Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Keluarga Berencana

1. Pengertian Keluarga Berencana

Keluarga Berencana merupakan program yang meningkatkan peran dan

kepedulian serta masyarakat melalui pengaturan jumlah kelahiran, pembinaan

kesejahteraan keluarga berupaya dalam mewujudkan keluarga yang bahagia dan

sejahtera sehingga dapat meningkatkan kualitas penduduk. Kekhawatiran akan

terjadi ledakan penduduk karena penduduk yang besar tanpa disertai kualitas

yang memadai akan mengakibatkan terjadinya beban pembangunan serta

mempersulit pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan

pembangunan Nasional.

Maka dari itu, melalui upaya pencapaian target/sasararan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 untuk

mengurangi laju pertumbuhan penduduk (LPP), angka kelahiran total atau

keseluruhan (TFR), meningkatkan penggunaan akseptor KB (CPR), penurunan

kebutuhan ber-KB yang tidak terlaksanakan (BKKBN, 2015). Program

keluarga berencana adalah bagian yang terpadu atau integral dalam sebuah

program pembangunan nasional dan bertujuan untuk menciptakan

kesejahteraan sosial budaya, ekonomi dan spiritual. Negara berkembang

terdapat 99% kematian ibu terjadi dan tidak kurang dari 50 juta kejadian aborsi

akibat kehamilan yang tidak diinginkan. Kontrasepsi kemudian dijadikan


“katup pengaman” untuk mengurangi angka-angka yang mengerikan itu

(Gasier, 2005).

2. Tujuan Keluarga Berencana

Tujuan Keluarga Berencana menurut BKKBN (2012) adalah pada

umumnya untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan ibu dan

anak serta keluarga dan bangsa, meningkatkan martabat kehidupan rakyat

dengan melalui menurunkan angka kelahiran sehingga pertambahan penduduk

tidak melebihi kemampuan dalam meningkatkan reproduksi.

B. Kontrasepsi

1. Pengertian Kontrasepsi

Kontrasepsi bermula dari kata “kontra” yang berarti mencegah atau

menolak, sedangkan konsepsi adalah suatu bagian pertemuan antara sel telur

yang matang dengan sel sperma yang mengakibatkan terjadi kehamilan. Jadi

kontrasepsi ialah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan akibat

pertemuan antara sel telur yang matang atau sempurna dengan sel sperma

(BKKBN, 2001)

Kontrasepsi yaitu pencegahan terbuahinya sel telur oleh sel sperma

(konsepsi) atau menghindari terjadinya penempelan sel telur yang telah dibuahi

ke dinding rahim (Nugroho dan Utama, 2014). Usaha-usaha untuk mencegah

terjadinya kehamilan tersebut dapat bersifat sementara dan dapat juga bersifat

permanen tergantung dari metode kontrasepsi yang digunakan. Berbagai

macam metode kontrasepsi diantaranya yaitu suntik, pil KB, kondom, implan,
IUD (Intra Uterine Device), Metode Operasi Wanita (MOW) dan Metode

Operasi Pria (MOP). Cara kerja kontrasepsi hormonal maupun kontrasepsi non

hormonal pada umumnya mempunyai fungsi sebagai berikut: untuk

mengusahakan agar tidak terjadinya ovulasi, melumpuhkan sperma, menghalagi

pertemuan sel telur dengan sperma (Hartanto, 2002).

Berbagai metode kontrasepsi yang digunakan untuk membatasi jumlah

kelahiran contohnya metode kontrasepsi sederhana adalah kalender, amenorea

laktasi, suhu tubuh, senggama terputus, metode kontrasepsi barier (kondom,

diafragma, spermisida) sedangkan metode kontrasepsi modern yaitu kontrasepsi

pil, kontasepsi implant, alat kontrasepsi dalam rahim, kontrasepsi mantap, dan

kontrasepsi suntikan (Contance, 2009).

2. Efektivitas (Daya Guna) Kontrasepsi

Menurut Wiknjosastro (2007) efektivitas atau daya guna suatu cara

kontrasepsi dapat dilihat pada 2 tingkat, yakni:

a. Daya guna teoritis (theoretical effectiveness), merupakan suatu cara

kemampuan kontrasepsi untuk mengurangi terjadinya kehamilan yang tida

diinginkan, apabila kontrasepsi tersebut digunakan dengan mengikuti

aturan yang benar.

b. Daya guna pemakaian (use effectiveness), merupakan kemampuan

kontrasepsi dalam keadaan sehari-hari dimana pada pemakaiannya

dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pemakaian yang tidak hati-hati,

kurang disiplin dengan aturan pemakaian dan sebagainya.


C. Siklus Menstruasi

Menstruasi adalah perdarahan secara berkala dan siklus alami dari uterus,

yang diikuti dengan pelepasan (deskuamasi) endometrium (Manuaba, 2009).

Siklus ini terkadang disebut dengan istilah siklus uterus dan ovarium karena terjadi

perubahan yang sama pada organ-organ tersebut. siklus menstruasi rata-rata

berlangsung selama dalam 24 hingga tidak melebihi 35 hari sekali, yang lamanya

3-7 hari dengan jumlah darah haid selama berlangsung 33,2 ± 16 cc atau tidak

lebih dari 80 ml, ganti pembalut 2-6 kali perhari (Prawiriharjo, 2011). Kira-kira

tiga per empat darah hilang dalam dua hari pertama, pada wanita dengan usia <35

tahun cenderung kehilangan lebih banyak darah dibanding pada wanita dengan

usia >35 tahun yang biasanya terjadi pada umur 49-50 tahun (ALK, 2013). Pada

wanita yang mengalami anemia defisiensi besi jumlah darah haidnya juga lebih

banyak dengan jumlah lebih dari 80 cc dianggap patologik dan dapat

menimbulkan anemia. Dihitung dari periode menstruasi terakhir disertai dengan 12

bulan periode amenorea (tidak mendapatkan siklus haid) (Hanafiah, 2009).

