Anda di halaman 1dari 12

Buta warna adalah suatu kelainan penglihatan yang disebabkan ketidakmampuan sel-sel

kerucut (cone cell) pada retina mata untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu sehingga
warna obyek yang terlihat bukan warna yang sesungguhnya.
Buta warna sebagian adalah kelainan penglihatan dimana hanya satu atau dua jenis sel konus
yang jumlahnya kurang atau tidak ada. Buta warna merah-hijau merupakan bentuk yang sering
ditemukan (hampir mencapai 99%) tetapi buta warna yang didapat atau sekunder biasanya
biru-kuning, hanya l%. Buta warna terdapat lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan
perempuan dengan perbandingan 20 : 1.
Walaupun jumlah penderita buta warna tidak diketahui secara pasti, namun kira-kira 5% – 8%
laki-laki dan 0,5% perempuan di dunia lahir dengan buta warna. Dengan risiko tertinggi 1 dan
12 laki-laki dan 1 dan 200 perempuan.

Peran Sel Batang dan Kerucut dalam Penglihatan Warna


Retina terdiri dari sel batang dan sel kerucut. Sel kerucut terletak di makula masing-
masing berisi pigmen peka cahaya yang sensitif pada rentang panjang gelombang (setiap warna
adalah berbeda panjang gelombang dari 400 sampai 700 nm). Gen mengandung coding
instruksi untuk pigmen ini dan jika instruksi pengkodean salah, maka pigmen yang diproduksi
akan salah dan sel kerucut akan peka terhadap panjang gelombang cahaya yang berbeda (yang
mengakibatkan kekurangan dalam persepsi warna)
Merah, hijau dan biru disebut warna-warna primer. Hitam ialah sensasi yang timbul
karena tidak adanya cahaya. Menurut Young-Helmoltz memiliki karakterisasi tentang
penglihatan warna bahwa setiap pigmen warna memiliki penyerapan spektrum yang berbeda,
yaitu :
Fotoreseptor batang dan kerucut terletak di lapisan terluar retina sensorik yang
avaskular dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mengawali proses
penglihatan. Setiap sel kerucut mengandung rodopsin, yaitu pigmen penglihatan yang
fotosensitif. Saat rodopsin menyerap cahaya, akan terjadi perubahan bentuk 11-cis-retinal
(komponen kromofor pada rodopsin) menjadi all-trans-retinol. Perubahan bentuk ini akan
memicu terjadinya kaskade penghantar kedua, dimana rangsangan cahaya akan diubah menjadi
impuls saraf. Impuls ini kemudian dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan melalui nervus
optikus menuju korteks penglihatan oksipital.
Pada bagian tengah dari retina posterior terdapat makula yang secara klinis dinyatakan
sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah retina temporal. Makula
secara histologis memiliki ketebalan lapisan sel ganglion lebih dari satu lapis.

1
Di tengah makula terdapat fovea sentralis, yaitu suatu daerah yang secara histologis
ditandai oleh adanya penipisan lapisan inti luar tanpa disertai lapisan parenkim lain. Hal ini
dapat terjadi akibat akson-akson sel fotoreseptor berjalan miring dan lapisan-lapisan retina
yang lebih dekat dengan permukaan dalam retina lepas secara sentrifugal. Fovea sentralis
adalah bagian retina yang paling tipis dan hanya mengandung fotoreseptor kerucut. Fungsi dari
fovea sentralis ini adalah sebagai penghasil ketajaman penglihatan yang optimal.
Retina menerima darah dari dua sumber yaitu arteri sentralis retina dan arteri
koriokapilaris. Arteri sentralis retina memperdarahi 2/3 daerah retina bagian dalam, sementara
1/3 daerah retina bagian luar diperdarahi oleh arteri koriokapilaris. Fovea sentralis sendiri
diperdarahi hanya oleh arteri koriokapilaris dan rentan untuk mengalami kerusakan yang tidak
dapat diperbaiki bila retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina memiliki lapisan endotel
yang tidak berlubang, sehingga membentuk sawar darah-retina. (4)

