

Dalam kebudayaan Betawi, nasi kebuli biasanya disajikan dalam perayaan keagamaan
Islam, seperti lebaran, kurban, atau maulid. Nasi kebuli juga populer di kawasan kota
yang banyak terdapat warga keturunan Arab, seperti Surabaya dan Gresik.

Nasi kebuli dibuat dengan cara menanak nasi bersama kaldu kambing dan susu kambing
(kadang diganti santan). Daging kambing ditumis dan dicampurkan ke dalam nasi dengan
juga membubuhkan minyak samin untuk memberikan aroma yang khas. Bumbu-bumbu
yang dihaluskan dan ditumis bersama nasi ini adalah bawang putih, bawang merah, lada
hitam, cengkeh, ketumbar, jintan, kapulaga, kayu manis, pala, dan minyak samin.

Kemudian daging kambing dimasak bersama dengan nasi setengah matang ini hingga
akhirnya benar-benar matang. Daging kambing ini bisa diiris kecil-kecil dan dicampurkan

Edisi II Indrakarona Ketaren


145
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

ke dalam nasi, atau digoreng dan disajikan terpisah. Nasi kebuli biasanya disajikan
dengan asinan nanas, kadang juga ditambahi sambal goreng hati.

r. Nasi Jamblang
Nasi jamblang adalah makanan khas Cirebon, Jawa Barat. Makanan ini memiliki sebutan
lain yaitu sega jamblang, yang artinya adalah nasi jamblang. Nasi jamblang diambil dari
nama desa di Cirebon, yaitu Desa Jamblang.

Lauk nasi jamblang bisa dipilih, diantaranya adalah tempe, tahu, ikan asin, semur ikan,
telur dadar, telur goreng, telur sambal goreng, tahu sayur, paru-paru, semur hati, daging,
perkedel, sate kentang, dan sambal goreng. Ciri khas nasi jamblang terletak pada
penyajiannya yang dibungkus menggunakan daun jati dan lauknya yang beragam yang
bisa dipilih dan ditambahkan sesuai selera.

s. Nasi Jinggo
Nasi jinggo, atau yang biasa disebut nasi jenggo, memiliki arti “seribu lima ratus”
sehingga pedagang menjualnya seharga Rp.1.500. Namun karena harga barang-barang
semakin naik, tentu saja nasi jinggo tidak bisa dijual dengan harga Rp.1.500 terus.

Nasi Jinggo adalah makanan khas Bali yang memiliki lauk sambal goreng tempe, ayam
suwir dan serundeng. Kadang disajikan bersama mie bersama sambal lalu dibungkus
menggunakan daun pisang.

Ciri khas nasi jinggo terletak pada porsinya yang sedikit, jadi harganya pun sangat murah.

t. Nasi Kapau
Sesuai namanya, nasi kapau merupakan makanan tradisional yang berasal dari Nagari
Kapau, Sumatera Barat. Ciri khas nasi kapau menggunakan banyak kelapa untuk
menghasilkan rasa gurih, dan juga dilengkapi dengan gulai nangka yang dicampur
dengan santan, kacang panjang, kol, rebung, pakis dan jengkol.

Lauk nasi kapau sebagian besar terdiri dari daging-dagingan seperti ayam goreng, ayam
panggang, teri balado, dendeng balado, belut goreng, ayam rendang dan daging
rendang. Selain itu terdapat banyak pilihan gulai yang bisa dipilih sesuai selera,
diantaranya gulai usus, guali ikan dan gulai tunjang.

Beras yang digunakan juga tidak sembarang beras. Beras yang digunakan adalah beras
berkualitas tinggi yang di dapat dari kota Bukittinggi dan Agam.

u. Nasi Krawu
Nasi krawu adalah makanan khas Gresik, Jawa Timur. Nasinya agak pulen dan wangi
serta didampingi oleh lauk daging suwir.

Nasi krawu disajikan di atas daun pisang dan ditambahi lauk berupa daging sapi yang
telah disuwir-suwir yang dicampur dengan jaroan sapi dan ditemani oleh sambal terasi
yang pedas, serta serundeng (parutan kelapa sangrai).

Ciri khas nasi krawu terletak pada serundengnya yang terdiri dari 2 varian, yaitu
serundeng kuning untuk rasa yang gurih dan manis, serta serundeng merah dengan rasa
yang manis.

v. Nasi Kucing
Nasi kucing (bahasa Jawa: sego kucing) adalah makanan yang berasal dari Yogyakarta,
Semarang, dan Surakarta. Porsi nasi kucing yaitu sedikit, biasanya ditambah sambal,
ikan, dan tempe, lalu dibungkus daun pisang.

Edisi II Indrakarona Ketaren


146
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Kata "nasi kucing" berarti "nasi untuk kucing", karena porsinya yang kecil ditambah
dengan berbagai macam lauk. Kata tersebut berasal dari kebiasaan masyarakat Jawa
yang memelihara kucing dan memberikan makanan untuk peliharaannya dengan porsi
kecil.

Jenis lauk yang disediakan biasanya ikan dan tempe. Bahan lain yang dapat ditambahkan
yaitu telur, ayam, dan mentimun. Disajikan dengan daun pisang dan bisa langsung
disantap. Variasi dari nasi kucing adalah sego macan, ukurannya tiga kali lebih besar
dibandingkan nasi kucing. Biasanya disajikan dengan nasi yang dibakar, ikan, dan
sayuran. Seperti nasi kucing, sego macan juga dibungkus daun pisang.

w. Nasi Kuning
Nasi kuning adalah makanan khas Indonesia. Makanan ini terbuat dari beras yang
dimasak bersama dengan kunyit serta santan dan rempah-rempah. Dengan
ditambahkannya bumbu-bumbu dan santan, nasi kuning memiliki rasa yang lebih gurih
daripada nasi putih. Nasi kuning adalah salah satu variasi dari nasi putih yang sering
digunakan sebagai tumpeng. Nasi kuning biasa disajikan dengan bermacam lauk-pauk
khas Indonesia.

Dalam tradisi Indonesia warna nasi kuning melambangkan gunung emas yang bermakna
kekayaan, kemakmuran serta moral yang luhur. Oleh sebab itu nasi kuning sering
disajikan pada peristiwa syukuran dan peristiwa-peristiwa gembira seperti kelahiran,
pernikahan dan tunangan. Dalam tradisi Bali, warna kuning adalah salah satu dari empat
warna keramat yang ada, disamping putih, merah dan hitam. Nasi kuning oleh karena itu
sering dijadikan sajian pada upacara kuningan.

x. Nasi Langgi
Nasi langgi, makanan yang juga berasal dari kota Solo. Nasi langgi sangat nikmat karena
memiliki lauk yang beragam serta nasi yang sangat gurih yang berasal dari santan
kelapa.

Lauk nasi langgi terdiri dari abon, telur dadar, kentang, kering tempe, serundeng, empal,
mentimun, beserta lalapan. Nasi langgi juga dimasak dengan air santan kelapa hingga
meresap kedalam nasi dan menghasilkan rasa yang gurih.

y. Nasi Lemak
Nasi lemak adalah jenis makanan khas Suku Melayu yang lazim ditemukan di Malaysia,
di mana hidangan ini dianggap sebagai salah satu hidangan nasionalnya, dan juga di
Indonesia (khususnya di Riau dan Kepulauan Riau). Hidangan ini pun dapat ditemukan di
Singapura dan Brunei. Makanan ini biasanya dihidangkan untuk sarapan pagi.

Nasi lemak merujuk kepada nasi yang dimasak dengan menggunakan santan kelapa
untuk memberikan citarasa gurih. Kadangkala daun pandan dimasukkan ketika nasi
lemak dimasak untuk menambahkan aromanya. Istilah lemak dalam Bahasa Melayu atau
lamak dalam Bahasa Minangkabau merujuk kepada rasa dan tekstur gurih berminyak
yang dihasilkan santan kelapa yang melepaskan kandungan lemak nabatinya ke dalam
nasi yang tengah ditanak.

Nasi lemak biasanya dihidangkan dengan telur (yang direbus, digoreng mata sapi, atau
didadar), irisan mentimun, ikan bilis atau teri goreng, dan sambal, cabai. Tetapi kini nasi
lemak dijual dengan berbagai lauk-pauk seperti tempe, tahu, petai, kacang tanah goreng,
kacang panjang, sate, daging, ayam, sotong, cumi-cumi, udang, kerang, ikan, limpa, dan
ataupun hati sapi, yang juga sering disertai juga dengan parutan kelapa.

Kini nasi lemak banyak dijajakan di rumah makan, warung, jajanan pinggir jalan, maupun
oleh penjaja makanan keliling. Nasi Lemak lazim disebut dengan nama demikian di
Semenanjung Malaya, Sumatera, Singapura dan Brunei. Sementara di Jakarta hidangan

Edisi II Indrakarona Ketaren


147
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

yang mirip nasi lemak dikenal dengan nama nasi uduk sedangkan di Jawa Tengah
dengan nama sega liwet atau nasi liwet. Di Aceh hidangan yang mirip nasi lemak disebut
nasi gurih. Sedangkan di Medan hidangan yang mirip nasi lemak namun dalam porsi
bungkusan yang lebih kecil dan sedikit disebut nasi perang.

Nasi lemak awalnya bukanlah satu makanan sarapan sehari-hari pada umumnya.
Kebiasaan memakan nasi lemak dimulai sebagai suatu bekal makanan kepada petani-
petani padi ataupun para pekerja perkebunan seperti karet, kelapa sawit, sayur-sayuran
dan lain-lain. Di Malaysia, nasi lemak dalam kemasan daun pisang sering dibawa sebagai
bekal ke kantor, karena makanan ini mampu memberi tenaga kepada mereka ini.

z. Nasi Lengko
Nasi lengko adalah makanan khas Cirebon, Indramayu, Tegal, Brebes dan sekitarnya
maupun di Jawa Timur. Terdiri dari nasi, tempe, tahu, tauge, daun kucai, mentimun,
bawang goreng, lalu disiram dengan saus kacang yang gurih dan lezat.

Ciri khas nasi lengko adalah makanan ini tidak menggunakan bahan-bahan hewani, jadi
sangat cocok untuk vegetarian.

aa. Nasi Liwet


Nasi liwet adalah makanan khas kota Solo. Nasi liwet adalah nasi gurih (dimasak dengan
kelapa) mirip nasi uduk, yang disajikan dengan sayur labu siam, suwiran ayam (daging
ayam dipotong kecil-kecil), opor ayam, telur pindang (telur rebus yang dimasak dengan
bumbu), dan areh (semacam bubur gurih dari kelapa); lalu dibungkus menggunakan daun
pisang agar semakin harum dan memiliki aroma yang alami.

Cara memasak nasi liwet juga memakai cara tradisional, yaitu menggunakan wajan yang
terbuat dari tanah liat dan juga memakai kayu bakar. Nasi liwet dimasak dengan santan
hingga setengah matang, lalu di kukus hingga matang seperti memasak nasi pada
umumnya.

Penduduk kota Solo biasa memakan nasi liwet setiap waktu mulai dari untuk sarapan,
sampai makan malam. Nasi liwet biasa dijajakan keliling dengan bakul bambu oleh ibu-
ibu yang menggendongnya tiap pagi atau dijual di warung lesehan (tanpa kursi). Tempat
paling terkenal untuk penjualan nasi liwet (warung lesehan) adalah di daerah Keprabon
yang hanya berjualan pada malam hari.

Sentra pedagang nasi liwet banyak dijumpai di Desa Duwet dan Desa Menuran
Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo.

bb. Nasi Lunyu


Nasi lunyu, atau yang biasa disebut sega lunyu, adalah makanan khas Semarang.

cc. Nasi Megono


Nasi megono berasal dari Pekalongan, Jawa Tengah. Nasi megono merupakan makanan
yang sangat sederhana, atau bisa dibilang makanan desa. Nasi megono memiliki ciri
khas sayur megono.

Megono adalah campuran dari nangka muda yang dicincang sampai halus dan diberi
parutan kelapa muda dan cabai. Lauknya pun beragam, seperti opor ayam, ayam goreng,
tempe goreng tepung, pepes tahu teri, pepes jamur dan ikan pindang.

dd. Nasi Minyak


Nasi minyak adalah kuliner khas Jambi. Nasi minyak ini menggunakan banyak bumbu,
seperti jahe, lada, saus tomat, cengkeh, susu, minyak samin, jintan, dan kayu manis. Lalu
di masak bersama beras dan menghasilkan nasi yang kaya akan rempah.

Edisi II Indrakarona Ketaren


148
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Nasi minyak lalu disantap bersama kari ayam atau kari sapi. Bisa juga dengan kari yang
lainnya seperti kari kambing.

ee. Nasi Padang


Nasi padang adalah makanan khas dari kota Padang, Sumatera Barat. Nasi padang
terkenal dengan santannya dan pedasnya yang luar biasa.

Ciri khas nasi padang terletak pada lauknya yang kaya dan beragam, seperti gulai
gajebo, gulai kepala ikan kakap, gulai tunjang, rendang, soto Padang, dendeng, ayam,
dan sambal balado.

Selain lauknya yang kaya, nasi padang memiliki ciri khas dari cara penyajiannya yang
seperti atraksi, yaitu menumpuk beberapa piring yang berisi lauk nasi padang ke salah
satu lengan atau kedua lengan pramusaji dan dihidangkan ke meja pengunjung.

ff. Nasi Pindang


Nasi pindang adalah makanan khas daerah Kudus, yang memiliki ciri khas kuah pindang
dan aroma melinjo dari daun melinjo.

Kuah pindang mirip dengan kuah rawon, tetapi kuah pindang menggunakan santan dan
memiliki aroma melinjo. Isiannya tetap memakai daging sapi, babat, jeroan sapi, telur,
tempe dan perkedel jagung.

gg. Nasi Rawon


Rawon adalah makanan khas yang berasal dari daerah Surabaya, Jawa Timur, berupa
sup daging yang berkuah hitam yang disajikan dengan nasi putih.

Supnya menggunakan bumbu khas Indonesia seperti bawang putih, bawah merah,
lengkuas, lombok, kluwek, garam, kunir serai, ketumbar dan minyak nabati lalu
dimasukkan ke dalam kaldu daging sapi. Warna hitam rawon didapat dari kluwek.

Rawon di sajikan bersama nasi, daging empal, daun bawang, tauge, kerupuk udang.

hh. Nasi Sayur


Nasi sayur adalah makanan khas Indonesia yang berasal dari kota Surabaya.. Isiannya
sangat sederhana seperti mie, sawi, dan daging ayam cincang yang ditumis secara
bersamaan, setelah itu di tuang ke atas nasi atau nasi goreng dan dilengkapi dengan
irisan mentimun.

ii. Nasi Tempong


Nasi tempong adalah kuliner yang berasal dari daerah Banyuwangi, Jawa Timur. Nasi
tempong memakai lauk tempong sebagai lauk utama, yang terdiri dari ikan teri kecil dan
dibentuk menyerupai bakwan.

Nasi tempong disajikan bersama sayuran rebus seperti bayam, daun kemangi, kenikir,
dan memakai lauk ikan jambal, bakwan jagung, tempe, tahu, dan dituangi saus kacang
yang gurih dan lezat.

Ciri khas nasi tempong terletak pada bau kencur pada sambalnya dan sangat pedas.

Nama tempong sendiri diambil dari bahasa Osing, yang berarti tampar. Kata tampar ini
menggambarkan sambalnya yang sangat pedas, dan menghasilkan sensasi seperti di
tampar.

jj. Nasi Tewel


Nasi tewel merupakan makanan dari daerah kabupaten Pati. Isinya adalah sayur tewel
(sayur nangka muda yang dimasak dengan menggunakan santan).

Edisi II Indrakarona Ketaren


149
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Nasi tewel disajikan bersama siraman kuah sayur tewel yang segar bersama santan yang
encer, ditambahi cabe rawit agar semakin pedas.

Keunikan dari nasi tewel ini adalah tidak menggunakan lauk yang beragam, namun hanya
menggunakan tempe goreng dan bakwan.

kk. Nasi Timbel


Nasi Timbel atau dalam bahasa Sunda adalah Sangu Timeul adalah masakan Indonesia
Khas Sunda, Jawa Barat. Nasi Timbel sama dengan nasi pada umumnya, akan tetapi
nasi timbel dibungkus dengan daun pisang, dan juga nasi yang digunakan pun yang
pulen. Dalam Bahasa Sunda, biasanya beras yang dipakai buat nasi timbel adalah jenis
beras bagolo atau beras merah campuran.

ll. Nasi Tim


Nasi tim adalah hidangan Tionghoa Indonesia berupa nasi dan ayam berbumbu gurih
yang dikukus. Dalam bahasa Indonesia istilah "tim" mungkin berasal dari bahasa Inggris
steam yang berarti dikukus. Bahan-bahannya adalah daging ayam tanpa tulang, jamur,
dan telur ayam rebus, semuanya dibumbui bawang putih dan kecap asin.

Bahan-bahan tersebut diletakkan di dalam mangkuk logam; dari bahan aluminium, baja
tahan karat, atau kaleng. Mangkuk logam ini kemudian diisi nasi hingga padat, kemudian
diletakkan di dalam panci pengukus, dan dikukus hingga matang. Masakan ini biasanya
disajikan dengan sup bening kaldu ayam ditaburi daun bawang.

Meskipun umumnya menggunakan daging ayam, beberapa variasi menggunakan bahan


lain seperti daging sapi, ikan, atau daging babi. Nasi tim biasanya selalu diletakkan di
dalam kukusan untuk menjaganya agar tetap hangat. Cara menyajikannya adalah;
mangkuk logam tadi ditangkupkan di atas piring sehingga isi nasi tim tercetak di atas
piring.

Karena makanan ini selalu disajikan hangat, dalam kebuadayaan Tionghoa Indonesia
hidangan ini adalah hidangan kenyamanan yang dianggap dapat memberi kehangatan
dan memulihkan kesehatan. Karena teksturnya yang lembut dan halus, hidangan ini
cocok untuk bayi, orang tua, atau orang sakit dalam masa pemulihan kesehatan.
Biasanya nasi tim untuk bayi dibuat dari bahan beras merah dan hati ayam.

mm. Nasi Tumpang


Nasi tumpang adalah makanan khas Kediri memiliki ciri khas yang terletak pada kuahnya
yaitu sambal tumpang.

Sambal tumpang adalah sambal yang terbuat dari tempe yang difermentasikan dalam
waktu yang lama hingga basi. Tempe memang sengaja dibuat basi agar menciptakan
citarasa yang diinginkan dan tidak memakai sembarang tempe melainkan tempe khusus
yang diolah sedemikian rupa agar tempenya dapat basi hingga level tertentu.

Sambal tumpang ini kemudian dituang keatas nasi bersama sayur seperti nasi pecel.

nn. Nasi Tumpeng


Makanan khas masyarakat Jawa di Indonesia yang kerap dipergunakan untuk keperluan
acara ritual dan adat. Nasi tumpeng disebut juga sebagai media komunikasi spiritual
masyarakat Jawa ke Penguasa Alam Semesta.

Makanan ini bisa dibilang sebuah makanan yang unik karena bentuknya yang berupa
kerucut yang ditaruh pada wadah yang bernama tampah (wadah berbentuk bundar yang
terbuat dari anyaman bambu) dan disampingnya terdapat berbagai macam lauk yang
terdiri dari hewan darat (ayam atau sapi), hewan laut (ikan bandeng, ikan teri) serta sayur

Edisi II Indrakarona Ketaren


150
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

mayur. Nasi tumpeng juga berasal dari Jawa dan biasanya dihidangkan pada saat
perayaan penting.

Nasi tumpeng biasanya terbuat dari nasi kuning, tetapi biasanya menggunakan nasi putih
ataupun nasi uduk sebagai pengganti. Selain rasanya yang lezat, nasi tumpeng juga
memiliki tampilan yang menarik karena ditata dengan rapi.

oo. Nasi Uduk


Nasi uduk adalah nama sejenis makanan terbuat dari bahan dasar nasi putih yang diaron
dan dikukus dengan santan dari kelapa yang di parut, serta dibumbui dengan pala, kayu
manis, jahe, daun serai dan merica. Makanan ini kemudian dihidangkan dengan emping
goreng, tahu goreng, telur dadar/ telur goreng yang sudah diiris-iris,abon, kering tempe,
bawang goreng, ayam goreng, timun dan sambal dari kacang.

Makanan ini biasanya lebih sering dijual di pagi hari untuk sarapan dan malam hari untuk
makan malam. Pada malam hari,biasanya nasi uduk dijual di warung pecel lele, yaitu
warung yang menjual nasi uduk beserta lauknya,seperti : lele, ikan mas, ayam bakar dan
goreng, dan lain lain

pp. Nasi Uduk Ungu


Nasi uduk ungu adalah varian dari Nasi uduk yang berasal dari Kota Sukabumi. Warna
ungu dari nasi uduk ini dihasilkan dari bahan pembuatannya yaitu buah bit dan ubi ungu.
Terdapat juga alternatif warna lain seperti nasi uduk hijau, dimana warna hijau dihasilkan
dari bahan seperti bayam dan cabai hijau. Nasi uduk hijau lebih berasa pedas
dikarenakan penggunaan cabai hijau sebagai bahan pewarnanya.

qq. Nasi Ulam


Nasi ulam adalah hidangan nasi yang dicampur berbagai bumbu dan rempah, khususnya
daun pegagan (Centella asiatica) atau kadang diganti daun kemangi, sayuran, dan
berbagai bumbu, serta ditemani beberapa macam lauk-pauk. Hidangan ini berasal dari
khazanah hidangan Melayu, dan terdapat banyak resep dan variasi yang ditemukan baik
di Indonesia maupun Malaysia.

Di Indonesia, nasi ulam dapat ditemukan dalam seni kuliner suku Betawi, ataupun suku
Melayu di Sumatra, serta ditemukan juga di Bali. Nasi ulam Betawi terdapat dua jenis,
nasi ulam berkuah (basah) yang berasal dari Jakarta Utara dan Pusat, serta nasi ulam
kering (tidak berkuah) yang ditemukan di Jakarta Selatan.

Di Indonesia nasi ulam biasanya dicampur daun kemangi, sambal, dan ditaburi kacang
tanah tumbuk, kerisik, atau serundeng (kelapa parut sangrai). Di atas nasi ulam biasanya
ditambahkan berbagai macam lauk-pauk teman nasi, seperti dendeng, telur dadar,
perkedel, tahu goreng, tempe, dan krupuk.

4. Makanan Nasional Indonesia


Suatu ketika terusik dibenak kita berbagai macam istilah yang memakai kata di akhirannya
"Nasional", seperti Lagu Nasional, Bahasa Nasional, Seragam Nasional, Berita Nasional, dan
berbagai "Nasional" lainnya.

Dari sini terfikirkan segala sesuatu yang memakai kata Nasional, ber-arti adalah sesuatu yang
diakui, dipakai, dinikmati, disukai oleh semua warga negara Indonesia. Berawal dari sini
pemikiran mulai berkembang dan muncullah pertanyaan yang cukup mengusik selama ini
"Apa Masakan Nasional Indonesia ?"

Sesaat kemudian semua isi katalog masakan yang ada mulai dibuka untuk mencari
sebetulnya apa masakan Nasional Indonesia. Beberapa nama yang muncul dan ditemukan
sebuah benang merah dengan kategori sebagai berikut :
1. Masakan yang paling banyak disukai atau masuk di banyak lidah orang Indonesia

Edisi II Indrakarona Ketaren


151
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

2. Masakan yang ada di tiap daerah walaupun dengan ciri masing - masing di tiap
daerahnya

Untuk kategori pertama ditemukan masakan Minangkabau / Minang (Padang) yang bisa
masuk di hampir semua lidah orang Indonesia. Terbukti kita dapat menemukan rumah makan
Minangkabau / Minang di hampir semua penjuru kota Indonesia dan semuanya disukai oleh
penduduk setempat dan bahkan dapat berkembang.

Sedangkan untuk kategori kedua ditemukan masakan soto, karena menurut katalog masakan
yang ada, soto ada di hampir tiap menu masakan daerah di Indonesia dengan berbagai
macam variasinya, misal ada Soto Betawi, Soto Padang, Soto Madura, Soto Lamongan, Soto
Ayam Jawa, Soto Kudus, Coto Makassar dan soto - soto yang lainnya.

Dari sini lalu terfikirkan apakah masakan Minang dan Soto dapat dinobatkan sebagai masakan
Nasional Indonesia?

Langkah awal memang perlu difikirkan bagaimana kombinasi makanan Indonesia yang tepat.
Apakah itu pembakuan citarasa merupakan kategori lain yang harus dapat diterima secara
umum dan bahan bakunya tersedia secara meluas di setiap daerah. Pastinya jangan terlalu
parokial atau daerah-sentris dalam menentukan kategori ini.

Namun terlepas dari apa yang dikemukakan di atas, kalau bicara tentang masakan Indonesia
seyogyanya kita meski memiliki varian dan ragam makanan apalagi disadari ilmu gastronomi
terhadap seni masakan Indonesia itu masih belum berkembang. Terbukti sampai sekarang
kita belum memiliki katalog atau semacam "kodifikasi" terhadap makanan Indonesia.

Mungkin kita tidak bisa memakai dasar asumsi bahwa makanan yang paling digemari adalah
makanan nasional (seperti makanan Minang dan Soto), karena terus terang justru akan
menyempitkan karakteristik dari makanan itu sendiri.

Jika bicara makanan indonesia mungkin hal pertama yang perlu disampaikan adalah
sejarahnya, kekhasan dan budaya yang berkembang. Mungkin ada beberapa fase yang bisa
dipakai sebagai pijakan apakah era sebelum penjajahan atau semasa era Kerajaaan yang ada
di kepulauan Nusantara.

Disanalah aslinya Indonesia, namun mesti diingat makanan itu sesuatu yang selalu
berkembang alias mengalami transformasi. Pun ketika masa penjajahan terjadi atau semasa
era Kerajaaan, pasti masakan lokal setempat mengalami akulturasi budaya sehingga muncul
varian nomenklatur resepi baru.

Negeri ini memliki 1340 suku plus 5 (lima) kelompok etnik pendatang (Arab, Belanda, India,
Portugis & Tionghoa). Secara matematik, seharusnya ada 1345 jenis masakan yang kalau
masing-masing dari 1345 itu memiliki 10 resepi saja sudah ada 13,445 resep masakan. Tapi
apakah resepi 13,445 masakan itu masih ada ?

Kalau ada dimana bisa ditelusuri ? Ini yang disebut mengalami transformasi. Bisa-bisa hanya
tinggal 5,000 resep seperti yang data oleh almarhum ibu Suryatini Ganie dalam bukunya
"Maha Karya Kuliner Resep Makanan & Minuman di Indonesia" (tahun 2010).

Begitu juga dengan era sekarang, makanan semakin berkembang tapi setidaknya kita punya
pedoman dasar yang kuat bahwa makanan asli seyognya sudah harus diberi kategori dan
karakteristik. That's what we call as "local globalized cuisine" sudah masuk di negeri ini.

Contohnya determinasi makanan asing terutama pada koridor street food dan junk food
ditandai dari masuknya ayam goreng bertepung dengan tampilan gerai yang keren dan cara
belanja mandiri / swalayan.

Edisi II Indrakarona Ketaren


152
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Sambutan masyarakat setempat begitu ramah pada akhirnya membentuk semacam budaya
baru terutama dalam pilihan lidah kita yang terus berlanjut sampai sekarang yang dengan
serta merta menganggap ayam bertepung termasuk masakan Indonesia. Kita lupa
mengenalkan ayam goreng laos / lengkuas yang sedap dengan sambal terasi pada anak-anak
sejak usia mula.

Menarik memang, kita selalu berharap banyak yang bisa memberi kontribusi terhadap seni
masakan dan ilmu pangan Indonesia. Sering berandai-andai kenapa nasionalisme kita begitu
sederhana, melihat sebagian masyarakat setempat tidak pernah bangga dengan makanan asli
mereka. Cobalah memulai dari hal paling dekat dengan diri kita dimana makanan
menunjukkan siapa sebenarnya diri kita.

5. Soto - Bhineka Tunggal Ika Makanan Indonesia


Jika memikirkan makanan Indonesia, selalu terbesit dibenak tentang "Soto" yang merupakan
salah satu makanan yang menggambarkan keadaan Bangsa ini yang bersatu dan diikrarkan
melalui semboyan "Satu Bahasa, Bahasa Indonesia''.

Semboyan ini menandakan, bahwa ada satu hal yang mendasar disini, yakni berawal dari kata
"Perbedaan".

Begitu juga Soto, jika dibedakan mungkin jumlahnya mencapai angka puluhan alias tidak ada
satu "Soto" Indonesia.

Perbedaan itu tidak hanya pada ciri khas masing-masing Soto, yang konon katanya
menggambarkan keadaan daerah asal makanan itu sendiri. Jika kita berkeliling ke berbagai
daerah di Indonesia, maka akan banyak dijumpai soto-soto yang benar-benar bhineka
terutama pada rasa-nya.

Tercatat saat ini lebih kurang 75 aneka soto yang diolah dengan 48 aneka bumbu yang terdata
dari aneka buku resep di Indonesia. Tiga dari macam soto itu memiliki bumbu yang banyak,
antara lain soto padang. Namun data itu tidak memperhitungkan kapan asal-muasal soto di
suatu daerah muncul dan dari pengaruh soto mana dan bumbunya apa.

Menghitung banyaknya soto dan resep-resep yang tertera di buku kurang tepat karena mana
resep yang otentik sulit diperoleh mengingat seringkali adalah rahasia si pembuat soto.

Kajian mengenai soto diutarakan oleh Lombard dalan bukunya berjudul Nusa Jawa Silang
Budaya (2000) dimana ia membahas asal kata saoto adalah dari perubahan kata dialek
Hokkian: Cau do (Jao To/Chau Tu, 草 rerumputan & 肚 jeroan berempah) yang merupakan
hidangan dari "caotu tang" atau sup babat dan dalam bahasa Hokkian disebut "saoto”.

Namun apapun itu, soto adalah makanan yang sangat populer di negeri ini. Hampir di setiap
daerah dapat ditemukan soto dengan variasi yang berbeda, disesuaikan dengan selera di tiap-
tiap daerah. Tapi kendati berbeda, judulnya tetap sama "Soto".

Soto adalah makanan khas Indonesia yang mencerminkan akulturasi (hybriditas) campuran
dari berbagai macam tradisi dari dan atau pengaruh budaya Tiongkok dan India. Di dalamnya
ada pengaruh lokal dan budaya lain seperti dari Eropa dan Arab.

Mie, bihun atau soun pada soto, misalnya, berasal dari tradisi Tiongkok yang akulturasi tradisi
etnik pendatang itu dari sekedar soto sampai kepada pengenalan mie bakso yang prinsip
memasaknya hampir sama dengan soto.

Ada beberapa soto yang menggunakan buah kunyit & daun kari yang merupakan bumbu dari
India yang sotonya bersantan dan bersaus kental. Karena soto merupakan campuran dari
berbagai tradisi, maka asal usulnya menjadi sulit ditelusuri.

Edisi II Indrakarona Ketaren


153
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Soto ada dimana-mana yang penyebarannya dari Sabang sampai Merauke seiring dengan
penyebaran manusia Indonesia. Makanan yang tersebar itu kemudian bisa diterima di tempat
lain, diikuti dengan upaya pelokalan yang tertulis di dalam menu resep-resep dari seluruh
suku-suku yang ada di Indonesia.

Hampir tiap kota versi sotonya berbeda karena tiap kelompok masyarakat selalu punya tradisi
tertentu yang berhubungan dengan makanan. Proses pelokalan ini yang mengakibatkan
muncul berbagai jenis soto di Indonesia.

Cita rasa khas lokal bukan berarti cita rasa asal, demikian pula bahwa menggunakan budaya
lain bukan berarti dipengaruhi oleh budaya sang pembuat secara identik. Di sinilah kreativitas
dan inovasi berperan dengan kekayaan budaya indigenos yang mempengaruhi bagi
terciptanya berbagai varian sebuah menu makanan, dalam hal ini soto.

Terlepas dari itu semua, ada sebuah fakta sejarah bahwa dalam sajian semangkuk soto ini
menunjukkan bahwa pertemuan silang budaya yang terjadi dalam klas sosial yang paling
pinggiran dari masyarakat Jawa semasa kolonial hindia Belanda.

Ciri khas soto di Jawa adalah adanya penggunaan taburan soun dan bawang putih goreng
serta pemakaian sendok bebek dan mangkok Cina.

Makanan soto mungkin adalah satu diantara sekian banyak makanan yang berhasil
melakukan mutasi diri di Indonesia. Bentuk, rasa dan variasinya beragam mengikuti lokasi.

Di Pulau Jawa kita mengenal Soto Bandung, Soto Betawi, Soto Jombang, Soto Kudus, Soto
Lamongan, Soto Madura, Soto Malang, Soto Pekalongan, Soto Surabaya dan Soto Tegal.
Orang Makassar menyebutnya Coto, orang Pekalongan menyebutnya Tauto, orang Tegal
menyebutnya Sauto dan orang Banyumas menyebutnya Sroto.

Makanan yang asalnya juga khas Tiongkok dan India ini telah menjadi bagian dari makanan
masyarakat di pelbagai daerah di Indonesia dengan menyesuaikan olahan bumbu agar pas
dengan lidah orang Indonesia dengan komposisi yang berbeda-beda.

Di Semarang hingga kini ada Trio Soto legendaris soto ayam: Bokoran, Selan, dan Bangkong,
yang rata-rata populer di tahun ’50-an berasal dari keluarga keturunan peranakan.

Di Makasar ada Soto Makasar. Di Medan ada Soto Medan. Di Minangkabau ada Soto Padang.
Ada juga identitasnya dinamakan dengan si pembuat soto, seperti di Bogor ada soto Pak
Kumis dan Soto Pak Salamdi dan lain sebagainya.

Kenapa soto begitu populer di masyarakat harus dilihat dari filosofinya.

Soto merupakan cara para leluhur berhemat daging atau bahan protein lainnya. Ini berkaca
pada budaya keluarga Indonesia yang pada umumnya terdiri dari jumlah besar. Untuk
semangkok soto dengan kuah yang berlimpah, dagingnya cuma beberap iris saja.

Ciri yang membuat mangkok soto berlimpah, selain kuahnya, adalah campuran berupa bihun
(mie atau soun), sayuran dan perkedel. Semangkok soto itulah dinikmati keluarga secara
bersama - 'bagi roto bagi roso'.

Kembali ke soal "perbedaan tapi tetap satu", memang, agaknya cukup sulit untuk menyatukan
soto-soto di Indonesia. Kalau mau disebutkan satu per satu mungkin dari Sabang sampai
Merauke memiliki bentuk metamorfosis makanan yang identik dengan kuah dan sensasi daun
sereh ini.

Bagaimanapun juga, masing-masing daerah punya karakter sendiri yang 'angkuh'. Mungkin
inilah yang selalu mengingatkan kita tentang soto, jika berbicara soal persatuan Indonesia.
Masing-masing memiliki ciri khas unik.

Edisi II Indrakarona Ketaren


154
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Kalau soto ayam Lamongan kuahnya cenderung berwarna kuning cerah, tanpa santan,
komposisi kunyit dan sereh kental di lidah, ada taburan bawang goreng dan disajikan dengan
koya (kerupuk udang yang dihaluskan).

Sedangkan soto daging Madura umumnya berkuah lebih gelap, minim komposisi kunyit,
disajikan tanpa koya, pakai kecambah (bukan taoge) dan irisan daun bawang.

Di Mojowarno, Jombang, jenis soto yang umumnya dibuat masyarakat disana adalah soto
ayam dengan kuah kuning yang tidak terlalu kental. Penyajiannya dengan taburan keripik
kentang yang diiris tipis, taburan bawang goreng, ayam rebus yang disuwir-suwir, mihun (mie
yang terbuat dari sari kacang hijau) dan kerupuk udang utuh.

Seperti hasrat lidah kita untuk menerima berbagai aneka macam soto-soto, agaknya cukup
sulit untuk menerima ada satu jenis "Soto" Indonesia. Seperti halnya, ketika orang Madura
yang sudah terbiasa dengan rasa soto Madura, hampir dipastikan tidak semua dapat
menerima rasa Soto Medan, begitu juga sebaliknya. Pastinya perbedaan itu selalu
menimbulkan jarak, meskipun tidak diungkapkan secara tersurat.

Apa mungkin ini sugesti yang bisa saja muncul dari sebuah kondisi situasi yang ada. Apa
mungkin penolakan itu, timbul karena angkuhnya lidah kita untuk menerima soto dari daerah
lain?

Namun yang pasti kalau soal makanan, memang lidah kita cukup sulit diatur karena kita
semua berasal dari ribuan suku dengan aneka budaya yang berbeda, meski masih satu ras
yakni Indonesia, begitu juga dengan soto.

Tapi agaknya sampai sekarang cukup sulit untuk mencari pemersatu soto-soto itu, seperti
sulitnya mencari titik temu kesatuan bangsa Indonesia. Mungkin hal ini dipicu oleh sebuah
keadaan, dimana masyarakat tidak sempat lagi berfikir tentang hal itu. Sebab, didesak
pemikiran-pemikiran lain yang mungkin lebih dianggap penting. Atau bisa juga belum ada
momentum yang membuat persatuan itu ada.

Kini kata persatuan hanya menjadi sebuah simbol, yang dielu-elukan dengan upacara resmi,
yang diperingati tiap tahun. Toh dalam nama yang diagungkan itu masih dilihat cukup jelas
bahwa ada kesamaran disana, ada makna yang lari dari maksud kata yang semestinya, ada
bopeng yang sulit kita tutupi.

Hal itu tentu berbeda dengan keadaan, ketika ada moment tertentu, sehingga rasa persatuan
menjadi cukup dibutuhkan. Ketika semangat kedaerahan tidak lagi diperlukan, tapi lebih
mengedepankan kesamaan nasib.

Seperti yang terjadi diluar negeri. Di Singapore contohnya, jika anda pernah datang ke
restoran Indonesia yang ada di negeri itu, maka akan anda temui menu soto Indonesia bukan
soto Medan, Surabaya, Makasar, Padang, dan lain-lain. Hal ini dipicu karena sebuah keadaan.

Apalagi soto telah dipromosikan menjadi signature dish makanan khas Indonesia di dunia
seiiring dengan kemenangan Soto Ambengan Pak Di di World Street Food Congress,
Singapore 2013.

