Anda di halaman 1dari 16

POA (Planning Of Action) Program Gizi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridhoNya
sehingga kita dapat menyelesaikan rencana kerja tahunan program Gizi Puskesmas Harapan
Baru dengan baik dan lancar sebagai langkah awal pelaksanaan kegiatan program Gizi
Puskesmas Harapan Baru tahun 2018

Program Kerja Tahunan (POA) Gizi ini kami susun berdasarkan pencapaian kegiatan
tahun 2016, sarana dan prasarana, serta sumber daya yang ada di wilayah Puskesmas Harapan
Baru, dimana dari hasil kegiatan tersebut masih diperlukan perbaikan-perbaikan dan peningkatan
kinerja yang akan dilakukan pada kegiatan tahun 2018.

Kami menyadari POA tahun 2018 ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu, saran
dan masukan dari berbagai pihak sangat kami harapkan untuk perbaikan pada tahun-tahun
mendatang

Samarinda, 01 januari 2018

Pelaksana Program Gizi Harapan Baru

Badariah Hamzah

NIP : 19890220 201503 2 004


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Pendahuluan
Kesehatan dan Gizi merupakan faktor penting, yang secara langsung berpengaruh
terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Sumber daya manuasia yang sehat dan
berkualitas merupakan modal utama atau investasi dalam pembangunan kesehatan.
Program perbaikan Gizi merupakan bagian integral dari program kesehatan yang
mempunyai peranan penting dalam menciptakan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Untuk mencapai tujuan tersebut, program perbaikan gizi harus
dilakukan secara sitematis dan berkesinambungan. Hal ini dilakukan melalui suatu
rangkaian upaya terus menerus mulai dari perumusan masalah, penetapan tujuan yang
jelas, penentuan strategi intervensi yang tepat sasaran, identifikasi yang tepat serta
kejelasan tugas pokok dan fungsi institusi yang berperan di berbagai tingkat administrasi.
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan fasilitas pelayanan kesehatan
primer yang melayani pasien dengan berbagai masalah kesehatan termasuk masalah
gizi.Tingginya masalah gizi dan penyakit yang terkait dengan gizi masyarakat memerlukan
penanganan yang paripurna, namun dengan berbagai keterbatasan berbagai faktor
pendukung, maka penanganan masalah tersebut belum optimal. Sampai saat ini masalah
gizi masih banyak menjadi masalah yang besar di Indonesia, seperti Negara-negara
berkembang lainya, masalah gizi cenderung bertambah berat dengan terjadinya beban
ganda karena masalah kekurangan gizi belum teratasi, pada saat yang sama masalah
kelebihan gizi makin meningkat. Menghadapi beban ganda masalah gizi di Indonesia
dibutuhkan penangganan yang komperehensif mulai dari tindakan preventif dan promotif
hingga kuratif dan Rehabilitatif (Asuhangizipuskesmas).
Berdasarkan hasil PSG 2016 Masih ada 38,9% Balita di Indonesia yang masing
mengalami masalah gizi, terutama Balita dengan tinggi badan dan berat badan (pendek –
normal) sebesar 23,4% yang berpotensi akan mengalami kegemukan.
