Anda di halaman 1dari 23

Laporan Penyuluhan

Demam Berdarah Dengue

Oleh :
Pibi Satria Darmawan 17014101016

Masa KKM : 15 Januari 2018 – 26 Januari 2018

Dokter Pembimbing :
Dr. dr. Gustaaf A. E. Ratag, MPH
dr. Iyone E. T. Siagian, M.Kes

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dikoreksi dan disetujui laporan penyuluhan :

Demam Berdarah Dengue

Oleh :

Pibi Satria Darmawan 17014101016

Masa KKM : 15 Januari 2018 – 26 Januari 2018

Telah dilaksanakan pada tanggal 23 Januari 2018 di Puskesmas Tikala Baru

Mengetahui,

Dokter Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. dr. Gustaaf A. E. Ratag, MPH dr. Iyone E. T. Siagian, M.Kes

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugrah
dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan kegiatan dan penyususan laporan
penyuluhan ini dengan topik Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja
puskesmas Tikala Baru.
Laporan ini dibuat sebagai salah satu syarat atau tugas penunjang selama
masa kepaniteraan klinik madya di Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, terutama untuk memberikan pengetahuan,
edukasi dan motivasi pasien.
Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyajian laporan
penyuluhan ini, maka diharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca
demi kelengkapan ini.
Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih, semoga laporan ini
bermanfaat bagi kita semua.

Manado, 20 Januari 2018

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

Cover ................................................................................................................................... i
Lembar Pengesahan ............................................................................................................ ii
Kata Pengantar .................................................................................................................... iii
Daftar Isi.............................................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Tujuan Penyuluhan.................................................................................................. 2
C. Sasaran Penyuluhan ............................................................................................... 2
D. Metode Penyuluhan ................................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 3


A. Materi Penyuluhan ................................................................................................. 3
B. Perencanaan dan Persiapan .................................................................................... 15
C. Evaluasi Keberhasilan Kegiatan ............................................................................. 16
D. Indikator Keberhasilan Kegiatan ............................................................................ 16

BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 17

A. Kesimpulan ............................................................................................................. 17
B. Saran ........................................................................................................................ 17

Daftar Pustaka ..................................................................................................................... 18

Lampiran ............................................................................................................................ 19

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada zaman sekarang ini berbagai macam penyakit terus di temukan dan terus
berkembang seiring dengan perkembangan zaman,baik pola penularan,pengobatan,
pencegahan serta penyebabnya pun berbeda – beda mulai dari penyakit yang ringan
sampai yang sulit di sembuhkan. Demam berdarah dengue atau yang biasa di singkat
DBD adalah salah satu penyakit yang sulit di sembuhkan hal ini di sebabkan karena
Sampai saat ini belum ditemukan obat atau vaksin untuk penanggulangan DBD ini.
Demam berdarah dengue banyak terjangkit di daerah tropis dan subtropis. Asia
menempati urutan pertama dalam jumlah penderita demam berdarah dengue tiap tahun.
Hal ini mungkin disebabkan oleh karena curah hujan di Asia yang sangat tinggi
terutama di Asia timur dan selatan ditambah dengan sanitasi lingkungan yang tidak
bagus.1,2
Penyakit DBD pertama kali di indonesia di temukan di Surabaya pada tahun 1968,
akan tetapi konfirmasi virologis baru di dapat pada tahun 1972. sejak itu penyakit
tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di
Indonesia kecuali Timor – Timur telah terjangkit penyakit. Sejak pertama kali di
temukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah
maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi KLB setiap
tahun.1,2
KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence Rate ( IR ) = 35,19
per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar
10.17%, namun tahun – tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15.99 ( tahun
2000); 21.66 ( tahun 2001 ); 19.42 ( tahun 2002 ) dan 23,87 ( tahun 2003 ).1,2
Hampir setiap tahun, di bulan-bulan tertentu, selalu saja ada berita tentang kasus
Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia. Penyakit ini tiap tahun telah membawa
banyak korban jiwa, bahkan jumlah kasus serta korban jiwa meningkat tiap
tahunnya.DBD terjadi berulang-ulang setiap tahun. DBD merupakan salah satu penyakit
penting di Indonesia dan memerlukan penanganan yang menyeluruh dan integral, agar

