Anda di halaman 1dari 44

TUGAS KHUSUS

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

PEMANTAUAN TERAPI OBAT PADA PASIEN


DENGAN PENYAKIT ANGINA PECTORIS + HIPERTENSI
DI RSAU Dr. ASNAWAN ANTARIKSA
PERIODE MARET - APRIL 2017

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat


Memperoleh Gelar Apoteker
Program Studi Profesi Apoteker

Disusun Oleh
Lia Mauliza, S. Farm 1343700042

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER ANGKATAN XXXVII


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA
2017

i
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
telah memberikan rahmat dan hidayah Nya yang selalu memberikan kesempatan
kepada penulis untuk dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) di RSAU dr. Esnawan Antariksa Jakarta Timursejak tanggal 01 Maret –
28 April 2017 dengan baik.
Laporan tugas khusus ini merupakan suatu syarat guna memperoleh gelar
Apoteker pada Fakultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945 Selama menjalani
PKPA diRSAU dr. Esnawan Antariksa Jakarta Timur, kami telah banyak
mendapatkan informasi, pengetahuan dan bimbingan. Selama penyusunan laporan
PKPA banyak hambatan yang terjadi, namun dengan bantuan dan bimbingan baik
berupa saran maupun dorongan moril dari berbagai pihak laporan ini dapat
terselesaikan. Penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus disampaikan
kepada :
1. Bapak Dr. Hasan Rachmat M, DEA., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta.
2. Ibu Okpri Meila, M. Farm., Apt., selaku Ketua Program Studi Profesi
Apoteker Fakultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945Jakarta.
3. Ibu Okpri Meila, M. Farm., Apt., selaku pembimbing PKPA di FakultasFar
masi ProfesiApotekerUniversitas 17 Agustus 1945 Jakarta.
4. Bapak Drs. Akmal, M.Si., Apt selaku Apoteker dan pembimbing di
Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Esnawan Antariksa
5. Seluruh stafkaryawan Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Esnawan
Antariksayang telah turut membantu dan membimbing kami dalam
pelaksanaan PKPA.
6. Seluruh staf pengajar dan karyawan Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta.
7. Rekan-rekan mahasiswa Program Profesi Apoteker Universitas 17
Agustus 1945 Jakarta angkatan XXXVII.

ii
8. Seluruh pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam pelaksanaan PKPA dan penulisan laporan ini.
Penulis sangat menyadari bahwa laporan ini bukan hasil yang sempurna,
oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Penulis
berharap ilmu dan pengalaman yang didapatkan selama Praktek Kerja Profesi
Apoteker ini dapat berguna pada saat menjalankan profesi sebagai Apoteker
dalam lingkungan masyarakat dan semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi yang
membacanya.

Jakarta, April 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. ii


DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Tujuan ............................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 3
A. Definisi Penyakit dan Etiologi ...................................................... 3
1. Angina Pectoris ........................................................................ 3
a. Definisi .................................................................................. 3
b. Etiologi .................................................................................. 3
2. Hipertensi ................................................................................. 4
a. Definisi .................................................................................. 4
b. Etiologi ................................................................................... 4
B. Manifestasi Klinik ......................................................................... 5
a. Angina Pectoris ...................................................................... 5
b. Hipertensi .............................................................................. 7
C. Patofisiologi .................................................................................. 8
a. Angina Pectoris ...................................................................... 8
b. Hipertensi .............................................................................. 8
E. Penatalaksanaan Pengobatan ......................................................... 10
1 Angina Pectoris ...................................................................... 10
2 Hipertensi .............................................................................. 16
F. Uraian Obat ................................................................................... 18

BAB III TINJAUAN KASUS ........................................................................ 22


A. Identitas Pasien ............................................................................. 22
B. Data Subjektif Pasien ................................................................... 23
C. Data Obyektif Pasien .................................................................... 24

ii
1. Tanda-tanda Vital Pasien .......................................................... 24
2. Data Laboratorium.................................................................... 25
3. Data MRI .................................................................................. 26
D. Profil Terapi Pengobatan ............................................................... 27
1. Daftar Pemberian Obat ............................................................. 27
2. Obat Pulang .............................................................................. 28
E. Assesment And Plan.................................................................... 29
BAB IV PEMBAHASAN .............................................................................. 33
A. Pembahasan Kasus ........................................................................ 33
B. Asuhan Kefarmasian ..................................................................... 34
BAB IV PENUTUP ........................................................................................ 36
A. Kesimpulan ........................................................................................ 36
B. Saran .................................................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 37

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angina pectoris atau nyeri dada salah satu istilah penyakit kardiovaskular
yang pertama kali diperkenalkan oleh Heberdenpada tahun 1772 untuk
menggambarkan perasaan seperti “tercekik” yang timbul berupa rasa tidak
enakyang berat,menekan,serta dapatmenyebar kebahu sebelah kiri,rahang atau
epigastrum (Kerins ,2001).
Angina pectoris adalah sutu sindroma klinis yang ditandai dengan episode
atau paroksisma nyeri atau perasaan tertekan didada depan, penyebab
diperkirakan berkurangnya aliran darah koroner, menyebabkan suplai oksigen
kejantung ketidakadekuat, atau dengan katalain, suplai kebutuhan jantung
meningkat. Agina biasanya diakibatkan oleh penyakit aterosklerotik dan hampir
selalu berhubungan dengan sumbatan arteri koroner utama ( Barbara, 2006 ).
Di Amerika Serikat dilaporkan bahwa insiden angina pectoris pertahun pada
penderita diatas usia 30 tahun sebesar 213 penderita per 100.000 penduduk.
Asosiasi jantung Amerika Memperkirakan ada 6.200.000 penderita APS ini di
Amerika serikat. Tapi data ini nampaknya sangat kecil dibandingkan dari laporan
dua studi besar dari Olmsted Country dan Framingham, yang mendapatkan bahwa
kejadian infark miokard akut sebesar 3% sampai 3,5% dari penderita angina
pectoris pertahun, atau kurang lebih 30 penderita angina pectoris untuk setiap
penderita infark miokard akut. ( Tucker, 2008 )
Faktor resiko utama angina pektoris misalnya jenis kelamin, diabetes
melitus, hipertensi, obesitas, hiperlipidemia,merokok,aktifiatas fisik yangkurang,
faktor kepribadian, serta status hormonal (Ridker,2001).
Menurut NHLBI (National Heart, Lung, and Blood Institute),hipertensi
adalah penyakit yang paling umum di temukan dalam praktek kedokteran primer.
Hipertensi merupakan faktor resiko infark miokard, stroke, gagal ginjal akut dan
juga kematian (Muhadi, 2016). Angka prevalensi hipertensi di Amerika Serikat
menunjukkan kisaran antara 15-22% sedangkan di Indonesia berkisar antara 0,65-
28,6% (Kariani, 2014).

