Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh :
Kelas : 2015 A
i
RINGKASAN
Pada saat ini ada berbagai penyakit pada babi yang dapat mengancam
produktivitas suatu peternakan. Salah satu faktor yang menghambat produktifitas
babi adalah infeksi penyakit, dalam hal ini ternak babi rentan sekali terinfeksi
penyakit kolibasilosis.
Penyakit ini disebabkan oleh Escherichia coli patogen, terutama infeksi E.
coli enterotoksigenik (ETEC). Gejala yang khas adalah mencret berwarna putih.
Sehingga penyakit ini sering disebut dengan white scours atau diare putih.
Kolibasilosis terjadi sepanjang tahun dan kejadiannya semakin meningkat pada
perubahan musim. Hal ini karena pengelolaan ternak babi pada peternakan
tradisional belum dikelola secara baik. Kandang babi masih sederhana dengan
beralaskan tanah. Upaya pembersihan kandang hampir tidak ada, serta upaya
penanggulangan penyakit baik dengan vaksinasi maupun pengobatan penyakit
jarang dilakukan.
ii
SUMMARY
At this time there are a variety of diseases in pigs that can threat the
productivity of the farm. One of the facors that inhibits pig productivity is
infection of the disease. In this csae, pigs are at great risk of being infected with
colibasillosis.
The disease is caused by Escherichia coli pathogen, especially infections
of E. coli enterotoksigenik (ETEC). A typical symptom is a white diarrhea, so the
disease is often referred to as white scours. Colibasillosis often occurs throughout
the year and the incidence is increasing during the transition season. This is due to
the management of pigs on traditional farms has not been well managed. Pig cage
is still simple with grounded ground. Cage clearance efforts are almost non
existent, and efforts to control disease with vaccine and treatment of disease are
rare.
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan bimbingan-Nya Penulis dapat menyelesaikan tugas Manajemen
dan Kesehatan Babi dengan judul “Manajemen Penyakit Kolibasilosis Pada
Babi”.
Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah tugas Manajemen dan
Kesehatan Babi. Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada
pihak yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan tugas ini baik berupa
pikiran, tenaga, bahkan dana.
Penulis menyadari bahwa paper ini belum sempurna. Oleh karena itu,
Penulis menerima dengan senang hati apabila ada kritik dan saran yang
membangun dari pembaca. Akhir kata semoga paper ini dapat bermanfaat bagi
kita.
Hormat kami,
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Cover ........................................................................................................... i
Ringkasan .................................................................................................... ii
Summary .................................................................................................... iii
Kata Pengantar ............................................................................................ iv
Daftar Isi...................................................................................................... v
Daftar Gambar ............................................................................................. vi
Daftar Lampiran .......................................................................................... vii
Bab I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .......................................................................... 3
Bab II Tujuan dan Manfaat Penulisan
2.1. Tujuan ........................................................................................... 4
2.2. Manfaat ......................................................................................... 4
Bab III Tinjauan Pustaka
3.1. Ternak Babi .................................................................................. 5
3.2. Escherichia coli ............................................................................ 6
3.3. Kejadian Kolibasilosis .................................................................. 7
Bab IV Pembahasan
4.1. Penyebab dan Cara Penularan Kolibasilosis Pada Babi ............... 8
4.2. Patogenesis Kolibasilosis Pada Babi ............................................ 9
4.3. Gejala Klinis Kolibasilosis Pada Babi ......................................... 11
4.4. Patologi Anatomi dan Histopatologi Kolibasilosis Pada Babi ..... 12
4.5. Diagnosa Kolibasilosis Pada Babi ............................................... 16
4.6. Pengobatan Kolibasilosis Pada Babi ............................................ 18
4.7. Pencegahan Kolibasilosis Pada Babi ........................................... 23
Bab V Simpulan dan Saran
5.1. Simpulan ....................................................................................... 24
5.2. Saran ............................................................................................. 25
Daftar Pustaka ............................................................................................. 26
Lampiran Jurnal .......................................................................................... 31
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 7. Terlihat adanya kongesti (panah putih) dan perdarahan (panah biru)
pada paru (HE,100X) ................................................................................. 15
Gambar 8. Terlihat adanya kongesti (panah putih) dan perdarahan (panah biru)
pada usus (HE, 40X) .................................................................................. 15
Gambar 9. Adanya infiltrasi sel radang neutrofil pada usus (HE,100X) ... 15
Gambar 10. Koloni kuman yang ditanam pada media EMBA .................. 16
Gambar 11. Kuman E. coli pada pewarnaan Gram tampak berwarna merah, dan
berbentuk batang ( Pembesaran 1000 X) ................................................... 17
Gambar 15. Sistem pemeliharaan babi secara tradisional dan intensif ..... 23
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 7. Suarjana, I.G.K., Tono P.G., K., Suwiti, N.K., Apsari, I.A.P. 2016.
