Anda di halaman 1dari 23

1

HUBUNGAN EFIKASI DIRI DENGAN MOTIVASI SEKSUAL PERILAKU


SEKSUAL BERISIKO REMAJA PADA SISWA SMAN X KECAMATAN Y
KABUPATEN JEMBER

PROPOSAL SKRIPSI

oleh
Afriezal Kamil
NIM 132310101054

PROGRAM STUDI IMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2016
2

HUBUNGAN EFIKASI DIRI DENGAN MOTIVASI SEKSUAL PERILAKU


SEKSUAL BERISIKO REMAJA PADA SISWA SMAN X KECAMATAN Y
KABUPATEN JEMBER

PROPOSAL SKRIPSI

diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi tugas akhir

oleh:

Afriezal Kamil
NIM 132310101054

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNVERSITAS JEMBER
2016
3

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masa remaja merupakan periode peralihan dari masa anak ke masa dewasa yang
ditandai dengan adanya perubahan fisik, ekonomi, dan psikis (Widyastuti dkk, 2009).
Batasan usia remaja menurut WHO (2007) adalah 12 hingga 24 tahun. Remaja dituntut
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dimana ia harus mengembangkan
identitas dirinya secara positif. Remaja harus beralih dari reaksi kekanak-kanakan
menuju ke pertimbangan yang lebih rasional dan dewasa (Martono, 2008).
Berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2010 dari 237,6 juta jiwa penduduk
Indonesia, 26,67 persen diantaranya merupakan kelompok usia remaja (BPS, 2010).
Besarnya penduduk remaja akan berpengaruh terhadap pembangunan dari aspek sosial,
ekonomi, maupun demografi baik saat ini maupun di masa yang akan datang (BKKBN,
2011). Remaja dari sebelas kecamatan di Kabupaten Jember yang berusia 10-14 tahun
berjumlah 190.091 jiwa, sedangkan yang berusia 15-19 tahun berjumlah 203.522 jiwa
(Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember, 2011).
Perilaku seksual di kalangan remaja terdiri dari beberapa tahap. Menurut
Sarwono (2007) bentuk-bentuk perilaku seksual ini dapat bermacam-macam, mulai dari
perasaan tertarik sampai pada tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama.
Perilaku seksual berisiko menurut Suryoputro (2008) adalah aktivitas perilaku seksual
pranikah yang berupa berciuman bibir, meraba dan mencium bagian sensitif,
menempelkan alat kelamin, oral seks, dan senggama.
Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia-Kesehatan Reproduksi
(SDKI-KR) tahun 2012 dilaporkan bahwa dari 100 perempuan berusia 15-24 tahun,
sebesar 16,9% mengaku setuju dengan perilaku seksual pranikah. Sedangkan untuk
laki-laki, dari 817 orang, sebanyak 45,5% mengaku setuju dengan perilaku seksual
pranikah. Hal ini mengindikasikan bila perilaku seksual berisiko pada remaja telah
merebak di Indonesia. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) melalui Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia tahun 2002-2003
menyebutkan bahwa remaja yang mengaku memiliki teman yang pernah berhubungan
seksual pranikah pada usia 14-19 tahun mencapai 34,7% untuk perempuan dan 30,9%
4

