Dosen Pengampu :
Dra.Nevrita,M.Pd,M.Si
OLEH:
Kelompok 12
Segala puji dan syukur Kami ucapkan kehadirat Allah Swt. yang telah
memberikan kesempatan dan kesehatan kepada Kami sehingga dapat
menyelesaikan laporan praktikum “Pengaruh suhu lingkungan terhadap suhu
tubuh” yang merupakan salah satu tugas yang diberikan kepada mahasiswa untuk
melengkapi penilaian dalam mengikuti mata kuliah Fisiologi Hewan ganjil
2016/2017.
Andai kata dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat
memperbaiki penulisan di masa yang akan datang.
Penyusun kelompok 12
DAFTAR ISI
LAMPIRAN ......................................................................................................... 16
iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
Bilamana suhu lingkungan bervariasi, hewan homeotermi memelihara suhu
tubuhnya tetap konstan, sedangkan hewan poikilothermi ikut berubah sesuai suhu
lingkungan. Hewan poikilotermi seperti ikan Antartika variasi suhunya hanya
sepersepuluh derajat walaupun suhu lingkungannya sangat bervariasi. Selanjutnya
hewan poikilotermi diduga memiliki system pengaturan, bahkan hal ini hanya
melibatkan tanggapan tingkah laku dengan bergerak menuju arah yang sesuai atau
cocol selama naik turunnya suhu. Sebagai contoh spesies ikan yang berbeda bila
ditempatkan di dalam gradient suhu laboratorium akan berkumpul di daerah suhu
yang disukainya.
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan penting dalam aktivitas suatu
enzim. Sampai pada suatu titik, kecepatan suatu reaksi enzimatik meningkat
sejalan dengan meningkatnya suhu, sebagian disebabkan karena substrat akan
bertubrukan dengan tempat aktif lebih sering ketika molekul itu bergerak lebih
cepat. Namun demikian, di luar suhu itu, kecepatan reaksi enzimatik akan
menurun drastic. Setiap enzim memiliki suatu suhu optimal di mana laju
reaksinya berjalan paling cepat. Suhu ini memungkinkan terjadinya tubrukan
molekuler paling banyak tanpa mendenaturasikan enzim itu. Sebagian besar
enzim manusia memiliki suhu optimal sekitar 35̊C sampai 40̊C (mendekati suhu
tubuh manusia). Bakteri yang hidup dalam sumber air panas mengandung enzim
dengan suhu optimal 70̊C atau lebih.
1.3 Tujuan
5
BAB II
LANDASAN TEORI
6
simpatetik menghasilkan kehilangan panas vasodilatasi pembuluh darah kulit
sebagai respon terhadap suhu panas (Soewolo dkk, 2005: 287-288).
Bila benda dingin ditempelkan langsung pada kulit, pembuluh darah makin
berkontraksi sampai suhu 15oC. Saat titik mencapai derajat konstriksi maksimum
pembuluh darah mulai berdilatasi. Dilatisi ini disebabkan oleh efek langsung
pendinginan setempat terhadap pembuluh itu sendiri. Mekanisme kontraksi dingin
membuat hambatan impuls saraf datang ke pembuluh tersebut pada suhu
mendekati suhu 0oC sehingga pembuluh darah mencapai vasodilatasi maksimum.
Hal ini dapat mencegah pembekuan bagian tubuh yang terkena terutama tangan
dan telinga (Syaifuddin, 2009: 324).
Suhu tubuh dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu:
1. Exercise: semakin beratnya exercise maka suhunya akan meningkat 15x,
sedangkan pada atlet dapat meningkat menjadi 20 x dari basal rate-nya.
2. Hormon: Thyroid (Thyroxine dan Triiodothyronine) adalah pengatur
pengatur utama basal metabolisme rate. Hormon lain adalah testoteron,
insulin, dan hormon pertumbuhan dapat meningkatkan metabolisme rate
5-15%.
3. Sistem syaraf: selama exercise atau situasi penuh stress, bagian simpatis
dari system syaraf otonom terstimulasi. Neuron-neuron postganglionik
melepaskan norepinephrine (NE) dan juga merangsang pelepasan hormon
epinephrine dan norephinephrine (NE) oleh medulla adrenal sehingga
meningkatkan metabolisme rate dari sel tubuh.
4. Suhu tubuh: meningkatnya suhu tubuh dapat meningkatkan metabolisme
rate, setiap peningkatan 1 % suhu tubuh inti akan meningkatkan kecepatan
reaksi biokimia 10 %.
5. Asupan makanan: makanan dapat meningkatkan 10 – 20 % metabolisme
rate terutama intake tinggi protein.
6. Berbagai macam factor seperti: gender, iklim dan status malnutrisi
(Sunardi, 2008).