Pengobatan Penyakit Diare (Kolibasilosis) Pada Babi Dalam Upaya
Meningkatkan Produktivitas Ternak Di Desa Sudimara Tabanan. Jurnal Udayana
Mengabdi. 15 (1) : 50-54.
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Tingkat morbiditas, mortalitas, dan fatalitas juga telah diteliti oleh
Kardena et al (2012) pada peternakan babi semi intensif di Tabanan dengan angka
persentase masing-masing 8,60%, 2,05%, dan 23,8%. Hal ini tentu saja menjadi
salah satu dampak kerugian ekonomi yang ditimbulkan bagi peternak. Disamping
menimbulkan kerugian pada babi, E. coli patogen yang menginfeksi babi juga
berpeluang menjadi zoonosis, yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia. E.
coli yang bersumber dari babi menghasilkan verotoksin yang berakibat diare
berdarah pada manusia, gejala kencing darah, dan kematian (Eriksson, 2010).
Pemberian antibiotik merupakan salah satu pilihan untuk mengobati
infeksi kolibasilosis. Beberapa antibakteri yang efektif diantaranya adalah
golongan Penisilin, Cephalosporin, Tetrasiklin, Kloramfenikol, Aminoglikosid
(Sornplang et al, 2010). Tetrasiklin dan aminoglikosid berfungsi sebagai
penghalang terikatnya RNA pada bagian spesifik dari ribosom, akibatnya sintesis
protein mengalami hambatan sangat tinggi, maka antibakteri ini sering digunakan
untuk penanganan kolibasilosis pada babi (Rostinawati, 2009). Namun pemberian
antibiotik sebagai penanganan penyakit mempunyai kelemahan yaitu timbulnya
resistensi apabila tidak digunakan sesuai aturan (Hammerum and Heuer, 2009),
sehingga menyebabkan pengobatan tidak efektif dan masa pengobatan menjadi
lebih panjang serta ternak menjadi tidak produktif.
Dari latar belakang diatas kolibasilosis menyebabkan kerugian ekonomi
bagi peternak dan beberapa pemberian antibiotik menimbulkan beberapa kerugian
sehingga kami penulis akan membahas tentang manajemen penyakit kolibasilosis
pada babi.
2
1.2 Rumusan Masalah
3
BAB II
2.1 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, adapun tujuan dari penulisan karya tulis ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui penyebab dan cara penularan penyakit kolibasilosis
pada babi.
2. Untuk mengetahui patogenesis dari penyakit kolibasilosis pada babi.
3. Untuk mengetahui gejala klinis dari penyakit kolibasilosis pada babi.
4. Untuk mengetahui patologi anatomi dan histopatologi dari penyakit
kolibasilosis pada babi.
5. Untuk mengetahui cara diagnosis penyakit kolibasilosis pada babi.
6. Untuk mengetahui cara pengobatan penyakit kolibasilosis pada babi.
7. Untuk mengetahui cara pengendarian penyakit kolibasilosis babi.
2.2 Manfaat
Berdasarkan tujuan di atas, adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan
karya tulis ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Mahasiswa atau pembaca mampu memahami apa itu dan bagaimana
menejemen dan akibat yang ditimbulkan penyakit kolibasilosis pada babi.
