Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Rektum adalah bagian akhir dari usus besar yang terletak di antara kolon
sigmoid dan kanalis analis yang berawal dari rectosigmoid junction setinggi S3
atau promontorium sacrum dan berakhir setinggi cincin anorectal. Panjang rektum
berkisar 12-15 cm dengan kaliber internal yang mirip dengan kolon sigmoid pada
bagian awal. Kemudian rektum akan dilatasi pada daerah yang lebih akhir
1
membentuk ampula rektum.
Pada rektum, dapat terbentuk tumor yang sering bermanifestasi sebagai
karsinoma rektum. Karsinoma rektum adalah salah satu keganasan tersering pada
manusia dan tersering kedua pada keganasan di usus besar. Sebelum tahun 1900
an, insiden kanker kolon dan rektal sering diabaikan, namun kini insiden kanker
kolorektal telah meningkat secara dramatis mengikuti perkembangan ekonomi dan
industrialisasi. Saat ini, kanker kolorektal adalah penyebab utama ketiga kematian
1, 2, 3
akibat kanker pada pria dan wanita di Amerika Serikat.
Di Indonesia kanker kolorektal adalah keganasan yang sering terjadi baik
pada pria dan wanita setelah kanker prostat dan kanker payudara dengan
persentase 11,5% dari jumlah seluruh pasien kanker di Indonesia. Insidensi
kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya.
Data lainnya dari Departemen Kesehatan (Depkes) menunjukkan insidensi kanker
kolorektal dengan usia kurang dari 45 tahun pada 4 kota besar di Indonesia
sebagai berikut, 47,85% di Jakarta, 54,5% di Bandung, 44,3% di Makassar dan

48,2% di Padang.4

Untuk menegakkan diagnosis kanker rektum diperlukan anamnesis dan


pemeriksaan fisik termasuk colok dubur wajib dilakukan. Diagnosis pasti
didapatkan melalui berbagai modalitas pemeriksaan mulai dari non-nvasif sampai
8
pada pemeriksaan invasif.

1
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami tentang Ca Rekti.

1.2.2 Tujuan Khusus


a. Memberikan pengetahuan tentang Ca Rekti.
b. Melaporkan pasien dengan diagnosis Ca Rekti.
c. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang Kedokteran.
d. Memenuhi salah satu tugas Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian
Ilmu Bedah Rumah Sakit Islam Siti Rahmah Padang.

1.3 Manfaat
Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai Ca Rekti.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2
2.1 Anatomi Rektum

Rektum berawal dari taenia coli pada kolon sigmoid bergabung


membentuk lapisan otot longitudinal luar kontiniu pada level promontorium
sakrum. Rektum mengikuti lekukan sacrum, dan berakhir di anorectal junction.
Otot puborectal melingkari bagian posterior dan lateral junction, membentuk
sudut anorectal (normal 120°). Rektum memiliki tiga kurvatura lateral, antara lain
kurvatura atas dan bawah yang cembung ke kanan, dan tengah yang cembung ke
kiri. Pada bagian luminal, tiga kurvatura ini ditandai sebagai lipatan semisirkuler
10
atau Valvula Houston.
Rektum orang dewasa berukuran panjang sekitar 12-18 cm, dan dibagi
menjadi 3 bagian, yaitu 1/3 atas adalah bagian yang mobile dan ditututupi
peritoneum di anterior dan lateral, 1/3 tengah adalah dimana peritoneum hanya
menutupi bagian anterior dan sebagian permukaan lateral, dan 1/3 bawah berada
di dalam pelvis dikelilingi mesorektum berlemak dan dipisahkan dari struktur
didekatnya oleh lapisan fascial. 1/3 bawah rektum dipisahkan oleh fascia
Denonvilliers dari prostat atau vagina di bagian depan, dan fascia Waldeyer di
bagian belakang dari os. coccygis dan dua vertebrae sacral terbawah. Lapisan

fascia ini penting karena menjadi barrier/ pembatas dari invasi keganasan.10

Gambar 2.1. Anatomi rektum

3
Gambar 2.2 Potongan sagital rektum dan visera yang terkait pada pria

Gambar 2.3 Potongan sagital rektum dan visera yang terkait pada wanita

Arteri utama rektum adalah arteri rectalis superior adalah kelanjutan


langsung dari arteri mesenterica inferior. Arteri ini membagi diri menjadi dua
cabang utama, kiri dan kanan, dan cabang kanan bercabang lagi. Arteri dan sistem
limfe berada didalam jaringan lemak longgar dari mesorectum, dikelilingi oleh

