Anda di halaman 1dari 29

BAB VI.

EVAPORATOR – PRINSIP KERJA DAN PERALATAN

PENGURANGAN KADAR AIR

Tujuan dari evaporasi adalah memekatkan larutan yang mengandung zat yang sulit
menguap (non-volatile solute) dan pelarut yang mudah menguap (volatile solvent)
dengan cara menguapkan sebagian pelarutnya. Pelarut yang ditemui dalam sebagian
besar sistem larutan adalah air. Umumnya, dalam evaporasi, larutan pekat merupakan
produk yang diinginkan, sedangkan uapnya diembunkan dan dibuang. Sebagai contoh
adalah pemekatan larutan susu, sebelum dibuat menjadi susu bubuk. Beberapa sistem
evaporasi bertujuan untuk mengambil air pelarutnya, misalnya dalam unit desalinasi air
laut untuk mengambil air tawarnya.

Evaorasi berbeda dengan distilasi, dalam hal uap yang dihasilkan biasanya merupakan
komponen tunggal; bahkan jika uapnya adalah multikomponen, tidak ada usaha untuk
memurnikan uapnya menjadi fraksi-fraksi komponen penyusunnya.

Tinjau kasus pembuatan susu bubuk dari susu cair encer. Proses ini pada dasarnya
adalah operasi pengurangan kandungan air. Selama proses, sifat larutan mengalami
perubahan drastis, dari larutan susu encer menjadi larutan pekat dan akhirnya menjadi
padat/serbuk. Keseluruhan proses tersebut sulit dilakukan ekonomis dengan hanya
menggunakan satu alat saja, sehingga diperlukan beberapa tahapan proses dengan
menggunakan peralatan yang berbeda.

Pada industri susu bubuk, dua tahapan proses yang umum digunakan adalah evaporasi
dan pengeringan (drying).

Evaporator:
 Memproses cairan encer sampai menjadi cairan pekat (untuk industri susu sampai
kadar padatan sekitar 50%)
 Proses ini dibatasi oleh kekentalan cairan ataupun kemungkinan terjadinya
pengendapan karena larutan terlalu pekat.
 Kebutuhan panas untuk penguapan air relatif lebih sedikit.

Dryer:
 Bisa memproses sampai kadar air padatan sangat rendah dan produk bisa berupa
padatan; jadi bisa memproses baik cairan maupun padatan.
 Kebutuhan panas relatif besar; biaya penguapan air dengan dryer kira-kira sampai
9x biaya penguapan air dengan evaporator.

Oleh karena itu, pada industri susu bubuk, pada tahap pertama digunakan evaporator
(yang lebih murah biaya penguapannya) sampai dihasilkan larutan pekat. Tahap
berikutnya digunakan dryer (yang lebih mahal biaya penguapannya) untuk memperoleh
susu bubuk. Untuk menghemat biaya operasi, perlu diusahakan, pada tahap pertama
(yaitu evaporasi) sebanyak mungkin air diuapkan.

Evaporator – Prinsip Kerja dan Peralatan 1


Contoh dibawah mengilustrasikan penghematan biaya yang bisa diperoleh dengan 2
tahapan proses:

Larutan Larutan Susu


susu encer ———— evaporator ——› susu pekat —— dryer ——› bubuk
(kadar padatan 10%) (kadar padatan 50%) (kadar padatan 95%)

Basis perhitungan: 1000 kg larutan susu encer


10
Padatan dalam susu encer =  1000 kg = 100 kg
100
Padatan dalam susu pekat = padatan dalam susu encer
= padatan dalam produk susu bubuk = 100 kg.

100
Susu pekat hasil evaporasi =  100 kg = 200 kg
50
Jumlah air teruapkan dalam evaporator = (1000 – 200) kg = 800 kg

100
Jumlah susu bubuk =  100 kg = 105 kg
95
Air teruapkan dalam dryer = (200 – 105) kg = 95 kg.

Sehingga jumlah air total yang teruapkan = (800+95) kg = 895 kg.

Terlihat bahwa jumlah air teruapkan dalam evaporator kurang lebih 8x dibanding pada
dryer.

Jika biaya penguapan 1 kg air pada evaporator = Rp. y,-


Maka biaya penguapan 1 kg air pada dryer = Rp. 9.y,-

Biaya total = 800 x Rp. y + 95 x Rp. 9 y = Rp. 1655 y,-

Biaya total jika hanya menggunakan dryer untuk menguapkan 895 kg air = 895 x Rp. 9y
= Rp. 8055 y, atau kira-kira 5 x lebih mahal!

Perlu diperhatikan bahwa hitungan neraca massa pada proses penguapan air akan
menjadi sangat mudah jira berbasis pada jumlah padatan yang praktis tidak berubah.