2. Manfaat Empiris
Melalui kajian materi dari karya tulis ini, diharapkan mahasiswa atau
pembaca mampu menginformasikan kepada masyarakat tentang
menejemen dan akibat yang ditimbulkan penyakit kolibasilosis pada babi.
4
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
5
3.2 Escherichia coli
6
3.3 Kejadian Kolibasilosis
7
BAB IV
PEMBAHASAN
8
timbulnya penyakit kolibasilosis yang disebabkan oleh E. coli Enterotoksigenik
pada anak babi adalah rendahnya immunoglobulin yang seharusnya diperoleh dari
kolostrum induk. Immunoglobulin mampu mengadakan opsonisasi sehingga
mampu mencegah pertumbuhan bakteri dalam lumen usus anak babi yang baru
lahir (Lyutskanov. 2011). Menurut Lyutskanov (2011) pakan dan manajemen
kandang merupakan faktor resiko yang juga mempengaruhi tingkat morbiditas dan
mortalitas terhadap kejadian dari penyakit.
9
kecil oleh ETEC tergantung pada pili. Pili berperan dalam penempelan
yang spesifik oleh bakteri pada titik sel epitel.
10
Enteroaggregative E. coli (EAEC)
11
umum terjadi pada anak babi pada minggu pertama dimana penyebab utamanya
adalah bakteri E. coli patogen (Besung, 2010). Sedangkan menurut penelitian
Rahmawandani, et al (2014) Adanya gangguan dan kerusakan organ usus halus,
dapat mengakibatkan gejala klinis lain berupa dehidrasi, syok, dan diikuti
kematian. Kematian biasanya terjadi bila individu kehilangan cairan tubuh
sebanyak 10-16% dari berat badannya.
12
Namun pada hasil penelitian Rahmawandani , F.I. et al. (2014) patologi
anatomi diketahui bahwa teramati adanya distensi usus dan pembengkakan pada
usus halus babi Landrace yang terinfeksi kolibasilosis baik pada umur babi
sebelum maupun setelah disapih. Hal ini sejalan dengan pernyataan Pfizer (1990)
tidak ada perubahan patologi anatomi yang spesifik pada babi muda maupun
dewasa yang terserang kolibasilosis, perubahan yang nyata terlihat hanya
inflamasi dan distensi usus halus. Kebengkakan terjadi sebagai akibat dari filtrat
plasma yang berakumulasi di daerah interstitium dari jaringan usus yang
mengalami peradangan. Distensi usus terjadi akibat akumulasi cairan dan gas
bertambah di dalam usus.
Keterangan :
1.A. Kolibasilosis pada usus halus babi Landrace sebelum disapih.
( = pembengkakan usus, = distensi usus )
1.B. Kolibasilosis pada usus halus babi Landrace setelah disapih.
( = pembengkakan usus, = distensi usus )
13
tidak mendapatkan kolostrum dan lingkungan kandang babi yang kotor. Selain itu
faktor penunjang lain seperti umur merupakan kajian penelitian terhadap
perubahan histopatologi usus dan paru babi penderita kolibasilosis.
Menurut penelitian (Meha, H.K.M. et al. 2016) Histopatologi E. coli pada
usus dan paru babi yang terinfeksi kolibasilosis menunjukkan lesi berupa
kongesti, peradangan dan perdarahan dengan derajat keparahan lesi yang
bervariasi. Pada kasus ini lesi yang ditemukan dikategorikan menjadi tiga yaitu
lesi ringan, lesi sedang dan lesi berat. Persentase perbedaan derajat keparahan
patologi berupa kongesti, infiltrasi sel radang dan perdarahan usus dan paru babi
penderita kolibasilosis dikaitkan dengan umur kurang dari 2 minggu, 2-4 minggu
dan diatas 4 minggu.