1
penyakit ini tidak lagi menimbulkan banyak korban jiwa. Oleh sebab itu, menjadi hal
yang penting untuk dapat dilakukan penyuluhan tentang penyakit ini.1,2

1. Tujuan Umum
Memperkenalkan penyebab, tanda dan gejala, perilaku nyamuk pembawa
serta pencegahan Demam Berdarah Dengue kepada masyarakat, khususnya
masyarakat di wilayah Puskesmas Tikala Baru.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk menambah pengetahuan tentang Demam Berdarah Dengue
kepada masyarakat
b. Untuk mengetahui tanda dan gejala yang didapatkan pada pasien
Demam Berdarah Dengue
c. Untuk mengetahui perilaku nyamuk pembawa virus yang
mengakibatkan Demam Berdarah Dengue
d. Untuk mengetahui pencegahan pada pasien Demam Berdarah Dengue

C. Sasaran Penyuluhan
Masyarakat di wilayah Puskesmas Tikala Baru

D. Metode Penyuluhan
Metode yang digunakan dalam penyuluhan ini adalah dengan membuat
leaflet yang dibagikan kepada pasien yang datang di Puskesmas Tikala Baru,
kemudian memberikan penjelasan tentang Demam Berdarah Dengue, serta
mengadakan sesi tanya-jawab.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Materi Penyuluhan
1. . Definisi

DHF atau Dengue Haemorraghic Fever adalah penyakit trombositopenia


infeksius akut yang parah, dan sering bersifat fatal, disebabkan oleh infeksi virus
dengue. Pada DHF terjadi hemokonsentrasi atau penumpukan cairan tubuh,
abnormalitas hemostasis dan pada kondisi yang parah dapat timbul kehilangan protein
yang masif (Dengue Shock Syndrome), yang dipikirkan sebagai suatu proses
imunopatologik.1,2
2. Epidemiologi

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah asia tenggara, pasifik barat dan
karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah
air. Insiden DBD di indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga
1995), dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000
penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga
mencapai 2 % pada tahun 1999.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes
(terutama Aedes aegypti dan Aedes albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya
berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi
nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat
penampungan air lainnya).
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue
yaitu:
 Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan
vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain.
 Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan / keluarga, mobilisasi dan
paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin.
 Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.1,2

3
3. Etiologi

Demam dengue dan DHF disebabkan oleh salah satu dari 4 serotipe virus yang
berbeda antigen.Virus ini adalah kelompok Flavivirus dan serotipenya adalah :
 DEN-1
 DEN-2
 DEN-3
 DEN-4.
Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan kekebalan seumur
hidup tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain. Sehingga
seseorang yang hidup di daerah endemis DHF dapat mengalami infeksi sebanyak 4 kali
seumur hidupnya.Dengue adalah penyakit daerah tropis dan ditularkan oleh nyamuk
Aedes aegypti. 1,2
4. Patofisiologi

Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih


diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme
imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom
renjatan dengue.
Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DD adalah :
a. Respon imun humoral : berupa pembentukan antibodi yang
berpaparan dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi
komplemen dan sitotoksisitas yang di mediasi antibodi. Antibodi terhadap
virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit
atau makrofag. Hipotesis ini disebut sebagai antibody dependent
enhanchement (ADE).
b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam
respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu
TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan
TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10.
c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi
antibodi namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi
virus dan sekresi sitokin oleh makrofag.

4
d. Selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan
terbentuknya C3a dan C5a.

Hipotesis secondary heterologous infection

Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous


infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang
virus dengue dengan tipe berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnestik
antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.
Kurane dan ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat halstead dan peneliti
lain, menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag
yang me-fagositosis kompleks virus-antibody non netralisasi sehingga virus
bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue
menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga di produksi limfokin
dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga
disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-a, IL-1, PAF (platelet
activating factor), IL-6 dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel
endothel dan terjadi kebocoran plasma.
Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi kompleks virus-antibodi
yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.