PRINSIP KERJA EVAPORATOR

Prinsip kerja pemekatan larutan dengan evaporasi didasarkan pada perbedaan titik didih
yang sangat besar antara zat-zat yang yang terlarut dengan pelarutnya. Pada industri
susu, titik didih normal air (sebagai pelarut susu) 100 oC, sedang padatan susu praktis
tidak bisa menguap. Jadi, dengan menguapnya air dan tidak menguapnya padatan,
akan diperoleh larutan yang makin pekat.

Evaporator – Prinsip Kerja dan Peralatan 2


Perlu diperhatikan bahwa titik didih cairan murni dipengaruhi oleh tekanan. Makin tinggi
tekanan, maka titik didih juga semakin tinggi. Hubungan antara titik didih dengan
tekanan uapnya dapat dirumuskan dengan persamaan Antoine:

B
log( P o )  A 
C t

Untuk air: A = 6,96681; B = 1668,21; C = 228, dimana Po dalam cmHg dan t dalam oC.

Titik didih larutan yang mengandung zat yang sulit menguap akan tergantung pada
tekanan dan kadar zat tersebut. Pada tekanan yang sama, makin tinggi kadar zat, makin
tinggi titik didih larutannya. Beda antara titik didih larutan dengan titik didih pelarut
murninya disebut kenaikkan titik didih (boiling point rise). Gambar dibawah merupakan
contoh kurva titik didih larutan NaOH dalam air.

Evaporator – Prinsip Kerja dan Peralatan 3


Evaporasi bisa dijalankan pada suhu lebih rendah dari titik didih normal, dengan cara
beroperasi pada tekanan lebih rendah dari 1 atm (tekanan vakum). Pada industri susu,
ada dua keuntungan operasi penguapan pada suhu lebih rendah, yaitu:
(a). mencegah perusakkan susu, dan
(b). penghematan energi dengan memanfaatkan uap yang terbentuk sebagai pemanas.

Dalam evaporator, terjadi 3 proses penting yang berlangsung simultan, yaitu:


(a). Transfer panas
(b). Penguapan (transfer massa)
(c). Pemisahan uap dan cairan

Penguapan umumnya berlangsung cepat, sehingga tidak mengontrol kecepatan


keseluruhan proses. Penguapan cairan pada evaporator ukuran standar sudah dirancang
oleh manufacturer sedemikian rupa sehingga untuk jumlah penguapan dalam
evaporator tersebut, pemisahan uap-cairan sudah bisa berjalan dengan baik. Jadi untuk
perhitungan/perancangan evaporator (bentuk standar), yang perlu diperhatikan
hanyalah kecepatan transfer panasnya. Untuk perhitungan kecepatan transfer panas,
diperlukan hitungan neraca massa dan neraca panas.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perancangan evaporator antara lain:

1. Makin cepat gerakan fluida dalam evaporator, makin besar nilai koefisien transfer
panas, sehingga kecepatan transfer panasnya juga semakin tinggi.
2. Kadar zat terlarut makin tinggi, biasanya viskositas larutan semakin tinggi. Hal ini
mengakibatkan koefisien transfer massa menurun sehingga memperlambat transfer
panas. Disamping itu, jika kekentalan makin tinggi, kadar lokal padatan disuatu titik
dalam evaporator bisa terlalu tinggi sehingga dapat mengakibatkan kerusakan
padatan (jika padatan sensitif terhadap panas), atau pemadatan lokal.
3. Pada evaporator dengan konveksi alami (natural convection) dimana gerak fluida
diakibatkan oleh beda suhu, maka koefisien transfer panas dipengaruhi oleh beda
suhu (Δt). Semakin besar Δt, semakin tinggi nilai koefisien transfer panas.
4. Gerakan yang baik dari fluida perlu dijaga. Gerakan fluida selain akan meningkatkan
transfer panas, juga dapat mencegah terjadinya konsentrasi atau suhu lokal yang
terlalu tinggi, yang bisa mengakibatkan kerusakan padatan atau pemadatan.
5. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya endapan perlu dicegah.
6. Untuk bahan yang sensitif terhadap panas (mudah rusak pada suhu tinggi), maka
suhu evaporasi diusahakan rendah dengan cara menurunkan tekanan operasi.
Disamping itu, waktu tinggal bahan dalam evaporator dijaga jangan terlalu lama.
7. Energi terbesar pada evaporator adalah untuk penguapan (panas penguapan
nilainya sangat besar dibandingkan dengan panas sensibelnya, misal: panas
penguapan air ~ 540 cal/g), sehingga usaha-usaha penghematan panas perlu
dilakukan. Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan uap yang timbul
sebagai pemanas evaporator.

Evaporator – Prinsip Kerja dan Peralatan 4


JENIS-JENIS EVAPORATOR

Dalam bagian ini akan dibahas skema peralatan evaporasi dan pinsip kerja berbagai
evaporator serta beberapa kelebihan dan kekurangan masing-masing.

