PENDAHULUAN
seorang ahli bedah di Glassgow yang melakukan hampir 9000 operasi rawat jalan
pada anak pada tahun 1903. Sementara anestesi spinal pertama kali tercatat
dilakukan oleh Essex Wynter tahun 1891, diikuti 6 bulan setelahnya oleh Heinrich
Quincke. Augustus Karl Gustav Bier, seorang ahli bedah asal Jerman
ekstremitas bawah tahun 1898. Dudley Tait dan Guido Caglieri melakukan
anestesi spinal pertama kali di San Fransisco, Amerika Serikat pada tahun 1899,
Tuffier, seorang ahli bedah Perancis, merupakan mentor Tait, meneliti anestesi
Bier, percobaan ini kemudian dilanjutkan oleh dr. Otto Hildebrandt, karena Bier
tidak dapat melanjutkan akibat menderita PDPH, setelah injeksi kokain ke dalam
ruang spinal, Bier melakukan percobaan pada Hildebrandt, tusukan jarum pada
1
ekstremitas bawah, disulut rokok, insisi pada paha, avulsi pada rambut pubis,
torsio pada testis, Hildebrandt melaporkan sangat minimal sampai tidak ada nyeri
selama percobaan, tapi setelahnya, dia menderita mual dan muntah, PDPH, rasa
keram dan panas pada kedua kaki. Bier mengungkapkan, PDPH terjadi akibat
adalah masalah besar dalam anestesi spinal, dan mengembangkan jarum spinal
26G dengan ujung halus lumen lebih kecil, jarum Green sangat popular sampai
diperkenalkannya jarum Whitacre.1 Saat ini penggunaan jarum yang lebih halus ≥
25G, dengan ujung bulat atau sehalus ujung pensil (Sprotte, Whitacre, Pencan)
mengurangi insiden terjadinya PDPH, dan nyeri kepala jika terjadi umumnya
ringan dan dapat sembuh sendiri. Hal ini, menyebabkan pemilihan anestesi spinal
yang baik, tipe pembedahan terbatas untuk prosedur yang sederhana dan durasi
penting atau mempunyai faktor yang meningkatkan resiko kesulitan dari segi
rawat jalan. Pasien dengan komplikasi penyakit seperti penyakit gula, penyakit
pembedahan rawat jalan di Amerika Serikat meningkat sejak 20 tahun yang lalu.3
2
jalan.4,5 Di Amerika Utara pada tahun 1990an pembedahan rawat jalan yang
Banyak teknik anestesi telah digunakan pada operasi minor pasien rawat
jalan, mulai dari lokal anestesi, lokal anestesi dengan monitoring anestesi care
(MAC), total intravena anestesi (TIVA), dan anestesi inhalasi, yang kesemuanya
obat anestesi kerja singkat dan peningkatan penggunaan teknik regional anestesi.
Dengan ini diharapkan bahwa jumlah, macam, dan kompleksitas dari pembedahan
JALAN
dibanding perifer nerve blok, insiden mual muntah pasca bedah juga rendah bila
dibandingkan anestesi umum. Pada kasus pasien menjalani total hip replacement
3
pun lebih mudah dkerjakan, dengan penggunaan agen anestesi lokal yang sesuai
maka, anestesi spinal onsetnya cepat dan pulih dari pengaruh obat pun lebih cepat.
Saat ini, sangat banyak pasien meminta tetap sadar selama prosedur
kepuasan pada pasien baik intra operasi dan analgesia pasca bedah tanpa
rawat inap keuntungan dari melakukan operasi yang sama pada rawat jalan secara
opname
hariannya
4
PEMILIHAN ANESTESI SPINAL PADA PEMBEDAHAN RAWAT
JALAN
Agen anestesi lokal ditambahkan agen sedatif kerja singkat juga dapat menjadi
pilihan untuk pasien rawat jalan. Waktu keluar dari kamar operasi lebih cepat
pada pasien yang dianestesi lokal suplementasi sedasi dibandingkan spinal dan
penelitian acak menemukan tidak ada perbedaan waktu keluar dari kamar operasi
Pemilihan bukan sekedar memilih pasien dengan kondisi yang dapat ditangani
dengan rawat jalan tetapi juga melibatkan pasien – pasien yang tidak cocok
1. Medis
5
c. Kelainan bawaan seperti hernia skrotalis yang besar, pembedahan
2. Pasien.
3. Sosial
a. Morbid obesitas
c. Fragile diabetes
d. COPD
e. Severe asma
f. Significant epilepsy
h. Penyalahgunaan alkohol.