Pada setiap siklus haid, FSH dikeluarkan lobus anterior hipofisis sehingga

beberapa folikel primer yang berkembang dalam ovarium, umumnya kadang-

kadang satu folikel juga lebih dari satu berkembang menjadi folikel degraf yang

membuat estrogen menekan produksi FSH, sehingga pada lobus anterior hipofisis

mengeluarkan hormon gonadotopin yang kedua yaitu: LH. Produksi kedua hormon

gonadotropin (FSH dan LH) dibawah pengaruh RH (realizing hormone) yang di

arahkan dari hipotalamus ke hipofisis. Penyaluran LH ini sangat di pengaruhi oleh

mekanisme umpan balik esterogen terhadap hypotalamus dan pengaruh luar,


seperti cahaya buah-buahan melalui bulbus olfaktorius dan hal-hal psikologik.

Estrogen menghambat ovulasi melalui efek pada hipotalamus kemudian

mengakibatkan supresi pada FSH dan LH kelenjar hypophyse. Penghambatan

tersebut terlihat dari adanya estrogen pada pertengahan siklus, sehingga tidak

terdapatnya puncak-puncak FSH dan LH pada pertengahan siklus dan supresi post-

ovulasi, peninggian progesteron dalam serum dan pregnanediol dalam urin yang

terjadi dalam keadaan normal. Produksi hormone endogenous memang di hambat,

tetapi tidak seluruhnya, masih ada sedikit estrogen yang didapatkan dari ovarium

seperti pada fase folikuler. Luteolysis yaitu degenerasi korpus luteum,

menyebabkan penurunan yang cepat dari produksiestrogen dan progesteron oleh

ovarium sehingga dilepaskan jaringan endometrium dan menyebabkan penurunan

kadar progesteron serum sehingga mencegah implantasi normal (Hartanto, 2003).

Ovulasi yang bertambah karena terganggunya fungsi poros hypothalamus-

hypophyse ovarium dan modifikasi FSH dan LH pada pertengahan siklus.

Implantasi dapat dicegah bila diberikan progesterone pra ovulasi. Pemberian

progesterone-eksogenous dapat menganggu kadar puncak FSH dan LH, sehingga

meskipun terjadi ovulasi, produksi progesteron yang kurang dari corpus luteum

menyebabkan penghambatan dari implantasi (Costance, 2009).

Pemberian progesterone yang secara sistemik dan untuk jangka waktu yang

lama menyebabkan endometrium terjadi keadaan istirahat dan atropi.

Keterlambatan pengangkutan ovum dapat menyebabkan peninggian insidens

implantasi kehamilan ektopik tuba pada wanita yang pemakaian kontrasepsi yang

hanya mengandung progesterone. Pemberian jangka lama progesteron saja


mungkin dapat menyebabkan fungsi corpus luteum tidak adekuat pada siklus haid

yang mempunyai ovulasi. Dalam 48 jam setelah pemberian progesteron, sudah

terlihat lendir serviks yang kental, sehingga mortilitas dan daya penetrasi dari

spermatozoa menjadi sangat terhambat (Hartanto, 2003).

Melalui hypothalamus dan hipofisis, estrogen dapat menghambat

pengeluaran follicle stimulating hormone (FSH) sehingga perkembangan dan

kematangan folikle de Graff tidak terjadi. Di samping itu progesteron dapat

menghambat pengeluaran luteinizing hormone (LH). Dan memakai jangka lama

estrogen mempercepat peristaltic tuba sehingga hasil kontrasepsi mencapai uterus-

endometrium yang belum siap matang untuk menerima implantasi (Manuaba,

2009).

D. Kontrasepsi Intra Uterine Devices (IUD)

1. Pengertian Intra Uterine Devices (IUD)

Intra Uterine Devices (IUD) merupakan suatu pilihan kontrasepsi yang

efektif, aman, dan nyaman bagi sebagian wanita. Alat yang terbuat dari bahan

yang aman (plastik yang lentur, mempunyai lilitan tembaga) dan dimasukkan

kedalam rahim oleh bidan atau dokter yang terlatih yang memiliki jangka

panjang (10 tahun) dan memiliki efektifitas tinggi untuk menjarangkan

kelahiran anak (Glasier dan Gebbie, 2012).

Seperti sebagian besar metode kontrasepsi lainnya, AKDR juga pernah

menjadi subjek publisitas buruk. Dahulu, terdapat kekhawatiran mengenai

keterkaitan antara pemakaian AKDR dan peningkatan risiko penyakit radang


panggul (PRP) yang kemudian menyebabkan infertilitas. Peneliatian terakhir

telah mengklarifikasikan sebagian dari kekhawatiran tersebut dengan

memperhatikan bahwa AKDR itu sendiri tidak menyebabkan PRP atau

infertilitas. Sebenarnya tidak terjadi peningkatan risiko infertilitas pada wanita

yang menggunakan AKDR tembaga yang juga melakukan hubungan seksual

monogamy. Efek samping yang paling utama terjadi menstruasi yang banyak

dan nyeri yang sering menyebabkan pemberhentian pemakaian AKDR,

sekarang dapat diatasi dengan pemakaian hormone releasing intrauterine

system (IUS). Memakai AKDR beberapa kali lebih aman daripada menjalani

kehamilan normal (Glasier dan Gebbie, 2000).

2. Jenis Alat IUD

Saat ini AKDR yang ada termasuk dalam tiga golongan utama: insert,

menagndung tembaga dan melepaskan hormone. Bentuk dan ukuran AKDR

bermacam-macam. Semua alat yang saat ini tersedia memiliki satu atau dua

benang nilon yang melekat ke ujung bawah untuk mempermudah pengeluaran

(Glasier dan Gebbie, 2000).

1) Alat insert (tanpa obat)

World Health Organization (WHO) tidak menganjurkan oemasangan AKDR

insert, karena AKDR yang mengandung tembaga atau meepaskan hormone

jauh lebih efektif. Tipe ini tidak agi diproduksi walaupun sebagian wanita

mungkin masih memilikinya di dalam tubuh mereka.