1
Data World Health Organization (WHO) tahun 2012 menunjukkan, di
seluruh dunia sekitar 972 juta orang atau 26,4% penghuni bumi mengidap
hipertensi dengan perbandingan 25,6% pria dan 26,1% wanita. Angka ini
kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2030. Dari 972 juta
pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639 sisanya berada di
negara sedang berkembang (WHO, 2012).
Mengingat pentingnya peran Apoteker dalam pelayanan kefarmasian di
Rumah Sakit, maka dalam Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini dilakukan
pengkajian study kasus. Study kasus diambil dari pasien di Unit Perawatan
Garuda di rumah sakit dr. Esnawan Antariksa yang didiagnosa menderita penyakit
Angina Pektoris. Study kasus ini dimaksudkan agar calon Apoteker dapat belajar
tentang hal- hal terkait pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit.
B. Tujuan
Tujuan khusus ini untuk mengkaji profil pengobatan pasien rawat inap
Rumah sakit Omni pulomas Jakarta Timur untuk mengetahui,mengidentifikasi,
dan mengevaluasi adanya Drug Related Problem (DRP) serta menilai pengobatan
rasional yang ditinjau dari Drug Related Problem (DRP)

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Penyakit dan Etiologi Penyakit


1. Angina Pektoris
a. Definisi Penyakit
Angina pektoris adalah suatu syndrome yang ditandai dengan rasa tidak
enak yang berulang di dada dan daerah lain sekitarnya yang berkaitan yang
disebabkan oleh ischemia miokard tetapi tidak sampai terjadi nekrosis. Rasa tidak
enak tersebut sering kali digambarkan sebagai rasa tertekan, rasa terjerat, rasa
terbakar, rasa bengkak dan rasa seperti sakit gigi. Rasa tidak enak tersebut
biasanya berkisar 1 – 15 menit, tetapi dapat juga menjalar ke rahang, leher, bahu,
punggung dan lengan kiri. Walaupun jarang, kadang-kadang juga menjalar ke
lengan kanan. Kadang-kadang keluhannya dapat berupa cepat capek dan sesak
nafas pada saat aktivitas yang disebabkan oleh gangguan fungsi akibat ischemia
miokard (Sjaifoelah, 2010).
Angina pectoris adalah suatu sindroma klinis yang ditandai dengan episode
atau paroksisma nyeri atau perasaan tertekan didada depan, penyebab
diperkirakan berkurangnya aliran darah koroner, menyebabkan suplai oksigen
kejantung ketidakadekuat atau dengan kata lain suplai kebutuhan jantung
meningkat (Smaltzer, 2006).
b. Etiologi Penyakit
Penyebab dari angina pectoris antara lain : ateroskelerosis, spasme
pembuluh koroner, latihan fisik, pajanan terhadap dingin, makan makanan berat
dan stress. Karen hal ini kelanjutan dari stenosis aorta berat, insufiensi atau
hipertropi kardiomiopati tanpa disertai obstruksi, peningkatan kebutuhan tubuh
metabolic, takikardi paroksimal (Barbara, 2006).
Penyebab lainnya adalah spasme arteri koroner. Penyempitan dari lumen
pembuluh darah terjadi bila serat otot halus dalam dinding pembuluh darah
koroner dapat mengiringi terjadinya iskemik actual/ perluasan dari infark
miokard. Sedangkan penyebab lain dari asteroskterosis yang dapat mempengaruhi

3
diameter lumen pembuluh darah koroner dapat berhubungan dengan obnormalitas
sirkulasi (Udjianti, 2010 ).
2. Hipertensi
a. Definisi Penyakit
Hipertensi merupakan penyakit yang ditandai dengan peningkatan darah
sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg pada pemeriksaan
yang berulang (PERKI, 2015). Hipertensi menyebabkan kerusakan berbagai organ
tubuh seperti otak, jantung, ginjal, aorta, pembuluh darah perifer dan retina.
Akibatnya dapat menyebabkan peningkatan morbiditas (kesakitan) dan mortalitas
(kematian) pada gangguan kardiovaskuler dan stroke (Martin, 2013).
b. Etiologi Penyakit
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
hipertensi esensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder atau hipertensi
renal.
1) Hipertensi esensial
Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui
penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus.
Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan,
hiperaktifitas sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin, efek dalam
ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor yang
meningkatkan risiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia.
Hipertensi primer biasanya timbul pada umur 30 – 50 tahun (Schrier, 2000).
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5% kasus.
Penyebab spesifik diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal,
hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing,
feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan
kehamilan, dan lain - lain (Schrier, 2000).

4
Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO (World Health Organization)
Kategori Tekanan Darah Sistol Tekanan Darah
(mmHg) Diatol (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Normal-Tinggi 130-139 85-89
Tingkat 1 140-159 90-99
(Hipertensi Ringan) 140-149 90-94
Sub-group:
perbatasan
Tingkat 2 160-179 100-109
(Hipertensi Sedang)
Tingkat 3 ≥ 180 ≥ 110
(Hipertensi Berat)
Hipertensi sistol ≥ 140 <90
terisolasi
(Isolated systolic
hypertension) 140-149 < 90
Sub-group:
perbatasan
Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO

B. Manifestasi atau Gejala Klinis Penyakit


a. Manifestasi Angina Pektoris
Nyeri dada biasanya lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu
istirahat atau aktivitas yang minimal, biasanya disertai dengan keluhan sesak
napas, mual, muntah, keringat dingin. Frekwensi, intensitas, dan durasi serangan
angina meningkat secara progresif. Rasa sakit di dada dapat berlangsung selama
10 atau 15 menit dan tidak berkurang dengan istirahat atau obat-obatan. Angina
tidak mengikuti pola tertentu seperti stable angina dan dapat menjadi indikasi
serangan jantung dalam waktu dekat. Disebabkan primer oleh kontraksi otot poles

5
pembuluh koroner sehinggga mengakibatkan iskemia miokard. Patogenesis
spasme tersebut hingga kini belum dapat diketahui, kemungkinan tonus
alphaadrenergik yang berlebihan.
Beberapa faktor Pencetus Serangan Angina,antara lain :
1. Stress atau berbagai emosi amarah akibat situasi yang menegangkan,
mengakibatkan frekuensi jantung meningkat, akibat pelepasan adrenalin
dan meningkatnya tekanan darah, dengan demikian beban kerja jantung
juga meningkat.
2. Kerja fisik terlalu berat dapat memicu serangan dengan cara meningkatkan
kebutuhan oksigen jantung
3. Makan makanan berat akan meningkatkan aliran darah ke daerah
mesentrik untuk pencernaan, sehingga menurunkan ketersediaan darah
untuk suplai jantung. (pada jantung yang sudah sangat parah,
4. Pajanan terhadap dingin dapat mengakibatkan vasokonstriksi dan
peningkatan tekanan darah, disertai peningkatan kebutuhan oksigen.
(Smeltzer, 2002 ).

Karakteristik Kategori Detail


Keparahan I Gejala pada saat beraktifitas
II Gejala subakut pada saat istirahat (2-30
hari sebelumnya)
III Gejala akut pada saat istirahat (dalam
waktu 48 jam sebelumnya)
Faktor-faktor yang A Sekunder
mempercepat secara B Primer
klinis C Post-infark
Terapi selama gejala 1 Tanpa pengobatan
berlangsung 2 Terapi angina biasa
3 Terapi maksimal
Tabel 2. Klasifikasi Braunwald angina Pectoris

6
b. Manifestasi Hipertensi
a. Penderita hipertensi primer
Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala
pada hipertensi primer dan tergantung dari tinggi rendahnya tekanan darah, gejala
yang timbul dapat berbeda-beda. Kadang-kadang hipertensi primer berjalan tanpa
gejala, dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti
pada ginjal, mata, otak dan jantung (Julius, 2008).
b. Penderita hipertensi sekunder
Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi
mungkin tidak menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini
menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang
bermakna. Bila terdapat gejala biasanya bersifat tidak spesifik, misalnya sakit
kepala atau pusing. Gejala lain yang sering ditemukan adalah epistaksis, mudah
marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, susah tidur, dan mata
berkunang-kunang. Apabila hipertensi tidak diketahui dan tidak dirawat dapat
mengakibatkan kematian karena payah jantung, infark miokardium, stroke atau
gagal ginjal. Namun deteksi dini dan parawatan hipertensi dapat menurunkan
jumlah morbiditas dan mortalitas (Julius, 2008).
Gejala-gejala hipertensi bervariasi pada masing-masing individu dan hampir
sama dengan gejala penyakit lainnya. Gejala-gejala yang dapat timbul seperti sakit
kepala, jantung berdebar-debar, sulit bernafas setelah bekerja keras atau
mengangkat beban berat, mudah lelah, penglihatan kabur, hidung berdarah, sering
buang kecil terutama pada malam hari, telinga berdenging, dan bumi terasa
berputar (Perki, 2015).
Gejala lain akibat dari komplikasi hipertensi seperti gangguan penglihatan,
gagal saraf, gagal jantung, gejala serebral (otak) yang dapat mengakibatkan
kejang oleh pendarahan pada pembuluh darah otak yang mengakibatkan
kelumpuhan, gangguan kesadaran hingga koma (Budiarto, 2003).

