PROPOSAL SKRIPSI
oleh
Afriezal Kamil
NIM 132310101054
PROPOSAL SKRIPSI
oleh:
Afriezal Kamil
NIM 132310101054
BAB 1. PENDAHULUAN
untuk laki-laki. Mereka yang berumur 20-24 tahun yang pernah melakukan hal serupa
ada 48,6% untuk perempuan dan 46,5% untuk laki-laki (BKKBN, 2012).
Dalam teori sosial kognitif, untuk menganalisis perilaku seseorang, terdapat tiga
komponen faktor yang harus ditelaah, diantaranya adalah faktor individu itu sendiri,
faktor lingkungan, dan faktor perilaku individu (Bandura, 2011). Faktor personal pada
remaja yang memengaruhi perilaku seksual pada remaja seperti pengetahuan, harga diri,
efikasi diri, self-regulation, self-belief dan religiuitas (Villareal, 2014). Didalam
penelitian yang dilakukan oleh Rosdarni dkk (2015) disebutkan bahwa faktor personal
dan eksternal berpengaruh langsung terhadap perilaku seksual berisiko pranikah remaja
kecuali pengaruh dari teman sebaya. Pengetahuan remaja tentang kesehatan seksual,
IMS dan HIV/AIDS yang rendah akan meningkatkan perilaku seksual pranikah berisiko
dibandingkan remaja yang memiliki pengetahuan yang tinggi.
perilaku merupakan suatu respon seorang individu terhadap stimulus yang dapat
bersifat pasif maupun aktif. Perilaku aktif dapat dilihat, sedangkan perilaku pasif seperti
pengetahuan, persepsi, dan motivasi tidak dapat terlihat (Sarwono, 2004). Stimulus
menimbulkan respon, dimana persepsi merupakan suatu proses diterimanya stimulus
oleh panca indera, kemudian individu ada perhatian, lalu diteruskan ke otak, dan baru
kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan sebagai persepsi
(Sunaryo, 2004). Hal ini mengartikan bahwa perilaku terlahir dari adanya persepsi
seseorang. Penelitian yang dilakukan oleh Susiani (2009) dikatakan bahwa terdapat
pengaruh langsung antara persepsi siswa tentang efikasi diri terhadap prestasi belajar.
Hal ini dapat diasumsikan bahwa persepsi secara langsung berpengaruh terhadap efikasi
diri seseorang.
Remaja yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan menunjukkan antusiasme
dan kepercayaan diri yang kuat. Efikasi diri yang tinggi akan dapat memacu keterlibatan
aktif dalam suatu kegiatan atau tugas yang kemudian akan meningkatkan kompetensi
seseorang. Sedangkan, efikasi diri yang rendah dapat mendorong seseorang untuk
menarik diri dari lingkungan dan kegiatan sehingga dapat menghambat perkembangan
potensi yang dimilikinya. Motivasi individu timbul melalui pemikiran optimis dari
dalam dirinya untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan. Individu berusaha
memotivasi diri dengan menetapkan keyakinan pada tindakan yang akan dilakukan.
Dimyati dan Mudjiono (2009) mengatakan bahwa motivasi dipandang sebagai dorongan
5
b. Motivasi
Motivasi merupakan kemampuan seseorang untuk memotivasi
diri melalui pikirannya agar dapat melakukan suatu tindakan dan
keputusan dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Motivasi
dalam efikasi diri digunakan untuk memprekdisikan kesuksesan atau
kegagalan yang akan dicapai oleh seseorang.
c. Afektif
Efikasi diri dapat mempengaruhi sifat dan intensitas pengalaman
emosional, sehingga terdapat aspek afektif. Afektif merupakan
kemampuan mengatasi emosi yang timbul pada diri demi mencapai
tujuan yang diharapkan. Afeksi digunakan untuk mengontrol
kecemasan dan perasaan depresi seseorang dalam usahanya untuk
mencapai tujuan yang diharapkan
d. Seleksi
Seleksi merupakan kemampuan untuk menyeleksi tingkah laku
dan lingkungan yang tepat demi tercapainya tujuan yang diharapkan.
Seseorang akan cenderung untuk menghindari kegiatan atau situasi
yang mereka yakini diluar kemampuan mereka, tetapi mereka akan
mudah melakukan kegiatan atau tantangan yang dirasa sesuai
dengan kemampuan yang mereka miliki.
