Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN

“ Pengaruh Suhu Lingkungan Terhadap Suhu Tubuh”

Dosen Pengampu :

Dra.Nevrita,M.Pd,M.Si

OLEH:

Kelompok 12

Rachma Sakti Oktaviani 140384205070


Fitriani 140384205072

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2016
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Kami ucapkan kehadirat Allah Swt. yang telah
memberikan kesempatan dan kesehatan kepada Kami sehingga dapat
menyelesaikan laporan praktikum “Pengaruh suhu lingkungan terhadap suhu
tubuh” yang merupakan salah satu tugas yang diberikan kepada mahasiswa untuk
melengkapi penilaian dalam mengikuti mata kuliah Fisiologi Hewan ganjil
2016/2017.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra.Nevrita,M.Pd,M.Si


selaku dosen pengampu mata kuliah Fisiologi Hewan, atas bimbingan dan materi
yang telah diberikan kepada Kami dalam kegiatan pekuliahan.

Andai kata dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat
memperbaiki penulisan di masa yang akan datang.

Tanjungpinang, 12 Desember 2016

Penyusun kelompok 12
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 5

1.3 Tujuan ....................................................................................................... 5

BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................... 6

2.1. Suhu Tubuh Pada Manusia.......................................................................... 6

2.2 Thermoregulasi Pada Hewan ........................................................................ 8

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 10

3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................. 10

3.2 Alat dan Bahan ....................................................................................... 10

3.3 Cara Kerja............................................................................................... 10

BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN ............................. 11

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 14

3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 14

3.2 Saran ............................................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 15

LAMPIRAN ......................................................................................................... 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap spesies memerlukan tingkat kondisi yang optimum sehingga spesies


tersebut dapat menampilkan dirinya paling baik. Aktivitas biologis akan menurun
bila kondisi di bawah atau di atas kondisi optimum. Penampilan terbaik suatu
individu dapat diartikan yaitu bila individu tersebut dapat meninggalkan
keturunan paling banyak. Dengan kata lain bila individu tersebut paling sesuai
dengan kondisi atau paling berhasil meninggalkan keturunannya, tetapi dalam
prakteknya sangat sulit walaupun kita mengukur pengaruh kondisi terhadap
beberapa sifat yang dipilih seperti kecepatan pertumbuhan, reproduksi, dan
kecepatan respirasi. Bagaimanapun juga pengaruh rentang kondisi pada berbagai
sifat tersebut tidak akan sama.
Secara garis besar, suhu mempengaruhi proses metabolism, penyebaran, dan
kelimpahan organisme. Perbedaan suhu lingkungan dipengaruhi oleh beberapa
faktor: sifat siklusnya (harian, diurnal dan musiman, seasonal) seperti siang dan
malam, musim kemarau dan musim penghujan; garis lintang (latitudinal) seperti
daerah ropika, temperata, dan kutub; ketinggian tempat (altitudinal) seperti daerah
pantai dan pegunungan; dan kedalaman (untuk perairan). Krebs (1978)
menyatakan bahwa perbedaan suhu di muka bumi di sebabkan oleh dua faktor:
radiasi (penyinaran) cahaya matahari yang dating dan distribusi daratan dan
perairan. Suhu merupakan salah satu faktor fisik lingkungan yang paling jelas,
mudah diukur dan sangat beragam. Suhu tersebut mempunyai peranan yang
penting dalam mengatur aktivitas biologis organisme, baik hewan maupun
tumbuhan. Ini terutama disebabkan karena suhu mempengaruhi kecepatan reaksi
kimiawi dalam tubuh dan sekaligus menentukan kegiatan metabolik, misalnya
dalam hal respirasi
Bila kita lihat hubungan antara organisme dengan suhu lingkungan, organisme
digolongkan menjadi dua golongan yaitu hewan berdarah panas dan hewan
berdarah dingin, tetapi penggunaan ini adalah tidak tepat dan subjektif sehingga
tidak akan digunakan. Pengelompokan lain yaitu homeotermi dan poikilotermi.