7
C. Patofisiologi
a. Patofisiologi Angina pektoris
Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan suplai oksigen ke sel-sel
miokardium yang diakibatkan karena kekakuan arteri dan penyempitan lumen
arteri koroner. Sewaktu beban kerja yang berat jaringan akan meningkat, maka
kebutuhan oksigen juga akan meningkat. Apabila arteri koroner mengalami
kekakuan atau penyempitan akibat atriosklerosis dan tidak dapat berdilatasi
sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka terjadi
iskemik miokardium, (Smaltzer, 2001).
b. Patafisiologi Hipertensi
Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan total peripheral resistance.
Apabila terjadi peningkatan salah satu dari variabel tersebut yang tidak
terkompensasi maka dapat menyebabkan timbulnya hipertensi. Tubuh memiliki
sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang
disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan mempertahankan stabilitas tekanan darah
dalam jangka panjang. Sistem pengendalian tekanan darah sangat kompleks.
Pengendalian dimulai dari sistem reaksi cepat seperti reflex kardiovaskuler
melalui sistem saraf, refleks kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat
yang berasal dari atrium, dan arteri pulmonalis otot polos. Sedangkan sistem
pengendalian reaksi lambat melalui perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler
dan rongga intertisial yang dikontrol oleh hormon angiotensin dan vasopresin.
Kemudian dilanjutkan sistem poten dan berlangsung dalam jangka panjang yang
dipertahankan oleh sistem pengaturan jumlah cairan tubuh yang melibatkan
berbagai organ (Budiarto, 2003).
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II
dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang
peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung
angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin
(diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang
terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II
inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua

8
aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik
(ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan
bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan
meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh
(antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara
menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang
pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi
sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid
yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan
ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara
mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan
kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada
gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Budiarto, 2003).

9
D. Algoritma Terapi atau Penatalaksanaan Pengobatan
a. Algoritma Angina Pektoris

Terapi Non Farmakologis Angina Pektoris


Terapi non farmakologi angina pektoris meliputi penghentian kebiasaan
merokok, penurunan kolesterol dan lipida, pengendalian / kontrol hipertensi,
melakukan aktivitas latihan latihan fisik / olah raga, serta pengendalian berat
badan.
Terapi Farmakologis Angina Pektoris
Prevensi primer melalui modifikasi faktor resiko dapat mengurangi
prevalensi iskemia secara signifikan. Interfensi sekunder adalah efektif dalam
mengurangi morbiditas dan mortilitas. Faktor resiko iskemia bersifat aditif dan
diklasifikasikan atau yang tidak dapat dikendalikan. Faktor resiko yang tidak

10
dapat dikendalikan misalnya jenis kelamin, usia, riwayat keluarga atau komposisi
genetik, pengaruh lingkungan, diabetes melitus. Faktor resiko yang dapat
dikendalikan misalnya merokok, hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, gaya hidup,
hiperurisemia, faktor psikososial seperti stres dan bentuk kepribadian tipe A, serta
penggunaan beberapa obat tertentu seperti progestin, kortikosteroid, dan
siklosporin (Schwinghammer,2003).
Terdapat tiga kelas pengobatan yangdapat meningkatkan kualitas hidup
pasien angina yaitu nitrat, penyekat β, dan penyekat kanal kalsium (Huang,2004).
1. Nitrat
Nitrat telah digunakan sebagai terapiutama pada pasien angina dan dapat
diberikan melalui, rute intravena, sublingual,oral,serta topikal. Nitrat bekerja
melalui mekanisme meliputi; pertama, dilatasi arteri koroner dan arteriol
menyebabkan redistribusi aliran darah dari epikardial menuju bagian endotelium.
Nitrogliserin menyediakan sumber NO eksigen pada endotelium vaskular,
memperantai vasodilatasi koroner walaupun pada saat endotelium vaskular,
memperantai vasodilatasi koroner walaupun pada saat endotelium yang rusak
tidak mampu menghasilkan NO endogen karena penyakit arteri koroner. Kedua,
menyebabkan penigkatan kapasitas vena dan penurunan preload melalui
venodilatasi perifer, sehingga menurunkan kebutuhan oksigen moikardial. Ketiga,
menyebabkan penurunan afterload melalui dilatasi arteri perifer (Cannon ,2000).
Nitrat merupakan vasodilator kuat pada vena, arteri, dan arteriol. Efek
vasodilatasi dihasilkan melalui konveksi intraseluler dari nitrat menjadi nitric
oxide (NO) yang merangsang guanylatecyclase. Rangsangan ini menyebabkan
meningkatnya konsentrasi intra seluler angsangan ini menyebabkan meningkatnya
konsentrasi intra seluler cyclic guanocyne monophospate (cyclic-GMP) yang
mengurangi kadar kalsium intraseluler maka terjadilah vasodilatasi (McNeil
1997).
Bagi pasien yang jarang mengalami episodedariangina, penggunaan
secaraperiodik darinitroglserin sublingual secaraefektik dapatmenyembuhkan
simptom serta mencegahseragan angina pada saat aktifitas, pemberin nitrogliserin
sublingual segerasebelum aktifitassangatmembantu mencegahsimptom.