5
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme :
1. Supresi sumsum tulang
2. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit
Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (< 5 hari) menunjukkan
keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan
terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar
trombopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan
kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai
mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit
terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi
trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi
trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan
kadar b-tromboglobulin dan PF4 merupakan pertanda degranulasi trombosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endothel yang
menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya
koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi
koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik
(tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor XIa
namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex).3,4

5. Manifestasi klinis

1. Demam dengue

Periode inkubasi adalah 1-7 hari. Manifestasi klinis bervariasi dan dipengaruhi
usia pasien. Pada bayi dan anak anak, dikarakteristikkan sebagai demam selama
1-5 hari, peradangan faring, rinitis dan batuk ringan. Pada remaja dan dewasa
mengalami demam secara mendadak, dengan suhu meningkat cepat hingga 39,4-
41,1 oC, biasanya disertai nyeri frontal atau retro-orbital khususnya ketika mata
di tekan. Kadang kadang nyeri punggung hebat mendahului demam. Ruam
transien dapat terlihat selama 24-48 jam pertama demam. Denyut nadi dapat
relatif melambat sesuai derajat demam. Mialgia dan artalgia segera terjadi
setelah demam.

6
Pada hari kedua sampai hari ke enam demam, mual muntah terjadi dan
limfadenopati generalisata, hiperestesia atau hiperalgesia kutan, gangguan
pengecapan, dan anoreksia dapat berkembang. Sekitar 1-2 hari kemudian, ruam
mukopapular terlihat, terutama di telapak kaki dan telapak tangan, kemudian
menghilang selama 1-5 hari. Kemudian ruam kedua terlihat, suhu tubuh yang
sebelumnya sudah menurun ke normal, meningkat dan mendemonstrasikan
karakteristik pola suhu bifasik.3,4
2. Demam berdarah dengue

Demam dengue dan demam berdarah dengue pada awal perjalanan penyakit sulit
dibedakan. Fase pertama yang relatif lebih ringan berupa demam, malaise, mual
muntah, sakit kepala, anoreksia, dan batuk berlanjut selama 2-5 hari diikuti oleh
deteriorasi dan pemburukan klinis. Pada fase kedua, pasien umumnya pilek,
ekstermitas basah oleh keringat, badan hangat, wajah kemerah merahan,
diaforesis, kelelahan, iritabilitas dan nyeri epigastrik.
Sering dijumpai petekie menyebar di kening dan ekstermitas, ekimosis spontan
dan memar serta perdarahan dapat dengan mudah terjadi di lokasi pungsi vena.
Ruam makular atau mukopapular dapat dengan mudah terjadi di lokasi pungsi
vena. Ruam makular atau makulopapular dapat terlihat. Respirasi cepat dan
melelahkan, denyut nadi lemah dan cepat, suara jantung melemah. Hati dapat
membesar 4-6 dan biasanya keras dan sulit digerakkan.
Sekitar 20-30% kasus demam berdarah dengue akan timbul syok (sindrom syok
dengue). Kurang dari 10% pasien mengalami ekimosis hebat atau perdarahan
gastrointestinal, biasanya sesudah periode syok yang tidak diobati. Setelah krisis
24-36 jam, pemulihan terjadi dengan cepat pada anak yang diobati. Temperatur
dapat kembali normal sebalum atau selama syok. Bradikardia dan ekstrasistol
ventrikular umumnya terjadi saat fase pemulihan.3,4

7
Manifestasi Klinis infeksi Virus Dengue

6. Pemeriksaan Penunjang3

1. Laboratorium

a) Leukosit

Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (>
45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari
jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
b) Trombosit

Umumnya terdapat trombositopenia < 100.000 pada hari ke-3 sampai hari ke-8
c) Hematokrit

Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit >


20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.
d) Hemostasis

Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, fibrinogen, D-dimer, atau FDP pada keadaan
yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
e) Protein/albumin

Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma

8
f) SGOT/SGPT (Serum alanin aminotransferase) : Dapat meningkat

g) Elektrolit

Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan


h) Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi)

Bila akan diberikan transfusi darah atau komponen darah.


i) Imunoserologi

Dilakukan pemeriksaan IgG dan IgM terhadap dengue.


IgM : terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang
setelah 60-90 hari.
IgG : pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi pada hari ke-2.