Berdasarkan uraian diatas didapatkan, pendapat dari Corsini yang
menyatakan bahwa terdapat empat aspek efikasi diri yaitu kognitif,
motivasi, afektif, dan seleksi. Penelitian ini menggunakan aspek efikasi
diri yang dipaparkan oleh Corsini yang terdiri dari empat aspek efikasi
diri yaitu kognitif, motivasi, afektif, dan seleksi.
2. Motivasi Seksual
Motivasi seksual, masuk pada salah satu motif dari motivasi biologis
yang secara luas adalah berakar dari fisiologis tubuh. Banyak sekali motif
pada motivasi biologis, diantaranya adalah lapar, haus, seks, pengaturan suhu
tubuh, menghindari sakit, dan kebutuhan akan oksigen. Perilaku seksual
sebagian tergantung pada kondisi fisiologis yang disebut sebagai suatu motif
biologis. Tetapi tentu saja seks jauh lebih dari sekedar dorongan biologis.
Motivasi seksual merupakan motivasi yang melibatkan orang lain dan
memberi dasar bagi pengelompokan sosial. Pada dasarnya perilaku seksual
diatur oleh tekanan sosial dan kepercayaan agama.
3. Perilaku Seksual
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat
seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis (Sarwono,
2007).
13
Menurut Kinsey, dkk (1995) dalam Hidayana (1997) dalam Sari (2011),
tahapan perilaku seksual terdiri dari empat tahap, yaitu sebagai berikut:
a. Bersentuhan, mulai dari berpegangan tangan sampai berpelukan
b. Berciuman, mulai dari berciuman dengan mulut ditutup sampai
dengan bibir dan mulut terbuka dan menggunakan lidah yang disebut
dengan frenchkiss
c. Bercumbu, menyentuh bagian yang sensitif dari tubuh pasangan dan
mengarah pada pembangkitan gairah seksual antara lain dengan cara
merasakan dan mengusap-usap tubuh pasangan termasuk lengan,
dada, buah dada, kaki sampai daerah kemaluan baik dari luar maupun
dalam pakaian
d. Berhubungan intim / hubungan seksual
Menurut Damayanti (2007), perilaku seksual yang berisiko adalah pola
pacaran yang berisiko untuk melakukan hubungan seksual. Sedangkan
menurut Suryoputro (2008) perilaku seksual berisiko, Suryoputro menyatakan
bentuknya adalah seperti berciuman bibir, meraba dan mencium bagian
sensitif, menempelkan alat kelamin, oral seks, senggama.
Efikasi diri
n= N
1+N(d)2
Keterangan:
n = besar sampel
N= besar populasi
d= tingkat signifikansi (0.05)
n= 1+p(0,05)2
Alat pengumpul data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini
adalah lembar kuesioner yang berisi pertanyaan terkait dengan efikasi diri dan
motivasi seksual perilaku seksual berisiko pada remaja.
Kisi-kisi skala yang digunakan sebagai instrumen penelitian disusun
berdasarkan pada kajian teori yang telah dipaparkan. Instrumen dengan indikator
efikasi diri didasarkan pada penilaian aspek motivasional. Kuisioner berisi 35
pertanyaan Waktu yang disediakan peneliti bagi responden untuk menjawab
pertanyaan kuesioner adalah 10-20 menit. Instrumen untuk motivasi seksual
berisiko diadaptasi dari kuesioner The Reasons for Having Sex Questionnaire
(YSEX) dengan 20 pertanyaan.
digunakan adalah 0.05. Nilai korelasi yang dihasilkan antara -1 sampai +1.
Angka pada nilai korelasi menunjukkan keeratan hubungan antara 2 variabel
yang diuji. Jika angka korelasi makin mendekati 1, maka korelasi 2 variabel
akan makin kuat, sedangkan jika angka korelasi makin mendekati 0 maka
korelasi makin lemah. Sedangkan tanda minus (-) dan positif (+) pada nilai
korelasi menyatakan sifat hubungan. Jika nilai korelasi bertanda positif, berarti
hubungan diantara kedua variabel bersifat searah, sedangkan jika nilai korelasi
bertanda negatif, berarti hubungan diantara kedua variabel bersifat berlawanan
arah.
DAFTAR PUSTAKA
23