PENGLIHATAN WARNA
Menurut sejarah banyak teori dikemukanan antara lain Thomas Young 801
mengemukakan hanya ada 3 warna dasar yaitu merah, kuning dan biru yang dapat
menghasilkan semua corak warna jika dicampur dengan proporsi epat. Teori Young Hlenotz
tahun 851, ada 3 sel kerucut merespon 3 warna dasar yang disebut foto reseptor. Hearing tahun
1872 mengatakan ada 6 sensasi utama yang tterdiri dari 3 pasang corak warna yaiu merah-
hijau, kuning-biru dan hitam-putih. Houston mengatakan tahun 932, substansi sensitif cahaya
dapat digantikan oleh kapasitas dari sel-sel kerucut untuk merespon rangsangan dengan dua
alernatif frekuensi pelepasan kapasitas dari sel-sel kerucut unuk merespon rangsangan dengan
dua alernaif frekuensi pelepasan listrik. Ladd Franklin tahun 92 menyaakan awalnya terdapat
sensitif cahya terpisah menjadi dua, yaitu sensitif gelombang panjang dan lainnya sensitif
gelombang pendek.
 Pigmen warna merah dan erythrolabe atau disebut juga long waves length sensitive
(LWS) memiliki daya serap spectrum 565 mm.
 Pigmen warna hijau atau chorolabe atau disebut juga medium waves length sensitive
(MWS) memiliki daya serap spektrum 535 mm.
 Pigmen warna biru atau cyanolabe atau disebut juga short waves length sensitive (SWS)
memiliki daya serap spectrum 440 mm. (5)
Ketiga macam pigmen tersebut membuat kia dapat membedakan warna mulai dari
ungu sampai merah. Untuk dapat melihat normal, keiga pigmen sel kerucut harus bekerja

2
dengan baik. Jika salah sau pigman mengalami kelainan aau tidak ada, maka terjadi buta
warna.
Orang yang mampu mambedakan ketiga macam disebut trikroma. Dikromat adalah
orang yang hanya dapat membedakan 2 komponen warna dan mengalami kerusakan pada
jenis pigmen kerucut. Kerusakan pada sel kerucu akan menyebabkan orang hanya mampu
melihat sau komponen yang disebut monokromat.
Pada keadaan tertentu dapat terjadi, seluruh komponen pigmen warna kerucut tidak
normal sehingga pasien tidak dapat mengenal warna sama sekali yang disebut
akromatopsia. Akhiran anomaly digunakan unuk kerucut yang berubah dan anopia untuk
tipe yang tidak mempunyai kerucut. (5)

1. BUTA WARNA
I) Definisi buta warna
Buta warna dapa diartikan sebagai satu kelainan penglihatan yang disebabkan
ketidakmampuan sel-sel kerucut pada retina mata untuk menangkap suatu spectrum warna
tertentu sehingga warna objek yang terlihat bukan warna yang sebenarnya. (7)
Ada dua jenis utama dari buta warna :
1. Buta warna total (monokromat) Monokromasi ditandai dengan hilangnya atau
berkurangnya semua penglihatan warna, sehingga yang terlihat hanya putih dan hitam
pada jenis typical dan sedikit warna pada jenis atypical.
2. Buta warna parsial yaitu buta warna yang tidak dapat membedakan warna-warna
tertentu.
Kemampuan melihat warna diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Penglihatan normal disebut Trichomatic. Trichromats dapat mencocokkan semua 3
warna dasar yaitu merah, hijau dan biru.
2. Adanya kelainan dari mencocokkan ketiga warna dasar karena adanya disfungsi dari
sel kerucut, disebut anomalous trichromatic.
3. Bentuk kelainan melihat warna hanya bisa mencocokkan 2 macam warna dasar, yang
disebabkan hilangnya beberapa sel kerucut disebut dichromatic.
4. Bentuk buta warna yang sangat jarang terjadi adalah monochromatic. Monochromats
tidak bisa mendeskripsikan warna, dan hanya bisa menerima warna abu-abu. Tipe ini
dibedakan menjadi 2 kelainan anatomi yaitu:
a) Rod monochromats (tidak terdapat sel kerucut pada retina) dan disertai
berkurangnya daya penglihatan.

3
b) Cone monochromats (hanya memiliki satu macam sel kerucut) biasanya masih
memiliki aktifitas visual.

Selain dibedakan berdasarkan kelainan jumlah warna yang dapat dilihat seperti di atas, masing-
masing tipe dibedakan lagi berdasarkan jenis warna yang dapa dilihat, yaitu:
1. Terdapat pada tipe trichromatic dan dichromatic. Pada tipe ini terdapat 3 macam
kelainan yaitu: protan, deutan dan tritan.
2. Pada trichromaic disebut :
 Protomaly (sulit membedakan warna merah),
 Deuteranomaly (sulit membedakan warna hijau) dan
 Tritanomaly (sulit membedakan warna biru),
3. Pada dichromatic disebut :
 Protanopia (tidak kenal warna merah)
 Deuteranopia (tidak kenal warna hijau) dan
 Tritanopia (tidak kenal warna biru)
4. Hanya terdapa pada tipe dichromatic yang disebut deuteranopia.