11
Perubahan nitratorganik menjadi NO memerlukan gugus sulfidril(SH)
yangmerupakan turunan dari asam amino sistein. Penggunaan jangka lama
menyebabkan toleransi nitrat (McNel & Krum, 1997). Untuk pasien yang sering
mengalami angina diindikasikan penggunaan nitratjangkawaktu yanglama dan
harus dipertimbangkan toleransinitratyangterjadi 24 jam setelah pemberian. Unuk
menghindari toleransi dan penurunan efek terapi perludiberikan
periodebebasnitrat tiapharinya. Padaumumya dilakukan ketika pasien diperkirkan
kemungkinan kecil mengalami serangan angina yakni saatpasien tidur.
menggambarkan kinetika dan dosis sediaan oral dan topikal dari nitrat yang
banyak digunakan (Cannon, 2000).
2. Penyekat β
Reseptor adrenergik terdapatpada berbagai organ dan memiliki banyak
fungsi. Pada sistem kardiovaskular,reseptor β1 adrenergik terdapat di ventrikel
dan jaringan penghubung pada jantung. Sedangkan reseptor β2 banyak terdapat
pada pembuluh darah perifer dan saluran bronkial. Baik efikasi maupun efek
samping penghambatan reseptor β dapat dijelaskan melalui efek hambatan
katekolamin pada tempat target. Efek yang bermanfaat dari penyekat β untuk
pasien angina meliputi penurunan denyut jantung dan kekuatan kontraktil
sehingga penurunan denyut jantung dan kekuatan kontraktil sehingga
menyebabkan penurunan kebutuhan oksigen jantung. Penyekat β memiliki sedikit
atau tidak sama sekali efek pada aliran darah miokardial. Penyekat β dapat
meningkatkan coronary vasomotor tone dan mengurangi alihan darah miokardial.
Beberapa efek samping penting lain karena hambatan reseptor β2 yaitu
penyekat β2 dapat mempercepat klaudikasi padapasien dengan pembuluh darah
perifer dan bronkospasme pada pasien asma atau chronic obstrucktif pulmonary
diseases. Selektif β1 lebih dipilih untuk pasien dengan penyakit jantung
koroner,sejak obat-obat tersebut memiliki efek samping yang kecil pada
extracardiac. Efek samping yang lain dari penyekat β antara lain cepat lelah,
depresi,impotensi, dan berkurang peak exercise performnce. Penyekat β
merupakan obat yang penting bagi pasien yang mengalami infark miokardialakut
ataupun angina tidak stabil. Pada angina stabil, penyekat β juga sangat efektif,

12
meskipun penggunaan dalam jangka waktu yang lama tidak menunjukkan
keuntungan yang menunjukkan pendosisan dan berbagai macam preparat
penyekat β (Cannon, 2000).
Seluruh penyekat β dikontrainikasikan pada asma termasuk seleksi β1
karena selektifitasnya yang relatif. Secara relati, golongan β1 selektif seperti
atenolol, metoprolol mempunyai keuntungan melebihi golongan nonselektif
seperti propranolol, bahwa mereka tidak mengeblok aksi bronkhodilator dari β2
agonisseperti salbutamol atau terbutalin. Jika pasien dengan asma menerima terapi
propanolol akan mempesulit penanganaan,,karena aktifitas dariβ2 dihambat. Efek
samping lain dari penggunaan penyekat β antara lain gagal jantung,gangguan
sirkulasi perifer, hipoglikemia, hipertensi, ganggua tidur serat depresi
dangangguan seksual, (McNeil,1997).
3. Penyekat Kanal Kalsium
Penyekat kanal kalsium merupakan kelas obat yang penting untuk terapi
pada pasien angina stabil. Penyekat kanal kalsium mengurangi simptom yang
lebih berarti dibandingkan dengan penyekat βdan secara umum memiliki efek
samping yang kecil. Penyekat kanal kalsium dibagi menjadi tiga dihydropyridine
(nifedipin), benzoathiazephines (diltiazem), dan phenylalkylamines sebagaicontoh
verapamil. Semua obat-obat tersebut menghambat masuknya ion kalsium kedalam
sel melalui voltage-sensitive (L-tpe) calcium chanel.Pada sel otot polos pembuluh
darah, ini menyebabkan vasodilatasi koroner dan perifer. Pada jarinagan
jantung,ini menyebabkan depresi dari kontraktilitas miokardia, cardiac
pacemaker functiondan konduksinodal atrioventrikular. Perbedaan dariketiga
kelas obat penyekat canal kalsium tesebut adalah lokasi kerjanya, (Cannon, 2000).
4. Antiplatelet
a) Aspirin
Semua pasien angina tak stabil harus menerima aspirin (biasanya dosis 300-
600 mg) sesegera mungki setelah gejala,jika tidak dikontraindikasikan.dengan
menghambat tromboksan A2,aspirin menghambat agregrasi platelet pada
permukaan plak yang rusak. Terapi aspirin telah menunjukkan mortalitas dan
kecepatan miokardialifark pada angina tidak stabil sekitar 50%. Dosis aspirin

13
yang lebih besar berhubungan dengan peningkatan resiko pedarahan
gastrointestinal. Untuk alasan ini dosis pemiliharaan 100-250 mg perhari adalah
sesuai dan harus digunakan pada jangka waktu yang lama (McNeil,1997).
b) Antagonis Glycoprotein IIb/IIIa
Obat anti platelet terbaru termasuk antagonis reseptor platelet glikoprotein
(GPIIb/IIIa) yang mengeblok reseptor yang bertanggung jawab pada pengikat
platelet pda fibrin. Reseptor memerankan jalur akhir dimana melalui berbagai
rangsangan yang diketauhi mempunyai aksi terhadap aksi agregrasi platelet. 3 tipe
obat penyekat reseptor glikoprotein tersebutmeliputi antibodi reseptor
(abcicimab),peptida sintetis (intregrelin), dan beberapa agen pengeblok lansung
(lamiviban, tiroviban, dan xemlofiban). Abcimixab berbeda dari yang lain dengan
lainnya dalam masa kerja dalam hal masa kerja lama yang dapat bertahan untuk
beberapa hari setelah infus dihentikan (McNeil,1997).
c) Tiklodipin
Obat antiplatelet tiklopidin merupakan alternatif potensial dari aspirin pada
pasien yang hipersensitif pada perdarahan peptic ulcer tiklodipin bekerja sebagai
efek antiplatelet dengan cara memblok reseptor platelet fibrinogen dan
menghambat aktivitas ADP – mediated platelet ctivation. Berbeda dengan aspirin,
obat ini tidak menghambat jalur siklooksigenase. Obat ini diketahui secara
signifikan dapat mengurangi kematian vaskular dan infark miokardial. Tiklopidin
memiliki waktu paruh eliminasi yang lama, 4 – 5 hari dengan pemberian berulang,
dan dengan jadwal pendosisa, onset dari efek atiplateletnya tertunda sampai 3
hari. Ketika digunakan untuk mengkover heparin withdrawl hal ini penting untuk
diberikan terapi tiklopidin 2 -3 hari sebelumnya. Efek samping dari tiklopidin
antara lain gangguan perutdan neutropenia. Gangguan perut dapat berubah diare,
nyeri abdominal, mual, dan muntah. Untuk gangguan neutropenia terjadi pada
2%pasien dan dapat menjadi lebih parah (McNeil,1997).
d) Klopidrogrel
Klopidrogrel merupakan senyawa prodrug yang akan diaktifkan melalui
oksidasi hepatik atau oksidasi oleh sitokrom intestinal isoenzim CYPP3A4. Omset
aksinyaa beberapa jam setelah diberikandosis tunggal. Dosis yang digunakan

