TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Saponifikasi
Saponifikasi adalah reaksi yang terjadi ketika minyak atau lemak dicampur
dengan larutan alkali. Dengan kata lain saponifikasi adalah proses pembuatan sabun
yang berlangsung dengan mereaksikan asam lemak dengan alkali yang menghasilkan
air serta garam karbonil (sejenis sabun). Sabun merupakan salah satu bahan yang
digunakan untuk mencuci baik pakaian maupun alat-alat lain. Alkali yang biasanya
digunakan adalah KOH. [1]
Ada dua produk yang dihasilkan dalam proses ini, yaitu sabun dan gliserin.
Secara teknik, sabun adalah hasil reaksi kimia antara asam lemak dan alkali. Selain
C12 dan C16, sabun juga disusun oleh gugus asam karboksilat. Hidrolisis ester dalam
suasana basa bisa disebut juga saponifikasi.
Ion karboksilat sangat tidak reaktif terhadap substitusi nukleofilik karena adanya
densitas elektron yang tinggi. Basa mendorong hidrolisis ester, sebagai hasilnya,
sehingga reaksi ini adalah reaksi yang irreversible. Mekanisme hidrolisis basa dari
ester juga melibatkan adisi-eliminasi nukleofilik pada karbon asil.
4
Bukti untuk mekanisme ini berasal dari studi yang dilakukan dengan ester
isotropikal berlabel. Ketika etil propanoat diberi label dengan 18O , etil propanoat
mengalami hidrolisis dengan larutan NaOH dimana pada reaksi itu menghasilkan etil
propanoat yang berada dalam etanol dan tak ada satupun muncul ion propanoat.
Gambar 4 Reaksi Etil Propanoat dengan NaOH gugus OH- menyerang karbon alkil
Meskipun serangan nukleofilik pada karbon alkil jarang terjadi dengan ester dari
asam karboksilat, itu adalah cara serangan yang sering dilakukan dengan ester asam
sulfonat (misalnya, tosylates, mesylates, dan triflates).
[2]
2.2 Sabun
Sabun adalah pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara basa natrium
atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun mandi
merupakan sabun natrium yang umumnya ditambahkan zat pewangi dan digunakan
untuk membersihkan tubuh manusia dan tidak membahayakan kesehatan. Sabun
mandi terdiri atas berbagai bentuk seperti berbentuk padat (batang), cair, dan gel.
Sabun mandi batang terdiri dari cold-made, opaque, sabun transparan, dan sabun
6
“kepala” polarnya menempel pada air. Hal ini mengakibatkan tegangan permukaan
air akan semakin berkurang, sehingga air akan jauh lebih mudah untuk menarik
kotoran.
Asam lemak akan memberikan sifat yang berbeda pada sabun yang terbentuk.
Pengaruh jenis asam lemak terhadap sifat sabun yang dihasilkan dapat dilihat pada
Tabel 1.
Penggunaan asan lemak dalam pembuatan sabun tidak boleh melebihi batas.
Pengunaan dalam jumlah yang berlebihan menyebabkan efek negative terhadap kulit
yaitu mengeringkan kulit. [7] Standar mutu sabun mandi padat menurut SNI 06-3532-
1994 dapat dilihat pada tabel 2.
8
[8]
Pada sabun transparan yang dievaluasi adalah jumlah busa, seberapa cepat
membentuk busa, dan kualitas busa. Kualitas, kuantitas, dan kecepatan pembentukan
busa dibuat dalam skala angka. Secara laboratorium evaluasi busa dilakukan dengan
Ross-Miles foam height tester. Pengukuran tinggi busa dilakukan dengan membalik-
balikkan tabung silinder yang berisi sabun selama beberapa waktu.
yang iritan. Inilah yang sering dirasakan pada kulit oleh mereka yang sering dan
lama berhubungan dengan deterjen (rasa deterjen). Penambahan sabun atau
deterjen dengan bahan-bahan pelumas (superfatty) dapat mengurangi efek ini.
c. Daya Denaturasi Protein dan Ionisasi
Denaturasi adalah proses dimana protein atau asam nukleat kehilangan
struktur tersier dan sekundernya. Reaksi kimia sabun dapat mengendapkan ion
kalsium (K) dan magnesium (Mg) di lapisan atas kulit. Pada kulit yang
kehilangan lapisan tanduk, pengendapan K+ dan Mg+ akan mengakibatkan reaksi
alergi. Pengendapan K+ dan Mg+ di atas lapisan epidermis akan menutup folikel
rambut dan kelenjar palit sehingga menimbulkan infeksi oleh kuman yang larut
dalam minyak. Berbeda dengan sabun, deterjen sintetik tidak menimbulkan
pengendapan itu, namun iritasi kulit dapat terjadi karena adanya gugus SH akibat
denaturasi keratin. Pada keratin normal tidak ada gugus merkapto (SH) bebas,
dan adanya deterjen dapat melepas gugus ini dari sistein dan sistin.