6
Status fisik mempunyai peranan penting dalam pemilihan pasien. Sebagian
besar pasien seharusnya kelompok ASA I dan ASA II . Tetapi pasien ASA III
dengan keadaan medis stabil selama 3 bulan dapat diterima dengan kesepakatan
ahli bedah dan anestesi.15 Perkiraan lama operasi juga merupakan satu faktor
operasi dan anestesi. Pada operasi kurang dari 1 jam angka komplikasi adalah 1
dari 55 pasien.14
1. Gynaecology
a. Dilatasi dan kuretase
b. Terminasi vaginal kehamilan
c. Kolposkopi
d. Ligasi tuba/tubektomi
2. Urologi
a. Cystoskopi
b. Sirkumsisi
c. Vasektomi
d. Reseksi kandung kemih transurethral
3. Ortopedi
a. Arthroskopi lutut
b. Pengangkatan ganglion ektremitas bawah
c. Pengangkatan alat metal ekstremitas bawah
7
4. Bedah umum
a. Hernia
b. Varicose vena scrotalis
c. Endoskopi rectal
d. Hemoroidektomi
e. Dilatasi fissure ani.
serangkaian tes skrining kecuali jika riwayat medis atau pemeriksaan fisik
Pada pasien yang lebih tua, foto dada, kadar glukosa darah sangat
direkomendasikan.14
Tabel 1 Pemeriksaan pra bedah untuk pasien yang akan menjalani operasi rawat-
jalan.15
Urinalisis Semua pasien
8
Skrining sebelum operasi akan mengidentifikasi masalah – masalah medis
pasien dan memberikan diagnosa yang tepat dan langkah- langkah terapi,
seperti berpantang dari makanan dan minuman dan memakai pakaian yang tepat,
kepada pasien tentang cara perawatan pasca bedah yang baik, serta memiliki alat
komunikasi sehingga setiap saat dapat menghubungi dokternya dan dokter harus
segera merespon.5
memperbaiki hasil.5
9
a. Kopi adalah zat yang tidak transparan tetapi bebas dari bahan-bahan dari
partikel. Dan diterima sebagai cairan yang bersih (ingesti sebelum operasi
PREMEDIKASI
digunakan pra bedah. Dapat digunakan secara intravena dan oral. Pada orang
dapat digunakan tunggal atau kombinasi dengan obat lain selama prosedur dengan
sedasi intravena5
Sedasi pra bedah tidak dibutuhkan untuk setiap pasien. Untuk pasien yang
ditemui paling tidak 24 jam sebelum jadwal operasi dan kelihatan butuh obat
penghilang cemas atau cemas yang tidak hilang dengan dihibur, diazepam 2- 5 mg
oral diberikan pada malam sebelum operasi dan jam 06:00 pagi pada hari operasi.5
Untuk pasien ditemui untuk pertama kali di ruang preoperatif yang kelihatannya
dibawa masuk keruang operasi dengan propofol 0,7 mg/kg diberikan secara IV
10
Untuk mengontrol resiko aspirasi pada pasien dengan resiko lebih tinggi
untuk aspirasi seperti wanita hamil, pasien morbid obes, dapat digunakan H2
reseptor antagonis seperti cimetidin dan ranitidine, omeprazol , sodium sitrat, atau
metoclopramide.18
dengan redahnya insidens PDPH dibanding dengan jarum (cutting tips). Secara
umum, jarum yang halus memang mengurangi kejadian PDPH. Tapi, hubungan
antara lumen jarum (gauge) dan kejadian PDPH tidak lah sejalan. Jarum yang
sangat halus bisa menyebabkan kita lebih sulit dan angka kegagalannya juga
besar. Banyak ahli menyatakan jarum ≥ 25G, kejadian PDPH berkurang.19 Pittoni
dkk, membandingkan antara jarum spinal 22G dan 25G sprotte pada 234 pasien
yang menjalani operasi elektif artroskopi lutut rawat jalan. Insiden PDPH 0,9% (1
dari 117 pasien) untuk kelompok yang menggunakan jarum spinal 22G, dan
kerja singkat dan kualitas blok yang baik. Disarankan injeksi dengan cepat pada
posisi duduk, dengan penyebaran kearah sefalad dengan tujuan blok nya cukup
tinggi. Injeksi lambat, terutama dengan volume kecil larutan hiperbarik umumnya
menghasilkan blok yang rendah dan tidak adekuat. Orientasi jarum pun harus
11
Dua teknik dosis rendah khusus unilateral dan selektif spinal anestesia