Agaknya ketika merasa satu bangsa, ditengah bangsa-bangsa lain, setidaknya ke-egois-an
karakter primordialis kedaerahan harus ditanggalkan. Jika mungkin dipaksakan menjual soto
Madura di restoran itu, maka dijamin tidak akan ada yang mau datang, sebab daya tariknya
hilang.

Satu-satunya daya tarik ditempat itu hanya kata Indonesia. Kata itu sekaligus mewakili
identitas cukup banyak warga negara kita yang kebetulan berada disana.

Edisi II Indrakarona Ketaren


155
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Tapi apapun itu, soto tetaplah soto, dia hanya sebuah nama untuk menyebut salah satu jenis
makanan. Jika boleh mengutip kalimatnya Shakespeare, "Apalah arti sebuah nama ?"

Soto tetaplah soto. Soto lebih mirip Bhineka Tunggal Ika, meski berbeda-beda tapi tetap satu.
Meski pada akhirnya soto hanya sebatas nama, kenikmatan hanya sebatas yang masuk ke
perut.

Tapi dari soto apapun yang kita ketahui dan aneka ragam penjelmaannya, semuanya sama-
sama menggunakan daging unggas atau jeroan dan kuah, karena memang bahan utama dari
semua soto menggunakan daging dan kuah.

Bahan daging itu merupakan persatuan dari perbedaan yang ada, selain kuahnya sendiri yang
dibuat dengan kaldu daging.

Karena ada kesamaan menggunakan bahan daging dan kuah, menjadikan soto sebagai
"Bhineka Tunggal Ika" makanan Indonesia.

Satu hal yang perlu dicatat, soto adalah makanan siap antar dan siap saji yang terkenal di
kelas menengah ke bawah yang dijajakan di jalan yang penuh dengan debu. Walaupun kelas
menengah atas sulit menerima santapan itu karena menyangkut higienitas, namun bukan
berarti tidak ada masyarakat kelas menengah atas yang tidak mencoba menikmati hidangan
yang dijual di jalanan ini.

Jadi kalau membicarakan persatuan agaknya harus mengingat soto yang telah menyatukan
kita, karena soto telah menyumbangkan identitas ke-Indonesia-an.

Dari soto kita bisa belajar beradaptasi dengan kondisi setempat. Mereka hidup damai dan
belum pernah ada konflik soto. Makanan saja bisa fleksibel, kenapa kita tidak bisa akur
dengan orang yang beda etnis dan bahasa.

6. Rijsttafel
Apabila ditarik mundur ke masa lampau, potensi makanan Indonesia sangat kaya. Indonesia
sudah sejak lama terkenal sebagai sumber rempah-rempah yang sangat beragam, sehingga
dapat menciptakan variasi sajian masakan yang kaya cita rasa.

Pada permulaan abad ke-16 bangsa Portugis berhasil menguasai Indonesia untuk mencari
rempah-rempah dan memperkenalkan rempah-rempah Indonesia ke Eropa hingga mendorong
bangsa lainnya, seperti Belanda datang ke Indonesia, untuk mencari rempah-rempah.

Kondisi ini secara tidak langsung mempengaruhi perkembangan makanan di Indonesia.


Banyak pengaruh negeri Eropa masuk ke suatu daerah sehingga tercipta makanan tradisional
yang memiliki unsur negara Eropa.

Saat Perang Dunia I terjadi, pasokan bahan baku utama makanan dari Belanda terputus dan
menyebabkan orang-orang Belanda yang ada di Indonesia mulai mencoba makanan
Indonesia yang kemudian berkembang menjadi menu yang disebut Rijsttafel.

Pada dasarnya Rijsttafel bukan sebuah nama makanan, melainkan cara makan yang memiliki
arti sederhana yakni “meja nasi”. Rijst berarti nasi, sedangkan tafel berarti meja, juga
bermakna kias untuk piranti saji hidangan.

Rijsttafel merupakan bentuk dari penggabungan dua budaya, metode penyajian ala
bangsawan Eropa bersanding dengan sajian masakan nusantara yang bisa mencapai 40 jenis
makanan dalam satu meja.

Edisi II Indrakarona Ketaren


156
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Menu-menu yang biasa disajikan adalah nasi goreng, rendang, opor ayam, dan sate yang
dilengkapi dengan kerupuk dan sambal. Meski populer di Belanda dan luar negeri, saat ini
Rijsttafel jarang ditemukan di Indonesia.

Rijsttafel merupakan konsep budaya makan modern pertama dalam sejarah boga Indonesia
yang terlahir dari proses akulturasi pribumi dan Belanda yang berkembang sejak pertengahan
abad ke 19.

Rijsttafel, budaya makan pada masa kolonial Belanda. Istilah Risttafel disematkan orang-orang
Belanda untuk jamuan hidangan Indonesia yang ditata komplet di atas meja makan.

Bisa juga dikatakan sajian nasi yang dihidangkan secara spesial. Spesial dalam arti
perpaduan budaya makan antara pribumi dan Belanda. Dengan demikian Rijsttafel merupakan
cermin adanya keharmonisan budaya dalam sajian hidangan makanan Indonesia.

Budaya ini muncul setelah minimnya makanan eropa untuk makan sehari-hari sehingga orang-
orang Belanda semasa itu mulai beradaptasi dengan makanan pribumi, yang lambat laun pola
kebiasaan dan gaya makan mereka turut berubah.

Faktor kondusif sangat erat kaitannya dengan pengaruh makanan pribumi terhadap kehidupan
sehari-hari orang Belanda yang hidup dalam lingkungan masyarakat pribumi, menjadikan
kebiasaan makan hidangan pribumi begitu melekat dan disukai dalam pola makan sehari-hari
orang-orang Belanda.

Selain itu faktor pendukung peran orang-orang Belanda dengan kebudayaan mereka juga
turut berperan sehingga perpaduan inilah yang membantu dalam berkembangnya Rijsttafel.

Rijsttafel bisa dikategorikan dalam kemewahan. Bagaimana tidak, untuk menyajikannya saja
dibutuhkan banyak pelayan dikarenakan begitu banyak ragam menu yang disajikan.

Belum lagi pemilihan bahan untuk dimasak, pemanfaatan beraneka ragam bumbu dalam
masakan lokal, sementara bagi orang Belanda masakan umumnya minim bumbu. Konon
butuh beberapa jam untuk menikmati semua hidangan yang ada.

Lama kelamaan Rijsttafel mengalami perkembangan dalam hal penyajian dan variasi
makanan.

Dapat dilihat dari kombinasi makanan pribumi dengan tata saji alat barat sehingga makanan
pribumi pun disajikan lazimnya hidangan Eropa.

Seperti penggunaan peranti saji alat makan sendok, garpu, pisau, piring, ditambah meja dan
kursi.

Padahal hingga kurun abad ke 19 etika makan demikian sangat tidak cocok dengan kondisi
kebiasaan makan orang pribumi, karena hidangan nasi dengan lauk pauknya disantap
sesuap-sesuap menggunakan tangan.

Keadaan ini menunjukkan ketimpangan budaya unsur Eropa sebagai ideal dan unsur budaya
Jawa sebagai tambahan.

Disini secara tidak langsung terkandung makna penonjolan dan pengenalan unsur budaya
barat dalam ruang lingkup kehidupan pribumi. Seperti budaya indis lainnya, Rijsttafel tidak
lebih sebagai diskriminasi budaya yang lazim diterapkan para kolonialis di wilayah jajahan.

Memasuki awal abad 20, Rijsttafel mengalami semacam formalisasi yang melahirkan berbagai
bentuk inovasi penyajian sehingga menunjukkan perkembangan penting dan menarik.

Edisi II Indrakarona Ketaren


157
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Selain itu pada akhir abad 19 dan memasuki abad 20, pulau Jawa menjadi tempat pilihan para
wisatawan barat yang ingin berkunjung ke Hindia Belanda karena popularitas dan keidentikan
Jawa dengan nilai-nilai kebudayaan dan keeksotisan alamnya, yang salah satu daya tarik bagi
para turis Eropa itu adalah Rijsttafel.

Pada masa itu Rijsttafel telah menjadi semacam nilai jual untuk menarik para turis berkunjung
ke Jawa melalui promosi wisata yang gencar dilakukan.

Melalui rijsttafel untuk pertama kalinya nasi dan hidangan daerah-daerah di Indonesia mulai
dikemas dalam penyajian bergaya Barat serta dipopulerkan sebagai daya tarik wisata kolonial,
sekaligus juga menyadarkan betapa makanan Indonesia dikemas dalam tampilan haute
cuisine (boga adiluhung)

Selain itu hidangan yang disajikan dibuat tidak monoton namun penuh ragam dan dihidangkan
melalui proses pengolahan yang baik.

Perkembangan dan eksistensi Rijsttafel pada dasarnya mengalami perubahan penting pada
tahun 1930-an. Perubahan tersebut dapat dilihat dari segi komposisi hidangan yang ditandai
dengan masuknya jenis-jenis makanan baru dalam sajian pribumi.

Dalam perkembangan hidangan Rijsttafel yang disajikan, apabila pada awalnya masakan
pribumi yang mendominasi dalam menu hidangan, namun lambat laun makanan Eropa
(Belanda), India dan China pun turut pula masuk sebagai variasi hidangan Rijsttafel, di
samping sajian pribumi sebagai suguhan utama.

Dengan demikian tidak ada lagi batasan dalam komposisi hidangan. Artinya, Rijsttafel tidak
lagi identik dengan sajian nasi dan hidangan pribumi, tetapi mencakup juga berbagai jenis
makanan baru yang dalam perkembangannya kemudian menjadi bagian dari makanan
Indonesia.

Oleh karena itu, Rijsttafel bukan hanya sekedar budaya makan, namun di dalamnya
terkandung akulturasi 4 (empat) budaya seperti budaya Eropa (Belanda), Indonesia, China,
dan India, baik dari penyajian makanan maupun hidangan yang disajikan.

Keberadaan Rijsttafel menjadi media penting dalam mengangkat hidangan pribumi di hadapan
masyarakat asing pada saat itu sampai masa sekarang.

Oleh karena adanya percampuran budaya-budaya dalam Rijsttafel menyebabkan budaya


makanan ini begitu unik dan menarik adanya. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sudah
menjadi bagian dari milik bangsa Indonesia.

Namun tidak sedikit dari generasi kita yang tidak mengetahuinya. Sehingga sangat penting
untuk memperkenalkannya kembali mengingat budaya akulturasi Rijsttafel merupakan bagian
dari budaya Indonesia.

7. Gado-Gado, Karedok, Ketoprak, Lotek & Pecel


Makanan yang berbumbu sambal kacang ini merupakan makanan yang bahan dasarnya
adalah sayuran. Namun ada yang menggunakan sayuran matang dan ada juga yang
menggunakan sayuran yang masih mentah.
a. Gado-Gado
Gado-gado juga makanan yang berbumbu sambal kacang. Dengan sayuran yang
semuanya matang seperti pecel, namun dengan tambahan kentang rebus dan telur
rebus. Isi sayurannya ada kangkung, bayam, kacang panjang, kecambah, kol, labu
siam dan kentang rebus, telur rebus, serta tahu dan tempe yang dipotong kotak dadu
kecil-kecil serta kerupuk sebagai pelengkapnya dan bawang goreng.

Edisi II Indrakarona Ketaren


158
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Untuk sambal kacangnya, terdiri dari ulekan kacang tanah goreng yang sudah
ditumbuk halus, terasi, garam, gula merah, air asam jawa, dan cabai. Kemudian
sambal kacangnya diaduk dengan isinya. Untuk variasi, dapat disantap dengan nasi
atau lontong. Sambal kacang gado-gado hampir sama seperti pecel. Hanya saja tidak
menggunakan daun jeruk dan ditambah terasi.

Jenis makanan satu ini banyak dijumpai di berbagai daerah di Indonesia. Mulai dari
gado-gado khas Jakarta, Jawa Timur, Padang, sampai Manado.

b. Karedok
Karedok ini makanan berbumbu sambal kacang yang semua sayurannya mentah.
Penyajiannya hanya sayuran mentah dipotong lalu dicampur langsung dengan sambal
kacangnya. Sayuran mentahnya terdiri dari: kol, kecambah, kacang panjang, terung
hijau, dan daun selada. Untuk sambel kacangnya sendiri, terdiri dari kacang tanah,
cabai, garam, kencur, dan gula merah. Biasanya disajikan dengan kerupuk bawang
atau kerupuk udang.

Dengan taburan bawang goreng dan seledri. Karedok ini juga bisa dinikmati dengan
teman kupat, lontong ataupun nasi.

c. Ketoprak
Merupakan makanan khas Betawi, ketoprak menjadi makanan yang banyak dijumpai
di ibu kota Jakarta. Bahan utama yang digunakan dalam ketoprak adalah ketupat,
tahu, bihun, dan tauge. Sebelum disajikan, ketoprak disiram dengan saus kacang,
bawang goreng, dan keripik emping melinjo.

d. Lotek
Lotek merupakan makanan yang juga berbahan dasar sayuran matang, namun ada
beberapa yang memberi tambahan sayuran yang mentah. Lotek biasanya terdiri dari
bayam rebus, tomat mentah, timun mentah, tauge rebus, tahu goreng, tempe goreng
dan lain-lainnya lalu dicampur dengan ulekan bumbu kacang langsung dari cobeknya
dan bisa ditambah bakwan juga.

Bumbu sambal kacangnya sedikit berbeda dengan pecel, karena ditambah dengan
kencur yang menambah rasa khas pada lotek. Lotek bisa dimakan dengan kupat,
lontong, ataupun nasi. Dengan tambahan bawang goreng, seledri, dan krupuk yang
membuat rasanya tambah mantap.

e. Pecel
Pecel merupakan makanan yang berbahan dasar sayuran matang yang disiram
bumbu kacang. Dengan taburan bawang goreng yang menyebarkan aroma wangi dan
menggugah selera. Penyajian pecel ini juga bisa dikatakan sebagai salad nusantara,
seperti salad yang biasa disantap orang-orang Eropa. Hanya, kalau salad
menggunakan topping mayones, untuk pecel topping-nya adalah sambal pecel.

Rasa sambal pecel biasanya gurih dan pedas menyengat, kendati bisa disesuaikan
selera. Bahan utamanya adalah kacang tanah dan cabai rawit yang dicampur bahan
lainnya, seperti daun jeruk purut, bawang, asam jawa, garam, dan gula merah.

Pecel bisa disantap dengan atau tanpa makanan pendamping (digado saja), bisa juga
ditambah nasi. Penyajiannya bisa di atas piring ataupun dengan daun pisang
(dipincuk).Pecel ini cocok untuk sarapan, lauk pelengkapnya bisa dipilih sesuai selera.
Ada empal daging, mendol tempe, tempe bacem, atau sate kerang.

Dapat disimpulkan dari kelima makanan yang berbumbu kacang ini perbedaannya ada di
bahan kacangnya yang membuat masing-masing memiliki rasa yang khas, baik juga jenis
sayuran yang digunakan dan olahan sayurannya yang mentah ataupun matang.

Edisi II Indrakarona Ketaren


159
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

8. Singkong dan Ubi


Singkong dan ubi, dua jenis sumber karbohidrat yang berbeda namun kadang rancu dalam
penyebutannya.

Bagi orang Medan singkong disebut ubi kayu (cassava), sedangkan ubi disebut ubi rambat,
yang kalau di bahasa Inggriskan disebut sweet potato, sedangkan kata singkong, bagi orang
Jakarta disebut ubi kayu.

Kenapa ? Karena bagi mereka sebutan kedua karbohidrat ini berbeda termasuk bagi orang
lain di berbagai daerah yang ada di Indonesia.

Sebenarnya kebanyakan orang Jogja menyebut singkong dengan telo jendal dan menyebut
ubi dengan telo pendem.

Orang Solo dan orang Salatiga sama-sama menyebut singkong dengan telo pohong dan ubi
dengan telo pendem.

Orang Banyumas dengan kata bodin atau boled untuk singkong dan ubi. Di
Kutoarjo, singkong disebut telo - kalo ubi dengan telo munthul.

Di Kudus ubi kayu disebut ketela pohung atau bahasa kramanya kaspe, sedangkan ubi
disebut ketela rambat atau tela rambat. Jenis-jenis ketela pohung antara lain ketela marigan
atau marikan (mungkin dari kata Amerika Latin), ketela lambau (dari bahasa Belanda
landbouw yang artinya pertanian).

Di Jawa Timur ada yang menyebut puhung untuk singkong, ada juga yang bilang kaspe, dan
kalau sudah direbus / kukus disebut roti sumbu.

Kalau di Surabaya singkong disebut pohung, sedangkan di beberapa daerah di Jatim disebut
telo kaspe.

Orang Sukabumi nyebut singkong dengan sampeuk dan ubi dengan huwi atau bolet.

Di Sulawesi Selatan yang terdiri atas beberapa suku penamaannya juga berbeda-beda.
Misalnya, suku Bugis nyebut singkong dengan lame aju. Suku Makassar dengan sebutan
lame.

Suku Toraja-Enrekang menyebut singkong dengan kata kandoa dan kadangkala dengan kata
dua kayu, sedangkan ubi itu namanya dua. Tambah jauh kan ?

Di Banjarmasin, singkong dan ubi disebut gembili tapi di daerah hulu singkong disebut jawaw,
sedangkan ubi disebut gumbili lancar.

Di Papua singkong disebut dengan kasbi, sedangkan di daerah Serang


Banten singkong disebut dangdeur, kalau ubi disebut mantang.

Kalo di Manado, singkong ini namanya ubi - ada yang putih, dan ada yang kuning. Ubi kuning
bilangnya ubi mentega, sedangkan untuk telo, ubi merah, ubi kuning, ubi madu disebut batata
- yakni ada batata merah dan batata kuning. Kalau umbi-umbian yang tawar disebut bete.
Termasuk talas juga bilangnya bete karena tawar. Kalo talas yg dalamnya agak ungu, disebut
bete bentul, karena jadi pernah lambang rokok bentoel.

Kalau di Padang, singkong disebut ubi kayu, mungkin karena bentuk dan kerasnya seperti
kayu. Tapi yang pasti daun singkong yang kita kenal dalam masakan Padang namanya
berbeda, bukan daun singkong atau daun pucuk ubi kayu, tapi disebut pucuak parancih.

Edisi II Indrakarona Ketaren


160
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Ada lagi ketela jenis liar, tumbuh di kuburan-kuburan, pohonnya besar dan daunnya lebar-
lebar yang disebut ketela genruwo (ketela hantu). Akhir tahun 50-an atau awal tahun 60-an
ketela hantu diokulasi dan ditempelkan pada ketela biasa. Hasilnya daunnya daun ketela
gendruwo, sedangkan akarnya ketela biasa. Satu pohon menghasilkan setengah sampai satu
kuintal. Ketela ini kemudian disebut ketela mukibat (nama si penemu). Selang beberapa
generasi ketela itu tidak diokulasi lagi dan ditanam biasa saja, kemudian orang menyebutnya
dengan ketela karet.

Tapi apapun sebutan untuk singkong dan ubi, kita dari berbagai daerah menyebut satu benda
dengan julukan yang berbeda-beda. Seperti Misro yang disebut onde-onde di Kendari dan
cemplon di Yogja.

9. Tradisi Makan Bersama


Bertahun-tahun masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan yang dianggap sangat penting,
yakni berkumpul untuk makan bersama. Suasana damai membuka kesempatan bagi semua
untuk menyerap hikmat, memperkuat ikatan bathin, dan tertawa bersama mengenai kejadian
hari itu sambil menikmati makanan yang sehat.

Tradisi makan bersama ini merupakan bentuk kearifan lokal suatu masyarakat yang budaya itu
diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi yang kemudian diintegrasikan
melalui cerita dari mulut ke mulut, peribahasa, lagu, kumpulan pengalaman dan permainan
rakyat.

Kearifan lokal atau local wisdom (atau bahasa kerennya indigenous knowledge) berkembang
menjadi kebiasaaan budaya masyarakat setempat yang mengandung nilai, kepercayaan, adat,
tradisi, budi pekerti, tata krama, filosofi dan sistem religi.

Secara strategik, fungsi utama tradisi makan bersama adalah sebagai bagian dari sarana
"Internalisasi Nilai Budaya”, yaitu sebagai proses yang telah menanamkan dan menumbuh-
kembangkan nilai atau budaya kebangsaan masyarakat setempat di Indonesia.

Sedangkan fungsi sekunder-nya sebagai bagian dari bentuk “Diplomasi Budaya” yang
memperjuangkan secara nasional kepentingan budaya masyarakat setempat maupun disebar
luaskan secara internasional, melalui dimensi baik secara mikro (seperti pendidikan, seni-tari,
seni-pengetahuan, seni-musik, seni-olahraga dan lain sebagainya), ataupun secara makro
(propaganda, promosi, provokasi dan lain - lain, yang dalam pengertian konvensional dapat
dianggap sebagai bukan politik, ekonomi ataupun militer).

Secara essensial, dan tanpa disadari, tradisi makan bersama itu telah menjadi khitah garis
haluan dari salah satu unsur ke-Indonesia-an dalam memperkuat budaya kebangsaan
Indonesia.

Di bawah ini disampaikan beberapa tradisi makan bersama daerah yang hingga kini masih
selalu dilakukan berbagai masyarakat di seluruh daerah Nusantara.

a. Babancakan Tradisi Makan Bersama Ala Banten


Babancakan ini biasa dilakukan oleh masyarakat Pandeglang, Banten. Kadang juga dikenal
sebagai Bacakan. Makanan dihidangkan di atas daun pisang dan dimakan bersama sekitar 3
orang atau lebih. Semakin banyak orang yang makan maka suasana makan bersama ini akan
semakin ramai. Makan bersama bacakan ini bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja. Bisa
di kebun, di tepi sungai ataupun di dalam rumah.

Sebagai teman nasi, menu yang biasa disajikan diantaranya ikan mas panggang yang
diperoleh dari hasil memancing di sungai. Ditambah juga dengan sambal honje dan lalapan
ataupun sayur asem. Dalam menyajikan bacakan ini dilakukan kerjasama dalam memasak
maupun mendapatkan bahan yang akan di masak. Masing-masing orang akan mendapatkan
tugas.

Edisi II Indrakarona Ketaren


161
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

b. Bagawa Tradisi Makan Bersama Ala Belitung


Bagawa atau begawai adalah keunikan tradisi makan bersama dari Kepulauan Bangka.
Tetapi karena penyajiannya dengan dulang maka sering juga disebut makan Bedulang. Pada
saat makan bersama ini, perempuan harus bersama perempuan dan laki-laki harus bersama
laki-laki.

Persiapan juga tidak sembarangan, karena mempunyai aturan. Nasi dan lauk-pauk disajikan di
dulang atau tampah. Satu tampah lauk-pauk disediakan untuk 4 orang. Jadi kalau jumlah
hadirinnya besar, tetap saja harus dibagi empat sesuai dengan porsi dulang.

Menu yang dihidangkan adalah lauk yang terdiri dari ikan bakar, misalnya sate ikan pari
masak kucai, sea food, daging sapi, ayam masak ketumbar nanas, sayuran jantung pisang
dan daun singkong serta sebagai pelengkapnya adalah sambal serai. Lalu kuenya bisa kue
bingke dan kue engkak.

Pada waktu akan mulai pun ada aturannya. Saat makan tidak menggunakan sendok dan
garpu, hanya tangan. Dalam hal mencuci tangan juga ada aturannya. Orang yang paling tua
menjadi yang pertama mencuci tangan di wadah atau tempat air cucian tangan, sedangkan
orang yang paling muda mendapat giliran yang terakhir.

Begitu pula saat melap atau mengeringkan tangan dengan memakai kain lap, dimulai dari
yang tua dan terakhir yang usianya paling muda. Kain lap yang disediakan di sini hanya satu.
Jadi saat mengeringkan tangan, kain lap dilipat sedemikian rupa hingga berbentuk persegi
panjang. Lalu orang yang paling tua mengeringkan tangan di satu sisi, dilanjutkan ke
orang paling tua ke dua, setelah itu kain dibalik ke sisi yang masih bersih. Barulah orang
ketiga dan selanjutnya orang ke empat. Kain lap dan mangkuk cuci tangan yang hanya satu
disediakan ini mempunyai arti kebersamaan yang mendalam.

c. Bancakan Tradisi Makan Bersama Ala Sunda


Bancakan atau babacakan dikenal juga dalam masyarakat Sunda. Makanan ini diwadahi nyiru
(niru), dengan tilam dan tutup daun pisang, disajikan nuntuk dimakan bersama pada
selamatan atau syukuran. Dalam bancakan, makanan disediakan oleh yang punya hajatan,
karena sifat dari acara tradisi makan bersama ini adalah kenduri atau selamatan dari si tuan
rumah sebagai simbol rasa syukur kepada nenek moyang dan Tuhan YME sebagai pencipta
dengan cara-cara membagi-bagikan makanan kepada relasi.

Macam makanan yang dihidangkan lazimnya nasi congcor atau tumpeng beserta lauk-
pauknya antara lain urab sebagai sesuatu yang khas dalam hidangan selamatan. Tidak
disediakan piring, para hadirin makan dengan memakai daun pisang sebagai alasnya. Makan
bancakan dimulai setelah pembacaan doa selesai, setiap orang langsung mengambil dari
nyiru nasi beserta lauk-pauknya.

Tradisi makan bersama ala Sunda ini bisa dikatakan sebagai modifikasi konsep dan bentuk
sajen yang dilakukan para wali dalam menyiarkan ajaran Islam. Sebelum mengenal Islam,
masyarakat di kepulauan Nusantara telah mengenal dinamisme. Salah satu ritual yang wajib
mereka jalani adalah memberikan persembahan alias sajen kepada kekuatan tertinggi yang
mereka tahu (para arwah nenek moyang ataupun lelembut).

d. Bajamba Tradisi Makan Bersama Ala Minang


Disebut juga makan barapak adalah tradisi makan yang dilakukan oleh masyarakat
Minangkabau dengan cara duduk bersama-sama di dalam suatu ruangan atau tempat yang
telah ditentukan. Tradisi ini umumnya dilangsungkan di hari-hari besar agama Islam dan
dalam berbagai upacara adat, pesta adat, dan pertemuan penting lainnya pada acara-acara
besar seperti pernikahan, perayaan panen raya dan lain-lain sebagi simbol kebersamaan.

Edisi II Indrakarona Ketaren


162
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Secara harafiah makan bajamba mengandung makna yang sangat dalam, dimana tradisi
makan bersama dalam satu lingkaran akan memunculkan rasa kebersamaan tanpa melihat
perbedaan status sosial. Ini melambangkan persatuan dan kesatuan yang terjalin. Selain itu
juga untuk meningkatkan semangat kebersamaan masyarakat.

Makan bajamba dilangsungkan dalam suatu ruangan atau tempat yang telah ditentukan, dan
umumnya diikuti oleh lebih dari puluhan hingga ribuan orang yang kemudian dibagi dalam
beberapa kelompok. Suatu kelompok biasanya terdiri dari 3 sampai 7 orang yang duduk
melingkar, dan di setiap kelompok telah tersedia satu dulang yang di dalamnya terdapat
sejumlah piring yang ditumpuk berisikan nasi dan berbagai macam lauk.

Makan bajamba biasanya dibuka dengan berbagai kesenian Minang, kemudian diawali
dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur'an, hingga acara berbalas pantun yang dikenal
dengan nama "Pantun Pasambahan" sebagai penghormatan bagi siapapun yang hadir di sana.
Kegiatan balas pantun ini dilakukan oleh pemangku adat dan ninik mamak masing-masing
kaum.

Hal itu dilakukan sesuai dengan filosofi hidup masyarakat Minang, adat basandi syarak, syarak
basandi kitabullah, adab dalam makan bajamba didasarkan pada hadits.

Tradisi makan bajamba diyakini berasal dari Koto Gadang, kabupaten Agam, Sumatera Barat,
dan diperkirakan telah ada sejak agama Islam masuk ke Minangkabau sekitar abad ke-7. Oleh
karena itu, adab-adab yang ada dalam tradisi ini umumnya didasarkan pada ajaran Islam
terutama hadits. Beberapa adab dalam tradisi ini di antaranya adalah seseorang hanya boleh
mengambil apa yang ada di hadapannya setelah mendahulukan orang yang lebih tua
mengambilnya.

Ketika makan, nasi diambil sesuap saja dengan tangan kanan. Setelah ditambah sedikit lauk
pauk, nasi dimasukkan ke mulut dengan cara dilempar dalam jarak yang dekat. Ketika tangan
kanan menyuap nasi, tangan kiri telah ada di bawahnya untuk menghindari kemungkinan
tercecernya nasi. Jika ada nasi yang tercecer di tangan kiri, harus dipindahkan ke tangan
kanan lalu dimasukkan ke mulut dengan cara yang sama.

Tujuan makan dengan cara tersebut agar nasi yang hendak masuk ke mulut bila tercecer tidak
jatuh ke piring, sehingga yang lain tidak merasa jijik untuk memakan nasi yang ada dalam
piring secara bersama-sama. Selain itu, posisi duduk juga harus tegap atau tidak
membungkuk dengan cara bersimpuh (basimpuah) bagi perempuan dan bersila (baselo) bagi
laki-laki. Kemudian setelah selesai, tidak ada lagi nasi yang tersisa di piring, dan makanan
yang disediakan wajib dihabiskan.

e. Baseprah Tradisi Makan Bersama Ala Kutai


Baseprah ini adalah tradisi makan bersama yang dilakukan oleh suku adat Kutai yang
meruapkan penduduk asli di Kabupaten Kutai Kartanegara Kalimantan Timur. Baseprah
adalah bahasa Kutai yang artinya makan bersama dengan duduk bersila di atas tikar.
Beseprah adalah tradisi yang dulu dilaksanakan oleh sultan (Sultan Kutai) yang merupakan
kekayaan budaya masyarakat Kutai yang hidup di aliran Sungai Mahakam.

Dalam tradisi makan bersama ini tidak ada batasan sosial dalam masyarakat. Jadi antara
rakyat dan pejabat bisa makan bersama-sama sesuai dengan makana yang mereka suka.

Makanan akan disajikan. Setiap orang akan memilih makanan yang disukainya dan duduk di
depan makanan tersebut. Dulu tradisi makan Baseprah ini seringkali dilakukan oleh Sultan
Kutai saat merayakan upacara Erau bersama rakyatnya. Tradisi makan Baseprah ini
melambangkan semangat kebersamaan.

Edisi II Indrakarona Ketaren


163
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Selain itu, Beseprah melambangkan kerajaan Kutai sewaktu masih dipimpin oleh Kesultanan
Kutai. Kerajaan Kutai adalah Kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Kerajaan ini termasuk cukup
kaya karena terkenal dengan hasil pertambangannya.

f. Begibung Tradisi Makan Bersama Ala Pulau Lombok


Ada tradisi menarik yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat suku Sasak di Pulau
Lombok. Begibung namanya. Begibung merupakan tradisi makan bersama yang kerap
dilakukan saat dihelatnya sebuah acara di daerah Lombok, misalnya, merariq (pernikahan),
sunatan, maupun acara lainnya.

Begibung dilakukan dengan menikmati sajian dalam sebuah nampan berisi nasi, lauk pauk
dan air mineral secara bersama, baik oleh tiga maupun empat orang. Tidak sekadar makan
bersama, dalam tradisi Begibung ini pun terkandung banyak sekali makna. Perihal berbagi
kebersamaan, susah-senang, manis-pahit, semuanya dirasakan bersama. Filosofinya adalah
tentang nilai kebersamaan.

Pada nampan (di Lombok biasa disebut nare) yang disajikan saat tradisi Begibung, di
dalamnya berisi nasi putih, lauk pauk dan air gelas kemasan. Lauk pauk tersebut isinya tidak
selalu sama antara tempat Begibung yang satu dengan yang lainnya.

Pada nampan (di Lombok biasa disebut nare) yang disajikan saat tradisi begibung, di
dalamnya berisi nasi putih, lauk pauk dan air gelas kemasan. Lauk pauk tersebut isinya tidak
selalu sama antara tempat begibung yang satu dengan yang lainnya. Tetapi umumnya lauk
pauk yang disajikan yaitu menu-menu seperti urap, ares (sayur khas Lombok yang terbuat dari
daging batang pisang yang masih muda), bebalung, telur rebus dan masih banyak lagi.

Satu nampan tersebut biasanya untuk dinikmati oleh tiga maupun empat orang. Kalau saya sih
patokannya tergantung dari berapa banyak jumlah air gelas kemasan yang disediakan pada
nampan. Bisa juga tergantung dari berapa potong bagian ayam ataupun berapa butir jumlah
telur rebus yang disajikan. Apabila ada tiga, berarti satu nampan tersebut diperuntukkan bagi
tiga orang.

Selain nasi, lauk pauk dan air gelas kemasan tadi, di dalam nampan yang digunakan untuk
begibung juga disediakan kertas pembungkus nasi dan plastik kresek yang jumlahnya sama
dengan berapa banyak orang yang akan menikmati sajian dalam satu nampan tersebut.
Kertas dan plastik kresek yang dimaksud biasanya digunakan untuk membungkus sajian
begibung yang tidak habis dimakan dan ingin dibawa pulang.

g. Besurong Saprah Tradisi Makan Bersama Ala Melayu Sambas


Adat makan bersama dari Sambas ini terdiri dari 6 jenis masakan yang disajikan dalam satu
saprah. Mulai dari lauk ikan atau gulai ayam, kemudian sayuran, paceri nenas, dan makanan
lainnya. Cara makan saprahan yaitu dengan duduk melantai, mengelilingi hidangan saprahan.
Namun dewasa ini, penyajian ala saprahan dianggap kurang praktis dan tergantikan oleh
prasmanan.

h. Botram Tradisi Makan Bersama ala Sunda


Masyarakat Sunda mempunyai tradisi makan bersama yang dikenal dengan sebutan botram
(ngabotram) yang biasanya dilakukan di luar rumah, bisa di kebun, di tepian sungai, atau
sembari pesiar yang murah meriah. Masyarakat Sunda juga biasa melakukan Botram sebelum
bulan puasa. Karena acaranya bersifat yang informal, maka dalam acara ngabotram dilarang
membicarakan hal-hal serius ataupun bercerita sesuatu hal yang menyedihkan. Itu dapat
merusak selera makan

Keunikan dalam kegiatan ngabotram ini, tidak ada pihak harus menyediakan makanan dan
pihak lain harus menghabiskan makanan. Masing-masing orang yang hadir membawa
makanan serelanya dan seadanya. Semua yang terlibat dalam dalam acara ngabotram tidak

Edisi II Indrakarona Ketaren


164
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

diberi ketentuan yang mengingat untuk membawa makanan khusus. Setiap yang ikut botram
bisa makananya bisa dinikmati bersama

Menu lauk pauknya sederhana, tidak perlu makanan yang mewah, tidak perlu rupa-rupa
perlengkapan makan, tidak ada urutan makan. Acara makan Botram berbentuk lesehan,
bebas, dan tidak mengenal etika table manner, sebaliknya meleng sedikit lauk yang ada di
depan kita bisa berpindah tempat dengan cepat. Menu utama Botram biasanya nasi liwet,
lauknya bervariasi, boleh ikan asin, tempe orek, ayam, oseng jengkol, petai goreng cabai dan
lain-lain. Pastinya sambal dan lalapan adalah dua bagian penting yang harus ada dalam acara
makan bersama botram.

Makan ala Botram mengajarkan kebersamaan, saling berbagi dan kesederhanaan. Dari mulai
mengumpulkan bahan, memasak dan memakannya semua dilakukan bersama. Bahkan saat
proses makanpun masih diselingi senda gurau dan adegan geser menggeser bagian nasi
masing-masing beserta lauk-pauknya, benar-benar sangat menyenangkan.

i. Megibung Tradisi Makan Bersama Ala Bali


Pada makan bersama Megibung ini dihidangkan gundukan nasi beserta lauk pauknya di atas
nampan. Lauk yang biasa disajikan pada Megibung ini diantaranya adalah pepesan, daging,
urutan, sate kablet, sate pusut, sate nyuh, sate asem, lawar merah dan putih, sayur daun
belimbing, pademara dan sayur urap. Nasi ini dikelilingi oleh sekelompok orang yang telah
selesai melaksanakan upacara adat. Satu porsi nasi ini bisa dinikmati oleh 4-7 orang.

Budaya makan Megibung ini biasa dilakukan di Karangasem Bali. Tradisi makan bersama
Megibung ini berawal ketika Raja Karangasem yaitu I Gusti Aglurah Ktut Karangasem
berperang menaklukkan kerajaan di Sasak (Lombok) pada tahun 1614 Caka (1692 Masehi).
Saat prajuritnya beristirahat makan, maka Sang Raja mengajak mereka makan bersama yang
disebut dengan Megibung.

Hingga saat ini tradisi megibung masih dilaksanakan di Karangasem dan Lombok, dan
menjadi kebanggaan masyarakat setempat. Kini, megibung sering digelar berkaitan dengan
berbagai jenis upacara adat dan agama (Hindu), seperti upacara potong gigi, otonan anak,
pernikahan, ngaben, pemelaspasan, piodalan di Pura.

Megibung penuh dengan tata nilai dan aturan yang khas yang tidak tertulis dan wajib dipatuhi
secara ketat. Dalam megibung, nasi dalam jumlah banyak ditaruh di atas dulang (alas makan
dari tanah liat atau kayu) yang telah dilapisi tamas (anyaman daun kelapa).

Sebelum dimakan, nasi diambil dari nampan dengan cara dikepal memakai tangan. Kemudian
dilanjutkan dengan mengambil daging dan lauk-pauk lainnya secara teratur. Sisa makanan
dari mulut tidak boleh berceceran di atas nampan. Harus dibuang di atas sebidang kecil daun
pisang yang telah disediakan untuk masing-masing orang.

Air putih untuk minum disediakan di dalam kendi dari tanah liat. Untuk satu sela disediakan
dua kendi. Minum air dilakukan dengan nyeret, air diteguk dari ujung kendi sehingga bibir tidak
menyentuh kendi. Untuk kepraktisan, kini air kendi diganti dengan air mineral kemasan. Di
beberapa tempat, selesai megibung biasanya dilanjutkan dengan acara minum tuak.