4
Bilamana suhu lingkungan bervariasi, hewan homeotermi memelihara suhu
tubuhnya tetap konstan, sedangkan hewan poikilothermi ikut berubah sesuai suhu
lingkungan. Hewan poikilotermi seperti ikan Antartika variasi suhunya hanya
sepersepuluh derajat walaupun suhu lingkungannya sangat bervariasi. Selanjutnya
hewan poikilotermi diduga memiliki system pengaturan, bahkan hal ini hanya
melibatkan tanggapan tingkah laku dengan bergerak menuju arah yang sesuai atau
cocol selama naik turunnya suhu. Sebagai contoh spesies ikan yang berbeda bila
ditempatkan di dalam gradient suhu laboratorium akan berkumpul di daerah suhu
yang disukainya.
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan penting dalam aktivitas suatu
enzim. Sampai pada suatu titik, kecepatan suatu reaksi enzimatik meningkat
sejalan dengan meningkatnya suhu, sebagian disebabkan karena substrat akan
bertubrukan dengan tempat aktif lebih sering ketika molekul itu bergerak lebih
cepat. Namun demikian, di luar suhu itu, kecepatan reaksi enzimatik akan
menurun drastic. Setiap enzim memiliki suatu suhu optimal di mana laju
reaksinya berjalan paling cepat. Suhu ini memungkinkan terjadinya tubrukan
molekuler paling banyak tanpa mendenaturasikan enzim itu. Sebagian besar
enzim manusia memiliki suhu optimal sekitar 35̊C sampai 40̊C (mendekati suhu
tubuh manusia). Bakteri yang hidup dalam sumber air panas mengandung enzim
dengan suhu optimal 70̊C atau lebih.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana suhu lingkungan tubuh pada manusia ?


2. Apa saja yang membedakan suhu tubuh pada hewan amphibi ?

1.3 Tujuan

1. Mahasiswa mampu melakukan pengukuran suhu pada katak dan manusia


2. Mahasiswa mampu menjelaskan pengaruh lingkungan terhadap perubahan
suhu

5
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Suhu Tubuh Pada Manusia

Manusia adalah homoioterm, artinya suhu tubuhnya konstan meskipun


suhu lingkungan berfluktuasi jauh di atas atau di bawah suhu tubuhnya. Kulit
memegang peranan penting dalam mempertahankan suhu tubuh. Di dalam kulit
terdapat jaring-jaring pembuluh darah dan kelenjar keringat yang dikendalikan
oleh sistem saraf. Di samping itu terdapat reseptor berbagai macam sensasi satu di
antaranya adalah termoreseptor (Soewolo dkk, 2005: 286-287).
Pusat pengatur panas dalam tubuh adalah hypothalamus. Hipothalamus ini
dikenal sebagai thermostat yang berada dibawah otak. Terdapat dua hipothalamus,
yaitu: hipothalamus anterior yang berfungsi mengatur pembuangan panas dan
hipothalamus posterior yang berfungsi mengatur upaya penyimpanan panas
(Anfis, 2011).
Bila tubuh merasa panas, ada kecenderungan tubuh meningkatkan kehilangan
panas ke lingkungan; bila tubuh merasa dingin, maka kecenderungannya
menurunkan kehilangan panas. Jumlah panas yang hilang ke lingkungan melalui
radiasi dan konduksi-konveksi ditentukan oleh perbedaan suhu antara kulit dan
lingkungan eksternal. Bagian pusat tubuh merupakan ruang yang memiliki suhu
yang dijaga tetap sekitar 37 oC (Soewolo dkk, 2005: 287).
Pada proses termoregulasi, aliran darah kulit sangat berubah-ubah. Vasodilatasi
pembuluh darah kulit, yang memungkinkan peningkatan aliran darah panas ke
kulit, akan meningkatkan kehilangan panas. Sebaliknya, vasokonstriksi pembuluh
darah kulit mengurangi aliran darah ke kulit, sehingga menjaga suhu pusat tubuh
konstan, dimana darah diinsulasi dari lingkungan eksternal, jadi menurunkan
kehilangan panas. Respon-respon vasomotor kulit ini dikoordinasi oleh
hipotalamus melalui jalur sistem para simpatik. Aktivitas simpatetik yang
ditingkatkan ke pembuluh kutaneus menghasilkan penghematan panas
vasokonstriksi untuk merespon suhu dingin, sedangkan penurunan aktivitas