Prevalensi gizi buruk dan gizi kurang pada Balita, terdapat 3,4% Balita dengan gizi
buruk dan 14,4% gizi kurang. Masalah gizi buruk-kurang pada Balita di Indonesia
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang masuk dalam kategori sedang (Indikator
WHO diketahui masalah gizi buruk-kurang sebesar 17,8%). Prevalensi Balita pendek
cenderung tinggi, dimana terdapat 8,5%. Balita sangat pendek dan 19,0% Balita pendek.
Masalah Balita pendek di Indonesia merupakan masalah kesehatan masyarakat
masuk dalam kategori masalah kronis (berdasarkan WHO masalah Balita pendek sebesar
27,5%), dan prevalensi Balita kurus cukup tinggi dimana terdapat 3,1% balita yang sangat
kurus dan 8,0% Balita yang kurus. Masalah Balita kurus di Indonesia merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang masuk dalam kategori akut (berdasarkan WHO diketahui
masalah Balita kurus sebesar 11,1%.
Persentase Ibu yang sama sekali tidak melakukan IMD masih cukup besar yaitu
48,2%.Persentase konsumsi hanya ASI saja pada bayi 0-5 bulan hanya 29,5%. Pemberian
Makanan Tambahan (PMT) yang didapatkan oleh balita kurus persentasenya 63%.
Persentase remaja puteri yang mendapatkan tablet tambah darah masih sangat rendah yaitu
hanya 10,3%. Menunjukan masih banyak remaja puteri yang mengalami anemia dan akan
menghasilkan generasi penerus yang mengalami masalah gizi apabila tidak dicegah sejak
masa remaja. Dari seluruh ibu hamil yang ada, Ibu hamil yang mendapatkan TTD lebih
dari 90 tablet yaitu hanya 40,2% yang mendapatkan TTD. Ibu hamil yang memiliki risiko
kurang energy kronis (KEK) sebesar 16,2%. Persentase Ibu hamil KEK yang mendapatkan
makanan tambahan sebesar 79,3%.
Berdasarkan hasil PWS-GIZI (Pemantauan Wilayah Setempat) pada tahun 2016 di
Puskesmas Harapan Baru, didapatkan data partisipasi balita datang ke posyandu D/S masih
rendah (37,8%), BGM (1%), gizi buruk ( 11 kasus)dan ASI eksklusif 0-6 bulan (57%),
capaian program Vitamin A Februari dan Agustus (40%) KEK bumil (20%), maka perlu
adanya upaya perbaikan gizi melalui intervensi yang mencakup penyuluhan gizi di
posyandu, pemantauan pertumbuhan, pemberian suplemen gizi (melalui pemberian kapsul
vitamin A dosis tinggi dan tablet besi), fortifikasi garam beryodium, pemberian makanan
tambahan termasuk MP-ASI, pemantauan dan penanganan gizi buruk, pemantauan KEK
bumil dengan pemberian PMT bumil.
1.2 Tujuan
1.2.1 .Tujuan Umum
Meningkatnya kualitas pelayanan gizi melalui Standarisasi
Operasional Prosedur sehingga dapat mencegah dan menanggulangi masalah gizi.
1.2.2 Tujuan Khusus
1.2.2.1 Menurunkan prevalensi bumil KEK
1.2.2.2 Menurunkan prevalensi BBLR
1.2.2.3 Meningkatkan cakupan Asi Ekslusif
1.2.2.4 Meningkatkan cakupan desa dengan garam beryodium baik
1.2.2.5 Meningkatkan cakupan kunjungan posyandu
1.2.2.6 Meningkatkan cakupan pemberian vitamin A sehingga tidak terjadi resiko
kekurangan vitamin A
1.2.2.7 Meningkatkan cakupan pemberian Fe pada ibu hamil.
1.2.2.8 Menurunkan cakupan anak BGM