Pada babi dengan umur dibawah 2 minggu, pada organ usus terjadi
kongesti dengan derajat ringan, infiltrasi sel radang derajat berat dan perdarahan
dengan derajat ringan, masing-masing sebanyak 100%. Sedangkan pada organ
paru didapatkan kongesti dan infiltrasi sel radang derajat sedang masing-masing
sebanyak 100% dan tidak ditemukan adanya perdarahan. Pada kasus kolibasilosis
dengan umur 2–4 minggu, pada organ usus didapatkan kongesti derajat ringan
sebanyak 20%, kongesti dengan derajat sedang 80%, infiltrasi sel radang derajat
sedang 100% dan perdarahan derajat ringan 20%, derajat berat 80%. Sedangkan
pada organ paru kongesti derajat sedang 60%, infiltrasi sel radang derajat sedang
80% dan perdarahan derajat sedang 25%, derajat sedang 50%. Pada kasus
kolibasilosis dengan umur diatas 4 minggu, pada usus diperoleh kongesti dengan
derajat ringan 16,67%, kongesti derajat sedang 66,67%, infiltrasi sel radang
derajat ringan 8,33%, derajat sedang 91,67% dan terjadi perdarahan dengan
derajat ringan 50% dan perdarahan dengan derajat sedang 33,33% (Meha, HKM.
et al. 2016).
14
Gambar 6. Infiltrasi sel radang pada Gambar 7. Terlihat adanya kongesti
paru (HE,10X) (panah putih) dan perdarahan(panah
Sumber : Meha, HKM. et al. 2016 biru) pada paru (HE,100X)
Sumber : Meha, HKM. et al. 2016
15
dengan baik. Sedangkan pada umur 4-8 minggu sistem kekebalan tubuh sudah
mulai optimal sehingga tubuh relatif lebih tahan terhadap infeksi E.coli
patogen.E.coli yang masuk melalui makanan didalam lambung akan mengalami
degradasi dengan adanya pH lambung dan produksi IgM oleh dinding lambung,
yang mampu mengurangi jumlah E.coli berkembang di usus
16
Gambar 11. Kuman E. coli pada pewarnaan Gram tampak berwarna merah,
dan berbentuk batang ( Pembesaran 1000 X)
Sumber : Besung, INK. (2010)
Identifikasi lebih lanjut dengan media TSIA, Simmons Citrate Agar, SIM
dan MRVP memperlihatkan sifat sebagai berikut : pada TSIA, kuman
menghasilkan asam baik daerah miring atau tegak dengan menghasilkan gas dan
tanpa menghasilkan H2S. Pada simmons citrate agar kuman tidak mampu tumbuh,
pada SIM terlihat menghasilkan indol tanpa H2S, dan bersifat motil. Pada MRVP
terlihat bahwa MR positif dan VP negatif. Koloni yang memiliki sifat seperti di
atas merupakan kuman E. coli (Besung, INK. 2010).
Hasil isolasi dan identifikasi sampel feses yang diambil dari anak babi
yang menderita mencret berwarna putih memiliki sifat: koloninya berwarna gelap
dengan kilat logam, kuman berbentuk batang Gram negatif, menghasilkan asam
dengan gas, H2S negatip, simmons citrate negatip, indol positip dan bersifat
motil. Sifat seperti itu merupakan sifat E. coli. Dengan demikian sampel yang
diisolasi adalah kuman E. coli. (Besung, INK. 2010).