untuk laki-laki. Mereka yang berumur 20-24 tahun yang pernah melakukan hal serupa
ada 48,6% untuk perempuan dan 46,5% untuk laki-laki (BKKBN, 2012).
Dalam teori sosial kognitif, untuk menganalisis perilaku seseorang, terdapat tiga
komponen faktor yang harus ditelaah, diantaranya adalah faktor individu itu sendiri,
faktor lingkungan, dan faktor perilaku individu (Bandura, 2011). Faktor personal pada
remaja yang memengaruhi perilaku seksual pada remaja seperti pengetahuan, harga diri,
efikasi diri, self-regulation, self-belief dan religiuitas (Villareal, 2014). Didalam
penelitian yang dilakukan oleh Rosdarni dkk (2015) disebutkan bahwa faktor personal
dan eksternal berpengaruh langsung terhadap perilaku seksual berisiko pranikah remaja
kecuali pengaruh dari teman sebaya. Pengetahuan remaja tentang kesehatan seksual,
IMS dan HIV/AIDS yang rendah akan meningkatkan perilaku seksual pranikah berisiko
dibandingkan remaja yang memiliki pengetahuan yang tinggi.
perilaku merupakan suatu respon seorang individu terhadap stimulus yang dapat
bersifat pasif maupun aktif. Perilaku aktif dapat dilihat, sedangkan perilaku pasif seperti
pengetahuan, persepsi, dan motivasi tidak dapat terlihat (Sarwono, 2004). Stimulus
menimbulkan respon, dimana persepsi merupakan suatu proses diterimanya stimulus
oleh panca indera, kemudian individu ada perhatian, lalu diteruskan ke otak, dan baru
kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan sebagai persepsi
(Sunaryo, 2004). Hal ini mengartikan bahwa perilaku terlahir dari adanya persepsi
seseorang. Penelitian yang dilakukan oleh Susiani (2009) dikatakan bahwa terdapat
pengaruh langsung antara persepsi siswa tentang efikasi diri terhadap prestasi belajar.
Hal ini dapat diasumsikan bahwa persepsi secara langsung berpengaruh terhadap efikasi
diri seseorang.
Remaja yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan menunjukkan antusiasme
dan kepercayaan diri yang kuat. Efikasi diri yang tinggi akan dapat memacu keterlibatan
aktif dalam suatu kegiatan atau tugas yang kemudian akan meningkatkan kompetensi
seseorang. Sedangkan, efikasi diri yang rendah dapat mendorong seseorang untuk
menarik diri dari lingkungan dan kegiatan sehingga dapat menghambat perkembangan
potensi yang dimilikinya. Motivasi individu timbul melalui pemikiran optimis dari
dalam dirinya untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan. Individu berusaha
memotivasi diri dengan menetapkan keyakinan pada tindakan yang akan dilakukan.
Dimyati dan Mudjiono (2009) mengatakan bahwa motivasi dipandang sebagai dorongan
5

mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk didalamnya


perilaku seksual. Surbakti (2009) mengatakan dorongan mental seksual pada remaja
bisa menjadi masalah karena seringkali remaja tidak dapat mengendalikan dorongan
seksual tersebut dengan baik (Surbakti, 2009). Dorongan seksual inilah yang memicu
timbulnya motivasi untuk menimbulkan perilaku seksual, dimana remaja yang akan
bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan apakah mereka akan berperilaku
seksual yang sehat atau cenderung berisiko.
Remaja yang terbiasa berperilaku seksual berisiko dengan pasangannya akan
sulit untuk meninggalkan kebiasaan tersebut. Bandura dan Woods, dalam Ghufron dkk
(2010) mengatakan bahwa efikasi diri mengacu pada keyakinan akan kemampuan
individu untuk menggerakkan motivasi, kemampuan kognitif, dan tindakan yang
diperlukan untuk memenuhi tuntutan situasi.
Berdasarkan uraian diatas, muncul dugaan apabila remaja memiliki efikasi diri
yang tinggi, akan menjadi sangat yakin terhadap kemampuannya dalam menggerakkan
motivasi yang diperlukan dalam memenuhi tuntutan seksualnya, sehingga remaja
cenderung akan berperilaku seksual berisiko dengan pasangannya.

1.2 Rumusan Penelitian


Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan efikasi diri dengan motivasi remaja
dalam berperilaku seksual berisiko pada siswa-siswi SMA X Kabupaten Jember?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis hubungan hubungan efikasi diri
dengan motivasi remaja dalam berperilaku seksual berisiko pada siswa-siswi SMA X
Kabupaten Jember

1.3.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus dari penelitian ini adalah;
1. mengidentifikasi tingkat efikasi diri siswa-siswi SMA X Kabupaten Jember
6

2. mengidentifikasi tingkat motivasi remaja dalam berperilaku seksual berisiko


pada siswa-siswi SMA X Kabupaten Jember
3. mengidentifikasi efikasi diri dengan motivasu remaja dalam berperilaku
seksual berisiko pada siswa-siswi SMA X Kabupaten Jember

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti
Manfaat bagi peneliti adalah mampu melakukan proses penelitian dan
memperoleh pengetahuan serta wawasan mengenai hubungan efikasi diri dengan
motivasi seksual perilaku seksual berisiko pada siswa-siswi SMA X Kabupaten Jember.

1.4.2 Manfaat Bagi Institusi Pendidikan


Manfaat yang bisa diperoleh bagi instansi pendidikan adalah sebagai tambahan
referensi dan pengembangan penelitian tentang hubungan efikasi diri dengan motivasi
seksual perilaku seksual berisiko pada remaja, sebagai pedoman untuk melakukan
intervensi pada keperawatan jiwa dan komunitas khususnya dalam hal promosi dan
prevensi terkait efikasi diri, motivasi, dan perilaku seksual berisiko pada remaja.