2) Alat yang mengandung tembaga

AKDR yang mengandung tembaga pada umumnya dilisensi untuk

digunakan selama 5-10 tahun dengan sedikit variasi dari satu negara ke

negara lainnya. Nova-T 380 (novagard) mengandung Ag: panjang 32 mm,

lebar 32 mm, 20 mm2 luas permukaan Cu dengan inti Ag didalam kawat Cu-

nya. Dilisensikan untuk pemakaian 5 tahun. Cara insersi withdrawal. Dan

Copper T 380 untuk pemakaian kontinu samapai 10 tahun di Eropa barat.

Semua alat tersebut terdiri dari sebuah rangka plastic dengan kawat tembaga

melingkari batang dan sebagian memiliki sarung tembaga di lengannya.

Luas permukaan tembaga menentukan efektivitas dan masa aktif alat.

Rentang usia alat-alat ini sebenarnya lebih lama daripada spesifikasi

pembuatnya,

3) Alat yang melepaskan hormone

System intrauterus penghasil levonorgestrel (levonorgestrel-releasing

intrauterine system; LNG-IUS) dikembangkan oleh Population Counsil.

Alat ini, yang disetujui pemakaiannya di Finlandia dan Swedia sejak tahun

1990. Mendapat lisensi di Inggris pada tahun 1995 dengan nama dagang

“Mirena” (“Levonova” di negara-negara Eropa lainya). LNG-IUS terdiri

dari sebuah rangka Nova-T dengan sebuah kolom KNG di dalam suatu

membrane (yang berfungsi membatasi pengeluaran zat) yang membungkus

batang vertical alat. Alat ini terdapat 52 mg LNG yang dilepaskan dengan

kecepatan 20 µg/hari. Di Eropa LNG-IUS mendapat lisensi untuk


pemakaian 5 tahun tetapi pengujian membuktikan bahwa tidak terjadi

penurunan efektivitas setelah pemakaian 7 tahun.

3. Cara kerja

Semua AKDR menimbulkan reaksi benda asing di endometrium, diikuti

dengan peningkatan produksi prostaglandin dan infiltrasi leukosit. Reaksi ini

ditingkatkan oleh tembaga yang dapat mempengaruhi pada enzim-enzim

endometrium, metabolisme glikogen, dan penyerapan estrogen serta dapat

terjadinya hambatan pada transportasi sperma. Pada pemakai AKDR yang

mengandung tembaga, jumlah spermatozoa yang mencapai saluran genitalia

atas menjadi berkurang. Perubahan cairan uterus dan tuba menganggu viabilitas

gamet, baik sperma dan ovum yang diambil dari pemakai AKDR yang

mengandung tembaga memperlihatkan degenarasi mencolok (WHO, 1997).

Pengawasan hormone secara dini menampakkan bahwa tidak terjadi

kehamilan pada pemakai AKDR modern yang mengandung tembaga. Dengan

demikian, pada pencegahan implantasi bukan sesuatu mekanisme kerja

terpenting kecuali apabila AKDR yang mengandung lembaga digunakan untuk

kontrasepsi pasca koitus (Glasier dan Gebbie, 2000).

4. Efektivitas

Pada praktik menunjukakan bahwa AKDR lebih efektif daripada

konstrasepsi oral. Efektivitas AKDR terjadi peningkatan, dari angka kehamilan

1 tahun sebesar 2-3 % untuk AKDR inert dan untuk AKDR yang mengandung

tembaga menjadi kurang dari 0,5 % untuk AKDR yang lebih baru yang

mengandung tembaga lebih dari 300 mm2. Angka kegagalan bahkan lebih
rendah terjadi pada wanita lebih tua yang kesuburannya secara alamiah sudah

berkurang. Angka kehamilan ektopoik pada pemakaian AKDR juga menjadi

menurun. Sedangkan angka kehamilan untuk GyneFix kurang dari 1% per

tahun (Van Kets et al., 1995).

LNG-IUS memiliki angka kehamilan per tahun sekitar 0,2 penggunaan

100 tahun pada wanita dengan hasil observasi menunjukkan tidak ada

peningkatan angka kehamilan ektopik. Untuk semua alat, angka kehamilan,

akspulsi spontan dan penghentian pendarhaan cenderung turun dengan

penggunaan yang secara terus menerus (Glasier dan Gebbie, 2000).

5. Keunggulan

Keunggulan dari kontrasepsi AKDR, antara lain: (Glasier dan Gebbie, 2000).

1) Kepatuhan dan kelanjutan

Agar berhasil AKDR tidak banyakmembutuhkan kepatuhan. Terlepas dari

kunjungan awal yntuk konseling dan pemasangan, tidak banyak di tuntut

dalam hal waktu atau usaha, dari pihak wanita untuk mencapai efektifitas

kontraaseptif. AKDR merupakan metode kontrasepsi yang sama sekali tidak

ada kaitan dengan koitus, sehingga alat ini menarik bagi banyak pemakai.

Semua AKDR yang mengandung tembaga dipasanag pad wanita berusia

lebih dari 40 tahun dapat terpasang samapai masa menopause tanpa

menimbulkan kekhawatiran mengenai kelanjutan efektivitasnya.

2) Biaya

AKDR modern bersifat efektif dan bekerja lama sementara AKDR tembaga

harganya sangat murah. Alat-alat ini dihasilkan kontrasepsi sampai 10 tahun


sehingga sangat efektif dari segi biaya. Namun, LNG-IUS harganya mahal,

hanya kurang sedikit dari £80 di Inggris dibandingkan denngan harga

AKDR tembaga berangka yang kurang dari £10 dan untuk GyneFix tanpa

rangka harganya sekitar £20.

3) Manfaat ginekologis

LNG-IUS memiliki manfaat tambahan selain kontrasepsi, bisa juga semakin

sering digunakan untuk penatalaksanaan pada masalah-masalah ginekologis

(Sturridge dan guillebaud, 1997). Alat ini mengurangi secara jelas jumlah

darah menstruasi dan dismenore serta dapat bermanfaat dalam terapi

menoragia (Anderson dan Rybo, 1990). Namun, bercak darah yang

berulang sering mendahului terjadinya oligoamenore, teruama selama 3

bulan pertama pemakaian.

4) Reversibilitas

Pada umumnya AKDR sangat mudah dikeluarkan dan pemulihan kesuburan

berlangsung dengan cepat (78-88% angka kontrasepsi setelah 12 bulan dan

92-97% pada 3 tahun setelah pengeluaran). Setelah pengeluaran LNG-IUS

terjadi kesuburan dengan cepat pulih.