d. Daya Anti Mikrobial
Sabun yang mengandung surfaktan, terutama kation, mempunyai daya anti
mikroba, apalagi bila ditambah bahan antimikroba. Daya anti mikroba ini terjadi
pula akibat kekeringan kulit, pembersihan kulit, oksidasi di dalam sel keratin,
daya pemisah surfaktan, dan kerja mekanisme air.
e. Daya Antiperspirasi
Kekeringan kulit juga dibantu oleh penekanan perspirasi. Perspirasi adalah
proses kehilangan air atau elektrolit melalui kulit. Perspirasi adalah penguapan
atau keluarnya air dari dalam tubuh yang merupakan campuran air garam, gula
dan beberapa asam organik. Karenanya proses perspirasi ini tidak menimbulkan
bau. Pada percobaan dengan larutan natrium lauril sulfat, didapat penurunan
produksi kelenjar keringat antara 25-75%.
f. Lain-lain
Efek samping lain berupa dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak alergik,
atau kombinasi keduanya. Sabun merupakan iritan yang lemah. Penggunaan
sabun yang terlalu lama dan berulang akan menyebabkan iritasi pada kulit,
biasanya mulai di bawah cincin yang tidak dicuci dengan bersih, dan terjadi di
dalam rumah tangga, bartender, hairdresser, sehingga disebut sebagai soap atau
housewife contact dermatitis. Pembuktian efek iritasi ini sering kontroversial. Uji
tempel konvensional dengan larutan sabun tidak adekuat sebab menimbulkan
reaksi eritema monomorfik dengan intensitas yang bervariasi. Reaksi alergi
terhadap deterjen sintetik lebih jarang, lebih mungkin terjadi secara kumulatif
akibat penggunaan yang berulang pada kulit yang sensitif. [9]
11
h. Pewarna
Penggunaan pewarna untuk memperindah penampilan masih menjadi
perdebatan. Penggunaan pewarna ditakutkan akan membahayakan karena kulit
merupakan organ tubuh yang menyerap apapun yang diletakkan dipermukaannya.
i. Pewangi
Pewangi atau pengaroma adalah suatu zat tambahan yang ditujukan untuk
memberikan aroma wangi pada suatu sediaan agar konsumen lebih tertarik .
DAFTAR PUSTAKA
[1]Carey, Francis A. 2000. Organic Chemistry 4th Edition. USA : McGraw Hill
Compagnie.
[2]
Solomons, Graham T.W. 2011. Organic Chemistry 10th Edition. USA : John
Willey & Son Inc.
[3]
Bunta, Sri Melindawati, dkk. 2013. Pengaruh Penambahan Variasi konsentrasi
Asam Sitrat Terhadap Kualitas Sabun Transparan. Gorontalo: Jurusan Kimia
FMIPA Universitas Negeri Gorontalo
[4]
Qisti, Racmiati. 2009. Sifat Kimia Sabun dengan Penambahan Madu Pada
Konsentrasi yang Berbeda. Bogor : Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor
[5]
Usmania, Irma D.A. 2012. Laporan Tugas Akhir : Pembuatan Sabun Transparan
dari Minyak Kelapa Murni. Surakarta : Fakultas Teknik Universitas Negeri
Sebelas Maret.
[6]
Kurniasih, Eka dan Syafruddin. 2014. Aplikasi Minyak Nilam sebagai bahan Aditif
Sabun Transparan Antiseptic.
[7]
Paul, J.V. 1998. A Practical Guide to ISO 10993-10 : Irritation Medical Device &
Diagnostic Industries
[8]
Badan Standarisasi Nasional. 1994. Standar Mutu Sabun Mandi SNI 06-3532-1994.
Jakarta : Dewan Standarisasi Nasional
[9]
Wasitaatmadjaya, S.M. 1997. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
[10]
Hambali, Elizar, dkk. 2006. Membuat Sabun Transparan. Jakarta : Swadaya
Cimanggis
[11]
Swern, Daniels. 1979. Baileys Industrial Oil and Fat Product. New York :
Interscience Publisher
[12]
Wade, A dan P.J Weller. 1994. Handbookk of Pharmaceutical Excipient 2nd
Edition. London : The Pharmaceutical Press.
15
[13]
Ghaim, J.B dan Volz, E.D. 1995. Skin Cleansing Bar. New York : Marcell Dekker
Inc.