sarung dari jaringan ikat.6,10


Arteri rectalis medial muncul pada masing-masing sisi dari arteri iliaka
interna dan melewati rektum pada ligamentum. Ukuran arteri ini kecil ( dan sering
9
hanya terdapat pada satu sisi) dan putus menjadi beberapa cabang terminal.
Arteri rectalis inferior muncul pada masing-masing sisi dari arteri pudenda interna
dan masuk kanal Alcock. Arteri ini melingkupi permukaan inferior musculus
levator ani, menyeberangi atap fossa ischiorectal dan memasuki otot anus.
Anastomosis antara arcade pembuluh inferor dan superior menjadi sirkulasi
kolateral yang mempunyai makna penting pada tindakan bedah. Anastomosis
tersebut ke pembuluh kolateral rectalis inferior merupakan kolateral luas dan kaya

4
sekali darah sehingga perdarahan dari hemoroid interna menghasilkan darah
6,10
berwarna merah segar.

Gambar 2.4 Arteri pada rektum

Vena rectalis superior berasal dari 2 plexus hemoroidalis internus dan


berjalan ke arah kranial ke dalam vena mesenterika inferior dan seterusnya
melalui vena lienalis menuju vena porta. Vena ini tidak berkatup sehingga tekanan
alam rongga perut menentukan tekanan di dalamnya. Karsinoma rektum dapat
menyebar sebagai embolus vena ke dalam hati. Vena rectalis inferior mengalirkan
6
darah ke vena pudenda interna, vena iliaka interna dan sistem vena kava.

Gambar 2.5 Vena pada kolon


Sistem limfatik lapisan mukosa rektum berhubungan bebas dengan
lapisan otot. Sistem drainase rektum mengalir ke atas sepanjang pembuluh rectalis
superior ke nodus para-aorta. Karena alasan ini, pembedahan penyakit keganasan

5
terutama untuk mencapai reseksi luas nodus limfe proksimal. Meskupun
demikian, jika aliran ke atas yang seperti biasanya, diblok (contohnya oleh
karsinoma), aliran dapat berbalik dan selanjutnya mungkin ditemukan metastasis
nodus limfe pada sisi dinding pelvis (sepanjang pembuluh rectalis medial) atau
10
bahkan pada regio inguinal ( sepanjang arteri rectalis inferior).
Persarafan rektum terdiri atas sistem simpatik dan parasimpatik. Serabut
simpatik berasal dari pleksus mesentrikus inferior dan dari sistem parasakral yang
terbentuk dari ganglion simpatis lumbal ruas kedua, ketiga, dan keempat. Unsur
simpatis pleksus ini menuju ke arah sistem genital dan serabut otot polos yang
mengendalikan emisi air mani dan ejakulasi. Persarafan parasimpatik (nervi
erigentes) berasal dari saraf sakral kedua, ketiga, dan keempat. Serabut saraf ini
menuju ke jaringan erektil penis dan klitoris serta mengendalikan ereksi dengan
cara mengatur aliran darah ke jaringan ini. Oleh karena itu, cedera saraf yang
terjadi pada waktu operasi radikal paanggul seperti ekstirpasi rektum dapat
6
menyebabkan gangguan fungsi vesika urunaria dan gangguan fungsi seksual.

2.2. Definisi Kanker Rektum


Kanker rektum atau karsinoma rekti didefinisikan sebagai tumor yang
muncul pada rektum, yang sebagian besar adalah tumor ganas. Jenis keganasan
3
terbanyak pada rektum adalah Adenokarsinoma. Kanker rektum dan kanker
kolon sering dikategorikan bersama karena memiliki banyak karakteristik yang
8
dan dikenal sebagai kanker kolorektal.
Kanker rektum umunya mulai tumbuh di lapisan dalam rektum dan disebut
sebagai polip. Beberapa jenis polip berubah menjadi kanker dalam jangka lebih
dari beberapa tahun, tetapi tidak semua polip menjadi kanker. Kemungkinan
perubahan menjadi kanker bergantung pada jenis polip. Terdapat dua jenis polip,
antara lain; Polip adenomatous (adenoma), yaitu polip yang sering berubah
menjadi kanker sehingga adenoma disebut sebagai pre-kanker. Polip hiperplasia
3
dan polip inflamasi sering ada tetapi secara umum mereka bukan pre-kanker.
Dinding rekrtum terbuat dari beberapa lapisan. Kanker rektum mulai muncul
pada lapisan terdalam (mukosa) dan dapat tumbuh ke sebagaian atau semua

6
lapisan. Ketika kanker berada di dinding rektum, mereka selanjutnya dapat
menyebar melalui pembuluh darah atau pembuluh limfe. Dari sana mereka dapat
3,10
menyebar ke kelejar getah bening terdekat atau bagian tubuh yang jauh.