7
2.2 Thermoregulasi Pada Hewan
8
sehingga penguapan melalui saluran pernafasan (dan mulut) dapat meningkat, dan
akibatnya pelepasan panas tubuh juga meningkat, menggunakan strategi
hipertermik, yaitu suatu proses mempertahankan atau menyimpan kelebihan panas
metabolik di dalam ukuran tubuh sehingga suhu tubuh dapat meningkat sangat
tinggi (Isnaeni, 2006).
Amphibi tergolong hewan berdarah dingin karena mekanisme penyesuaian
relatif rudimenter dan spesial, suhu tubuhnya naik turun dalam perbatasan yang
luas. Menurut Ganun (1981), suhu normal pada manusia antara 36-370C.
Manusia dan hewan endotern mampu memproduksi panas dari hasil metabolisme
yang sangat tinggi sehingga temperatur tubuhnya tergantung pada produksi dan
panas metabolisme (Ganong, 1983). Eksotern ditentukan oleh suhu lingkungan
namun beberapa spesies mempunyai tingkahlaku untuk tinggal pada suhu yang
disukai. Kontuinitas pemeliharaan temperatur interna tubuh terutama ditentukan
oleh faktor tingkah laku (Fauzia dan Tandi, 1977).
9
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Alat
1. Termometer suhu
2. Buku
3. pena
Bahan
1. Es batu
2. Air panas
3. Air dingin
1. Letakkan termometer kedalam mulut katak, selama lima menit, pada saat
tidak diberi perlakuan, diletakkan didalam air hangat, diletakkan didalam
air dingin.
2. Catat suhu katak tersebut saat tidak diberi perlakuan dan diberi perlakuan
3. Lakukan hal yang sama pada manusia dengan melakukan termometer
dibawah atik pada saat tidak diberi perlakuan, saat manusia berada
ditempat panas dan saat manusia berada diruang dingin.
10
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1.1 Katak
4.1.2 Manusia
4.2 Pembahasan
Berdasarkan kemampuan mengatur panas tubuhnya, hewan dibedakan
menjadi 2 golongan, yaitu poikiloterm (hewan yang suhu tubuhnya tergantung
pada suhu lingkungan) dan homeoterm (hewan yang suhu tubuhnya tidak
tergantung pada suhu lingkungan atau cenderung konstan). Untuk
membuktikannya, maka dilakukan percobaan perlakuan pada suhu dingin, suhu
normal, dan suhu panas.
a) Katak
11
tubuhnya sehingga mendekati suhu lingkungan. Pengaturan untuk menyesuaiakan
terhadap suhu lingkungan dingin dilakukan dengan cara memanfaatkan input
radiasi sumber panas yang ada di sekitarnya sehingga suhu tubuh di atas suhu
lingkungan dan pengaturan untuk menyesuaiakan terhadap suhu lingkungan panas
dengan penguapan air melalui kulit dan organ-organ respiratori menekan suhu
tubuh beberapa derajat di bawah suhu lingkungan. Oleh karena itu, ketika suhu
lingkungan turun(dingin), suhu tubuh katak juga ikut turun menyesuaikan dengan
lingkungannya. Demikian halnya pada suhu lingkungan yang panas.
. Katak masih bisa bertahan pada suhu yang sangat rendah karena pada
habitat aslinya suhu lingkungan disekitarnya juga dingin perubahan suhu tubuh
pada katak dilingkungan dingin yaitu 190C,tidak jauh berbeda pada saat suhu
tubuh normal katak tersebut yaitu 200C .Adaptasi yang dilakukan katak terhadap
suhu tubuh yang cukup tinggi, katak meningkatkan laju pendinginan dengan
penguapan melalui kulit. Pada percobaan selanjutnya katak sudah mati karena
katak tidak mampu bertahan pada suhu lingkungan yang panas walaupun suhu
tubuh katak mengikuti suhu lingkungan disekitarnya, suhu tubuh saat diberi
perlakuan air panas suhu katak tersebut meningkat menjadi 350C
12
b) Manusia
Dari data diatas didapatkan bahwa suhu tubuh ketika tidak diberi
perlakuan(normal) suhu tubuh nya yaitu 35,30C, sedangkan ketika diberi
perlakuan berupa suhu dingin (ruang ac/ dikipas) suhu tubuh berubah menjadi
330C, dan ketika diberi perlakuan suhu panas (dipanas matahari)suhu tubuh
menjadi meningkat yaitu menjadi 370C.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Neil A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. 2000. Biologi, edisi kelima-jilid
2. (Terjemahan Wasmen Manalu). Jakarta: Erlangga. (Buku asli
diterbitkan tahun 1999).
Djukri & Heru Nurcahyo. 2009. Petunjuk praktikum biologi. Yogyakarta: Prodi
PSn PPsUNY.
15
LAMPIRAN
16