1.4.3 Manfaat bagi Instansi Kesehatan


Manfaat yang bisa diperoleh bagi instansi kesehatan adalah data dan hasil yang
diperoleh dapat dijadikan sumber informasi dan masukan untuk mengoptimalkan
program kesehatan dan pembuatan kebijakan tentang kesehatan tentang promosi dan
prevensi terjadinya perilaku seksual berisiko pada remaja di masyarakat

1.4.4 Manfaat bagi Keperawatan


Manfaat penelitian ini bagi keperawatan yaitu hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan peningkatan terhadap kualitas asuhan keperawatan khususnya pada
keperawatan jiwa dan kesehatan reproduksi dalam bentuk promosi dan prevensi guna
meningkatkan status kesehatan remaja dan masyarakat.
7

1.4.5` Manfaat bagi Masyarakat


Manfaat yang bisa diperoleh bagi masyarakat adalah sebagai tambahan wawasan
dan pengetahuan bagi masayarakat khususnya kepada remaja dengan perilaku seksual
berisiko dalam melaksanakan fungsi remaja yang sehat dan optimal.

1.5 Keaslian Penelitian


Penelitian terdahulu adalah penelitian yang dilakukan oleh Rita Kurniyawati
pada tahun 2012 dengan judul “Hubungan antara Efikasi Diri dengan Motivasi Belajar
Siswa”. Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan antara efikasi diri dengan
motivasi belajar pada siswa, mengetahui peran efikasi diri terhadap motivasi belajar
pada siswa, mengetahui tingkat motivasi belajar dan tingkat efikasi diri pada siswa.
Penelitian tersebut menggunakan penelitian kuantitatif dengan teknik analisis korelasi
product moment. Variabel independen pada penelitian ini adalah efikasi diri sedangkan
variabel dependennya adalah motivasi belajar siswa. Populasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah siswa kelas X SMAN 2 Boyolali yang berjumlah 60 orang.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan cara cluster random sampling.
Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yang berjudul “Hubungan efikasi
diri dengan motivasi seksual perilaku seksual berisiko pada siswa SMA X Kabupaten
Jember”. Variabel independen dari penelitian ini adalah efikasi diri dan variabel
dependen adalah motivasi seksual perilaku seksual berisiko. Desain dalam penelitian ini
adalah studi korelasi dengan jenis penelitian yang dilakukan adalah observasional
analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Tujuan dari penelitian ini
adalah menganalisis Hubungan efikasi diri dengan motivasi seksual perilaku seksual
berisiko pada siswa SMA X Kabupaten Jember. Populasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah semua siswa SMA X di Kabupaten Jember yang berjumlah …
siswa. Jumlah populasi … siswa, Pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan metode stratified random sampling.Data dianalisis dengan menggunakan
dengan menggunakan uji korelasi spearman rank.
8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Efikasi Diri


1. Pengertian Efikasi Diri
Ormrod (2008) mengatakan bahwa efikasi diri (self-efficacy) adalah
penilaian seseorang pada kemampuan yang ada pada dirinya sendiri untuk
melakukan perilaku tertentu atau mencapai tujuan tertentu Berdasarkan dari
definisi para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa efikasi diri atau self-
efficacy merupakan keyakinan yang dimiliki oleh manusia tentang
kemampuan dirinya dalam melakukan suatu tindakan tertentu sehingga
mencapai tujuan tertentu.
Cervone D. dan Lawrence A. P. (2012) mengatakan bahwa individu yang
mempunyai efikasi diri tinggi menunjukkan upaya dan ketekunan yang lebih
besar dan menampilkan sikap rendah diri yang lebih baik dibandingkan
individu yang memiliki efikasi diri rendah. Selain itu individu yang
memiliki efikasi diri yang tinggi memiliki tingkat kecemasan dan depresi
yang rendah daripada individu yang memiliki efikasi diri yang rendah
sehingga mampu menghadapi tugas dengan lebih baik.

2. Aspek Efikasi Diri


Corsini (2002) berpendapat bahwa aspek-aspek efikasi diri adalah
sebagai berikut:
a. Kognitif
Kognitif merupakan kemampuan seseorang untuk memikirkan
cara-cara yang digunakan dan merancang tindakan yang akan
dilakukan untuk dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan
yang diambil dipengaruhi oleh penilaian terhadap kemampuan diri
sehingga semakin kuat efikasi diri yang dimiliki individu maka
semakin tinggi pula tujuan yang ditetapkan oleh individu tersebut.
9