2.3. Epidemiologi Kanker Rektum


Kanker rektum bersama dengan kanker kolon merupakan keganasan ketiga
terbanyak didunia dan penyebab kematian kedua terbanyak (terlepas dari gender)
di Amerika Serikat.
Di Indonesia dari berbagai laporan terdapat kenaikan jumlah kasus tetapi
belum ada angka yang pasti berapa insiden kanker rektum. Berdasarkan data RS
kanker Dharmais, kanker rektum masuk dalam 10 besar kanker dengan insidensi
tertinggi selama tahun 2010-2013. Berdasarkan data patologi anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas Padang tahun 1999 kanker rektum bersama

kanker kolon menempati urutan ke dua.10

2.4. Faktor Risiko Kanker Rektum


Etiologi dari kanker rektum belum diketahui, tetapi beberapa faktor resiko
dapat menyebabkan terjadinya kanker rektum. Beberapa resiko yang dapat
berperan dalam terjadinya karsinoma rekti antara lain :
a. Usia
Usia adalah faktor risiko dominan kanker rektum, dengan peningkatan
insidensi setelah usia 50 tahun. Lebih dari 90% kasus didiagnosis pada orang
berusia lebih dari 50 tahun sehingga usia ini adalah waktu yang rasional untuk
memulai skrining pada pasien asimptomatis. Namun individu pada usia
berapapun tetap dapat menderita kanker rektum, sehingga bila ditemukan
7
gejala-gejala keganasan harus tetap dievaluasi.
b. Diet
Penelitian menunjukan bahwa kanker rektum lebih sering terjadi pada
populasi yang mengkonsumsi diet tinggi lemak dan rendah serat. Diet lemak
jenuh dan tidak jenuh yang tinggi meningkatkan karsinoma rekti, sedangkan
diet asam oleat yang tinggi (minyak ikan, minyak kelapa, minyak zaitun) tidak
meningkatkan risiko. Lemak dapat secara langsung meracuni mukasa rektum

7
dan menginduksi perubahan ke arah keganasan. Sebaliknya diet tinggi serat
dapat menurunkan risiko. Konsumsi kalsium, selenium, vitamin A, C, E,
karotenoid, dan fenol tumbuhan dapat menurukan risiko. Obesitas dan gaya

hidup sedenter dapat meningkatkan mortalitas pasien kanker rektum. 7,10

c. Merokok
Meskipun penelitian awal tidak menunjukkan hubungan merokok dengan
kejadian KKR, tetapi penelitian terbaru perokok jangka lama (periode induksi
30-40 tahun) mempunyai risiko relatif berkisar 1,5-3 kali. Diestimasikan
bahwa satu dari lima kanker kolon dan rektum di Amerika dikaitkan dengan
merokok. Penelitian kohort dan kasus-kontrol dengan desain yang baik
menunjukkan bahwa merokok berhubungan dengan kenaikan risiko
terbentuknya adenoma dan juga kenaikan risiko perubahan adenoma menjadi

karsinoma.9

d. Faktor Genetik dan Herediter


Sekitar 80% kanker rektum muncul secara sporadik, sedangkan 20%
muncul pada pasien dengan riwayat keluarga kanker kolorektal. Faktor
genetik seperti familial adenomatous polyposis (FAP), hereditary
nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC), riwayat keluarga yang menderita
kanker kolorektal, polip rektum, dan keganasan lain adalah faktor yang

berperan besar terhadap pertumbuhan keganasan pada tumor rektum.7


e. Inflammatory bowel disease
Pasien dengan Inflammatory bowel disease, khususnya kolitis ulseratif
kronis dan chron’s disease berhubungan dengan meningkatnya risiko
adenokarsinoma rekti. Hal ini diduga bahwa inflamasi kronis merupakan
predisposisi genetik perubahan mukosa ke arah keganasan. Risiko terjadinya
keganasan bila onset pada usia muda, mengenai seluruh kolon, dan
7
menderita lebih dari 10 tahun.
f. Faktor risiko lain
Pasien dengan ureterosigmodostomi diketahui meningkatkan risiko
adenoma dan karsinoma. Tingginya kadar growth factor dan Insulin like