1. Horizontal Tube Evaporator.

Alat ini merupakan evaporator yang paling klasik dan sederhana. Evaporator ini banyak
digunakan untuk keperluan-keperluan kecil dengan teknologi sederhana.

Features:
 Tidak memberikan kondisi untuk terjadinya sirkulasi/aliran cairan, sehingga koefisien
transfer panas rendah yang menjadikan perpindahan panas tidak efisien.
 Pengendapan kerak terjadi diluar pipa, sehingga sulit untuk dibersihkan. Konstruksi
alat harus diusahakan sedemikian rupa sehingga bundel pipa bisa dikeluarkan untuk
dibersihkan.

2. Basket Evaporator

Features:
 Sirkulasi/aliran cairan bisa berjalan dengan baik sehingga koefisien transfer panas
akibat konveksi alami (natural convection) besar, menjadikan transfer panas cukup
efisien. Sirkulasi aliran terjadi secara alami (natural circulation) karena adanya beda

Evaporator – Prinsip Kerja dan Peralatan 5


rapat massa yang diakibatkan oleh adanya beda fasa antara cairan yang berada
diluar pipa dengan cairan yang ada didalam pipa (ρ dalam-pipa < ρlrt-diluar-pipa).
 Pengendapan kerak terjadi didalam pipa, sehingga lebih mudah untuk dibersihkan.

3. Standard Vertical-Tube Evaporator

Pada alat ini, cairan mengalir dalam pipa sedangkan steam pemanas mengalir dalam
shell. Cairan dalam tabung mendidih, uap yang timbul bergerak keatas dengan
membawa cairan. Sirkulasi aliran dalam pipa terjadi karena beda rapat massa yang
terjadi karena perbedaan fasa antara fluida dalam pipa (yaitu: campuran uap-cair)
dengan yang diluar pipa (cair). Diatas pipa terdapat ruang uap yang berfungsi untuk
memisahkan cairan dengan uap. Uap akan menuju lubang pengeluaran diatas,
sedangkan cairan jatuh kebawah melewati saluran besar yang ada ditengah bejana, dan
kembali bersirkulasi masuk pipa-pipa. Konveksi alami ( natural convection) berjalan baik
sehingga transfer panas lebih efisien. Kerak dan endapan terbentuk didalam pipa,
sehingga lebih mudah untuk dibersihkan. Adanya sirkulasi menyebabkan cairan berkali-

Evaporator – Prinsip Kerja dan Peralatan 6


kali kontak dengan permukaan pemanas. Hal ini kurang baik untuk bahan-bahan yang
tidak tahan terhadap panas, misalnya: susu, juice dan berbagai dairy product.

4. Long Tube Vertical Evaporator

Untuk memperbesar kecepatan sirkulasi cairan dengan harapan koefisien perpindahan


panas makin tinggi, pipa-pipa transfer panas dibuat lebih panjang. Aliran cairan, setelah
masuk ruang uap untuk dipisahkan dengan uap yang terbentuk, kembali kebawah
melalui pipa diluar evaporator.’

Keuntungan: Koefisien transfer panas karena sirkulasi alami (natural circulation) lebih
besar, sehingga transfer panas bisa lebih efisien.

Kerugian:
Jumlah cairan yang menguap setiap pass sangat besar (karena pipa panjang) sehingga
konsentrasi lokal dimulut pipa bagian atas akan sangat tinggi (ingat: cairan dalam
evaporator tidak homogen, karena adanya perbedaan suhu dan konsentrasi padatan

Evaporator – Prinsip Kerja dan Peralatan 7


lokal!). Hal ini dapat menyebabkan kristalisasi/pembentukan gel pada pipa, sehingga
bisa mengganggu sirkulasi aliran.

5. Vertical Tube Evaporator with Forced Circulation

Sirkulasi cairan untuk memperbesar koefisien transfer panas dibantu dengan pompa.
Perpindahan panas terjadi karena konveksi paksa ( forced convection) sehingga koefisien
transfer panas bisa lebih tinggi. Disamping itu, karena arus sirkulasi besar, maka
penyumbatan-penyumbatan dalam pipa bisa diatasi oleh aliran oleh pompa. Pipa tidak
terlalu panjang. Sirkulasi berjalan cepat, sehingga larutan dalam evaporator lebih
homogen. Adanya pompa yang menjadi satu dengan evaporator membuat alat ini lebih

Evaporator – Prinsip Kerja dan Peralatan 8


mahal (baik biaya pembelian maupun biaya operasinya). Karena aliran keluar pipa
cepat, maka pemisahan uap-cairan dalam ruang uap menjadi lebih sulit, sehingga
diperlukan baffle yang lebih baik dan ruang pemisah yang lebih besar dibagian atas.