3 Gambaran umum puskesmas sukomulyo


BAB II
Definisi Opersional

1.1 Balita Yang Ditimbang Berat Badannya


Balita yang ditimbang berat badannya dilaporkan dalam dua kelompok umur
yaitu 0-23 bulan dan 24-59 bulan. Dalam pelaporan dicantumkan jumlah posyandu
yang ada dan posyandu yang menyampaikan hasil penimbangan pada bulan yang
bersangkutan.
1.1.1 Definisi operasional:
1.1.1.1 Baduta adalah bayi dan anak umur 0-23 bulan
1.1.1.2 Balita adalah anak yang berumur di bawah 5 tahun (0-59 bulan)
1.1.1.3 S baduta adalah jumlah baduta yang berasal dari seluruh Posyandu yang
melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
1.1.1.4 D baduta adalah jumlah baduta yang ditimbang di seluruh Posyandu yang
melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
1.1.1.5 Persentase baduta yang ditimbang berat badannya (% D/S Baduta) adalah
jumlah baduta yang ditimbang di seluruh Posyandu yang melapor di suatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dibagi jumlah baduta di seluruh
Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
dikali 100%.
1.1.1.6 S balita umur 24-59 bulan adalah jumlah anak umur 24- 59 bulan yang
berasal dari seluruh Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun
waktu tertentu.
1.1.1.7 D balita umur 24-59 bulan adalah jumlah anak umur 24- 59 bulan yang
ditimbang di seluruh Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun
waktu tertentu.
1.1.1.8 Persentase balita umur 24-59 bulan yang ditimbang berat badannya (% D/S
Balita 24-59 Bulan) adalah jumlah anak umur 24-59 bulan yang ditimbang di
seluruh Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu dibagi jumlah anak umur 24-59 bulan yang berasal dari seluruh
Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dikali
100%.
1.1.1.9 S Balita adalah balita yang berasal dari seluruh Posyandu yang melapor di
suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
1.1.1.10 D Balita adalah balita yang ditimbang di seluruh Posyandu yang melapor di
suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
1.1.1.11 Persentase balita yang ditimbang berat badannya (% D/S Balita) adalah jumlah
balita yang ditimbang di seluruh Posyandu yang melapor di suatu wilayah
kerja pada kurun waktu tertentu dibagi balita yang berasal dari seluruh
Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
dikali 100%.
1.1.2 Ukuran indikator:
Kinerja penimbangan baduta dan balita yang ditimbang berat badannya dinilai
baik bila persentase D/S setiap bulannya sesuai target.
1.1.3 Rumus:
𝐃 𝐛𝐚𝐝𝐮𝐭𝐚 𝟎−𝟐𝟑 𝐛𝐮𝐥𝐚𝐧
Persentase D/S Baduta 0-23 bulan = 𝐒 𝐁𝐚𝐝𝐮𝐭𝐚 (𝟎−𝟐𝟑 𝐛𝐮𝐥𝐚𝐧x 100 %
𝐃 𝐁𝐚𝐥𝐢𝐭𝐚 𝟐𝟒−𝟓𝟗 𝐛𝐮𝐥𝐚𝐧
Persentase D/S Balita 24-59 bulan = x 100 %
𝐒 𝐛𝐚𝐥𝐢𝐭𝐚 (𝟐𝟒−𝟓𝟗 𝐛𝐮𝐥𝐚𝐧
𝐃 𝐁𝐚𝐥𝐢𝐭𝐚 𝟎−𝟓𝟗 𝐛𝐮𝐥𝐚𝐧
Persentase D/S Balita 0-59 bulan = x 100 %
𝐒 𝐛𝐚𝐥𝐢𝐭𝐚 𝟎−𝟓𝟗 𝐛𝐮𝐥𝐚𝐧

1.1.4 Sumber data:


Sistem Informasi Posyandu (SIP), register penimbangan dan Kartu Menuju
Sehat (KMS) balita, laporan puskesmas ke Dinkes Kabupaten/Kota
1.1.5 Frekuensi pemantauan:
Setiap bulan
1.1.6 Frekuensi laporan:
Setiap bulan
1.1.7 Alat dan Bahan:
1.1.7.1 Timbangan berat badan
1.1.7.2 KMS balita