5) Keganasan

Berbeda dengan metode hormone, pada AKDR tidak terdapat kekhawatiran

mengenai peningkatan risiko penyakit keganasan.

6. Kerugian

Kerugian dari kontrasepsi AKDR, antara lain: (Glasier dan Gebbie, 2000).

1) Pola perdarahan menstruasi


Efek samping yang sering terjadi pada pemakai AKDR tembaga adalah

menstruasi yang lebih banyak dan lebih lama. Lebih dari 10% pemakai

AKDR melaporkan gangguan menstruasi. Pengeluaran atas alasan medis,

terutama akibat peningkatan banyaknya darah menstruasi, nyeri, dan bercak

merah antar-menstruasi, adalah sekitar 4% per tahun. Pada pemakai

GyneFix, walaupun perdarahan memang meningkat, namun angka

pengeluaran karena nyeri dan perdarahan umumnya rendah.

2) Infeksi

Angka PRP keseluruhan pada pemakai AKDR adalah sekitar 1,4-1,6 kasus

per 1000 wanita selama tahun pemakaian, yaitu dua kali lipat dibandingkan

dengan pada wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi. Risiko

meningkat selama 20 hari pertama pemakaian (9,7 per 1000). Hal ini

berkaitan dengan masuknya suatu organisme infektif ke dalam rongga

rahim saat pemasanagan AKDR, terutama apabila wanita mengidap infeksi

yang tidak terdeteksi atau pemasang tidak mengikuti prosedur aseptic yang

benar. Walaupun AKDR itu sendiri tidak menyebabkan infeksi panggul,

tetapi perilaku seksual wanita pemakai dan pasangannya dapat

meningkatkan risiko timbulnya infeksi menular seksual (IMS) dan dapat

menyebabkan infeksi panggul (Farley et al., 1992). Kerusakan tuba yang

diikuti oleh infertilitas merupakan konsekuensi serius dari infeksi panggul

pada wanita.
3) Ekspulsi

AKDR dapat keluar atau berpindah dari rongga rahim secara spontan.

Angka ekspulsi sontan untuk AKDR modern (termasuk LNG-IUS) berkisar

dari 3 sampai 10% pada tahun pertama pemakaian, bergantung pada usia

dan paritas pemakai, penentuan waktu pemasanagn dan tipe KADR, serta

keahlian petugas yang mesang alat tersebut. Angka ekspulsi di tahun kedua

dan berikutnya tetap rendah untuk alat yang memiliki rangka. Pemasanagan

AKDR pascaplasenta dikaitkan dengan ekspulsi yanng jauh lebih besar.

Indikasi awalnya yaitu bahwa GyneFix dikaitkan dengan angka ekspulsi

yang kurang dari 1% per tahun.

4) Perforasi

Perforasi uterus merupakan suatu kejadian yang jarang (kurang dari 1 dalam

1000 pemasangan) dan berkaitan dengan tipe AKDR, teknik pemasanagn,

dan keterampilan petugas. Terdapat beberapa bukti yang menunjukan bahwa

risiko perforasi fundus lebih besr pada awall periode pascapartum sebelum

uterus mengalami involusi sempurna. Dalamm pemasangan AKDR

pascapartum baik pada wanita menyusui walaupun tidak, diperlukan

perhatian khusus.

7. Indikasi

AKDR dapat dianggap sebagai metode kontrasepsi pilihan pertama bagi

wanita moonogami, bahkan apabila ia nulipara. AKDR sangat sesuai untuk

wanita yang mengalami kesulitan dalam menggunakan metode kontrasepsi

yang memerlukan kepatuhan. AKDR yjuga menawarkan kontasepsi efektif


jangka panjang lagi mereka yang mungkin sudah melengkapi keluarga mereka

tetapi ingin menghindari atau menunda sterilisasi. AKDR yang mengandung

tembaga, tetapi bukan yang melepaskan hormone, sangat efektif sebagai

kontrasepsi darurat.

LNG-IUS mungkin diindikasikan secara khsusus untuk wanita dengan

menoragia karena metode ini secara efektif mengkombinasikan kontrasepsi

pada pengurangan jumlah darah menstruasi (Glasier dan Gebbie, 2000).

8. Kontraindikasi

Kontraindikasi dari kontrasepsi AKDR, antara lain: (Glasier dan Gebbie, 2000)

Kontraindikasi mutlak

1) Didketahui atau dicurigai hamil.

2) Perdarahan vaginal abnormal yang belum didiagnosis. Namun, apabila

patologi uterus atau serviks sudah dapat disingkirkan, maka AKDR dapat

dipasangkan.

3) Dicurigai mengidap keganasan saliran genital. AKDR dapat dipasnag

setelah dilakukan terapi local untuk lesi dini serviks.

4) IMS atau PRP yang aktif atau baru terjadi (dalam 3 bulan terakhir).

5) Rongga uterus yang mengalami distorsi hebat sehingga pada

pemasangan/penempatan sulit dilakukan misal fibroid besar.

6) Alergi terhadap tembaga atau penyakit Wilson (jarang)-hanya untuk alat

yang mengandung tembaga.

Kontraindikasi relative
1) Menoragia dan anemia. Ini adalah kontraindikasi relative untuk AKDR

tembaga tetapi indikasi untuk LNG-IUS.

2) Memiliki banyak pasangan seksual. Apabila jika wanita memiliki

hubungan yang baru atau tidak stabil, maka risiko PRP dan infertilitas

harus dipertimbangkan terhadap ketidakmampuan atau ketidakrelaan

wanita tersebut untuk menggunakan metode lain dan risiko kehamilan yang

tidak direncanakan.

3) Baru didapatkan terapi untuk infeksi panggul. Riwayat satu kali mengidap

PRP yang sudah dilakukan terapi secara adekuat bukan merupakan

kontraindikasi pemakaian AKDR asalkan faktor risiko yang

mempredisposisi infeksi panggul tidak ada lagi. Tetapi serangan PRP

berulang harus dipandang sebagai kontraindikais relative yang kuat

terhadap pemakaian AKDR.

