Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Penyakit Kronis


Penyakit kronis terdiri dari dua kata yaitu Penyakit dan Kronis.
Penyakit berasal dari kata sakit yang berarti berasa tidak nyaman di tubuh
atau bagian tubuh karna menderita sesuatu (demam, sakit perut, dsb).
Sedangkan penyakit adalah gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
bakteri, virus, atau kelainan sistem faal atau jaringan pada organ tubuh
pada makhluk hidup (KBBI, 2005).
Senada dengan Kowalak yang menyatakan bahwa, penyakit
merupakan penyimpangan fungsi tubuh yang normal sehingga terjadi
malfungsi, yang pada sebagian keadaan dapat berakibat fatal.
Penyimpangan ini dapat terjadi karena kesalahan genetik yang
menyebabkan malformasi kongenital, defisiensi enzim atau kerentanan
sampai kemudian timbul penyakit, trauma, atau infeksi (Kowalak dkk,
2011).
Sedangkan menurut Corwin, penyakit merupakan perihal hadirnya
sekumpulan respons tubuh yang tidak normal terhadap agen, yang mana
manusia memiliki toleransi yang sangat terbatas atau bahkan tidak memiliki
toleransi sama sekali (Corwin, 2009).
Dengan demikian penyakit adalah suatu keadaan terjadinya
gangguan terhadap bentuk ataupun fungsi salah satu bagian tubuh manusia
yang menyebabkan tubuh menjadi tidak dapat bekerja dengan normal.
Selanjutnya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kronis yaitu
berjangkit terus dalam waktu yg lama, menahun (tentang penyakit yang
melanda diri seseorang) yang tidak sembuh-sembuh (KBBI, 2005).
Dengan demikian kronis adalah penyakit yang di derita oleh pasien
yang dideritanya selama bertahun-tahun dan tidak sembuh. Hal ini selaras
dengan Adelman dan Daly (2001) dalam bukunya yang berjudul 20 Common
Problems Geriatrics, penyakit kronis adalah :
“Diseases that take a long time, don't occur suddenly or
spontaneously, and usually can't be cured completely. Chronic illness is
closely related to disability and the onset of death”.

Chronic pain yaitu rasa sakit apapun yang berlangsung dalam waktu
lama. Hal ini biasanya disebabkan oleh kerusakan saraf atau organ yang
tidak sembuh dan dapat diobati dengan beberapa keberhasilan dengan
intervensi psikologis (Matsumoto, 2009).

9
10

Wong (1996) menyatakan bahwa penyakit kronis merupakan suatu


kondisi yang mempengaruhi fungsi sehari-hari selama lebih dari 3 bulan
dalam setahun, yang menyebabkan hospitalisasi lebih dari 1 bulan dalam
setahun, atau (pada saat didiagnosis) cenderung melakukan hospitalisasi.
Dengan demikian penyakit kronik adalah penyakit yang
membutuhkan waktu yang cukup lama, biasanya tidak dapat di sembuhkan
dengan sempurna, dan umumnya penyembuhan tidak dapat dilakukan
tujuannya hanya untuk mengontrol, menjaga supaya tidak terjadi
komplikasi.

2.2 Macam-macam Penyakit Kronis


Terdapat berbagai macam penyakit kronis seperti Gagal jantung,
Kanker Tyroid, Kanker Cervical, Hepatitis, Leukimia, Tumor, Diabetes,
Gagal Ginjal, Kanker Serviks, Kanker Ovarium, HIV/AIDS dll.
Namun disini penulis hanya membahas beberapa yang termasuk
dalam penyakit kronis itu sendiri, seperti : Kanker Tyroid, Kanker Cervical.
Karena penyakit kanker adalah satu satu penyakit yang sangat cepat
pertumbuhan penyebaran selnya dan sampai saat ini belum ditemukan obat
untuk penyembuhan penyakitnya.

a. Penyakit Kanker
Kanker adalah istilah yang digunakan untuk penyakit berupa
terbelahnya sel-sel secara abnormal tanpa kontrol dan mampu menyerang
jaringan lain. Sel-sel kanker dapat menyebar ke bagian lain dari tubuh
melalui darah dan sistem getah bening (Sudoyo dkk, 2006).
Kanker bukan hanya satu penyakit tapi banyak penyakit. Ada lebih
dari 100 jenis kanker yang berbeda. Sebagian besar kanker diberi nama
untuk organ atau jenis sel yang mulai berkembang atau terserang.
Misalnya, kanker yang dimulai di payudara disebut kanker payudara, kanker
yang dimulai di tiroid disebut kanker tiroid, begitupun dengan kanker pada
organ tubuh lainnya (Sudoyo dkk, 2006).