Gambar (a dan b) dibawah, yaitu boiling tube evaporator dan submerged tube
evaporator adalah contoh lain dari forced circulation vertical tube evaporator:

Evaporator – Prinsip Kerja dan Peralatan 9


Pada submerged tube type, seluruh pipa pemanas tercelup dalam cairan. Umpan masuk
melalui saluran dalam bejana pemisah uap-cair kemudian mengalir kedalam pemanas
dari bawah. Pada boiling tube type, tidak seluruh pipa pemanas tercelup oleh larutan.
Larutan umpan langsung masuk kebagian bawah seksi pemanas.

6. Forced Circulation Evaporator with External Heater

Pompa, heat exchanger dan pemisah uap-cairan masing-masing merupakan unit yang
terpisah . Untuk mendapatkan alat ini, bias digunakan alat-alat biasa yang dirangkai
sendiri. Kelakuan alat ini seperti pada vertical tube evaporator with forced circulation,
akan tetapi lebih murah dan fleksibel karena bisa dirangkai sendiri. Akan tetapi alat ini
membutuhkan ruang yang lebih luas (kurang kompak).

Evaporator – Prinsip Kerja dan Peralatan 10


7. Climbing Film, Long Tube Vertical Evaporator with External Heater

Evaporator – Prinsip Kerja dan Peralatan 11


Pada prinsipnya sama seperti Long Tube Vertical Evaporator, hanya alat pemanas dan
pemisah uap terpisah. Seperti forced circulation evaporator dengan external heater, alat
ini mudah dirangkai sendiri, tetapi kurang kompak. Nama lain dari jenis evaporator
diatas adalah Rising Film Evaporator with external heater.

8. Falling Film Evaporator

Dalam falling film evaporator, cairan mengalir kebawah membentuk film disekeliling
dinding dalam pipa. Aliran disebabkan oleh gaya berat dan gesekan uap. Uap yang
terbentuk bergerak kebawah. Meskipun Δt kecil, tetapi aliran tetap baik karena adanya
gaya gravitasi (bandingkan dengan natural convection evaporator!). Luas permukaan
pemanasan jauh lebih besar dibandingkan dengan volume cairan dalam evaporator. Hal
ini memungkinkan transfer panas yang cukup dan perusakan bahan belum banyak
terjadi karena waktu tinggal yang kecil (volume cairan dalam evaporator kecil).
Kapasitas alat ini tidak bisa divariasi terlalu besar. Pembahasan lebih detil tentang alat
ini ada pada sub-bab berikutnya.

Contoh beberapa jenis falling film maupun rising film evaporator dapat dilihat pada
gambar-gambar dibawah.

Evaporator – Prinsip Kerja dan Peralatan 12


9. Agitated Film Evaporator

Nama lain: turbulent film evaporator atau wiped-film evaporator (untuk yang
horisontal).

Evaporator berbentuk tabung (shell) vertikal atau horizontal, dengan pemanas diluar
tabung. Pada sumbu tabung terdapat batang yang dapat diputar, yang dilengkapi
dengan sirip-sirip. Pada vertical agitated film evaporator, saat batang berputar, cairan
bergerak kebawah akan terlempar ketepi tabung (bagian panas) karena putaran sirip.
Cairan ditepi tabung akan terpental kembali ketengah tabung. Pada bagian atas tabung
disediakan ruang untuk pemisahan uap cairan. Transfer panas berjalan dengan sangat
efisien. Problem penyumbatan dan konsentrasi local yang tinggi dapat teratasi.

Evaporator – Prinsip Kerja dan Peralatan 13


Agitated film evaporator dirancang untuk larutan yang sangat kental (viskositas tinggi)
atau untuk memproduksi padatan. Meskipun demikian, alat ini mahal, konstruksinya sulit
dan biaya operasinya tinggi (karena perlu tenaga pengadukan).

Evaporator – Prinsip Kerja dan Peralatan 14


10. Direct Contact Evaporator

Pada alat ini, cairan berkontak langsung dengan gas pemanas.

Sumber: Foust, et al., 1980

Koefisien transfer panas sangat besar. Ruang didalam tabung ditengah berfungsi untuk
pembakaran. Evaporator ini digunakan untuk cairan yang sangat kental, bahkan slurry.
Pemakaian panas kembali sulit dilakukan.

11. Stirred, Discontinuous Evaporator

Evaporator jenis ini digunakan untuk mengiapkan larutan dengan viskositas tinggi atau
bahkan pasta atau pulpy. Pemanas dapat dialirkan dalam koil (internal heating), jaket
pada shell (external heating) (sumber: Sattler and Feindt, 1995, Thermal Separation
Processes).

Evaporator – Prinsip Kerja dan Peralatan 15


Sumber: Sattler and Feindt, 1995

Catatan:

Pada saat sekarang, kebanyakan industri menggunakan evaporator tipe vertical tube
evaporator dan agitated film evaporator. Pada industri susu (atau bahan makanan/dairy
yang sensitive terhadap panas), banyak digunakan falling film evaporator.