17
4.6 Pengobatan Kolibasilosis Pada Babi
Pemberian antibakteri merupakan salah satu pilihan dalam menangani
infeksi kolibasilosis. Contohnya menggunakan antibiotik golongan Penisilin,
Cephalosporin, Tetrasiklin, Kloramfenikol, Aminoglikosid (Sornplang et al,
2010). Pada tetrasiklin dan aminoglikosid berfungsi sebagai penghalang terikatnya
RNA pada bagian spesifik dari ribosom, akibatnya sintesis protein mengalami
hambatan sangat tinggi. Dalam pengobatan menggunakan antibiotik akan
menimbulkan masalah yang muncul dari penggunaan antibakteri adalah residu
obat pada daging. Residu antibakteri pada produk ternak dapat menimbulkan
resistensi bakteri, masalah dalam pengolahan produk asal daging, dan gangguan
kesehatan bagi konsumen (Gavalov et al., dalam Soeripto 2002).
Selain hal tersebut, banyaknya terjadi kasus bakteri yang resisten terhadap
antibakteri dan harga obat antibakteri yang relatif mahal. Terjadinya resistensi ini
disebabkan karena penggunaan obat yang tidak terkontrol sehingga obat tersebut
tidak mampu menghambat atau membunuh bakteri yang bersangkutan, akibatnya
pengobatan akan sia-sia (Besung, 2009). Sehingga dalam hal ini diperlukan
penggunaan obat tradisional berasal dari tanaman yang dapat membunuh bakteri
untuk menghindari terjadinya resistensi seperti dalam penggunaan antibakteri.
Misalnya dengan menggunakan yaitu :
18
vitro. Dan meningkatnya konsentrasi perasan daun binahong (Anredera
cordifolia (Tenore) steenis) meningkatkan daya hambat terhadap
pertumbuhan bakteri Escherichia coli secara in vitro (Darsana, I.G.O., et
al. (2012).
Daya hambat dapat terbentuk dari daun Binahong menurut hasil
penelitian-penelitian yang sudah ada dinyatakan bahwa pada kultur in vitro
daun binahong terkandung senyawa aktif flavonoid, alkaloid, terpenoid
dan saponin. Seperti penelitian Rochani (2009), melakukan ekstraksi
dengan cara maserasi daun binahong dengan menggunakan pelarut
petroleum eter, etil asetat dan etanol, setelah dilakukan uji fitokimia
ditemukan kandungan alkaloid, saponin dan flavonoid. Kemampuan
binahong untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit ini berkaitan erat
dengan senyawa aktif yang terkandung di dalamnya. Flavonoid dapat
berperan langsung sebagai antibakteri dengan menggangu fungsi dari
mikroorganisme bakteri (Manoi & Balittro, 2009). Selain hal tersebut
senyawa lain seperti alkaloid, saponin, dan terpenoid juga merupakan
senyawa yang berkhasiat sebagai antibakteri (Robinson, 1995).
Saponin merupakan glukosida yang larut dalam air dan etanol,
tetapi tidak larut dalam eter. Saponin bekerja sebagai antibakteri dengan
mengganggu stabilitas membran sel bakteri sehingga menyebabkan sel
bakterilisis, jadi mekanisme kerja saponin termasuk dalam kelompok
antibakteri yang mengganggu permeabilitas membran sel bakteri, yang
mengakibatkan kerusakan membran sel dan menyebabkan keluarnya
berbagai komponen penting dari dalam sel bakteri yaitu protein, asam
nukleat dan nukleotida (Ganiswarna, 1995).
Khunaifi (2010) menambahkan bahwa senyawa-senyawa flavanoid
umumnya bersifat antioksidan dan banyak yang telah digunakan sebagai
salah satu komponen bahan baku obat-obatan. Senyawa flavanoid dan
turunanya memilki dua fungsi fisiologi tertentu, yaitu sebagai bahan kimia
untuk mengatasi serangan penyakit (sebagai antibakteri) dan anti virus
bagi tanaman. Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang
terbesar. Alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme
19
yang diduga adalah dengan cara mengganggu komponen penyusun
peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak
terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Robinson,
1995). Pada senyawa terpenoid dapat menghambat pertumbuhan dengan
mengganggu proses terbentuknya membran dan atau dinding sel, membran
atau dinding sel tidak terbentuk atau terbentuk tidak sempurna (Ajizah,
2004).