Orang yang mengikuti megibung tidak boleh bicara dan ketawa keras, berteriak-teriak,
bersendawa, bersin, berdahak, meludah, dan kentut. Ketika selesai makan, orang tidak boleh
sembarangan meninggalkan tempat. Harus menunggu orang atau sela lain menyelesaikan
makannya. Ketika semua orang atau sela telah menyelesaikan makannya, maka pepara
mempersilakan orang-orang meninggalkan tempat. Makan bersama ini harus diakhiri secara
bersama-sama juga. Jadi tradisi Megibung ini memang sarat dengan nilai-nilai kebersamaan.

Namun sekarang acara megibung jarang menggunakan dulang, diganti dengan nampan atau
wadah lain yang dialasi daun pisang atau kertas nasi. Gundukan nasi dalam porsi besar

Edisi II Indrakarona Ketaren


165
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

ditaruh di atas nampan dan lauk pauk ditaruh dalam wadah khusus. Orang-orang yang makan
duduk bersila secara teratur dan membentuk lingkaran.

Satu porsi nasi gibungan (nasi dan lauk pauk) yang dinikmati oleh satu kelompok disebut satu
sela. Pada jaman dulu satu sela harus dinikmati oleh delapan orang. Kini satu sela bisa
dinikmati oleh kurang dari delapan orang, seperti 4-7 orang. Ketika makan, masing-masing
orang dalam satu sela harus mengikuti aturan-aturan tidak tertulis yang telah disepakati
bersama.

Megibung biasanya terdiri dari lebih dari satu sela, bahkan puluhan sela. Setiap sela dipimpin
oleh pepara, orang yang dipercaya dan ditugasi menuangkan lauk-pauk di atas gundukan nasi
secara bertahap. Setiap satu sela biasanya mendapatkan lauk pauk dan sayuran yang terdiri
dari pepesan daging, urutan (sosis), sate kablet (lemak), sate pusut (daging isi), sate nyuh
(sate kelapa), sate asem (sate isi dan lemak), lawar merah dan putih, sayur daun belimbing,
pademara, dan sayur urap.

Biasanya setiap usai acara megibung selalu ada makanan sisa. Dulu, makanan sisa ini
dikumpulkan oleh para fakir miskin yang berasal dari daerah-daerah tandus dan miskin di
Karangasem. Sekarang hampir tidak ada lagi orang yang mau mengumpulkan makanan sisa
megibung. Biasanya makanan sisa tersebut diberikan kepada tetangga untuk makanan babi.

Megibung penuh dengan nilai-nilai kebersamaan. Dalam megibung secara umum tidak ada
perbedaan jenis kelamin, kasta atau catur warna. Anggota satu sela, misalnya, bisa terdiri laki
dan perempuan, atau campuran dari golongan brahmana, ksatrya, wasya dan sudra. Mereka
bersama-sama menghadapi boga (hidangan makanan) sebagai berkah Hyang Widhi. Nilai
kebersamaan ini telah dicanangkan sejak jaman I Gusti Anglurah Ktut Karangasem, dan
sudah menjadi tradisi hingga kini, baik di Karangasem maupun Lombok.

Orang-orang yang tidak terbiasa megibung atau yang fanatik dengan kasta akan susah
mengikuti acara makan ini jika kebetulan diundang menghadiri upacara adat atau agama.

Tradisi megibung tidak hanya dilakukan oleh orang Karangasem dan Lombok yang beragama
Hindu. Komunitas Muslim di Karangasem, seperti Kecicang, Saren Jawa dan Tohpati, biasa
juga menggelar acara megibung. Tentu lauk pauknya tidak menggunakan daging babi.
Megibung dalam komunitas Muslim biasanya berkaitan dengan acara pernikahan, sunatan,
Lebaran, Maulud Nabi dan acara-acara bernafaskan Islam lainnya. Masyarakat Muslim juga
terbiasa mengundang tetangga-tetangga Hindu-Bali untuk ikut megibung.

j. Ngaliwet Tradisi Makan Bersama Ala Sunda


Demikian istilah yang lazim digunakan oleh masyarakat Sunda yang akan mengadakan makan
bersama dengan menu spesial di akhir pekan. Ngaliwet berarti memasak nasi liwet, nasi yang
hanya ditanak sekali dan dicampur dengan rempah-rempah yang membuat nasi ini lebih
beraroma dan enak.

Tradisi unik ini sudah dilakukan oleh masyarakat Sunda sejak dulu dan sudah turun temurun
dalam rangka mempererat silaturahmi dan kekeluargaan.

Ngaliwet tidak hanya acara makan bersama tapi ada beberapa ritual di dalamnya. Mulai dari
patungan biaya membeli bahan makanan atau menyumbangkan jenis bahan makanan mentah
untuk dimasak.

Ngaliwet menjadi tradisi orang sunda yang telah lama ada. Tidak diketahui sejak kapan tradisi
ngaliwet tersebut sudah berlangsung. Ngaliwet menjadi acara istimewa karena, disajikan
dengan cara yang berbeda dari memasak nasi biasa. Ngaliwet membutuhkan sebuah kastrol
untuk memasak. Bentuknya panci bulat lonjong yang sering digunakan sebagai peralatan
camping.

Edisi II Indrakarona Ketaren


166
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Dalam memasak nasi liwet, kita membutuhkan keahlian dan ketelitian. Diawali menggoreng
irisan beberapa siung bawang merah, lalu memasukkan air dengan ukuran perbandingan
beras. Bumbu tambahannya biasa digunakan beberapa daun salam, sereh, dan garam. Untuk
lauknya bisa apa saja sesuai selera.

Terkadang dengan membakar ikan mas atau ayam, bisa juga yang lebih sederhana
menggunakan ikan asin, lalapan, dan sambal. Ikan asin pun biasanya dimasak cukup dengan
disimpan di atas nasi yang sudah hampir matang. Demikian juga dengan lalapan dan bahan
untuk sambal, semua disimpan diatas nasi. Setelah nasi matang, maka, akan disiapkan
beberapa lembar daun pisang sebagi pengganti piring untuk alas makan. Semua nasi dan
lauk-pauknya disebar merata ke seluruh bagian daun pisang sesuai jumlah orang yang ikut
serta dalam acara makan tersebut.

Masak nasi liwet ini hanya sekali, maka dari itu takaran airnya harus pas, karena jika tidak pas
nasi liwet akan jadi setengah matang atau sebaliknya. Jika air terlalu banyak makan akan
menjadi seperti bubur.

Ngaliwet biasanya dilaksanakan di luar rumah. Bisa di kebun, bukit gunung, atau pinggiran
sawah. Tergantung letak geografis sebuah wilayahnya.

k. Patita Tradisi Makan Bersama Ala Maluku


Keluarga di Maluku seringkali menggelar tradisi makan Patita. Makan bersama ala keluarga
Maluku ini selain dihadiri oleh anggota keluarga juga bisa dihadiri oleh siapa saja yang datang.
Semua anggota keluarga bisa mencicipi semua makanan yang dihidangkan. Makanan yang
dihidangkan adalah masakan tradisional Maluku. Seperti nasi kelapa dan nasi kuning . Acara
makan bersama ini seringkali digelar pada saat hari-hari tertentu yang dianggap penting.

Salah satu desa yang masih menjaga tradisi makan Patita ini adalah Desa Oma yang terletak
di Pulau Haruku Kabupaten Maluku. Ada dua tradisi makan Patita Adat yang diselenggarakan
di desa Oma. Pertama adalah Patita Marei yaitu para orang tua yang memberi makan anak-
anak. Kedua adalah anak-anak yang memberi makan pada orang tua. Tradisi makan Patita ini
digelar di atas meja makan yang panjangnya bisa mencapai 200 meter. Meja ini diberi alas
kain berwarna putih yang melambangkan kesucian.

l. Saprahan Tradisi Makan Bersama Ala Melayu Pontianak


Saprahan merupakan tradisi makan bersama adat melayu Pontianak yang kini mulai hilang.
Padahal, tradisi makan bersama ini penuh filosofi. Tradisi makan bersama ini menjunjung rasa
kekeluargaan dan kebersamaan yang menyatu, artinya duduk sama-sama rendah, berdiri
sama-sama tinggi sebagai wujud kebersamaan, keramahtamahan, kesetiakawanan,
persaudaraan serta mempererat tali silaturrahmi antar sesama masyarakat

Dalam saprahan, terkandung bagaimana bersikap sopan saat menikmati sajian atau hidangan
makanan dalam sebuah acara. Bagaimana sikap duduk yang baik, di mana kaum pria duduk
bersila sedangkan kaum wanita duduk berselimpuh.

Saprahan dilakukan dalam berbagai acara seperti pernikahan, khitanan dan acara syukuran
lainnya. Dalam acara saprahan, semua hidangan makanan disusun secara teratur di atas kain
saprah.

Peralatan dan perlengkapan dalam adat seprahan mencakup kain saprahan, piring makan,
kobokan beserta serbet, mangkok nasi, mangkok lauk, sendok nasi dan lauk serta gelas
minuman. Menu utama hidangan adat seprahan diantaranya nasi putih atau kebuli, semur
daging, sayur dalca, sayur pacri nenas atau terong, selada, acar telur, sambal bawang.
Kemudian ada pula air serbat dan kue tradisional khas Pontianak.

Edisi II Indrakarona Ketaren


167
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

10. Tradisi Makan Karo


Kebutuhan manusia akan makan dan minum merupakan keharusan untuk melangsungkan
kehidupan. Namun ketika ditinjau secara mendalam kebutuhan makan bukan hanya tuntutan
biologis semata namun ada faktor lain yang mendorong terwujudnya suatu makanan dan
minuman.

Setiap manusia normal akan menentukan bahan-bahan makanan terutama yang tersedia di
lingkungan fisiknya guna dikonsumsi. Konsep makanan dan minuman tersebut sudah ada
pada pikiran masing-masing orang karena merupakan bagian dari budaya secara turun
menurun atau disebut juga sebagai budaya ritual.

Pada Suku Karo secara garis besar makanan dapat di bagi ke dalam dua bagian besar yakni
makanan sehari-hari dan makanan khusus.

Makanan sehari-hari adalah makanan yang setiap harinya dikonsumsi, sedangkan makanan
khusus adalah makanan yang hanya ada pada saat-saat tertentu saja baru ada.

Makanan sehari-hari suku Karo hampir sama dengan makanan suku lainnya di Indonesia.
Makanan pokoknya adalah beras, ditambah lauk-pauk yang dalam bahasa Karo disebut
dengan ikan ras gulen (ikan dan sayur).

Secara singkat makanan khusus tersebut dapat berupa cimpa dan ragamnya, rires (lemang),
terites, cipera, tasak telu, kidu, tape, cingcang, daging tutung (panggang) dan lain sebagainya.

Biasanya setiap makanan khusus tersebut disajikan dalam acara-acara khusus suku Karo
antara lain :
a. Kerja Tahun (pesta tahunan) biasanya menyajikan cimpa, lemang, beragam masakan
daging, tape, terites atau disebut juga pagit-pagit.
b. Kerja nereh empo (pesta perkawinan) biasanya menyajikan daging, cingcang dan
kadang juga terites.
c. Mbesur-mbesuri (pesta untuk syukuran ketika padi mau berbuah dan ketika seorang
ibu hamil) biasanya disajikan beragam cimpa, cipera, tasak telu dan pola(nira).
d. Erpangir (mandi buang sial) biasanya menyajikan tasak telu, cipera dan pola.
e. Perumah begu (memanggil arwah) biasanya menyajikan tasak telu, beragam cimpa,
dan cipera.
f. Mengket Rumah Mbaru (masuk rumah baru) biasanya menyajikan cimpa, pisang,
makanan dari daging kadang juga menyajikan terites jika memotong lembu.

Masih banyak acara khusus dalam suku Karo yang menyajikan makanan khas Karo tersebut.
Ada juga makanan yang dikonsumsi sehari-hari yang agaknya aneh seperti laba-laba sawah,
ulat pohon rumbia, cibet (metamorfosa dari capung) dan banyak makanan aneh lainnya.

Suku Karo memang memiliki sedikit keanehan dalam hal makanan. Banyak makanan yang
dianggap jijik bagi suku lain merupakan makanan favorit di kalangan orang Karo.

Sebut saja misalnya laba-laba (lawah-lawah) yang di dapat di persawahan mereka konsumsi.
Juga kidu atau ulat dari pohon rumbia yang kadang dimakan mentah-mentah, orang karo juga
memakan anjing tanah( singke) yang di persawahan.

Mungkin yang disebutkan itu hanyalah baru beberapa makanan aneh dalam Suku Karo dan
pastinya masih banyak makanan lainnya.

11. Tungku Masak Masyarakat Karo


Peralatan memasak suku Karo sangat sederhana dan biasanya disusun atau disangkutkan di
atas langit langit tungku yang disebut para-para. Ada empat tungku masak yang masing-
masing satu tungku digunakan untuk dua keluarga besisian.

Edisi II Indrakarona Ketaren


168
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Capah adalah tempat makan terbuat dari kayu bentuk bundar luas permukaan hampir dua kali
piring makan kini. Capah, tepatnya adalah peranti saji yang merupakan piring makan
tradisional suku Karo yang berdiameter sekitar 30 - 35 cm yang terbuat dari kayu dan menjadi
tempat makan dalam kebanyakan rumah tangga masyarakat Karo di masa lalu. Satu keluarga
yang terdiri dari beberapa orang makan bersama dalam satu capah.

Begitu pula kudin taneh alias periuk tanah yang biasa digunakan untuk merebus sayur dan
lauk.

Periuk tanah dan peralatan dapur termasuk capah piring makan ditempatkan di para-para
tungku masak keluarga. Belut atau ikan lele sering juga disangkutkan di para-para untuk
diasap menjadi awet sebagai persediaan lauk.

Dari tempat memasak ini ternyata banyak sekali muncul filosofi kebudayaan Karo. Setiap
tungku terdapat lima batu yang dibentuk empat batu berbentuk segi empat dan satu batu lagi
diletakkan di tengah, sehingga secara bersamaan bisa diletakkan dua periuk.

Lima batu ini melambangkan lima merga (marga) di Karo, yaitu Ginting, Sembiring, Tarigan,
Karo-karo dan Perangin-angin. Sekali memasak digunakan tiga batu, yang menandakan
jabatan anggota keluarga yang terbagi menjadi tiga (rakutna telu), yaitu kalimbubu, anak beru
dan simbuyak.

Di atas tungku perapian terdapat para, yang terdiri dari lima lapis, yaitu masing-masing lapis
secara berurut untuk tempat menyimpan ranting (kayu) api, periuk dan alat-alat memasak,
bumbu dan bahan masakan, serta lapisan teratas tempat menyimpan padi.

Karena tinggal dalam satu atap, maka pewarisan budaya dan tata krama kepada generasi
muda pada saat itu lebih cepat dan seragam.

Ada sembilan perilaku yang sangat dilarang keras dilakukan oleh generasi muda, karena
melanggar kesopanan dan budaya Karo. Aturan ini masih dijalankan hingga sekarang.

Perilaku yang dilarang itu adalah “sumbang perkundul” (cara duduk yang tidak sopan),
“sumbang pengerana” (cara berbicara yang tidak sopan/kasar), “sumbang pengenen” (cara
menatap yang tidak baik), “sumbang perpan” (cara makan yang tidak sopan), dan “sumbang
perdalan” (cara berjalan yang tidak baik).

Perilaku lain yang dilarang yaitu “sumbang pendahin” (pekerjaan yang dibenci orang),
“sumbang perukuren” (cara berpikir yang jelek), “sumbang peridi” (cara mandi yang dilarang
oleh adat istiadat) dan “sumbang perpedem” (cara tidur yang tidak baik).

12. Kenduri
Sebagaimana diterangkan di atas bahwa gastronomi adalah suatu perhelatan makan
bersama, yang mana untuk kepentingan penuturan di sebagian catatan filosofi makanan di
bawah ini, umumnya bisa dikatakan perhelatan itu dilakukan pada saat acara kenduri.

Kenduri atau yang lebih dikenal dengan sebuatan "selamatan atau kenduren" (sebutan kenduri
bagi masyarakat Jawa) telah ada sejak dahulu sebelum masuknya agama ke bhumi
Nusantara.

Ragam kenduri biasanya dibungkus dengan upacara sesajen (offerings) yang merupakan
kelengkapan dari ritual yang diselenggarakan, baik untuk selamatan pernikahan, kenaikan
pangkat dan berbagai acara lainnya.

Dalam praktekya, kenduri merupakan sebuah acara berkumpul adat sambil makan bersama,
yang umumnya dilakukan oleh laki-laki, dengan tujuan meminta kelancaran atas segala
sesuatu yang dihajatkan oleh penyelenggara yang mengundang masyarakat sekitar untuk
datang dan dipimpin oleh orang yang dituakan atau orang yang memiliki keahlian di bidang
tersebut; seperti Kiyai atau pemuka agama.

Edisi II Indrakarona Ketaren


169
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Sedangkan bagi kaum perempuan, kenduri memberikan ruang privasi dalam berbagi informasi
baik tentang keluarga sendiri maupun tetangga yang lain.

Di sinilah wanita bisa saling bertukar cerita dengan bebas tanpa gangguan dari kaum laki-laki
selama mereka menyiapkan makanan, karena wanita akan bekerja mempersiapkan kenduri
dalam waktu yang relatif lama, yaitu sekitar 4 - 7 hari pada masa perayaan.

Pada zaman sekarang, kenduri masih banyak dilakukan oleh segala lingkup masyarakat baik
masyarakat perkotaan maupun masyarakat pedesaan.

Kenduri merupakan sebuah mekanisme sosial dan adat untuk merawat keutuhan, dengan
cara memulihkan keretakan, dan meneguhkan kembali cita-cita bersama, sekaligus
melakukan kontrol sosial atas penyimpangan dari cita-cita bersama.

Kenduri sebagai suatu institusi sosial menampung dan merepresentasikan banyak


kepentingan bersama yang salah satu formatnya dilakukan dengan makan bersama yakni
gastronomi.

13. Selamatan
Dalam sisi lain, selamatan atau selametan adalah sebuah tradisi ritual yang dilakukan oleh
masyarakat Jawa. Selamatan juga dilakukan oleh masyarakat Sunda dan Madura. Selamatan
adalah suatu bentuk acara syukuran dengan mengundang beberapa kerabat atau tetangga .
Secara tradisional acara syukuran dimulai dengan doa bersama, dengan duduk bersila di atas
tikar, melingkari nasi tumpeng dengan lauk pauk.

Praktik upacara selamatan sebagaimana yang diungkapkan oleh Hildred Geertz (ahli
antropologi asal Amerika) pada umumnya dianut oleh kaum Islam Abangan, sedangkan bagi
kaum Islam Putihan (santri) praktik selamatan tersebut tidak sepenuhnya dapat diterima,
kecuali dengan membuang unsur-unsur syirik yang menyolok seperti sebutan dewa-dewa dan
roh-roh. Karena itu bagi kaum santri, selamatan adalah upacara doa bersama dengan seorang
pemimpin atau modin yang kemudian diteruskan dengan makan-makan bersama sekadarnya
dengan tujuan untuk mendapatkan keselamatan dan perlindungan dari Allah Yang maha
Kuasa.

Slametan dilakukan untuk merayakan hampir semua kejadian, termasuk kelahiran, kematian
pernikahan, pindah rumah, dan sebagainya. Geertz mengkategorikan mereka ke dalam empat
jenis utama:
a. Berkaitan dengan kehidupan: kelahiran, khitanan, pernikahan, dan kematian
b. Terkait dengan peristiwa perayaan Islam
c. Bersih desa ("pembersihan desa"), berkaitan dengan integrasi sosial desa.
d. Kejadian yang tidak biasa misalnya berangkat untuk perjalanan panjang, pindah
rumah, mengubah nama, kesembuhan penyakit, kesembuhan akan pengaruh sihir,
dan sebagainya.

BAB XIII
BEBERAPA FILOSOFI MAKANAN INDONESIA

Seni masakan merupakan salah satu filosofi rujukan ideologis, jati diri, ciri dan identitas
kemajuan suatu masyarakat berbangsa.

Ada pesan (intangible) yang di dalamnya mengenai semangat mengabdi, berbakti, tidak
melupakan sejarah, dan bangga atas “Nasionalisme” Indonesia-an.

Edisi II Indrakarona Ketaren


170
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Dalam keseharian, makanan kerap diterima begitu saja sebagai suatu hal yang biasa.
Padahal, dalam suatu kebudayaan makanan sering digunakan sebagai simbol yang bisa jadi
memiliki makna intangible yang sangat luas.

Contohnya di dalam budaya Jawa yang penuh dengan simbol, hadirnya makanan tertentu
dalam suatu acara ritual tidak bisa sembarangan.

Setiap makanan memiliki makna dan fungsinya sendiri. Tentu saja, dalam hal ini seringkali
bentuk, rasa, dan warna mempengaruhi makna makanan tersebut.

Keberagaman makanan tradisional di bhumi Nusantara merupakan kreatifitas kearifan lokal


dari salah satu unsur pembentuk rumpun dan budaya kebangsaan Indonesia.

Sebagian besar makanan tradisional Nusantara ada yang berbentuk tangible (tata cara dalam
makanan dan masakan sebagai artefak / budaya material) dan ada yang bersifat intangible
(konsep di belakangnya).

Warisan tangible dan intangible ini mempunyai pesan dan folklor sebagai berikut :
1. Latar belakang sejarah dan asal usul budi-daya dari makanan dan minuman tradisonal
yang disajikan.
2. Faktor - faktor budaya dan adat istiadat yang mempengaruhi kebiasaan masyarakat
mengkonsumsi / menghidangkan hidangan tersebut.
3. Makna falsafah, filosofi, kearifan lokal, etika, ajaran hidup, dan nilai ritual yang
terkandung di dalamnya.
4. Karakter, jati-diri, dan ciri identitas budaya yang ditampilkan.

Secara strategik, khazanah makanan tradisional warisan para leluhur itu telah menjadi sarana
“internalisasi nilai budaya”, yaitu sebagai proses yang telah menanamkan dan menumbuh-
kembangkan nilai atau budaya kebangsaan di Indonesia.

Secara essensial, tanpa disadari, keberagaman makanan tradisional ini telah menjadi “khitah
garis haluan” dari salah satu unsur ke-Indonesia-an dalam memperkuat budaya kebangsaan.

Di bawah ini akan di sampaikan beberapa filosofi (intangible) dari makanan Indonesia yang
terbentuk dari masa lalu sebelum negeri Indonesia menjadi suatu Republik.

Catatan filosofi ini merupakan kompilasi dari berbagai sumber yang telah disusun sekitar 4
(empat) tahun belakang lalu. Tidak banyak datanya namun lebih kurang bisa memberi
masukan awal yang berarti bagi kita semua.

1. Arsik (Dekke na Niarsik)


Makanan tradisional Dekke na Niarsik berasal dari kata Na NI-Arsik (arti secara sederhananya
berarti ikan yang dikeringkan) adalah salah satu masakan khas kawasan Tapanuli (Batak)
yang populer.

Filosofinya adalah mereka yang memakan ikan ini akan hidup dalam harmoni, ke hulu dan ke
hilir, rukun sampai akhir umurnya.

Bagi masyarakat Tapanuli, mulai dari kelahiran, menikah hingga meninggal masing-masing
memiliki prosesi yang wajib hukumnya untuk dilaksanakan. Pada prosesi ini ada pesan adat
yang harus disampaikan.

Dan dekke na niarsik mencakup mulai dari kelahiran, menikah hingga meninggal yang masing-
masing memiliki prosesi yang wajib hukumnya untuk dilaksanakan.

Edisi II Indrakarona Ketaren


171
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Pada prosesi ini ada pesan adat yang harus disampaikan. Dan dekke na niarsik atau ikan mas
arsik adalah wujud nyatanya. Yakni sebuah hidangan khas Batak yang menjadi simbol berkat
kehidupan.

Ikan mas yang diberikan haruslah dalam jumlah ganjil, satu, tiga, lima, tujuh. Masing-masing
jumlah ini memiliki arti sesuai dengan ketentuan adat Batak.

Adapun arti dari jumlah ini adalah:


a. Satu ekor diperuntukkan bagi pasangan yang baru menikah
b. Tiga ekor bagi pasangan suami- istri yang mendapatkan anak
c. Lima ekor bagi orang tua yang sudah mempunyai cucu
d. Tujuh ekor diperuntukkan bagi pemimpin bangsa Batak saja dan ini jarang
dipergunakan dikarenakan jumlah angkanya dianggap sudah melewati batas masa
kehidupan seseorang.

Pada prosesi ini ada pesan adat yang harus disampaikan. Dan dekke na niarsik biasanya
ketika anak lahir akan dilangsungkan selamatan sesuai adat Batak. Terutama jika yang lahir
adalah anak pertama.

Sesuai hukum adat Batak, pihak hula-hula (kelompok marga dari si ibu) harus menyediakan
pasu-pasu yang dilambangkan dalam bentuk dekke na niarsik.

Tiga ekor ikan Mas yang diberikan melambangkan bahwa telah bertambah satu orang anggota
dalam keluarga tersebut. Satu untuk si Bapak, satu bagi ibunya, dan satu lagi untuk anak yang
baru lahir tersebut.

Bagi pasangan yang baru menikah, jumlah ikan yang diberikan orang tua sigadis hanya satu
ekor ikan mas yang mana ini melambangkan harapan bahwa kedua orang yang mengikat diri
dalam jalinan pernikahan tersebut telah menjadi satu.

Ikan mas yang diberikan ini sekaligus melambangkan berkat berkat dari orang tua yang
melepas si gadis karena ia telah menjadi bagian dari keluarga suaminya.

Ikan mas yang diberikan adalah ikan betina yang bertelur. Hal ini diwajibkan bagi pasangan
suami- istri yang baru menikah sebagai pertanda bahwa orang tua si perempuan berharap
agar borunya (anak perempuan) dapat memiliki anak yang banyak.

Siapa sajakah yang berhak memberikan ikan mas arsik ini ? Dalam hal ini yang dapat
memberikan hanya kerabat dari pihak istri atau hula-hula saja yang boleh memberikan dekke
na niarsik ini.

Baik itu orang tua kandung, saudara laki-laki maupun komunitas marga dari pihak isteri. Pihak
hula-hula selain orang tua kandung hanya boleh memberikan ikan mas arsik ini pada acara
umum adat Batak. Misalnya, ketika menempati rumah baru, malua dan sebagainya.

Penyajian dekke ini pada dasarnya tidak boleh sembarangan dikarenakan banyaknya sarat
makna yang terkandung didalamnya.

Dekke yang akan disajikan haruslah tetap dalam kondisi utuh, mulai dari kepala hingga ekor.
Sisiknyapun tidak boleh dibuang. Ini melambangkan gambaran utuh kehidupan manusia.

Selain itu dekke na niarsik ini harus disajikan dalam posisi berenang dengan kepala
menghadap ke orang yang menerimanya. Bila jumlahnya lebih dari satu, maka semua ikan
harus dibariskan sejajar. Tentu saja memerlukan wadah yang cukup besar.

Dalam bahasa Batak disebut dekke si mundur, keluarga yang menerima ikan ini diharapkan
dapat berjalan sejajar atau beriringan menuju arah dan tujuan yang sama.

Edisi II Indrakarona Ketaren


172
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Sehingga bila ada permasalahan dan rintangan yang menghalangi dapat diselesaikan secara
bersama oleh setiap anggota keluarga.

Na niarsik dapat juga diberikan kepada pihak atau orang untuk memohon kesembuhan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, selain itu kerabat yang menderita salah satu penyakit yang
sudah lama dan belum mendapat kesembuhan dapat juga diberikan dekke na niarsik ini.

Dalam kegiatan adat lain misalnya, kegiatan adat sulang-sulang pahoppu (memberikan
makanan kepada nenek dan kakek) makanan ini juga sangat dibutuhkan bahkan menjadi
salah satu syarat utama.

2. Bancakan
Orang Jawa atau Sunda mengenal kata Bancakan yang merupakan suatu prosesi ritual yang
diadakan sebagai simbolisasi rasa syukur kepada Sang Hyang Widi dengan cara membagi-
bagikan makanan kepada kerabat dan relasi.

Bancakan mempunyai lima unsur yang ‘sunnah muakkad’ untuk dipenuhi, yaitu apem, pasung
(apem yang dililit daun pisang atau daun nangka yang dibentuk kerucut), gedhang atau pisang,
ketan, dan kolak.

Menurut cerita pada jaman dahulu, para wali berusaha mengajarkan ajaran Islam kepada
masyarakat dengan cara yang telah mereka mengerti, salah satunya adalah memodifikasi
konsep dan bentuk sajen.

Sebelum mengenal Islam, masyarakat telah mengenal dinamisme. Salah satu ritual yang
‘wajib’ mereka jalani adalah memberikan persembahan alias sajen kepada kekuatan tertinggi
yang mereka tahu. Saat itu, mereka menganggap bahwa para arwah nenek moyang ataupun
lelembut merupakan the supreme power.

Untuk mensosialisasikan hal itu, seorang wali mengubah kelima unsur yang disebutkan di atas
dengan meluruskan bahwa the supreme power adalah Tuhan Yang Maha Esa.

Kelima unsur bancakan berasal dari bahasa Arab, yaitu:


a. Gedhang berasal dari kata ghadan yang berarti bersegeralah.
b. Apem berasal dari kata ‘afuwwun atau memohon ampun.
c. Ketan berasal dari kata khatha’an atau kesalahan.
d. Pasung berasal dari kata fa shaum yang berarti maka berpuasalah.
e. Kolak berasal dari kata khala atau kosong.

Maka, jika digabungkan akan bermakna "Bersegeralah memohon ampunan dari segala
kesalahan dan berpuasalah agar semuanya kembali dalam keadaan kosong (dari dosa)."

3. Bubur Ayam
Bubur ayam dianggap sebagai simbol persatuan dan keharmonisan, karena sifatnya yang
mampu mengenyangkan semua secara merata, lunak, namun tidak kehilangan cita rasa.

4. Bubur Sumsum
Bubur sumsum merupakan makanan khas tradisional masyarakat Jawa sejak jaman Majapahit
yang merupakan kerajaan yang menganut agama hindu-budha.

Kerajaan Majapahit menyatukan dua agama melaui proses sinkretisme, yakni hindu dan
budha yang dipadukan menghasilkan satu agama baru yang dinamakan agama Syiwabudha.

Kekuasaan Majapahit sedemikian luasnya ke berbagai daerah sehingga mempermudah


menyebar luaskan agama Syiwabudha di kalangan masyarakat di luar kerajaan.

Sebagai aktifitas keagamaan, Syiwabudha memiliki hari raya Galungan sebagai ritual
bersyukur atas peenciptaan alam semesta.

Edisi II Indrakarona Ketaren


173
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Dalam kitab pararaton disebutkan bahwa hari raya Galungan telah ada sejak akhir jaman
kerajaan Majapahit, yang berarti telah ada sebelum kerajaan Majapahit mengalami masa
keruntuhan.

Disaat hari raya galungan, warga penganut Syiwabudha mengalami peperangan bathin
melawan 3 (tiga) Butha yang datang dalam 3 (tiga) hari. Hari pertama merupakan peperangan
secara spiritual, hari kedua mengalahkan dan hari ketiga mengusai butha tersebut.

Selama 3 (tiga) hari itu disajikan bubur sumsum sebagai sesaji. Bubur sumsum sebagai sesaji
merepresentasikan sebelum Galungan tiba warga diharuskan mempersiapkan diri dengan baik
baik untuk kebutuhan material maupun spiritual.

Penggunaan gula sebagai pemanis bubur disebabkan semasa Majapahit masih jaya, kerajaan
tersebut mengalami kelebihan produksi gula. Akibatnya pulau Jawa dikenal dengan warganya
yang suka akan rasa manis, apalagi jika berada di wilayah dekat dengan kerajaan.

Bubur Sumsum sebagai sesaji mengandung satu makna filosofis, dimana bubur itu adalah
sarana membantu peperangan melawan ketiga butha. Dalam proses pembuatannya, bubur
sumsum hanya terdiri dari 2 (dua) bahan dasar, yakni tepung beras dan gula.

Penggunaan beras memiliki makna bahwa beras berasal dari padi yang tumbuh dari dalam
tanah. Tanah merupakan titik sentral alam semesta. Ketika ekosistem tanah rusak, maka
keseimbangan alam akan terganggu, sehingga manusia dituntut untuk senantiasa menjaga
keseimbangan alam.

Seiring dengan perkembangan jaman, dan ketika agama Syiwabudha sudah berkurang
mendapat tempat dalam kehidupan spiritulitas masyarakat Jawa, maka bubur sumsum
mengalami pergeseran makna.

Agama Islam yang mulai menyebar dalam kehidupan masyarakat setempat, mengubah secara
sadar makna filosofi dari arti semula bubur sumsum.

Dalam penyebarannya, tokoh-tokoh walisongo mencoba menyesuaikan ajaran Islam dengan


kebudayaan lokal yang kemudian mendapatkan persetujuan dari masyarakat setempat (tidak
ada surat perjanjian resmi) bahwa bubur sumsum hanya berupa aktifitas kebudayaan dan
bukan sebagai bagian dari nilai spiritual.

Dengan perkembangan agama baru tersebut, bubur sumsum tetap ada namun telah
mengalami pergeseran makna. Awal mulanya digunakan sebagai pengingat untuk menjaga
keseimbangan alam, kini bubur sumsum dimaknai sebagai rasa syukur atas kelahiran
seseorang.

Sekarang kita sering menjumpai bubur sumsum sebagai masakan yang wajib disaat hari
weton kelahiran. Dalam penanggalan Jawa atau pasaran Jawa, hari weton ada satu kali dalam
5 (lima) hari, yaitu : Manis, Pahing, Pon, Wage dan Kliwon.

Pembaharuan ide atau gagasan terhadap suatu makanan tradisional etnik merupakan hal
yang lumrah terjadi akibat perubahan jaman dan hal-hal baru akan selalu ada.

Agar bubur sumsum mampu bertahan seiring dengan perkembangan jaman, maka bagian
tertentu dari bubur sumsum harus ada yang diubah, misalkan dengan pergeseran nilai dan
maknanya.

Meskipun pergeseran nilai dan makna itu tidak dilakukan dengan sengaja, namun benturan
antara manifestasi kebudayaan lama dengan kebudayaan baru akan selalu menghasilkan satu
perpaduan.

Jika dicermati masih tetap ada mengandung ide – ide lama dan ada bagian tersendiri yang
mengandung ide-ide baru.

Edisi II Indrakarona Ketaren


174
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Seperti bubur sumsum, meskipun sekarang dimaknai sebagai masakan wajib hari weton,
namun pada inti terkecilnya bubur sumsum ditujukan untuk raya syukur atas diberinya
kehidupan.

Filosofis Majapahit menggunakan bubur sumsum sebagai persembahan rasa syukur atas
penciptaan alam semesta.

Penciptaan alam semesta ditandai dengan peperangan melawan 3 (tiga) butho. Namun nilai
dan makna itu bisa diubah sesuai dengan perkembangan jaman akibat munculnya
kepercayaan baru yang ditunjukkan oleh ajaran Islam seperti yang terjadi saat itu.

5. Cipera Manuk
Cipera ini adalah salah satu masakan tradisional khas dari Tanah Karo yang mirip masakan
ayam dari Colombia yang disebut sancocho.

Masakan adat ini sejenis gulai yang sangat kental karena diberi tepung cipera, tepung yang
terbuat dari jagung yang kemudian digongseng yang sangat wangi aromanya lalu ditumbuk
halus.

Potongan ayam kampung yang utuh sebagai lambang kehidupan – termasuk leher, sayap,
kaki, hati-ampla – dimasak dengan tepung jagung cipera sampai empuk dan berkuah kental.
Tepung jagungnya harus dari bulir tua jagung Medan, agar menghasilkan kuah yang kental.

Kuah kental ini bercita rasa pedas karena memakai tuba (andaliman = Shanghai Peppercorn)
dan sedikit asam karena memakai asam tikala (dari buah honje kecombrang). Selain ayam,
juga dicampurkan jamur merang ke dalam kuah. Ayamnya dimasak hingga sangat lunak dan
menyerap bumbu.

Cipera manuk disajikan hanya pada saat upacara perkawinan masyarakat Karo. Filosofinya
adalah sebagai lambang keutuhan dari hubungan dua keluarga yang bersatu dan sulit
dipisahkan dan selama akan bahagia

6. Gudeg
Gudeg (bahasa Jawa gudheg) adalah makanan khas Yogyakarta dan Jawa Tengah yang
terbuat dari nangka muda yang dimasak dengan santan dan dibumbui dengan kluwek. Warna
coklat biasanya dihasilkan oleh daun jati yang dimasak bersamaan. Gudeg dimakan dengan
nasi dan disajikan dengan kuah santan kental (areh), ayam kampung, telur, tahu dan sambal
goreng krecek.

Gudeg merupakan makanan tradisional yang berperan penting karenal dibuat dengan potensi
lokal. Eksistensi gudeg telah meniti jejak sejarah yang panjang, dimulai bersamaan dengan
dibangunnya kerajaan Mataram Islam di Alas Mentaok di daerah Kotagede sekitar abad ke-15.

Banyak pohon ditebang saat pembangunan itu, diantaranya adalah pohon nangka, kelapa,
dan tangkil atau melinjo. Anugerah alam inilah yang menginspirasi dan mendorong para
pekerja untuk membuat makanan dari bahan-bahan tersebut. Jumlah mereka banyak, lelah
dan lapar, maka nangka muda (disebut “gori”) yang dimasak jumlahnya juga sangat banyak.

Dari konteks historis ini, jelas gudeg tidak lahir dari rahim masyarakyat kelas atas (keraton),
melainkan dari rahim masyarakat kelas bawah (di luar keraton). Awalnya gudeg merupakan
makanan yang tidak diketahui oleh pihak lingkungan kraton. Gudeg ini tersebar dengan
sendirinya seiring sudah mulai terbiasanya masyarakat di luar kraton mengonsumsinya.
Gudeg kemudian menjadi salah satu ekspresi “manunggaling kawula gusti” yang memang
sudah berurat akar dalam batin orang Jawa.

Walaupun kebanyakan gudeg Yogyakarta berbahan nangka muda alias gori, tetapi di
kemudian hari ada yang namanya gudeg manggar, berbahan bunga kelapa yang masih

Edisi II Indrakarona Ketaren


175
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

sangat muda. Untuk mengaduknya, dalam bahasa Jawa dikatakan “hangudek”, menggunakan
alat menyerupai dayung perahu. Dari proses “hangudeg” inilah lalu disebut “gudeg”.