Pada sub-bab dibelakang akan dibahas secara khusus tentang falling film evaporator.

PEMILIHAN JENIS EVAPORATOR

Pemilihan jenis evaporator setidak-tidaknya harus memperhatikan faktor-faktor berikut:

 Kapasitas produksi yang disyaratkan (throughput required)


 Viskositas umpan dan kenaikkan viskositas selama penguapan
 Produk yang diinginkan: padatan, slurry atau larutan pekat
 Sensitivitas bahan/produk terhadap panas
 Apakah larutan yang diproses fouling (menimbulkan kerak) atau non-fouling
 Apakah larutan dapat menimbulkan busa (foaming)
 Apakah harus dilakukan pemanasan langsung (direct heating)

Evaporator – Prinsip Kerja dan Peralatan 16


Tabel dibawah memberikan pedoman pemilihan evaporator dengan memperhitungkan
faktor-faktor diatas (sumber: Coulson and Richardson, 1983, Chemical Engineering
Volume 6).

Sumber: Coulson and Richardson, 1983.

FALLING FILM EVAPORATOR

Seperti telah diuraikan diatas, pada falling film evaporator cairan mengalir kebawah
berbentuk film dipermukaan dalam tabung karena gaya gravitasi dan gesekan uap yang
juga mengalir kebawah. Steam pemanas mengalir dalam shell/diluar pipa. Alat ini
dianggap cocok untuk evaporasi bahan-bahan yang snsitif terhadap panas dan suhu
tinggi, misalnya: susu.

Pada falling film evaporator, luas permukaan transfer panas tiap volume cairan dalam
evaporator sangat besar. Artinya, perbandingan luas transfer panas tiap volume cairan
dalam evaporator sangat tinggi. Luas transfer panas yang besar menyediakan fasilitas
untuk perpindahan panas yang besar, sedangkan volume cairan dalam evaporator yang
kecil berarti waktu tinggal cairan dalam evaporator kecil sehingga kerusakan bahan
dapat diminimalkan.

Evaporator – Prinsip Kerja dan Peralatan 17


Bandingkan misalnya:
a. Pipa dengan ID = 2 cm, panjang 300 cm, penuh cairan.
Luas permukaan pipa = π.(ID).L = π (2)(300) = 600 π cm2
Volum cairan dalam pipa = (π/4).(ID2).L = (π/4)(22)(300) = 300 π cm3.

Perbandingan (luas/volume) = (600 π)/(300 π) = 2/cm

b. Pipa dengan ID = 2 cm, panjang 300 cm, tebal film = 0,2 cm.
Luas permukaan pipa = π.(ID).L = π (2)(300) = 600 π cm2
Volum ≈ π.(ID).L x 0,2 = π(2)(300)(0,2) = 120 π cm3
Perbandingan (luas/volume) = (600 π)/(120 π) = 5/cm.

Evaporator masa kini umumnya harus bekerja dengan beda suhu pemanas dan cairan
(Δt) yang kecil, dalam rangka memaksimumkan pemakaian kembali panas yang dibawa
oleh uap yang terbentuk. Nilai Δt yang kecil ini mengakibatkan konveksi alamiah
(natural convection) tidak berjalan baik (ingat: nilai koefisien transfer panas pada
konveksi alamiah tergantung Δt!). Sehingga evaporator yang bekerja berdasarkan
konveksi alamiah tidak cocok digunakan. Dengan falling film evaporator, meskipun Δt
kecil, gerak cairan tetap baik karena adanya gaya berat, sehingga nilai koefisien transfer
panasnya tetap tinggi, meskipun Δt-nya kecil. Perlu diperhatikan bahwa evaporator jenis
forced convection kurang cocok untuk larutan susu, karena: (a). akan memerlukan biaya
pemompaan, dan (b). sirkulasi aliran akan terlalu banyak sehingga kemungkinan ada
cairan yang tinggal terlalu lama dalam evaporator, yang dapat menyebabkan kerusakan
susu. Pada falling film evaporator, tidak ada sirkulasi cairan.

Beda suhu, Δt, yang kecil akan mengakibatkan luas transfer panas yang diperlukan
menjadi besar, sesuai dengan persamaan:

Q
A
U .t

Dimana: A = luas transfer panas


Q = jumlah panas yang ditransfer
U = koefisien perpindahan panas overall

Jika penambahan A dilakukan dengan penambahan jumlah lubang, maka jumlah cairan
yang melewati tiap pipa akan terlalu sedikit. Hal ini mengakibatkan ada sebagian
permukaan pipa yang tidak tertutup cairan, atau tertutup cairan dengan ketebalan
terlalu kecil. Akibat kecepatan penguapan yang besar, dapat terjadi pemadatan
dipermukaan pipa (susu menjadi rusak) dan pada akhirnya terjadi scaling (pengotoran).
Jadi, penambahan luas permukaan sebaiknya dilakukan dengan memperpanjang pipa,
bukan dengan menambah jumlah pipa. Pada saat ini, panjang pipa evaporator dapat
mencapai 15 m, dengan Δt ≈ 2oC. Sekitar 20 tahun yang lalu, panjang pipa evaporator
hanya sekitar 3 atau 4 m, dengan Δt ≈ 15oC.