20
Pada penelitian Besung, INK. (2009) Pada hari pertama sampai
hari ke empat semua perlakuan belum mampu menekan kejadian diare
pada anak babi yang menderita kolibasilosis, namun setelah hari ke lima
baik kunyit maupun sulfonamida sudah mampu menekan diare. Secara
statistik terlihat bahwa pada hari ke lima kunyit atau sulfonamide mampu
menekan terjadinya diare secara bermakna dibandingkan dengan control
namun antara kunyit dengan sulfonamida tidak menunjukkan perbedaan
yang bermakna. Rata-rata jumlah bakteri E. coli pada pemberian kunyit
maupun sulfonamida semakin hari semakin menurun. Penurunan rata
jumlah bakteri terlihat mulai dari hari ke dua sampai hari ke tujuh. Jika
dibandingkan dengan kontrol, maka penurunan jumlah kuman ini terlihat
berbeda secara sangat bermakna, namun antara perlakuan kunyit dengan
sulfonamida penurunan jumlah bakteri tidak menunjukkan perbedaan yang
bermakna.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa kemampuan kunyit setara
dengan kemampuan sulfonamide dalam membunuh kuman E. coli pada
babi yang menderita kolibasilosis. Dari hasil penelitian Besung, INK.
(2009) bahwa kunyit dan sulfonamide mempunyai kemampuan yang sama
dalam menekan terjadinya mencret serta menurunkan jumlah bakteri E.
coli pada feses anak babi yang menderita kolibasilosis. Dengan demikian
kunyit dapat dipakai sebagai obat alternatif dalam menangani kolibasilosis
pada anak babi.
21
c. Pemberian Ekstrak Daun Kelor
Berbagai tanaman obat Indonesia yang digunakan sebagai alternatif
obat sangatlah banyak. Penggunaan tanaman obat pun saat ini berkembang
sangat cepat. Salah satu contoh tanaman obat Indonesia yang sudah lama
digunakan adalah kelor (Moringa oleifera) (Prasetyo et al, 2012). Hampir
semua bagian dari tanaman kelor ini dapat dijadikan bahan antimikroba.
Bagian-bagian tanaman kelor yang telah terbukti sebagai bahan
antimikroba di antaranya daun, biji, minyak, bunga, akar, dan kulit kayu
tanaman kelor (Bukar et al, 2010). Daun kelor (Moringa oleifera) terdapat
senyawa benzil isotiosianat dan dari hasil studi fitokimia daun kelor
(Moringa oleifera) juga mengandung senyawa metabolit sekunder
flavonoid, alkaloid, phenols yang juga dapat menghambat aktivitas bakteri
(Pandey et al, 2012).
Ekstrak daun Kelor dengan menggunakan pelarut etanol menurut
(Vinoth et al, 2012) dapat menarik sebagian besar senyawa aktif yang
terdapat pada daun kelor, dan menurut dari hasil penelitian (Dima et al.
2016) telah dilakukan cara yang sama maka tidak ada perbedaan sehingga
menunjukan hasil yang sesuai bahwa daun kelor mempunyai senyawa
yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri khususnya E.coli. Hasil
penelitian Dima et al. (2016) ini juga memberikan hasil yang sama dari
(Vinoth et al, 2012) bahwa penggunaan pelarut etanol untuk mengambil
senyawa-senyawa aktif yang ada di daun kelor memberikan zona hambat
terhadap bakteri-bakteri uji. Sehingga ekstrak daun kelor ini dapat
digunakan sebagai pengobatan alternatif pengganti antibiotika.
22
4.7 Pencegahan Kolibasilosis Pada Babi
23
BAB V
5.1 Simpulan
Kolibasilosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Escherichia coli
pathogen dan kebanyakan menyerang anak babi berumur muda. E. coli yang
bersifat komensal dapat berubah menjadi pathogen karena beberapa factor
diantaranya karena factor lingkungan, faktor hospes, dan factor agen infeksi.