Dalam karya sastra Jawa “Serat Centhini”, disinggung tentang gudeg. Diceritakan di dalam
serat itu Raden Mas Cebolang sedang singgah di pedepokan Pengeran Tembayat (yang
diperkirakan di Klaten). Di sana Pangeran Tembayat menjamu tamunya yang bernama Ki
Anom dengan beragam makanan, salah satunya adalah gudeg.

Meskipun begitu sebelum jadi makanan tradisional yang setenar sekarang, sosialisasi gudeg
kepada masyarakat perlu proses yang panjang. Mengingat prosesi memasak gudeg perlu
waktu yang lama, sampai dengan awal abad ke-19 di Jogja sendiri belum begitu banyak orang
berjualan gudeg. Teknologi memasak menentukan, gudeg tentu saja mengikuti perkembangan
dari api tungku, ke api minyak tanah hingga api gas.

Dulu gudeg sering dijadikan makanan nadzar, atau wujud rasa sukur atas. Anak sakit akan
diajak makan gudeg bila telah sembuh, misalnya, walaupun masih ada bermacam lagi
ungkapan syukur lainnya.

Selain itu filosofi gudeg adalah wujud dari rasa syukur terhadap keberagaman yang ada
karena komposisi penyajian gudeg harus dibarengi dengan krecek (kulit sapi/kerbau), telur
rebus dsb. Jika tidak dibarengi dengan keberagaman bahan – bahan tersebut diatas maka
gudeg tidak akan terasa nikmat dan terasa enak yang akan membuat orang enggan untuk
memakannya.

Semenjak kota Yogyakarta menjadi kota pelajar, gudeg mulai berkembang dan banyak dikenal
masyarakat. Lahirnya “gudeg kering” sejalan dengan perkembangan itu, menemani perjalanan
kakaknya “gudeg basah” yang lahir sejak semula.

Para pelajar pendatang luar daerah yang ingin menjadikan gudeg sebagai oleh-oleh,
kemudian menginspirasi hadirnya gudeg kering yang dimasak di dalam kendil agar lebih tahan
lama.

Dinamika pelajar-pelajar di berbagai kampus memunculkan sentra gudeg Mbarek yang


berdekatan. Boleh dibilang para pelajar semasa itu adalah konstituen "gudeg kering" pertama
yang memungkinkan para penjual gudeg di kampung Mbarek berkembang.

Memasuki era akhir dekade 1960-an, Wijilan di sekitar Kraton kota Yogyakarta menjadi sentra
gudeg yang kemudian dikenal oleh berbagai wisatawan.

Ada berbagai varian gudeg, antara lain:


a. Gudeg Kering, yaitu gudeg yang disajikan dengan areh kental, jauh lebih kental
daripada santan pada masakan padang.
b. Gudeg Basah, yaitu gudeg yang disajikan dengan areh encer.
c. Gudeg Solo, yaitu gudeg yang arehnya berwarna putih.

7. Hidangan Imlek
Bagi masyarakat Cina, setiap tahun Imlek selalu identik dengan angpao, kue keranjang, dan
beraneka ragam manisan. Tidak ketinggalan bandeng berukuran besar yang akan diolah
menjelang pergantian tahun.

Hidangan yang disajikan pada perayaan Imlek biasanya berjumlah minimal 12 masakan dan
12 macam kue.

Ke-12 macam makanan ini melambangkan shio yang diantaranya yang mewakili lambang-
lambang sebagai berikut:
i. Mie melambangkan panjang umur dan kemakmuran.
ii. Kue lapis legit melambangkan rezeki yang berlapis- lapis.

Edisi II Indrakarona Ketaren


176
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

iii. Kue mangkok, kue maho, dan kue keranjang. Biasanya kue keranjang disusun diatas
kue maho dan kue mangkok dengan diberi warna merah diatasnya. Harapan
terkandung agar memiliki kehidupan yang manis dan kian menanjak seperti kue
mangkok.
iv. Manisan kolang kaling dimaksudkan agar selalu memiliki pikiran yang jernih.
v. Agar- agar bentuk bintang merupakan simbol kehidupan yang terang.
vi. Camilan umumnya, seperti kwaci, kacang dan permen.
vii. Asinan dari biji semangka atau labu kuning sering menemani saat berbincang di
tengah keluarga ketika merayakan Imlek. Arti dari sajian biji-bijian ini adalah agar
memiliki keturunan yang banyak.
viii. Ayam atau bebek yang utuh (dengan segala bagian dari darah dan lain-lain) sebagai
simbol untuk udara.
ix. Ikan sebagai simbol air - Ini bisa ikan emas ikan bandeng atau ikan salmon (ikan
“paitu” di daerah singapore) atau semacam ikan yang bulat dan yang dapat hidup
dilaut dan disungai.
x. Kepala babi sebagai simbol tanah.
xi. Jeruk mandarin besar menggambarkan kekayaan, sedangkan jeruk jenis kecil
menggambarkan keberuntungan karena kedua jenis jeruk ini adalah buah yang
berlimpah-limpah di Cina.
xii. Mie yang panjang, tidak mudah putus menggambarkan panjang umur. Dalam setiap
perayaan, mie selalu hadir sebagai wujud harapan untuk diberi umur yang panjang.
Kabarnya, saat makan mie ini tidak boleh dipotong melainkan disantap sampai ujung
terakhir.
xiii. Lobak disebut “cai tou” yang juga berarti good luck. Saat perayaan Tahun Baru Cina,
sajian lobak menjadi wujud harapan baru untuk beruntung di tahun yang akan dijalani.
xiv. Tahu tausi, puding tahu, dan banyak lagi makanan Cina yang menggunakan tahu,
namun tahu putih tidak disajikan dalam sajian Imlek karena warna putih berarti
kematian atau kesialan. Ini yang perlu diingat, jangan menghidangkan menu tahu
putih saat perayaan Tahun Baru Cina.

Seluruh hidangan ini selanjutnya didoakan bersama-sama seluruh keluarga agar diberi berkah
oleh para arwah leluhur yang akan menyantap hidangan yang disajikan.

8. Jenang
Jenang adalah masakan khas tradisional masyarakat Jawa, khususnya Jawa Tengah
terutama Kota Solo. Jenang dibuat dari tepung beras atau tepung ketan, yang dimasak
dengan santan ditambahkan gula merah atau gula putih.

Keberadaan jenang sudah hidup mengakar turun temurun dari nenek kakek moyang sejak
zaman Hindu dan era Walisongo sampai masa kini.

Keberadaan jenang tidak hanya sekedar sebagai makanan pelengkap, melainkan juga simbol
doa, harapan, persatuan dan semangat masyarakat Jawa itu sendiri.

Artinya jenang adalah lambang ritual masyarakat Jawa dan simbol ungkapan rasa syukur
kepada Gusti Allah atas karunia hasil bumi ciptaanNya yang telah menghidupi manusia dari
proses kelahiran sampai kematian.

Secara sosiologis jenang merupakan jenis makanan yang lahir dari kreatifitas masyarakat
yang mana eksistensinya bebas dari atribut status sosial dan etnis.

Dengan kata lain jenang bersifat demokratis, egaliter, spiritual dan relegius. Sifat yang melekat
secara implisit itulah yang bisa membuat jenang punya nilai edukatif pada masyarakat Jawa.
Suatu nilai edukatif dalam membangun kebersamaan masyarakat Solo untuk saling berbagi
dalam kehidupan sehari-hari.

Masyarakat Jawa khususnya di wilayah Surakarta / Solo dan sekitarnya, melakukan semua
ritual selamatan tidak pernah lepas dari kehadiran jenang (bubur).

Edisi II Indrakarona Ketaren


177
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Tradisi simbolisasi itu diperlihatkan dalam berbagai acara kegiatan, mulai dari pembangunan
rumah, kelahiran anak, slametan (selamatan), dan ritual-ritual kejawen lainnya.

Namun banyak masyarakat saat ini menganggap jenang sebatas makanan ringan tradisional
Jawa saja. Banyak yang belum mengetahui nilai filosofi dibalik simbolisasi Jenang apalagi
dalam tradisi acara selamatan masyarakat Jawa.

Masyarakat awam hanya tau jika ada ritual harus ada jenang, tanpa mengetahui makna
dibaliknya. Padahal semua macam jenis jenang yang disajikan dalam acara selamatan
mengandung makna bagi masyarakat Jawa, khususnya orang Solo dan sekitarnya dengan
segala ritual tradisinya.

Adapun makna filosofi dari berbagai jenis jenang sebagai berikut :


i. Jenang Procotan : makna kehadirannya untuk mendoakan supaya ibu yang hamil
diberikan kelancaran dalam melahirkan.
ii. Jenang Sepasaran : makna kehadirannya ketika memberi nama kepada bayi setelah
lahir.
iii. Jenang Sungsum : makna kehadirannya bagi yang punya hajat pernikahan, supaya
pengantin dan seluruh panitia yang terlibat diberi kesehatan, berkah dan kekuatan.
iv. Jenang Abrit Petak : mempunyai makna warna merah dan putih merepresentasikan
penciptaan / asal-usul manusia laki-laki dan perempuan. Jenang maknanya selalu
melihat sesuatu dengan dimensi yang luas, namun tetap fokus dengan apa yang
menjadi tujuan.
v. Jenang Saloko : maknanya kesucian itu milik Allah. Manusia harus selalu
mewaspadai nafsu 'aku' pada dirinya dan berani mengoreksinya dirinya sendiri.
vi. Jenang Manggul : sebagai jalan untuk bisa mengenal Allah yang maknanya kita
harus menjunjung tinggi kebaikan leluhur yang telah mewariskan segala bentuk
pengetahuan pada diri kita.
vii. Jenang Suran maknanya waktu itu terbatas dan selalu menjalani siklusnya dimana
kita harus ingat masa lalu dan memperbaiki masa depan.
viii. Jenang Timbul : mempunyai makna harapan tidak selalu menjadi kenyataan.
Manusia harus ingat Allah dan selalu berdoa untuk mewujudkan harapannya menjadi
kenyataan.
ix. Jenang Grendul : maknanya kehidupan itu seperti cakra penggilingan atau seperti
roda yang berputar, yang kadangkala ada di atas dan kadangkala ada di bawah (naik-
turun). Kita perlu menemukan kestabilan dari perbedaan yang terjadi dalam
kehidupan.
x. Jenang Sumsum : maknanya pada diri manusia melekat sifat kelemahan dan
kekuatan, dimana kekuatan pada diri manusia sebaiknya digunakan untuk nilai-nilai
kebaikan.
xi. Jenang Lahan : maknanya melepas dan menghilangkan semua nafsu negatif, iri,
dengki, sombong dan sebagainya dihadapan Allah.
xii. Jenang Pati : maknanya melebur nafsu dan pasrah kepada Allah.
xiii. Jenang Kolep : maknanya manusia sebagai mahkluk sosial selalu dihadapkan
kepada perbedaan. Menghormati dan menghargai perbedaan dalam masyarakat yang
plural dan multikultur menjadi nilai yang penting dalam kehidupan bermasyarakat.
xiv. Jenang Ngangrang : maknanya manusia seharusnya belajar mengontrol emosi
kemarahannya, agar kekuatan pada dirinya bisa bermanfaat untuk sesama.
xv. Jenang Taming : maknanya belajar menjaga kekuatan pada diri kita dengan berdoa
kepada Allah dan mengenali serta memahami kelemahan diri sendiri.
xvi. Jenang Lemu Mawi Sambel Goreng : maknanya tidak lemah (kendur) membangun
semangat baru dalam kehidupan.
xvii. Jenang Koloh : maknanya kesempurnaan adalah tujuan hakiki kehidupan manusia,
yang sering dilalaikan dalam kesibukan sehari-hari. Kita perlu terus berproses menuju
kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat.
xviii. Jenang Katul : maknanya kita hidup tak bisa berdiri sendiri, selalu membutuhkan
orang lain.

Edisi II Indrakarona Ketaren


178
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

xix. Jenang Warni Empat : maknanya simbol nafsu yang melekat pada diri manusia.
Warna merah simbol amarah. Putih menyimbolkan muthamainah, kuning artinya
aluamah dan hijau maknanya sufiyah (nafsu yang selalu ingin memiliki duniawi. Kita
dituntut mengendalikan keempat jenis nafsu yang melekat pada diri kita.
xx. Jenang Sengkolo : terdiri dari jenang abang (merah) dan putih yang merupakan
simbol dari keberadaan manusia di dunia. Jenang abang (merah) melambangkan
lelaki, dan jenang putih melambangkan perempuan. Adanya Jenang Sengkolo disetiap
ritual, agar manusia selalu ingat jikalau dunia terisi oleh dua esensi, feminin dan
maskulin.

9. Jong Labar
Jong Labar adalah kue kudapan masyarakat Karo yang bahan utamanya adalah jagung serta
lada.

Jong Labar merupakan campuran jagung yang diparut atau dicincang kasar, kemudian
dicampur gula merah dan kelapa parut, dibubuhi garam juga lada hitam secukupnya.
Kemudian dibungkus daun pisang serta dikukus hingga matang.

Bukan sekedar kudapan, Jong Labar memiliki sejumlah kearifan lokal suku Karo. Salah satu di
antaranya adalah “mangkok lawes mangkok reh” yang bermakna bahwa siapa yang memberi
akan menerima balasannya.

Bagi masyarakat Karo tradisi menyediakan kudapan Jong Labar adalah sebagai pemanis yang
sajian itu dibuat dengan curahan kesungguhan hati agar kelak menerima balasan yang baik
dari orang lain.

Lazimnya sesuatu yang manis (baik) tentunya mampu memperkokoh persatuan dan kekuatan
bersama. Ini ditegaskan oleh kearifan “bagi buluh belin sada ndapuren”. Menyajikan hidangan
manis merupakan itikad baik untuk menjalin hubungan yang erat dan saling berbagi kebaikan.

Adanya berbagai ragam variasi Jong Labar (baik yang menggunakan lada hitam atau tidak)
menandakan pembuatnya menyesuaikan dengan selera para tamu. Penyesuaian ini
mengingatkan pada kearifan lokal Karo lainnya, yakni “pangan labo ate keleng, tapi angkar
beltek”, artinya boleh melakukan apa saja tetapi harus memikirkan dampak yang
ditimbulkannya.

Kearifan lokal dimaksud mengandung nilai kepedulian serta toleransi yang teramat berharga
dalam masyarakat Karo.

10. Kaspe
Kaspe adalah makanan Khas Pacitan yang berbahan dasar ketela pohon atau lebih dikenal di
pacitan sendiri dengan nama telo kaspe.

Makanan khas kue putri gunung ini merupakan hasil olahan sederhana yang proses
pembuatanya memerlukan waktu hingga 7 jam.

Melalui proses fermentasi karena adanya ragi tape di dalamnya yang menambah kekenyalan
dan kenikmatan rasa makanan khas ini.

Kaspe biasanya di santap sebagai teman minum kopi ataupun minum teh. Rasanya legit hasil
perpaduan ketela pohon / singkong, gula Jawa dan santan.

Kaspe memiliki filosofi "karepe sepi ing pamrih" yang artinya berniat melakukan sesuatu tanpa
pamrih dan mengajarkan kesederhanaan untuk mengkonsumsi makanan yang ada disekitar
lingkungannya.

11. Ketan Panca Warna


Ketika wanita Jawa memperingati usia kehamilan lima bulan, ketan panca warna sangat
memegang peranan penting.

Edisi II Indrakarona Ketaren


179
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Tradisi membuat ketan panca warna dipandang sebagai wujud harapan si ibu hamil kepada
anak yang dikandungnya.

Ketan panca warna mempunyai lima macam warna, yaitu merah, putih, hijau, kuning, dan
hitam, yang masing-masing warna, mempunyai makna yang dalam.

Kelima warna itu selain menggambarkan usia kehamilan, juga menyimbolkan kelima unsur
manusia. Yaitu cipta, rasa, karsa, jiwa, dan raga. Karena orang Jawa meyakini kelima unsur
itu diberikan Tuhan YME ke si jabang bayi di usia kehamilan kelima.

Artinya, harapannya di usia kehamilan kelima itu si bayi yang dikandung ketika lahir nanti bisa
menjadi manusia yang sempurna lahir dan batinnya.

Biasanya dalam penyajian untuk prosesi doa, ketan panca warna juga dilengkapi dengan rujak
crobo, nasi punar, dan nasi ponthang.

Rujak crobo menyimbolkan cita-cita, nasi punar sebagai simbol pencerahan, dan nasi
ponthang sebagai simbol kekuatan.

Oleh karena itu, jangan dilihat bungkusnya, tapi coba kupas isinya. Begitu kiranya pepatah
bijak mengatakan. Seperti halnya tradisi Jawa, yang sekilas terlihat sederhana namun
sejatinya penuh makna dalam mengartikan Ketan Panca Warna sebagai simbol keutuhan jati
diri manusia yang penuh makna ajaran luhur kehidupan.

12. Ketan, Kolak dan Apem


Rangkaian makanan ketan, kolak, dan apem kerap ditemui dalam upacara Nyadran dalam
budaya masyarakat Jawa . Rangkaian ini sebenarnya tidak hanya muncul pada upacara
Nyadran saja, tapi hampir di keseluruhan rangkaian ritual slametan kematian di budaya Jawa,
yang dimulai sejak pitung dinan (hari ketujuh). Semua makanan itu disajikan di lokasi ataupun
dikirim ke kerabat-kerabat sebagai hantaran.

Kehadiran ketan, kolak, dan apem dalam suatu rangkaian memberikan makna yang berbeda
dengan bila mereka hadir sendiri-sendiri.

Ketan, kolak, dan apem memperoleh makna dengan mengaitkan nama tersebut dengan suatu
kata dalam bahasa Arab.

Ketan dengan kata ‘Khata-an’ yang berarti ‘kesalahan’. Secara filosofis, ini bermakna bahwa
manusia dituntut agar ingat pada perbuatan salah, yang berawal dari diri sendiri, dan
kemudian diharapkan agar terhindar dari kesalahan yang sama.

Kolak dengan kata ‘Kholaqo’ atau sering juga dengan kata 'kholiq' atau 'khaliq'. Artinya adalah
‘mencipta’. Dari sini, muncul harapan agar pelaku (yang membuat dan yang memakan) dapat
semakin mendekatkan diri kepada Tuhan. Ini dalam rangka mendoakan orang yang telah
meninggal dan berada di alam lain.

Sementara apem dengan kata ‘Afwun’ yang berarti ‘permintaan maaf’ atau ‘ampunan’. Tak
hanya meminta maaf, apem ini juga dimaknai sebagai simbol agar manusia juga dapat mudah
memaafkan kesalahan orang lain.

Kaitan ketan, kolak, dan apem sebagai salah satu cara penyebaran agama Islam pada masa
lalu. Ini karena makanan ketan, kolak, dan apem bukan berasal dari daerah Arab.

Lebih jelas lagi, di India terdapat makanan bernama Appam yang mirip dengan apem.
Terlepas dari itu, ketan, kolak, dan apem memiliki makna lain yang tersirat di dalamnya. Ini
bisa dilihat dari tekstur dan rasa makanannya, hingga keberadaannya dalam ritual lain.

Rangkaian ketan, kolak, dan apem adalah suatu simbol yang memiliki makna permintaan maaf
atau ampunan, baik dalam hubungan antar manusia maupun dengan Tuhan. Namun perlu

Edisi II Indrakarona Ketaren


180
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

digaris bawahi bahwa simbol itu berkaitan erat dengan arwah orang yang telah meninggal atau
leluhur.

Ini yang membedakannya dengan kupat (ngaku lepat) yang sama-sama memiliki makna
meminta maaf, namun antar sesama manusia yang masih hidup. Di beberapa ritual, rangkaian
jajanan ini bahkan juga sebagai simbol atas bentuk rasa hormat kepada leluhur.

Ketan, kolak, dan apem yang dikatakan sebagai simbol merupakan rangkaian benda
sederhana, yaitu makanan sehari-hari, yang merujuk pada suatu nilai besar (yang berbeda
konteks) dalam tatanan masyarakat di kebudayaan Jawa.

Sebagai simbol, ketan, kolak, dan apem juga dapat dikatakan sebagai cara berkomunikasi
tidak langsung sesama masyarakat yang berlatar belakang kebudayaan sama. Secara
simbolis, ungkapan yang ingin disampaikan tersalurkan melalui rangkaian hidangan tersebut.

Terkait dengan konsep besar kebudayaan Jawa, ketan, kolak, dan apem sesuai dengan
falsafah “sangkan paraning dumadi” (berasal dan kembali pada Sang Pencipta). Karena itulah
masyarakat Jawa mempercayai adanya kekuatan ghaib yang mengawasi dan menyertai
kehidupan manusia.

Ritual slametan yang dilakukan merupakan salah satu upaya memohon keselamatan dunia.
Begitu pula kenduri yang merupakan perjamuan makan untuk memohon keselamatan dalam
rangka menyambut dan memperingati peristiwa hidup tertentu.

Kemunculan ketan, kolak, dan apem tidak lagi cuma bisa kita lihat sebagai jajanan biasa.
Ketan, kolak, dan apem sebagai simbol memiliki fungsi dalam keberlangsungan tatanan di
masyarakat - sesuai dengan filosofi yang telah disebutkan sebelumnya.

Melalui simbol sebagai alat komunikasi yang tidak langsung, tatanan dalam masyarakat untuk
menjalani kehidupan sesuai dengan falsafah Jawa tadi dapat terlaksana.

Secara langsung, keberadaan simbol berupa ketan, kolak, dan apem yang memiliki unsur-
unsur dua kebudayaan menjelaskan adanya peleburan budaya untuk menjaga tatanan tadi.

Masuknya kebudayaan baru (Islam-Arab) tetap menghormati dan menggunakan kebudayaan


sebelumnya (Hindu-India), berikut simbol-simbolnya.

Melalui peleburan kebudayaan dan keinginan untuk mempertahankan tatanan, muncul


interaksi kreatif yang memunculkan simbol-simbol baru atau makna-makna baru dari simbol
dalam kebudayaan sebelumnya.

Meski begitu, pada masa sekarang sudah mulai ada perubahan tradisi. Keberadaan ketan-
kolak-apem dalam ritual kematian sudah bukan sesuatu yang wajib. Hantaran dan suguhan
yang dibagikan kepada masyarakat banyak yang telah diubah menjadi roti karena alasan
kepraktisan. Akibatnya, sudah tidak terdapat lagi makna permohonan maaf atau ampunan
dalam hantaran tersebut. Wajar terlihat saat ini karena tatanan dalam masyarakat pun sedikit-
banyak telah mulai berubah.

13. Ketupat
Ketupat atau Kupat adalah hidangan khas Asia Tenggara yang dibuat dari beras yang
dimasukkan ke dalam anyaman daun kelapa dan dikukus atau direbus sehingga matang.

Ketupat paling banyak ditemui sekitar waktu Lebaran, ketika umat Islam merayakan
berakhirnya bulan puasa (Ramadhan).

Dilihat dari segi bentuknya, ketupat mempunyai nilai seni sehingga dapat dikatakan sebagai
karya seni budaya seorang.

Edisi II Indrakarona Ketaren


181
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Apabila dilihat dari maknanya ketupat merupakan ungkapan budaya yang mengandung
falsafah hidup yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, yaitu sebagai dasar dalam
bersikap dan bertindak.

Ketupat sebagai karya budaya dikaitkan dengan suatu hasil dengan beraneka macam bentuk.
Sedang ketupat sebagai ungkapan budaya adalah merupakan simbol yang di dalamnya
terkandung makna dan pesan tentang kebaikan.

Umumnya ketupat identik sebagai hidangan spesial lebaran, tradisi ketupat ini diperkirakan
berasal dari saat Islam masuk ke tanah Jawa.

Lebaran ketupat merupakan tradisi masyarakat sebagai ungkapan syukur setelah


melaksanakan ibadah puasa dan bukan sekadar makanan yang disajikan untuk menjamu para
tamu pada hari raya Idul Fitri, termasuk juga merayakan genapnya enam hari berpuasa sunah
Syawal.

Sebagai ungkapan budaya, ketupat yang terdiri dari beras / nasi yang dibungkus daun kelapa
muda dan janur (bahasa Jawa) memberi makna dan pesan antara lain :
i. Beras / nasi adalah simbol nafsu dunia, sedangkan janur yang dalam budaya Jawa
disebut “Jarwa Dhosok” adalah “Jatining Nur” (sejatinya nur), yaitu hati nurani. Jadi
ketupat dimaksudkan sebagai lambang nafsu dan hati nurani, yang artinya agar nafsu
dunia dapat ditutupi oleh hati nurani.
ii. Pesan yang terkandung di dalamnya adalah agar seseorang dapat mengendalikan
diri, yaitu menutupi nafsu-nafsunya dengan hati nurani (dilambangkan nasi bungkus
dengan janur). Sebagaimana disadari bahwa di dalam diri manusia terdapat nafsu-
nafsu buruk yang dapat mempermainkan manusia itu sendiri.
iii. Di samping itu, Tuhan memberi kepada manusia hati nurani, yaitu suara hati nurani
(suara kecil) yang memberi manusia peringatan-peringatan apabila akan melakukan
hal-hal yang menyimpang dari garis keutamaan. Oleh karena itu hati nurani
merupakan kunci kewaspadaan manusia terhadap perilakunya sehari-hari di dunia ini,
atau hati nurani sebagai alat kendali nafsu-nafsu manusia.
iv. Apabila manusia tidak dapat mengendalikan nafsu-nafsu dunianya, maka seseorang
akan menampakkan sifat ego dan tindak yang dilakukannya mencerminkan nafsu
angkara. Ini berarti cahaya Tuhan berkurang di dalam menyinari hati manusia.
Seharusnya seseorang mampu memerangi nafsu angkaranya sehingga tercapai
pengendalian diri yang serasi.

Demikian makna yang terkandung dalam ketupat, yaitu memberikan pesan agar seseorang
mampu mengendalikan diri dari nafsu-nafsu buruknya.

Sejarah tentang ketupat ditandai oleh Sunan Kalijaga yang pertama kali memperkenalkan
kepada masyarakat Jawa. Beliau membudayakan dua kali Bakda, yaitu Bakda Lebaran dan
Bakda Kupat. Bakda Kupat dimulai seminggu sesudah Lebaran.

Pada hari yang disebut Bakda Kupat tersebut, di tanah Jawa waktu itu hampir setiap rumah
terlihat menganyam ketupat dari daun kelapa muda. Setelah selesai dianyam, ketupat diisi
dengan beras kemudian dimasak. Setelah selesai dimasak, ketupat tersebut diantarkan ke
kerabat yang lebih tua, sebagai lambang kebersamaan.

a. Arti Kata Ketupat


Ketupat yang dalam bahasa Sunda juga disebut kupat, dimaksudkan agar seseorang jangan
“suka ngupat”, yaitu membicarakan hal-hal buruk pada orang lain karena akan membangkitkan
amarah. Dengan lambang ketupat ini dipesankan agar seseorang dapat menghindarkan diri
dari tindak ngupat tersebut.

Tindakan “ngaku lepat” ini telah menjadi kebiasaan atau tradisi pada tanggal satu Syawal,
yaitu setelah melaksanakan ibadah puasa dengan menyediakan hidangan ketupat berikut lauk

Edisi II Indrakarona Ketaren


182
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

pauknya di rumah-rumah, sehingga disebut dengan ketupat lebaran. Semua ini sebagai simbol
pengakuan dosa baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa maupun terhadap sesama manusia.

Dalam filosofi Jawa, Ketupat Lebaran bukanlah sekedar hidangan khas Hari Raya Lebaran.
Ketupat memiliki makna khusus. Ketupat merupakan kependekan dari "Ngaku Lepat dan Laku
Papat".

Dalam hal ini terkandung pesan agar seseorang segera mengakui kesalahannya apabila
berbuat salah.
i. Ngaku Lepat:
Tradisi sungkeman menjadi implementasi ngaku lepat (mengakui kesalahan)
bagi orang Jawa. Prosesi sungkeman bersimpuh di hadapan orang tua seraya
memohon ampun yang masih membudaya hingga kini. Sungkeman
mengajarkan pentingnya menghormati orang tua, bersikap rendah hati,
memohon keikhlasan dan ampunan dari orang lain, khususnya orang tua.

ii. Laku Papat:


Laku papat artinya empat tindakan dalam perayaan Lebaran. Budaya
menyediakan hindangan ketupat pada tanggal satu syawal terkandung pesan
agar seseorang melakukan tindakan yang empat tersebut, yakni:
a. Lebaran
Bermakna usai, menandakan berakhirnya waktu puasa.
Berasal dari kata lebar yang artinya pintu ampunan telah
terbuka lebar. Ini dimaksudkan bahwa satu syawal adalah
tanda selesainya menjalani puasa, biasa disebut dengan
Lebaran. Di hari Lebaran itu diharuskan untuk makan, tidak
puasa lagi, puasanya sudah selesai.

b. Luberan
Bermakna meluber atau melimpah ibarat air dalam tempayan,
isinya melimpah sehingga tumpah ke bawah. Ini sebagai
simbol yang memberikan pesan untuk memberikan sebagian
hartanya kepada fakir miskin, yaitu sadaqoh dengan ikhlas
seperti tumpahnya / lubernya air dari tempayan tersebut..
Pengeluaran zakat fitrah menjelang Lebaran pun selain
menjadi ritual yang wajib dilakukan umat Islam, juga menjadi
wujud kepedulian kepada sesama manusia.

c. Leburan
Maknanya adalah habis dan melebur. Leburan, seiring
dengan pengertian ngaku “lepat”, yaitu saling mengaku
berasal dan saling meminta maaf dalam budaya Jawa
pelaksanaan Leburan dalam satu syawal nampak pada
ucapan dari seseorang yang lebih rendah status sosialnya
kepada seseorang yang lebih tinggi status sosialnya atau dari
anak kepada orang tua, yaitu ucapan “Mugi segeda lebur ing
dinten menika”. Maksudnya pada momen Lebaran, dosa dan
kesalahan kita akan melebur habis (lepas) karena setiap umat
islam dituntut untuk saling memaafkan satu sama lain.

d. Laburan
Berasal dari kata labur atau kapur. Kapur adalah zat yang
biasa digunakan untuk penjernih air maupun pemutih dinding.
Dalam hal ini sebagai simbol yang memberikan pesan untuk
senantiasa menjaga kebersihan diri dan kesucian lahir dan
batin. Jadi setelah melaksanakan leburan (saling maaf
memaafkan) dipesankan untuk menjaga sikap dan tindak

Edisi II Indrakarona Ketaren


183
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

yang baik, sehingga dapat mencerminkan budi pekerti yang


baik pula.

b. Makna Filosofi Ketupat


i. Mencerminkan beragam kesalahan manusia. Hal ini bisa terlihat dari rumitnya
bungkusan ketupat ini.
ii. Mencerminkan kebersihan dan kesucian hati. Setelah ketupat dibuka, maka akan
terlihat nasi putih dan hal ini mencerminkan kebersihan dan kesucian hati setelah
memohon ampunan dari segala kesalahan.
iii. Mencerminkan kesempurnaan. Bentuk Ketupat begitu sempurna dan hal ini
dihubungkan dengan kemenangan umat Islam setelah sebulan lamanya berpuasa
dan akhirnya memasuki Idul Fitri.
iv. Karena ketupat biasanya dihidangkan dengan lauk yang bersantan, maka dalam
pantun Jawa pun ada yg bilang "KUPAT SANTEN", Kulo Lepat Nyuwun
Ngapunten (Saya Salah Mohon Maaf).

Semua makna filosofi itu dihubungkan dengan kemenangan umat Muslim setelah sebulan
lamanya berpuasa dan akhirnya menginjak hari yang fitri. Itulah makna, arti serta filosofi dari
ketupat.

Namun, tujuan dari tradisi makan ketupat bersama keluarga maupun tetangga setelah shalat
sunah Ied diharapkan menjadi momen untuk saling mengakui kesalahan. Selain dari makna
mengakui kesalahan, makna tersembunyi dari ketupat, bentuk segi empat ternyata wujud dari
prinsip “kiblat papat lima pancer” yang berarti empat arah mata angin dan satu pusat. Prinsip
tersebut kalau diotak-atik maknanya berarti empat arah mata angin utama, yaitu timur, selatan,
barat, dan utara yang bertumpu di satu pusat. Bila salah satu arah mata angin itu hilang, maka
keseimbangan alam goyah.

Terjemahan bebas filosofi tersebut bisa dikaitkan dengan arah jalan hidup manusia. Ke mana
pun arah yang ingin ditempuh manusia hendaknya tidak akan lepas dari pusatnya, yaitu Allah
Yang Maha Esa. Oleh sebab itu, agar tidak goyah maka manusia harus tetap ingat kepada
Sang Khalik sebagai pusat dari segalanya. Ada pula yang mengartikan prinsip “kiblat papat
lima pancer” bahwa ke mana pun manusia menuju, pasti selalu kembali kepada Allah.

Dalam ritual terbatas, ketupat pada saat tertentu digunakan sebagai pelengkap sesaji dalam
upacara daur hidup, yaitu untuk pelengkap sesaji selamatan empat bulan orang mengandung.
Adapun jenis ketupat yang digunakan adalah ketupat jago, ketupat sinta, ketupat sido lungguh
dan ketupat luwar.

Belum ditemukan sumber yang mengungkap makna yang ada di dalamnya dan kiranya perlu
dikembangkan penelitian lebih lanjut.

Dalam upaya memberikan suatu yang baik, maka ketupat sebagai pelengkap sesaji selamatan
masa empat bulan kehamilan diwujudkan maknanya dengan 4 (empat) jenis ketupat sebagai
berikut :
i. Ketupat Jago, dikandung maksud agar kelak jabang bayi yang akan lahir, apabila
laki-laki diharapkan dapat menjadi jago, yaitu mempunyai watak kesatriya dan
mempunyai kedudukan yang tinggi.
ii. Ketupat Sinta. Sinta adalah simbol wanita cantik dan berburi luhur. Dalam
hubungan ini diharapkan apabila anak yang akan lahir adalah wanita, memiliki
paras yang cantik dan berbudi luhur.
iii. Ketupat Sido Lungguh. Ada keyakinan bahwa pada kehamilan empat bulan,
Tuhan Yang Maha Esa meniupkan roh pada si jabang bayi, dengan demikian
dalam kehamilan empat bulan itu si jabang bayi di dalam kandungan menjadi
sempurna lahir batin, dalam arti sebagai manusia kecil yang telah diberi unsur jiwa
dan raga. Demikian pula jabang bayi yang diberikan kedudukan (sido lungguh)
sebagai manusia kecil.

Edisi II Indrakarona Ketaren


184
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

iv. Ketupat Luwar. Ketupat luwar diberikan arti lepas atau keluar. Simbol ini
memberikan pesan agar kelak jabang bayi dapat lahir dengan mudah dan
selamat. Juga simbol ini memberikan pesan “ngeluwari ujar”, yaitu lepasnya suatu
harapan. Dalam hubungan dengan kehamilan berarti tercapainya harapan orang
tua yang menginginkan anak melalui proses kehamilan. Dalam hal lain ketupat
luwar digunakan sebagai sarana upacara yang terkandung maksud telah
tercapainya suatu yang diinginkan.

Betapa besar peran para Walisongo memperkenalkan agama Islam dengan menghormati dan
menumbuh-kembangkan tradisi budaya sekitar / setempat, seperti tradisi Lebaran dan
hidangan ketupat. Oleh karena itu, kita seharusnya memuliakan budaya atau ajaran yang telah
disampaikan para Walisongo dalam mensiarkan agama baru yaitu Islam.

Sebagian masyarakat Jawa memaknai rumitnya membuat anyaman ketupat dari janur sebagai
bungkus beras, mencerminkan kesalahan manusia. Warna putih ketupat ketika dibelah
melambangkan kebersihan setelah bermaaf-maafan. Butiran beras yang dibungkus dalam
janur hingga menyatu merupakan simbol kebersamaan dan kemakmuran.

Penggunaan janur sebagai kemasan pun memiliki makna tersembunyi. Janur dalam bahasa
Arab yang berasal dari kata “jaa a al-nur” bermakna telah datang cahaya. Sedangkan
masyarakat Jawa mengartikan janur dengan “sejatine nur” (cahaya). Dalam arti lebih luas
berarti keadaan suci manusia setelah mendapatkan pencerahan cahaya selama bulan
Ramadan.

Ketupat juga sering dihidangkan dengan sate. Bila dihidangkan dengan tahu dan gulai menjadi
kupat tahu yang sering ditemani juga dengan sayur labu / buncis. Selain itu, tradisi makan
ketupat lebaran yang masih langgeng sampai saat ini adalah penggunaan sayur opor sebagai
pasangannya. Sayur opor pun memiliki makna filosofi, jika dilihat dari asal-usul bahan
dasarnya yang menggunakan santan kelapa. Bahasa Jawa dari santan ialah “santen” yang
mempunyai makna “pangapunten” atau memohon maaf.

Di beberapa kalangan masyarakat Jawa, ketupat sering digantung di atas pintu masuk rumah
sebagai semacam jimat. Di Bali ketupat sering pula dipersembahkan sebagai sesajian
upacara.

Sedangkan ketupat dalam tradisi Betawi merupakan simbol untuk mengingat asal-usul dan
leluhur mereka yang agraris sekaligus maritim. Beras, bahan dasar ketupat, merupakan
kekentalan tradisi agraris, sementara daun kelapa yang digunakan untuk membungkus,
adalah lambang masyarakat maritim. Ketupat juga simbol kerekatan dan kemanfaatan dalam
bermasyarakat.

Kini warisan dari Sunan Kalijaga ini masih tetap dipertahankan bahkan sudah bukan milik
Jawa saja tetapi sudah menjadi makanan di Asia Tenggara yang mana dapat dijumpai di
negara Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina, Thailand dan sebagainya. Ini terjadi
akibat banyaknya orang orang Jawa yang bermukim di negeri jiran itu.

Demikian makna yang terkandung dalam ketupat yang dihidangkan yang makan dapat ingat
akan makna dan pesan yang ada dan dapat melaksanakan pesan tersebut dalam wujud sikap
dan tindak sebagai pengamalan budi luhur khususnya pada satu syawal dan dalam kehidupan
sehari-hari.

14. Kue Apem


Apem, atau dikenal juga dengan nama Appam di negeri asalanya India, adalah penganan
tradisional yang dibuat dari tepung beras yang didiamkan semalam dengan mencampurkan
telur, santan, gula dan tape serta sedikit garam kemudian dibakar atau dikukus. Bentuknya
mirip serabi namun lebih tebal.