14
yaitu 600 mg yang akan memberikan efek penghambatan maksimal 2 jam
kemudian,sedangkan penggunaan dosis 300 mg efek inhibisi maksimal tidak akan
tercapai dalam 24 - 48 jam. Farmakokinetik klopidreogel sama dengan tiklopidin
juga nonlinea, sehingga pemberian dosis berulang akan menurunkan klirens
klopidrogel. Setelah penghentian penggunaan tiklopidin, dibutuhkan 5 hari untuk
menghilangkan efek antiagreasi platelet klopidogrel.
5. Antikoagulan
a. Heparin
Pemberian heparin secara intravena dimulai segera setelah dilakukan diagnosa
terhadap resiko angina tidak stabil. Dosis awal intravena bolus 80 U/kg
direkomendasikan oleh US National Intitutes of Health (NIH),diikuti dengan infus
konstan 18/kg/jam. Heparin merupakan abot antikoagulan yang mempotensaiasi
antitrombin IIIsuatu enzim yang menginaktifkan trombin dan beberapa faktor
pembekuan aktif lainnya, (McNeil,1997).
b. Low Molecular Weight Heparin (LMWH)
Heparin dengan berat molekul rendah (Low Molecular Weight Heparin/
LMWH) hanya memiliki berat molekul sepertiga berat molekul heparin standar,
namun ukurannya tetap heterogen. Bioavaibilitas LMWH lebih bagus dengan
waktuh paruh yang lebih panjang dibandingkan dengan heparin standar. Dari
keseluruhan molekul LMWH hanya 25-30% sajayang dapat mengikat
antitrombin-III,sedangkansisanya lebih efektif menghambat faktor Xa. Oleh sebab
itu, dalam penggunaan LMWH tidak diperlukan monitoring aPTT karena resiko
terjadi perdarahan relatif kecil (McNeil,1997).
c. Warfarin
Warfarin merupakan antikoagulan yangdapat diberikan peroral, karena
absorpsinya yang baik dengan waktuparuh yang panjang sekitar 37 jam. Warfarin
akan menginaktifasi vitamin K padamikrosom hati, sehingga menyebabkan
gangguan pada pembentukan clotting factor yang memerlukan vitaminK seperti
protrombin,dengan waktu paruh protrombinyang sangat panjang,
meyebabkanonset ksi warfarin baru terlihat setelah penggunaan 2-7 hari,
(McNeil,1997).

15
6. Analgesik
a. Morfin
Morfi digunakan untuk mengontrol nyeri tatkala nyeri tidak cukup
berkurangdenganpemberian nitrogliserin.dosis 2-5 mg dapat diberikan secara
intravena dan jika perlu diulangi secara periodik.morfin menyebabkan
venodilatasi dan dengan demikian menurunkan kebutuhan oksigen miokardial.
Efek sampingnya berupa mual dan hipotensi, (McNeil,1997).
b. Algoritma Hipertensi

Gambar 2. Algoritma Pengobatan Hipertensi (Chobanian ., 2006)


Non farmakologis menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat
menurunkan tekanan darah, dan secara umum sangat menguntungkan dalam
menurunkan risiko permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang menderita
hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko kardiovaskular lain, maka strategi pola
hidup sehat merupakan tatalaksana tahap awal, yang harus dijalani setidaknya
selama 4 – 6 bulan. Bila setelah jangka waktu tersebut, tidak didapatkan
penurunan tekanan darah yang diharapkan atau didapatkan faktor risiko

16
kardiovaskular yang lain, maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi
farmakologi, (Katzung, 1995).
Terapi farmakologi secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi
dimulai bila pada pasien hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan
tekanan darah setelah > 6 bulan menjalani pola hidup sehat dan pada pasien
dengan hipertensi derajat ≥ ,(Katzung, 1995).
Semua obat antihipertensi bekerja pada satu atau lebih dari 4 tempat
kontrol anatomik dan menghasilkan efeknya dengan mempengaruhi mekanisme
pengaturan tekanan darah yang normal (Katzung, 1995). Berdasarkan tempat
kerjanya obat antihipertensi dibagi menjadi beberapa kelompok, antara lain:
1) Diuretik
Obat-obat yang bekerja menurunkan tekanan darah dengan mengeluarkan
natrium tubuh dan mengurangi volume darah. Akibat dari penggunaan obat
diuretik adalah keletihan atau kejang (kram) karena kehilangan kalium, impotensi
dan kemungkinan juga timbul serangan penyakit gout (asam urat), yaitu suatu
kelainan metabolik yang dirasakan seperti rematik atau encok persendian karena
meningkatnya asam urat darah. Misalnya: tiazid dianggap sebagai obat
antihipertensi pilihan utama dan seyogyanya digunakan sebagai terapi awal bagi
kebanyakan penderita tekanan darah tinggi, sebagai obat tunggal atau dikombinasi
dengan antihipertensi golongan lain, yang meningkatkan efektivitasnya;
furosemid; spironolakton merupakan diuretik hemat kalium, dan memperkuat
tiazid atau diuretik kuat dengan cara mengantagonisasi aldosteron,(Katzung,
1995).
2) Angiotensin Converting Enzim (ACE Inhibitor)
Merupakan salah satu kelompok obat vasodilator untuk pengobatan
hipertensi. Obat ini berfungsi menurunkan tekanan darah dengan melebarkan
pembuluh arteri, efektif dalam menghambat ACE dalam pembentu pembuluh
arteri, efektif dalam menghambat ACE dalam pembentukan angiotensin I dalam
bentuk tidak aktif dengan adanya zat renin yang dikeluarkan oleh ginjal diubah
menjadi angiotensin II dalam bentuk aktif. Angiotensin II dapat menyebabkan
pembuluh darah menyempit sehingga akan meningkatkan tekanan darah, selain itu

17
juga merangsang pelepasan hormon aldosteron. Produksi aldosteron yang berlebih
akan menyebabkan tekanan darah tinggi dengan kadar kalium yang menurun
dalam darah (Katzung, 1995).
3) CCB (Calcium Channel Blocker)
Mekanisme kerja CCB adalah mencegah atau mengeblok kalsium masuk
ke dalam dinding pembuluh darah. Kalsium diperlukan otot untuk melakukan
kontraksi. Jika pemasukan kalsium ke dalam sel-sel diblok, maka obat tersebut
dapat melakukan kontraksi sehingga pembuluh darah akan melebar dan akibatnya
tekanan darah akan menurun. Golongan ini antara lain: verapamil digunakan
untuk pengobatan hipertensi. Obat ini mengurangi curah jantung, memperlambat
laju jantung, dan dapat mengganggu konduksi AV; nifedipin merelaksasi otot
polos vaskuler sehingga mendilatasi arteri koroner dan perifer; diltiazem sediaan
kerja panjangnya dapat digunakan untuk terapi hipertensi, senyawa ini dapat
digunakan untuk pasien yang kontraindikasi dengan beta blocker atau bila beta
blocker tidak efektif. Efek ionotropik negatifnya lebih ringan dibanding verapamil
(jarang terjadi depresi miokardium yang bermakna). Meskipun demikian, karena
risiko bradikardinya, harus hati-hati bila digunakan bersama-sama beta bloker,
(Katzung, 1995).
4) Penghambat adrenergik
Obat golongan ini bekerja dengan cara mencegah pelepasan noradrenalin
dari pasca ganglion saraf adrenergik. Berdasarkan tempat kerjanya dibagi menjadi
dua, yaitu: antagonis adrenoreseptor meliputi alfa blocker contohnya prazosin dan
labetolol, beta blocker contohnya propanolol dan alprenolol. Penghambat saraf
adrenergik yaitu reserpin dan klonidin, (Katzung, 1995).
5) Vasodilator
Obat yang menurunkan tekanan darah dengan merelaksasi otot polos
vaskular sehingga mendilatasi pembuluh darah resisten, contohnya hidralazin dan
nifedipin. Tujuan pengobatan secara keseluruhan adalah menurunkan tekanan
darah serendah mungkin dengan efek samping yang minimal, mengembalikan
segala ketidaknormalan yang terkait dengan hipertensi, memperpanjang masa

18
hidup dan memelihara mutu kehidupan penderita, sehingga obat harus diketahui
untuk menentukan dan menyesuaikan aturan dosis obat terpilih (Katzung, 1995).
6) Pedoman terapi JNC VII
Kebanyakan pasien hipertensi memerlukan dua atau lebih obat
antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah yang diinginkan. Penambahan
obat kedua dari kelas yang berbeda dimulai apabila pemakaian obat tunggal
dengan dosis lazim gagal mencapai target tekanan darah,(Katzung, 1995).