8
growth factor-1 juga menjadi faktor risiko. Radiasi pelvis juga diketahui
meningkatkan risiko karsinoma rekti.7 Kurangnya aktifitas fsik juga

berpengaruh meningkatkan risiko pada kanker rektum.9

2.5 Patofisiologi Kanker Rektum

Saat ini diketahui bahwa kanker rektum berasal dari adenoma dan tumbuh
bertahap dengan meningkatkan displasia pada adenoma akibat akumulasi
abnormalitas genetik (adenoma-carcinoma sequence. Biasanya karsinoma ini
muncul sebagai ulkus, tetapi bertangkai (polyploid) dan memilki sifat infiltratif.
Berawal dari polip jinak pada rektum, tumor akan menjadi ganas dengan
menyusup kedalam lapisan dan struktur sekitar dan terlepas dari tumor primer,
menyebar dan bermetastasis ke bagian tubuh lain.6
Penyebaran karsinoma melalui berbagai cara, antara lain :
1. Penyebaran lokal
Penyebaran lokal lebih sering muncul secara sirkumferensial atau
melingkar daripada longitudinal. Setelah selubung otot ditembus, tumor
akan menyebar ke mesorektum sekitar, tetapi awalnya terbatas pada fascia
mesorectal. Jika penetrasi muncul di anterior, maka prostat, vesikula
seminalis atau buli-buli akan terlibat pada pria. Pada wanita, vagina atau
uterus dapat terlibat. Sedangkan penetrasi di posterior bisa mencapai
sacrum dan plexus sacralis. Penyebaran kebawah lebih dari beberapa
10
centimeter jarang terjadi.

2. Penyebaran limfatik (Limfogen)

Penyebaran limfatik dari karsinoma rekti di peritoneum muncul hampir


secara eksklusif ke arah atas, di bawah level tersebut, penyebaran limfatik
masih keatas tetapi ketika neoplasma berada di dalam daerah arteri rectalis
media, penyebaran lateral primer sepanjang limfe yang biasnya menyertai
jarang terjadi. Penyebaran secara limfogen akan ditemui pada kelenjar

parailiaka, mesentrium, dan paraaorta.6,10

9
3. Penyebaran secara hematogen

Penyebaran secara hematogen akan membuat tumor menyebar jauh


atau metastasis ke organ lain terutama hepar, dapat pula ditemukan
10
diparu.

2.6 Klasifikasi Kanker Rektum


Dukes mengkalsifikasikan karsinoma rektum menjadi :
Duke’s
A Pertumbuhan terbatas pada dinding rektum (15%),
B Pertumbuhan meluas ke jaringan extrarectal, tetapi tidak ada
metastasis pada kelenjar limfe regional (35%)
C Terdapat deposit sekunder pada kelenjar limfe regional (50%)
C1 Hanya kelenjar limfe pararectal lokal yang terlibat
C2 Kelenjar limfe jauh mengikuti pembuluh darah

Stage D sering dimasukan, tetapi tidak dideskripsikan oleh Dukes.


Stage ini menandakan adanya metastasis jauh biasanya ke hepar, paru.

Gambar 2.6 Penyebaran kanker rektum

10
2.7 Gejala Klinis Kanker Rektum
Karsinoma rektum dapat muncul pada fase awal kehidupan, tetapi usia diatas 50
tahun adalah ketika insidens meningkat dengan cepat. Gejala awal sering tidak
signifikan sehingga pasien tidak berobat selama 6 bulan atau lebih., dan diagnosis
sering tertunda pada pasien yang lebih muda karena gejala yang muncul dikaitkan
10
dengan tumor jinak.
Perdarahan adalah gejala paling awal dan tersering pada kanker rektum.
Tidak ada karakteristik mengenai waktu munculnya, ataupun warna dan jumlah
kehilangan darah. Perdarahan sering jelas terlihat di akhir defekasi, atau diketahui
karena memberikan warna pada pakian dalam. Memang perdarahan melalui anus
sering terjadi pada hemoroid interna (hemoroid dan karsinoma kadang terjadi
bersama). Seiring berjalannya waktu, kehilangan darah dapat menyebabkan
penurunan jumlah sel darah merah (anemia). Terkadang, pasien datang karena
gejala anemia berupa rasa lemah dan lemas.
Tenesmus adalah gejala yang biasa didapat pada kanker rektum. Adanya
sensasi berupa feses lebih yang harus dikeluarkan atau sulit mengedan untuk
mengosongkan isi usus tanpa hasil pengosongan berupa feses. Hal ini sangat
penting untuk gejala awal dan hampir selalu muncul pada tumor distal rektum.
Pasien akan berusaha keras mengosongkan isi rektum beberapa kali sehari (diare
palsu), sering dengan sedikit flatus dan sedikit lendir dengan bercak darah darah
10
(lendir berdarah/ bloody slime).
Perubahan kebiasan BAB (Change bowel habit) merupakan gejala
tersering selanjutnya Perubahan yang terjadi antara lain diare, konstipasi, atau
feses kecil seperti kotoran kambing yang terjadi lebih dari beberapa hari. Pasien
harus bangun lebih awal untuk defekasi dan mengeluarkan feses berdarah dan
berlendir (early morning bloody diarrhea). Seringkali gejala ini terdapat pada
pasein dengan karsinoma annular pada rectosigmoid junction yang mengalami
peningkatan konstipasi, dan dengan pertumbuhan di ampula recti yang mengalami

keluhan early morning bloody diarrhea.10


Nyeri merupakan gejala lanjut, tetapi nyeri kolik mungkin menyertai
tumor rektosigmoid lanjut, dan disebabkan oleh obstruski usus. Ketika ulkus