6
simpatetik menghasilkan kehilangan panas vasodilatasi pembuluh darah kulit
sebagai respon terhadap suhu panas (Soewolo dkk, 2005: 287-288).
Bila benda dingin ditempelkan langsung pada kulit, pembuluh darah makin
berkontraksi sampai suhu 15oC. Saat titik mencapai derajat konstriksi maksimum
pembuluh darah mulai berdilatasi. Dilatisi ini disebabkan oleh efek langsung
pendinginan setempat terhadap pembuluh itu sendiri. Mekanisme kontraksi dingin
membuat hambatan impuls saraf datang ke pembuluh tersebut pada suhu
mendekati suhu 0oC sehingga pembuluh darah mencapai vasodilatasi maksimum.
Hal ini dapat mencegah pembekuan bagian tubuh yang terkena terutama tangan
dan telinga (Syaifuddin, 2009: 324).
Suhu tubuh dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu:
1. Exercise: semakin beratnya exercise maka suhunya akan meningkat 15x,
sedangkan pada atlet dapat meningkat menjadi 20 x dari basal rate-nya.
2. Hormon: Thyroid (Thyroxine dan Triiodothyronine) adalah pengatur
pengatur utama basal metabolisme rate. Hormon lain adalah testoteron,
insulin, dan hormon pertumbuhan dapat meningkatkan metabolisme rate
5-15%.
3. Sistem syaraf: selama exercise atau situasi penuh stress, bagian simpatis
dari system syaraf otonom terstimulasi. Neuron-neuron postganglionik
melepaskan norepinephrine (NE) dan juga merangsang pelepasan hormon
epinephrine dan norephinephrine (NE) oleh medulla adrenal sehingga
meningkatkan metabolisme rate dari sel tubuh.
4. Suhu tubuh: meningkatnya suhu tubuh dapat meningkatkan metabolisme
rate, setiap peningkatan 1 % suhu tubuh inti akan meningkatkan kecepatan
reaksi biokimia 10 %.
5. Asupan makanan: makanan dapat meningkatkan 10 – 20 % metabolisme
rate terutama intake tinggi protein.
6. Berbagai macam factor seperti: gender, iklim dan status malnutrisi
(Sunardi, 2008).