E. Uraian Obat
1. Miniaspi (IONI. 2008)
Komposisi: Mengandung asam asetilsalisilat
Indikasi : Pengobatan dan profilaksis angina pectoris dan MI
Kontraindikasi: Perdarahan, asma, ulkus peptikum aktif.
Dosis: 1 tab sekali sehari.
Efek Samping: Penurunan berat badan mendadak dan mengurangi
nafsu makan, anemia bersama dengan pusing, dan
sesak napas, kulit gatal atau iritasi

2. Clopidogrel (ISO,2016)
Komposisi: Clopidogrel 75 mg.

Indikasi: Menurunkan kejadian aterosklerotik (infark


miokardia, stroke, dan kematian vaskuler) pada
pasien dengan riwayat aterosklerosis yang ditandai
dengan serangan stroke yang baru terjadi, infark
miokardia yang baru terjadi atau penyakit arteri
perifer yang menetap.
Dosis: 75 mg sekali sehari.
Kontraindikasi: Pasien yang hipersensitif terhadap komponen yang

19
terkandung di dalam clopidogrel dan pada pasien
yang mengalami perdarahan patologis seperti ulkus
peptikum atau perdarahan intrakranial.
Ibu menyusui dan gangguan hati berat.
Efek Samping: Lemah, demam, hernia.
Dispepsia, nyeri perut, diare; perdarahan (termasuk
perdarahan saluran cerna dan intrakranial);
3. Valsartan (ISO,2016)
Komposis : Valsartan 80 dan 160 mg
Indikasi: Hipertensi (dapat digunakan tunggal maupun
dikombinasi dengan obat antihipertensi lain); gagal
jantung pada pasien yang tidak dapat mentoleransi
obat penghambat ACE (penghambat enzim
pengubah angiotensin).
Kontraindikasi: Gangguan fungsi hati berat, sirosis, obstruksi
empedu, menyusui.
Dosis: Hipertensi, lazimnya 80 mg sekali sehari,
(pada pasien yang tekanan darahnya
tidak terkontrol) ditingkatkan hingga 160 mg sehari
atau ditambahkan pemberian diuretika.
Efek samping: Kelelahan,jarang diare, sakit kepala, nyeri sendi,
nyeri otot, gangguan rasa.

4. Concor 2,5 mg (ISO, 2016)


Komposisi: Bisoprolol fumarat 2,5 mg
Indikasi: Gagal jantung kronik stabil sedang hingga parah,
Hipertensi dan angina,.
Kontraindikasi: Asma bronkial parah atau penyakit paru obstruktif
kronik yang parah, terapi bersamaan dengan
anastesi inhalasi. .
Dosis: 5 mg sehari pada pagi hari, sebelum atau sesudah

20
sarapan.pada kasus ringan, bisoprolol 5 mg sehari
sudah mencukupi. Kebanyakan pasien dikontrol
dengan 10 mg sehari, hanya beberapa kasus
diperlukan dosis 20 mg sehari.
Efek Samping: Rasa dingin, lesu,lelah pusing, dan sakit kepala.

5. Simvastatin (IONI. 2008)


Indikasi: Hiperlipidemia, pengurangan risiko kardiovaskular.
Kontraindikasi: Penyakit hati akut, wanita hamil dan menyusui.
Dosis: 10-20 mg sekali sehari pada malam hari.
Efek Samping: Sulit buang air besar, banyak buang gas, sakit
kepala, miopati.
6. ISDN(IONI. 2008)
Komposisi: Isosorbit dinitrat 10 mg/tab
Indikasi: Pengobatan dan Pencegahan serangan angia
pektoris.
Kontraindikasi: Hamil trisemester 1
Dosis: Tablet5-10 mg 4 x/hari. Tablet sublingual: 5-10 mg
tiap 2-3 jam.
Efek Samping: Leukopenia, Ulkus mulut, diare, depresi sumsum
tulang belakang.
7. Diazepam (ISO. 2016)
Komposisi: Diazepam 2 mg
Indikasi: Psikoneurosis dan kejang otot
Kontraindikasi: Penderita hipersensitif, bayi dibawah 6 bulan,
wanita hamil dan menyusui.
Dosis: ansiatas 2 – 10 mg, 2-4 x sehari
Efek samping: Mengantuk, ataksia,kelelahan erupsi pada kulit,
edema, mual dan konstipasi

21
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama Pasien Tn.B
No Rekam Medis 15-10-16
Jenis Kelamin Laki-laki
Agama Islam
Umur 54 tahun
Tanggal Lahir 21/03/1963
Status Pasien BPJS
Ruang Flamboyan
Tanggal Masuk 02/10/2017 IGD
Tanggal Keluar 06/10/2017
Diagnosa Angina Pektoris
Riwayat Hipertensi
Keluhan Pasien mengeluh nyeri dada dan memberat
beberapa hari ini, sesak dan cepat lelah saat
beraktifitas
Alergi obat dan makanan -
Pemeriksaan  EKG
 Laboratorium
 Foto Thorax
Pemeriksaan Umum TD: 120/80 mmHg
Suhu : 36
Nadi: 90x/menit

22
B. Data Subjektif Pasien
Subjek Tanggal

02/10 03/10 04/10 05/10 06/1


0
Nyeri dada + ↓ ↓ ↓ ↓

Sesak + + - - -

Nyeri kaki - - + - -

23
C. Data Objektif Pasien
1. Tanda – tanda Vital Pasien
Parameter Nilai Normal Tanggal
02/10 03/10 04/10 05/10 06/10
Tekanan <120/80 - 130/90 120/80 120/80 120/80
Darah mmHg 120/80 130/80 110/70 120/70 110/80
130/90 120/80 110/90 110/90 100/90
Nadi 80 - - 80 65 68 80
100x/menit 80 80 88 70 80
80 65 80 80 80

Suhu 36-37,5 0 C - 36 36 36 36
36 36 36 36 36
36 36 36.5 36 36

24
2. Data Laboratorium
Indikator Nilai Normal Tanggal
02/10 03/10
Saat Pasien di
IGD
Hematologi
Darah Rutin
Hemoglobin 13,2-17,3 gr/dl 14,1
Leukosit 3800 – 10600 mm3 8300
Hematokrit 40 – 52 % 41
Trombosit 150-440 ribu/mm3 228000
Kimia
Faal Ginjal
Ureum 10 – 50mg/dL 31
Kreatinin 0,9 – 1,3 mg/dL 0,9
Diabetes
Glukosa Sewaktu < 120 mg/dL 170

GD 2 PP < 140 mg/dL 211*


GDS < 120 mg/dL 127*
Kimia
Profil Lemak
Kolesterol Total <200 mg/dL 162
Faal ginjal
Asam Urat 3,6 – 8,2 mg/dL 8

25
3. Data MRI / Foto Ronsen
EKG • Normal
RADIOLOGI • Tidak tampak infiltrat
(FOTO THORAX) • Kardiomegali

26
D. Profil Pengobatan Pasien
1. Obat Selama Pasien Dirawat
No Obat Dosis Aturan
pakai Tanggal
Terapi Non Parenteral 02/10 03/10 04/10 05/10 06/10
1 Valesco 80 mg 2 x 1/2 P, Sr P,Sr P,Sr P,Sr P