1.2 Gizi Buruk


Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan
1.2.1 Definisi operasional :
1.2.1.1 Balita adalah anak yang berumur di bawah 5 tahun (0-59 bulan).
1.2.1.2 Kasus gizi buruk adalah balita dengan status gizi berdasarkan indeks Berat
Badan menurut Panjang Badan (BB/PB) atau Berat Badan menurut Tinggi Badan
(BB/TB) dengan nilai Z-score <-3 SD (sangat kurus) dan/atau terdapat tanda
klinis gizi buruk lainnya.
1.2.1.3 Kasus balita gizi buruk yang mendapat perawatan adalah balita gizi buruk
yang dirawat inap maupun rawat jalan di fasilitas pelayanan kesehatan dan
masyarakat.
1.2.1.4 Persentase kasus balita gizi buruk yang mendapat perawatan adalah jumlah
kasus balita gizi buruk yang dirawat inap maupun rawat jalan di fasilitas
pelayanan kesehatan dan masyarakat dibagi jumlah kasus balita gizi buruk
yang ditemukan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dikali
100%.
1.2.2 Ukuran indikator :
Kinerja penanganan kasus balita gizi buruk dinilai baik jika seluruh balita
gizi buruk yang ditemukan mendapat perawatan, baik rawat inap maupun
rawat jalan sesuai tata laksana gizi buruk di fasilitas pelayanan kesehatan dan
masyarakat
1.2.3 Rumus :
𝐣𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐤𝐚𝐬𝐮𝐬𝐮 𝐠𝐢𝐳𝐢 𝐛𝐮𝐫𝐮𝐤 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐫𝐚𝐰𝐚𝐭
𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝑏𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎 𝑔𝑖𝑧𝑖 𝑏𝑢𝑟𝑢𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑟𝑎𝑤𝑎𝑡 = 𝐱𝟏𝟎𝟎%
𝐣𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐤𝐚𝐬𝐮𝐬 𝐠𝐢𝐳𝐢 𝐛𝐮𝐫𝐮𝐤 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐭𝐞𝐦𝐮𝐤𝐚𝐧

1.2.4 Sumber informasi:


1.2.4.1 Sistem Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas
1.2.4.2 Sistem Pencatatan dan Pelaporan Dinkes Kabupaten/Kota
1.2.4.3 Sistem Pencatatan dan Pelaporan Rumah Sakit
1.2.5 Data yang dikumpulkan:
1.2.5.1 Jumlah kasus balita gizi buruk yang baru ditemukan pada bulan ini
1.2.5.2 Jumlah kasus balita gizi buruk baru ditemukan yang dirawat bulan ini
baik rawat jalan dan rawat inap
1.2.5.3 Jumlah kasus balita gizi buruk baru ditemukan yang membaikatau sembuh
1.2.5.4 Jumlah kasus balita gizi buruk baru ditemukan yang meninggal
1.2.5.5 Jumlah kasus balita gizi buruk baru ditemukan yang masih dirawat
1.2.6 Frekuensi pengamatan :
Setiap saat termasuk investigasi Kejadian Luar Biasa (KLB) gizi buruk
1.2.7 Frekuensi laporan:
Setiap bulan
1.2.8 Alat dan Bahan yang diperlukan:
1.2.8.1 Timbangan berat badan
1.2.8.2 Alat ukur panjang badan dan tinggi badan
1.2.8.3 Tabel indeks BB/PB atau BB/TB sesuai jenis kelamin berdasarkan
Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak(Kepmenkes Nomor
1995/MENKES/SK/XII/2010 tanggal 30 Desember 2010 tentang Standar
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak)