Edisi II Indrakarona Ketaren


185
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Bentuknya yang bermacam – macam ada yang dibentuk bunga ada juga yang dibentuk hewan
sesuai dengan selera dari yang membuat.

Terbuat dari tepun terigu, tape, gula dan garam. Bahan – bahannya sangat sederhana dan
juga mudah dibuat hanya perlu dikukus, tidak membutuhkan waktu lama.

Seperti tumpeng yang diadopsi dari budaya hindu – budha, apem juga merupakan bentuk
peleburan budaya arab dan jawa.

Apem adalah simbol dari kesederhanaan terihat dari bahan – bahannya yang mudah dicari
dan pembuatannya tidak membutuhkan waktu yang lama tetapi tetap nikmat mengajari
manusia tentang rasa bersyukur.

Menurut legenda, sejarah dan tradisi kue ini dibawa oleh Ki Ageng Gribig yang merupakan
keturunan Prabu Brawijaya kembali dari perjalanannya dari tanah suci.

Ki Ageng Gribig membawa oleh-oleh 3 (tiga) buah makanan dari sana. Namun karena terlalu
sedikit, kue apem ini dibuat ulang oleh istrinya.

Setelah jadi, kue-kue ini kemudian disebarkan kepada penduduk setempat. Para penduduk
berebutan mendapatkan kue Ki Ageng Gribig itu sambil meneriakkan kata “yaqowiyu” yang
artinya “Tuhan berilah kekuatan.”

Makanan ini kemudian dikenal oleh masyarakat sebagai kue apem, yakni berasal dari saduran
bahasa arab “affan” yang bermakna ampunan (maaf). Tujuannya adalah agar masyarakat juga
terdorong selalu memohon ampunan kepada Sang Pencipta.

Lambat laun kebiasaan ‘membagi-bagikan’ kue apem ini berlanjut pada acara-acara
selamatan menjelang Ramadhan.

Walau disimbolkan sebagai bentuk komunikasi non verbal, kata permintaan maaf yang
sebenarnya kata sederhana itu tidak mudah bagi semua orang untuk mengutarakannya.

15. Kue Bacot


Kue Bacot merupakan tradisi dalam masyarakat Betawi yang dilakukan pasca lamaran
seorang pria kepada mempelai wanita. Biasanya kita temui pada masyarakat Betawi yang
tinggal di kampung bernama Sudimara Pinang, Tangerang-Banten. Ketika pihak mempelai
pria melamar mempelai wanita, itu biasanya diiringi dengan berbagai bawaan makanan dan
barang-barang lainnya yang kemudian diserahkan kepada pihak wanita. Yang biasa disebut
dengan seserahan.

Beberapa hari kemudian, mempelai wanita “membalas” seserahan dari mempelai pria itu
dengan memberikan berbagai jenis kue tradisional; yang terdiri dari kue geplak, kue cincin,
wajik, serondeng, uli, dan dodol. Kue-kue tersebut dikumpul jadi satu dan ditaruh di bakul
(biasanya lebih dari satu bakul), yang kemudian oleh pihak mempelai pria diberikan kepada
kerabat-kerabat dekatnya tanpa meminta izin terlebih dahulu.

Kerabat-kerabat dekatnya ini, kemudian diharuskan (sudah ada semacam kontrak sosial)
mengembalikan bakul kue tersebut dengan menyertakan sejumlah uang didalamnya. Jumlah
uang yang harus disertakan tidak ditentukan. Tetapi, jika uang yang diterima oleh si pemberi
kue itu nominalnya sedikit, kurang dari biaya membuat kue-kue itu, biasanya ini jadi bahan
omongan. Keluhan-keluhan akan rasa tidak senang karena uang yang diberikan tidak
sebanding dengan harga kue-kue itu sontak menjadi perbincangan orang-orang kampung.

“Ahh.. die mah ngasihnye dikit banget, dikata murah apa bikin ni kue”, kira-kira begitu yang
dikatakan pemberi Kue Bacot ini setelah menerima bakul yang disertai uang. Begitu pun
dengan si penerima kue, jika ia memberikan uang yang sekiranya lebih dari harga kue-kue
tersebut, dalam hati kecilnya pasti ada sesuatu yang mengganjal, perasaan tidak ikhlas. Lalu

Edisi II Indrakarona Ketaren


186
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

berkata “Ah elah, harusnye bisa buat nyawer ni duit, gegara ni kue jadi kaga jadi. Biarin dah,
daripada jadi bahan omongan orang kampung. Emang dasar Kue Bacot!”.

Pergunjingan yang muncul oleh rasa tidak senang karena menerima uang yang tidak sesuai
dengan biaya membuat kue-kue disatu sisi, dan karena harus mengeluarkan uang lebih disisi
lain, kemudian menjadi dasar penamaan dari kue-kue ini, Kue Bacot! Karena bacot
merupakan sebuah kata dari bahasa sehari-hari yang memiliki arti sama dengan banyak
bicara.

Secara etik, tradisi Kue Bacot ini dapat dilihat sebagai sebuah penggalangan dana bagi
mereka yang hendak menyelenggarakan sebuah pesta perkawinan. Mereka yang ingin
menikah, untuk menambah dana pesta pernikahannya, mereka membuat kue dengan
beberapa varian seperti yang disebutkan diatas.

Kue-kue itu, seperti yang sudah dijelaskan, dibagikan kepada kerabat-kerabat terdekat.
Kerabat-kerabat ini nantinya diharuskan menyertai uang (tidak ditentukan nominalnya) pada
bakul tempat menaruh kue-kue tadi. Dari situ, sebenarnya diharapkan sebuah keuntungan dari
biaya pembuatan kue yang nantinya untuk meringankan beban biaya pesta pernikahan.
Betawi punye gaye!

16. Kue Gethuk


Lama sudah orang mengenal Gethuk atau getuk (dalam bahasa Indonesia), namun belum
banyak yang mengetahui asal mula dan sejarah terciptanya makanan ini.

Filosofi dari getuk singkong adalah melambangkan kesederhanaan dan mempergunakan


potensi yang kita miliki secara aktif dan kreatif sehingga membuat kita lebih mandiri dalam
berbagai macam situasi.

Pada dasarnya Getuk Singkong melambangkan kesederhanaan, nrimo ing pandum, qona’ah,
apa adanya, dan jauh dari sikap konsumerisme atau gagah-gagahan semata.

Di saat-saat bangsa sedang dilanda krisis ekonomi yang berimbas pada fluktuasi harga
barang dan sembako, dan berujung pada rendahnya daya beli masyarakat, maka rakyat diajak
untuk mengeratkan tali pinggang meskipun hanya dengan mengkonsumsi singkong. Dalam
kondisi yang demikian, singkong pun bisa menjadi pilihan yang tepat untuk bertahan karena
memang harganya yang murah meriah dan bisa didapatkan di mana saja.

Sejarah Gethuk berawal pada jaman penjajahan Jepang, konon pada masa itu beras yang
merupakan makanan pokok Indonesia, merupakan barang langka yang sulit untuk di temukan,
sehingga penduduk lokal (asli) Magelang berupaya mengganti makanan pokok mereka
dengan ketela, yang saat itu banyak terdapat di sekitar rumah dan mudah ditemukan di pasar.

Pionirnya adalah mbah Ali Mohtar yang berasal dari Desa Karet, Magelang yang pertama kali
membuat getuk. Ia mencoba berinovasi dengan ketela sehingga menjadi satu makanan yang
menarik untuk dihidangkan dan tak membosankan untuk dimakan. Ketela dikukus kemudian
dihaluskan sekedarnya menggunakan cara manual yaitu dengan cara ditumbuk oleh 4 – 6
orang dalam sebuah lesung kemudian dicampur dengan gula.

Tahun 1985 mbah Ali berhasil membuat mesin penggilas ketela yang dapat membuat adonan
gethuk menjadi lebih cepat dan halus. Setiap orang dapat menikmati getuk kapan pun dimana
pun. Biasanya orang- orang menyantap cemilan ini pada saat tea time di sore hari.

Siapapun tentu kenal baik dengan singkong. Tanaman ‘kaum alit’ ini boleh dikatakan sangat
digemari oleh masyarakat Indonesia. Bukan semata umbinya yang bercita rasa khas,
kemudian filosofi tentang singkong telah mengajarkan kepada kita bahwa kesederhanaan dan
kerendah-hatian dan dibarengi dengan berbagai macam potensi diri yang memadai, akan
menjadikan hidup kita lebih acceptable di segala ruang dan waktu.

Edisi II Indrakarona Ketaren


187
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

17. Kue Lemper


Kudapan ini memang memiliki sejarah yang panjang dan terkandung nilai filosofis di
dalamnya. Dahulu kue lemper merupakan makanan khusus untuk keluarga ningrat atau raja
dikalangan masyarakat Jawa.

Bagi masyarakat Jawa, lemper memiliki nilai filosofis sebagai simbol persaudaraan, yang
disimbolkan dari sifat ketan yang lengket yaitu mencerminkan persaudaraan antar individu
manusia yang saling menyatu.

Dalam acara hajatan, lemper menunjukkan harapan akan datangnya rejeki. Orang yang
memiliki hajatan berharap akan datangnya rejeki yang akan menempel selama menggelar
acara tersebut.

Di Yogyakarta, ada sebuah tradisi makan lemper yang unik. Di daerah Plered, Bantul, terdapat
desa yang bernama Wonokromo. Desa inilah yang selalu melaksanakan tradisi Rabu
Pungkasan yang berarti hari Rabu terakhir.

Rabu Pungkasan adalah Rabu terakhir di bulan Sapar dalam tahun Islam. Bagi masyarakat
setempat, perayaan ini dianggap sakral dan penting sebab, pada hari itu dipercaya sebagai
waktu bertemunya Sri Sultan Hamengkubuwono I dengan Kyai Faqih Usman, ulama Islam
yang terkenal di Yogyakarta.

Lemper kini bukan makanan khas atau ikon suatu daerah, tetapi lemper tergolong makanan
yang umum dan pasti dijumpai di setiap jajanan pasar di Indonesia.

18. Kue Nagasari


Nagasari atau Nogosari (dalam bahasa Jawa) adalah jenis kue tradisional dan termasuk
dalam golongan kue basah.

Kue ini merupakan salah satu kue tradisional yang terbuat dari tepung beras, tepung tapioka,
gula pasir, santan dan bahan untuk pengisinya biasanya berupa pisang. Kue dibungkus
dengan daun pisang sehingga sangat terasa nuansa tradisionalnya, lalu dikukus hingga
matang.

Kue Nagasari merupakan makanan khas daerah Indramayu yang dikenal sebagai daerah
penghasil beras terbesar di Jawa Barat. Dengan produksi beras yang melimpah masyarakat
berfikir untuk mengolah beras tidak hanya menjadi makanan pokok saja (nasi), lalu diolah
beras tersebut sehingga menjadi tepung yang mana menjadi bahan utama kue nagasari
dengan campuran santan dan bahan bahan lain, yang kemudian dibungkus menggunakan
daun pisang dan dikukus.

Nagasari belum diketahui dari mana asalnya, meskipun disebut khas Indramayu, namun bila
ditinjau dari nomenklatur-nya terdapat dua suku kata yakni Naga dan Sari. Kita mengetahui
bahwa Naga adalah hewan legenda dari daratan Cina yang hidupnya kuat serta salah satunya
di lambangkan sebagai jiwa yang terhormat sedangkan Sari (dalam kamus besar bahasa
Indonesia) diartikan sebagai isi utama dari suatu benda. Jadi bila disatukan, Nagasari berarti
isi utama dari suatu benda yang terhormat atau melegenda. Acara yang sering menyajikan
kue Nagasari adalah kenduri atau perjamuan adat makan bersama untuk memperingati
peristiwa, meminta berkah, dan sebagainya.

19. Kue Pasung, Gedang dan Apem


Menjelang Bulan Ramadhan kebanyakan masyarakat Jawa selalu menyediakan makanan
ritual pasung, gedang (pisang) dan apem yang mana tradisi itu masih selalu dilaksanakan
hingga kini.

Pasung, gedang (pisang) dan apem memiliki filosofi yang mendalam dalam upaya
penyusupan dan pengenalan agama Islam oleh wali songo di pulau Jawa yang waktu itu
masih memeluk agama hindu dan budha.

Edisi II Indrakarona Ketaren


188
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Ketiga kata tersebut berasal dari bahasa Arab yakni:


i. Pasung berasal dari kata "fa shaumu" yang berarti berpuasalah.
ii. Gedang dari kata "ghodan" yang berarti besok.
iii. Apem dari kata "afuwwun" yang berarti ampunilah (do’a dalam sholat tarawih,
lengkapnya adalah "Allahumma Innaka Afuwwun Karim Tukhibbul Affa Fa’fuanni").

Sehingga apabila diterjemahkan secara lengkap adalah "Besok sudah mulai Bulan Puasa
maka berpuasalah, sedangkan kalau malamnya lakukan sholat tarawih dengan membaca do’a
tersebut diatas”

20. Lawar
Bagi masyarakat Hindu di Bali lawar tidak hanya berfungsi sebagai makanan tetapi juga
mempunyai makna sosial yang erat kaitannya dengan upacara adat dan keagamaan Hindu itu
sendiri.

Lawar antara lain berfungsi sebagai alat komunikasi, ritual dan menunjukkan identitas budaya
masyarakat setempat sebagai sarana dalam melaksanakan upacara adat maupun keagamaan
seperti upacara pernikahan, kematian dan upacara ditempat-tempat suci (Pura).

Sebagai alat komunikasi, lawar bersama dengan jenis makanan lainnya, seperti nasi,
diberikan kepada orang lain dan tidak terbatas pada hanya keluarga dekat, tetapi kepada
semua orang yang dianggap telah memberikan bantuan baik moril maupun material pada saat
dilaksanakan suatu upacara tertentu.

Lawar yang diberikan kepada orang lain tersebut dikenal dengan nama jotan sebagai
ungkapan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantunya.

Disamping itu jotan juga berfungsi sebagai tanda atau permakluman kepada orang lain bahwa
orang yang mengirim lawar tersebut sedang atau akan melaksanakan upacara tertentu misal
upacara pernikahan ada dikenal nasi rongan (beberapa unsurnya adalah lawar, sate dan
nasi).

Nasi rongan ini biasanya diberikan oleh pihak keluarga mempelai laki-laki kepada keluarga
mempelai perempuan, kemudian nasi rongan tersebut oleh keluarga pihak mempelai
perempuan dibagi-bagi tanpa memperhatikan jumlah besar pembagiannya.

Tiap bagian nasi rongan tersebut selanjutnya diberikan kepada seluruh keluarga mempelai
perempuan yang maknanya adalah sebagai pemberitahuan bahwa akan dilaksanakan
upacara mepamit di keluarga perempuan.

Fungsi religius dari lawar sangat menonjol di daerah Bali, yaitu lawar digunakan sebagai salah
satu sarana dalam membuat sesajen untuk menyatakan rasa syukur, bhakti serta terima kasih
kehadapan Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kehidupan di dunia ini.

Dalam kaitan dengan fungsi inilah lawar tidak pernah absen dalam suatu upacara baik adat
maupun keagamaan khususnya agama Hindu di Bali.

Lawar mengandung makna keharmonisan dan keseimbangan. Hal ini dilihat dari bahan-bahan
pembuatnya yaitu : parutan kelapa (putih, simbol Dewa Iswara di timur); darah (merah, simbol
Dewa Brahma di selatan); bumbu-bumbu (kuning, simbol Dewa Mahadewa di barat); dan
terasi (hitam, simbol Dewa Wisnu di utara). Keempat arah mata angin tersebut melambangkan
keseimbangan.

Selain itu sifat-sifat bahannya yang berupa rasa manis (kelapa), asin (garam), pahit (buah
limo), pedas (bumbu), amis (darah), asam (asam), dan bau busuk (terasi) jika mampu
meraciknya dengan tepat akan menghasilkan rasa yang nikmat.

Ini merupakan filosofi bagi seorang pemimpin dalam mengoptimalkan potensi-potensi


rakyatnya yang berbeda-beda sehingga bisa menciptakan keharmonisan.

Edisi II Indrakarona Ketaren


189
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Filosofi yang sering diutak-atik di Bali adalah tentang makna “kosong” dan “penuh”. Kosong
acap diberi arti tentang keheningan, bukan kenestapaan.

Kosong, nol, bukan hampa, sering dianggap sebagai sesuatu yang tertinggi, paling mulia,
luhur, dan maha luas. Hanya mereka yang kenyang pengalaman hidup, pernah mengalami
yang paling tinggi, bias bertemu dengan kosong. Mereka yang sudah pernah penuh, baru
kemudian bias menikmati kosong.

Hakikat kosong dan penuh ini lazim menjadi pembicaraan ketika Hari Raya Nyepi. Orang-
orang berdebat tentang ujung dan awal tahun yang meriah penuh, hening, kosong. Penuh dan
kosong dihayati sebagai sebuah siklus, mata rantai tak kenal putus.

Orang-orang yang sangat menikmati kemeriahan penuh hiruk-pikuk pengerupukan sehari


menjelang Nyepi, karena mereka yakin besok pasti bersua kosong.

Tapi, di Bali, orang lebih suka menikmati penuh ketimbang meresapi kosong. Hanya para
yogin, penekun spiritualisme, merasa sangat bahagia jika bersua dengan kosong. Berjam-jam
mereka bersemedhi agar bisa berada dalam wilayah maha luas. Sebaliknya, banyak orang
merasa terpuaskan jika diri terpenuhi, merasa sengsara jika mereka berada dalam kosong.

21. Lupis
Lupis (sering disebut Mo Ham Koi) merupakan makanan khas Indonesia terutama area Jawa.
Dahulu bentuknya segitiga, tetapi karena sulit untuk membungkusnya, maka dibentuk bulat
memanjang. Lupis dibuat dari beras ketan yang dimasak lalu dibungkus dengan daun pisang.

Menurut filosofinya, Lupis itu bersifat lengket yang sulit dipisahkan satu dengan yang lain. Hal
ini merupakan bukti bahwa orang Jawa memiliki persaudaraan yang erat dan tidak dapat di
pecah belah.

Memakan lupis sendiri dulu harus menggunakan pincuk atau merupakan singkatan dari Pinten
– Pinten Cukup (bersyukur). Ketika kita menerima sesuatu, kita tidak boleh berlebihan dalam
berekspresi, kita harus mengingat kepada yang memberi dan juga bersyukur pada tuhan yang
Maha Kaya.

Sedangkan Gula Aren atau yang disebut Juruh hal tersebut mengacu kepada Leren. Hal ini
mengisyaratkan agar kita tidak hanya memburu kemanisan yang ada di dunia saja, akan tetapi
ada hal penting lain yang patut dipikirkan yakni akhirat.

Dikatakan, ketan sebagai bahan dasar lopis memiliki makna persatuan (rekat erat), karena
ketan yang sudah direbus memiliki daya rekat yang kuat dibanding nasi.

Bungkus lopis diambil dari daun pisang, yang memiliki arti perlambang kemakmuran. Bahwa
Islam selalu menumbuhkan kebaikan dan menjaga karunia Tuhan.

Daun pisang yang digunakan tidak boleh terlalu tua ataupun terlalu muda, karena akan
berpengaruh pada cita rasa lopis tersebut.

Presiden Soekarno pernah bersabda di pekalongan tahun 1950 "tul lopis kuntul baris", yang
bermisi ngajak rakyat gotong royong. Jadi kata lupis diambil dari "Holopis Kuntul Baris"" yang
bermakna gotong royong.

Asal mula istilah "Holopis Kuntul Baris", bermula saat pekerja rodi Anyer-Panarukan di bawah
belanda bermaksud menyebut nama pria gagah asal Prancis berdarah Spanyol, Don Lopez
Comte De Paris, seorang pengawal Gubernur Daendles yang berperawakan kekar, berasal
dari Spanyol bergelar bangsawan Perancis, yang oleh masyarakat bawah masa itu (terutama
pekerja rodi), namanya dijadikan semacam “semangat” untuk dapat mengangkat barang-
barang besar.

Edisi II Indrakarona Ketaren


190
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

22. Nasi Golong


Nasi golong atau nasi putih yang di bentuk bulat – bulat bermakna sebagai simbol persatuan /
pemersatu seluruh warga, berharap hidup tentram dan tidak ada berpecahan antar warga.
Dengan kata lain, menyimbolkan jembatan bagi berbagi golongan masyarakat dalam hal ini
orang kaya dan miskin.

Flosofi ini merupakan simbol masyarakat desa Karang Tengah daerah Banyumas di Jawa
Tengah

Sebagaimana status manusia dimata Tuhan, nasi golong menyimbolkan dalam tradisi
nyadranan tidak adanya perbedaan status bagi orang kaya dan orang miskin.

Di jaman sekarang, manusia telah menjadi budak dunia, tidak lagi memperdulikan ikatan
persaudaraan. Karena status atau jabatannya, orang bisa lupa, dan bertindak jahat kepada
manusia lain, sedangkan kodratnya sebagai manusia tidak melambangkan demikian dimana
dan seharusnya saling menolong dan saling menghormati.

Dari penjabaran diatas, berbagai makanan yang tersaji dan dihidangkan dalam tradisi
nyadranan mengandung makna dan arti tertentu. Makna yang disetujui oleh warga desa
Karang Tengah dan menjadi tradisi yang turun temurun merupakan bukti kekuatan makna
komunikasi non verbal dari makanan tradisional tersebu yang salah satunya nasi golong.

23. Nasi Kebuli


Tidak mudah mengiyakan tanpa menjelaskan tradisi di sekitar nasi kebuli. Sebab, bukan
hanya etnis Betawi atau orang Indonesia yang mengenal nasi kebuli, tetapi juga negara lain
seperti di Malaysia. Beberapa kampung di Distrik Pahang dan Kuala Lipis, misalnya, nasi
kebuli juga disajikan pada setiap acara peringatan keagamaani atau pada acara tradisi
setempat.

Di Indonesia, resep nasi kebuli diperkenalkan orang-orang Kerala, India. Karena


kepiawaiannya memasak, mereka dibawa oleh para pedagang dari Gujarat, India. Selain
berdagang, orang-orang Gujarat yang populer dengan sebutan sebagai orang Koja ini juga
menyebarkan agama Islam dan tradisi mereka, termasuk makan nasi kebuli bersama.
Kehadiran orang-orang Koja kemudian terdesak oleh kedatangan para pedagang dari Yaman
Selatan yang juga membawa resep nasi kebuli.

Nasi kebuli memang berasal dari Yaman Selatan atau Hadramaut. Nasi ini mirip dengan nasi
biryani. Masyarakat Betawi yang sudah lebih dahulu mengenal resep nasi kebuli dari orang
Koja tetap membuat nasi kebuli ala orang Koja. Kisah terciptanya nasi kebuli itu dipelopori
para ulama yakni dimulai ketika para pemuka agama asal Hadramaut, Yaman, memiliki misi
menyebarkan agama Islam di negeri India yang kemudian menyebar ke kepulauan Nusantara.

Untuk menyambung lidah antara cita rasa Yaman dan India, para ulama akhirnya mencampur-
adukkan rempah-rempah asal Timur Tengah dan India. Sehingga terciptalah makanan dengan
aroma khas tersendiri. Tak sampai disitu, para ulama yang ada di Indonesia kemudian
melakukan beberapa percobaan untuk menyempurnakan cita rasa nasi buatan mereka.
Dengan melalui banyak eksperimen, ditambahlah bahan utama lainnya yaitu daging kambing

Resep nasi kebuli orang Koja yang lebih kaya rempah lebih dekat dengan lidah orang Betawi.
Sampai sekarang, peranakan Hadramaut Betawi yang membuka warung nasi kebuli lebih
banyak memilih resep orang Koja ketimbang resep asalnya. Karena lekat dengan tradisi
Betawi, nasi kebuli akhirnya diakui sebagai masakan Betawi.

Dalam budaya Betawi, nasi kebuli biasanya disajikan dalam hari perayaan agama Islam
seperti saat bulan Ramadan, Maulid Nabi, maupun hari raya Idul Fitri. Tetapi semenjak tahun
1960-an mulai merambah ke pasar yang dalam upaya bisnis ini tetap bertahan, porsi, rasa,
dan penampilannya pun diubah sesuai keinginan pasar yang berkembang.

Edisi II Indrakarona Ketaren


191
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Filosofi nasi kebuli adalah sebagai hidangan yang khusus disajikan untuk para tamu yang
dihidangkan diatas ‘nampan’ dengan pesan untuk makin mempererat tali silaturahmi antar
jamaah dan memuliakan para tamu yang hadir.

24. Nasi Urap


Nasi urap memiliki makna dan khazanah filosofi yang indah dalam hubungannya dengan
falsafah hidup dan keaneka ragaman serta sebagai perlambang tentang kerjasama dan
kekompakan.

Nasi urap lazim ditemukan dalam masakan Indonesia, akan tetapi jika ditelusuri, nasi urap
berasal dari khazanah masakan Jawa.

Nasi urap sama sekali tidak mengandung daging, dan dapat dimakan begitu saja sebagai
makanan vegetarian atau sebagai bagian dari hidangan lengkap.

Sedangkan urap sendiri biasanya merupakan syarat atau hidangan penting sebagai sayur
pengiring dan pelengkap tumpeng Jawa. Urap juga lazim disajikan bersama nasi kuning.

Sayuran yang lazim digunakan sebagai bahan urap antara lain; bayam, kangkung, daun
singkong, daun pepaya muda, kacang panjang, taoge, dan kubis.

Semua sayur-mayur ini direbus atau dikukus. Kebanyakan rumah tangga memilih
menggunakan kelapa parut segar yang masih kaya santan, daripada kelapa parut ampas
santan, karena kelapa parut segar memberikan rasa yang kaya dan gurih.

Kelapa parut ini dibumbui dengan bawang merah, bawang putih, dan cabai merah yang
dihaluskan, air asam jawa, kencur, garam, dan gula jawa.

Nasi putih melambangkan niat yang tulus dan bersih, wujud kesyukuran tertinggi karena nasi
merupakan makanan pokok dan sebagai hasil bumi dari tanah tempat asal muasalnya diri
manusia.

Jenis sayur mayur melambangkan berbagai bentuk karakter manusia, pola pikir dan
perbedaan yang ada. Disajikan dengan merebusnya terlebih dahulu tanpa tambahan bumbu
apapun.

Di sini bermakna bahwa semua ego, karakter dan berbagai macam perbedaan hendaknya di
lebur (di rebus) dalam satu posisi yang sama tanpa mengedepankan "bumbu" kekayaan,
kepangkatan dan lain-lain; semua sama dan setara.

Setelah itu seluruh rebusan sayur mayur tersebut di campur secara merata dengan parutan
kelapa melambangkan harmonisasi keanekaragman, kesetaraan yang merata, sama di rasa
dan dibagi dan siap berkarya bersama-sama (dalam artian nasi urap telah siap saji untuk di
santap).

Jadi inti filosofi nasi urap adalah wujud keaneka ragaman dan kekompakan yang mengalir
didalam kehidupan bermasyarakat terlambangkan dengan hidangan tersebut.

25. Polo Pendem


Polo pendem adalah makanan tradisional Jawa yang diambil dari dalam tanah, seperti umbi-
umbian yang layak dimakan,diantaranya : ketela pohon / kaspe ( siongkong ) ketela rambat /
telo (ubi boled ) mbothe / talas, bentol, ganyong kacang ose (kacang tanah) dan masih
banyak lagi lainya , tetapi pada hakekatnya segala jenis umbu-umbian yang biasa ditanam di
kebun para petani.

Dalam selamatan adat Jawa, telo memiliki filosofi tersendiri yaitu “netheli barang sing olo”
artinya menanggalkan hal-hal yang buruk. Sedangkan ketela pohon atau kaspe memiliki
filosofi “karepe sepi ing pamrih” yang artinya berniat melakukan sesuatu tanpa mengharapkan

Edisi II Indrakarona Ketaren


192
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

balasan dan mengajarkan kesederhanaan untuk mengkonsumsi makanan yang ada disekitar
lingkungannya.

Bagi sebahagian masyarakat jawa tanah itu merupakan sesuatu yang sangat sakral, karena
dengan mengolah tanah manusia bisa mengambil atau mendapat bahan makanan untuk
hidup sehari-hari, seperti umbi-umbian.

Tanah melambangkan asal muasal kehidupan (manusia berasal /diciptakan dari tanah),
begitupun yang namanya polo pendem juga berasal dari dalam tanah.

Filosofi polo pendem mengajarkan kepada generasi penerus agar tidak terlalu bergantung
pada satu makanan pokok saja, karena yang namanya polo pendem itu sangat banyak
macamnya.dan salah satu diantarnya dapat dijadikan makanan pokok.

Polo pendem juga mengajarkan kepada generasi yang akan datang agar bisa hidup lebih
sederhana, artinya hidup tidak terlalu berpoya-poya.

Dalam adat Jawa telo memiliki filosofi yaitu “netheli barang sing olo” artinya menanggalkan
hal-hal yang buruk, sedangkan ketela pohon atau kaspe memiliki filosofi “karepe sepi ing
pamrih” yang artinya berniat melakukan sesuatu tanpa pamrih.

26. Rendang
Rendang merupakan menu utama bagi masyarakat Minang yang dipengaruhi cita rasa
masakan dan bumbum-bumbu dari India yang diperoleh melalui para pedagang Gujarat, India.

Rendang berasal dari daerah pegunungan, tepatnya daerah Pariangan, Padang, Sumatera
Barat. Dari sanalah rendang mulai merambah ke daerah-daerah di luar Sumatera bahkan ke
seluruh dunia.

Dahulu kala rendang disajikan sebagai menu utama bagi para bangsawan. Akan tetapi, saat
ini rendang sangat digemari oleh masyarakat minang khususnya dan bahkan oleh seluruh
lapisan masyarakat serta para wisatawan asing.

Rendang memiliki posisi terhormat dalam budaya masyarakat Minangkabau, karena memiliki
nilai filosofi tersendiri bagi masyarakat Sumatera Barat, yakni melambangkan keutuhan
masyarakat dalam musyawarah dan mufakat dengan merujuk kepada 4 (empat) bahan pokok
yang digunakan dalam membuatnya, yakni :
a. Dagiang (daging); sebagai bahan baku utama dalam membuat rendang yang
merupakan lambang dari ninik mamak (para pemimpin suku adat) yang ada di
Minangkabau
b. Karambia (kelapa); sebagai bahan pendukung yang merupakan lambang cadiak
pandai (kaum intelektual).
c. Lado (cabe); sebagai lambang alim ulama yang pedas yaitu tegas untuk mengajarkan
syariat agama.
d. Pemasak (bumbu); sebagai pelengkap yang merupakan lambang dari keseluruhan
masyarakat Minang.

Seni memasak Rendang ini berkembang juga ke kawasan serantau lainnya diseluruh
Sumatera hingga sampai ke negeri seberang di Negeri Sembilan (Malaysia) yang banyak
dihuni perantau asal Minangkabau. Karena itulah rendang dikenal luas di Semenanjung
Melayu karena sebagian besar penduduk Malaysia yang berbudaya Melayu berasal dari
Sumatera.

Kelebihan rendang selain terkenal sebagai makanan yang tahan lama juga bercita rasa pedas,
namun ketika sudah sampai lidah, rasa pedasnya akan hilang. Masakan ini mampu bertahan
sampai 3 (tiga) bulan tanpa dipanaskan kembali, tanpa berubah rasa dan aroma. Semakin
lama disimpan maka akan semakin enak rasanya.

Edisi II Indrakarona Ketaren


193
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Pada awalnya rendang dibuat karena masyarakat Minang membutuhkan makanan untuk
dibawa-bawa lebih dari 2 bulan. Seperti diketahui, masyarakat Minang gemar merantau,
termasuk untuk bekal naik haji, apalagi perjalanan menuju Mekkah zaman dahulu bisa
berbulan-bulan menggunakan kapal laut. Makanya diawetkan dengan cara dikeringkan.
Rendang, bila dimasak dengan benar sampai kering, bisa tahan 1-3 bulan di udara terbuka.

Rendang dimasak selama kurang lebih 8 (delapan) jam agar bumbu meresap sempurna, dan
diperoleh cita rasa yang khas dan nikmat. Untuk memasak rendang harus menggunakan
santan dari buah kelapa yang tua karena lebih banyak lemaknya agar rasanya lebih gurih. Bila
menggunakan santan instan rasanya kurang begitu lezat.

Memasak rendang tidak bisa sembarangan. Jika memasak dengan api kecil maka hanya akan
menghasilkan kari daging. Bila dimasak terus akan menjadi kalio daging yang agak berminyak
dan bila dimasak lebih lama lagi baru akan menghasilkan rendang.

27. Rujak Bebek


Dalam tradisi masyarakat Sunda dan Jawa Tengah dikenal penyajian rujak serut dalam tradisi
tujuh bulanan kehaliman seorang ibu yang pertama kali.

Tradisi ini jarang dilaksanakan sehingga banyak orang khususnya generasi muda tidak tahu
bahwa rujak serut bebeg merupakan salah satu bagian dari upacara tradisi 7 bulanan yang
bermakna bahwa pendidikan bukan saja setelah dewasa akan tetapi semenjak benih tertanam
di dalam rahim ibu.

Dalam upacara ini sang ibu yang sedang hamil di mandikan dengan air kembang setaman,
dan disertai doa yang bertujuan untuk memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar selalu
diberikan rahmat dan berkah sehingga bayi yang akan dilahirkan selamat dan sehat.

Upacara ini diikuti oleh acara pemotongan tumpeng tujuh yang diawali dengan doa kemudian
makan rujak, dan seterusnya.

Pada hakekatnya, dasar dari semua upacara tradisi masyarakat Jawa adalah suatu ungkapan
rasa bersyukur dan permohonan kepada Yang Maha Kuasa untuk keselamatan dan
kenteraman.

Rasa bersyukur dan permohonan ini diungkapkan dalam bentuk lambang-lambang yang
masing-masing mempunyai makna.

Akan tetapi kini upacara adat ini sudah jarang dilakukan oleh masyarakat Indonesia, sehingga
banyak orang yang tidak mengetahui bahwa rujak serut ini adalah bagian dari ritual tujuh
bulanan kehaliman seorang ibu yang pertama kali.

28. Rujakan
Saat wanita sedang mengandung di usia mencapai 7 (tujuh) bulan, masyarakat Jawa biasanya
mengadakan suatu upacara kehamilan.

Upacara tujuh bulanan ini selalu menyajikan beberapa jenis makanan, salah satunya rujak
tujuh bulan atau dikenal dengan sebutan "rujakan".

Kenapa perempuan yang hamil 7 (tujuh) bulan dibancaki dengan rujakan. Ini adalah simbolis,
agar ibu yang mengandung dan bayi yang dikandungnya mendapat keselamatan.

Maka dilakukan simbolisasi menghantar rujak pada tetangga dan handai taulan, dengan
harapan yang menerima rujak itu diminta untuk ucapan terimakasih membalas dengan “do’a
rojak” (doa selamat). Rujak berasal dari bahasa Arab yang artinya “selamat”.

Buah-buahan yang digunakan dalam isi rujak juga terdiri dari tujuh macam jenis yaitu buah
delima, jeruk bali, nanas, jambu air, bengkuang, pepaya, dan kedondong.

Edisi II Indrakarona Ketaren


194
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Konon setiap buah yang digunakan untuk acara tujuh bulanan memiliki mitos tersendiri untuk
menyempurnakan bayi dalam kandungan si ibu agar terlahir sempurna. Antara lain buah
delima melambangkan agar si bayi dalam kandungan nanti memiliki bibir yang merah dan
bengkuang memberi makna agar bayi dalam kandungannya memiliki kulit yang putih bersih.

Buah delima (disebut juga sebagai buah surga) yang menurut kaum Tionghoa buah delima itu
adalah makanan “Dewa Langit” penguasa nirwana. Etnis Tionghoa dalam ritualnya akan selalu
memburu buah delima kendati harganya cukup mahal, meskipun begitu, jika tidak lengkap pun
tidak apa-apa.

Rasa rujak tujuh bulan ini juga memiliki pertanda tentang jenis kelamin bayi yang ada dalam
kandungan si ibu. Konon bila rasa rujak manis, maka jenis kelamin dalam kandungannya
adalah perempuan, namun bila rasa rujak ini pedas maka bayi dalam kandungannya adalah
laki-laki.

29. Semar Mendem


Semar mendem adalah kudapan jajanan tradisional masyarakat Solo dan Yogyakarta, yang
berbentuk seperti lemper, tetapi tidak dibungkus daun pisang selayaknya lemper, namun
dibalut dengan dadar atau crepe campuran telur dan sedikit tepung.

Semar mendem terbuat dari ketan yang tengahnya diisi suwiran daging ayam. Untuk
prosesnya tergolong makanan yang cukup rumit dibuat karena tidak digoreng maupun dibakar
melainkan dikukus yang prosesnya dilakukan berulang.

Terdapat dua filosofi yang menggambarkan asal muasal nama Semar Mendem, yakni :

Pertama, Semar Mendem digunakan sebagai penggambaran terhadap kekuasaan yang kerap
mengesampingkan kepentingan rakyat dan kebenaran. Bahwa tidak semestinya ‘para semar’
itu mendem (mabuk) kekuasaan, yang kemudian menihilkan kebenaran dan nilai kemanusian
yang harusnya selalu mereka perjuangkan. Sejatinya Semar merupakan gambaran perpaduan
dari rakyat kecil sekaligus dewa Kahyangan, maka suara Semar, suara rakyat kecil
sesungguhnya adalah suara Tuhan yang semestinya didengar penguasa dan penghuni istana.

Kedua, Semar Mendem digunakan sebagai penggambaran tokoh pewayangan Indonesia,


yaitu Semar yang digambarkan sebagai sosok gembul yang senang sekali makan. Ia makan
hingga kekenyangan, dalam bahasa Jawa, kekenyangan atau ‘mabuk’ disebut juga mendem.

30. Sesate Bali


Sate atau sesate merupakan salah satu sarana upakara Hindu di Bali yang menyimbolkan
bentuk-bentuk senjata perang para Dewa.

Biasanya sate dibuat sehari sebelum hari raya Galungan dan Kuningan, tepatnya saat
penampahan atau hari pemotongan hewan persembahan.

