Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun oleh :
1i
DAFTAR ISI
JUDUL ................................................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
total kolaps dari paru bagian dependent yang dapat memunculkan terjadinya
syndroma atelectasis (Craig, 1981).
Fisioterapi sebagai salah satu tenaga kesehatan telah terlibat dalam
upaya pencegahan komplikasi paru paska bedah thorak, melalui upaya
meminimalisasi perubahan abnormalitas patofisiologi yang terjadi pada pasca
pembedahan.
B. Identifikasi Masalah
C. Perumusan Masalah
D. Tujuan
21
BAB II
KERANGKA TEORI
13
2. Pneumothorax
Pneumothorax adalah terdapatnya udara pada rongga pleura.
Pneumothorax terjadi secara tiba-tiba pada rongga pleura bisa disebabkan
oleh : PPOK, tumor, abses, TB, dan trauma pada dada.
3. Empyema
Empyema adalah terdapatnya cairan nanah pada rongga pleura.
Penyebabnya biasanya pneumonia, karsinoma/abses, bronkiektasis, atau
lebih jarang pada TB.
4. Bronchiectasis
Bronchiectasis adalah kondisi penyakit paru kronis dimana terdapat
kelainan akibat dilatasi bronkus. Bronchiectasis menghasilkan banyak
sputum yang menyebabkan penyumbatan dan infeksi. Infeksi yang parah
akan dilakukan lobectomy pada lobus yang terinfeksi.
5. Oesophageal Perforation
Oesophageal perforation adalah trauma dan perforasi pada
kerongkongan akibat dari menelan menda asing yang mengakibatkan
robeknya kerongkongan.
C. Jenis Pembedahan
Ada berbagai cara untuk melakukan thoracotomy. Cara yang paling
umum dilakukan pada thoracotomy antara lain dengan melalui :
Median sternotomy. Median lebar sternotomy menyediakan akses ke
mediastinum dan merupakan pilihan pengirisan untuk kebanyakan operasi
jantung terbuka dan akses ke mediastinum anterior.
Posterolateral thoracotomy. sangat umum pendekatan untuk operasi
pada paru-paru atau posterior mediastinum, termasuk kerongkongan. Ketika
dilakukan melalui antara intercosta 5. Ruang, memungkinkan akses ke
optimal pulmonary hilum (pulmonary artery dan pulmonary vein) dan karena
itu dianggap sebagai pilihan untuk pneumonectomy dan lobectomy.
Anterolateral thoracotomy. dilakukan pada dinding dada anterior; kiri
anterolateral thoracotomy adalah torehan pilihan untuk buka dada pijat,
manuver yang penting dalam pengelolaan melukai perhentian jantung.
Anterolateral thoracotomy, seperti kebanyakan potongan bedah, memerlukan
4
1
penggunaan jaringan retractors-dalam hal ini, suatu "tulang rusuk penyebar"
seperti Tuffier retractor.
Bilateral anterolateral thoracotomy. dikombinasikan dengan garis
sternotomy hasil dalam pengirisan, pengirisan terbesar umum digunakan
dalam operasi yang berkenaan dengan dada.
D. Pataofisiologi
Perubahan abnormalitas patofisiologi yang terjadi pada paru pasca
pembedahan ditandai oleh penurunan volume paru terutama adanya
penurunan VC (Vital Capacity) yang sangat besar yang dapat mencapai 40 –
70% dari nilai pre-operativenya. Disamping itu juga terjadi penurunan FRC
(Functional Residual Capacity) yang mempunyai efek yang signifikan
terhadap fungsi paru, yaitu terjadinya penurunan komplian paru, peningkatan
tahanan jalan napas, mempercepat kolapsnya paru pada bagian dependent dan
berkontribusi terhadap abnormalitas dari pertukaran gas (Nunn, 1990).
Penurunan FRC ini akan menyebabkan tekanan pleura menjadi lebih
besar dari tekanan atmosfer yang berakibat tekanan transpulmonary menjadi
negatif. Tekanan negatif ini menyebabkan saluran napas yang kecil akan
menyempit atau bahkan menutup (Craig, 1981; Nunn, 1990; Wahba, 1991).