Etiologi
Buta warna adalah kondisi yang diturunkan secara genetik. Dibawa oleh kromosom X
pada perempuan, buta warna diturunkan kepada anak-anaknya. Ketika seseorang mengalami
buta warna, mata mereka tidak mampu menghasilkan keseluruhan pigmen yang dibutuhkan
untuk mata berfungsi dengan normal. Cacat mata ini merupakan kelainan genetik yang
diturunkan oleh ayah atau ibu.
Dari semua jenis buta warna, kasus yang paling umum adalah anomalus trikromasi,
khususnya deutranomali, yang mencapai angka 5% dari pria. Sebenarnya, penyebab buta warna
tidak hanya karena ada kelainan pada kromosom X, namun dapat mempunyai kaitan dengan
19 kromosom dan gen-gen lain yang berbeda dan resesif bila ada kelainan pada makula dan
saraf optic. Beberapa penyakit yang diturunkan seperti distrofi sel kerucut dan akromatopsia
juga dapat menyebabkan seseorang menjadi buta warna.
Gen buta warna terkait dengan dengan kromosom X (X-linked genes). Jadi
kemungkinan seorang pria yang memiliki genotif XY untuk terkena buta warna secara turunan
lebih besar dibandingkan wanita yang bergenotif XX untuk terkena buta warna. Jika hanya
terkait pada salah satu kromosom X nya saja, wanita disebut carrier atau pembawa, yang bisa

4
menurunkan gen buta warna pada anak-anaknya. Menurut salah satu riset 5-8% pria dan 0,5%
wanita dilahirkan buta warna. Dan 99% penderita buta warna termasuk dikromasi, protanopia,
dan deuteranopia .
Dua gen yang berhubungan dengan munculnya buta warna adalah OPN1LW (Opsin 1
Long Wave), yang menyandi pigmen merah dan OPN1MW (Opsin 1 Middle Wave), yang
menyandi pigmen hijau (Samir S. Deeb dan Arno G. Motulsky, 2005). Buta warna dapat juga
ditemukan pada penyakit makula, saraf optik, sedang pada kelainan retina ditemukan cacat
relative penglihatan warna biru dan kuning sedang kelainan saraf optik memberikan kelainan
melihat warna merah dan hijau .

5
TES BUTA WARNA ISHIHARA
Metode Ishihara ini di kembangkan menjadi Tes Buta Warna Ishihara oleh Dr. Shinobu
Ishihara. Tes ini pertama kali dipublikasi pada tahun 1917 di Jepang dan terus digunakan di
seluruh dunia, sampai sekarang. Tes buta warna Ishihara terdiri dari lembaran yang didalamnya
terdapat titik-titik dengan berbagai warna dan ukuran. Titik berwarna tersebut disusun sehingga
membentuk lingkaran. Warna titik itu dibuat sedemikian rupa sehingga orang buta warna tidak
akan melihat perbedaan warna seperti yang dilihat orang normal (pseudo-isochromaticism).
Tabel 1 menunjukan contoh kartu tes buta warna dengan metode ishihara Dalam tes buta warna
ishihara ini digunakan 38 plate atau lembar gambar.Di mana gambar-gambar tersebut memiliki
urutan 1 sampai 38. (7)
Tahapan Dalam Pemeriksaan Tes Buta Warna
Tahapan dalam pemeriksaan buta warna dengan metode ishihara, yaitu : (7)
1. Menggunakan buku Ishihara 38 plate.
2. Yang perlu diperhatikan :
a) Ruangan pemeriksaan harus cukup pencahayaannya
b) Lama pengamatan untuk membaca angka masing-masing lembar maksimum 10 detik.
3. Pada tes pembacaan buku Ishihara dapat disimpulkan :
1) Normal
2) Buta warna Parsial
a. Bila plate no. 1 sampai dengan no 17. hanya terbaca 13 plate atau kurang.
b. Bila terbaca angka-angka pada plate no. 18, 19, 20 dan 21 lebih mudah atau lebih jelas
dibandingkan dengan plate no. 14, 10, 13, dan 17.
c. Bila ragu-ragu kemungkinan buta warna parsial dapat dites dengan:
a) Membaca angka-angka pada plate no. 22, 23, 24, dan 25.
Pada orang normal, akan terbaca dengan benar angka-angka pada plate-plate
tersebut diatas secara lengkap (dua rangkap). Pada penderita buta warna parsial
hanya terbaca satu angka pada tiap-tiap plate tersebut diatas.
b) Menunjuk arah alur pada plate no. 26, 27, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, dan 38.
Untuk orang normal bisa menunjuk alur secara benar sedangkan untuk buta warna
parsial dapat menunjukkan adanya alur dari satu sisi yang lainnya.
3) Buta warna total Pada plate no. 28 dan 29, untuk orang normal, tidak bisa menunjukkan
adanya alur, sedangkan untuk penderita buta warna parsial dapat menunjukkan adanya alur dari
satu sisi ke sisi yang lainnya.