Dalam buku Dharma Caruban, disebutkan ada sembilan macam sate dalam Galungan.
Namanya sate penawa-sangan, yang melambangkan senjata Sang Hyang Nawa Dewata atau
sembilan dewata yang berada di sembilan penjuru mata angin.

Ada juga sate yang disuguhkan untuk para tamu, yakni sate linggih. Daging yang digunakan
biasanya daging bebek atau babi. Yang termasuk sate linggih antara lain sate lembat dan sate
empol. Biasanya daging dililitkan pada batang serai sehingga disebut sate lilit.

Filosofi sesate Bali melambangkan masyarakat Bali tidak bisa dicerai-beraikan.

31. Sijamba Langkok


Dalam budaya masyarakat Minangkabau, saat ada acara perhelatan adat dan sebelum acara
utama dimulai, disuguhkan kepada undangan makanan tradisional yang disajikan oleh anak-
anak muda yang memakai peci dan sarung dipinggang.

Edisi II Indrakarona Ketaren


195
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Makanan tersebut dihidangkan dengan dulang yang berisikan: Kalamai, Nasi Lamak,
Pinyaram dan Anak Inti.

Orang tua-tua selalu mengingatkan kepada generasi muda bahwa hidangan yang disebut
Sijamba Langkok tersebut adalah makanan adat yang penuh simbol dan filosofinya dan tidak
dapat diganti dengan bentuk lain.

Sijamba Langkok adalah simbol dari urang ampek jinih yaitu: (penghulu, malin, manti dan
dubalang) dalam bentuk makanan adat seperti :
a. Kalamai merupakan simbol dari penghulu dengan filosofinya “dipacik baganggam
taguah”. Kato penghulu manyalasai.
b. Nasi Lamak merupakan simbol dari malin dengan filosofinya “dipacik arek diganggam
taguah, suluah bendang dalam nagari, nan tahu dihala nan joharam”. Kato alim kato
hakikat.
c. Pinyaram merupakan simbol dari manti, dengan filosofinya “pipih nan buliah
dilayangkan”. Manti adalah urang yang arif bijaksano, nan tahu tinggi nan jo randah.
Kato manti kato bahubuang.
d. Anak Inti merupakan simbol dari dubalang dengan filosofinya “bulek nan buliah
digolongkon”. Dubalang berfungsi untuk parik paga dalam nagari, tahu jo ereang nan
jo gendeang. Kato dubalang kato mandareh.

Apabila kita tilik jumlah pinyaram dalam piring sebanyak 8 (delpan) buah, melambangkan
adalah undang-undang nan salapan, sementara 12 (dua belas) buah anak inti didalamnya
adalah undang-undang nan 12 baleh. Keduanya disebut dengan undang-undang duo puluah.

Undang-Undang Nan Duo Puluah mengatur tentang tuduhan, kejahatan / kesalahan dan
cemooh.

Undang-Undang Dua Puluh dibagi atas dua bagian besar, yakni Undang-Undang Dua Belas
dan Undang-Undang Nan Delapan.

Undang-undang nan salapan, namo kasalahan supayo jaleh, sadang panyatokan kasalahan,
iyolah undang-undang nan duo baleh. Kalau batamu di nan salapan, basuo pulo di nan duo
baleh, baru marupo kasalahan mamanuhi adat nan babakeh.

Pantun diatas menyatakan bahwa undang-undang nan salapan berisi nama kesalahan yang
sudah jelas, sedangkan undang-undang nan duo baleh memperjelas dari suatu kesalahan.

32. Soto
Secara khusus soto disajikan dalam buku ini mengingat soto adalah makanan yang sangat
populer di negeri ini. Hampir di setiap daerah dapat ditemukan soto dengan variasi yang
berbeda, disesuaikan dengan selera di tiap-tiap daerah. Tapi kendati berbeda dan jumlahnya
mencapai angka puluhan bahkan ratusan, judulnya tetap sama "Soto".

Perbedaan itu tidak hanya pada ciri khas masing-masing soto, yang konon katanya
menggambarkan keadaan daerah asal makanan itu sendiri. Jika anda berkeliling ke berbagai
daerah di Indonesia, maka akan banyak anda jumpai soto-soto yang benar-benar bhineka
terutama pada rasa-nya.

Soto merupakan akulturasi campuran dari berbagai macam tradisi dari Tiongkok dan India. Di
dalamnya ada pengaruh lokal dan budaya lain. Mie, bihun atau soun pada soto, misalnya,
berasal dari tradisi Tiongkok yang sebagai pendatang itu dari sekedar soto sampai kepada
pengenalan mie bakso yang prinsip memasaknya hampir sama dengan soto.

Ada beberapa soto yang menggunakan rimpang kunyit & daun kari yang merupakan bumbu
dari India yang kuah sotonya bersantan dan bersaus kental. Karena soto merupakan
campuran dari berbagai tradisi, maka asal usulnya menjadi sulit ditelusuri.

Edisi II Indrakarona Ketaren


196
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Penyebaran soto dari Sabang sampai Merauke seiring dengan penyebaran manusia
Indonesia. Makanan yang tersebar itu kemudian bisa diterima di tempat lain, diikuti dengan
upaya pelokalan yang tertulis di dalam menu resep-resep dari seluruh suku-suku yang ada di
Indonesia. Hampir tiap kota versi sotonya berbeda karena tiap kelompok masyarakat selalu
punya tradisi tertentu yang berhubungan dengan makanan. Proses pelokalan ini yang
mengakibatkan muncul berbagai jenis soto di Indonesia.

Makanan soto mungkin adalah satu diantara sekian banyak makanan yang berhasil
melakukan mutasi diri di Indonesia. Bentuk, rasa dan variasinya beragam mengikuti lokasi.

Pertama kali sebutan kata soto populer di wilayah Semarang. Orang Makassar menyebutnya
Coto, orang Pekalongan menyebutnya Tauto, orang Tegal menyebutnya Sauto dan orang
Banyumas menyebutnya Sroto.

Di pulau Jawa kita mengenal soto Bandung, soto Betawi, soto Jombang, soto Kudus, soto
Lamongan, soto Madura, soto Malang, soto Pekalongan, soto Surabaya, soto Tegal dan lain
sebagainya.

Ada juga identitasnya dinamakan dengan si pembuat soto, seperti di Bogor ada soto Pak
Kumis dan Soto Pak Salamdi maupun lain sebagainya. Di Tiongkok sendiri dinamakan
"Caudo atau Cauto" yang merupakan hidangan dari "caotu tang" atau sup babat dan dalam
bahasa Hokkian disebut "saoto”.

Memang, agaknya cukup sulit untuk menyatukan soto-soto di Indonesia. Kalau mau
disebutkan satu per satu mungkin dari Sabang sampai Merauke memiliki bentuk metamorfosis
makanan yang identik dengan kuah dan sensasi daun sereh ini. Bagaimanapun juga, masing-
masing daerah punya karakter sendiri yang 'angkuh'. Mungkin inilah yang selalu mengingatkan
kita tentang soto, jika berbicara soal persatuan Indonesia. Masing-masing memiliki ciri khas
unik.

Kalau soto ayam Lamongan kuahnya cenderung berwarna kuning cerah, tanpa santan,
komposisi kunyit dan sereh kental di lidah, ada taburan bawang goreng dan disajikan dengan
koya (kerupuk udang yang dihaluskan). Sedangkan soto daging Madura umumnya berkuah
lebih gelap, minim komposisi kunyit, disajikan tanpa koya, pakai kecambah (bukan taoge) dan
irisan daun bawang. Di Mojowarno, Jombang, jenis soto yang umumnya dibuat masyarakat
disana adalah soto ayam dengan kuah kuning yang tidak terlalu kental.

Penyajiannya dengan taburan keripik kentang yang diiris tipis, taburan bawang goreng, ayam
rebus yang disuwir-suwir, mihun (mie yang terbuat dari sari kacang hijau) dan kerupuk udang
utuh.

Seperti hasrat lidah kita untuk menerima berbagai aneka macam soto-soto, agaknya cukup
sulit untuk menerima sebuah persatuan. Seperti halnya, ketika orang Madura yang sudah
terbiasa dengan rasa soto Madura, hampir di pastikan tidak semua dapat menerima rasa Soto
Medan, begitu juga sebaliknya. Pastinya perbedaan itu selalu menimbulkan jarak, meskipun
tidak diungkapkan secara tersurat.

Apa mungkin ini sugesti yang bisa saja muncul dari sebuah kondisi situasi yang ada. Apa
mungkin penolakan itu, timbul karena angkuhnya lidah kita untuk menerima soto dari daerah
lain?

Namun yang pasti kalau soal makanan, memang lidah kita cukup sulit diatur karena kita
semua berasal dari ribuan suku dengan aneka budaya yang berbeda, meski masih satu ras
yakni Indonesia, begitu juga dengan soto.

Tapi agaknya sampai sekarang cukup sulit untuk mencari pemersatu soto-soto itu, seperti
sulitnya mencari titik temu kesatuan bangsa Indonesia. Mungkin hal ini dipicu oleh sebuah

Edisi II Indrakarona Ketaren


197
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

keadaan, dimana masyarakat tidak sempat lagi berfikir tentang hal itu. Sebab, didesak
pemikiran-pemikiran lain yang mungkin lebih dianggap penting. Atau bisa juga belum ada
momentum yang membuat persatuan itu ada.

Hal itu tentu berbeda dengan keadaan, ketika ada momen tertentu, sehingga rasa persatuan
menjadi cukup dibutuhkan. Ketika semangat kedaerahan tidak lagi diperlukan, tapi lebih
mengedepankan kesamaan nasib. Seperti yang terjadi diluar negeri. Di Singapore contohnya,
jika anda pernah datang ke restoran Indonesia yang ada di negeri itu, maka akan anda temui
menu soto Indonesia bukan soto Medan, Surabaya, Makasar, Padang, dan lain-lain. Hal ini
dipicu karena sebuah keadaan.

Agaknya ketika merasa satu bangsa, ditengah bangsa-bangsa lain, setidaknya ke-egois-an
karakter primordialis kedaerahan harus ditanggalkan. Jika mungkin dipaksakan menjual soto
Madura di restoran itu, maka dijamin tidak akan ada yang mau datang, sebab daya tariknya
hilang. Satu-satunya daya tarik ditempat itu hanya kata Indonesia. Kata itu sekaligus mewakili
identitas cukup banyak warga negara kita yang kebetulan berada disana.

Tapi apapun itu, soto tetaplah soto, dia hanya sebuah nama untuk menyebut salah satu jenis
makanan. Jika boleh mengutip kalimatnya Shakespeare, "Apalah arti sebuah nama?" Karena
soto tetaplah soto. Soto lebih mirip Bhineka Tunggal Ika, meski berbeda-beda tapi tetap satu.
Meski pada akhirnya soto hanya sebatas nama, kenikmatan hanya sebatas yang masuk ke
perut.

Tapi dari soto apapun yang kita ketahui dan aneka ragam penjelmaannya, semuanya sama-
sama menggunakan daging, karena memang bahan utama dari semua soto menggunakan
daging. Bahan daging itu merupakan persatuan dari perbedaan yang ada, karena ada
kesamaan menggunakan bahan daging, menjadikan soto sebagai "Bhineka Tunggal Ika"
makanan Indonesia.

Soto merupakan cara para leluhur berhemat daging atau bahan protein lainnya. Ini berkaca
pada budaya keluarga Indonesia yang pada umumnya terdiri dari jumlah besar. Untuk
semangkok soto dengan kuah yang berlimpah, dagingnya cuma beberap iris saja. Yang
membuat mangkok soto berlimpah, selain kuahnya, adalah campuran berupa bihun (mie atau
soun), sayuran dan perkedel. Semangkok soto itulah dinikmati keluarga secara bersama -
'bagi roto bagi roso'

Jadi kalau membicarakan persatuan agaknya harus mengingat soto yang telah menyatukan
kita, karena soto telah menyumbangkan identitas ke-Indonesia-an. Dari soto kita bisa belajar
beradaptasi dengan kondisi setempat. Mereka hidup damai dan belum pernah ada konflik soto.
Makanan saja bisa fleksibel, kenapa kita tidak bisa akur dengan orang yang beda etnis dan
bahasa.

33. Telo
Telo, atau dalam bahasa kita disebut sebagai ubi kayu. Konon sebutan telo berasal dari kata
(timbang ati gelo), dari pada kecewa / menyesal atau (timbang ngersulo), dari pada mengeluh
atau ada juga yang menyebut telo berasal dari kata tombo ati gelo, obat sakit hati.

Telo memiliki makna filosofi bagi masyarakat Jawa yang di artikan sebagai suatu masalah
yang harus diselesaikan dengan selamatan adat untuk "netheli barang sing olo" artinya
menanggalkan hal-hal yang buruk.

Manusia memang tidak pernah lepas dari yang namanya masalah, namun jika sebuah
masalah di pendam saja dalam hati, yang ada bukan malah selesai, akan tetapi bisa bisa
masalah itu malah semakin membesar dan bertambah

Sama seperti ubi kayu yang tertanam di dalam tanah, bukan hancur, namun makin lama makin
tumbuh besar dan bertambah banyak serta daunnya semakin menjalar kemana mana.

Edisi II Indrakarona Ketaren


198
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Sebab itu ketika manusia di hadapkan kepada sebuah masalah yang awal mulanya kecil,
manusia sering mengkaitkan dengan masalah lainnya yang seharusnya tidak berhubungan
dengan masalah itu sendiri.

Di situlah masalah bisa menjadi besar, sehingga banyak manusia yang kehilangan akal sehat.

Masyarakat Jawa meyakini bahwa ubi kayu dapat menjadi obat sakit perut, namun untuk bisa
dimakan, ubi harus terlebih dahulu di rebus atau di bakar.

Jika di rebus dengan air dalam panci (atau dibakar dengan kayu) memberi arti air adalah
sumber yang keluar dari tanah, sesuatu yang keluar dari hati diri manusia yang seperti air
yaitu Iman.

Jadi filosofi dalam kehidupan, sebuah masalah akan menjadi obat atau sesuatu yg bermanfaat
bagi manusia lain apabila masalah itu dilebur oleh iman yang ada dalam hati diri manusia
yakni Iman.

34. Terites
Terites (atau kata lain pagit-pagit) merupakan salah satu makanan khas tradisional
masyarakat Karo yang paling unik, dimana makanan ini terbuat dari berbagai jenis sayuran
dan berisikan sari jeroan atau bagian dalam sapi, kerbau, atau kambing. Bahan dasar sari itu
adalah rumput yang terdapat pada perut besar lembu, sapi, kerbau, atau kambing.

Sari rumput yang diambil belum yang jadi kotoran karena rumput ini diambil bukan dari usus
besar nya atau bagian sistem pencernaan. Rumput ini masih segar karena ketika lembu,
kerbau, kambing atau sapi memakan rumput maka rumput yang baru di mamah di mulut akan
ditelan dan dimasukan kedalam lumbung penyimpanan (perut besar).

Kemudian akan di mamah kembali yang kemudian di masukan kebagian pencernaan. Nah di
kantung penyimpanan itulah sari rumput tersebut di ambil. Tidak semua orang dapat mengolah
bahan utama ini dengan baik, karena tidak jarang pengolahan yang tidak baik akan
menyebabkan pagit-pagit berbau amis.

Sari rumput yang telah berbentuk ekstrak tersebut diambil dari lambung lembu, sapi, kerbau
atau kambing dan dihaluskan, diperas kemudian direbus untuk menghasilkan sari kaldu.

Sari kaldu ini diperoleh setelah 3-6 jam perebusan, yang terkadang dicampur dengan susu
kental manis untuk menghilangkan bau.

Warna sari kaldu yang dihasilkan tidaklah seperti kaldu kebanyakan, melainkan berwarna hijau
kecoklat-cokelatan karena berasal dari rumput yang telah dimamah oleh lembu, sapi, kerbau
atau kambing.

Setelah sari kaldu dihasilkan, maka bahan-bahan seperti kikil, daging sapi atau kerbau
dimasukkan dan diolah bersama bumbu-bumbu khas lainnya, seperti serai, jahe, asam yang
cukup banyak, rimbang dan daun-daunan, seperti daun singkong.

Saat pertama kali melihat pagit-pagit, makanan ini tidak terlalu menarik, warna kaldu dan
aromanya membuat orang enggan mencicipinya. Namun, sari kaldu ini memiliki cita rasa
tersendiri dan biasanya orang akan ketagihan untuk mencicipinya lagi dan lagi. Makanan ini
bukanlah makanan yang mudah diolah dan didapatkan sehingga keberadaannya pun sangat
langka

Terites bukan makanan adat dan wajib tetapi merupakan makanan khas tradisional Karo yang
biasanya dibuat atau di sajikan pada saat pesta besar seperti Merdang Merdem (Pesta Panen
Tahunan).

Edisi II Indrakarona Ketaren


199
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Filosofi terites menjelaskan tentang sari kehidupan manusia. Untuk diketahui masyarakat Karo
suka berkreatif. Karena keinginan tahu mereka kenapa lembu, sapi, kerbau, atau kambing itu
kuat bekerja di sawah atau menarik gerobak dengan hanya makan sayur-sayuran, maka
dilakukan eksperimen dengan mengambil sari makanan dari perut pertama itu yang dijadikan
sebagai pemberi rasa bagi campuran bahan-bahan lain.

35. Tiwul
Tiwul atau thiwul adalah makanan pokok pengganti nasi beras yang dibuat dari gaplek, ketela
pohon atau singkong (manihot utilissima).

Di Indonesia banyak terdapat jenis singkong seperti singkong Thailand, singkong racun,
singkong makan dan masih banyak lagi. Singkong yang digunakan untuk membuat tiwul dipilih
dengan kualitas yang baik dan tidak sembarang singkong dapat digunakan sebagai bahan
dasar pembuatan tiwul. Singkong yang dapat digunakan untuk membuat tiwul adalah jenis
singkong makan dan singkong Thailand.

Penduduk Pegunungan Kidul (Pacitan, Wonosobo, Wonosari, Wonogiri, Kebumen dan


Gunung Kidul) dikenal mengkonsumsi jenis makanan ini sehari-hari, termasuk juga sebagian
dr penduduk Indonesia. Penduduk Pegunungan Kidul kerap diplesetin dengan "anak
singkong" atau tiwulnya sendiri disebut "makanan wong deso".

Makna dari tiwul itu "kenyang dan tahan lama" karena dilatar belakangi oleh situasi kesulitan
pangan saat masa penjajahan Belanda dan Jepang.

36. Tumpeng
Nasi tumpeng sebagai hidangan paripurna (yang paling lengkap) merupakan warisan tradisi
nenek moyang yang sangat tinggi nilai dan maknanya. Tumpeng merupakan simbolisasi yang
bersifat sakral yang menunjukkan rasa syukur kepada Tuhan YME dan sarat dengan
mengenai ajaran makna hidup.

Kata tumpeng diartikan secara “jarwo dosok” sebagai “Tumapaking panguripan (tumindak
lempeng) tumuju Pangeran” adalah kepanjangan dari kata tumpeng yang mengartikan bahwa
"Manusia itu harus hidup menuju dan dijalan Tuhan".

Kata tumpeng berasal dari Bahasa Jawa yang padanan katanya sama dengan gunung. Asal
muasal bentuk tumpeng ini ada dalam mitologi Hindu, di epos Mahabarata.

Perlu diingat bahwa walaupun mayoritas masyarakat Jawa sekarang beragama Islam, masih
banyak tradisi masyarakat yang berpijak dari akar-akar agama Hindu.

Gunung, dalam kepercayaan Hindu adalah awal kehidupan, karenanya amat dihormati. Dalam
Mahabarata dikisahkan tentang Gunung Mandara, yang dibawahnya mengalir amerta atau air
kehidupan. Yang meminum air itu akan mendapat mendapat keselamatan. Inilah yang menjadi
dasar penggunaan tumpeng dalam acara-acara selamatan.

Masyarakat Jawa mempunyai kepercayaan bahwa ada kekuatan gaib di luar diri manusia
dapat mempengaruhi kehidupan mereka. Oleh karena itu, mereka merasa perlu memelihara
hubungan dengan kekuatan tersebut agar terjadi keseimbangan dengan kehidupan, yaitu
dengan cara selamatan.

Tumpeng inilah yang disajikan dalam acara selamatan tersebut, sehingga setiap unsur-unsur
bentuk tumpeng beserta lauk pauknya mempunyai makna-makna historis sendiri.

Bentuk kerucut merupakan gunung, yaitu tempat yang sakral dan lauk pauk sekelilingnya
adalah kehidupan lingkungan sehingga sebagai kesatuan yang tumpeng dan rangkaiannya
adalah simbol ekosistem.

Edisi II Indrakarona Ketaren


200
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Kerucut yang runcing melambangkan hubungan antara manusia dengan Tuhan, dengan
menempatkan Tuhan pada posisi puncak yang membawahi alam dengan segala isinya
dibawah puncak itu (badan dan dasar kerucut).

Kerucut yang kokoh terdiri dari butir-butir nasi melambangkan persatuan dan kebersamaan
memohon perlindungan dan keselamatan kepada Tuhan.

Bentuk kerucut juga simbol kesempurnaan (kasampurnan), makin keatas makin sempurna dan
makin sedikit jumlah nasinya. Ini lambang bahwa makhluk yang sempurna tidak sebanyak
yang biasa.

Sajian olahan nasi tumpeng sangat identik dengan budaya tradisi selamatan khas suku
bangsa di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa (Jawa, Sunda, dan Madura) dan Bali; sehingga
setiap unsur-unsur bentuk tumpeng beserta lauk pauknya mempunyai makna-makna historis
tersendiri.

Mengenai makna dibalik bentuk tumpeng yang kerucut inipun beragam, ada yang
menyebutkan kerucut merupakan cerminan kepercayaan masyarakat masa Hindu-Budha yang
menganggap Gunung Mahameru sebagai tempat suci dan keramat.

Ada pula yang menyebutkan kerucut merupakan simbol antara hubungan manusia dengan
Tuhan dengan melambangkan tingkat kesulitan manusia dalam mencapai kesempurnaan,
yaitu makin tinggi tingkat kesempurnaan, makin sedikit orang yang mampu dan memenuhi
persyaratannya.

Kerucut ditutupi segitiga daun pisang, sebagai simbol bentuk rumah suci tempat bersemayam
Gusti Allah berserta para dewa-dewi serta para hyang, atau arwah leluhur (nenek moyang).

Tumpeng berbentuk kerucut (trapezium) menjulang ke atas pada satu titik pusat di puncaknya
(top of mountain) seperti melambangkan tangan manusia merapat menyatu yang mengandung
makna 'mengarah / menyembah ke pada Tuhan YME' sebagai pusat dari ungkapan rasa
syukur.

Selain itu gunung bagi penganut Hindu diberi istilah méru, merepresentasi sistem kosmos
(alam raya). Jika dikaitkan dengan bagian puncak tumpeng, maka gunung melambangkan
Tuhan sebagai penguasa kosmos. Ini menjelaskan bahwa acara-acara selamatan dimana
tumpeng digunakan selalu dikaitkan dengan wujud syukur, persembahan, penyembahan dan
doa kepada Tuhan.

Selain pengaruh agama Hindu, bentuk tumpeng juga dipengaruhi oleh agama atau
kepercayaan masyakarat Jawa yang dikenal dengan “kejawen”.

Masyarakat Jawa sebenarnya menganggap kejawen sebagai seperangkat cara pandang dan
nilai yang dibarengi dengan sejumlah “laku” (perilaku).

Ajaran kejawen biasanya tidak terpaku pada aturan yang ketat seperti aturan agama pada
umumnya, tetapi menekankan pada konsep "keseimbangan". Praktek ajaran ini biasanya
melibatkan benda-benda tertentu yang memiliki arti simbolik.

Gunung berarti tempat yang sangat sakral oleh masyarakat Jawa, karena memiliki kaitan yang
erat dengan langit dan surga. Bentuk tumpeng bermakna menempatkan Tuhan pada posisi
puncak yang menguasai alam.

Bentuk kerucut melambangkan gunungan (méru) sebagai sifat awal dan akhir, simbolisasi dari
sifat alam dan manusia yang berawal dari Tuhan dan akan kembali lagi (berakhir) pada Tuhan
dan sebagai ajaran hidup, wujud rasa syukur dan terima kasih kepada YME atas
kebersamaan, keharmonisan dan kerukunan yang ada.

Edisi II Indrakarona Ketaren


201
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Sebagian besar upacara yang diselenggarakan dalam kebudayaan Jawa adalah bagian dari
ritual “kejawen” sehingga tentu saja pengadaan tumpeng dan posisinya yang penting dalam
sebuah upacara sangat berkaitan erat dengan makna simbolis yang terkandung dalam
tumpeng itu sendiri.

Maknanya menyimpan harapan dan pesan agar kesejahteraan & kesuksesan hidup semakin
"naik" dan "tinggi".

Kemudian aneka lauk yang ditata sekitar tumpeng melambangkan rakyat yang sejahtera.
Makna lain dari penempatan tumpeng beserta lauk pauknya menyimbolkan gunung dan tanah
yang subur di sekeliling gunung.

Walaupun penyajian tumpeng berbentuk kerucut, warna dari tumpeng pun memiliki makna
yang berbeda. Tumpeng yang disajikan dengan nasi putih atau tumpeng putih melambangkan
kesucian, sedangkan tumpeng yang disajikan nasi kuning atau tumpeng kuning
melambangkan masa keemasan, yaitu harapan rezeki akan melimpah dan masa depan-nya
cemerlang.

Tradisi nasi tumpeng dan juga selamatan dengan ritual berdoa bersama merupakan unsur
pengaruh Hindu yang saat ini sudah ter-akulturasi antara unsur Hindu-Islam dan budaya lokal
(syncretism).

Tumpeng dalam ajaran Islam, tumpeng menggambarkan “ketauhidan”. Bentuk tumpeng yang
lancip mengarah ke atas, yaitu ke arah Tuhan.

Namun apapun kupasan mengenainya, pada intinya dalam falsafah orang Jawa, tumpeng
merupakan media komunikasi spiritual masyarakat Jawa kepada sang Khalik berserta para
dewa-dewi serta para hyang, atau arwah leluhur nenek moyang.

Pada jaman globalisasi ini, makna tumpeng yang paling mendekati adalah bermakna
kebersamaan yang terbukti bahwa dengan menyajikan tumpeng disertai pula dengan makan
bersama untuk memohon keselamatan.

a. Makna Cabai Merah Di Nasi Tumpeng


Pada umumnya di puncak tumpeng ditancapkan cabai merah yang menyimbolkan damar atau
obor sebagai penerang jalan menuju Tuhan. Maksudnya adalah agar manusia yang
menyelenggarakan upacara selamatan mendapatkan kemudahan dalam menjalani
kehidupannya dengan mendapatkan sinar yang menerangi jalan yang awalnya gelap dan sulit
dilalui menjadi terang dan mudah dilalui dengan bantuan sinar tersebut.

Digunakannya cabe merah sebagai sesaji diasosiasikan sebagai nyala obor. Obor dalam
masyarakat Jawa digunakan sebagai penerang di saat gelap. Obor disimbolkan sebagai
damar sewu, maksudnya adalah sebagai penerang kehidupan. Dengan nyala seribu obor,
jalan gelap yang dilalui terasa mudah.

Dengan upacara selamatan segala halangan dan rintangan yang disebabkan oleh
ketidaktahuan akan dapat diselesaikan dengan mudah oleh manusia. Dengan demikian,
secara tidak langsung kesuksesan akan dengan mudah diraih.

Unsur- Unsur Tumpeng


Sesuai dengan aturan tradisionalnya lauk pauk untuk nasi tumpeng harus mengandung
beberapa unsur, yakni:
i. Unsur dari dalam tanah berupa umbi-umbian seperti kentang, ubi, kacang tanah
dan kedelai.
ii. Unsur dari atas tanah berupa sayur-sayuran, terutama daun kecarum (kemangi).
iii. Unsur hewan berupa ayam, daging sapi dan telur.
iv. Unsur dari laut berupa beraneka seafood atau hasil laut seperti ikan asin atau
udang.

Edisi II Indrakarona Ketaren


202
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Kesemua unsur tersebut merupakan wujud perwakilan semua hal yang dimiliki manusia untuk
dipersembahkan kepada yang Maha Kuasa.

Ada 3 (tiga) akronim yang perlu diketahui dalam tradisi tumpeng yakni :

i. Menurut tradisi Islam Jawa, "Tumpeng" merupakan akronim dalam bahasa Jawa : yen
metu kudu sing mempeng (bila keluar harus dengan sungguh-sungguh).
ii. Lengkapnya, ada satu unit makanan lagi namanya "Buceng", dibuat dari ketan.
Akronim dari: yen mlebu kudu sing kenceng (bila masuk harus dengan sungguh-
sungguh).
iii. Sedangkan lauk-pauknya yang disajikan untuk tumpeng selalu berjumlah 7 (tujuh)
macam. Akronim angka 7 (tujuh) dalam bahasa Jawa disebut pitu,
maksudnya Pitulungan (pertolongan) artinya permohonan pertolongan untuk
keselamatan dalam hidup manusia kepada Tuhannya.

Tiga kalimat akronim itu, berasal dari sebuah doa dalam surah al Isra' ayat 80: "Ya Tuhan,
masukanlah aku dengan sebenar-benarnya masuk dan keluarkanlah aku dengan sebenar-
benarnya keluar serta jadikanlah dari-Mu kekuasaan bagiku yang memberikan pertolongan".

Menurut beberapa ahli tafsir, doa ini dibaca Nabi Muhammad SAW waktu akan hijrah keluar
dari kota Mekah menuju kota Madinah.

Maka bila seseorang berhajatan dengan menyajikan Tumpeng, maksudnya adalah memohon
pertolongan kepada Yang Maha Pencipta agar kita dapat memperoleh kebaikan dan terhindar
dari keburukan, serta memperoleh kemuliaan yang memberikan pertolongan. Kesemua itu
akan didapatkan bila mau berusaha dengan sungguh-sungguh.

b. Lauk Pauk Pelengkap Nasi Tumpeng


Mengenai jenis masakan, bisa selalu disesuaikan dengan selera atau asal daerah. Untuk
tumpeng nasi kuning Jawa misalnya, bisa dipilih lauk ayam ingkung, kering tempe/kentang,
sambal goreng hati ampela, perkedel kentang, urap sayuran, telur pindang, serundeng daging,
ikan asin petek atau udang goreng.

Nasi dan Lauk pauk pelengkap tumpeng memiliki beberapa arti simbolik, antara lain:
i. Nasi putih melambangkan segala sesuatu yang kita makan, menjadi darah dan
daging haruslah dipilih dari sumber yang bersih atau halal.
ii. Ayam : ayam jago (jantan) yang dimasak utuh ingkung dengan bumbu
kuning/kunir dan diberi areh (kaldu santan yang kental), merupakan symbol
menyembah Tuhan dengan khusuk (manekung) dengan hati yang tenang
(wening). Ketenangan hati dicapai dengan mengendalikan diri dan sabar (nge”reh”
rasa).
iii. Ikan Asin (ikan teri /gereh pethek), dapat digoreng dengan tepung atau tanpa
tepung. Ikan asin hidup di laut dan selalu bergerombol yang menyimbolkan
kebersamaan dan kerukunan.
iv. Telur : telur direbus pindang, bukan didadar atau mata sapi, dan disajikan utuh
dengan kulitnya, jadi tidak dipotong – sehingga untuk memakannya harus dikupas
terlebih dahulu. Hal tersebut melambangkan bahwa semua tindakan kita harus
direncanakan (dikupas), dikerjakan sesuai rencana dan dievaluasi hasilnya demi
kesempurnaan. Piwulang Jawa mengajarkan “Tata, Titi, Titis dan Tatas”, yang
berarti etos kerja yang baik adalah kerja yang terencana, teliti, tepat perhitungan,
dan diselesaikan dengan tuntas. Telur juga melambangkan manusia diciptakan
Tuhan dengan derajat (fitrah) yang sama yang membedakan hanyalah ketakwaan
dan tingkah lakunya.
v. Sayuran dan Urab-uraban : Sayuran yang digunakan antara lain kangkung,
bayam, kacang panjang, taoge, kluwih dengan bumbu sambal parutan kelapa atau
urap. Sayuran-sayuran tersebut juga mengandung symbol-simbol antara lain:

Edisi II Indrakarona Ketaren


203
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

• Kangkung berarti jinangkung yang berarti melindung, tercapai.


• Bayam (bayem) berarti ayem tentrem,
• Taoge / cambah yang berarti tumbuh,
• Kacang panjang berarti pemikiran yang jauh ke depan/innovative

Tumpeng biasanya ditaruh dalam niru atau tampah yang diberi alas daun pisang. Kerucut nasi
ditaruh di tengah kemudian aneka lauk disusun melingkar di sisinya. Bisa juga ditambahkan
ekstra lauk-pauk dalam wadah terpisah.

Sebagai hiasannya biasanya digunakan beberapa garnis sayuran atau daun. Daun peterseli,
wortel, lobak, bonggol sawi, ketimun Jepang, kacang panjang, dan lain-lain dapat dibentuk dan
dihias menjadi hiasan cantik dalam Tumpeng.

c. Jenis Nasi Tumpeng


Tumpeng biasanya dikelompokkan berdasarkan tujuan atau acaranya. Ada yang rumit,
adapula yang sederhana. Berikut beberapa jenis di antaranya yakni :
i. Tumpeng Robyong
Tumpeng ini biasa disajikan pada upacara siraman dalam pernikahan adat Jawa atau
pemberkatan, dan syukuran.
Tumpeng ini diletakkan di dalam bakul dengan berbagai macam sayuran.
Di bagian puncak tumpeng ini diletakkan telur ayam, terasi, bawang merah dan cabai.
Dulu, tumpeng robyong disajikan untuk acara-acara besar, seperti musim panen,
mengusir
penyakit, atau meminta hujan.
Biasanya, selain tumpeng besar, juga ada intuk-intuk atau tumpeng kecil yang
mengelilingi tumpeng besar.
Adapula tiga macam kembang, yakni mawar, melati, dan kenanga. Selain itu, bubur
merah, putih, dan palang juga disajikan.
Di puncak tumpeng, biasanya ditusukkan telur ayam, terasi, bawang merah, dan
cabai.
ii. Tumpeng Pernikahanan
Tumpeng pernikahan mirip dengan tumpeng robyong, hanya saja setengah bagian
nasi tumpengnya dipotong secara mendatar.
Bagian atasnya yang runcing melambangkan lingga (kesuburan), sementara bagian
bawahnya yang lebar menyimbolkan yoni (kekuatan).
Di puncak tumpeng ditusukkan bawang merah dan cabai.
Selain itu, 'wajib' ada lodeh kluwih, jajanan pasar lima warna, takir pontang, serta
kacang panjang yang dikepang dan diletakkan melingkari tumpeng.
iii. Tumpeng Tumbuk
Tumpeng tumbuk dipakai untuk merayakan ulang tahun, terutama umur 64 tahun alias
tumbuk ageng.
Menurut kepercayaan Jawa dan Cina, 8 adalah angka keramat. Jadi 64 yang
notabene merupakan hasil perkalian 8 dan 8 adalah umur istimewa.
Selain itu, orang yang sudah mencapai 64 tahun telah melebihi usia Nabi Muhammad
SAW waktu wafat.
Makanya, ulang tahun ini dianggap spesial.
Tumpengnyapun dihiasi dengan kepangan kacang panjang dari puncak ke alas
tumpeng, yang melambangkan umur panjang.
iv. Tumpeng Megono
Dalam Bahasa Sunda, megono disebut bogana.
Tumpeng ini disajikan untuk syukuran kenaikan pangkat, dsb
v. Tumpeng Nujuh Bulan
Tumpeng ini digunakan pada syukuran kehamilan tujuh bulan.
Tumpeng ini terbuat dari nasi putih. Selain satu kerucut besar di tengah, tumpeng ini
dikelilingi enam buah tumpeng kecil lainnya.
Biasa disajikan di atas tampah yang dialasi daun pisang.
vi. Tumpeng Putih

Edisi II Indrakarona Ketaren


204
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Warna putih pada nasi putih menggambarkan kesucian dalam adat Jawa.
Digunakkan untuk acara sakral.
vii. Tumpeng Kuning
Warna kuning menggambarkan kekayaan dan moral yang luhur.
Digunakan untuk syukuran acara-acara gembira, seperti kelahiran, pernikahan,
tunangan, dan sebagainya.
viii. Tumpeng Nasi Uduk
Disebut juga tumpeng tasyakuran yang digunakan untuk peringatan Maulud Nabi.
ix. Tumpeng Pungkur
Digunakan pada saat kematian seorang wanita atau pria yang masih lajang.
Dibuat dari nasi putih yang disajikan dengan lauk-pauk sayuran.
Tumpeng ini kemudian dipotong vertikal dan diletakkan saling membelakangi.
Jika tumpeng biasanya menandakan sukacita, maka tumpeng pungkur disajikan pada
acara pemakaman pria atau wanita lanjang.
Tumpeng ini terbuat dari nasi putih yang dipotong dua vertikal, lalu diletakkan saling
membelakangi untuk memisahkan kehidupan dan kematian.
Tidak ada intuk-intuk atau tumpeng kecil serta jajanan pasar; yang ada hanya lauk-
pauk sayuran, ketan kolak, serta apem.
Tumpeng ini didiamkan di rumah semalaman lalu dibuang, atau dihanyutkan di sungai.
x. Tumpeng Seremonial / Modifikasi
Tumpeng yang digunakan untuk acara apa saja seperti hari perayaan acara – acara
besar atau acara peresmian, tumpeng ini bisa di variasikan dari mulai bentuknya dan
lauk pauknya, tumpeng ini biasa digunakan oleh perusahaan – perusahaan besar
untuk merayakan atau menandakan hari jadi perusahaan tersebut, yang bisa di
modifikasi sesuai apa yang kita inginkan.

d. Warna Nasi Tumpeng


Selain dari bentuk, kita juga bisa menginterpretasikan makna dibalik warna nasi tumpeng. Ada
dua warna dominan nasi tumpeng yaitu putih dan kuning. Bila kita kembali pada pengaruh
ajaran Hindu yang masih sangat kental di Jawa, warna putih diasosiasikan dengan Indra,
Dewa Matahari. Matahari adalah sumber kehidupan yang cahayanya berwarna putih. Selain
itu warna putih di banyak agama melambangkan kesucian.