b. Motivasi
Motivasi merupakan kemampuan seseorang untuk memotivasi
diri melalui pikirannya agar dapat melakukan suatu tindakan dan
keputusan dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Motivasi
dalam efikasi diri digunakan untuk memprekdisikan kesuksesan atau
kegagalan yang akan dicapai oleh seseorang.
c. Afektif
Efikasi diri dapat mempengaruhi sifat dan intensitas pengalaman
emosional, sehingga terdapat aspek afektif. Afektif merupakan
kemampuan mengatasi emosi yang timbul pada diri demi mencapai
tujuan yang diharapkan. Afeksi digunakan untuk mengontrol
kecemasan dan perasaan depresi seseorang dalam usahanya untuk
mencapai tujuan yang diharapkan
d. Seleksi
Seleksi merupakan kemampuan untuk menyeleksi tingkah laku
dan lingkungan yang tepat demi tercapainya tujuan yang diharapkan.
Seseorang akan cenderung untuk menghindari kegiatan atau situasi
yang mereka yakini diluar kemampuan mereka, tetapi mereka akan
mudah melakukan kegiatan atau tantangan yang dirasa sesuai
dengan kemampuan yang mereka miliki.
Berdasarkan uraian diatas didapatkan, pendapat dari Corsini yang
menyatakan bahwa terdapat empat aspek efikasi diri yaitu kognitif,
motivasi, afektif, dan seleksi. Penelitian ini menggunakan aspek efikasi
diri yang dipaparkan oleh Corsini yang terdiri dari empat aspek efikasi
diri yaitu kognitif, motivasi, afektif, dan seleksi.

3. Aspek dan Indikator Efikasi Diri


Ada beberapa aspek utama dari efikasi diri, yaitu:
a. Aspek Keyakinan Diri
Kemampuan untuk menilai diri sendiri secara positif dalam hal
potensi yang dimiliki untuk melakukan suatu tugas, kendala atau
tuntutan sosial.
10

Indikator-indikator keyakinan diri:


a. Merasa mampu untuk melakukan tugas yang diberikan dengan
baik
b. Merasa mampu menghadapi kendala yang terjadi dengan baik
c. Memiliki keyakinan bahwa ia mampu mencapai hasil yang
diharapkan dari sesuatu yang dikerjakan
b. Aspek Afeksi
Kemampuan untuk mengelola dan mengekspresikan isyarat atau
gejolak mental, termasuk perasaan, emosi ataupun suasana hati.
Indikator-indikator afeksi:
a. Menghindari dan mengabaikan tugas yang diberikan
b. Sering mengeluh karena tugas
c. Aspek Motivasional
Keinginan untuk melakukan suatu tugas, kendala maupun tuntutan
sosial dalam rangka pencapaian hasil yang maksimal.
Indikator-indikator motivasional:
a. Lebih menonjolkan keberhasilan dirinya dibanding kegagalan
b. Mampu melihat gambaran dirinya secara positif
c. Menganggap tugas yang diberikan menjadi motivasi untuk lebih
maju
d. Aspek Seleksi
Kemampuan untuk memilah situasi sosial yang dihadapi dan
menyesuaikan diri dengan situasi tersebut secara cepat.
Indikator-indikator seleksi:
a. Tenang dalam menghadapi tugas
b. Jika menghadapi tugas yang sulit cenderung memikirkan cara –
cara untuk meraih kesuksesan

4. Pengaruh Efikasi Diri pada Perilaku


Tinggi rendahnya efikasi diri yang dimiliki seseorang dapat
mempengaruhi perilaku seseorang tersebut. Ormrod (2008) menyebutkan
11

terdapat empat perilaku yang dapat dipengaruhi oleh efikasi diri


seseorang sebagai berikut:
a. Pilihan aktivitas
Seseorang akan cenderung memilih aktivitas, kegiatan, atau tugas
yang mereka yakini akan berhasil dan cenderung menghindari
aktivitas, kegiatan, atau tugas yang diyakini akan gagal. Berdasarkan
hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tinggi rendahnya efiksi
diri seseorang dapat mempengaruhi aktivitas maupun tugas yang
akan mereka ambil.
b. Tujuan
Seseorang akan lebih cenderung menentukan tujuan yang lebih
tinggi pada bidang yang mereka yakini dapat mereka kuasai.
Kesimpulannya, seseorang dengan efikasi diri yang tinggi pada suatu
bidang tertentu akan mampu menentukan tujuan yang lebih tinggi
bagi diri mereka sendiri di bidang tersebut
c. Usaha dan presistensi
Seseorang dengan efikasi diri yang tinggi akan lebih mungkin
mengerahkan segenap usahanya ketika mendapatkan tugas baru.
Selain itu, mereka juga akan lebih gigih dan tidak mudah menyerah
ketika menghadapi tantangan. Sebaliknya, seseorang yang memiliki
efiksi diri yang rendah akan cenderung bersikap setengah hati pada
suatu tugas dan mudah menyerah menghadapi kesulitan.
d. Pembelajaran dan prestasi
Seseorang yang memiliki efikasi diri yang tinggi cenderung lebih
banyak belajar dan berprestasi daripada seseorang yang memiliki
efikasi diri yang rendah. Bandura (dalam Ormrod 2008) menegaskan
bahwa hal tersebut benar bahkan ketika tingkat kemampuan
aktualnya sama. Dengan kata lain bahwa ketika beberapa individu
yang memiliki kemampuan sama, mereka yang memiliki keyakinan
dapat menyelesaikan tugas lebih mungkin menyelesaikan tugas
dengan sukses daripada mereka yang tidak memiliki keyakinan
mampu menyelesaikan tugas.
12