11
carcinomatous rektum yang dalam mengikis prostat atau buli, mungkin akan
terjadi nyeri yang berat. Nyeri punggung, atau nyeri panggul muncul ketika
kaknker menginvasi plexus sacralis. Penurunan berat badan sugestif pada
metastasis hepar.9

2.8 Diagnosis Kanker Rektum

2.8.1 Anamnesis
Tanda dan gejala berikut ini merupakan temuan yang sering menjadi awal
dugaan adanya karsinoma rekti:
- Perdarahan melalui anus disertai peningkatan frekuensi defekasi dan/atau
diare selama minimal 6 minggu pada semua umur
- Defekasi seperti kotoran kambing
- Perdarahan melalui anus tanpa gejala anal pada individu berusia di atas 60
tahun
- Peningkatan frekuensi defekasi atau buang air besar berlendir
- Massa intra-luminal di dalam rektum
- Tanda-tanda obstruksi mekanik usus
- Anemia
- Penurunan berat badan

2.8.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda anemia, kadang dapat pula
ditemukan massa yang teraba pada abdomen, atau tanda-tanda obstruksi usus.
Pemeriksan fisik abdomen biasanya normal pada kasus awal. Kadang ketika
tumor anular lanjut terletak di rectosigmoid junction, gejala obstruksi usus besar
akan muncul. Seiring berjalannya waktu metatstasis pada hepar juga dapat

diraba.10
Pemeriksaan colok dubur adalah pemeriksaan yang harus dilakukan pada
setiap penderita dengan gejala anorektal. Pada banyak kasus, neoplasma dapat

12
dirasakan dengan jari. Pada awalnya akan terasa nodul dengan dasar yang
menegeras. Ketika bagian tengah mengalami ulserasi, cekungan dangkal akan
ditemukan, pinggirnya meninggi dan terbalik. Pada pemeriksaan bimanual,
mungkin dirasakan bagain bawah karsinoma terletak di rectosigmoid junction.
Setelah jari dikeluarkan, jika berkontak secara langsung dengan karsinoma, jari
akan berlumur darah atau material mukopurulen dengan bercak darah. Ketika
ulkus carcionomatous terletak di 1/3 distal rektum, melibatkan kelenjar getah
bening terkadang dapat dirasakan massa satu atau lebih, keras, oval, bengkak di

mesorectum posterior atau posterolateral diatas tumor.10


Tujuan pemeriksaan ini untuk menetapkan keutuhan sfingter ani dan
menetapkan ukuran dan derajat fiksasi tumor pada rektum 1/3 tengah dan distal,
serta menetapkan jarak antara tumor dengan anocutan line. Pada pemeriksaan
colok dubur ini yang harus dinilai adalah :
- Keadaan tumor
- Mobilitas tumor
- Ekstensi penjalaran

2.9 Diagnosis Banding Kanker Rektum


6,8
Diagnosis banding kanker rektum antara lain ;
- Polip rektum
- Fisura anus hemoroid
- Karsinoma anus

2.10 Pemeriksaan Penunjang pada Kanker Rektum

Dalam menegakkan diagnosis karsinoma rekti, beberapa


pemeriksaan yang sering dilakukan adalah:
2.10.1 Pemeriksaan Laboratorium
- Hematologik ; darah perifer lengkap, LED, hitung jenis. Tes ini untuk
mengukur berbagai jenis sel di dalam darah. Tes ini dapat menunjukan
anemia. Beberapa pasien dengan kanker rektum menjadi anemis karena
tumor mengalami perdarahan yang cukup lama.

13
- Kimia darah ; Enzim hepar. Tes ini untuk memeriksa fungsi hepar, karena
kanker rektum yang dapat metastasis ke hepar.
- Tumor marker. Sel kanker rektum kadang menghasilkan substansi dikenal
dengan tumor marker yang dapat ditemukan di darah. Tumor marker yang
paling sering pada kanker rektum adalah Carcioembryonic antigen (CEA).