1.3 Cakupan Pemberian Vitamin A


Balita 6-59 Bulan Mendapat Kapsul Vitamin A
1.3.1 Definisi operasional:
1.3.1.1 Balita 6-59 bulan adalah balita umur 6-59 bulan yang ada di suatu wilayah
kabupaten/kota
1.3.1.2 Bayi umur 6-11 bulan adalah bayi umur 6-11 bulan yang ada di suatu wilayah
kabupaten/kota
1.3.1.3 Balita umur 12-59 bulan adalah balita umur 12-59 bulan yang ada di suatu
wilayah kabupaten/kota
1.3.1.4 Kapsul vitamin A adalah kapsul yang mengandung vitamin A dosis tinggi,
yaitu 100.000 Satuan Internasional (SI) untuk bayi umur 6-11 bulan dan 200.000
SI untuk anak balita 12-59 bulan
1.3.1.5 Persentase balita mendapat kapsul vitamin A adalah jumlah bayi 6-11 bulan
ditambah jumlah balita 12-59 bulan yang mendapat 1 (satu) kapsul vitamin
A pada periode 6 (enam) bulan dibagi jumlah seluruh balita 6-59 bulan yang
ada di satu wilayah kabupaten/kota dalam periode 6 (enam) bulan yang
didistribusikan setiap Februari dan Agustus dikali 100%
1.3.2 Ukuran indikator :
Kinerja dinilai baik jika persentase balita 6-59 bulan mendapat Vitamin A sesuai
target
1.3.3 Rumus:
𝐣𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐁𝐚𝐲𝐢 𝟔 − 𝟏𝟏 𝐛𝐮𝐥𝐚𝐧 + 𝐁𝐚𝐥𝐢𝐭𝐚 𝟏𝟐 − 𝟓𝟗 𝐛𝐮𝐥𝐚𝐧
% 𝐵𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎 6 − 59 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 𝑉𝑖𝑡. 𝐴 = 𝐱𝟏𝟎𝟎%
𝐣𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐁𝐚𝐥𝐢𝐭𝐚 𝟔 − 𝟓𝟗 𝐛𝐮𝐥𝐚𝐧
1.3.4 Sumber data:
Laporan pemberian kapsul Vitamin A untuk balita pada bulan Februari dan
Agustus
1.3.5 Frekuensi pengamatan:
Setiap 6 bulan
1.3.6 Frekuensi laporan:
Setiap 6 bulan (bulan Februari dan Agustus)
1.3.7 Alat dan Bahan:
Formulir pencatatan pendistribusian kapsul Vitamin A dan formulir
laporan yang sudah ada

1.4 Cakupan ASI eksklusif


Bayi 0-6 Bulan Mendapat ASI Eksklusif
1.4.1 Definisi operasional:
1.4.1.1 Bayi umur 0–6 bulan adalah seluruh bayi umur 0 hari sampai 5 bulan 29 hari
1.4.1.2 Bayi mendapat ASI Eksklusif adalah bayi 0–6 bulan yang diberi ASI saja
tanpa makanan atau cairan lain kecuali obat, vitamin dan mineral berdasarkan
recall 24 jam
1.4.1.3 Bayi umur 0–6 bulan yang ada di suatu wilayah adalah jumlah seluruh
bayi umur 0 hari sampai 5 bulan 29 hari yang tercatat pada register
pencatatan pemberian ASI pada bayi umur 0-6 bulan di suatu wilayah
1.4.1.4 Persentase bayi umur 0–6 bulan mendapat ASI Eksklusif adalah jumlah
bayi 0–6 bulan yang diberi ASI saja tanpa makanan atau cairan lain
kecuali obat, vitamin dan mineral,berdasarkan recall 24 jam dibagi jumlah
seluruh bayi umur 0 – 6 bulan yang datang dan tercatat dalam register
pencatatan/KMS di wilayah tertentu dikali 100%.
1.4.2 Ukuran indikator :
Kinerja dinilai baik jika persentase bayi 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif
sesuai target
1.4.3 Rumus:
% 𝑏𝑎𝑦𝑖 0 − 6 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 𝐴𝑆𝐼 𝐸𝑘𝑠𝑘𝑙𝑢𝑠𝑖𝑓
𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐛𝐚𝐲𝐢 𝟎 − 𝟔 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐦𝐞𝐧𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭 𝐀𝐒𝐈 𝐬𝐚𝐣𝐚
= 𝐱𝟏𝟎𝟎%
𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐛𝐚𝐲𝐢 𝟎 − 𝟔 𝐛𝐮𝐥𝐚𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐚𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐚𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐞𝐫𝐜𝐚𝐭𝐚𝐭 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐊𝐌𝐒
1.4.4 Sumber data:
1.4.4.1 Kartu Menuju Sehat (KMS) balita
1.4.4.2 Sistem Informasi Posyandu
1.4.4.3 Sistem Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas (kohor bayi)
1.4.5 Frekuensi pengamatan:
Setiap bulan, bersamaan dengan penimbangan di Posyandu
1.4.6 Frekuensi laporan:
Setiap 6 bulan (bulan Februari dan Agustus)
1.4.7 Alat dan Bahan:
KMS balita dan form laporan