4) Usia dan nuliparitas. Usia dan nuliparitas itu sendiri bukan merupakan

kontraindikasi terhadap pemakaian AKDR. Nnamun, secara umum wanita

usia muda berisiko lebih tinggi terjangkit IMS karena tingkat aktivitas

seksual yang lebih tinggi dan kemungkinan memiliki lebih banyak

pasnaagn seksual. Karena adanaya potensi ganggguan pada kesuburan di

masa mendatanng, maka wanita nulipara yang ingin menggunakan AKDR

harus mendapat konseling yang adekuat.

5) Penyakit katup jantung. Terdapat risiko endocarditis bakterialis subakut,

terutama saat pemasangan AKDR. Pada wanita dengan katup jantung


prostetik harus diberikan perlindungan antibiotik yang memadai dilakukan

pemasangan AKDR.

6) Terapi kortikosteroid sistemik, terapi imunosupresif, dan infeksi HIV atau

AIDS. Keadaan ini mempengaruhi system imun, sehingga meningkatkan

risiko infeksi. AKDR mungkin bukan merupakan kontrasepsi ideal bagi

para wanita ini pilihan alternative harus dipertimbangkan terlebih dahulu.

7) Baru mengidap penyakit trofoblastik jinak. Peradarah yang tidak teratus

yang berkaitan dengan pemakain AKDR dapt mempersulit tindak lanjut

dan penatalakasanaan penyakit ini.

8) Sedang mendapat terapi antikoagulan. Pemakaian AKDR tembaga

terutama dapat menyebabkan perdarahan dalah jumlah besar pada wanita

yang mendapat heparin atau warfarin. LNG-IUS lebih sesuai bagi para

wanita ini karena dapat mengurangi darah menstruasi.

E. Kontrasepsi Implan

1. Pengertian Implan

Implant merupakan metode kontrasepsi yang diinsersikan pada bagian

subdermal, yang hanya mengandung levonorgestrel yang terbungkus dalam

kapsul silastic silicon polidymetri, silicon dilepaskan kedalam darah secara

difusi melalui dinding kapsul. Implant memiliki efektivitas tinggi, perlindungan

jangka panjang, pengembalian kesuburan yang cepat setelah pencabutan, dapat

dicabut sesuai dengan kebutuhan, tidak memerlukan pemeriksaan dalam, bebas

dari pengaruh hormon estrogen, tidak menggangu kegiatan senggama serta


tidak mengganggu produksi ASI. Implant merupakan salah satu metode

unggulannya (BKKBN, 2013).

Menurut Anggraini & Martini (2012), Implan adalah kontrasepsi jenis

lain yang bersifat hormonal dan dimasukkan ke bawah kulit.

Menurut Wulansari & Huriawati (2007), Norplant merupakan suatu

sistem implan subdermis yang memberikan proteksi kontrasepsi hingga lima

tahun yang terdiri dari enam kapsul karet silikon (masing-masing mengandung

levonorgestrel 36 mg) yang dimasukkan ke bawah kulit lengan wanita.

2. Jenis Alat Implan

Jenis alat Implan menurut Dewi & Tri (2011), ada 3 macam meliputi:

1) Norplant

Terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan panjang dari 3,4 cm,

dengan diameter 2,4 mm yang diisi dengan 36 mg Levonorgestrel dan lama

kerjanya 5 tahun.

2) Implanon

Terdiri dari satu batang putih yang lentur dengan panjang kira-kira 40 mm,

dan diameter 2 mm, yang diisi dengan 68 mg 3-Ketodesogestrel dan dengan

lama kerjanya 3 tahun.

3) Jadena atau indoplant

Terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg levonogestrel dan lama kerja 3

tahun.
3. Cara kerja

Mekanisme kerja Implan menurut Wikjosastro (2007), adalah

mengentalkan lendir serviks uteri sehingga menyulitkan dalam penetrasi sperma

menimbulkan perubahan-perubahan pada endometrium sehingga tidak sejalan

untuk implantasi zygote mengakibatkan kurang transportasi sperma dan

menekan ovulasi atau menghalangi terjadinya ovulasi.

4. Efektivitas

Efektivitas Implan menurut Hartanto (2004), adalah sebagai berikut:

1) Angka kegagalan Norplant: didapatkan bahwa < 1 per 100 wanita-per tahun

dalam 5 tahun pertama. Ini lebih rendah dibandingkan kontrasepsi oral, IUD

maupun metode barier.

2) Efektifitas Norplant sedikit berkurang setelah 5 tahun, dan pada tahun ke-6

kira-kira 2,5-3% akseptor terjadi kehamilan.

3) Norplant-2 sama efektifnya seperti Norplant, dengan waktu 3 tahun pertama.

Di harapkan Norplant-2 juga akan efektif untuk 5 tahun, namun ternyata

setelah pemakaian 3 tahun terjadi kehamilan dalam jumlah angka yang besar

secara tidak diduga sebelumnya, yaitu sebesar 5-6%. Diketahui bahwa

penyebabnya belum jelas, karena terjadi penurunan dalam pelepasan

hormonnya.

5. Keunggulan

Menurut Arum & Sujiyatini (2009), keuntungan kontrasepsi Implan ada 2

macam yaitu :

1) Keuntungan Kontrasepsi
a) Memiliki guna tinggi

b) Perlindungan dalam jangka panjang (sampai 5 tahun)

c) Setelah pencabutan terjadi pengembalian tingkat kesuburan yang cepat

d) Tidak diperlukan periksa dalam

e) Terbebas dari pengaruh estrogen

f) Tidak mengganggu kegiatan dalam senggama

g) Tidak terganggu ASI

h) Klien ke klinik jika ada keluhan saja

i) Bisa dicabut setiap saat sesuai dengan kebutuhan

2) Keuntungan Non Kontrasepsi

a) Mengurangi terjadinya nyeri haid

b) Mengurangi jumlah darah saat haid

c) Memperbaiki anemia

d) Terlindung dari terjadinya kanker endometrium

e) Menurunkan angka kejadian pada kelainan jinak payudara

f) Melindungi diri dari beberapa penyebab pada penyakit radang panggul

g) Menurunkan angka kejadian pada endometrium

6. Kerugian

Menurut Dewi & Tri (2011), alat kontrasepsi Implan memiliki beberapa

kerugian antara lain:

1) Pada kebanyakan pemakai dapat menyebabkan terjadinya perubahan pola

haid berupa perdarahan bercak/spotting, hipermenorea, atau 3terjafi

peningkatan jumlah darah haid serta amenorea.


a) Amenorrhea

Setelah masa siklus haid yang teratur terjadinya amenorrhea. Jika tidak

ditemui suatu masalah, jangan berupaya merangsang perdarahan dengan

kontrasepsi oral kombinasi.

b) Spotting (perdarahan bercak) ringan. Spotting sering ditemukan terutama

pada tahun pertama penggunaan. Bila tidak ada suatu masalah dan klien

tidak hamil, tidak diperlukan tindakan apapun. Tetapi jika bila klien

mengalami permasalahan dapat diberikan kontrasepsi oral kombinasi (30-

50 mcg EE) selama 1 siklus pertama dan Ibuprofen (hingga 800 mg 3 kali

sehari x 5 hari) dan terangkan pada klien bahwa akan terjadi perdarahan

setelah pil kombinasi jika akan kehabisan. Bila terjadi perdarahan lebih

banyak dari biasa, berikan 2 tablet pil kombinasi selama 3-7 hari dan

selanjutnya dengan satu siklus pil kombinasi.

2) Timbul keluhan-keluhan seperti: nyeri kepala, nyeri dada, perasaan mual,

pusing, dan peningkatan/penurunan berat badan.

a) Pertambahan atau kehilangan berat badan (perubahan nafsu makan). Di

informasikan bahwa kenaikan/penurunan berat badan sebanyak 1-2 kg

dapat saja timbul. Perhatikan diet klien bila perubahan BB terlalu terlihat.

Bila BB berlebihan, hentikan pada suntikan dan anjurkan metode

kontrasepsi yang lain.

b) Ekspulsi. Cabut kapsul ekspulsi, periksakan apakah kapsul yang lain

masih di tempat, dan apakah terdapat tanda-tanda infeksi pada daerah

insersi. Bila tidak terjadi infeksi dan kapsul lain bearti masih berada pada
tempatnya, pasang kapsul baru 1 buah pada tempat insersi yang secara

berbeda. Bila ada infeksi cabut semua kapsul yang ada dan pasang kapsul

baru pada lengan yang lain atau ganti cara.

c) Infeksi pada daerah insersi. Bila infeksi tanpa adanya nanah: bersihkan

dengan sabun dan air atau antiseptic lalu berikan antibiotik yang sesuai

untuk 7 hari. Implan jangan dilepas dan minta klien kontrol 1 minggu

lagi. Bila tidak membaik, lepas implan dan pasang yang baru pada lengan

lain atau ganti cara. Bila ada abses: bersihkan dengan antiseptik,

kemudian insisi dan alirkan pus keluar, cabut implan, lalu lakukan

perawatan luka, beri antibiotika oral 7 hari.

3) Membutuhkan tindakan pembedahan minor

7. Indikasi

Indikasi kontrasepsi Implan menurut Anggraini & Martini (2012), meliputi:

1) Usia yang reproduksi

2) Memiliki anak ataupun yang belum

3) Memerlukan kontrasepsi yang memiliki efektifitas tinggi dan menghendaki

pencegahan kehamilan jangka panjang

4) Menyusui dan yang membutuhkan kontrasepsi

5) Pasca persalinan dan yang tidak menyusui

6) Pasca dari keguguran

7) Tidak mengharspkan anak lagi, tetapi menolak sterilisasi

8) Ada riwayat kehamilan ektopik


9) Tekanan darah < 180/110 mmHg, dengan memiliki masalah pembekuan

darah, atau anemia bulan sabit (sincle cell)

10) Tidak diperbolehkan menggunakan kontrasepsi hormonal yang

mengandung estrogen

11) Lupa dalam menggunakan pil

8. Kontraindikasi

Kontraindikasi alat kontrasepsi Implan menurut Hartanto (2004), antara lain:

1) Hamil atau dugaan hamil

2) Tidak diketahui penyebabnya tentang perdarahan traktus genetalia

3) Penyakit trombo-emboli atau Tromboflebitis aktif

4) Terjadi penyakit hati akut

5) Terjadi tumor hati jinak atau ganas

6) Mengalami Karsinoma payudara/tersangka karsinoma payudara

7) Tejadi tumor/neoplasma ginekologik

8) Mengalami penyakit jantung, hipertensi dan diabetes mellitus

F. Alat Kontrasepsi Yang Mengandung Tembaga

1. IUD Yang Mengandung Tembaga

IUD merupakan kontrasepsi yang dimasukkan melalui serviks dan

dipasang di dalam uterus. IUD memiliki benang yang menggantung sampai

liang vagina, hal ini dimaksudkan agar keberadaannya bisa diperiksa oleh

akspetor sendiri. IUD mencegah kehamilan dengan merusak kemampuan hidup

sperma dan ovum karena adanya perubahan pada tuba dan cairan uterus. Hal ini
dikarenakan adanya IUD yang dianggap sebagai benda asing sehingga

menyebabkan peningkatan leuokosit. Tembaga yang dililitkan pada IUD juga

bersifat toksik terhadap sperma dan ovum. Demikian pula IUD yang

mengandung hormone progesterone. Lebih kentalnya lender serviks akan

mempersulit sperma untuk melewati serviks dan akan terbunuh oleh leukosit

yang timbul dalam cairan uterus sebagai hasil dari rangsangan tembaga.

Lilitan tembaga yang terdapat pada IUD berfungsi untuk menghambat

laju sperma supaya tidak bisa mencapai sel telur yang berada di saluran telur

(tuba falopii) dengan sempurna. Keberadaan lilitan tembaga ini bisa diibaratkan

sebagai jalan berkelok yang akan dilalui sel sperma sehingga lajunya menjadi

lebih lambat.