10
2.10.2 Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi dengan Sinar X, Ultrasound, magnetik, atau zat


radioaktif digunakan untuk beberapa alasan, antara lain untuk mengetahui daerah
yang dicurigai terkena kanker, melihat seberapa jauh penyebaran kanker, dan
membantu menentukan apakah tatalaksana yang diberikan sudah tepat.
- Pemeriksaan foto toraks PA, masih sering dilakukan karena terjangkau.
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui metastasis ke organ di
dalama thoraks, tersering adalah paru.
- Computed tomography scan (CT scan) abdomen, digunakan untuk melihat
lebih detail gambar organ tubuh dalam berbagai potongan. Pemeriksaan
ini dapat membantu mengetaui jika kanker telah bermetastasis ke hepar
atau organ lain.
- USG abdomen, digunakan untuk melihat tumor apakah terdapat di hepar,
kandung empedu, pankreas, atau tempat lain di abdomen, tetapi tidak
dapat melihat tumor di kolon.
- USG endorektal, yaitu pemeriksaan dengan mengunakan transduser
khusus yang dimasukan ke rektum. Pemeriksaan ini digunakan untuk
melihat seberapa jauh tumor menembus dinding rektum dan apakah telah
menyebar ke organ didekatnya atau jaringan seperti KGB.
- MRI, sama halnya dengan CT scan dapat memperlihatkan gambar jaringan
lunak yang lebih detail. MRI dapat digunakan untuk melihat area
abnormal di hepar akibat metastasis kanker, atau untuk melihat otak dan
sumsum tulang belakang. Endorectal MRI yaitu MRI yang dapat
digunakan pada pasien kanker rektum untuk melihat apakah tumor telah
menyebar ke struktur sekitar.

14
- Angiografi, adalah pemeriksaan dengan sinar x untuk melihat pembuluh
darah. Kontras diinjeksikan ke dalam arteri, dan gambar diambil dengan
sinar x. Zat warna kontras akan mengisi pembuluh darah. Jika kanker
menyebar ke hepar, pemeriksaan ini akan menunjukan arteri yang
memberi suplai darah ke tumor. Pemeriksaan ini dapat membantu ahli
bedah apakah tumor hepar dapat dibuang, dan jika bisa hal ini dapat
membantu tindakan bedah.

2.10.3 Pemeriksaan Patologi Anatomi10


Biopsi dari rektum dan spesimen reseksi menentukan jenis keganasan dan
derajat diferensiasinya. Biasanya jika kecurigaan kanker rektum ditemukan pada
skrining atau tes diagnostik, tumor akan dibiopsi selama kolonoskopi. Saat
biopsi,dokter akan membuang sebagian kecil jaringan dengan instrumen khusus.
Sampel biopsi (dari kolonoskopi atau tindakan bedah) dikirimkan ke
laboratorium dan dilihat dengan mikroskop. Jika sel kanker ditemukan dengan
mikroskop, pemeriksaan laboratorium lain juga dapat dilakukan pada spesimen
biopsi untuk membantu klasifiksai kanker yang lebih tepat.

2.10.4 Pemeriksaan Endoskopi10

Pemeriksaan endoskopi yang dapat dilakukan:


- Sigmoidoskopi rigid / Rektoskopi
- Sigmoidoskopi fleksibel (Lebih efektif dibandingkan denga sigmoidoskopi
rigid untuk visualisasi kolon dan rektum)
- Kolonoskopi. Akurasi kolonsoskopi sama dengan kombinasi barium
enema kontras ganda + sigmoidoskopi fleksibel untuk kanker rektum atau
polip > 9mm.
Semua pasien yang dicurigai kanker rektum harus menjalani :10
- Rectal Toucher (pemeriksaan fisik)

15
- Sigmoidoskopi dan biopsi
- Kolonoskopi jika mungkin ( atau CT colonography atau barium enema)