Dalam pathogenesis terdapat 5 strain berbeda dari E.coli tergatung mekanisme
pathogenesis, antara lain Enterotoxigenic E. coli (ETEC), Enteropathogenic E.
coli (EPEC), Enteroinvasive E. coli (EIEC), Enterohaemorrhagic E. coli (EHEC),
dan Enteroaggregative E. coli (EAEC).
Gejala klinis umum kolibasilosis yang menyerang anak babi dapat
mengakibatkan menurunnya berat badan, pertumbuhan terhambat, dan jika tidak
segera ditangani akan mengakibatkan kematian. Diare hebat, berwarna putih dan
berlangsung cukup lama merupakan klinis dari penyakit ini, sehingga bisa
menyebabkan kematian bagi babi penderita akibat kekurangan cairan tubuh.
Diagnosa penyakit ini melalui pengamatan gejala klinis dan hasil isolasi dan
identifikasi sampel feses yang diambil dari anak babi yang menderita mencret
berwarna putih memiliki sifat: koloninya berwarna gelap dengan kilat logam,
kuman berbentuk batang Gram negatif, menghasilkan asam dengan gas, H2S
negatip, simmons citrate negatip, indol positip dan bersifat motil.
Pemberian antibakteri merupakan salah satu pilihan dalam menangani
infeksi kolibasilosis. banyaknya terjadi kasus bakteri yang resisten terhadap
antibakteri disebabkan karena penggunaan obat yang tidak terkontrol sehingga
obat tersebut tidak mampu menghambat atau membunuh bakteri yang
bersangkutan, akibatnya pengobatan akan sia-sia . Sehingga dalam hal ini
diperlukan penggunaan obat tradisional berasal dari tanaman yang dapat
membunuh bakteri untuk menghindari terjadinya resistensi seperti dalam
penggunaan antibakteri.
24
5.2 Saran
Dengan adanya karya tulis ini diharapkan kepada seluruh pihak yang
terlibat, khususnya para mahasiswa yang masih dalam masa masa pembelajaran
agar karya tulis ini bisa dijadikan pembelajaran. Semoga dengan adanya karya
tulis ini juga dapat menambah pengetahuan para mahasiswa akan menejemen
penyakit kolibasilosis pada babi. Saran dan masukan yang membangun dari
pembaca sangat dibutuhkan untuk menambah pengetahuan bagi para mahasiswa.
25
DAFTAR PUSTAKA
Besung, N.K. 2009. Pengaruh Pemberian Ekstrak Kunyit Pada Anak Babi Yang
Menderita Colibacillosis. Majalah Ilmiah Peternakan. Vol 12, no. 3.
(http://ojs.unud.ac.id/index.php/mip/article/view/1735).
Besung, N.K. 2010. Kejadian Kolibasilosis Pada Anak Babi. Majalah Ilmiah
Peternakan. Vol 13, no. 1.
(http://ojs.unud.ac.id/index.php/mip/article/view/1742/0).
Bukar, A., Uba, A. and Oyeyi, T.I.. 2010. Antimicrobial Profile of Moringa
oleifera Lam. Extracts Against Some Food –Borne Microorganisms.
Bayero Journal of Pure and Applied Sciences, 3(1): 43 –48.
Dima, L.L.R.H., Fatimawali, Lolo, W.A. 2016. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Daun Kelor (Moringa oleifera L.) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus. Jurnal Ilmiah Farmasi. 5(2): 282-289.
Disnak. 2009. Laporan Dinas Peternakan Propinsi Bali. Dinas Peternakan Provinsi
Daerah Tingkat I Bali. Denpasar, hal 1 –5.
26
Eriksson.E, 2010.Verotoxinogenic Escherichia coli O157:H7 in Swedish Cattle
and Pigs. Doctoral Thesis.Swedish University of Agricultural Sciences.