2 Bisoprolol 2,5 mg 2x1 P, Sr P, Sr P, Sr P,Sr P

3 ISDN 10 mg 3x1 P.Si,Sr P,Si,Sr P,Si,Sr P,Si,Sr P,Si

4 CPG 75 mg 1x1 P P P P P
5 Miniaspi 1x1 Sr Sr Sr Sr -
6 Simvastatin 20 mg 1x1 M M M M -
7 Diazepam 5 mg 2x1 P, Sr Sr Sr Sr -

27
2. Obat Pulang
No Nama Obat Dosis Jam pemberian

1 Valesco 80 mg 1x1 Pagi

2 Bisoprolol 5 mg 1x1 Sore

3 ISDN 10 mg 3x1 Pagi, siang, sore

4 Clopidogrel 75 mg 1x1 Pagi

5 Miniaspi 80 mg 1x1 Sore

6 Simvastatin 20 mg 1x1 Malam

28
E. ASSESSMENT AND PLAN (IDENTIFIKASI, MANAJEMEN AND PLAN DRP) menurut PCNE
Pharmaceutical Care Network Europe
Obat Assesment ( Identifikasi DRP ) Plan/ Rekomendasi Ket.
Nama obat Rute Aturan Problem Causes Intervensi Outcome
pakai
Valesco + Oral 2x1 P 1.1 Masalah C.1.8 manifestasi I1.3 intervensi O2.0 Masalah Dokter tetap
Bisoprolol Efek samping efek samping diusulkan sebagian teratasi melakukan
(minor) obat (Non- intervensi
Bila digunakan Berikan interval Dokter mengatur
Alergi) dan observasi
dalam pengobatan waktu penggunaan jam penggunaan
(Medscape) kondisi
gagal jantung, ketiga obat dan memantau obat
pasien selama
kombinasi obat ini efek samping yang
perawatan.
dikaitkan dengan terjadi pada pasien
peningkatan efek
samping dari Concor

29
Aspirin + Oral 1x1 P5.2 Manifest C1.4 Masalah I1.5 intervensi O2.0 Masalah Dokter tetap
Bisoprolol Interaksi Farmakokinetik diusulkan namun sebagian teratasi melakukan
(Minor) (Medscape) haslnya tidak intervensi
Aspirin menurunkan Tenaga medis
diketahui, namun dan observasi
efek bisoprolol mengatur jarak
teteap dilakukan kondisi
secara antagonisme penggunaan obat
pemantauan kadar pasien selama
Monitor penggunaan dan tetap
penggunaan obat perawatan.
jangka panjang (> 1 diberikan pada
pada pasien.
minggu) penggunaan jam yang sama
NSAID dapat
menurunkan sintesis
prostaglandin.

30
Aspirin + Oral 1x1 P5.1 Potensial C1.4 Masalah I1.2 intervensi O2.0 Masalah Dokter tetap
Valsartan Interaksi Farmakokinetik diusulkan Lakukan sebagian teratasi melakukan
(Minor (Medscape) pemeriksaan Lab, intervensi
Menggunakan Doktermengatur
monitor fungsi kerja dan observasi
valsartan bersama jarak
ginjal serta tekanan kondisi
aspirin secara penggunaan
darah tiap harinya. pasien selama
bersamaan dapat obatserta
Jika pasien memilki perawatan.
mengurangi efek pemantaun
gangguan ginjal
valsartan dalam kondisi pasien,
perlunya
menurunkan tekanan jika terjadi
penyesuaian dosis
darah. Selain itu, mual, muntah,
obat ini dapat kehilangan nafsu
mempengaruhi fungs makan, kenaikan
sei ginjal Anda berat badan
terutama pada lansia mendadak atau
penurunan,
retensi cairan, ,
sesak napas,
kram otot,

31
kelelahan,
pusing, dan
ritme jantung
tidak teratur
segera hubungi
dokter
penanggung
jawab

Oral P2.6 adanya C1.5 Obat yang I1.2 Memberikan O2.0 Masalah Monitor
indikasi yang sinergis tidak informasi ke dokter sebagian teratasi kadar gula
tidak ditangani diberikan dan terapi
Apoteker Dokter
angina pasien
Dari hasil memberikan memberikan
pemeriksaan lab rekomendasi terapi berupa diet

32
ditemukan pasien pemberian terapi glukosa untuk
mengalami terkait peningkatan menurunkan
peningkatan gula gula darah pasien di kadar glukosa
darah sewaktu 170 atas normal. pasien
namun terapi DM
tidak diberikan.

33
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pembahasan Kasus
Pemantauan Terapi Obat (PTO) dilakukan pada pasien Tn B, berumur 54
tahun yang masuk rumah sakit pada tanggal 02/10/2017 melalui IGD dalam
keadaan sadar sepenuhnya,,setelah mendapatkan penanganan pasien dipindahkan
dan saat ini pasien dirawat diruang Flamboyan. Pasien masuk dengan keluhan
nyeri dada dan memberat beberapa hari ini, sesak dan cepat lelah saat beraktifitas,
sebelumnya pasien memiliki riwayat hipertensi.Pemeriksaan tanda vital yang
diperoleh saat pasien masuk 120/80 mmHg, suhu 36, dan nadi 90
x/menit.Berdasarkan hasil anamnesa yang diperoleh pasien didiagnosa menderita
Angina Pectoris yaitu dimana jantung tidak menerima cukup pasokan darah dan
oksigen untuk memenuhi kebutuhannya.
Pemeriksaan penunjang dilakukian untuk menindaklanjuti terapi pasien,
pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu pemeriksaan EKG dengan hasil
inferior abnormal, pemeriksaan Thorax juga dilakukan dengan hasil terdapat
kardiomegali (pembesaran jantung akibat beban kerja jantung). Selain itu
pemeriksaan laboratorium juga merupakan hal penting dalam menunjang terapi
pengobatan yang meliputi pemeriksan HB:14.1, Lekosit: 8300, Hct: 41,
Trombosit: 22.800 dari nilai yang diperoleh diketahui berada pada range normal.
Pemeriksaan faal ginjal dilakukan denga hasil Ureum: 31, Kreatinin: 0,9 hasil
tersebut juga menunjukan masih pada range normal,kemudian pemeriksaan GDS
pada tanggal 1/4/17 diketahui 170 terjadi peningkatan dan di tanggal 2/4/17 GD 2
PP: 211, dan GDS 127 hasil tersebut menunjukan penin ggkatan, namun pada
kasus ini keadaan tersebut tidak ditngani atauu diberikan terapi hanya diberikan
berupa terapi diet glukosa untuk menurunkan kadar glukosa pasien (IDL,
Permenkes 2011).
Pasien menjalani perawatan selama 8 hari serta mendapatkan terapi
pengobtan, dimana terapi awal yang diberikan yaitu ISDN 10 mg pemberian 1x1
sehari melalui sublingual yang bertujuan mencegahh serangan angina pectoris,
pemberian Valsartan sebagai pengobatan hipertensi pada angina pectoris,