2.11 Tatalaksana
10
Tatalaksana kanker rektum dilakukan berdasarkan stadium kanker, yaitu :
a. Stadium 0
Pada stadium ini, kanker rektum belum tumbuh diluar lapisan dalam
rektum. Membuang atau mengancurkan kanker adalah tindakan yang dibutuhkan.
Pasien dapat ditatalaksana dengan tindakan bedah seperti polipektomi (membuang
polip), eksisi lokal, atau reseksi transanal dan juga membutuhkan tatalaksana
lanjut.
b. Stadium I
Pada stadium ini, kanker rektum sudah tumbuh di lapisan dinding rektum
yang lebih dalam tetapi belum menyebar diluar rektum. Stadium ini termasuk
kanker yang merupakan bagian dari polip. Jika polip dibuang komplit selama
kolonoskopi, dengan tidak adanya kanker di bagian pinggir, terapi lain tidak
diperlukan. Jika kanker pada polip merupakan kanker high grade (grade IV) atau
terdapat sel kanker pada pinggir polip, pasien disarankan untuk operasi lebih
sekali. Operasi lebih sekali juga disarankan jika polip tidak dapat dibuang komplit
atau jika harus dibuang akan sulit melihat sel kanker pada bagaian pinggirnya.
Untuk kanker stadium I lain, tindakan bedah biasanya merupakan terapi utama.
Beberapa kanker kecil stadium I dapat dibuang melalui anus tanpa menyayat
abdomen dengan reseksi transanal atau transanal endoscopic microsurgery
(TEM). Untuk kanker lain, low anterior resection (LAR), proctectomy dengan
colo-anal anastomosis, atau abdominoperineal resection (APR) dapat dilakukan
tergantung dimana tepatnya lokasi kanker dalam rektum.
Terapi tambahan tidak diperlukan setelah operasi ini, kecuali ahli bedah
menemukan kanker lebih lanjut dari yang diperkirakan. Jika kanker lebih dari
yang diperkirakan, kombinasi kemoterapi dan radioterapi biasanya diberikan. 5-
FU adalah obat kemo yang sering digunakan. Jika pasien terlalu lemah atau sakit

16
untuk melakukan operasi, dapat ditatalaksana dengan radioterapi meskipun terapi
ini belum terbukti sama efektif dengan terapi pembedahan.
c. Stadium II
Pada stadium ini, kanker rektum telah tumbuh melewati dinding rektum
dan dapat meluas ke jaringan terdekat. Tumor mungkin belum menyebar ke KGB.
Kebanyakan pasien dengan stadium II kanker rektum ditatalaksana dengan
kemoterapi, radioterapi, dan pembedahan, meskipun jenis terapi mungkin berbeda
pada beberapa orang.
d. Stadium III
Pada stadium ini, kanker rektum telah menyebar ke KGB terdekat tetapi
tidak pada bagain tubuh lain. Kebanyakn pasien dengan stadium III akan
ditatalaksana dengan kemoterapi, radioterapi, dan tindakan pembedahan.
Kebanyakan pasien mendapatkan baik kemo dan radioterapi (kemoradiasi)
sebagai terapi pertama mereka. Hal ini dapat memperkecil kanker, sering
membuat pembedahan lebih efektif untuk tumor yang lebih besar. Tindakan ini
juga menurunkan kesempatan untuk kanker kembali ke pelvis. Pemberian radiasi
sebelum pembedahan juga cenderung memperkecil masalah dibandingkan
diberikan setelah pembedahan.

e. Stadium IV
Pada stadium ini, kanker rektum telah metastasis jauh ke organ dan
jaringan lain seperti hepar dan paru. Pilihan terapi untuk stadium IV bergantung
pada bagaimana dan seberapa luas kanker menyebar.

17
BAB III
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Tn. E
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 60 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku : Minang

18
Status Perkawinan : Kawin
Masuk RS : 02 Desember 2017
Dirawat di : Bangsal bedah pria
Alamat : Balai Baru,Padang

Seorang pasien laki-laki usia 60 tahun datang ke bangsal pria Bagian


Bedah RSI Siti Rahmah dengan:
Keluhan Utama
BAB berdarah sejak 7 bulan sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
- BAB berdarah sejak 7 bulan sebelum masuk rumah sakit. BAB dengan
feses bercampur darah warna merah segar, dan berlendir disertai nyeri.
BAB lebih sering dari biasanya. Riwayat darah menetes dari anus ada.
- Pasien mengeluhkan BAB seperti kotoran kambing sejak 2 bulan yang
lalu. Namun sejak 4 hari yang lalu tidak ada BAB.
- Riwayat nyeri perut ada, nyeri terasa seperti memilin di daerah ari-ari.
- Riwayat perut kembung sejak 4 hari yang lalu.
- Riwayat mual dan muntah tidak ada
- Riwayat berat badan menurun ± 2 kg dalam 1 bulan terakhir
- Nafsu makan menurun sejak 1 bulan yang lalu.
- Riwayat demam hilang timbul tidak ada
- Badan terasa lemas, dan mudah lelah
- Riwayat rasa penuh di ulu hati, batuk lama, dan sesak nafas tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak ada riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan keluhan saat
ini.

Riwayat Pengobatan
Pasien tidak ada riwayat operasi sebelumnya

19
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama atau penyakit
keganasan tidak ada.