Penyempitan saluran napas ini berakibat pada penurunan ventilasi pada area
dependen, sehingga mengakibatkan rendahnya ratio ventilasi/perfusi,
sehingga hal ini berpengarug terhadap timbulnya gangguan pertukaran gas
yang pada akhirnya terjadi arterial hypoxaemia. Saluran napas kecil yang
menyempit tadi kadang gagak untuk membuka kembali, sehingga akan
menimbulkan total kolaps dari paru bagian dependent yang dapat
memunculkan terjadinya syndroma atelectasis (Craig, 1981).
15
E. Problematik Pasca Bedah Thorak
Pada pasca bedah sesak nafas timbul karena reflex neurogenik paru,
masih terdapatnya timbunan cairan dalam rongga pleura yang akan
memberikan kompresi patologis pada paru sehingga ekspensinya terganggu,
makin banyak cairan makin jelas sesaknya (R.sjamsuhidrajat, 2005) dan
berkurangnya kemampuan meregang otot inspirasi akibat terjadi restriksi oleh
cairan/sputum (Syahrudin dkk., 2009). Selain itu. penyempitan saluran napas
ini berakibat pada penurunan ventilasi pada area dependen, sehingga
mengakibatkan rendahnya ratio ventilasi/perfusi. Hal tersebut berpengaruh
terhadap timbulnya gangguan pertukaran gas yang pada akhirnya terjadi
arterial hypoxaemia. Saluran napas kecil yang menyempit tadi kadang gagal
untuk membuka kembali, sehingga akan menimbulkan total kolaps dari paru
bagian dependent yang dapat memunculkan terjadinya syndroma atelectasis
(Craig, 1981). Berikut adalah komplikasi dari bedah thorax :
61
F. Proses Fisioterapi
Assesment pasien bedah thorak berisi tentang penilaian awal pasien
pada masalah spesifik. Tanpa penilaian yang akurat, rencana dan tujuan
fisioterapi tidak bisa ditegakkan. Penilaian ulang kemudian dilakukan untuk
mengetahui efek terapi dan mengidentifikasi masalah baru dan merubah
terapi. Assesment yang diidentifikasi biasanya berupa :
17
BAB III
PEMBAHASAN
A. Fase Praoprasi
Intervensi Fisioterapi pada Fase Praoprasi tidak rutin, namun terbukti
bermanfaat bagi pasien faktor resiko tinggi. Misalnya Nagasaki et al. (1982)
menunjukan bahwa fisioterapi praoprasi untuk lansia dengan PPOK dapat
mengurangi morbiditas. Pada pasien yang produksi sputumnya banyak perlu
dibersihkan sebelum dilakukan oprasi. Tujuan Fisioterapi yang harus dicapai
selama Fase Praoprasi : (Tidy’s, 2012)
1. Tidak ada masalah paru (pemberihan jalan nafas)
2. Mengetahui tekhnik paskaoprasi (pasien mampu melakukan batuk efektif)
B. Fase Paskaoprasi
Komplikasi Paska Oprasi umumnya terjadi karena pola restriksi
dengan penurunan inspirasi, penurunan VC (Vital Capacity), dan penurunan
FRC (Functional Residual Capacity). Disamping itu, terjadi berkurangnya
reflek batuk karena anastesi sehingga terjadi retensi sputum. Tujuan
Fisioterapi yang harus dicapai selama Fase Paskaoprasi adalah : (Tidy’s, 2012)
1. Pendidikan kepada pasien
2. Memaksimalkan volume paru
3. Pencegahan retensi sputum
4. Pembersihan sputum
5. Menjaga lingkup gerak sendi shoulder
6. Mobilisasi dini
C. Modalitas Fisioterapi
Dari assesment dapat menunjukan kebutuhan terapi yang diberikan
untuk mendapatkan keberhasilan dari tujuan, contoh modalitas adalah :
1. Breating Exercise
Breating Exercise yang disarankan pada bedah thorax adalah Active
Cycle of Breathing Technique (ACBT). ACBT terdari dari siklus breathing
18
control dan thoracic expansion exercises diikuti dengan forced expiratory
technique (FET). Latihan ekspansi thorak dapat inspiratory hold and
vibrations. Prosedur ACBT dilakukan pada posisi duduk. (Tidy’s, 2012)
Lakukan ACBT 2-3 kali siklus atau sampai jalan nafas bersih dari
sputum. Pada awal latihan mungkin pasien mengalami kelelahan. Terapis
harus memberikan waktu jeda untuk memulai siklus ACBT. Thoracic
expansion exercises harus menarik nafas dalam dari hidung dan
mengeluarkan nafas dari mulut. Tarik nafas diusahakan 2-3 detik. Pasien
minimal harus melakukan 2 siklus setiap jam. (Tidy’s, 2012)
1
9
3. Batuk yang dibantu
Batuk yang dipaksa untuk mengeluarkan sputum. Hal ini
menyebabkan kenaikan tekanan intrathoracic. Fisioterapis dapat
membantu proses batuk pada Forced Expiratory Technique (FET) dengan
memberikan handuk pada lokasi insisi paska oprasi.