penelitian teknik spinal anestesia dosis rendah hanya mengurangi dosis anestesi
tanpa ada usaha khusus membatasi penyebaran spinal. Istilah unilateral spinal
anestesia sering digunakan untuk menunjukkan satu sisi blok dengan tidak adanya
blok sensorik dan motorik pada sisi yang tidak dioperasi. Dosis rendah, volume
kecil, aliran rendah penting didalam induksi dari unilateral spinal anestesia. Posisi
dari pasien (lateral dekubitus) dengan barisitas dari lokal anestesi adalah faktor
ketika menggunakan dosis rendah bupivakain (3-4 mg), selama dengan teknik
injeksi yang tepat dengan aliran lambat (0,4 ml/menit) dengan bevel jarum
diarahkan langsung kearah saraf yang terlibat. Untuk unilateral blok, pengurangan
dosis dari obat kerja lama seperti bupivakain atau ropivakain cocok, sedangkan
penggunaan obat kerja singkat hiperbarik seperti lidokain tidak dianjurkan karena
anestesi, menggunakan dosis kecil obat intratekal, sehingga hanya serabut saraf
yang mengsuplai daerah khusus dan hanya modalitas yang dibutuhkan untuk
dianestesi yang terpengaruh. Selektif spinal anestesi dapat berupa bilateral atau
unilateral tergantung pada tipe prosedur bedah. Selektif sensorik bilateral blok
untuk bedah ano-rektal telah dicapai dengan menjaga pasien dalam posisi duduk
12
Beberapa adjuvant yang umum dipakai seperti, fentanyl, meperidine,
dan motoris adekuat, dan juga meningkatkan durasi blok. Selain itu, penambahan
fentanyl memberikan efek analgesia pasca bedah sampai 4 jam setelah semua
tanda blok motoris hilang. Penambahan fentanyl juga menurunkan dosis anestetik
Meperidine memberikan efek analgesia pasca bedah yang lebih lama . efek
samping termasuk mual dan muntah, hipotensi, pruritus dan retensi urine pernah
dilaporkan, blok motorik seringkali sangat kurang bahkan tidak ada. Depresi
napas sangat mungkin terjadi dengan meperidine neuroaxial. Beberapa alasan ini
kombinasi bupivakain 6 mg dan clonidine 0,15 atau 0,30 mcg untuk operasi
meskipun MAP lebih rendah pada kelompok yang menerima clonidine, tidak
satupun mendapatkan terapi, efek blok berlangsung sekitar 360 menit. Pemberian
clonidine dengan dosis besar akan meningkatkan waktu pemulihan, tekanan darah
13
pada bupivacaine 7,5 mg meningkatkan toleransi terhadap nyeri tourniket sekitar
30 menit, tapi memperpanjang waktu keluar dari kamar operasi sampai 48 menit.7
KOMPLIKASI 19,22
dapat dilakukan tanpa penambahan anestesi umum atau regional blok. Spinal
anestesi dan juga bagi pasien. Karena bila dibandingkan dengan teknik
anestesi regional yang lain anestesi spinal jauh lebih mudah dengan melihat
aliran CSF saat insersi jarum spinal yang tepat. Meskipun demikian, tetap ada
anestesi spinal bisa mencapai 3 sampai 17%. Insersi jarum spinal mungkin
sulit bila ada kelainan anatomi, obesitas, kerjasama pasien rendah, atau adanya
anestesi, maka dianjurkan untuk memilih pasien yang tepat, waktu, dan
tentunya juga tak lepas dari skill ahli anestesi sendiri. Penilaian klinik dan
juga kooperasi dari pasien sangat penting untuk mencegah komplikasi dari
14
2. Komplikasi hemodinamik
Hipotensi adalah yang paling sering. Dilaporkan insiden anestesi spinal dari
0% samapi 5% pada pasien tidak hamil. Wanita hamil lebih gampang terjadi
dikategorikan bila tekanan darah sistolik turun kurang dari 85-90 mmHg atau
lain yaitu :
Pada pasien hamil hipotensi dapat terjadi akbiat uterus gravid menyebabkan
kompressi aortocaval, faktor resiko yang lain pada orangtua bila ketinggian blok
melebihi atau sama dengan Th5, dan pasien yang menjalani kombinasi spinal dan
epidural anestesi.