Riwayat Kebiasaan
Pasien jarang mengkonsumsi buah dan sayur, aktifitas fisik sehari-hari
ringan. Kebiasaan merokok dan alkohol disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Keadaan gizi : Sedang

Vital Sign
Status generalisata
- Tekanan Darah : 110/80 mmHg
- Nadi : 68x/menit
- Nafas : 20x/menit
- Suhu : 36,50 C
 Kepala : Normocephal
 Mata : pupil isokor, konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-), reflek
cahaya (+/+)
 Telinga: normotia (+/+), otorhea (-/-), nyeri tekan pre/retroaurikula (-/-),
nyeri tarik aurikula (-/-)
 Hidung : normosepta (+/+), rinorhea (-/-), devisi septum (-/-)
 Mulut : oral hygine cukup baik, faring hiperemis (-)
 Leher : KGB dan tiroid tidak teraba membesar
 Thorax

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Jantung dalam keadaaan normal
Auskultasi : BJ I/II regular, murmur (-/-), gallop (-/-)

Paru

20
Inspeksi : bentuk dada kanan dan kiri simetris, gerak
dinding dada simetris
Palpasi : vocal fremitus simetris
Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (- /-)
 Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : peristaltik (+) meningkat
Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak
teraba
Perkusi : Timpani
 Ekstremitas : akral hangat. udema tidak ada

Regio Anal
Pemeriksaan Colok dubur
Sfingter anus : Menjepit kuat
Mukosa : Teraba massa pada arah jam 3-6, 5 cm dari anocutaneus
line, konsistensi keras, terfiksir, berbenjol-benjol, nyeri
tekan (+)
Ampula recti : tidak kolaps
Handscoen : Feses (+), darah (+), lendir (+)

DIAGNOSA KERJA
Susp. Kanker rekti

TINDAKAN PENGOBATAN
- Belum bisa ditentukan

RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Rencana Colon in Loop
- Rencana USG abdomen
- Rencana CT-scan abdomen dengan kontras
- Rencana Koloskopi
- Rencana Biopsi

21
BAB IV

KESIMPULAN

Karsinoma rektal berasal dari epitel hampir sama dengan neoplasma


kolon, jenis terbanyak adalah adenokarsinoma. Umumnya didahului oleh kondisi
pramaligna seperti adenomatous, villous polyp, familial adenomatous polyposis
dan kolitis ulseratif.
Karsinoma kolorektal masih merupakan penyebab kematian kedua untuk
kanker terutama di Amerika Serikat. Skrining awal untuk mengarahkan diagnosa
Karsinoma kolorektal penting dilakukan untuk meningkatkan survivalnya.
Skrining awal yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan darah samar di
feses, sigmodoskopi, kombinasi darah samar feses dan sigmoidoskopi,
kolonoskopi, double kontras barium enema. Penyebab pasti karsinoma rektal
belum diketahui, diduga dipengaruhi beberapa komponen genetik dan faktor
lingkungan.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Fazeli MS, Keramati MR. Rectal Cancer: a review. Medical Journal of the
Islamic Republic of Iran (MJIRI). 2015
2. Giovannucci E, Wu K. Cancers of the colon and rectum. Schottenfeld
D, Fraumeni J, eds. Cancer. Epidemiology and Prevention. 3rd ed. Oxford
University Press; 2006.
3. Paulse F, Waschke J. 2010. Atlas Anatomi Sobotta. Edisi ke-23. Jilid 2.
Jakarta : EGC
4. Rizqan, M. 2014 Kanker Kolorektal. Skripsi, Universitas Diponegoro,
Semarang, Jawa tengah.

5. Anagnostopoulos G, Sakorafas GH, Kostopoulos P, et al. Squamous cell


carcinoma of the rectum: a case report and review of the literature. Eur J
Cancer Care (Engl). 2005 Mar. 14(1):70-4. [Medline].
6. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R. 2010.
Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat – De Jong, Edisi ke-3. hlm, 774-84.
Jakarta : EGC.
7. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, et al., 2015. Schwartz’s Principle
of Surgery, Edisi ke-10. Page 1203-18. New York : McGraw-Hill.
8. Debas HT. 2004. Gastrointestinal surgery ; Pathology and Management.
Page 270-4. Springer : New York
9. Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Digestif Indonesia. 2004. Panduan
Klinis Nasional Pengelolaan Karsinoma Kolorektal. Diunduh dari
www.ikabdi.org pada tanggal 2 Desemberr 2017.

23
10. Williams NS, Bulstrode CJK, O’Connel PR. 2013. The Rectum, in Bailey
& Love’s Short Practice of Surgery. Edisi ke-26. New York : Taylor &
Francis Group.

24

Anda mungkin juga menyukai