Demikian penggunaan warna kuning pada tumpeng mempunyai tujuan tertentu. Kita tahu
bahwa kuning dalam kategori warna menurut budaya Jawa adalah sama dengan warna emas,
yaitu sesuatu benda yang berharga yang melambangkan rezeki, kelimpahan, kemakmuran.
Benda yang terbuat dari emas merupakan benda berharga yang biasanya dimiliki oleh para
raja, bangsawan, orang kaya, dan para dewa. Dengan demikian tumpeng dengan warna
kuning merupakan simbol sesaji atau penghormatan kepada Yang Maha Kuasa.

Melihat hubungan antara makna dibalik bentuk tumpeng dan warna nasi tumpeng,
keseluruhan makna dari tumpeng ini adalah pengakuan akan adanya kuasa yang lebih besar
dari manusia (Tuhan), yang menguasai alam dan aspek kehidupan manusia, yang
menentukan awal dan akhir.

Wujud nyata dari pengakuan ini adalah sikap penyembahan terhadap Sang Kuasa dimana
rasa syukur, pengharapan dan doa dilayangkan kepadaNya supaya hidup semakin baik,
menanjak naik dan tinggi seperti halnya bentuk kemuncak tumpeng itu sendiri.

Jadi tumpeng mengandung makna religius yang dalam sehingga kehadirannya menjadi sakral
dalam upacara-upacara syukuran atau selamatan.

e. Prosesi Nasi Tumpeng


Pada jaman dahulu, sesepuh yang memimpin doa selamatan biasanya akan menguraikan
terlebih dahulu makna yang terkandung dalam sajian tumpeng. Dengan demikian para hadirin
yang datang akan mengetahui makna tumpeng yang disajikan dan memperoleh wedaran yang
berupa ajaran hidup serta nasehat.

Edisi II Indrakarona Ketaren


205
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Pada saat menyajikan, puncak pucuk kerucut nasi tumpeng TIDAK DIPOTONG dan daun
pisang yang menutupi kerucut TIDAK DIANGKAT / DILEPAS.

Dalam kebiasaan masyarakat Jawa kuno (yang jarang diketahui banyak orang saat ini), nasi
tumpeng di KERUK sisi sampingnya dimulai dari bagian samping paling bawah naik ke
samping bagian atas tanpa menyentuh puncak pucuk kerucut nasi tumpeng sampai pucuk
segi tiganya (yang ditutupi daun pisang) jatuh dengan sendirinya.

Kalau puncak pucuk kerucut dipotong & daun pisang dilepas, artinya simbol rumah suci
terlepas dari ikatan bathin yang mau dijalin terhadap Gusti Allah berserta para dewa-dewi
serta para hyang, atau arwah leluhur nenek moyang.

Sebelum di keruk oleh orang pertama, yang bersangkutan dalam hati berdoa dan minta
"sesuatu untuk dikabulkan" yang kemudian setelah selesai permintaan itu, mulai mengeruk
tumpeng sesuai prosedur di atas.

Kerukan pertama biasanya diberikan kepada orang yang dianggap penting atau dituakan
sebagai penghormatan. Dia mungkin menjadi pemimpin kelompok, orang tertua, atau orang
yang dicintai.

Hal ini tercermin dalam ungkapan Jawa “mikul dhuwur mendhem jero” yang mengandung
nasihat kepada anak untuk memperlakukan orang tuanya secara baik.

Anak di sini bisa diartikan sebagai anak keturunan, generasi muda atau bawahan, sedangkan
orang tua bisa diartikan orang tua dalam hubungan darah, orang yang usianya lebih tua, para
pendahulu yang pernah berjasa, para pemimpin atau atasan.

“Mikul dhuwur” (memikul tinggi) memiliki arti menghormati setinggi-tingginya dan “mendhem
jero” (menanam dalam-dalam) artinya menghargai sebaik-baiknya atau penghargaan yang
mendalam terhadap seseorang

Usai itu, tumpeng boleh disantap bersama-sama sebagai perlambang membagi rezeki dengan
tetap cara mengeruk dari samping tanpa menyentuh bagian segitiga puncak atau daun
pisangnya.

Menurut adat kepercayaan, pada saat kerukan semakin banyak dilakukan, di saat tertentu
akan jatuh segitiga puncak kerucut yang ada daun pisang itu.

Ini pertanda jawaban, bahwa doa selamatan dan permintaan hajatan dikabulkan atau
diberkahi oleh YME.

Ambil wadah (ajuman atau canang sari atau banten sodaan atau banten danaan) yang di alasi
daun pisang dan letakan segitiga puncak kerucut yang ditutupi daun pisang dan masih ada
nasi tumpeng tersebut.

Kemudian wadah anyaman itu diletakan di suatu tempat yang dianggap keramat sebagai
posisi letak sesajian kepada Gusti Allah berserta para dewa-dewi serta para hyang, atau
arwah leluhur nenek moyang.

Orang jawa mengatakan keruk tumpeng dengan kosa kata “Ngepung atau Kepung Tumpeng”
yang caranya seperti dijelaskan di atas. Istilah potong tumpeng sebenarnya merupakan
masuknya kata-kata potong kue yang terjadi pada peringatan ulangtahun dari masyarakat
dunia barat.

Sudah saatnya perlu mengoreksi salah kaprah potong tumpeng ini menjadi kepung tumpeng
dengan jalan pada acara tumpengan yang disediakan bukan pisau melainkan centong dan
sendok garpu untuk mengambil nasi dan lauk pauk dalam tumpeng.

Edisi II Indrakarona Ketaren


206
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

BAB XIV
BEBERAPA MAKANAN LANGKA DI INDONESIA

1. Awug – Jawa Barat


Makanan ringan yang satu ini terbuat dari beras dicampur kelapa dan gula merah. Oleh
karena itu, ia juga kerap disebut dengan nama awug beas (beas dalam bahasa Sunda berarti
beras). Kesemuanya kemudian dikukus dan disajikan hangat-hangat.

2. Babanci – Betawi
Babanci merupakan salah satu makanan khas Betawi yang sudah sangat langka dan
terlupakan bahkan mungkin hampir punah. Sangat susah untuk menemukan makanan ini di
Jakarta saat ini. Rupanya sekilas mirip soto dengan kuah yang lebih kental.

Disebut juga dengan sayur babanci karena hampir segala jenis bumbu ada dalam sayur ini
sehingga rasanya tidak jelas, antara rasa kari atau sekadar sayur santan biasa. Selain itu,
sayur ini disebut babanci karena memang segala macam sayuran juga terdapat di dalamnya.
Hanya orang Betawi (asli) yang masih tahu bentuk dan rasa sayur babanci

Bahan utamanya berupa daging, santan, kelapa sangrai, dan kelapa muda dengan bumbu-
bumbu antara lain kunyit, jahe, kemiri, terasi, ketumbar, jintan, bawang merah, bawang putih,
laos, salam dan cabai. Ciri khas dari makanan ini adalah adanya serutan kasar kelapa muda di
atasnya. Kelapa muda yang segar ini membuat rasa sayur berbumbu kental ini menjadi lebih
ringan. Tekstur kelapa muda yang lembut juga bisa mengimbangi tekstur daging yang kasar.

Dibutuhkan keahlian khusus untuk mengolah masakan babanci agar penyajian dan rasanya
sempurna, baik itu dari ramuan bumbu yang pas hingga kesabaran dalam proses
pembuatannya. Dari meracik bumbu, memotong-motong daging kepala sapi, mengerok isi
kelapa muda, hingga merebus daging kepala sapi itu sendiri.

Salah satu alasan menyebabkan langkanya makanan ini mungkin karena bahan-bahan untuk
membuat babanci semakin sulit ditemukan di Jakarta, seperti temu mangga, kedaung, bangle,
adas dan lempuyang.

Babanci saat disajikan ditemani oleh sejumlah lauk-pauk lain seperti tempe, tahu dan kerupuk.
Bagi yang suka rasa pedas, dapat menambahkan sambal untuk menambah kelezatan
makanannya. Entah di mana kita dapat menemukan makanan babanci di Jakarta karena
sudah jarang ada lagi yang menjualnya.

3. Brambang Asem – Jawa


Brambang asem adalah makanan dari Solo yang dalam bahasa lokal setempat disebut
sebagai “jeglor”.

Makanan ini bisa dibilang sangat sederhana dan minimalis. Isinya hanya satu jenis sayuran.
Bahan utamanya daun ubi jalar. Lauknya juga hanya tempe gembus, yaitu tempe yang dibuat
dari ampas tahu.

Kelihatan sekali bahwa makanan ini berasal dari kalangan bawah. Bisa dibilang, brambang
asem saat ini sudah langka. Tidak ada rumah makan apalagi restoran yang menjadikannya
sebagai menu.

Brambang asem ini sejenis kudapan yang biasa disantap antara waktu sarapan hingga makan
siang. Tidak cukup mengenyangkan tapi rasanya sensasional, ngangeni.

Brambang asem biasanya dijual para pedagang makanan di pasar tradisional, seperti Pasar
Gedhe (sepelemparan batu dari Keraton Kasunanan Surakarta). Itu pun jumlahnya bisa
dihitung dengan jari tangan.

Edisi II Indrakarona Ketaren


207
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Cara memasak brambang asem sangat sederhana. Daun ubi jalar segar direbus terlebih
dahulu. Proses perebusannya hanya sebentar, tidak lebih dari tiga menit karena hanya cukup
dicelupkan ke dalam air yang mendidih. Pembuatan sambal brambang asem juga tidak rumit
tetapi butuh kesabaran terutama saat membakar brambang alias bawang merah.

Entah mengapa nama makanan ini tidak merujuk pada bahan bakunya (daun ubi jalar) tetapi
justru jenis bumbu sambal yang dipakai. Sambal brambang asem terdiri dari cabai rawit, gula
jawa, asam jawa, daun jeruk, terasi, dan bawang merah (brambang).

Sambal brambang asem yang super pedas ini mirip dengan sambal lotis. Bedanya hanya
pada bawang merah bakar serta takaran gula dan asamnya. Selain itu, sambal brambang
asem lebih encer dibandingkan sambal lotis.

Bawang merah yang dibakar ternyata memberikan cita rasa yang berbeda. Baunya tidak
sekuat bawang merah mentah tapi juga tidak seharum bawang goreng. Bawang merah bakar
itu ditumbuk agak kasar kemudian ditambah dengan gula jawa yang juga ditumbuk. Jeglor
yang sudah direbus itu kemudian diguyur dengan sambal yang pedasnya minta ampun tadi.
Biasanya brambang asem disajikan dengan menggunakan pincuk. Di atas jeglor diberi satu
iris tempe gembus yang dimasak bacem sebagai lauknya.

4. Bubur Ase – Betawi


Seperti halnya Ketupat Babanci, Bubur Ase, sebagai makanan khas Betawi, sudah sangat
jarang dijumpai penjualnya.

Istilah "Ase" sendiri artinya adalah kuah semur yang encer. Bubur Ase adalah bubur nasi yang
disantap dengan kuah semur, tetelan, potongan tahu dan kentang. Kemudian ada tambahan
potongan ketimun, lobak, lokio, sawi asin, taoge dan sedikit cuka.

Sebagai pelengkap ditaburi kacang tanah goreng, emping dan kerupuk, serta sambal cabai
rawit merah diulek.

5. Cabuk Rambak – Jawa


Makanan khas dari kota Surakarta atau Solo di Jawa Tengah. Makanan ini berfungsi sebagai
makanan sela yang dibuat dari ketupat nasi yang diiris tipis-tipis, lalu disiram dengan saus
wijen yang dicampur kemiri dan kelapa parut yang terlebih dulu disangrai, serta ditambah
beberapa potong karak (sejenis kerupuk yang terbuat dari nasi kering dan bleng).

Oleh penjaja di pinggir jalan biasanya disajikan tidak dengan piring tetapi dengan wadah dari
daun pisang yang dilipat dengan cara tertentu (disebut pincuk).

Nama ‘cabuk’ mengacu pada wijen (ada sejenis sambal/saus lagi dengan nama ini yang
terbuat dari wijen bakar di daerah yang sama). Agak mengherankan dengan nama ‘rambak’,
karena sama sekali tidak ada kerupuk kulit (rambak) yang disajikan.

Cabuk rambak sudah terbilang makanan langka dan hanya bisa dijumpai di daerah-daerah
tertentu. Penyajian Cabuk rambak dengan pincuk (daun pisang yang dilipat) dan ketupat
dipotong-potong kecil dan diatasnya dibubuhi cabuk. Sangat cocok jika makan cabuk rambek
dengan karak atau biasa disebut dengan krupuk gendar.

6. Cimpa Tuang – Karo


Cimpa Tuang adalah simbol salah satu makanan tradisional khas daerah Tanah Karo.
Rasanya gurih dan manis. Cimpa biasanya di hidangkan pada saat Kerja Tahun (pesta
kampung) yang dirayakan setiap tahun.

Kue ini sepintas lalu hampir mirip dengan kue unti. Kue ini terbuat dari tepung beras (beras
merah dan putih) sebagai bahan utamanya, sebagai isinya mengunakan gula yang di campur

Edisi II Indrakarona Ketaren


208
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

dengan kelapa parut, dan sebagai baju luarnya pada umumnya mengunakan daun pisang
atau semacam daun palem.

Mengolahnya juga ada dua cara, ada yang dikukus dan ada juga yang di curah / panggang.
Makanan dari ketan dengan inti kelapa dan gula merah ini sangat sedap. Campuran lada dan
garam yang pas membuat rasanya tidak hambar. Kalau masyarakat Karo menyebut makanan
tersebut "la mbergeh"

Ada lima jenis cimpa yaitu, cimpa bohan, cimpa tuang, cimpa unung-unung, cimpa bicara
siang (matah), cimpa gulame, cimpa lepat.

Kue khas Suku Karo ini biasa di sajikan bila ada acara besar, baik itu pesta pertemuan
keluarga (perpulungen), sampai pesta adat yang besar seperti perkawinan atau kerja tahun
(merdang merdem), acara nujuh bulanan, pesta memasuki rumah baru, dsb.

7. Colenak – Jawa Barat


Penganan Sunda memang senang menggunakan singkatan-singkatan dalam penamaannya,
tak terkecuali dengan yang satu ini.

Colenak adalah singkatan dari “dicocol enak”. Singkatannya yang bernuansa humor
membuatnya mudah diingat oleh siapapun.

Colenak merupakan makanan yang dibuat dari peuyeum (tape singkong) yang dibakar
kemudian disajikan dengan saus yang terbuat dari parutan kelapa dan gula merah.

Makanan khas Bandung ini masih bertahan meski saat ini agak jarang yang menjualnya. Satu
hal yang unik, bagi beberapa orang penggemarnya, ternyata bagian tape yang gosong akibat
proses pembuatannya justru adalah bagian terenaknya.

8. Es Goyang – Betawi
Ada pula yang menyebutnya sebagai es lilin karena bentuknya panjang menyerupai lilin, meski
sebetulnya es ini berbentuk batangan.

Disebut es goyang karena proses pembuatannya memang harus digoyang-goyang. Jika


biasayanya membuat es dilakukan dengan cara memutar wadah es, maka es goyang
dilakukan dengan menggoyangkan wadah es atau bahkan gerobaknya. Penyajiannya juga
biasanya ditambahkan coklat cair yang akan membeku ketika menempel pada es.

Pada akhir-akhir ini es goyang sulit ditemui, apalagi jika di kota-kota besar, tetapi dahulu es ini
pernah terkenal dan menjadi penghilang dahaga yang favorit. Hal tersebut karena harga dari
es goyang ini merakyat disamping dari rasanya yang khas serta bentuknya yang unik.

Bentuk es goyang ini kebanyakan persegi panjang dengan menggunakan pegangan dari
bambu yang kecil seperti tusuk sate atau dari lidi.

Sayangnya es goyang yang dulu biasa kita lihat melintasi depan rumah, kali ini sudah sulit
untuk kita temui.

9. Es Potong – Betawi
Sama seperti es goyang hanya saja es ini berbentuk silinder dan pembuatannya pun tidak
digoyang tetapi hanya didinginkan saja di dalam plastik.

Es ini sesuai dengan namanya es potong memang penyajiannya dipotong dari bentuknya
yang panjang menjadi lebih pendek sesuai harga yang dipatok. Akan tetapi tetap saja
menggunakan pegangan dari tusuk bambu atau lidi, serta biasanya disajikan dengan
dicelupkan ke dalam sirop atau coklat cair. Rasanya pun beragam, mulai dari pandan, coklat,
santan, hingga nangka dan durian.

Edisi II Indrakarona Ketaren


209
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Sayangnya akhir-akhir ini es potong sudah mulai sulit ditemukan, tetapi masih ada beberapa
penjual yang menjualnya.

10. Es Selendang Mayang – Betawi


Bagi masyarakat khususnya masyarakat Betawi pasti tidak asing mendengar jenis minuman
yang juga mengenyangkan dengan nama selendang mayang.

Minuman ini dapat mengenyangkan karena bahan utamanya adalah tepung sagu dan tepung
beras yang berbentuk kue seperti agar-agar serta disiram dengan kuah santan yang gurih dan
segar.

Warna merah atau hijau dari adonan kue terlihat seperti agar-agar yang disajikan dalam
potongan kotak-kotak yang berpadu dengan warna putih santan membuat tampilannya
mengingatkan kita dengan bentuk selendang maka dari itu minuman khas betawi ini disebut
selendang mayang.

Akhir-akhir ini selendang mayang sudah mulai sulit ditemukan, walau masih ada beberapa
penjual yang menjualnya. Selendang Mayang merupakan jajanan asli betawi yang sudah
jarang keberadaannya dan merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia.

11. Es Serut Cetak – Jawa Barat


Mungkin sedikit terdengar aneh dengan nama es serut cetak. Memang es yang terkenal di
Jawa Barat ini sebenarnya tidak diketahui secara pasti namanya tetapi dilihat dari proses
pembuatannya layak disebut es serut cetak.

Cara pembuatan memang berbeda. Es balok dipotong kecil sesuai ukuran lalu kemudian
diserut dan dimampatkan ke dalam cetakan dalam beragam bentuk. Biasanya berbentuk
bintang dan boneka kemudian diberi pegangan lalu dilumuri dengan sirop beragam rasa.

Dilihat dari pembuatannya maka hasil akhirnya adalah es serut yang dicetak dengan warna
yang beragam dari sirop yang dilumuri ke es tersebut.

Cara mengonsumsinya pun unik, Anda hanya perlu menghisap es tersebut hingga sirop atau
esnya habis.

Sayangnya es ini juga telah sulit ditemui bahkan di daerah perkampungan yang dahulu kerap
dilewati penjual es serut cetak ini.

12. Gabus Pucung – Betawi


Gabus pucung adalah olahan ikan gabus berkuah pucung. Bumbu utama masakan yang
berwarna hitam di Jawa dikenal dengan nama kluwek.

Pucung disebut-sebut sebagai pelopor masakan rawon. Gabus pucung dihidangkan bersama
sedikit seledri dan irisan daun bawang.

Rasanya perpaduan antara asin, asam, manis, dan gurih, berkat rempah-rempah yang
digunakan sebagai bumbunya.

13. Gandus – Palembang


Gandus merupakan salah satu kue tradisional Palembang. Kue Gandus berbahan dasar
tepung beras yang bagian atasnya diberi taburan seledri, taburan ebi, dan cabe merah serta
bawang goreng.

Kue gandus mirip dengan kue lobak di Cirebon atau disebut juga kue talam ebi. Gandus saat
ini hanya muncul di bulan puasa hingga lebaran.

Edisi II Indrakarona Ketaren


210
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

14. Gudeg Manggar – Jawa


Manggar adalah putik bunga buah kelapa yang masih muda. Agar bisa menjadi gudeg yang
enak dan lezat, dibutuhkan waktu satu hari penuh untuk mengolahnya. Uniknya, kendati
dimasak sehari agar empuk namun bentuknya tetap asli alias tidak hancur. Manggar diolah
bersama ayam, kuah santan dan bumbu-bumbu bercitarasa tinggi.

Dulu gudeg ini merupakan masakan kesukaan Gusti Pembayun dan Ki Ageng Mangir. Itu
sebabnya, resep gudeg manggar sudah berusia lebih dari 500 tahun. Yang menjadikan gudeg
ini istimewa karena bahannya langka dan sangat mahal. Bunga kelapa atau manggar jauh
lebih sulit ditemui dibandingkan gori atau nangka muda.

Tidak hanya itu, tidak semua bunga kelapa itu dapat digunakan. Hanya yang masih muda saja
yang dapat diolah. Tidak jarang dari satu kilogram bunga kelapa, hanya seperempatnya saja
yang dapat dimasak. Fakta lain yang menyebabkan manggar langka dan mahal adalah karena
manggar hanya bisa dipanen satu kali saja.

15. Gulai Balak – Lampung


Gulai balak merupakan masakan asli daerah Lampung. Seperti umumnya masakan khas
Sumatera, gulai balak sama beraninya mempermainkan bumbu rempah dengan rasa pedas
khasnya.

Balak sendiri berarti besar dalam bahasa Indonesia. Secara harfiah, gulai balak berarti gulai
besar, meski pada kenyataannya tidak sebesar yang dibayangkan.

Disini artinya lebih kepada makan besar. Gulai ini selalu ada dalam sebuah perayaan atau
‘hajatan’ khas daerah Lampung yang disebut Nyeruit makan bersama-sama dengan sambel
tempoyak fermentasi buah durian yang khas.

Seruit adalah sambal super pedas yang didalamnya sudah ada cocolan ikan gabus goreng,
tahu, tempe dan lalapan.

16. Gulai Gajebo - Sumatera Barat


Gulai gajebo, atau gajeboh, atau sampade daging adalah masakan khas Sumatera Barat
dengan bahan utama daging sapi. Bagian yang dipakai adalah punuk, dengan lemak tebal
menempel di bagian daging. Perbandingan lemak dan daging pada gulai gajebo bisa 3:1.
Semakin tipis bagian daging, rasanya semakin gurih. Potongan 'lemak berdaging' itu disajikan
dengan kuah asam padeh yang sama sekali tidak menggunakan santan.

Bisa dibilang, bahan utama yang sulit didapat menjadikan gulai gajebo masuk dalam masakan
langka.

17. Gulai Tutut – Jawa Barat


Makanan khas masyarakat Sunda yang dari keong sawah. Cara makan siput (keong sawah)
butuh latihan agar gampang menarik isinya ke mulut kalau udah lancar akan ketagihan karena
siput ini mempunyai nilai gizi tinggi.

18. Gulo Puan – Palembang


Gulo Puan adalah makanan khas dari Palembang yang merupakan makanan yang hanya
disuguhkan bagi para raja-raja. Makanan ini memiliki rasa yang manis karena terbuat dari
susu kerbau dan gula pasir.

Pada akhir-akhir ini Gulo Puan memang sudah semakin sulit ditemui atau bisa dikatakan
hampir punah atau tidak dapat dijumpai lagi. Hal utama yang menyebabkan makanan ini mulai
hilang yaitu susu kerbau sebagai bahan utama pembuatan makanan ini sudah sulit
didapatkan.

Edisi II Indrakarona Ketaren


211
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

19. Gatot – Jawa


Gatot merupakan makanan tradisional yang berasal dari Gunung Kidul, Jawa Tengah.
Makanan ini sudah tergolong langka karena tidak banyak yang menjualnya.

Gatot terbuat dari singkong yang sudah dikupas dan dibungkus daun pisang. Singkong ini
sudah dikeringkan selama lebih dari satu hari, sehingga singkongnya berwarna hitam.

Cara pembuatan gatot hampir sama dengan tiwul yakni singkong dikeringkan hingga menjadi
gaplek. Setelah itu direndam dengan air kapur sirih selama 12 jam atau semalaman.

Kemudian gaplek dicuci bersih dipotong kecil-kecil lalu dikukus selama 2 jam. Setelah matang
gaplek yang sudah berubah jadi gatot ini ditempatkan pada wadah yang lebar agar cepat
dingin. Untuk menikmatinya tinggal menambahkan gula pasir dan serutan gula merah pada
parutan kelapa lalu ditaburkan di atas gatot untuk mendapatkan rasa asin atau manis.

Rasa dari gatot mirip dengan singkong goreng atau singkong rebus, yaitu tidak manis dan
tidak juga asin, tapi gurih. Gatot biasanya disajikan bersama dengan tiwul serta horok-horok
yang terbuat dari beras, lalu ditambah dengan parutan kelapa.

Mengkomsumsi gatot dipercaya dapat mencegah penyakit maag. Gatot juga dapat membuat
rasa kenyang bertahan lama, karena secara medis alat pencernaan butuh waktu lebih lama
untuk memprosesnya.

Seiring perkembangan jaman saat ini gatot sudah tidak menjadi makan pokok warga Gunung
Kidul karena beralih ke nasi. Banyaknya urbanisasi membuat masyarakat setempat
terpengaruh dengan pola komsumsi warga kota yang menggunakan nasi sebagai makanan
pokok.

20. Gomak – Palembang


Gomak yang terbuat dari ubi yang diisi gula merah, sudah beberapa tahun belakangan sangat-
sangat langka di Palembang. Padahal hingga tahun 2000-an awal, makanan ini masih menjadi
favorit bahkan menjadi masakan andalan bagi anak-anak yang belajar masak.

21. Grondol – Jawa


Grondol adalah makanan khas daerah Jawa Tengah. Makanan ini terdiri dari jagung yang
direbus dan ditaburi parutan kelapa sehingga membuat makanan ini memiliki rasa yang gurih
dan nikmat. Di tatar sunda makanan ini dikenal dengan borondong jagung.

22. Horok – Horok – Jawa


Horok-horok adalah makanan ringan yang terbuat dari tepung pohon aren. Horok-Horok
termasuk makanan yang tergolong langka, di karenakan horok-horok umumnya hanya
ditemukan di Jepara, bahkan tidak dapat ditemukan di luar Jepara.

Horok-horok dimakan dengan sate kikil, soto, bakso, gulai, sayur pecel dan masih banyak lagi
yang lainnya. Selain itu dapat juga dimakan dengan diberi santan dan sedikit gula pasir,
seperti bubur.

Makanan populer semenjak masa gerakan tiga puluh September (PKI) atau biasa disebut
dengan “Gestapu”. Makanan yang pernah tenar pada masa Partai Komunis Indonesia (PKI) itu
merupakan salah satu kekayaan makanan yang dimiliki oleh kota kelahiran R.A Kartini.

Kini, makanan yang rasanya sedikit asin bentuknya kenyal seperti busa steorofom dan
semakin lama semakin langka dibuat kebanyakan masyarakat lokal setempat. Walau demikian
masih mudah untuk mendapatkannya, sebab makanan ini di jual di pasar dan warung karena
digemari para pekerja asing yang di tinggal di Jepara.

Edisi II Indrakarona Ketaren


212
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Bagi masyarakat Jepara horok-horok merupakan sumber karbohidrat sebagai pengganti nasi
atau lontong.

23. Ikan Cuka - Sumatera Barat


Ikan Cuka atau Ikan Cuko biasa disebut seperti itu, merupakan sebuah paduan ikan sisiak
sejenis ikan tuna kecil yang ada di pasaran kota Padang. Ikan ini digoreng dengan bawang,
cabai dan bumbu rempah kemudian ditambah dengan cuka asam. Cabe utuh, bawang utuh
yang telah dimasak dalam paduan kuah agar bumbu terasa lembut dilidah.

24. Iwak Wader Sambel Cobek – Jawa


Sambal langka ini berasal dari Trowulan di kota Mojokerto, Jawa Timur yang sudah dikenal
sejak zaman Majapahit, Iwak cader banyak ditemukan di sekitar kawasan kolam Segaran yang
merupakan kolam kuno zaman Kerajaan Majapahit.

Mitos yang berkembang, Iwak Wader atau ikan kecil yang banyak hidup di kolam Segaran dan
sungai sekitar kawasan tersebut sudah menjadi tangkapan dan dikonsumsi oleh warga
setempat untuk menjadi lauk pauk. Ikan wader goreng yang diletakkan di atas sambal khas
memiliki rasa khas dengan resep bumbu yang berbeda. Ciri rasanya ada pada sambal yang
pedas dan segar yang baru dibuat ketika ada pesanan.

Bumbu sambal berupa cabai, tomat, bawang merah, putih, dan jeruk nipis ditumbuk pada saat
masih segar tanpa digoreng. Bumbu sambal mentah itu membuat rasa pedas saat dipadukan
dengan renyahnya ikan wader yang digoreng garing.

Ikan-ikan kecil seukuran jari kelingking itu ditaburkan di atas piring tanah (cowek) kecil
bersama sambal tadi. Sebagai lalapan, disertakan irisan ketimun, daun kemangi, dan kubis.

25. Jaha – Sulawesi


Makanan khas Sulawesi dari ketan campur santan yang dipanggang dalam bambu. Biasanya
Jaha disantap bersama abon daging rusa/sapi atau abon ikan cakalang, atau pun gulai dan
kari.

26. Katimus – Sunda


Katimus adalah makanan kecil masyarakat Sunda yang dimakan bersama - sama dengan
minuman terutama air. Katimus adalah singkong dikupas kulitnya, kemudian diparut. Setelah
itu campurkan gula merah dengan parut singkong aduk sampai merata. Kemudian dibungkus
dengan daun pisang lalu dikukus sampai matang.

27. Kerak Telur – Betawi


Kita bisa menemukan pedagang kerak telor menjajakan dagangan dengan berkeliling
kampung, namun mungkin jumlahnya tidak seberapa dan mulai jarang ditemukan.

Kerak telor merupakan salah satu makanan khas daerah Betawi. Makanan ini dibuat dari
bahan-bahan antara lain seperti beras ketan putih, telur ayam atau telur bebek, ebi (udang
kering) dan parutan kelapa yang disangrai kering, serta bawang goreng, cabai merah, kencur,
jahe, merica, garam dan gula pasir sebagai bumbu pelengkapnya.

Cara membuat makanan ini cukup unik karena tidak dimasak di atas kompor namun dimasak
diatas bara api. Pedagang kerak telor sesekali membalikkan wajan agar permukaan kue
tersebut juga terpanggang dan matang merata sambil dikipas-kipas agar bara api tetap
menyala. Setelah kering dan matang kerak telor siap untuk disajikan.

Kerak telor terbuat dari bahan-bahan yaitu ketan putih, telur ayam atau bebek, bawang merah
goreng, udang goreng, cabai merah, kencur, jahe, kelapa sangrai, gula, garam, dan merica.
Kerak telor memiliki rasa yang gurih dan enak dinikmati selagi hangat.

Edisi II Indrakarona Ketaren


213
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

28. Ketan Bintul – Banten


Ketan Bintul berasal dari Banten, tepatnya daerah Serang. Menurut orang-orang Banten,
Ketan Bintul adalah makanan kesukaan Sultan Maulana Hasanuddin, terutama sebagai teman
untuk berbuka puasa di bulan Ramadhan.

29. Kicak – Jawa


Kicak adalah makanan yang jarang bisa ditemukan saat ini, apalagi bahan-bahan
pembuatannya pun juga langka. Makanan khas asal Yogyakarta ini pun hanya bisa ditemui
setahun sekali tepatnya di bulan Ramadhan.

Kicak sudah dikenal sejak 30 tahun lalu dan hanya dijual di pasar sore Ramadahan di
Kauman, Yogyakarta. Dulu, kicak dibuat dari singkong yang diparut. Lalu, dimasak baru
dicampur dengan bahan-bahan lain.

Seiring dengan perkembangan makanan lokal, sekarang, kicak terbuat dari beras ketan
(jaddah atau tape uli). Perubahan bahan dasar ini tidak membuat pecinta kicak berkurang, tapi
justru mereka menanti-nanti sebagai hidangan pembuka puasa.

Tape uli atau jaddah yang sudah siap dicampur dengan parutan kelapa dan potongan buah
nangka. Semua bahan itu dicampur dan diaduk hingga rata.

30. Kidu – Karo


Kidu adalah makanan yang terbuat dari larva ulat pohon enau (aren) yang tumbang dan
membusuk beberapa minggu. Ulat enau sendiri berwarna putih, gemuk dan berukuran
sebesar jempol kaki orang dewasa.

Orang Karo memasak ulat ini dengan cara mengolahnya dengan bumbu-bumbu khas Karo
seperti andaliman dan kecombrang (disebut kincung di Medan). Biasanya kidu dimasak
dengan bumbu arsik (gulai bumbu kuning khas Batak).

Setelah dibersihkan digoreng sebentar agar bagian luarnya renyah, tetapi tidak sampai pecah
agar cairan di dalamnya masih utuh kemudian dimasukkan dalam gulai arsik.

Bagian luarnya renyah karena telah digoreng terlebih dahulu. Bagian dalamnya “pecah” ketika
digigit dengan rasa yang mirip santan, lumer begitu masuk di dalam mulut. Bagian mata ulat
bahkan menimbulkan sensasi “kres” yang kemudian mengucurkan cairan kental yang gurih.

Kidu dapat dinikmati dengan cara langsung dilahap atau dengan cara dimasak terlebih dahulu.
Makanan dengan bahan utama ulat enau ini memang sudah mulai langka ditemui karena
pengolahan ulat yang cukup sulit, jika Anda salah atau tidak bisa mengolah ulat ini dengan
baik maka Anda dapat mengalami sakit perut.

Meski sebagian orang menganggap makanan ini menjijikkan, tetapi makanan ini memiliki
sumber protein yang tinggi. Kidu juga memiliki khasiat untuk meningkatkan vitalitas. Menurut
sejarah, dulu para raja-raja di Karo sangat menyukai kidu. Sekarang ini sulit mencari kidu
karena sudah sangat jarang orang yang menyajikan masakan ini karena jarang sekali
ditemukan pohon enau yang tumbang, kecuali jika sengaja ditebang.

31. Kue Dongkal – Betawi


Penganan langka ini terbuat dari tepung beras dan gula merah, bahkan anak muda betawi
sekarang saja banyak yang tidak kenal dengan kue dongkal.

Di kota Bambu Utara masih ada yang menjualnya. Rasanya tidak berubah tetap, gurih manis
dengan taburan kelapa parut kukus.

Edisi II Indrakarona Ketaren


214
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

32. Kue Kembang Goyang – Betawi


Kembang goyang mungkin aslinya adalah makanan orang Cina Peranakan atau orang Cina
Peranakan yang mengadopsi makanan ini menjadi makanan mereka.

Tidak tahu asal usulnya tapi yang jelas di Singapura, orang-orang juga kenal dengan kue
kembang goyang ini.

Camilan satu ini bisa dibilang sejenis crackers karena renyah dengan rasa manis atau gurih.
Dibuat dari tepung beras, santan, telur dan gula untuk yang manis, atau bawang putih dan
garam untuk rasa yang gurih. Cetakan berbentuk bunga dari bahan kuningan dengan tangkai
panjang dicelupkan ke dalam adonan, dan segera dimasukkan ke dalam minyak yang panas.
Tangkai cetakan digoyang-goyanghingga adonan terlepas berbentuk bunga. Kue digoreng
hingga kering dan matang.

Kembang goyang biasa ditemukan di pasar-pasar tradisional di Jakarta, meski keberadaannya


kini juga sudah mulai jarang dan sulit ditemukan. Bahkan, tidak semua orang keturunan
Betawi tahu dan pernah mencicipi kue yang satu ini. Mungkin hanya mereka warga keturunan
Betawi (asli) yang masih bisa membuat camilan ini karena biasanya mereka masih menyajikan
kue ini saat Lebaran.

33. Kue Rangi – Betawi


Kue Rangi atau biasa disebut sagu rangi terbuat dari tepung kanji dicampur dengan kelapa
yang diparut kasar. Dahulu, orang memanggang kue rangi dengan memanfaatkan api yang
berasal dari kayu bakar atau arang. Alhasil, kue tersebut menjadi lebih wangi.

Kue rangi adalah salah satu makanan khas Betawi yang juga mulai jarang didapatkan. Namun
ada beberapa restoran dengan semangat melestarikan budaya Betawi, kembali memasukkan
kue ini dalam menu mereka. Bukan hanya jarang, tapi penjaja kue rangi seperti sudah
menghilang dari Jakarta.

Tepung kanji dan parutan kelapa adalah bahan dasar pembuatan kue ini. Rasanya gurih
karena mengandung parutan kelapa dan juga manis karena di permukaan kue ditaburi gula
merah. Aromanya jangan tanya, harum dan menggugah selera.

34. Keumamah – Aceh


Keumamah (ikan kayu) adalah makanan khas Aceh yang adalah makanan favorit para
pejuang-pejuang Aceh selama mereka bergerilya di hutan-hutan pada masa Perang Aceh.

Keumamah adalah ikan kayu (alternatifnya tongkol, atau tuna) yang telah dikeringkan
sehingga mudah dibawa-bawa dan dimasak.

35. Lahang – Jawa Barat


Dulu, minuman ini sangat popular sekali di masyarakat Sunda. Minuman yang terbuat dari
sadapan air pohon aren. Lahang bukanlah minuman yang baru di jagad dunia makanan, justru
bisa dibilang senior dibandingkan minuman-minuman isotonik yang ada pada saat ini.
Meskipun lahang tak sepopuler mereka, tapi rasa dan khasiatnya luar biasa. Lahang juga
memiliki wangi yang khas sehingga menambah kenikmatan ketika meminumnya.

Jaman dulu, banyak orang yang meminumnya sebagai minuman penambah tenaga atau
minuman pelepas dahaga. Sayangnya minuman ini sekarang sangat sulit didapatkan, selain
pohon arennya yang sudah jarang ditemukan, cara untuk mendapatkan air Lahang juga relatif
sulit.

Tak hanya itu, cara menyadap pohon Aren pun tidak sembarangan, para petani biasanya
harus berangkat lebih awal untuk menyadap aren agar kesegarannya terjaga. Selain itu kalau
terlambat menyadapnya, air aren ini akan mengalami fermentasi dan berubah menjadi cuka
atau tuak.

Edisi II Indrakarona Ketaren


215
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Bahaya kalau air aren ini sudah berubah menjadi tuak, kandungan alkoholnya bisa sampai
memabukkan. Tapi ada juga orang yang sering menggunakan cuka aren ini sebagai bahan
asinan, rasa asam dari cuka aren ini juga tidak bikin sakit perut.

Yang menarik, Lahang ini hanya bisa disadap dari bunga jantan pohon aren sedangkan dari
bunga betinanya bisa memanen kolang kaling.