b. Pengertian Kanker Tiroid


Penyakit akibat gangguan tiroid merupakan salah satu penyakit tidak
menular (PTM) yang berpotensi menjadi masalah kesehatan masyarakat.
Lima kondisi akibat gangguan fungsi tiroid meliputi kanker tiroid,
auto-imun, gangguan kesuburan, depresi, dan defisiensi iodium (Depkes,
2015).
11

Tiroid adalah kelenjar berbentuk kupu-kupu yang terletak pada


bagian depan dari leher yang mengeluarkan hormon dan mengatur
metabolisme, pertumbuhan, suhu tubuh, denyut jantung, tekanan darah,
berat badan, dan lain-lainnya. Kanker tiroid sendiri adalah pertumbuhan sel
abnormal di dalam kelenjar tiroid (Sudoyo, 2006).

c. Faktor Penyebab Kanker Tiroid


Menurut Salim dan kolega (2002), ada beberapa faktor penyebab
terjadinya kanker tiroid, seperti: umur, jenis kelamin, pola makan, genetika
dan riwayat keluarga serta paparan radiasi.
Umur, kebanyakan dari mereka yang terdiagnosis dengan kanker
tiroid tidak berumur lebih dari 55 tahun. Bahkan, sekitar 2% pasien
adalah remaja dan anak-anak. Jenis Kelamin, kanker tiroid mengenai
lebih banyak perempuan daripada laki-laki. Rata-rata, setidaknya 47.000
wanita terkena dibandingkan dengan kurang dari 20.000 laki-laki. Pola
makan, kanker tiroid lebih sering terjadi di negara-negara dengan
makanan yang sangat kekurangan yodium, yaitu mineral yang
membantu fungsi tiroid secara tepat dengan penggunaan kalori yang
benar. Sel folikel memerlukan yodium, yang diperoleh dari aliran darah
(Salim, 2002).
Genetika dan riwayat keluarga, karsinoma tiroid meduler familial
terjadi ketika penyebab karsinoma tiroid meduler tersebut adalah
kerusakan pada gen. Mereka yang terdiagnosis dengan familial
adenomatosa poliposis (FAP – polip ganda pada dinding usus besar dan
rektum/saluran pembuangan) memiliki risiko lebih tinggi terhadap
kanker usus besar dan kanker tiroid (Natadisastra, 2009).
Paparan radiasi, penelitian telah menunjukkan bahwa orang dewasa
yang terkena radiasi ketika mereka masih muda memiliki risiko lebih
tinggi mengalami kanker tiroid di kemudian hari. Tingkat, keparahan,
dan lama kontak, bagaimanapun juga akan mempengaruhi kemungkinan
risiko ini (Natadisastra, 2009).

d. Dampak Psikologis Penderita Penyakit Kronis


Ketika seseorang divonis mengidap penyakit kronis maka,
sangat berdampak dengan psikologisnya, seperti sedih, cemas, putus asa
dan ketakutan dalam hidupnya (Agustini, Vol.4, 2016). Jika tidak
diantisipasi dengan terapi maka bisa menyebabkan stress dan depresi
pada penderita penyakit kronis tersebut.
12

e. Pengertian Stress
Stres adalah suatu kondisi yang sangat umum, semua orang
pernah merasakannya. Jantung berdebar kencang, telapak tangan
berkeringat, dan perut terrasa bergejolak saat merasakan stres. Hal ini
sesuai dengan pengertian stres. Stres adalah gangguan atau kekacauan
mental dan emosional yg disebabkan oleh faktor luar ketegangan (KBBI,
2005).
Dalam Cambridge Dictionary, stress yaitu derajat psikologis dan
fisiologis yang berkepanjangan menyebabkan efek negatif pada mood,
kapasitas kognitif, fungsi kekebalan tubuh, dan kesehatan fisik (Matsumoto,
2009).
Menurut Kamus Psikologi dari Arthur S. Reber & Emily S. Reber
(2010), stress adalah kondisi tegangan psikologis yang dihasilkan oleh
jenis-jenis daya atau tekanan yang diuraikan di makna. Kalau stres dalam
pengertian merupakan sebuah efek, ia hasil dari tekanan lain.
Didalam bukunya yang berjudul Psikologi Keperawatan, Donsu
(2017) menjelaskan bahwa :
“Stres adalah reaksi non-spesifik manusia terhadap rangsangan
atau tekanan (stimulus stressor). Stress merupakan suatu reaksi
adaptif, bersifat sangat individual, sehingga suatu stres bagi
seseorang belum tentu sama tanggapannya bagi orang lain”.