2. Pemeriksaan Radiologis

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi
apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua
hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi dekubitus
kanan. Asites dan efusi pleura dapat pula di deteksi dengan pemeriksaan USG.

7. Diagnosis

Belum ada panduan yang dapat diterima untuk mengenal awal infeksi virus
dengue (WHO scientific working group, 2006). Perbedaan utama antara demam dengue
dan DBD adalah pada DBD ditemukannya adanya kebocoran plasma. 3
1. Demam dengue

Ditegakkan bila terdapat dua atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala, nyeri
retroorbital, mialgia/artralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan, leukopenia) di
tambah pemeriksaan serologis dengue positif atau ditemukan pasien demam

9
dengue/ demam berdarah dengue yang telah dikonfirmasi pada waktu dan lokasi
yang sama.
2. Demam berdarah dengue

Berdasarkan kriteria WHO 1999 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal di
bawah ini terpenuhi.
a) Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik

b) Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :

 Uji bendung positif

 Petekie, ekimosis, purpura

 Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi)


atau perdarahan dari tempat lain.

 Hematemesis atau melena.

c) Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul)

d) Terdapat minimal satu dari tanda tanda kebocoran plasma sebagai


berikut :

 Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai


dengan umur dan jenis kelamin

 Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,


dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

 Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau


hipoproteinemia.

3. Sindrom syok dengue

Seluruh kriteria DBD disertai dengan kegagalan sirkulasi dengan manifestasi


nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (< 20 mmHg), hipotensi
dibandingkan standard sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.
Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue

10
DD/DBD Derajat Gejala Laboratorium
DD Demam disertai 2 atau lebih tanda :  Leukopenia
 Sakit kepala
 Trombisitopenia
 Nyeri retroorbital
 Tidak ada bukti kebocoran plasma
 Mialgia
 Uji serologi dengue (+)
 Artralgia

DBD I Gejala diatas ditambah uji bendung positif  Trombositopenia < 100.000

 Ht meningkat >20%

 Uji serologi dengue (+)

 Bukti ada kebocoran plasma

DBD II Gejala diatas ditambah perdarahan spontan  Trombositopenia < 100.000

 Ht meningkat > 20%

 Uji serologi dengue (+)

 Bukti ada kebocoran plasma

DBD III  Trombositopenia < 100.000


Gejala diatas ditambah kegagalan sirkulasi (kulit dingin
dan lembab serta gelisah)
 Ht meningkat > 20%

 Uji serologi dengue (+)

 Bukti ada kebocoran plasma

DBD IV  Trombositopenia < 100.000


Syok berat disertai dengan tekanan darah dan nadi tidak
terukur.
 Bukti ada kebocoran plasma

 Ht meningkat > 20%

 Uji serologi dengue (+)

8. Penatalaksanaan

Pengobatan DBD bersifat suportif simptomatik dengan tujuan memperbaiki


sirkulasi dan mencegah timbulnya renjatan dan timbulnya Koagulasi Intravaskuler
Diseminata (KID).3

11
Gambar 12. Sistem triase dalam penatalaksanaan DBD di rumah sakit
 Penatalaksanaan Demam Dengue

Penatalaksanaan kasus DD bersifat simptomatis dan suportif meliputi :


- Tirah baring selama fase demam akut
- Antipiretik atau sponging untuk menjaga suhu tbuh tetap dibawah 40 C,
sebaiknya diberikan parasetamol
- Analgesik atau sedatif ringan mungkin perlu diberikan pada pasien yang
mengalami nyeri yang parah
- Terapi elektrolit dan cairan secara oral dianjurkan untuk pasien yang berkeringat
lebih atau muntah.