7
2.2 Thermoregulasi Pada Hewan

Thermosfiologi merupakan suatu mekanisme makhluk hidup untuk


mempertahankan suhu tinggi internal agar berada di dalam kisaran yang dapat
ditolerir. Suhu sangat berpengareuh terhadap tingkat metabolisme, suhu yang
tinggi akan menyebabkan aktivitas yang dapat menyebabkan molekul-molekul
semakin tinggi karena energi kinetiknya makin besar dan kemungkinan terjadinya
tumbukan antara satu molekul dengan molekul yang lain semakin besar pula.
Akan tetapi, kenaikan aktivitas metabolisme di dalam tubuh hanya akan
bertambah seiring dengan kenaikan suhu hingga batas tertentu saja. Hal ini
disebabkan metabolisme di dalam tubuh diatur oleh enzim yang memiliki suhu
optimum dalam bekerja. Jika sehu lingkungan atau suhu tubuh meningkat atau
menurun drastis, enzim, enzim tersebut dapat terdenaturasi dan kehilangan
fungsinya (Anonima, 2009).
Thermoregulasi merupakan hewan yang suhu tubuhnya dipengaruhi oleh
suhu lingkungannya. Perolehan panas tubuh pada hewan eksoterm tergantung
pada berbagai sumber panas di lingkungan luar. Masalah yang dihadapi hewan
eksoterm tidak sama, tetapi tergantung pada jenis habitatnya. Seperti
thermoregulasi pada eksoterm aquatik, suhu pada lingkungan aquatik relatif stabil
sehingga hewan yang hidup didalamnya tidak mengalami adanya permasalahan
suhu lingkungan myang rumit. Dalam lingkungan aquatik, hewan tidak mungkin
melepaskan panas tubuh dengan cara evaporasi. Pelepasan panas melalui dalam
tubuh hewan ekstoterm (ikan) terutama terjadi melalui insang (Isnaeni, 2006).
Thermoregulasi pada hewan endoterm merupakan hewan yang panas tubuhnya
berasal dari dalam tubuhnya, sebagai hasil dari metabolisme tubuh . Suhu tubuh
hewan endoterm termasuk didalamnya, yaitu burung (aves) dan juga mamalia,
sedangkan hewan lainnya termasuk sebagai hewan ekstoterm. Akan tetapi,
kenyataannya yang ada menunjukkan bahwa ikan tuna juga dapat
mempertahankan suhu tubuhnya pada tingkat tertentu. Adapun cara-cara yang
dilakukan oleh hewan endoterm dalam melawan suhu yang sangat panas adalah
meningkatkan pelepasan panas tubuh dengan meningkatkan penguapan, baik
melalui proses berekeringat atau terengah-engah. Melakukan gular gluttering yaitu
suatu proses menggerakkan daerah kerongkongan secara cepat dan terus menerus

8
sehingga penguapan melalui saluran pernafasan (dan mulut) dapat meningkat, dan
akibatnya pelepasan panas tubuh juga meningkat, menggunakan strategi
hipertermik, yaitu suatu proses mempertahankan atau menyimpan kelebihan panas
metabolik di dalam ukuran tubuh sehingga suhu tubuh dapat meningkat sangat
tinggi (Isnaeni, 2006).
Amphibi tergolong hewan berdarah dingin karena mekanisme penyesuaian
relatif rudimenter dan spesial, suhu tubuhnya naik turun dalam perbatasan yang
luas. Menurut Ganun (1981), suhu normal pada manusia antara 36-370C.
Manusia dan hewan endotern mampu memproduksi panas dari hasil metabolisme
yang sangat tinggi sehingga temperatur tubuhnya tergantung pada produksi dan
panas metabolisme (Ganong, 1983). Eksotern ditentukan oleh suhu lingkungan
namun beberapa spesies mempunyai tingkahlaku untuk tinggal pada suhu yang
disukai. Kontuinitas pemeliharaan temperatur interna tubuh terutama ditentukan
oleh faktor tingkah laku (Fauzia dan Tandi, 1977).

9
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Pada praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 9 Desember 2016 di


Laboratorium Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, UMRAH pukul 08.00 WIB.

3.2 Alat dan Bahan

 Alat
1. Termometer suhu
2. Buku
3. pena
 Bahan
1. Es batu
2. Air panas
3. Air dingin

3.3 Cara Kerja

1. Letakkan termometer kedalam mulut katak, selama lima menit, pada saat
tidak diberi perlakuan, diletakkan didalam air hangat, diletakkan didalam
air dingin.
2. Catat suhu katak tersebut saat tidak diberi perlakuan dan diberi perlakuan
3. Lakukan hal yang sama pada manusia dengan melakukan termometer
dibawah atik pada saat tidak diberi perlakuan, saat manusia berada
ditempat panas dan saat manusia berada diruang dingin.