Dari semua pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa


stres adalah efek dari suatu tekanan yang menyebabkan kekacauan pada
mental, psikologis dan emosional seseorang yang menderitanya.

f. Dampak Stres
Stres yang berkepanjangan mempunyai dampak yang berpengaruh
pada kesehatan dan fisik dan dapat menimbulkan gangguan pada tubuh
manusia seperti: Penyakit jantung, Gangguan vaskular atau sentral,
gangguan pernapasan, gangguan gastrointestinal, gangguan
muskuloskeletal dll (Donsu, 2017).
Penyakit jantung/ penyakit arteri koroner, frekuensi jantung tidak
teratur dan palpitalis, angina pektoris, infakmiokardium dll. Gangguan
vaskular atau sentral , yaitu hipertensi, stroke. Gangguan pernapasan
seperti asma, hiperventilasi. Gangguan gastrointestinal , anoreksia atau
obesitas, konstipasi atau diare, tukak lambung, penyakit infamasi usus.
Gangguan muskuloskeletal , seperti sakit kepala, nyeri punggung,
13

penurunan pertumbuhan. Gangguan kulit seperti, psoriasis, jerawat.


Gangguan sistem imun , infeksi yang sering, disfungsi tiroid, eksaserbasi
penyakit otoimun, kanker. Gangguan reproduksi, amenore, impotensi,
sterilitas, keguguran. Gangguan perilaku , makan tidak teratur,
penggunaan obat, agresi, tidak dapat tidur. Gangguan psikologis,
keletihan, ansietas, depresi, kesulitan berkonsentrasi/masalah memori.

g. Pengertian Depresi
Depresi adalah gangguan jiwa pada seseorang yang ditandai dengan
perasaan yg merosot (seperti muram, sedih, perasaan tertekan) (KBBI,
2005).
Dalam The Cambridge Dictionary, Depression yaitu keadaan pikiran
ditandai dengan negatif mood, energi rendah, kehilangan minat dan
aktivitas pada biasanya, pesimisme, tidak realistis pikiran tentang diri dan
masa depan, dan penarikan sosial (Matsumoto, 2009).
Dalam Kamus Psikologi, depresi adalah suasana hati yang dicirikan
perasaan tidak nyaman, sebuah perasaan murung, sebuah penurunan di
dalam aktivitas maupun reaktivitas, pesimisme, kesedihan dan
simtom-simtom terkait (Reber, 2010).
Dengan demikian depresi adalah perasaan tidak nyaman, tertekan,
perasaan yang tidak menentu yang dirasakan oleh penderitanya.

2.3 Terapiutik
a. Pengertian Terapiutik
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2005), terapiutik
berasal dari kata terapi yaitu usaha untuk memulihkan kesehatan orang yg
sedang sakit, pengobatan penyakit, perawatan penyakit.
Dalam Kamus Psikologi therapeutic dari bahasa Yunani yang artinya
perawatan, berkaitan dengan hasil-hasil yang menyembuhkan dari suatu
metode perawatan, memiliki ciri menyembuhkan (Reber, 2010).
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara
sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien
(Indrawati, 2003).
Dengan demikian Terapiutik adalah suatu bentuk komunikasi antara
terapis dan klien untuk usaha dalam memulihkan atau mengurangi rasa
sakit pada pasien penderita penyakit kronis.