34
Clopidogrel diberikan untuk Menurunkan kejadian aterosklerotik (infark
miokardia, stroke, dan kematian vaskuler), Miniaspi diberikan sebagai pengobatan
dan profilaksis angina pectoris, Bisoprolol diberikan untuk mencgah hipertensi
yang dapat disebabkan dari angina pectoris, simvastatin diberikan untuk
mengurangi resiko kardiovaskular dengan mencegah terjadinya hiperlipidemia,
pemberian Diazepam Sebagai terapi tambahan untuk meringankan spasme otot
rangka karena inflamasi atau trauma, serta pemberian cairan infuse Asering
sebagai Nutrien dan pengobatan asidosis yang berhubungan dengan dehidrasi dan
kehilangan ion alkali dalam tubuh.Pemberian obat-obat golongan obat yang dapat
menimbulkan efek samping jika diberikan secara bersamaan.hipertensi dan
jantung tersebut memiliki indikasi dan cara kerja yang sama sehingga dapat
terjadi polifarmasi, pemberian obat untuk terapi angina pasien cukup diberikann
sesuai dengan indikasi yang tepat dengan dosis yang disesuaikan untuk umur
pasien yang termasuk Lansia.
Pada kasus ini terdapat DRP yaitu adanya interaksi penggunaan obat
secara bersamaan yang dapat menimbulkan reaksi yang tidak diharapkan dan efek
terapi pengobatan yang tidak efektif. Seperti penggunaan valsartan dan Bisoprolol
dapat meningkatkan efek samping dari Bisoprolol (concor) seperti Mual, muntah,
ekstremitas terasa dingin, sakit kepala, lelah, lemah, diare, pusing, parestesia,
hipotensi ortostatik, gagal jantung, kram otot, depresi, gangguan tidur, gangguan
stimulus AV, konstipasi, brokospasme, serta Aspirin dan Bisoprolol yang
meningkatkan serum potassium dalam darah, Aspirin dan Valsartan dapat
mengurangi efek valsartan dalam menurunkan tekanan darah serta mempengaruhi
fungsi ginjal jika dalam penggunaan jangka lama (Medscape)
B. Asuhan Kefarmasian
1) Perlunya edukasi pada pasien tentang cara mengonsumsi obat yang benar
dan tepat serta waktu penggunaannya atau memberikan informasi dan
menjelaskan kepada keluarga terdekat pasienEdukasi penggunan
Fluxotide yang benar dan dosis pemakaian Inhaler
2) Penggunaan Apsirin dan Bisoprolol sebaiknya diinfokan pada saat makan
agar mencegah terjadinya efek smping pada lambung dan harus teratur
sehingga pengobatan yang diberikan optimal.

35
3) Konseling pada pasien dengan Menginformasikan cara pemakaian
isosorbit dinitrat.Digunakan pada waktu 34 dada terasa sakit dengan cara
meletakkan obat dibawah lidah dan kemudian dihisap.Disampaikan pada
pasien bahwa cara ini lebih efektif dibanding dengan cara obat ditelan

36
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan dari anamnesa pasaien yang mengeluhkan nyeri pada dada
dan memberat beberapa hari ini, sesak serta cepat lelah saat beraktifitas
dengan diperoleh hasil laboratorium dan pemeriksaan Thorax yang
menunjukan adanya kardiomegali/pembesaran pada rongga jantung maka
pasien didiagnosa menderita angina pectoris
2. Terapi pengobatan yang diberikan pada pasien terdapat DRP yaitu adanya
interaksi penggunaan obat secara bersamaan yang menimbulkan efek
merugikan dan terapi obat yang kurang efektif, serta adanya indikasi yang
tidak ditangani yaitu adanya peningkatam glukosa sewaktu.

B. Saran
1. Perlunya monitoring pemeriksaan jantung pasien setelah terapi pengobatan
sehingga dapat mencegah resiko terjadi kembali/ rawat jalan, mengingat
pasien adalah lansia, konseling terhadap pasien yang mengalami gagal
jantung perlu diberikan aagar pengobatan yang diberikan rasional
2. Terapi pemberian obat yang memilki interaksi sebaiknya diberikan jarak
wktu pemberian sehingga resiko yang merugikan dapat dihindari, serta
pemberian terapi pengobatan untuk jantung pasien harus tepat dan sesuai
indikasi. Peningkatan glukosa yang dialami pasien cukup dengan terapi
diet glukosa

37
DAFTAR PUSTAKA

Barbara C Long, 2006. Perawatan Medikal Bedah,Edisi II, Yayasan ikatan


Alumnipendidikan keperawatan padjajaran, Bandung.

Budiarto. 2003. Biostatistik untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.


Jakarta: EGC

Cannon, C.P & Lemos de, J. A., 2000, Angina and Coronary Heart Disease, In
Sirtori, C.R., Clinical Phamacology. London; McGraw – Hill International
(UK) Ltd.

Chobanian, Aram. V., et al. 2003. The Seventh Report of The joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure, The JNC 7 Report. USA: American Medical Association.

Huang, P.L., 2004,Coronary Artery Disease,In : Fishman, A.R., hoffma,R.D.,


Klausner,M.S., Thaler (Eds).Medicine, Edisi ke-5, USA ; Lippicortt
Williams and Wilkins.

Ikatan Apoteker Indonesia. 2016.ISO Informasi Spesialite Obat Indonesia,Volume


50 – 2015 s/d 2016. Jakarta: PT ISFI

IONI. 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia, Cetakan Pertama. Jakarta:


BPOM RI.

Julius, S. 2008. Clinical Implications of Pathophysiologic Changes in the Midlife


Hypertensive Patients. American Heart Journal, 122: 886-891.

Kariani. 2014. Waspadai Hipertensi dan DM. Cahaya Remadja. Bandung.

Katzung, B.G. 1995. Farmakologi Dasar and Klinik. Agoes Edisi VI. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Intepretasi Data Laboratorium


Klinik.Jakarta

Martin, K.R., Diana, K., Tamara, B.H., et all. 2013. Body Mass Indeks,
Ocupational Activity, and Leisure Time Physical Activity: An Exp;oration
of Risk Factor and Modifiers for Knee Osteoarthritis in The 1946 British
Birth Cohort. BMC Muscular Disorders. 14(219), 1471−2474

Medscape.com.drugsinteractionhecker.http://www.madscape.com/pharmacist.
drugs_interaction

38
McNeil, J.J & Krum, H.,1997,Cardiovaskular Disorders,In ; Speight,T.M.,&
Holford, N. H. G., Avery’s Drug Treartment, 1997, Edisi ke – 4, Spain:
Ingoprind S. A Technical Colaboration, Adona Communication, S.L.

Muhadi.2016. Divisi Kardiologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia/RS Cipto Mangunkusumo Jakarta,
IndonesiaPerki. 2015. Pedoman Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit
KardiovaskularPerhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.

Ridker, P. M., Genest, J., dan Libby, P., 2001, Risk Factors forArtherosclorotic
Disease, In ; E. Braunwald, D.p. Zipes, P. Lippy (Eds). Heart Disease ; A
Textbook of CardiovaskularMedicine,Edisi Ke -6, Volume2, USA;
W.B.Sauders Compeny.

Schrier, R.W., 2000. Treating High-Risk Diabetic Hypertensive Patients with


Comorbid Conditions, American Journal of Kidney Diseases, 36 (3), 11.

Schwinghammer, T,L., 2003, Ischemic Heart Disease, In ; J.T Dipiro, et al (Eds).


Pharmacotherapy Handbook, Edisi ke ,USA;McGraw-Hill Medical
Publishing Division

Sjaifoelah Noor, 2001. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Pustaka.

Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2006, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung
Waluyo…(dkk), EGC, Jakarta.

Tucker, R. and Schow, R., 2008. Odontogenic Disease of the Maxillary Sinus. In:
Oraland Maxillofacial Surgery. 5th ed. London: Mosby Elsevier. 383-39.

Udjianti, Juni Wajan .2010 . Keperawatan Kardiovaskular .Jakarta : Salemba Medika

WHO, 2012. Hypertension. Report, WHO Technical Support Series. Geneva

39

Anda mungkin juga menyukai