vagal refleks, menurunnya preload kardiak selama anestesi spinal. Usia muda dan
pasien dengan blok lebih dari Th6 sangat mungkin terjadi bradikardi. Denyut
jantung sebaiknya dijaga tidak kurang dari 60 x/menit dan perlu diperhatikan pula
15
bila pasien mendapatkan terapi beta adrenergic bloker juga menjadi faktor resiko
walaupun jarang tapi bisa menyebabkan bradikardi yang hebat sampai asistole.
autonomik, blok jantung, reaksi vasovagal, atau juga sidrom jantung atletik.
pencegahan dan terapi hipotensi yaitu efedrin (kombinasi alfa dan beta, dengan
predominan efek beta adrenergic) dan etilefrine (kombinasi alfa dan efek beta).
untuk terapi bradikardi dapat diberikan atropine. Mual dan muntah selama
hipotensi tidak memerlukan terapi spesifik pada terjadinya mual dan muntah. Pada
pasien wanita blok spinal lebih dari Th6 dapat menjadi resiko terjadinya mual
fentanyl 10 mcg. Karena itu dianjurkan kombinasi ini dapat diberikan pada
6,4 per 10.000 pasien yang menjalani anestesi spinal. Cardiac arrest mungkin
16
terjadi akibat perdarahan yang signifikan atau penempatan semen selama
operasi ortopedi.
3. Retensi urine
pembedahan pada nervus pelvis atau pada vesica urinaria, overdistensi dari
neck, nyeri atau cemas yang menginduksi spasme spinkter internus. Setelah
cepat, karena dalam waktu 7 sampai 8 jam setelah injeksi spinal kontraksi otot
detrusor kembali normal. Resiko retensi urine sangat rendah pada pasien yang
menggunakan bupivacaine < 7 mg, umur dibawah 70 tahun, tidak ada riwayar
sulit miksi, dan bukan menjalani operasi hernia, rectal, atau urologi.
banyak pasien yang sembuh dengan sendiri tapi ada pasien yang menderita
spinal, tapi ada beberapa yang membutuhkan waktu satu hari sampai beberapa
neurologic dapat dicapai. Untuk itu diperlukan data tentang teknik anestesi
17
spinal, level dari insersi jarum spinal, tipe jarum, dan larutan anestetik lokal.
Untuk mencegah terjadinya trauma pada nervus teknik yang akurat dan
insidensi sekitar 20%, insidensi ini angkanya sama pada anestesi umum
maupun regional anestesi, hal ini berhubungan dengan durasi operasi yang
atau penempatan bantal yang tipis pada punggung dibawah area lumbar
merupakan metode yang efektif dan murah. Jika nyeri punggung tidak
infeksi. Bila ada tanda kompressi dari spinal seperti nyeri punggung hebat,
punggung dan atau kurangnya sensasi secara bilateral pada kaki atau daerah
bokong setelah pulih dari pengaruh spinal anestesi yang dimulai dalam 24
membantu, kadang perlu diberikan opioid pada beberapa kasus, TNS nyerinya
dapat memburuk sampai melebihi dari nyeri insisinya. Faktor utama terjadinya
18
rendah, dibanding dosis. Dilaporkan pula penggunaan bupivacaine insidens
PDPH adalah nyeri kepala yang biasa terjadi bifrontal dan occipital, dapat
memberat pada saat pasien berdiri atau mengedan, berkurang bila berbaring.