Mengingat jumlah cairan yang lewat pipa tidak boleh terlalu kecil, maka kapasitas
operasi falling film evaporator tidak boleh diubah/dikurangi terlalu banyak, sehingga
evaporator jenis ini kurang fleksibel terhadap perubahan kapasitas operasi.

Evaporator – Prinsip Kerja dan Peralatan 18


Berkaitan dengan kesempurnaan pembasahan dinding pipa oleh cairan, muncul
parameter yang disebut dengan coverage coefficient, sebagai berikut:

jumlah. produk .tiap. jam. pada.ujung .bawah. pipa


cov erage coefficien t 
keliling .dalam. pipa

Falling film evaporator harus beroperasi pada level coverage coefficient tertentu.

Untuk mempertahankan coverage coefficient pada tingkat tertentu pada jumlah cairan
kecil, bisa digunakan sistem sirkulasi, dimana sebagian produk yang keluar dari bawah
pipa diumpankan kembali kebagian atas tabung. Dengan sistem ini, jumlah cairan yang
melewati pipa cukup besar. Sisi negatifnya adalah: ada sejumlah cairan yang mengalami
sirkulasi berkali-kali sehingga kemungkinan terlalu lama mengalami pemanasan dan
akan rusak.

Cara yang lebih baik yaitu dengan


membagi evaporator menjadi 2 seksi atau
lebih (lihat gambar disamping).

Dengan alat ini, cairan umpan mengalir


pada separuh evaporator sehingga
coverage coefficient mencukupi. Cairan
keluar dari seksi satu diumpankan ke seksi
dua.

Berbeda dengan sistem sirkulasi, pada alat


ini tidak ada kemungkinan cairan yang
berkali-kali mengalami sirkulasi. Semua
cairan hanya lewat sebanyak 2 x saja.

Pada falling film evaporator, distribusi


cairan masuk kesemua pipa perlu
diperhatikan dengan cermat. Ada dua
sistim distribusi cairan kedalam pipa, yaitu:

 Sistim dinamis
 Sistim statis

Pada sistem dinamis (lihat gambar dibawah), distribusi aliran dicapai dengan
penyemburan melalui nozzle, dan juga diakibatkan oleh flashing (penguapan cepat) dari
cairan keluar nozzle (ingat: umpan evaporator biasanya pada keadaan cair lewat jenuh,
khususnya yang berasal dari evaporator sebelumnya yang tekanannya lebih tinggi).
Penyemburan oleh nozzle ini didorong oleh pressure drop pada nozzle, yang nilainya
dipengaruhi oleh jumlah cairan yang lewat.

Evaporator – Prinsip Kerja dan Peralatan 19


Jika cairan yang lewat makin banyak, pressure drop akan makin besar, sehingga
penyemburan akan makin baik.

Sistem dinamis tidak bisa mengakomodasi penurunan kapasitas, karena dengan


turunnya kapasitas, pressure drop pada nozzle juga akan turun sehingga penyemburan
akan berjalan kurang baik dan distribusi cairan tidak berjalan sempurna. Disamping itu,
dengan Δt kecil pada evaporator modern, efek flashing juga kecil sehingga tidak dapat
membantu distribusi aliran.

Pada sistem statis (lihat gambar diatas), umpan cairan lewat jenuh mula-mula terpisah
dari uapnya akibat flashing. Cairan masuk ke plat distributor diatas ujung-ujung pipa.
Tinggi cairan diatas plat distributor dijaga pada level tertentu. Cairan mengalir melalui
sejumlah lubang pada plat dan tepat jatuh diatas bidang diantara mulut pipa, kemudian
terdistribusi pada pipa-pipa. Pada saat yang sama, uap mengalir melalui pipa kecil tepat
diatas tabung pemanas. Uap yang keluar lewat pipa kecil ini akan mendorong cairan
cairan menempel pada dinding tabung pemanas sekaligus memberikan kecepatan awal.

Sistim statis lebih stabil terhadap perubahan kapasitas, karena jika permukaan cairan
diatas plat distribusi naik akibat kenaikkan jumlah cairan masuk, maka aliran cairan
melalui lubang juga akan bertambah cepat sehingga mencegah kenaikkan tinggi
permukaan. Demikian pula jika kapasitas turun.