4. Positioning
Positioning bisa digunakan untuk memperbaiki pertukaran gas.
Peningkatan oksigenasi dapat dicapai dengan cara tidur miring yang
terkena dampak paling parah; ventilasi / Kesesuaian perfusi diperbaiki,
sehingga terjadi peningkatan oksigen serapan. (Tidy’s, 2012)
Pasien pneumonektomi sebaiknya tidak diposisikan sisi unoperated
mereka. Hal ini dapat menyebabkan bronkopleuralfistula karena cairan
ruang mencuci di atas bronkial tunggul. Pasien yang menjalani
pneumonektomi intraperikardial harus diobati dalam perawatan selama
empat hari pertama kecuali jika disarankan oleh tim medis. (Tidy’s, 2012)
5. Mobilisasi Dini
Mobilisasi harus dimulai segera setelah aman. Kemungkinan
functional residual capacity maksimal membaik saat berdiri. Mobilisasi
dini pada pasien yang tidak rumit dapat membuat latihan pernapasan tidak
perlu dilakukan. Pasien harus stabil kardiovaskular dan tidak
1
10
membutuhkan oksigen sebelum mobilisasi dimulai. Jika saluran interkostal
terpasang, mobilitas dibatasi pada posisi berdiri dan berjalan di sisi tempat
tidur. Beberapa departemen anestesi membatasi mobilitas saat epidural ada
di situ karena risiko hipotensi dalam memobilisasi. (Tidy’s, 2012)
6. Mobilisasi Shoulder
Bahu di sisi yang dioperasikan harus diperiksa untuk berbagai
gerakan. Pasien harus berlatih elevasi dan abduksi bahu setidaknya tiga
kali sehari. Latihan dengan bantuan terapis mungkin diperlukan untuk
gerakan. Setiap batasan jangkauan harus dinilai dan diberikan tindakan.
(Tidy’s, 2012)
1
11
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Bedah thorak (Thoracotomy) adalah pembedahan dengan pembelahan
dinding dada; dapat juga dilakukan dengan pembelahan antara tulang-tulang
rusuk (intercostal atau lateral thoracotomy) atau dengan pemisahan dari
sternum (median sternotomy).
Intervensi Fisioterapi pada pasien bedah thorax dapat diberikan pada
fase praoprasi dengan tujuan ; 1. Tidak ada masalah paru (pemberihan jalan
nafas) 2. Mengetahui tekhnik paskaoprasi (pasien mampu melakukan batuk
efektif) dan fase paskaoprasi dengan tujuan ; 1. Pendidikan kepada pasien,
2. Maksimalkan volume paru, 3. Pencegahan retensi sputum, 4. Pembersihan
sputum, 5.Menjaga lingkup gerak sendi shoulder, 6. Mobilisasi dini.
Dari assesment fisioterapi dapat menunjukan keluhan dan kebutuhan
terapi yang diberikan pasien untuk mendapatkan keberhasilan dari tujuan,
contoh modalitas fisioterapi pada bedah thorax adalah :
1. Breating Exercise
2. Forced Expiratory Technique (FET)
3. Batuk yang dibantu
4. Positioning
5. Mobilisasi dini
6. Mobilisasi Shoulder
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini dapat dijadikan panduan praktis yang
jelas tentang bagaimana fase-fase proses rehabilitasi bedah thorax.
1
12
DAFTAR PUSTAKA
Ephgrave, KS, “ Post ope rative pneumonia : a prospective study of risk factor and
morbidity”, Surgery, 114(4), 1993.
Sardjana, I.K.W, dan Kusumawati,D., 2004., Anastesi Veteriner Jilid I., Gadjah
Mada University Press., Yogyakarta.
13
1