Mual muntah juga gejala yang kadang menyertai. Nyeri kepala dialami
beberapa jam atau hari setelah anestesi spinal. Nyeri kepala ini kadang disertai
PDPH akibat berkurangnya CSF setelah pungsi pada dura, yang umumnya
dapat menutup sendiri, tapi bila tidak, maka cairan CSF dapat keluar melalui
dura yang bocor tersebut. Secara anatomi densitas duramater terdiri dari
jaringan penyambung dari kolagen dan fiber elastik yang berjalan longitudinal
dura yang robek saat insersi terutama bila memakai jarum cutting.
Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan PDPH dan sebaiknya ahli
anestesi yang tepat dilakukam seperti mencegah multi insersi, jarum spinal
yang digunakan sebaiknya yang halus, sayangnya jarum spinal lebih halus
29G relatif lebih sulit, dan lebih mahal, sebaiknya seorang ahli anestesi
19
memakai jarum yang familiar digunakan, jarum spinal 27 G, pencil point lebih
mudah dan dapat lebih optimal dalam insersi jarum. Whitacare 27G (0,41mm)
anestesi spinal, tidak berefek pada insidensi dan durasi PDPH, hal ini hanya
menunda onset terjadinya PDPH setelah pasien dapat bangun. Terapi cairan
walau nyeri kepala belum tentu berkurang. Pemberian analgesia narkotik dan
dapat diulang 2 jam setelahnya. Bolus atau infus epidural dengan normal salin
dapat membantu mnegurangi kecepatan CSF yang bocor. Hal ini dapat
20
membantu penyebuhan secara natural. Bolus 30-60 mL diberikan 6 jam
1000 mL dalam 24 jam. Koloid juga dapat digunakan, namun efeknya tidak
lah berbeda dengan kristaloid. Epidural Blood Patch (EBP ) dapat dilakukan
ke ruang epidural dekat dengan pungsi spinal untuk menutup lubang tempat
CSF merembes.
6. Pruritus
sebagai kombinasi anestesi lokal. Fentanyl adalah opioid yang paling sering
signifikan.
Kontrol nyeri pasca operasi yang optimal harus efektif dan aman ,
menghasilkan efek samping yang minimal, memudahkan pemulihan dan mudah
ditangani oleh pasien dirumah. Teknik anestesi harus memungkinkan aktifitas
normal dan analgesik tambahan seharusnya diberikan untuk melindungi beberapa
aktifitas yang nyeri. Analgesia pertolongan harus diberikan jika analgesik yang
diberikan tidak efektif.2
21
Penilaian Nyeri dan dokumentasi.
Intensitas nyeri harus dinilai dan dinilai kembali sesering mungkin dan
didokumentasikan pada grafik disisi tempat tidur. Fasilitas rawat jalan harus
menentukan maksimum score nyeri yang dapat diterima dan melatih personil
untuk secepat mungkin mengobati nyeri jika melewati batas yang ditentukan.
Menjaga tingkat nyeri pada < 3 pada 10 poin dari visual analog score (VAS) telah
berfungsi dengan memuaskan sejak tahun 1991 untuk pembedahan rawat jalan.
Intensitas nyeri dinilai paling tidak setiap jam. Adalah penting untuk menilai
nyeri dan efikasi dari analgesi pada waktu istirahat dan selama aktifitas.8
Kontrol nyeri pasca operasi seharusnya dimulai selama operasi dengan menambah
anestesi umum dengan opioid kerja singkat, NSAID, atau regional anestesi.