2.2 Motivasi Perilaku Seksual Berisiko


1. Motivasi
Motivasi berasal dari dua sumber: dari dalam dirinya, dan dari orang lain
atau luar dirinya. Dua sumber ini disebut motivasi intrinsik dan motivasi
ekstrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk mendapatkan
sesuatu yang lain (sebuah cara untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik
sering kali dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti penghargaan dan
hukuman. Motivasi intrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan
sesuatu demi hal itu sendiri (sebuah tujuan itu sendiri). Contoh seorang siswa
yang belajar dengan keras untuk sebuah ujian karena ia menyukai materi mata
pelajaran tersebut. Motivasi juga terbagi menjadi motivasi biologis, sosial,
berprestasi, berkuasa, agresi, aktualisasi diri. Santrock membagi motivasi
biologis terdiri atas motivasi lapar, motivasi haus, dan motivasi seksual
(Santrock, 2009).

2. Motivasi Seksual
Motivasi seksual, masuk pada salah satu motif dari motivasi biologis
yang secara luas adalah berakar dari fisiologis tubuh. Banyak sekali motif
pada motivasi biologis, diantaranya adalah lapar, haus, seks, pengaturan suhu
tubuh, menghindari sakit, dan kebutuhan akan oksigen. Perilaku seksual
sebagian tergantung pada kondisi fisiologis yang disebut sebagai suatu motif
biologis. Tetapi tentu saja seks jauh lebih dari sekedar dorongan biologis.
Motivasi seksual merupakan motivasi yang melibatkan orang lain dan
memberi dasar bagi pengelompokan sosial. Pada dasarnya perilaku seksual
diatur oleh tekanan sosial dan kepercayaan agama.

3. Perilaku Seksual
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat
seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis (Sarwono,
2007).
13

Menurut Kinsey, dkk (1995) dalam Hidayana (1997) dalam Sari (2011),
tahapan perilaku seksual terdiri dari empat tahap, yaitu sebagai berikut:
a. Bersentuhan, mulai dari berpegangan tangan sampai berpelukan
b. Berciuman, mulai dari berciuman dengan mulut ditutup sampai
dengan bibir dan mulut terbuka dan menggunakan lidah yang disebut
dengan frenchkiss
c. Bercumbu, menyentuh bagian yang sensitif dari tubuh pasangan dan
mengarah pada pembangkitan gairah seksual antara lain dengan cara
merasakan dan mengusap-usap tubuh pasangan termasuk lengan,
dada, buah dada, kaki sampai daerah kemaluan baik dari luar maupun
dalam pakaian
d. Berhubungan intim / hubungan seksual
Menurut Damayanti (2007), perilaku seksual yang berisiko adalah pola
pacaran yang berisiko untuk melakukan hubungan seksual. Sedangkan
menurut Suryoputro (2008) perilaku seksual berisiko, Suryoputro menyatakan
bentuknya adalah seperti berciuman bibir, meraba dan mencium bagian
sensitif, menempelkan alat kelamin, oral seks, senggama.

2.3 Hubungan Efikasi diri dan Motivasi Perilaku Seksual Berisiko


Cervone D. dan Lawrence A. P. (2012) mengatakan bahwa seseorang
yang memiliki efikasi diri yang tinggi menunjukkan upaya dan ketekunan yang
lebih besar dibandingkan dengan seseorang yang memiliki efikasi diri yang
rendah. Selanjutnya Bandura dan Woods, dalam Ghufron dkk (2010)
mengatakan bahwa efikasi diri mengacu pada keyakinan akan kemampuan
individu untuk menggerakkan motivasi, kemampuan kognitif, dan tindakan yang
diperlukan untuk memenuhi tuntutan situasi. Sehingga dapat dikatakan apabila
remaja memiliki efikasi diri yang tinggi, akan menjadi sangat yakin terhadap
kemampuannya dalam menggerakkan motivasi yang diperlukan dalam
memenuhi tuntutan seksualnya, sehingga remaja cenderung akan berperilaku
seksual berisiko dengan pasangannya
14