Secara umum IUD tampaknya mencegah sperma membuahi ovum. IUD

yang mengandung tembaga tampak memiliki efek spermatosidal. IUD yang

mengeluarkan progesterone atau progestin sintetik secara lambat juga memiliki

efek menebalkan mucus serviks sehingga sperma sulit masuk ke dalam rahim

(Ganong, 2002).

Mencegah terjadinya fertilisasi, tembaga pada AKDR menyebabkan

reaksi inflamasi steril, toksik buat sperma sehingga tidak mampu untuk

fertilisasi (BKKBN dan Kemenkes R.I., 2012)


Antogonisme kationic yang spesifik terhadap Zn yang terdapat dalam enzim carbonic
anhydrase yaitu salah satu enzim dalam traktus genitalia wanita, dimana Cu
menghambat reaksi carbnonic anydrase sehingga tidak memungkinkan terjadinya
implantasi ; dan mungkin juga menghambat aktifitas alkali phosphotase.
b. Mengganggu pengambikan ekstrogen endohenous oleh mucosa uterus.
c. Mengganggu jumlah DNA dalam sel endometrium.
d. Mengganggu metabolisme glikogen.
Penambahan Ag pada IUD yang mengandung Cu mempunyai maksud untuk
mengurangi fragmentasi dari Cu sehingga Cu lebih lama habisnya.

IUD yang mengandung tembaga menggangu metabolisme


dengan komposisi dalamglikogen,
traktus genitalia
Mengganggu pengambikan Antogonisme kationic menghambat
wanita reaksi
ekstrogen endohenous oleh carbnonic anydrase
mucosa uterus sehingga tidak
Mempengaruhi jumlah DNA memungkinkan terjadinya
dalam sel endometrium,
metabolisme glikogen, dan
penyerapan estrogen

produksi prostaglandin dan


infiltrasi leukosit

hambatan pada transportasi


sperma.

jumlah spermatozoa yang mencapai


saluran genitalia atas menjadi
berkurang

Perubahan cairan uterus dan tuba


menganggu viabilitas gamet

degenarasi mencolok dengan


terjadi peluruhan dinding rahim

Perubahan jumlah darah yang


keluar saat haid
Sumber : WHO, 1997; Glassier Gebbie, 2000

2. IUD Yang Mengandung Tembaga

Implan merupakan kontrasepsi yang dimasukkan melalui subdermal dan

bersifat hormonal. Mekanisme kerja implant yang terkandung tembaga adalah

menekan ovulasi, membuat getah serviks menjadi kental, membuat

endometrium tidak siap menerima kehamilan. Dengan konsep kerjanya adalah

progesteron dapat mengahalangi pengeluaran LH sehingga tidak terjadi ovulasi

dan menyebabkan situasi endometrium tidak siap menjadi tempat nidasi.

Akibat dari pemasangan


implant yang terkandung
tembaga dalam tubuh

Dilepaskan kedalam darah melepaskan gonadotropin


secara difusi melalui releasing hormon (GnRH) atau
dinding kapsul luteinizing hormon releasing
hormon (LHRH)

hipotalamus
dikendalikan oleh dikendalikan oleh
Gangguan terhadap mekanisme umpan mekanisme umpan
sekresi GnRH akan balik lengkung balik lengkung
menyebabkan panjang pendek
gangguan terhadap
poros di bawahnya
steroid ovarium gonadotropin hipofisis

terjadinya anovulasi,
amenore dan gangguan melepaskan hormon
haid lainnya. Hormon ini perangsang folikel (follicle
berperan dalam stimulating hormone,
mempersiapkan FSH) dan hormone
endometrium untuk luteinisasi (luteinising
implanasi hormone,LH)

Gangguan pada hormon ini


mempengaruhi siklus endometrium estrogen meningkat
(proliferasi yang malar) dengan cepat
hingga mencapai puncak
Mengakibatkan pengelupasan
endometrium tak beraturan kadar LH pada
pertengahan siklus haid

pola perdarahan yang


tidak teratur atau pemendekan siklus terjadinya ovulasi
haid, polimenore atau bercak prahaid

hasil dari sekresi kadar estrogen cepat menurun


korpus luteum. kembali dan progesterone

Sumber: Wikjosastro (2007)


Pelepasan GnRH merupakan syarat awal untuk terjadinya peristiwa

siklus berikutnya. GnRH merupakan suatu hormon dekapeptida yang

dilepaskan secara pulsatil dengan frekuensi dan amplitudo tertentu.

FSH berperan merangsang pematangan folikel ovarium, sedangkan LH

dalam jumlah tertentu diperlukan sepanjang siklus haid untuk merangsang

sintesis pembakal androgen di dalam stroma ovarium yang akan diubah menjadi

estrogen di dalam folikel. LH hanya akan bekerja jika ada FSH, kedua hormon

ini bersifat sinergistik. Terjadinya gangguan pada sekresi salah satu atau

rangsangan FSH dan LH pada ovarium akan menyebabkan folikel-folikel

mengalami proses pembentukan menjadi folikel yang matang dan kemudian

akan mengalami proses ovulasi. Pada saat terjadi haid, kadar estrogen cepat

merosot dan menetap dalam kadar yang rendah pada tahap dini fase folikuler.

3. Faktor yang Terkait Pada Pemakaian IUD Dan Implan Terhadap Jumlah

Perdarahan Saat Menstruasi

1) Umur
Usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat

dilakukan penelitian dihitung dengan angka (Elizabeth, BH., 1995) (Dikutip

oleh Nursalam dan Pariani, 2001). Hurlock menyatakan bahwa semakin

cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang

dalam berpikir dan bekerja adanya pengalaman dan kematangan jiwanya

(Nursalam, 2001). Seperti yang diutarakan oleh Hanafi Hartanto (2004),

bahwa faktor umur dijadikan alasan akseptor KB untuk menunda kehamilan

menjarangkan kehamilan, atau mengatur kesuburannya. Oleh karena itu,

faktor umur turut menentukan dalam pemilihan suatu metode kontrasepsi.

Saifuddin (2006) menyatakan bahwa usia 20-35 tahun merupakan

usia reproduksi sehat atau fase menjarangkan kehamilan, sehingga

penggunaan jenis alat kontrasepsi hormonal seperti suntik, pil dan implan

pada masa menjarangkan kehamilan merupakan cara KB yang efektif.