Khusus pada pengolahan susu, jika susu yang akan diproses bersuhu rendah (5-10 oC)
maka sebelum masuk evaporator, larutan susu perlu dipanasi terlebih dulu ( pre-
heating). Preheater yang digunakan umumnya ada 3 jenis, yaitu:

Evaporator – Prinsip Kerja dan Peralatan 20


a. Spiral Tube
Berbentuk pipa spiral yang diletakkan dalam ruang steam pemanas pada evaporator,
sehingga dapat menggunakan panas dari steam dalam evaporator.

b. Strigh-tube
Pipa berada diluar evaporator, meskipun panas disuplai dari steam di evaporator.
Pembersihan lebih mudah, tetapi karena pressure drop-nya lebih besar maka
diperlukan energi untuk pemompaan yang lebih besar.

c. Plate
Berada diluar evaporator, dan biasanya dipakai sebagai preheater paling awal yang
menggunakan panas dari embunan dari evaporator terakhir.

PENGHEMATAN ENERGI PADA SISTIM EVAPORASI.

Penghematan panas pada sistim evaporasi dapat dilakukan dengan dua cara:
a. Menggunakan beberapa evaporator yang disusun seri (multiple-effect
evaporators).
b. Rekompresi Uap (Vapor recompression).

a. Multiple-Effect Evaporators.

Pada prinsipnya beberapa evaporator tersusun seri dan terhubung satu dengan yang
lain, tetapi masing-masing beroperasi pada tekanan yang berbeda. Gambar dibawah
merupakan contoh dari evaporator tiga efek ( triple-effect evaporators).

Sumber: McCabe and Smith, 1985.

Evaporator – Prinsip Kerja dan Peralatan 21


Tekanan pada evaporator I (P-I) > P-II > P-III, sehingga suhu evaporasi pada
evaporator I (TI) > TII > TIII. Koneksi dibuat pada vapor line, dimana uap yang
dihasilkan dari evaporator sebelumnya digunakan sebagai pemanas evaporator
berikutnya. Uap dari evaporator I (besuhu TI pada P-I) praktis dalam keadaan lewat
jenuh pada tekanan P-II. Steam segar (fresh steam) hanya dimasukkan pada efek
pertama (evaporator-I), dimana tekanannya paling tinggi.

Pada efek terakhir, vapor line dihubungkan dengan sistim vakum, yang bisa berupa
condenser dengan pompa vakum atau jet ejector (pada gambar diatas digunakan jet
ejector).

Untuk penguapan sampai konsentrasi yang sama dengan kadar umpan yang sama,
penggunaan triple effect evaporator, dapat menghemat steam sampai 2/3-nya
dibandingkan jika digunakan evaporator tunggal. (Catatan: Kebutuhan steam pada triple
effect evaporator ≈ 1/3 x kebutuhan steam untuk evaporator tunggal).

Keuntungan dan kerugian penggunaan multiple effect evaporator:


Keuntungan: biaya operasi lebih murah (penghematan steam).
Kerugian:
 Biaya investasi lebih tinggi (karena perlu membeli lebih banyak evaporator dan
sistim pemvakumannya, pompa dan lain-lain)
 Operasi dan pengendaliannya lebih sulit.

Berdasarkan cara pengumpanannya, ada beberapa jenis susunan multiple-effect


evaporator, diantaranya:

 Forward feed: Steam pemanas masuk efek-1. Umpan (larutan encer) juga masuk ke
efek-1. Hasil efek pertama diumpankan ke efek-2 dan seterusnya. Uap dari efek-
1 digunakan sebagai pemanas di efek-2, dan seterusnya. Pompa hanya perlu
digunakan untuk mengalirkan umpan ke efek-1, dan mengeluarkan larutan pekat
dari efek terakhir.
 Backward feed: Umpan masuk ke efek terakhir, selanjutnya larutan hasil efek terakhir
dialirkan ke efek sebelumnya dan seterusnya. Pada akhirnya, produk (yaitu:
larutan pekat) dikeluarkan dari efek pertama. Steam pemanas masuk ke efek-1.
Uap hasil efek-1 digunakan sebagai pemanas pada efek-2 dan seterusnya.
Pompa perlu digunakan untuk mengalirkan larutan dari efek-n ke efek-(n-1) dan
seterusnya, karena tekanan pada efek-n (Pn) < Pn-1 < Pn-2 dan seterusnya.
 Mixed feed: Larutan encer (umpan) masuk ke efek-intermediate (ditengah), mengalir
secara forward ke efek berikutnya sampai efek terakhir. Dari efek terakhir,
larutan dialirkan balik ke efek sebelum umpan dan secara backward dialirkan
sampai ke efek pertama. Sistim ini dapat mengurangi pemakaian pompa, tetapi
masih menguntungkan karena larutan paling pekat diuapkan pada efek-1,
dimana suhunya paling tinggi.
 Parallel feed: umpan segar (larutan encer) dimasukkan secara parallel ke masing-
masing efek. Steam hanya digunakan pada efek-1. Uap hasil efek-1 digunakan
sebagai pemanas efek-2 dan seterusnya.