2.4 Kerangka Teori Penelitian

Efikasi diri

Aspek Efikasi diri


1. Kognitif
2. Motivasi
3. Afektif
4. Seleksi
Perilaku seksual
(Corsini, 2002)
1. Bersentuhan
Motivasi terbagi menjadi dua: 2. Berciuman
1. Motivasi ekstrinsik 3. Bercumbu
2. Motivasi intrinsik 4. Berhubungan intim

(Santrock, 2009) (Kinsey dkk, 1995 dalam Sari,


2011)
Pengaruh Efikasi diri pada
Perilaku
1. Pilihan aktivitas
2. Tujuan Jenis-jenis Motivasi:
3. Usaha dan presistensi Perilaku seksual berisiko
4. Pembelajaran dan prestasi 1. Motivasi lapar
2. Motivasi haus 1. Berciuman bibir
(Ormrod, 2008) 3. Motivasi seksual 2. Meraba dan mencium

(Santrock, 2009) bagian sensitif


3. Menempelkan alat
kelamin
4. Oral seks
5. Melakukan senggama
(Suryoputro, 2008)
Perilaku Seksual Berisiko
15

2.5 Kerangka Konsep Penelitian


Aspek Efikasi diri
1. Kognitif
2. Motivasi
3. Afektif
4. Seleksi
(Corsini, 2002)
Jenis-jenis Motivasi:
Perilaku seksual berisiko
1. Motivasi lapar
2. Motivasi haus 6. Berciuman bibir
3. Motivasi seksual 7. Meraba dan mencium
3. Motivasi Seksual bagian sensitif
8. Menempelkan alat
Pengaruh Efikasi diri pada (Santrock, 2009)
kelamin
Perilaku 9. Oral seks
10. Melakukan senggama
1. Pilihan aktivitas
2. Tujuan (Suryoputro, 2008)
3. Usaha dan presistensi
Perilaku Seksual Berisiko
4. Pembelajaran dan prestasi
(Ormrod, 2008)
16

2.6 Hipotesis Penelitian


Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara dari pertanyaan penelitian.
Hipotesis berfungsi untuk menentukan ke arah pembuktian, artinya hipotesis ini
merupakan pernyataan yang harus dibuktikan (Notoatmojo, 2010). Adapun hipotesis
dalam penelitian ini adalah hipotesis alternatif (ha) yaitu ada hubungan antara efikasi
diri dengan motivasi seksual remaja dalam berperilaku seksual berisiko.
17

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
penelitian kuantitatif karena data yang dikumpulkan berbentuk angka-angka
yang nantinya akan dianalisis dengan rumus-rumus statistik.Penelitian
kuantitatif menurut Sugiyono (2010) diartikan sebagai metode penelitian yang
digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu.
Desain dalam penelitian ini adalah studi korelasi dengan jenis penelitian
yang dilakukan adalah observasional analitik dengan menggunakan pendekatan
cross sectional karena pengukuran variabel independen dan variabel dependen
dilakukan hanya satu kali pada satu waktu (Notoadmojo, 2010). Peneliti akan
melakukan pengukuran variabel independen dan dependen, kemudian data yang
terkumpul akan dianalisis untuk mencari hubungan antar variabel. Variabel yang
diteliti adalah efikasi diri sebagai variabel bebas dan motivasi seksual perilaku
seksual berisiko sebagai variabel terikat.

3.2 Populasi Penelitian


Populasi dalam penelitian merupakan wilayah generalisasi yang terdiri
atas subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
2014). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua siswa SMA
X di Kabupaten Jember yang berjumlah p siswa. Jumlah populasi q siswa.

3.3 Sampel Penelitian


Sampel merupakan sebagian dari seluruh elemen yang menjadi objek
penelitian (Isgiyanto, 2009). Pada dasarnya terdapat dua syarat yang harus
dipenuhi saat menetapkan sampel, yaitu representatif (mewakili) dan sampel
harus cukup banyak (Nursalam, 2014). Sampel pada penelitian ini siswa SMA X
di Kabupaten Jember. Penentuan besar sampel pada penelitian ini menggunakan
rumus Slovin (Nurasalam, 2014):
18

n= N
1+N(d)2
Keterangan:
n = besar sampel
N= besar populasi
d= tingkat signifikansi (0.05)
n= 1+p(0,05)2

3.4 Teknik Sampling


Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah probability
sampling. Probability sampling adalah teknik pengambilan sampling yang
memungkinkan setiap anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk
dipilih menjadi anggota sampel (Setiadi, 2007). Pendekatan probability
sampling yang digunakan adalah stratified random sampling. Sampel diambil
secara acak dari populasi tiap kelas pada SMA. Sampel diambil berdasarkan
penghitungan dengan rumus dan ditentukan jumlah sampel … responden siswa