b. Pendekatan Terapiutik
14

Dalam proses terapiutik semua dokter atau terapis harus dapat


melakukan psikoterapi suportif seperti katarsis, persusi, sugesti,
penjaminan kembali, bimbingan dan penyuluhan. Karena psikoterapi
suportif sangat membantu dalam proses terapiutik ini. Psikoterapi suportif
(juga disebut psikoterapi berorientasi hubungan) menawarkan dukungan
kepada pasien oleh seorang tokoh yang berkuasa selama periode penyakit,
kekacauan atau dekompensasi sementara (Fithriyah & Jauhar, 2014).
Pendekatan ini juga memiliki tujuan untuk memulihkan dan memperkuat
pertahanan pasien dan mengintegrasikan kapasitas yang telah terganggu.
Ventilasi atau katarsis adalah membiarkan pasien mengeluarkan isi
hati sesukanya. Sesudahnya, ia biasanya merasa lega dan kecemasannya
(tentang penyakitnya) berkurang, karena ia dapat melihat masalahnya
dalam porposi yang sebenarnya. Hal ini dibantu oleh dokter dengan sikap
yang penuh pengertian (empati) dan dengan anjuran. Jangan terlalu
banyak memotong bicaranya (menintrupsi).
Persuasi adalah penerangan yang masuk akal tentang timbulnya
gejala-gejala serta baik-baiknya atau fungsinya gejala-gejala itu. Sugesti
adalah cara yang halus dan secara tidak langsung menanamkan pikiran
pada pasien atau membangkitkan kepercayaan padanya bahwa
gejala-gejala akan hilang. Dokter sendiri harus mempunyai sikap yang
meyakinkan dan memiliki otoritas profesional serta menunjukkan empati
(Fithriyah & Jauhar, 2014).
Penentraman dilakukan dengan memberikan komentar yang halus
atau sambil lalu serta mengajukan pertanyaan secara hati-hati bahwa
pasien mampu berfungsi secara adekuat (cukup, memadai). Bimbingan
adalah memberikan nasihat-nasihat yang praktis dan khusus yang
berhubungan dengan masalah kesehatan (jiwa) pasien agar ia lebih
sanggup mengatasinya.
Penyuluhan adalah suatu bentuk wawancara untuk membantu
pasien mengerti dirinya sendiri lebih baik, agar ia dapat mengatasi suatu
masalah di lingkungannya atau dapat menyesuaikan diri.

2.4 Psikoterapi Eksistensial


Banyak individu ketika mengetahui bahwa dirinya terkena penyakit
yang kronis dan susah untuk disembuhkan maka individu akan merasakan
ketidakbermaknaan, tidak adanya semangat untuk hidup lebih lama dan
kehilangan eksistensinya.
15

Menurut Subandi, terapi eksistensial bertujuan untuk membantu


pasien menemukan makna hidup. Terapi eksistensial sangat penting bagi
pasien yang mengalami penyakit kronis seperti, kanker maupun gagal ginjal
(Subandi, 2003).
Maka dari itu terapiutik yang dipakai dalam penelitian ini yaitu
Psikoterapi eksistensial. Psikoterapi eksistensial adalah sebuah pendekatan
terapiutik dinamis yang berfokus pada masalah yang berakar pada
eksistensial.
Pendekatan terapi eksistensial berakar dari filsafat eksistensial.
Filsuf-filsuf eksistensial yang menonjol termasuk Kierkegaard, Nietzsche,
Heidegger, dan Sartre. Eksistensialisme Kierkegaard berada dalam
kerangka kerja kristiani dan ia mendeskripsikan ketakutan, kecemasaan,
dan keputusasaan –“sakit sampai mati”- manusia yang terasing dari sifat
esensialnya (Kierkegaard, 1954).
Pendekatan-pendekatan psikoterapiutik esensial lebih dari sekedar
menangani masalah-masalah permukaan, yaitu membantu klien
menghadapi isu-isu mendasar tentang eksistensialnya, yaitu: kecemasan,
keputusasaan, kematian, kesepian, keterasingan, dan ketanpaartian.
Semua isu yang mendahuluinya berpotensi menghasilkan “existence pain”
(eksistensi sakit) (Yalom, 1989).
Metode Terapi pada terapi eksistensial lebih merupakan moda/cara
untuk melihat manusia daripada sebuah sistem yang taat-asas. Dalam
analisis finalnya, terapis eksistensial melihat bahwa hubungan terapis
dengan klien itu ada dimana-mana. Akan tetapi, secara umum klien lebih
bermasalah daripada terapisnya.
Lebih lanjut, menurut Subandi (2003) dalam terapi eksistensial,
pasien dianjurkan tidak terlalu memikirkan penyakitnya, tetapi lebih
memusatkan perhatian pada apa yang bisa mereka lakukan untuk mengisi
kesempatan hidup yang masih ada.

2.5 Tujuan Terapiutik Eksistensial


Tujuan utama terapiutik eksistensial adalah klien menghadapi
eksistensinya sebagai sesuatu yang riil. Asumsi yang mendasarinya adalah
proses neurotik dasarnya adalah penekanan ontologis, sehingga melibatkan
hilangnya sense of being, dan berkurangnya kesadaran dan potensi. Pada
dasarnya, tujuan terapiutik elsistensial adalah meluaskan kesadaran diri
klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi
bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya (Corey, 2013).
16

Bagi klien penerimaan tanggung jawab itu bukan suatu hal yang
mudah, banyak orang yang takut akan beratnya bertanggung jawab atas
menjadi apa dia sekarang dan akan menjadi apa selanjutnya.
Relasi Terapiutik, kualitas hubungan terapis-klien adalah hal sentral
bagi terapi eksistensial. Hal ini senada dengan Yalom (2001):
“Terapis harus menyampaikan kepada pasien bahwa tugas
utamanya adalah bersama-sama membangun hubungan sama yang
akan menjadi agen perubahan”.