1.5 Rumah Tangga Mengonsumsi Garam Beriodium


1.5.1 Definisi operasional:
1.5.1.1 Garam beriodium adalah garam (NaCl) yang diperkaya dengan iodium melalui
proses iodisasi sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan kandungan
Kalium Iodat (KIO3).
1.5.1.2 Tes kit iodium (larutan uji garam beriodium) adalah larutan yang digunakan
untuk menguji kandungan iodium dalam garam secara kualitatif yang dapat
membedakan ada/tidaknya iodium dalam garam melalui perubahan warna
menjadi ungu.
1.5.1.3 Rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium adalah seluruh anggota
rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium, dan pemantauannya
dilakukan melalui Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) pada tiap
desa/kelurahan.
1.5.1.4 Persentase rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium adalah
jumlah desa/kelurahan dengan garam baik dibagi jumlah seluruh
desa/kelurahan yang diperiksa di satu wilayah tertentu dikali 100%.
1.5.2 Ukuran indikator:
Kinerja dinilai baik, jika persentase rumah tangga mengonsumsigaram beriodium
sesuai target
1.5.3 Rumus:
% 𝑑𝑒𝑠𝑎 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑟𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑎𝑖𝑘
𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐝𝐞𝐬𝐚 𝐚𝐭𝐚𝐮 𝐤𝐞𝐥𝐮𝐫𝐚𝐡𝐚𝐧 𝐝𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐠𝐚𝐫𝐚𝐦 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐛𝐚𝐢𝐤
= 𝐱𝟏𝟎𝟎%
𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐝𝐞𝐬𝐚 𝐚𝐭𝐚𝐮 𝐤𝐞𝐥𝐮𝐫𝐚𝐡𝐚𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐩𝐞𝐫𝐢𝐤𝐬𝐚

1.6 Biskuit PMT Bumil KEK dan PMT Anak Balita Gizi Kurang
Balita gizi kurang berdasarkan BB/PB/TB dan Ibu hamil yang ukuran LLA =< 23.5 cm
1.6.1 Definisi operasional:
1.6.1.1 Balita gizi kurang berdasarkan BB/PB/TB dibawah Z score -2 –(-3) SD umur 6-
59 bulan
1.6.1.2 Ibu hamil yang ukuran LLA =< 23.5 cm yang ada di suatu wilayah
kabupaten/kota
1.6.1.3 Biskuit PMT Balita adalah makanan tamabahan yang diberikan kepada balita
gizi kurang yang disesuaikan dengan kebutuhan zat gizi
1.6.1.4 Biskuit PMT Bumil KEK adalah makanan tamabahan yang diberikan kepada Ibu
Hamil dengan ukuran =<23.5 cm yang disesuaikan dengan kebutuhan zat gizi
1.6.1.5 Persentase balita gizi kurang mendapat biskuit PMT Balita adalah jumlah bayi
gizi kurang mendapat PMT Balita dibagi jumlah seluruh balita gizi kurang
dikali 100%
1.6.1.6 Persentase Ibu Hamil KEK mendapat biskuit PMT Balita adalah jumlah Ibu
Hamil KEK mendapat PMT Bumil dibagi jumlah seluruh Bumil KEK dikali
100%
1.6.2 Ukuran indikator :
Kinerja dinilai baik jika semua balita kurang dan Ibu Hamil KEK mendapatkan
biskuit PMT balita dan PMT Bumil KEK
1.6.3 Rumus:
% 𝐵𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎 12 − 59 𝑔𝑖𝑧𝑖 𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 𝑃𝑀𝑇
𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐁𝐚𝐥𝐢𝐭𝐚 𝟏𝟐 − 𝟓𝟗 𝐠𝐢𝐳𝐢 𝐤𝐮𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐦𝐞𝐧𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭 𝐏𝐌𝐓
= 𝐱𝟏𝟎𝟎%
𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐁𝐚𝐥𝐢𝐭𝐚 𝐠𝐢𝐳𝐢 𝐤𝐮𝐫𝐚𝐧𝐠 𝟏𝟐 − 𝟓𝟗 𝐛𝐮𝐥𝐚𝐧

𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐁𝐮𝐦𝐢𝐥 𝐊𝐄𝐊 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐦𝐞𝐧𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭 𝐏𝐌𝐓


% 𝐵𝑢𝑚𝑖𝑙 𝐾𝐸𝐾 𝑚𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 𝑃𝑀𝑇 = 𝐱𝟏𝟎𝟎%
𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐁𝐮𝐦𝐢𝐥 𝐊𝐄𝐊

1.6.4 Sumber data:


Laporan setiap bulan
1.6.5 Frekuensi pengamatan:
Setiap bulan
1.6.6 Frekuensi laporan:
Setiap bulan
1.6.7 Alat dan Bahan:
Formulir pencatatan PMT Balita gizi kurang dan PMT bumil KEK

1.7 Ibu Hamil Mendapat 90 Tablet Tambah Darah (TTD) atau Tablet Fe
17.1 Definisi:
1.7.1.1 Tablet Tambah Darah (TTD) atau tablet Fe adalah tablet yang mengandung F
dan asam folat, baik yang berasal dari program maupun mandiri
1.7.1.2 TTD program adalah tablet yang mengandung 60 mg elemental besi dan 0,25 mg
asam folat yang disediakan oleh pemerintah dan diberikan secara gratis pada ibu
hamil
1.7.1.3 TTD mandiri adalah TTD atau multi vitamin dan mineral, minimal
mengandung elemental besi dan asam folat yang diperoleh secara mandiri
sesuai anjuran.
1.7.1.4 Ibu hamil mendapat 90 TTD atau tablet Fe adalah ibu yang selama masa
kehamilannya minimal mendapat 90 TTD program maupun TTD mandiri
1.7.1.5 Persentase ibu hamil mendapat 90 TTD atau tablet Fe adalah jumlah ibu
hamil yang mendapat 90 TTD atau tablet Fe dibagi jumlah seluruh ibu hamil
yang ada di satu wilayah tertentu dikali 100%.
1.7.1.2 Ukuran indikator:
Kinerja dinilai baik jika persentase ibu selama hamil mendapat 90 tablet Fe
sesuai target
1.7.1.3 Rumus:
% 𝐼𝑏𝑢 𝐻𝑎𝑚𝑖𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 90 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 𝐹𝑒
𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐢𝐛𝐮 𝐡𝐚𝐦𝐢𝐥 𝐘𝐧𝐚𝐠 𝐦𝐧𝐞𝐧𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭 𝐓𝐚𝐛𝐥𝐞𝐭 𝐅𝐞
= 𝐱𝟏𝟎𝟎%
𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐈𝐛𝐮 𝐡𝐚𝐦𝐢𝐥

1.7.1.4 Sumber data:


Laporan Monitoring Puskesmas (Kohor Ibu)
1.7.1.5 Frekuensi pengamatan:
Setiap saat
1.7.1.6 Frekuensi laporan:
Setiap bulan
1.7.1.7 .Alat dan Bahan:
Formulir monitoring bulanan ibu selama hamil dan jumlah tablet Fe yang
dikonsumsi, dan formulir pelaporan
BAB III
IDENTIFIKASI DAN PRIORITAS MASALAH

1.1 Identifikasi Masalah


Berdasarkan hasil mencapaian P2KPUS tahun 2016 maka masalah yang ditemukan pada
program KIA dan KB adalah sebagai berikut :
1.1.1 Cakupan D/s masih sangat kurang
1.1.2 Cakupan ASI Ekskusif masih kurang dari target
1.1.3 Cakupan pemberian vitamin masih sangat kurang
1.1.4 Cakupan Bumil KEK masih sangat tinggi