3.5 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan pada siswa SMA X Kabupaten Jember.
Waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan penelitian ini adalah mulai
penyusunan proposal yaitu pada bulan April 2016 hingga penyusunan laporan
akhir pada bulan Juni 2016

3.6 Definisi Operasional


Definisi operasional berguna untuk membatasi ruang lingkup atau
pengertian variabel-variabel yang akan diteliti. Variabel independen pada
penelititian ini adalah efikasi diri, sedangkan variabel dependennya adalah
motivasi seksual remaja
19

Tabel 3.1 Definisi Operasional


Variabel Definisi Indikator Alat Skala Hasil ukur
Operasional Pengumpul
data
Independe Cara siswa 1) Lebih 1) Kuesioner Ordinal 1. sangat
n: menilai keyakinan menonjolkan 2) Kisi-kisi sesuai
Efikasi diri akan kemampuan keberhasilan instrument 2. sesuai
dirinya untuk dirinya Bandura 3. tidak
menggerakkan dibanding pada sesuai
motivasi, kegagalan aspek- 4. sangat
kemampuan 2) Mampu aspek tidak sesuai
kognitif, dan melihat efikasi
tindakan yang gambaran
diperlukan untuk dirinya secara
memenuhi positif
tuntutan situasi 3) Menganggap
tugas apapun
yang
diberikan
menjadi
motivasi
untuk lebih
maju
Dependen: Motif biologis 1) Motivasi Kuesioner Ordinal 1. tidak ada
Motivasi yang dimiliki oleh ekstrinsik (diadaptasi satupun
seksual siswa berupa dalam dari YSEX Q) 2. beberapa
perilaku dorongan seksual berperilaku kali
seksual terhadap lawan seksual 3. sering kali
berisiko jenis atau sesame 2) Motivasi 4. banyak
jenis intrinsik dalam kali
berperilaku 5. kegiatan
seksual saya setiap
waktu
20

3.7 Alat Pengumpulan Data


3.7.1 Sumber Data
Jenis sumber pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini
untuk memperoleh data pada kedua variabel adalah data primer dan data
sekunder. Data primer didapatkan dari pengisian kuesioner tentang efikasi diri
dan motivasi seksual perilaku seksual berisiko siswa SMA X Kabupaten Jember.
Data sekunder dalam penelitian ini didapatkan dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Jember.

3.7.2 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dengan menggunakan
kuesioner. Pengumpulan data dilakukan sendiri oleh peneliti dimana pemilihan
responden penelitian ditentukan saat menentukan jumlah sampel. Teknik
pengumpulan data untuk mengetahui tingkat efikasi diri dan motivasi seksual
perilaku seksual berisiko menggunakan teknik pengumpulan jawaban dengan
kuesioner yang diberikan kepada responden.
Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara peneliti membagikan
kuesioner tentang efikasi diri pada remaja dan motivasi seksual perilaku seksual
berisiko. Peneliti menjelaskan tentang tujuan, manfaat, dampak negatif dari
penelitian, proses dari pengisian kuesioner, serta mengisi lembar informed
consent. Cara pengisian kuesioner tentang efikasi diri dan motivasi seksual
remaja diisi sendiri oleh responden serta pengawasan dari peneliti atau
pendampingan peneliti kepada responden jika ada pertanyaan yang kurang jelas.
Peneliti kemudian mengumpulkan kembali kuesioner setelah diisi oleh
responden untuk diperiksa kelengkapan pengisian kuesioner

3.7.3 Alat Pengumpulan Data


21

Alat pengumpul data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini
adalah lembar kuesioner yang berisi pertanyaan terkait dengan efikasi diri dan
motivasi seksual perilaku seksual berisiko pada remaja.
Kisi-kisi skala yang digunakan sebagai instrumen penelitian disusun
berdasarkan pada kajian teori yang telah dipaparkan. Instrumen dengan indikator
efikasi diri didasarkan pada penilaian aspek motivasional. Kuisioner berisi 35
pertanyaan Waktu yang disediakan peneliti bagi responden untuk menjawab
pertanyaan kuesioner adalah 10-20 menit. Instrumen untuk motivasi seksual
berisiko diadaptasi dari kuesioner The Reasons for Having Sex Questionnaire
(YSEX) dengan 20 pertanyaan.