 Penatalaksanaan Demam berdarah Dengue

Berdasarkan ciri patofisiologis maka jelas perjalanan penyakit DBD lebih berat
sehingga prognosis sangat tergantung pada pengenalan dini adanya kebocoran plasma.
Penatalaksanaan fase demam pada DBD dan DD tidak jauh berbeda. Masa kritis ialah
pada atau setelah hari sakit yang ketiga yang memperlihatkan penurunan tajam hitung
trombosit dan peningkatan tajam hematokrit yang menunjukkan adanya kehilangan
cairan. Kunci keberhasilan pengobatan DBD ialah ketepatan volume replacement atau
penggantian volume, sehingga dapat mencegah syok.4
Perembesan atau kebocoran plasma pada DBD terjadi mulai hari demam ketiga
hingga ketujuh dan tidak lebih dari 48 jam sehingga fase kritis DBD ialah dari saat

12
demam turun hingga 48 jam kemudian. Observasi tanda vital, kadar hematokrit,
trombosit dan jumlah urin 6 jam sekali (minimal 12 jam sekali) perlu dilakukan.
Pengalaman dirumah sakit mendapatkan sekitar 60% kasus DBD berhasil diatasi
hanya dengan larutan kristaloid, 20% memerlukan cairan koloid dan 15% memerlukan
transfusi darah. Cairan kristaloid yang direkomendasikan WHO untuk resusitasi awal
syok ialah Ringer laktat, Ringer asetat atau NaCL 0,9%. Ringer memiliki kelebihan
karena mengandung natrium dan sebagai base corrector untuk mengatasi hiponatremia
dan asidosis yang selalu dijumpai pada DBD. Untuk DBD stadium IV perlu
ditambahkan base corrector disamping pemberian cairan Ringer akibat adanya asidosis
berat. 4
Saat pasien berada dalam fase demam, pemberian cairan hanyalah untuk
rumatan bukan cairan pengganti karena kebocoran plasma belum terjadi. Jenis dan
jumlah cairan harus disesuaikan. Pada DD tidak diperlukan cairan pengganti karena
tidak ada perembesan plasma.4
Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan resusitasi
kristaloid maka cairan koloid harus diberikan (ada 3 jenis ;dekstan, gelatin dan hydroxy
ethyl starch)sebanyak 10-30ml/kgBB. Berat molekul cairan koloid lebih besar sehingga
dapat bertahan dalam rongga vaskular lebih lama (3-8 jam) daripada cairan kristaloid
dan memiliki kapasitas mempertahankan tekanan onkotik vaskular lebih baik.4
Pada syok berat (lebih dari 60 menit) pasca resusitasi kristaloid
(20ml/kgBB/30menit) dan diikuti pemberian cairan koloid tetapi belum ada perbaikan
maka diperlukan pemberian transfusi darah minimal 100 ml dapat segera diberikan.
Obat inotropik diberikan apabila telah dilakukan pemberian cairan yang memadai tetapi
syok belum dapat diatasi.4
Pemasangan CVP pada DBD tidak dianjurkan karena prosedur CVP bersifat
traumatis untuk anak dengan trombositopenia, gangguan vaskular dan homeostasis
sehingga mudah terjadi perdarahan dan infeksi, disamping prosedur pengerjaannya juga
tidak mudah dan manfaatnya juga tidak banyak.4
Pemberian suspensi trombosit umumnya diperlukan dengan pertimbangan bila
terjadi perdarahan secara klinis dan pada keadaan KID. Bila diperlukan suspensi
trombosit maka pemberiannya diikuti dengan pemberian fresh frozen plasma (FFP)
yang masih menandung faktor-faktor pembekuan untuk mencegah agregasi trombosit

13
yang lebih hebat. Bila kadar hemoglobin rendah dapat pula diberikan packed red cell
(PRC).4
Setelah fase krisis terlampau, cairan ekstravaskular akan masuk kembali dalam
intravaskular sehingga perlu dihentikan pemberian cairan intravena untuk mencegah
terjadinya oedem paru. Pada fase penyembuhan (setelah hari ketujuh) bila terdapat
penurunan kadar hemoglobin, bukan berarti perdarahan tetapi terjadi hemodilusi
sehingga kadar hemoglobin akan kembali ke awal seperti saat anak masih sehat. Pada
anak yang awalnya menderita anemia akan tampak kadar hemoglobin rendah, hati-hati
tidak perlu diberikan transfusi. 4
Kriteria memulangkan pasien :
1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Tampak perbaikan secara klinis
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit diatas 50.000/ml
7. Tidak dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau asidosis).7