Uppsala 2009. Pp. 11-30
(http://pub.epsilon.slu.se/2213/1/eriksson_e_100115.pdf ericson doktoral).
Hammerum, A.M., and O.E. Heuer. 2009. Human Health Hazards from
Antimicrobial-Resistant Escherichia coli of Animal Origin. National
Center for Antimicrobials and Infection Control, Statens Serum Institut,
Copenhagen, and National Food Institute, Technical University of
Denmark, Søborg, Denmark
(http://cid.oxfordjournals.org/content/48/7/916.full.pdf+html).
27
Khunaifi, M. 2010. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Binahong (Anredera
cordifolia (Tenore) steenis) Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan
Pseudomonas Aeruginosa. Terdapat pada http://lib.uin-
malang.ac.id/fullchapter/03520025.pdf. Diakses pada tanggal 24 April
2017.
Manoi, F. & Balittro. 2009. Binahong (Anredera Cordifolia) Sebagai Obat. Bogor
: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.
Meha, H.K.M., Berata, I.K., Kardena, I.M. 2016. Derajat Keparahan Patologi
Usus Dan Paru Babi Penderita Kolibasilosis. Indonesia Medicus Veterinus.
5(1) : 13-22
Pandey, A., R.D. Pandey., P. Tripathi., P.P. Gupta., J. Haider., S. Bhatt and A.V
Singh. 2012. Moringa Oleifera Lam. (Sahijan) - A Plant with a Plethora of
Diverse Therapeutic Benefits: An Updated Retrospection. Pandeyet al.
Medicinal Aromatic Plants 2012.
(http://omicsgroup.org/journals/MAP/MAP-1-101.pdf).
Parvathy, K.S., Negi, P.S. and Srinivas, P. 2009. Antioxidant, antimutagenic and
antibacterial activities of curcumin-β-diglucoside. Food Chemistry.
Volume 115, Issue 1, Pp 265-271.
Pfizer. 1990. Beternak Babi Sukses. Buku Pegangan Pfizer. Divisi Kesehatan
Hewan, PT. Pfizer Indonesia Bogor.
28
Rahmawandani FI. 2013. Skripsi. Studi Patologi Kasus Kolibasilosis Pada Babi
Landrace Berdasarkan Umur. FKH Universitas Udayana.Denpasar.
Rahmawandani, F.I., Kardena, I.M., Berata, I.K. 2014. Gambaran Patologi Kasus
Kolibasilosis pada Babi Landrace. Indonesia Medicus Veterinus 3(4) :
300-309.
Setiaji, A. 2009. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Petroleum Eter, Etil Asetat Dan
Etanol 70% Rhizoma Binahong (Anredera Cordifolia (Tenore) Steen)
Terhadap Staphylococcus Aureus Atcc 25923 Dan Escherichia Coli Atcc
11229 Serta Skrining Fitokimianya. Terdapat pada http://etd.eprints.
ums.ac.id/5253/1/K100050288.pdf. Diakses pada tanggal 24 April 2017.
29
Suarjana, I.G.K., Tono P.G., K., Suwiti, N.K., Apsari, I.A.P. 2016. Pengobatan
Penyakit Diare (Kolibasilosis) Pada Babi Dalam Upaya Meningkatkan
Produktivitas Ternak Di Desa Sudimara Tabanan. Jurnal Udayana
Mengabdi. 15 (1) : 50-54.
Supar. 2002. Escherichia coli dan Kolibacilosis. Balai Penelitian Veteriner Bogor.
Suprat, A.S., Pascu, C., Costinar, L., Vaduva., I., Faur, B., Tatar, D., Herman, V.,
2011. Escherichia coli Strains Characterization Isolated from Post-
Weaning Diarrhea in Pigs. Faculty of Veterinary Medicine Timisoara,
Calea Aradului No.119, 300645, Timisoara, Romania.
(http://journals.usamvcj.ro/veterinary/article/viewFile/6933/6196)
30
LAMPIRAN JURNAL
31