6
Kesimpulan tes Pengambilan Kesimpulan
Buta Warna 1. Jika gambar 1 salah dan jawaban gambar lain diabaikan
Total
Buta Warna 1. Jika gambar 1 benar, gambar 2 sampai gambar 16 ada salah lebih
Parsial dari 3 atau
2. Jika gambar 1 benar, gambar 22 sampai gambar 24 jawaban
hanya benar pada salah satu gambar atau
3. Jika gambar 1 benar, Jika gambar 18 sampai gambar 21 terlihat
angka.
Normal 1. Jika gambar 1 sampai gambar 17 benar, atau gambar 1 harus
benar dan lebih dari 13 gambar dijawab benar
2. Gambar 22 sampai gambar 24 benar atau 2 gambar benar

Tabel 1. Pengambilan kesimpulan Tes Buta Warna(7)

Algoritma Tes Buta Warna


Aplikasi tes buta warna Ishihara menggunakan 38 plate gambar, tetapi dalam penelitian
ini ditampilkan 24 plate saja yang merupakan gambar-gambar utama dari tes buta warna
ishihara. Dengan 24 plate ini sudah dapat disimpulkan kondisi orang yang di tes apakah
mengalami buta warna total, parsial atau normal
Dalam proses menampilkan 24 plate gambar tes buta warna ishihara ini dapat
dilakukan secara urut (skensial) atau acak (random). Aplikasi yang dibangun menampilkan 24
plate gambar secara acak. Gambar 2 menunjukkan Flowchart tes buta warna dengan metode
Ishihara dengan menampilkan plate gambar secara acak (random). (7)

7
Gambar 7: Algoritma tes buta warna.

8
INTERPRETASI

Interpretasi: Interpretasi:
Orang normal: 12 Mata normal: 8
Buta warna: 12 Defisiensi Merah-Hijau: 3
Buta warna: Tidak mampu membaca

Interpretasi: Interpretasi:
Orang normal: 29 Mata normal: 5
Defisiensi Merah-Hijau: 70 Buta warna: Tidak mampu membaca
Buta warna: Tidak mampu membaca

Interpretasi: Interpretasi:
Orang normal: 3 Mata normal: 15
Defisiensi Merah-Hijau: 5 Defisiensi Merah-Hijau: 17
Buta warna: Tidak mampu membaca Buta warna: Tidak mampu membaca

9
Interpretasi: Interpretasi:
Orang normal: 74 Mata normal: 6
Defisiensi Merah-Hijau: 21 Buta warna: Tidak mampu membaca
Buta warna: Tidak mampu membaca

Interpretasi: Interpretasi:
Orang normal: 45 Mata normal: 73
Buta warna: Tidak mampu membaca Buta warna: Tidak mampu membaca

10
Interpretasi: Interpretasi: Mata
Mata normal: 16 normal: 42
Buta warna: Tidak mampu membaca Proanomalia kuat: 2
Protanomalia sedang: 2 lebih jelas dari 4
Deuteranomalia kuat: 4
Deuteranomalia sedang: 4 lebih jelas dari 2

Interpretasi: Mata Interpretasi:


normal: 26 Mata normal: mampu mengikuti jalur ungu
Proanomalia kuat: 6 dan merah.
Protanomalia sedang: 6 lebih jelas dari 2 Proanomalia kuat: mampu mengikuti jalur
Deuteranomalia kuat: 2 ungu
Deuteranomalia sedang: 2 lebih jelas dari 4 Protanomalia sedang: jalur ungu lebih jelas
dari jalur merah
Deuteranomalia kuat: mampu mengikuti
jalur merah
Deuteranomalia sedang: jalur merah lebih
jelas dari jalur ungu.

Interpretasi: Interpretasi:
Mata normal: Mampu mengikuti jalur

11
biru-hijau dan kuning-hijau. Mata normal: Mampu mengikuti jalur
Defisiensi merah-hijau: mampu mengikuti orange.
jalur biru-hijau. Buta warna: Tidak mampu mengikuti jalur
Buta warna: Tidak mampu mengikuti jalur

Interpretasi: Interpretasi:
Mata normal: Tidak mampu mengikuti jalur Mata normal: Mampu mengikuti jalur.
biru-hijau dan kuning-hijau. Buta warna: Mampu mengikuti jalur.
Defisiensi merah-hijau: Mampu mengikuti Jalur.
Buta warna: Tidak mampu mengikuti jalur

Interpretasi: Interpretasi:
Mata normal: Tidak mampu melihat Buta Mata normal: Mampu melihat kotak coklat
warna: 5 yang jelas dan lingkaran kuning.
Buta warna: Hanya mampu melihat kotak
coklat

12

Anda mungkin juga menyukai