Beberapa regianal blok dapat dilakukan secara sederhana dan cepat pada pasien
bedah rawat jalan 8
Obat analgesik oral adalah penting untuk kelanjutan kontrol nyeri di rumah, dan
mendorong pasien memakai analgesik secara preemptif dan teratur, dimulai
sebelum efek dari lokal anestesi hilang. Untuk nyeri ringan cukup dengan
analgesik sederhana seperti paracetamol . Pasien dengan nyeri ringan sampai
sedang pada bedah rawat jalan menggunakan kombinasi NSAID dengan opioid
lemah sebagai tambahan untuk regional atau lokal anestesi. Opioid kuat umumnya
dihindari karena efek sampingnya termasuk resiko depresi pernafasan.
Parasetamol adalah analgesik yang paling umum digunakan diseluruh dunia
karena efektif, murah dan aman. Sering dikombinasi dengan obat lain seperti
opioid lemah dan NSAID sebagai bagian dari pendekatan balans analgesia.
22
sebagian besar kasus nyeri ringan sampai sedang. Apabila dikombinasi dengan
opioid , dapat meningkatkan kualitas analgesi dari opioid dan sering mengurangi
kebutuhan opioid kira-kira 25 %. NSAID sering digunakan untuk mengobati nyeri
ringan sampai sedang dan sebagai satu komponen dari regimen multimodal untuk
nyeri sedang sampai berat.2
Kriteria keluar
23
Tabel 3. Postanaesthesia Discharge Scoring System (PADS) 17
FOLLOW UP
Keluhan pasien dicatat setelah operasi dan pada saat pulang pasien
diberitahukan agar segera menelpon, dan petugas akan menelpon sampai satu
minggu dan menanyakan dan mencatat kondisi dan keluhan pasien terutama efek
samping PDPH, TNS dan tidak kalah pentingnya adalah tingkat kepuasan pasien.
24
RINGKASAN
kesehatan yang baik dan tipe pembedahan terbatas untuk prosedur yang
sederhana dan durasi yang singkat. Dengan kemajuan terutama dalam teknik
anestesi termasuk penggunaan obat – obat anestesi kerja singkat dan peningkatan
dan kompleksitas dari pembedahan dilakukan dengan rawat jalan. Untuk anestesi
spinal penggunaan dosis rendah sangat aman, praktis, cost efektif dan popular
dengan pasien. Dengan dosis rendah dapat meningkatkan akses pembedahan pada
kasus rawat jalan sehingga memuaskan operator dan pasien. Pencatatan informasi
tentang pasien sangat penting, karna dapat digunakan untuk follow up terjadinya
komplikasi PDPH, TNF dan tingkat kepuasan pasien, PDPH umumnya terjadi
pada usia muda dan kehamilan, sehingga dianjurkan menggunakan jarum spinal
yang halus. Keharusan miksi pada pasien tidaklah selalu dianjurkan pada saat
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Patel V. Spinal anesthesia. The New York school of regional anesthesia. 2009;
3119.
2. Bogetz MS. Outpatient surgery. In : Stoelting RK, Miller RD, editors. Basics
6. Narula N. Mini topic review : anaesthesia for day case surgery. Available at :
www.library.nhs.uk/Theatres/ViewResource.aspx?resID=277694
Companies 2007;237-45.
8. Rawal N. Analgesia for day case surgery. British J Anaesth 2001; 87:73-8.
9. Wig J. The current status of day care surgery. Indian journal of anaesthesia
26
10. Langton JA, Gale TCE. Day – case anaesthesia. In : Aitkenhead AR, Smith G,
11. Song D, Greilich NB, White PF. Recovery profiles and costs of anesthesia fot
12. Li S, Coloma M, White PF. Comparison of the costs and recovery profiles of
2000;93:1225.
2001;43:369.
14. Wig J. The current status of day care surgery. Indian J Anaesth 2005; 49 (6) :
459-466.
15. Wilson IH. Day surgery. In: Nicholls AJ, Wilson IH.Perioperative medicine:
2000
16. Lichtor JL: anesthesia for ambulatory surgery. In : Brash PG, Cullen FB,
17. Ansell GL, Montgomery JE. Outcome of ASA III patients undergoing day
27
19. Watson B, Allen J, Smith I. Techniques. In : Spinal anaesthesia in day surgery
2004.
2007;149-61.
28