TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Transesterifikasi
Transesterifikasi adalah tahap konversi dari trigliserida (minyak nabati)
menjadi alkil ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan menghasilkan produk
samping yaitu gliserol. Di antara alkohol-alkohol monohidrik yang menjadi
kandidat sumber atau pemasok gugus alkil, metanol adalah yang paling umum
digunakan, karena harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi (sehingga
reaksi disebut metanolisis). Reaksi transesterifikasi terjadi karena alkohol pada
gliserida mengalami substitusi dengan alkohol sehingga terbentuk alkil ester dan
gliserol. Reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi alkil ester ini dapat dilihat
pada Gambar 1. [1]
minyak yang digunakan harus netral. Kadar asam lemak bebas yang lebih dari 0,5
% dapat menurunkan rendemen trasesterifikasi minyak. [6].
Mekanisme dari reaksi transesterifikasi minyak dengan katalis basa dan
asam adalah sebagi berikut.
2.2 Biodiesel
Biodiesel adalah bioenergi atau bahan bakar nabati yang dibuat dari minyak
nabati, baik minyak yang belum digunakan maupun minyak bekas dari
penggorengan dan melalui proses transesterifikasi. Biodiesel digunakan sebagai
bahan bakar alternatif pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk motor diesel,
dan dapat diaplikasikan baik dalam bentuk 100% (B100) atau campuran dengan
minyak solar pada tingkat konsentrasi tertentu (BBX), seperti 10% biodiesel
dicampur dengan 90% solar yang dikenal dengan nama B10. [7]
Biodiesel mempunyai keunggulan dibandingkan dengan bahan bakar diesel
dari minyak bumi. Bahan bakar biodiesel dapat diperbaharui. Selain itu, juga
dapat memperkuat perekonomian negara dan menciptakan lapangan kerja.
7
Biodiesel merupakan bahan bakar ideal untuk industri transportasi karena dapat
digunakan pada berbagai mesin diesel, termasuk mesin-mesin pertanian.
Jika 0.4% - 5% biodiesel dicampur dengan bahan bakar diesel minyak bumi
otomatis akan meningkatkan daya lumas bahan bakar. Biodiesel mempunyai rasio
keseimbangan energi yang baik. Rasio keseimbangan energi biodiesel minimum 1
sampai 2.5. Artinya,untuk setiap satu unit energi yang digunakan pada pupuk,
minimum terdapat 2.5 unit energi dalam biodiesel berbagai rasio. Campuran 20%
biodiesel dan 60% bahan bakar diesel minyak bumi disebut dengan B2O.
Campuran B2O merupakan bahan bakar alternative yang terkenal di Amerika
Serikat, terutama untuk bus dan truk. B2O mengurangi emisi, harganya relatif
murah dan tidak memerlukan modifikasi mesin.[8]
Biodiesel juga merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang ramah
lingkungan, tidak mempunyai efek terhadap kesehatan yang dapat dipakai sebagai
bahan bakar kendaraan bermotor yang dapat menurunkan emisi bila dibandingkan
dengan minyak diesel. Biodiesel terbuat dari minyak nabati yang berasal dari
sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Bahan baku yang berpotensi sebagai
bahan baku pembuat biodiesel antara lain kelapa sawit, kedelai, jarak pagar,
alpukat dan beberapa jenis tumbuhan lainnya. [9]
Pemanfaatan minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel memiliki beberapa
kelebihan, diantaranya sumber minyak nabati mudah diperoleh, proses pembuatan
biodiesel dari minyak nabati mudah dan cepat, serta tingkat konversi minyak
nabati menjadi biodiesel yang tinggi (95%). Minyak nabati memiliki komposisi
asam lemak berbeda-beda tergantung dari jenis tanamannya. Zat-zat penyusun
utama minyak-lemak (nabati maupun hewani) adalah trigliserida, yaitu triester
gliserol dengan asam-asam lemak (C8 – C24). Komposisi asam lemak dalam
minyak nabati menentukan sifat fisik kimia minyak.
biodiesel. Hal ini dapat dilakukan karena minyak jelantah juga merupakan minyak
nabati, turunan dari CPO (Crude Palm Oil). Pembuatan biodiesel dari minyak
jelantah ini menggunakan reaksi transesterifikasi seperti pembuatan biodiesel
pada umumnya, dengan pretreatment guna menurunkan angka asam pada minyak
jelantah. Pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan bakar motor diesel
merupakan suatu cara pengurangan limbah (minyak jelantah) yang menghasilkan
nilai ekonomis serta menciptakan bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar
solar.