10
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

4.1.1 Katak

No Perlakuan Suhu katak


1 Tanpa perlakuan(normal) 200C
2 Suhu dingin 60C, 80C, 120C 190C
3 Suhu panas 360C ,380C, 400C, 420C 350C

4.1.2 Manusia

No Perlakuan Suhu katak


1 Tanpa perlakuan(normal) 35,30C
2 Suhu dingin (ruang ac/ dikipas) 330C
3 Suhu panas (dipanas matahari) 370C

4.2 Pembahasan
Berdasarkan kemampuan mengatur panas tubuhnya, hewan dibedakan
menjadi 2 golongan, yaitu poikiloterm (hewan yang suhu tubuhnya tergantung
pada suhu lingkungan) dan homeoterm (hewan yang suhu tubuhnya tidak
tergantung pada suhu lingkungan atau cenderung konstan). Untuk
membuktikannya, maka dilakukan percobaan perlakuan pada suhu dingin, suhu
normal, dan suhu panas.

a) Katak

Katak termasuk ke dalam kelas amphibi. Hewan amphibi merupakan


hewan poikiloterm. Suhu tubuh hewan poikiloterm ditentukan oleh
keseimbangannya dengan kondisi suhu lingkungan, dan berubah-ubah seperti
berubahnya-ubahnya kondisi suhu lingkungan. Hewan ini mampu mengatur suhu

11
tubuhnya sehingga mendekati suhu lingkungan. Pengaturan untuk menyesuaiakan
terhadap suhu lingkungan dingin dilakukan dengan cara memanfaatkan input
radiasi sumber panas yang ada di sekitarnya sehingga suhu tubuh di atas suhu
lingkungan dan pengaturan untuk menyesuaiakan terhadap suhu lingkungan panas
dengan penguapan air melalui kulit dan organ-organ respiratori menekan suhu
tubuh beberapa derajat di bawah suhu lingkungan. Oleh karena itu, ketika suhu
lingkungan turun(dingin), suhu tubuh katak juga ikut turun menyesuaikan dengan
lingkungannya. Demikian halnya pada suhu lingkungan yang panas.

Berdasarkan hasil pengamatan diatas di dapatkan bahwa suhu tubuh hewan


poikiloterm selalu berubah-ubah sesuai dengan perubahan suhu lingkungan. Pada
awal percobaan dengan suhu 0 0C terlihat katak berusaha keluar dari plastic dan
suhu tubuh katak berubah mengikuti suhu lingkungan yang berada disekitarnya.
Jika suhu sangat dingin maka tubuh katak akan menambah zat terlarut, seperti
gula berupa fruktosa atau gliserol ke dalam cairan tubuh untuk meningkatkan
konsentrasi osmotik sehingga titik beku cairan tubuh dapat diturunkan hingga
dibawah 0 0C, maka dari itu katak masih bisa bertaha nhidup pada suhu 0 0C.

. Katak masih bisa bertahan pada suhu yang sangat rendah karena pada
habitat aslinya suhu lingkungan disekitarnya juga dingin perubahan suhu tubuh
pada katak dilingkungan dingin yaitu 190C,tidak jauh berbeda pada saat suhu
tubuh normal katak tersebut yaitu 200C .Adaptasi yang dilakukan katak terhadap
suhu tubuh yang cukup tinggi, katak meningkatkan laju pendinginan dengan
penguapan melalui kulit. Pada percobaan selanjutnya katak sudah mati karena
katak tidak mampu bertahan pada suhu lingkungan yang panas walaupun suhu
tubuh katak mengikuti suhu lingkungan disekitarnya, suhu tubuh saat diberi
perlakuan air panas suhu katak tersebut meningkat menjadi 350C

Sesuai dengan literatur yang kami dapatkan bahwa hewan poikiloterm


suhu tubuhnya selalu cenderung mengikuti temperatur lingkungan sekitar. Suhu
tubuh hewan ini sedikit diatas atau sedikit dibawah temperatur disekelilingnya,
sehingga apabila temperatur lingkungan naik, maka suhu tubuhnya naik,
sedangkan apabila temperatur lingkungannya turun, suhu tubuhnya akan ikut
turun.