Tabel identifikasi masalah program Gizi Puskesmas Harapan Baru


No Program Upaya Kesehatan Target Pencapaian Kesenjangan
Gizi Puskesmas
1 Cakupan D/s masih sangat 80 % 37.8 % 42.2%
kurang

2 Cakupan ASI Ekskusif masih 80% 57% 23%


kurang dari target

3 Cakupan pemberian vitamin 85% 40% 45%


masih sangat kurang

4 Cakupan Bumil KEK masih 6% 20% 16%


sangat tinggi

Menetapkan Prioritas Utama dengan USG

No Kriteria D/S Asi Pemberian Vitamin A KEK bumil


Eksklusif
1 Urgency (U) 4 3 4 2

2 Seriousness (S) 3 3 3 3

3 Growth(G) 3 3 2 2

Total (UxSxG) 36 27 24 12

Rumusan Masalah
1. D/s masih sangat Rendah
2. Cakupan ASI Eksklusif masih rendah
Menentukan penyebab masalah Cakupan D/s kurang

1. Kurangnya Koordinasi lintas sektor


2. Sebagian posyandu jumlah kader <5
3. Kurangnya pengetahuan kader tentang posyandu
4. Keterbatasan sarana dan prasarana posyandu
5. Jumlah posyandu masih kurang dan ada yang sudah tutup.

Menentukan penyebab masalah cakupan ASI Eksklusif masih jauh dari target

1. Masih adanya mitos bahwa anak baru lahir harus dikasi madu dan sebagainya
2. Kurangnya pengetahuan tentang ASI eksklusif, IMD, Pijat Laktasi dan hal-hal yang
berkaitan dengan ASI
BAB 4

Analisa Penyebab Masalah Dan Alternatif Pemecahan Masalah

Diagram fish bone

Sarana Dana Manusia

Lintas sektor
Timbangan Kader Posyandu
BOK Petugas
Alat TB, PB posyandu
(bidan, gizi,
perawat)
Ibu balita
D/s <80%

Posyandu kurang nyaman


Kunjungan Rumah
Rendahnya tingkat
ekonomi masyarakat Data dari kader

Penyuluhan tentang
kesehatan masih
kurang

Lingkungan Metode

Sarana Manusia
Dana

Kurangnya
fasilitas ruang Bidan
lakatsi dikantor Bok
Gizi
kantor. Konselor ASI
Ibu menyusui

ASI Eksklusif
masih kurang
< 80%

Keluarga tidak Format Laporan Penyuluhan saat ibu


mendukung AsI Eksklusif Hamil tentang IMD,
pemberian ASI pijat Laktasi dan
lain-lain
eksklusif (suami
Membuat kelas
mertua, teman Laktasi
kerja)

Lingkungan Alat Metode


Prioritas menentukan masalah dengan metode CARL

a. Masalah Gizi

NO Pemecahan masalah Rendahnya SKOR HASIL RANGKING


Cakupan D/S
(CxAxRxL)

C A R L

1 Kunjungan rumah 4 4 4 4 256 1


Balita setelah penimbangan
(sweeping)

2 Pemberian PMT Penyuluhan di 3 3 3 3 81 4


Posyandu

3 Penyuluhan gizi di posyandu 3 3 4 4 144 2

4 Pertemuan kader setiap 3 bulan 4 3 3 3 108 3


dalam setahun

b. ASI eksklusif

NO Pemecahan masalah masih SKOR HASIL RANGKING


rendahnya cakupan ASI
Eksklusif (CxAxRxL)

C A R L

1 Penyuluhan tentang ASI Eksklusif 4 4 4 4 256 1

2 Ketersediaan ruang laktasi 3 3 4 4 144 2

3 Pembentukan kelas Laktasi 4 3 3 3 108 3

Anda mungkin juga menyukai