Sementara usia diatas 35 tahun merupakan usia reproduksi tua sehingga

dianjurkan memakai kontap, atau paling tidak cara yang efektif dengan

menggunakan AKDR/IUD, implan dan suntik. Namun Selviana, dkk (2013)

menyatakan minat penggunaan metode implant rendah yang dikarenakan

takut terhadap efek samping yang akan terjadi pada pengguna seperti gemuk

dan bercak-bercak yang muncul pada kulit, takut mengalami kegagalan

dalam penggunaan kontrasepsi tersebut, dapat mengganggu aktifitas sehari-

hari yang diakibatkan rasa tidak nyaman atau infeksi pada tempat

pemasangan. Kemudian Sriwahyuni (2012) menambahkan bahwa pada usia


diatas 35 tahun merupakan usia reproduksi tua atau fase mengakhiri

kehamilan.

Hal tersebut dimungkinkan selain telah mempunyai 2 orang anak,

tetapi juga akan memiliki risiko jika terjadi kehamilan seperti lahir prematur,

komplikasi kehamilan, pendarahan hingga kematian baik pada bayi maupun

ibu. Oleh sebab itu, pemilihan alat kontrasepsi hendaknya disesuaikan

dengan tahap masa reproduksi (Sriwahyuni, 2012). Umur juga dapat

dikaitkan dengan siklus menstruasi. Semakin tua umur maka semakin sedikit

dalam pengeluaran darah yang keluar. Penelitian lain juga menyatakan

bahwa umur akan mempengaruhi seseorang untuk menentukan penggunaan

alat kontrasepsi.

2) Stress

Stress menyebabkan perubahan sistemik dalam tubuh, khususnya

sistem persarafan dalam hipotalamus melalui perubahan proklatin atau

endogen opiat yang dapat memengaruhi elevasi kortisol basal dan

menurunkan hormone lutein (LH) yang menyebabkan amenorrhea

(Kusmiran, 2011).

3) Pekerjaan

Pada tingkat aktivitas fisik yang sedang dan berat dapat membatasi

fungsi Menstruasi. Beban kerja yang berat berhubungan dengan jarak

menstruasi yang panjang dibandingkan dengan beban kerja ringan dan

sedang (Kusmiran, 2011). Pekerjaan berat kemungkinan salah akan persepsi

untuk menggunakan metode kontrasepsi IUD dan Implan dengan alasan


takut lepas (ekspulsi), khawatir mengganggu pekerjaan atau menimbulkan

nyeri saat bekerja. Pekerjaan formal kadang-kadang dijadikan alasan

seseorang untuk tidak menggunakan kontrasepsi, karena tidak sempat atau

tidak ada waktu kepusat pelayanan kontrasepsi (Affandi, 2013).

4) Pendidikan

Pendidikan berarti banyak hubungan yang diberikan oleh seseorang

terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu

(Nursalam dan Pariani, 2001). Pendidikan adalah faktor penentu dari gaya

hidup dan status seseorang dan dalam masyarakat. Secara konsisten

penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang ditamatkan

mempunyai pengaruh yang kuatpada perilaku reproduksi/siklus menstruasi,

penggunaan alat kontrasepsi, kelahiran, kematian anak dan bayi, kesakitan,

dan perilaku serta kepedulian terhadap kesehatan keluarga (SDKI, 2007).

Umumnya perempuan yang menghendaki pembatasan jumlah anak

adalah perempuan yang sudah memiliki kesempatan belajar sehingga tinggi

rendahnya pendidikan seorang wanita juga menentukan dalam pemilihan

metode kontrasepsi yang diberikan oleh petugas kesehatan (BKKBN, 2007).

Kesimpulannya bahwa pendidikanmemiliki pengaruh pada penggunaan KB

(Ali, 2013) Oleh karena itu, pendidikan yang cukup baik dari responden

dimana sebagian besar telah lulus SMA berdampak pada kemudahan dalam

kesediaan memahami dan juga menggunakan KB.

5) Penggunaan IUD dan Implan


KB IUD dan Implan mempunyai permasalahan atau efek samping. Efek

samping yang paling utama adalah gangguan pola haidnya. Pemakai KB

IUD, baik “copper T” atau jenis lainnya sering mengalami perubahan pada

pola haidnya. Lama haid menjadi lebih panjang (beberapa diantaranya

didahului dan diakhiri oleh perdarahan bercak dahulu). Jumlah haid menjadi

lebih banyak dan datangnya haid (siklus) menjadi lebih pendek, sehingga

seakan-akan haidnya datang 2 kali dalam kurun waktu 1 bulan (30 hari).

Panjang siklus bervariasi dari 23 hari atau kurang untuk siklus pendek dan

lebih dari 35 hari untuk siklus panjang (Hartanto, 2003).

G. Kerangka Teori Penelitian

Skema 2.1 Kerangka Teori Penelitian

Alat kontrasepsi yang


mengandung tembaga

Kontrasepsi Intra Uterine Kontrasepsi Implan.


Devices (IUD). Melepaskan hormone perangsang
Mempengaruhi di endometrium, folikel FSH dan LH, estrogen
peningkatan prostaglandin dan meningkat dengan cepat,
infiltrasi leukosit, hambatan pada peningkatan kadar LH, terjadinya
transportasi sperma, terjadi ovulasi, kadar estrogen cepan
perubahan cairan uterus dan tuba menurun dan peningkatan
mengganggu viabilitas gamet, progesterone, mempengaruhi
siklus endometrium
degenarasi mencolok dengan terjadi
mengakibatkan pengelupasan
peluruhan dinding rahim endometrium tak beraturan.

Jumlah darah yang


keluar saat menstruasi
Faktor yang terkait:
- Umur
- Stress
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Penggunaan KB IUD dan
Implan

Sumber : (WHO, 1997; Intan dkk 2011; Glassier Gebbie, 2005; BKKBN, 2011;

Proverawati dkk, 2010; Selviana dkk, 2013; Kusmiran, 2011; Affandi,

2013; Hartanto, 2003; Ali, 2013)

Anda mungkin juga menyukai