12
b) Manusia

Untuk mengetahui suhu tubuh, dilakukan pengukuran tubuh dengan


menggunakan thermometer badan. Bagian tubuh manusia yang biasanya
digunakan untuk pengukuran tubuh adalah fossa axilaris/ketiak, pada cavitas oris,
dan pada bayi pengukuran suhu tubuh biasanya dilakukan di anus.

Dari data diatas didapatkan bahwa suhu tubuh ketika tidak diberi
perlakuan(normal) suhu tubuh nya yaitu 35,30C, sedangkan ketika diberi
perlakuan berupa suhu dingin (ruang ac/ dikipas) suhu tubuh berubah menjadi
330C, dan ketika diberi perlakuan suhu panas (dipanas matahari)suhu tubuh
menjadi meningkat yaitu menjadi 370C.

Manusia termasuk dalam kelompok Mamalia, mamalia adalah hewan


homoiterm. Homoiterm adalah hewan berdarah panas. Pada hewan homoiterm
suhunya lebih stabil, hal ini dikarenakan adanya reseptor dalam otaknya sehingga
dapat mengatur suhu tubuh. Hewan homoiterm dapat melakukan aktifitas pada
suhu lingkungan yang berbeda akibat dari kemampuan mengatur suhu tubuh.
Hewan homoiterm mempunyai variasi temperatur normal yang dipengaruhi oleh
faktor umur, faktor kelamin, faktor lingkungan, faktor panjang waktu siang dan
malam, faktor makanan yang dikonsumsi dan faktor jenuh pencernaan air.
Hewan berdarah panas adalah hewan yang dapat menjaga suhu tubuhnya, pada
suhu-suhu tertentu yang konstan biasanya lebih tinggi dibandingkan lingkungan
sekitarnya. Sebagian panas hilang melalui proses radiasi, berkeringat yang
menyejukkan badan. Melalui evaporasi berfungsi menjaga suhu tubuh agar tetap
konstan.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Thermoregulasi adalah proses pengaturan suhu tubuh. Panas tubuh adalah


merupakan hasil akhir dari proses oksidasi di dalam tubuh. Rata-rata suhu
lingkungan dan suhu tubuh katak dan manusia pada berbagai kondisi lingkungan,
tubuh dan selisih suhu. Katak termasuk hewan poikiloterm dapat bertahan hidup
pada lingkungan dingin, normal, dan panas. Untuk mengetahui suhu tubuh,
dilakukan pengukuran tubuh dengan menggunakan thermometer badan. Bagian
tubuh manusia yang biasanya digunakan untuk pengukuran tubuh adalah fossa
axilaris/ketiak,cavitas oris, dan anus. Manusia termasuk kelompok mamalia yang
merupakan hewan yang berdarah panas(homoiterm)

3.2 Saran

Sebaiknya membaca dan memahami tuntunan praktikum terlebih dahulu


sebelum melaksanakan praktikum dan lebih teliti dalam membaca thermometer
serta disiplin dalam melaksanakan kegiatan didalam labor agar tecapai tujuan
praktikum tersebut.

14
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Neil A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. 2000. Biologi, edisi kelima-jilid
2. (Terjemahan Wasmen Manalu). Jakarta: Erlangga. (Buku asli
diterbitkan tahun 1999).

Djukri & Heru Nurcahyo. 2009. Petunjuk praktikum biologi. Yogyakarta: Prodi
PSn PPsUNY.

Soewolo, dkk. 1999. Fisiologi manusia. Malang: Universitas Negeri Malang.


Syaifuddin. 2009. Fisiologi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.

15
LAMPIRAN

Katak dalam keadaan normal (tidak Diukur suhu tubuhnya menggunakan


diberikan perlakuan) thermometer hasilnya 200C

Katak diberikan perlakuan diberi air Diukur suhu tubuhnya menggunakan


dingin bersuhu 60C thermometer suhu tubuh berubah menjadi 190C

Katak diberikan perlakuan diberi air Diukur suhu tubuhnya menggunakan


panas bersuhu 420C termometer suhu tubuh meningkat menjadi 350C

16

Anda mungkin juga menyukai