3.8 Analisis Data


Analisa data pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui apakah ada
hubungan antara efikasi diri dengan motivasi seksual perilaku berisiko pada
siswa SMA X Kabupaten Jember. Anailsa data yang digunakan adalah analisa
data univariat dan analisa data bivariat. Karakteristik responden remaja. Pada
responden remaja karakteristiknya yaitu jenis kelamin, dan usia. Variabel dari
penelitian ini terdiri dari variabel independen dan variabel dependen. Variabel
independen pada penelitian ini adalah efikasi diri, sedangkan variable
dependennya adalah motivasi seksual perilaku seksual berisiko pada remaja.
Analisis data sederhana yang dilakukan pada variabel independen dan variabel
dependen adalah ukuran nilai rata-rata (mean) dan nilai tengah (median).
Analisis bivariat dilakukan terhadap 2 variabel yang diduga berhubungan
atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2010). Analisis bivariat dilakukan untuk
mengetahui hubungan antara masing-masing variabel. Pada penelitian ini ingin
mengetahui hubungan antara efikasi diri dengan motivasi seksual perilaku
seksual berisiko. Jenis data pada analisis bivariat antara variabel independen dan
variabel dependen adalah ordinal dan untuk mengetahui keeratan hubungan
antara variabel independen dan variabel dependen maka dilakukan uji korelasi
spearman rank (Sugiyono, 2012)
Penggunaan uji spearman rank menunjukkan sebab dan akibat, pada
penelitian ini kriteria uji Ha diterima jika p value <α. dengan signifikansi yang
22

digunakan adalah 0.05. Nilai korelasi yang dihasilkan antara -1 sampai +1.
Angka pada nilai korelasi menunjukkan keeratan hubungan antara 2 variabel
yang diuji. Jika angka korelasi makin mendekati 1, maka korelasi 2 variabel
akan makin kuat, sedangkan jika angka korelasi makin mendekati 0 maka
korelasi makin lemah. Sedangkan tanda minus (-) dan positif (+) pada nilai
korelasi menyatakan sifat hubungan. Jika nilai korelasi bertanda positif, berarti
hubungan diantara kedua variabel bersifat searah, sedangkan jika nilai korelasi
bertanda negatif, berarti hubungan diantara kedua variabel bersifat berlawanan
arah.

3.9 Etika Penelitian


Etika penelitian harus memegang teguh sikap ilmiah serta pada prinsip-
prinsip etis yang diterapkan dalam kegiatan penelitian, dari proposal penelitian
hingga publikasi hasil penelitian (Notoatmodjo, 2010). Peneliti yang akan
melakukan penelitian, perlu memperhatikan etika penelitian antara lain: lembar
persetujuan, kerahasiaan, anonimitas, dan keadilan.

DAFTAR PUSTAKA
23

Badan Pusat Statistik; 2012


Bandura A. Social cognitive theory. In: Paul AM Van lange, Kruglansksi AW, Higgins
TE, ed. Handbook of theories of social psychology. California: Stanford; 2011. p.
349.
Damayanti, Rita. 2007. Peran Biopsikososial Terhadap Perilaku Berisiko Tertular HIV
pada Remaja SLTA di DKI, 2006. Fakultas KEsehatan Masyarakat Universitas
Indonesia [Disertasi]
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta
Efendi, F., Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik
dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Ghufron M. Nur & Risnawati Rini S. 2010. Teori-Teori Psikologi. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media
Martono, Harlina L. 2008. Belajar Hidup Bertanggung Jawab, Menangkal Narkoba
dan Kekerasan. Jakarta: Balai Pustaka
Sari, Diah Puspita. 2011. Pengaruh Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah Remaja
Indonesia dengan Memperhitungkan Pengaruh Faktor Sosiodemografi dengan
Menerapkan Ordered Choice Model (Analisis Data SKRRI 2007). Universitas
Indonesia [Thesis].
Sarwono, S.W. 2012. Psikologi Remaja edisi revisi. Jakarta : Rajawali Pers
Santrock, J.W. 2009. Psikologi Pendidikan (Terjemahan). Jakarta : Salemba Humanika
Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
Surbakti. 2009. Kenalilah Anak Remaja Anda. Jakarta: Elex Media Komputindo
Suryoputro, A, dkk. 2006. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja
di Jawa Tengah: Implikasinya terhadap Kebijakan dan Layanan Kesehatan Seksual
dan Reproduksi. Makara, Kesehatan. 10 (1), 29-40.
Susiani, Dwi. 2009. Persepsi Siswa tentang Efikasi Diri terhadap Motivasi dan Prestasi
Belajar Siswa Jurusan Akuntansi di SMK Negeri I Turen. Skripsi, Jurusan
Pendidikan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Malang.

Anda mungkin juga menyukai