9. Pencegahan

- Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)


a. Melakukan metode 3 M (menguras, Menutup dan Menyingkirkan tempat
perindukan nyamuk) minimal 1 x seminggu bagi tiap keluarga
b. 100% tempat penampungan air sukar dikuras diberi abate tiap 3 bulan
c. ABJ (angka bebas jentik) diharapkan mencapai 95%
- Foging Focus dan Foging Masal
d. Foging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m dengan selang
waktu 1 minggu
e. Foging masal dilakukan 2 siklus diseluruh wilayah suspek KLB dalam
jangka waktu 1 bulan
f. Obat yang dipakai : Malation 96EC atau Fendona 30EC dengan
menggunakan Swing Fog
Penyelidikan Epidemiologi

14
g. Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jam
setelah menerima laporan kasus
h. Hasil dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus
- Penyuluhan perorangan/kelompok untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
- Kemitraan untuk sosialisasi penanggulangan DBD.

B. Perencanaan dan Persiapan


Perencanaan
 Tempat Pelaksanaan : Puskesmas Tikala Baru
 Waktu Pelaksanaan : Selasa, 23 Januari 2018
Persiapan
 Media: Leaflet
 Materi penyuluhan yang akan diberikan sudah disiapkan dan akan
disebarluaskan dalam bentuk leaflet yang berisi gambar dan tulisan.

C. Evaluasi Keberhasilan Kegiatan


 Masyarakat dapat memahami tanda dan gejala Demam Berdarah
Dengue
 Masyarakat dapat memahami perilaku nyamuk pembawa virus yang
menyebabkan Demam Berdarah Dengue
 Masyarakat dapat memahami cara pencegahan Demam Berdarah
Dengue

D. Indikator Keberhasilan Kegiatan


Indikator Input:
 Puskesmas Tikala Baru
 Dokter
 Petugas Kesehatan
Indikator Proses:
 Penyediaan sarana promosi kesehatan sesuai standar (leaflet)
 Memantau dan mengawasi jalannya kegiatan promosi kesehatan di
wilayahnya.

15
Indikator Output:
 Perorangan: Angka pasti kejadian demam berdarah yang ada belum
dilaporkan.
 Lingkungan : berkurangnya tempat perindukan nyamuk belum dinilai.

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor
nyamuk (”mosquito borne disease”) yang paling penting di seluruh dunia
terutama di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini mempunyai spektrum
klinis dari asimptomatis, undifferentiated febrile illness, demam dengue (DD)
dan demam berdarah dengue (DBD), mencakup manifestasi paling berat yaitu
sindrom syok dengue (dengue shock syndrome/DSS).
Dalam menegakkan diagnosis dan memberikan pengobatan yang tepat,
pemahaman mengenai perjalanan infeksi virus dengue harus dikuasai dengan
baik. Pemantauan klinis dan laboratoris berkala merupakan kunci
tatalaksanan DBD. Akhirnya dalam menegakkan diagnosis dan memberikan
pengobatan pada kasus DBD perlu disesuaikan dengan kondisi pasien.
Penanganan yang cepat tepat dan akurat akan dapat memberikan prognosis
yang lebih baik.
Untuk itu diperlukan pengetahuan yang baik tentang Deman Berdarah
Dengue dimasyarakat baik tentang tanda dan gejala maupun pencegahan yang
dapat dilakukan.
B. Saran
Perlu adanya kesadaran dari masyarakat tentang teanda dan gejala Demam
Berdarah Dengue, perilaku nyamuk mau pun pencegahannya.

17
Daftar Pustaka

1. World Health Organization 1999. Guidelines for Treatment of Dengue Fever/


Dengue Haemorrhagic Fever in Small Hospitals. Available from :
http://www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_Guideline-dengue.pdf
2. www.repository.usu.ac.id “ Demam Berdarah Dengue”
3. Suhendro, Nainggolan,L, Chen,K, dan Pohan, H.T. 2006. Demam Berdarah
Dengue. Dalam: Sudoyo, A.W. Setiyohadi, B, alwi,I, Simadibrata,M dan Setiati,
S,eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam FKUI, 1709-1713.
4. Sudarmono,dkk.2010. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi Kedua.
Jakarta : Badan Penerbit IDAI.

18
Lampiran

19

Anda mungkin juga menyukai