36. Laksa Betawi – Betawi


Makanan khas betawi yang satu ini memang sudah agak jarang bisa ditemui. Namun bukan
berarti punah. Di beberapa lokasi tertentu, anda masih bisa menemukan Laksa Betawi.

Laksa Betawi memiliki kuah berwarna kekuningan. Campuran udang rebon yang ada dalam
kuah laksa, membuat rasanya menjadi segar. Semangkuk laksa berisi irisan ketupat, telur
rebus, tauge, kemangi, kucai, bihun, perkedel, bawang goreng dan kuah kental. Lebih
istimewa bila diberi beberapa ekor udang.

Namun ada yang mengatakan bahwa bihun dan perkedel hanya variasi tambahan dari laksa,
bukan bawaan aslinya. Cara lain untuk menikmati laksa adalah menggunakan semur Betawi.

37. Leumeung – Jawa Barat


Leumeung adalah nasi bakar dalam bambu atau kelapa muda. Ngaleumeung dalam bahasa
Sunda artinya membuat nasi atau menanak nasi dengan cara memasukan beras ditambah air
kedalam bambu basah atau kelapa muda 'duwegan' dikasih bumbu garam lalu dibakar hingga
matang.

Leumeung mempunyai rasa dan aroma yang khas, bau tutung (gosong) bambu atau duwegan
akan memberi aroma khas yang mengundang selera makan.

Bumbu leumeung cukup garam tidak perlu ditambah pewangi lain karena aroma khas bambu
yang terbakar sudah cukup untuk menghasilkan aroma.

38. Limun Sarsaparilla – Jawa


Limun Sarsaparilla atau yang biasa dikenal di kalangan masyarakat Jawa Tengah khususnya
Yogyakarta dengan sebutan Cola Jawa.

Minuman ini memang memiliki rasa yang hampir sama seperti minuman cola lainnya, limun
sarsaparilla tetap memiliki kandungan karbonisasi di dalamnya.

Minuman ini bahkan sangat populer di era tahun 50an hingga 70an dan bahkan bagi yang
mampu membeli minuman ini akan dianggap modern, simbol kemajuan, dan sangat berkelas
di zamannya.

Limun sarsaparilla memiliki rasa yang khas di lidah, begitu dicecap maka aroma menyegarkan
seperti menyecap mint cukup terasa sehingga dapat mendatangkan efek lega di rongga
hidung dan rongga dada.

Selain minuman berkarbonasi, aroma khas rempahnya juga mengingatkan kita pada aroma
obat atau jamu tradisional.

Sayangnya minuman ini telah sulit ditemui bahkan jarang diperdagangkan secara umum di
masyarakat kita

39. Lodeh Kluwih


Lodeh kluwih adalah salah satu dari resep aneka sayur kluwih yang berasal dari masyarakat
Jawa Barat dan Jawa Timur. Makanan ini juga tergolong masakan berkuah khas Indonesia
yang tradisional santan yang biasa dimasak pedas.

Edisi II Indrakarona Ketaren


216
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

Buah kluwih adalah nama lain dari nangka muda dari sejenis pohon tanaman keras yang
berkulit keras dan berduri. Buah ini mirip dengan buah sukun atau klewek, tetapi memiliki biji
dan kulitnya berduri lebih menonjol. Bila masih mudah, bahan makanan ini biasa dijadikan
sebagai bahan utama untuk aneka masakan tradisional. Kluwih memiliki nama lokal dalam
Bahasa sunda kulur atau timbul.

Samasa dahulu, buah klewih sering dicari untuk dimasak dengan cara di kuah santan. TSaat
ini cukup jarang ditemukand an bisa dikatakan sebagai buah langka.

Selain sayur lodeh kluwih, nangka muda juga dapat digunakan untuk resep gudeg spesial
paling praktis atau resep sayur nangka tetelan daging sapi. Tapi, bila sudah matang, bahan
makanan paling enak dibuat resep kolak mutiara spesial nangka atau resep nangka goreng
tepung kering renyah.

40. Lompong Sagu - Sumatera Barat


Kue Khas Minang ini sudah jarang ditemukan keberadaannya. Kue yang terbuat dari tepung
sagu yang diaduk bersama pisang kepok, santen, kelapa, dan gula aren ini memiliki cita rasa
yang manis.

41. Lompong Sagu – Tapanuli


Kue Lompong Sagu berasal dari Sibolga. Bahan dasarnya berupa adonan sagu dicampur
dengan pisang (pisang kepok atau pisang raja), sehingga rasanya manis dan sangat khas
yang cara memasaknya yang dipanggang.

Kue Lompong Sagu pada umumnya dibungkus oleh daun seperti daun pisang yang dibentuk
agak mirip lontong yaitu bulat memanjang. Selain itu jika kita membuka bungkusnya maka
warna dari kue ini adalah berwarna kecokelatan karena bahan pemanis yang digunakan
adalah berupa gula merah.

Didaerah Sibolga kue tradisional ini sudah jarang bisa ditemukan penjualnya, sehingga bagi
kita yang ingin mencicipinya tentu saja yang terbaik adalah dengan cara membuatnya sendiri.

42. Mie Lethek – Jawa


Mie lethek merupakan salah satu sajian khas Bantul, Yogyakarta. Mie lethek merupakan mie
berukuran cukup besar dengan warna lethek atau keruk. Rasanya juga berbeda hanya ada
rasa pedas.

Disebut sebagai mie “Lethek” karena bentuk mienya yang berwarna kecoklatan, kusam, kotor.
Namun itu hanya penampilannya saja, proses pembuatannya bersih, tradisional dan unik yaitu
mengunakan tenaga sapi dan manusia serta mempunyai cita rasa tersendiri jika mienya sudah
matang.

Makanan tradisional Jawa diduga terancam hampir punah.

43. Nasi Sambel Tumpang – Jawa


Nasi sambel tumpang terdiri dari nasi putih yang ditumpangi aneka sayuran rebus seperti
bayam, taoge, dan kacang panjang kemudian disiram kuah kental. Bumbu kuah ini dibuat dari
campuran santan dan tempe semangit (tempe yang mulai membusuk) yang dihaluskan.

Biasanya di dalam kuah tumpang ini terdapat tahu putih, telur dan krecek (kulit sapi). Sambel
tumpang ini sering juga dinikmati dengan bubur panas yang biasa disebut bubur tumpang.

Jenis makanan ini hanya dikenal di seputaran Solo, Madiun, Klaten (dengan nama yang lain)
dan saat ini langka karena mendapatkan bahan baku sambel itu sendiri yaitu tempe semangit
(tempe setengah busuk).

Edisi II Indrakarona Ketaren


217
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

44. Paniki – Manado


Paniki adalah masakan kelelawar dengan bumbu pedas khas Manado. Sebelum dimasak,
biasanya hewan malam ini lebih dulu dibakar untuk menghilangkan bulu-bulu halusnya,
kemudian dimasak dengan bumbu santan.

45. Pelas (Bongko) – Jawa


Pelas adalah makanan yang unik dengan cita rasa khas. Pelas ini sekils mirip dengan bongko
ataupun bothok. Namun sangat berbeda sekali baik dari bahan maupun cara pembuatan.

Bahan utama pelas adalah isi dari kacang panjang atau dalam bahasa jawa disebut "kacang
tolo". Kacang tolo yang sudah kering mengeras di deplok (dihancurkan) hingga halus. Setelah
halus diberi sedikit air dan di tambahkan beberapa bumbu khas. Kemudian dibungkus
menggunakan daun pisang dan dikukus hingga matang dengan lama kira-kira 30-45 menit.

Bongko sendiri bisa dimakan saat masih hangat maupun sudah dingin. Bongko biasanya
disajikan sebagai pelengkap lauk pauk saat makan. Dan akan sering dijumpai bila sedang ada
acara hajatan tradisional.

Karena hajatan tradisional syarat dengan tiga makanan kulub, bothok, pelas, bongko. Dan
untuk pelas dan bongko ini boleh memilih slah satu boleh juga kedua-duanya diikutkan.

46. Peler Kambing – Palembang


Makanan ini masih eksis sebenernya di Palembang. Hanya saja berganti nama menjadi godo-
godo pisang atau pempek pisang. Entah kenapa sejak era reformasi semakin sedikit orang
yang menyebut Peler Kambing. Mungkin karena tidak enak mendengar ketika mau ajak
makan.

47. Pencok – Jawa Barat


Pencok adalah makanan tradisional masyarakat Sunda yang biasanya diolah dari campuran
bermacam-macam sayuran atau buah.

48. Pliek Ue – Aceh


Pliek Ue atau dikenal secara umum dengan nama Patarana merupakan bumbu masak asli
masakan tradisional Aceh kini sudah langka di pasaran kawasan Kota Bireuen sebab tidak
banyak lagi para warga yang membuat Pliek Ue. Apabila ibu rumah tangga mau memasak
sayur kuah Pliek Ue, harus membelinya ke Gampoeng Jangka.

Pembuatan Pliek Ue itu membutuhkan waktu berminggu sebab setelah kelapa dibelah dan
dibuang airnya, disimpan dulu selama 3 malam paling kurang untuk pembusukan, kemudian
baru dikukur dan dijemur beberapa hari tergantung cuaca. Kemudian setelah dijemur barulah
kelapa itu dimasukkan ke dalam “Peunerah“ (sejenis alat perasan) untuk diambil minyaknya,
setelah itu barulah ampasnya itu dinamakan Pliek Ue untuk dijual ke pasaran.

49. Puding Kabinet – Jawa


Puding kabinet adalah makanan penutup favorit Sultan Hamengkubuwono IX. Dinamakan
puding kabinet karena pada saat itu sultan sedang menjadi wakil presiden Indonesia.

50. Putri No’ong – Jawa Barat


Penamaan penganan yang satu ini cukup unik. No’ong sendiri dalam bahasa Sunda bisa
berarti mengintip, jadi, penganan ini jika dimaknai secara harfiah berarti seorang putri yang
mengintip.

Tak ada yang bisa menerangkan, apa penyebab penganan yang satu ini dinamai demikian.
Putri No’ong sendiri merupakan adonan tepung beras dan parutan kelapa dengan pisang di
bagian tengahnya. Bentuknya bundar dan cukup tebal. Biasanya, ia disajikan dengan baluran
kelapa parut.

Edisi II Indrakarona Ketaren


218
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

51. Rabeg – Banten


Rabeg adalah makanan khas dari Banten. Bahan utamanya adalah daging dan jeroan
kambing. Rasanya manis pedas seperti semur.

Menurut sejarahnya, rabeg menjadi makanan kesukaan Sultan Maulana Hasanuddin dari
Kesultanan Banten.

52. Ragit – Palembang


Ragit adalah makanan khas Kota Palembang yang sudah sangat jarang terlihat. Tampilan
ragit sekilas mirip roti jala dari India.

Makanan ini bisa dibentuk dengan berbagai bentuk. Ragit biasa dibentuk dengan pola segitiga
atau dibuat dengan tampilan seperti dadar gulung.

Kelezatan ragit ada di kuah karinya yang mirip kuah martabak, hanya saja rasa kuah ragit
lebih kuat.

53. Reuceuh Bonteng – Jawa Barat


Reuceuh Bonteng, menu ini mungkin terdengar asing bagi sebagian dari kita. Bonteng adalah
timun dalam bahasa Sunda.

Reuceuh Bonteng adalah makanan yang bahan dasarnya adalah timun dengan diberi bumbu
hampir sama dengan karedok tapi tanpa kacang. Asam, gula jawa, cabai dan cikur dengan
racikan yang tepat.

54. Sambal Lado Pado – Sumatera Barat


Sambal bumbu cabai ini sudah jarang terlihat dan hampir punah di daerahnya sendiri yakni
Sumatera Barat. Sambal ini di sangrai bersama serundeng kelapa, irisan buah simauang dan
ikan asin. Semasa dulu, sambal lado dicampur dengan cacahan daging ikan peda.

Cara memasaknya tidak perlu bumbu berlebihan, cukup tuangkan air nasi, sedikit cabai giling,
garam, perasan air jeruk limau pundai dan irisan bawang merah ke dalam satu mangkuk
kaleng atau keramik. Wadah itu kemudian diletakkan diatas periuk nasi setengah matang
ditutup dengan rapat.

Buah simauang (atau buah kepayang atau daging kluwek) sebelum digunakan harus
difermentasi terlebih dahulu karena buah ini beracun.

Sambal lado pado hampir bisa dikatakan jarang ditemui karena kebiasaan memasak
masyarak setempat mulai berubah. Dulu orang memasak nasi diatas tungku, berbahan bakar
kayu dengan periuk yang selalu berjelaga. Memasak pun harus ditunggui, menjaga api agar
nasi tidak hangus. Di sela-sela memasak nasi seperti itu bisa diambil air masak nasi dan
menyiapkan bumbu untuk memasak sambal cabai ini.

55. Sayur Besan – Betawi


Orang Betawi selalu menghidangkan sayur ini di setiap acara lamaran. Sesuai namanya,
sayur besan merupakan sayur istimewa yang melambangkan penghargaan tertinggi untuk
sang besan.

Dijadikan hidangan istimewa untuk besan karena sayur ini sangat nikmat. Isinya adalah ebi,
kentang, soun, dan dilengkapi petai. Kuahnya berupa kuah santan kental.

Selain itu ada bahan lain yang harus ada pada sayuran ini yaitu terubuk. Terubuk adalah telur
tebu yang merupakan tanaman musiman yang sudah langka.

Edisi II Indrakarona Ketaren


219
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

56. Semanggi – Jawa


Semanggi adalah kuliner khas kota pahlawan Surabaya yang terkenal dan mampu
menggoyang lidah para wisatawan, tapi sayangnya, kini kuliner tersebut sudah sulit ditemui.

Masakan ini berupa daun semanggi yang dikukus sebagai bahan utamanya lalu ditaburi toge
dan disiram dengan saus yang terbuat dari campuran petis, gula Jawa, kacang, dan ketela
yang ditumbuk menjadi satu. Sebagai pelengkap, biasanya semanggi disajikan dengan
kerupuk puli.

57. Sengkulun – Betawi


Makanan khas dari Betawi yang sepintas mirip kue keranjang tapi permukaanya kasar. Rasa
sengkulun manis gurih dengan tekstur yang kenyal dan lembut.

Sengkulun dibuat dengan bahan baku utama tepung ketan. Warnanya cokelat karena
menggunakan gula merah yang sekaligus sebagai pemanis selain memakai gula pasir juga.
Sedangkan yang membuatnya terasa gurih, tak lain santan kental. Waktu mengukusnya cukup
lama, sekitar 2 jam. Umumnya, orang Betawi makan sengkulun dengan mencocolnya pada
kelapa parut.

Makanan ini sesungguhnya tak murni Betawi, tetapi ada pengaruh budaya Cina. Harus diakui,
budaya Cina cukup kuat merasuk dalam budaya Betawi.

58. Tempe Busuk (Bosok) – Jawa


Tempe busuk (bosok) adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau
beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang rhizopus yang fermentasinya
secara umum dikenal sebagai "ragi tempe".

Biasanya yang pernah tinggal di Jawa minimal pernah merasakan masakan yang terbuat dari
tempe busuk, diantaranya sambal tumpang, botok lento dan sebagai bumbu penyedap buat
aneka masakan jawa (asal belum keluar belatungnya).

59. Tumis Kerang Lurjuk – Jawa


Lurjuk adalah hewan laut golongan kerang-kerangan (kerang laut atau kerang bambu).
Bentuknya kecil memanjang, bercangkang. Panjangnya sekitar 5 cm.

Biasanya hewan ini diolah sebagai keripik dan dijual sebagai oleh-oleh. Kadang digoreng
bersama kacang tanah untuk menambah aroma gurih kacang.

Cara memasaknya sederhana. Lurjuk yang sudah dipisahkan dari cangkangnya direbus
sampai matang lalu ditumis dengan bumbu kecap manis, kecap asin, cabai merah, gula putih,
bawang perei, bawang merah. Ditumis hanya dalam tempo beberapa menit, masakan sudah
matang dan siap dihidangkan.

Karena bumbu utamanya kecap, warna masakan ini pun cokelat kehitaman. Bentuk lurjuk ini
sekilas seperti ceker ayam yang dipereteli. Rasa dagingnya mirip kerang-kerangan pada
umumnya, kenyal, gurih sedikit manis. Selaras dengan rasa bumbunya yang juga gurih-manis
kecap. Tidak terlalu asin, juga tidak pedas sama sekali.

Tumis lurjuk adalah makanan langka, saking langkanya, di kota ini Surabaya pun tidak banyak
rumah makan yang menjualnya. Jumlahnya bisa dihitung dengan jari tangan. Menu tumis
lurjuk hanya bisa dijumpai di Surabaya, di Gresik dan Sidoarjo pun tidak ada.

Langka karena bahan baku yang sulit didapat. Bahan baku kerang bambu ini sendiri hanya
bisa didapat di kawasan pesisir Pantai Madura dan hanya ada tiga kali dalam setahunnya.

Edisi II Indrakarona Ketaren


220
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

60. Ulukutek Leunca – Jawa Barat


Makanan sederhana khas Sunda yang rasanya renyah pahit leunca beradu dengan lembutnya
oncom dan pedasnya gigitan cabai.

.. Tak mungkin orang dapat mencintai seni masakan bangsanya, kalau mereka tak mengenal
kisah sejarah dan budaya tentangnya.
Kalau mereka tidak membaca naskah perjalanannya, jangan berharap mereka akan berbuat
kebajikan untuknya .. (Beta)

Edisi II Indrakarona Ketaren


221
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

PUSTAKA & REFERENSI

1. Adisasmita, Sumidi, 1979 : ‘Pustaka Centhini Ikhtisar Seluruh Isinya’ . Yogyakarta, UP


Indonesia
2. Alibasah, Margaret Muth : Indonesian Folk Tales. Jakarta: Djambatan1998 (7th
edition).
3. Alina-Roxana : Colors & Gastronomy, University of Craiova, 2008
4. Aman, S. D. B. : Folk Tales from Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1999 (8th edition).
5. Amangkunegara III. 1986. Serat Centhini (Suluk Tambangraras) jilid II. Terjemahan
Kamajaya. Yogyakarta: Yayasan Centhini.
6. Amabile, Teresa (1996): Creativity in Context. Boulder, Colorado: Westview Press
7. Amabile, Teresa (1998): How To Kill Creativity. In: Harvard Business Review,
September-October 1998, pp. 77-87
8. Anholt, S., (2007). Editor’s forward to the first issue. Place Branding and Public
Diplomacy 1, No. 1
9. Anholt, S., (2010). Places: Identity, image, and reputation. New York: Palgrave
Macmillan.
10. Artikel Andreas Maryoto di Kompas, September 2008
11. Artikel Bandung Mawardi di Kompas, Juli 2014
12. ATLAS Annual Conference in Viana do Castelo in Portugal in September 2017
13. Bass, Bernard. (1990) ‘From Transactional to Transformational Leadership: Learning
to Share the Vision’, Organizational Dynamics (Winter), pp19-31
14. Barr, N. (2010) ‘The Global Spread of the Creative Industries ‘Phenomenon’ and its
Associated Government Policies’ Unpublished.
15. Berbagai Artikel Prof Dr Murdijati Gardjito di Media Cetak & Sosial
16. Brillat-Savarin, Jean Anthelme. The Physiology of Taste or, Meditations on
Transcendental Gastronomy. Translation by M. F. K. Fisher. Washington, D.C.:
Counterpoint, 1949.
17. Brillat-Savarin, J.-A. (1970). The Philosopher In The Kitchen (The physiology of taste).
Harmondsworth, Penguin.
18. Bober, Phyllis (1999): Art, Culture, and Cuisine: Ancient and Medieval Gastronomy:
Chicago, USA: University Chicago Press Ltd.
19. Brown, L. (2011). "The New Geopolitics Of Food." Foreign Policy
20. Caves, Richard (2002): Creative Industries: Contracts between Art and Commerce.
Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press
21. Charles Landry, Franco Bianchini, 'The Creative City', Demos in Association with
Comedia, UK
22. Christian Reynolds (2003) : Diplomatic gastronomy: The convivial nature of the power
of prestige, cultural diplomacy and soft power, University of South Australia
23. Civitello, Linda (2004): Cuisine and Culture: A History of Food and People. Hoboken,
New Jer- sey: John Wiley & Sons, Inc.
24. Clark, Priscilla (1975): Thoughts for food, I: French Cuisine and French Culture. In:
The French Review, Vol. XLIX, No. 1. October 1975.
25. Cook I, Crang P. 1996. The World on a Plate: Culinary Culture, Displacement, and
Geographical Knowledges. Journal of Material Culture. 1(2): 131-153.
26. Crouch, Geoffrey I. (Geoffrey Ian) : 'Modelling destination competitiveness : a survey
and analysis of the impact of competitiveness attributes', First published in Australia in
2007 by CRC for Sustainable Tourism Pty Ltd.
27. Dahl, Bent et al. (2009): 'Gastronomer: Grundbog for Kok', og Smørrebrødsjomfru og
Cater. 2nd edition. Odense, Denmark: Erhvervsskolernes Forlag
28. David Hesmondhalgh (2002) 'Cultural and Creative Industries', Handbook of Cultural
Analysis. Oxford and Malden, MA: Blackwell.
29. Darwinian Gastronomy: ‘Why We Use Spices’, Cornell University, June 1999
30. Danandjaja, J. 1988. Antropologi Psikologi: Teori, Metode dan Sejarah
Perkembangannya. Jakarta: Rajawali Pers
31. Davis, M. dan Baldwin, J. (2005) : More Than a Name: An Introduction to Branding ,
AVA Publishing SA,Switzerland.

Edisi II Indrakarona Ketaren


222
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

32. Danhi, R. (2003). What is your country’s culinary identity? Culinology Currents, Winter
2003.
33. Denys Lombard : Nusa Jawa Silang Budaya, Gramedia Pustaka Utama 2005 (first
published 1990)
34. Du Cros, H. (2013) Tourism and Intangible Cultural Heritage. Madrid: UNWTO.
35. Eric Cohen & Nir Avieli :'Food In Tourism, Annals Of Tourism Research, October 2004
(31-4, 755 - 758), Sage Publication Inc, California
36. Eurobarometer (2014) Preferences of Europeans Towards Tourism. Flash
Eurobarometer
37. Ferdinand de Saussure (1988), Pengantar Linguistik Umum - Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press
38. Freedman, Paul (Editor). 2007. Food: the History of Taste. California: University of
California Press
39. Freeman N. 2010. Ethnic cuisine: Indonesia. Gastronomic Sci 4(8):54-86
40. Fischler, C. (1988). "Food, self and identity." Social Science Information 27(2)
41. Fossali PB. 2008. Seven conditions for the gastronomic sciences
42. Florida, R. (2002) The Rise of the Creative Class: And How It’s Transforming Work,
Leisure, Community and Everyday Life USA: Basic Books
43. Foord, J. (2008) ‘Strategies for Creative Industries: An International Review’ Creative
Industries Journal, 1 (2), pp 91-113
44. George, Susan. (terj. Sandria Komalasari). 2007. Pangan dari Penindasan sampai ke
Ketahanan Pangan. Yogyakarta: Insist.
45. Gillian McKeith : You Are What You Eat: The Plan That Will Change Your Life,
Paperback – March 28, 2006
46. Ginzel, L.S. 1984. Lapo Tuak, Arena Interaksi Sosial bagi Masyarakat Batak Toba
47. Gyimóthy, S. dan Mykletun, R. (2008) : Scary food: Commodifying Culinary Heritage
as Meal Adventures in Tourism. Journal of vacation marketing,15(30).
48. Gillesoie C, Cousins JA. 2001. European Gastronomy into the 21st century.
Oxford:Butterworth-Heinenmann.
49. Herayati, Yetti et.al. 1984-1985. Makanan: Wujud, Variasi dan Fungsinya serta Cara
Penyajiannya pada Orang Sunda di Jawa Barat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan
50. Hildred Geertz : "The Religion of Java" (1960), University Of Chicago Press 1976
paperback: ISBN 0-226-28510-3
51. Hjalager AM, Greg R. 2002. Tourism and Gastronomy. Routledge, London.
52. Hjalager, A.-M. (2004). What Do Tourists Eat and Why? Toward A Sociology of
Gastronomy and Tourism. Tourism (Zagreb), 52(2), 195-201.
53. Hoed, Benny H (2011), Getok Tular Semiotik Gosip
54. Bhabha, Homi K. (1994). The Location of Culture, London and New York: Routledge .
55. Howkins, John (2002): The Creative Economy: How People Make Money from Ideas.
London, England: Penguin Books Ltd.
56. Ignatov, E. (2004). The Canadian Culinary Tourists: How well do we know them?
Unpublished M.A. thesis, University of Waterloo, Waterloo, ON, Canada.
57. Ignatov, E., & Smith, S. (2006). Segmenting Canadian Culinary Tourists. Current
Issues in Tourism, 9(3), 235-255.
58. Irma Tikkanen : 'Maslow's hierarchy and food tourism in Finland: five cases', British
Food Journal, Vol. 109 Iss: 9, pp.721 - 734
59. Jan Vidar Haukeland and Jens Kr. Steen Jacobsen.Gastronomy in the periphery Food
and cuisine as tourism attractions on the top of Europe Paper presented at the 10th
Nordic Tourism Research Conference, Vasa, Finland 18–20 October 2001
60. J. Daeng , Hans. 2000. Manusia Kebudayaan dan Lingkungan Tinjauan Antropologis.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
61. Jeffrey Steingarten : The Man Who Ate Everything, Published October 27th 1998 by
Vintage (first published November 4th 1997)
62. Jean Anthelme Brillat-Savarin : The Physiology of Taste: Or, Meditations on
Transcendental Gastronomy, Published December 31st 1978 by Houghton Mifflin
Harcourt P (first published 1825)

Edisi II Indrakarona Ketaren


223
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

63. Koentjaraningrat. 1999. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.


64. Koentjaraningrat, 1984 :’Kebudayaan Jawa’ . Jakarta, Balai Pustaka
65. Lee, K.H., and Scott, N. (2015), “Food tourism reviewed using the paradigm funnel
approach”, Journal of Culinary Science & Technology, 13, pp. 95-115.
66. Lombard, Denys. 2000. Nusa Jawa Silang Budaya (Jilid II: Jaringan Asia). Jakarta:
Gramedia.
67. Long, Lucy M : Culinary Tourism, University Press of Kentucky, 2004
68. Marpaung, P. 1989. Fungsi Sosial Minuman Tuak pada Masyarakat Urban Suku
Bangsa Batak Toba di Pematang Siantar
69. Marsono, dkk, 1998 :’Makanan Tradisional Dalam Serat Centhini’ . Yogyakarta : Pusat
Kajian Makanan Tradisional (PKMT) UGM
70. M.F.K. Fisher : The Art of Eating, Published February 20th 2004 by Houghton Mifflin
Harcourt (first published 1954)
71. Maguelonne Toussaint : History of Food, Published September 28th 1994 by Wiley-
Blackwell (first published 1987)
72. Michael Pollan : Food Rules: An Eater's Manual, Published December 29th 2009 by
Penguin Books (first published December 29th 2008)
73. Meilawati, Avi. 2009. Analisis Nama Tumpeng Sesaji dalam Upacara Ruwatan
Murwakala (Analisis Semantis-Semiotis). Tesis. Yogyakarta: UGM.
74. Mintz, S. W. and C. M. D. Bois (2002). "The Anthropology of Food and Eating." Annual
Review of Anthropology.
75. Methildis Aveliani Blog
76. Mitchell, R., and Hall, C.M. (2006), “Wine tourism research: the state of play”, Tourism
Review International, 9 (4), pp. 307-332.
77. Montagnè, Prosper (1977): New Larousse Gastronomique: The World's Greatest
Cookery Ref- erence Book. Middlesex, England. Hamlyn Publishing Group Ltd.
78. Moeradya, Siti Woeryan Soemodiyah, 2005 :’Kitab Primbon Lukmanakim
Adammakna’ . Yogyakarta : Buana Raya
79. Morgan, L. (2008). "Diplomatic Gastronomy : Style and Power at the Table. School of
History and Politics. Adelaide, The University of Adelaide and Le Cordon Bleu. Master
of Arts (Gastronomy).
80. Montagnè, Prosper (1977): New Larousse Gastronomique : 'The World's Greatest
Cookery Reference Book'. Middlesex, England. Hamlyn Publishing Group Ltd.
81. Morgenthau, H. J. (1985). Politics among nations : The struggle for power and peace.
New York, Knopf.
82. Mustikarasa: Resep Masakan Indonesia Warisan Sukarno, Penerbit: Komunitas
Bambu, Tahun: 2016
83. Naskah Serat Centhini (Koleksi Reksopustoko Istana Mangunegaran Surakarta
84. Naskah Serat Wilujeng Jumenengan Krama Mangkunegaran No 90 MN (Koleksi
Rekso Pustoko Istana Mangunegaran Surakarta)
85. Naskah Goenandrijo (Koleksi Museum Sonobudoyo Yogyakarta)
86. Nuraida Joyokusumo, BRAy : Warisan Kuliner Keraton Yogyakarta.
87. OECD (2009) The Impact of Culture on Tourism. Paris: OECD.
88. Paarlberg, R. L. (2010). Food Politics: What Everyone Needs to Know. New York,
Oxford, University Press.
89. Philip Leo : Chinese Loanwords Spoken by the Inhabitants of the City of Jakarta,
Lembaga Research Kebudayaan Nasional, LIPI, 1975
90. Pine, J. and Gilmore, J. (1999). The Experience Economy. Boston: Harvard Business
School Press.
91. Primbon Jawa (Koleksi Pustoko Istana Mangunegaran Surakarta
92. Purwadi, 2005 :’Upacara Tradisional Jawa Menggali Untaian Kearifan Lokal’ .
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
93. Rao, H., Monin, P. & Durand, R. (2003). Institutional change in toque ville: Nouvelle
cuisine as an identity movement in French gastronomy. The American Journal of
Sociology.
94. Reynolds, C. J. (2010). "Tipping the Scales: A New Understanding of Food’s Power in
the Political Sphere." International Journal of Interdisciplinary Social Sciences

Edisi II Indrakarona Ketaren


224
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

95. Richards G (2011) : 'Creativity and tourism: The state of the art', Annals of Tourism
Research, 38(4), Pages 1225–1253
96. Richards G (2012) : 'Food and the Tourism Experience: Major Findings and Policy
Orientation - In Dodd, D. (ed.) Food and the Tourism Experience. OECD, Paris
97. Rockower, P ., (2011). Korean Tacos and Kimchi Diplomacy. Retrieved July 29, 2013
98. Roosen, W. (1980). "Early Modern Diplomatic Ceremonial: A Systems Approach." The
Journal of Modern History
99. Schanbacher, W. D. (2010). The politics of food : the global conflict between food
security and food sovereignty. Santa Barbara, Calif., Praeger Security International.
100. Santich, B. (2004). The study of gastronomy and its relevance to hospitality
education and training. International Journal of Hospitality Management.
101. Sirait, W. dan O. Sihotang. 1986. Berbagai Fungsi Kedai Tuak. Pemikiran
tentang Batak
102. Soeparto, Siti Rochani. 2008. “Aneka Tumpeng Tradisional”. Dalam seminar
pengenalan budaya Jawa melalui tumpeng tradisional disertai maknanya di
Universitas Gadjah Mada.
103. Suryatini N. Ganie : Upaboga di Indonesia : Ensiklopedia Pangan & Kumpulan
Resep, PT Grafika Multiwarna, Jakarta, Desember 2003
104. Suryatini N. Ganie : Mahakarya Kuliner - 5000 Resep Makanan & Minuman Di
Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Desember - 2010
105. Sunardi, Teddy (2010), Filosofi Nasi Tumpeng Dalam Tradisi Jawa
106. Tannahill, R. (1988). Food in history. London, England, Penguin Books.
107. Throsby, D. (2007) ‘Modelling the Creative/ Cultural Industries’ New Directions
in Research: Substance, Method and Critique, Royal Society of Edinburgh, Scotland,
pp 11-12
108. Timbul Haryono, Prof Dr : "Upacara Ruwat: Makanan Tradisional Beserta
Kelengkapannya", Laporan Penelitian. Pusat Kajian Makanan Tradisional UGM.
(Ditulis bersama Prof. Dr. Marsono.)
109. Timbul Haryono, Prof Dr : “Makanan tradisional pada upacara ruwatan di
Jawa Tengah dan Yogyakarta berdasarkan sumber-sumber tertulis”.
110. Timbul Haryono, Prof Dr : “Simbolisasi dalam Makanan Tradisional Jawa:
Sebuah Kajian Aspek Budaya”, Universitas Brawijaya, Malang.
111. Timbul Haryono, Prof Dr : "Unsur-unsur Penyerta Pada Berbagai Jenis
Tumpeng Dalam Kebudayaan Jawa", Seminar Nasional Makanan Tradisional, PAU
Pangan-Gizi UGM, Yogyakarta.
112. Timbul Haryono, Prof Dr : "Tinjauan Sejarah Makanan/Minuman Tradisional
Jawa", Makalah Ceramah Ilmiah, Yogyakarta: Bidang Jarahnitra, PKMT UGM,
Yayasan Hari Ibu Kowani, 24 Oktober 1998
113. Timbul Haryono, Prof Dr : “Serat Centhini sebagai Sumber Informasi Jenis
Makanan Tradisional Masa Lampau, Humaniora VIII (…) : 92-98.
114. Timbul Haryono, Prof Dr : “Tinjauan Sejarah Makanan dan Minuman
Tradisional Jawa, Yogyakarta”: Jarahnitra - PKMT UGM.
115. Timbul Haryono, Prof Dr : "Inventarisasi Makanan dan Minuman dalam
Sumber-sumber Arkeologi Tertulis", Laporan Penelitian. Universitas Gadjah Mada.
116. Timbul Haryono, Prof Dr : "Wisata Boga Makanan Tradisional: Pelestarian dan
Pengembangannya sebagai Aset Budaya", Makalah pada Simposium Internasional
Ilmu-Ilmu Humaniora III. Yogyakarta
117. Timbul Haryono, Prof Dr : "Makanan dan Minuman pada Masa Jawa Kuon
Pengembangan dan Pelestariannya untuk Aset Budaya", Seminar Makanan
Tradisional Sebagai Aset Budaya Bangsa, Yogyakarta
118. Timbul Haryono, Prof Dr : "Jajan Pasar dalam Persepsi Budaya Jawa",
Makalah dalam seminar Jajan Sebagai Aset Budaya dan Pariwisata, Yogyakarta, 14
Desember 1995
119. Torres, R. (2002) : Toward a better understanding of the tourist and
agricultural linkages in the Yucatan: Tourist food consumption and preferences.
Tourism Geographies Publisher.

Edisi II Indrakarona Ketaren


225
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

120. Trubek, Amy (2000): Haute Cuisine: How the French Invented the Culinary
Profession. Phila- delphia, Pennsylvania: University of Pennsylvania Press
121. Urbach, K. (2003). "Review: Diplomatic History since the Cultural Turn." The
Historical Journal
122. Van Esterik P. 2008.Food Culture in Southeast Asia. London: Greenwood Press.
123. Wahono, Francis, dkk. 2004. Pangan Kearifan Lokal dan Keanekaragaman Hayati.
Yogyakarta: Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas.
124. Wang, P. & Zhu, W. (2010) Mediating Role of Creative Identity in the Influence of
Transformational Leadership on Creativity: Is There a Multilevel Effect? Journal of
Leadership & Organizational Studies, 18 (1), pp 25-39, (Accessed: March 2011)
125. Wahyono, Parwatri. Tt :’Tumpeng Dalam Budaya Jawa’ . Depok, Program
Studi Sastra Jawa FIB, Universitas Indonesia
126. Wehmeier, Sally (editor) (2000): Oxford Advanced Learner's Dictionary. 6th ed.
Oxford, UK: Oxford University Press
127. Wikipedia
128. Wilkins, John. 1996. Food In European Literature. Exeter: Intellect Books.
129. Wrangham, Richard : 'Significance of Paleo-Gastronomy' : at seminar IACP
(International Association of Culinary Professionals), Harvard University
130. Wrangham, Richard (2009) : 'Catching Fire: How Cooking Made Us Human':
London, England. Profile Books Ltd.
131. Zaairul Haq, Muhammad. 2011. Mutiara Hidup Manusia Jawa. Malang: Aditya Media
Publishing.

Edisi II Indrakarona Ketaren


226
GASTRONOMI ”.. makanan punya kisah ..”
”.. food has its tale ..”
UPABOGA INDONESIA ”.. cibus habet fabula ..”

" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
 

TENTANG PENULIS

Penulis masa kecilnya tumbuh di kota Medan dan sempat bermukim lama di kota Bremen,
Jerman Barat yang kemudian menetap setelah itu sebagai warga di kota Jakarta

Pada tahun 1976, penulis mengecam pendidikan di Fakultas Sosial Politik, di Universitas
Padjajaran Bandung, mengambil jurusan Hubungan Internasional.

Tahun 1982 menyelesaikan masa pendidikan, dan sempat singgah sebentar di majalah
Tempo sebagai wartawan yang kemudian pada tahun 1982 berkarya sebagai diplomat di
Kementerian Luar Negeri sampai tahun 1989 dengan penempatan di Kuala Lumpur Malaysia.

Semenjak tahun 1990 sampai tahun 2014 berkecimpung di dunia swasta dan saat ini lebih
banyak berkecimpung di dunia gastronomi.

Penulis adalah pendiri & Presiden Indonesian Gastronomy Association (IGA), Jakarta yang
didirikan pada tahun 2016. Asosiasi ini terdiri dari kalangan pecinta, penikmat dan pemerhati
seni masakan yang membahas soal masakan Indonesia dari aspek sejarah, budaya, lansekap
geografis dan metoda memasak suku bangsa yang ada di dalamnya, termasuk etno-kuliner
peranakan Arab, India, Tionghoa, Portugis & Belanda.

Sebelum mendirikan IGA, pada tahun 2013, penulis adalah pendiri komunitas Klub
Gastronomi Indonesia (KGI). Komunitas ini mempelajari tentang seni masakan warisan
tradisional Indonesia.

Penulis tercatat sebagai salah satu tenaga ahli dunia untuk Gastronomi Indonesia di lembaga
International Institute of Gastronomy, Culture, Arts and Tourism (IGCAT) :
https://igcat.org/experts/global-experts-network

Penulis memiliki blog pribadi yang dapat di lihat di : http://gastroina.blogspot.co.id

Edisi II Indrakarona Ketaren


227

Anda mungkin juga menyukai