Kandungan asam lemak bebas Free Fatty Acid (FFA) bahan baku (minyak
jelantah) merupakan salah satu faktor penentu metode pembuatan biodiesel.
Untuk itu, sebelum dilakukan proses transesterifikasi terlebih dahulu dilakukan
proses pemurnian terhadap minyak jelantah. Pemurnian ini terdiri dari
penghilangan bumbu, netralisasi, dan pemucatan. Proses penghilangan bumbu
bertujuan untuk menghilangkan partikel tersuspensi seperti protein, karbohidrat,
dan bumbu rempah. Netralisasi merupakan proses untuk memisahkan asam lemak
bebas menggunakan larutan basa sehingga terbentuk sabun. Minyak yang sudah
dinetralisasi ditambahkan abu sekam padi untuk proses pemucatan dengan tujuan
untuk menghilangkan zat warna pada minyak sehingga warna minyak menjadi
lebih jernih.
2.4 Metanol
Jenis alkohol yang selalu dipakai pada proses transesterifikasi adalah
methanol dan etanol. Metanol merupakan jenis alkohol yang paling disukai dalam
pembuatan biodiesel karena metanol (CH3OH) mempunyai keuntungan lebih
mudah bereaksi atau lebih stabil dibandingkan dengan etanol (C2H5OH) karena
metanol memiliki satu ikatan karbon sedangkan etanol memiliki dua ikatan
karbon, sehingga lebih mudah memperoleh pemisahan gliserol dibanding dengan
etanol.
Kerugian dari metanol adalah metanol merupakan zat beracun dan berbahaya
bagi kulit, mata, paru-paru dan pencernaan dan dapat merusak plastik dan karet
terbuat dari batu bara metanol berwarna bening seperti air, mudah menguap,
mudah terbakar dan mudah bercampur dengan air. Etanol lebih aman, tidak
beracun dan terbuat dari hasil pertanian, etanol memiliki sifat yang sama dengan
metanol yaitu berwarna bening seperti air, mudah menguap, mudah terbakar dan
mudah bercampur dengan air. Metanol dan etanol yang dapat digunakan hanya
yang murni 99%. Metanol memiliki massa jenis 0,7915 g/m3, sedangkan etanol
memiliki massa jenis 0,79 g/m3.
9
Akibat reaksi samping ini, katalis basa harus terus ditambahkan karena
sebagian katalis basa akan habis bereaksi membentuk produk samping berupa
sabun. Kehadiran sabun dapat menyebabkan meningkatnya pembentukkan gel dan
viskositas pada produk biodiesel serta menjadi penghambat dalam pemisahan
produk biodisel dari campuran reaksi karena menyebabkan terjadinya
pembentukan emulsi. Hal ini secara signifikan akan menurunkan keekonomisan
proses pembuatan biodiesel dengan menggunakan katalis basa.
Alternatif lain yang dapat digunakan untuk pembuatan biodiesel adalah
dengan menggunakan katalis asam. Selain dapat mengkatalisis reaksi
transesterifikasi minyak tumbuhan menjadi biodiesel, katalis asam juga dapat
mengkatalisis reaksi esterifikasi asam lemak bebas yang terkandung di dalam
minyak menjadi biodiesel mengikuti reaksi berikut ini:
b. Lama Reaksi
Semakin lama waktu reaksi transesterifikasi maka semakin banyak produk
yang dihasilkan yaitu metil ester yang lebih banyak, karena keadaan ini akan
memberikan kesempatan terhadap molekul-molekul reaktan untuk
bertumbukan satu sama lain. Namun setelah kesetimbangan tercapai tambahan
waktu reaksi tidak mempengaruhi reaksi.
c. Rasio perbandingan alkohol dengan minyak
Rasio molar antara alkohol dengan minyak nabati sangat dipengaruhi
dengan metil ester yang dihasilkan. Banyak penelitian yang menganjurkan
penggunaan metanol berlebih untuk memicu jalannya reaksi pembentukan
metil ester, jumlah metanol yang ditingkatkan untuk mempengaruhi
kesetimbangan sehingga reaksi bergeser kearah pembentukan produk.
Semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan maka konversi ester yang
dihasilkan akan bertambah banyak. Perbandingan molar antara alkohol dan
minyak nabati yang biasa digunakan dalam proses industri untuk mendapatkan
produksi metil ester yang lebih besar dari 98% berat adalah 6 : 1. Agar reaksi
transesterifikasi bergeser kekanan/produk (Metil Ester), maka diperlukan
alkohol berlebih didalam reaksi. Laju reaksi memberikan level tertinggi jika
kelebihan 100 % ( 2 kali lipat ) metanol yang digunakan
d. Jenis Katalis
Katalis berfungsi mempercepat reaksi dan menurunkan energi aktivitas
sehingga reaksi dapat berlangsung pada suhu lebih rendah dan suhu kamar( 25
0 C), sedangkan tanpa katalis ( Alkohol Superkritis ) reaksi dapat berlangsung
pada suhu 250oC, Metode Alkohol Superkritis adalah metode transesterifikasi
trigliserida dengan alkohol pada suhu dan tekanan diatas titik kritis
alkoholnya. Katalis yang biasa digunakan dalam reaksi transesterifikasi adalah
katalis basa seperti kalium hidroksida (KOH) dan natrium hodroksida
(NaOH). Reaksi transesterifikasi dengan katalis basa akan menghasilkan
konversi minyak nabati menjadi metil ester yang optimum (94% - 99%)
dengan jumlah katalis 0,5%-1,5% bb minyak nabati. Jumlah katalis KOH
yang efektif untuk menghasilkan konversi yang optimum pada reaksi
transesterifikasi adalah 1 % bb minyak nabati
e. Pengaruh air dan asam lemak bebas
Keberhasilan produksi biodiesel ditentukan pada banyaknya air dan asam
lemak bebas yang terkandung dalam bahan baku yang digunakan. Kandungan
air merupakan faktor yang lebih dominan bila dibandingkan dengan
kandungan asam lemak bebas, karena air dapat menyebabkan terjadinya
hidrolisis dari minyak menjadi asam lemak bebas. Besarnya kandungan air
pada minyak harus lebih kecil dari 0,06% sedangkan besarnya kandungan
asam lemak bebas harus diantara 0,5-1%. Jika kandungan asam lemak bebas
13
terlalu tinggi dalam minyak, maka akan terjadi reaksi antara katalis basa
dengan asam lemak bebas membentuk sabun sehingga kerja dari katalis
menjadi tidak efektif. Sabun juga menyulitkan proses pemisahan antara
biodiesel dan gliserol.
pada ester asam lemak yang mengandung 3 atau lebih ikatan rangkap. Itulah
sebabnya lebih baik membatasi kandungan ketidakjenuhan yang tinggi
didalam biodiesel dibandingkan total ketidakjenuhan seperti yang dikatakan
oleh bilangan Iod.
e. Kadar Air
Kadar air merupakan ukuran untuk kebersihan bahan bakar. Jumlah air
yang tinggi harus dihindari karena air dapat bereaksi dengan ester membentuk
asam lemak bebas, dan dapat mendorong pertumbuhan mikroba pada tangki
penyimpanan yang dapat menyebabkan terbentuknya sendimen. Sendimen
dapat menyumbat saringan dan dapat berkontribusi pada pembentukan deposit
pada injektor dan kerusakan mesin lainnya. Jumlah sendimen pada biodiesel
dapat meningkat sepanjang waktu sebagaimana bahan bakar ini mengalami
degradasi selama penyimpanan yang lama. Kadar air dalam minyak
merupakan salah satu tolak ukur mutu minyak. Makin kecil kadar air dalam
minyak maka mutunya makin baik, hal ini dapat memperkecil kemungkinan
terjadinya reaksi hidrolisis yang dapat menyebabkan kenaikan kadar asam
lemak bebas, kandungan air dalam bahan bakar dapat juga menyebabkan
turunnya panas pembakaran, berbusa dan bersifat korosif jika beraksi dengan
sulfur karena akan membentuk asam.
f. Bilangan Setana
Bilangan setana adalah ukuran kualitas penyalaan sebuah bahan bakar
diesel dalam keadaan terkompresi. Bilangan setana menunjukkan seberapa
cepat bahan bakar mesin diesel yang dapat diinjeksikan keruang bahan bakar
agar terbakar secara spontan. Bilangan setana dari minyak diesel konvensional
dipengaruhi oleh struktur hidrokarbon penyusun. Normal parafin dengan
rantai panjang mempunyai bilangan setana lebih besar dari pada cylo paraffin,
iso paraffin, olefin dan aromatik. Bilangan setana dari biodiesel juga sangat
bervariasi. Metil ester dari asam lemak palmitat dan stearat mempunyai
bilangan setana hingga 75, sedangkan bilangan setana untuk linoleat hanya
mencapai 33. Semakin rendah bilangan cetana maka semakin rendah pula
kualitas penyalaan karena memerlukan suhu penyalaan yang lebih tinggi.
g. Flash Point
Flash point adalah temperatur terendah yang harus dicapai dalam
pemanasan biodiesel untuk menimbulkan uap yang dapat terbakar dalam
jumlah yang cukup, untuk nyala atau terbakar sesaat disinggungkan dengan
suatu nyala uap. Apabila flash point bahan bakar tinggi, akan memudahkan
bahan bakar tersebut karena bahan bakar tidak perlu disimpan pada temperatur
rendah, sebaliknya jika flash point terlalu rendah, akan berbahaya karena
menimbulkan resiko tinggi bagi penyalaan, sehingga harus disimpan pada
suhu rendah.