Evaporator – Prinsip Kerja dan Peralatan 22


Gambar dibawah menjelaskan tentang susunan evaporator diatas.

Sumber: McCabe and Smith, 1985.

b. Vapor Recompression.

Pada prinsipnya, uap hasil dari evaporator dinaikkan tekannya dengan cara kompresi,
sehingga suhunya akan naik dan bisa digunakan sebagai pemanas evaporator tersebut.
Ada dua cara rekompresi uap, yaitu:

b.1. Thermal Vapor Recompression (TVR):

Rekompresi uap dilakukan dengan menggunakan sistim jet, menggunakan steam


tekanan tinggi yang dialirkan dalam sebuah jet ejector. Karena adanya tambahan
steam dari luar, biasanya akan menghasilkan uap dalam jumlah yang berlebihan
sehingga sebagian uap harus dibuang atau diembunkan kembali.

Evaporator – Prinsip Kerja dan Peralatan 23


Keuntungan:
Jumlah uap (tekanan rendah) yang dapat dihandle lebih banyak.
ALat lebih murah dan mudah perawatannya.
Kerugian:
Efisiensi mekanis dari jet rendah
Tidak fleksibel terhadap perubahan kondisi operasi.

Gambar dibawah adalah contoh penggunaan TVR pada falling film evaporator dua
tingkat.

b.2. Mechanical Vapor Recompression:

Prinsip kerja mechanical vapor recompression dapat dilihat pada gambar dibawah.
Uap yang dihasilkan dari evaporator dikompresi dengan kompresor ( positive
displacement compressor atau centrifugal compressor, tergantung tekanan yang
diinginkan), sehingga suhu uap akan naik melebihi suhu didih larutan dalam
evaporator. Uap kemudian digunakan semabagi pemanas dalam evaporator.

Evaporator – Prinsip Kerja dan Peralatan 24


PERALATAN PEMBUAT VAKUM

Untuk operasi dengan tekanan dibawah 1 atm, diperlukan alat pembuat vakum. Ada dua
macam alat pembuat vakum yang dikenal secara umum, yaitu:

a. Pompa vakum
Biaya investasi lebih tinggi. Tidak memerlukan motive fluid (misalnya: steam), tetapi
memerlukan energi listrik. Jika harga energi listrik mahal, maka sebaiknya digunakan
jet ejector.

b. Jet ejector.
Pada prinsipnya berupa nozzle dengan rasio ukuran diameter tertentu. Berdasarkan
motive fluid-nya, ada dua jenis jet ejector, yaitu: (1). Steam jet ejector (digunakan
dalam sistim evaporasi bertingkat/multistage), dan (2). Water jet ejector (misalnya
digunakan dalam vacuum filter). Meskipun biaya investasi dan perawatan-nya
rendah, tetapi konsumsi steam tinggi.

Evaporator – Prinsip Kerja dan Peralatan 25


Evaporator – Prinsip Kerja dan Peralatan 26
Tabel dibawah menggambarkan rentang operasi dari berbagai jenis pompa vakum dan
jet ejector.

Sumber: Foust, et al., 1980.

Untuk mengurangi beban alat pembuat vakum, jumlah uap yang masuk alat tersebut
perlu dikurangi sebanyak-banyaknya dengan cara mengembunkannya dalam condenser.
Ada 2 jenis condenser yang sering digunakan, yaitu:

a. Mixing Condenser
Nama lain dari mixing condenser adalah barometric condenser. Pada alat ini, uap
dan air pendingin dikontakkan langsung dengan sistim semburan air.

Keuntungan: Biaya investasi dan konsumsi air pendingin rendah (sekitar 28% lebih
rendah daripada surface condenser).

Kerugian: Air dan embunan bercampur, sehingga jika terdapat kotoran terbawa dari
evaporator (misalnya entrainment), maka kotoran ini akan terbawa ke cooling tower
dan mengakibatkan kontaminasi.

Gambar dibawah adalah barometric condenser satu dan dua tingkat.

Evaporator – Prinsip Kerja dan Peralatan 27


Sumber: Brown, et al., 1950 Sumber: Brown, et al., 1950

b. Surface Condenser
Merupakan condenser konvensional berupa selongsong yang didalamnya terdapat
pipa-pipa (shell and tubes).

Keuntungan: embunan dan air pendingin terpisah.


Kerugian: biaya investasi besar dan kebutuhan air pendingin lebih banyak.

Gambar dibawah merupakan contoh pemasangan sistim vakum menggunakan


barometric condenser dan jet ejector. Pada (a) digunakan steam jet ejector, sedangkan
pada (b) digunakan water jet ejector. Perhatikan bahwa pada (b), water jet ejector-nya
menjadi satu dengan barometric condenser.

Evaporator – Prinsip Kerja dan Peralatan 28


Sumber: Foust, et al., 1980.

Evaporator – Prinsip Kerja dan Peralatan 29

Anda mungkin juga menyukai