16
Titik nyala atau flash point adalah suhu terendah dimana bahan bakar
dalam campurannya dengan udara akan menyala. Bila nyala tersebut terjadi
secara terus menerus maka suhu tersebut dinamakan titik nyala ( fire point ).
Titik nyala yang terlampau tinggi dapat menyebabkan keterlambatan
penyalaan, sementara apabila titik nyala terlampau rendah akan menyebabkan
timbulnya detonasi yaitu ledakan-ledakan kecil yang terjadi sebelum bahan
bakar masuk ruang bakar. Hal ini juga dapat meningkatkan resiko bahaya pada
saat penyimpanan. Dengan meningkatnya konsentrasi katalis maka akan
meningkat Flash Point yang tinggi. Flash Point yang tinggi akan memudahkan
penanganan dan penyimpanan bahan bakar, dan tidak perlu disimpan dalam
suhu yang terlalu rendah. Flash Point yang terlalu rendah akan berbahaya,
berisiko tinggi bagi penyalaan sehingga harus disimpan pada suhu terendah.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
Dewanto, Raka dan Aulia Dewi Rahmawati. 2011. Studi Pembentukan Metil
Ester Dengan Transesterifikasi Sebagai Emulsifier Berbahan Baku
Minyak Kelapa Sawit. Surabaya : Jurusan Teknik Kimia Fakultas
Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
[2]
Rachmaniah, Orchidea. 2005. Studi Transesterifikasi berkatalis Asam
Triglyceride dan Fatty Acid dari Minyak Mentah Dedak Padi menjadi
Biodiesel Surabaya : Jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.
[3]
Khan, A.K. 2002. Research into Biodiesel Kinetics and Catalyst Development.
Queensland : Departemen Teknik Kimia Universitas Queensland.
[4]
Swern, Daniels. 1979. Baileys Industrial Oil and Fat Product. New York :
Interscience Publisher
[5]
Destianna, Mescha, Agustinus Zandy, Nazef dan Soraya Puspasari.2007.
Intensifkasi Proses Produksi Biodiesel. Bandung : Fakultas Teknologi
Industri Institut Teknologi Bandung
[6]
Sumangat, Djajeng dan Tatang Hidayat. 2008. Karakteristik Metil Ester Minyak
Jarak Pagar Hasil Proses Transesterifikasi Satu Dan Dua Tahap. Bogor :
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian
[7]
Syah , Andi Nur Alam. 2006. Biodiesel Jarak Pagar Bahan bakar yang Ramah.
Jakarta : PT Agromedia Pustaka
[8]
Affandi ,Ranggita Dwi Nindya, dan Toni Rizky. 2013. Produksi Biodiesel Dari
Lemak Sapi Dengan Proses Transesterifikasi Dengan Katalis Basa NaOH.
Medan : Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
[9]
Hambali, Erliza, Siti Mujdalipah, Armansyah Haloman, Abdul Waries, dan Roy
Hendroko . 2007. Teknologi Bioenergi. Jakarta : PT Agromedia Pustaka.
[10]
Widyastuti, L.,2007. Skripsi : Reaksi Metanolisis Minyak Biji Jarak Pagar
Menjadi Metil Ester Sebagai Bahan Bakar Pengganti Minyak Diesel
Dengan Menggunakan Katalis KOH. Semarang : Jurusan Kimia
Universitas Negeri Semarang.
[11]
Darnoko, D. dan Cheryan, M. 2000. Kinetics of Palm Oil Transesterification in
a Batch Reactor. USA : Journal of the American Oil Chemists’ Society.
[12]
Lotero, E. 2005. Synthesis of Biodiesel via Acid Catalysis, Industrial &
Engineering Chemistry.
[13]
Freedman, B dan Pryde,E.H. 1984. Variable Affecting the Yields of fatty Ester
from Transesterification Vegetable Oil. USA : Journal of The American
Oil Chemists’ society.
[14]
Badan Standarisasi Nasional. 2006. Standar Mutu Biodiesel SNI SNI 04-7182-
2006. Jakarta : Dewan Standarisasi Nasional.