Hubungan terapi tidak dilihat dalam kaitannya dengan transferensi dan


tidak banyak waktu dihabiskan untuk berusaha menggali masa lalu klien.
Oleh karena terapis eksistensial menekankan kedalam konfrontasi dengan
ketakutan-ketakutan mendasar pada saat itu, maka terapis mencoba
memahami situasi klien dan ketakutan-ketakutan yang menyelimutinya saat
ini. Presence (kehadiran), authenticity (keautentikan), dan commitment
(komitmen) adalah kata-kata yang mendeskripsikan kualitas hubungan
yang berusaha ditawarkan oleh terapis eksistensial (Jones, 2006).

2.6 Intervensi Terapiutik


Masing-masing ketakutan mendasar mempunyai implikasi-implikasi
yang cocok dengan intervensi terapiutik tertentu. Misalnya Terapi dan
Kematian. Orang yang terkena penyakit kronis dan orang tersebut
mengetahui bahwa penyakit itu sulit dan hampir tidak bisa disembuhkan
maka ia akan merasakan ketakutan, putus asa, dan ketidak bermaknaa
dalam hidupnya, karena yang terfikirkan olehnya hanyalah kematian.
Kesadaran yang meningkat tentang kematian dapat menghasilkan
rasa bersyukur yang meningkat pula terhadap kehidupan. Pasien kanker
terminal bereaksi terhadap diagnosisnya dengan berbagai cara. Banyak
yang menganggap angin lalu apa yang dikatakan dokternya. Sebagian
dibanjiri oleh teror eksistensial. Yang lain mengakuiberita itu sejenak,
mengumpulkan kembali pertahanan dirinya, terlibat dalam pemprosesan
internal, dan kemudian siap menerima lebih banyak informasi. Banyak
pasien kanker yang mampu memanfaatkan sakitnya sebagai kesempatan
untuk pertumbuhan pribadi. Mereka mengases kembali prioritasnya,
memilih untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak berarti, mendapatkan
perasaan hidup di masa kini yang lebih kuat, menjadi lebih dekat dengan
alam, berkomunikasi dengan lebih mendalam dengan orang-orang yang
dicintainya, dan memiliki lebih sedikit ketakutan interpersonal tentang
17

penolakan, berani mengambil risiko. Mekanisme untuk berubah pada


pasien kanker termasuk keyakinan bahwa eksistensi tidak dapat
ditangguhkan dan kearifan untuk mensyukuri rahmat yang diterimanya.
Kesadaran yang lebih tinggi akan kematian juga dapat menghasilkan
perubahan radikal dalam perspektif klien yang sakitnya belum mencapai
tingkat terminal (Jones, 2006).

2.7 Prosedur-Prosedur Terapiutik


Prosedur-prosedur terapiutik eksistensial bisa diambil dari beberapa
pendekatan terapi lainnya. Metode-metode yang berasal dari terapi Gestalt
dan Analisis Transaksional sering digunakan, dan sejumlah prinsip dan
prosedur psikoanalisis bisa diintegrasikan ke dalam pendekatan
eksistensial. Seperti konsep inti psikoanalisis tentang resistensi dan
transferensi bisa diterapkan pada filsafat dan praktek terapi eksistensial,
kerangka psikoanalitik untuk menerangkan fase kerja terapi yang
berlandaskan konsep-konsep eksistensial seperti kesadaran, emansipasi
dan kebebasan, kecemasan eksistensial, dan neurosis eksistensial (Corey,
2013).
Pertanyaan-pertanyaan eksistensial yang menempati kedudukan
sentral dalam terapi adalah : Seberapa besar saya menyadari siapa saya
ini? Bisa menjadi apa saya ini? Bagaimana saya bisa memilih menciptakan
kembali identitas diri saya yang sekarang? Seberapa besar kesanggupan
saya untuk menerima kebebasan memilih jalan hidup saya sendiri?
Bagaimana saya mengatasi kecemasan yang ditimbulkan oleh kesadaran
atas pilihan – pilihan? Sejauh mana saya hidup dari dalam pusat diri saya
sendiri? Apa yang saya lakukan untuk menemukan makna hidup ini? Apa
saya menjalani hidup, ataukah saya hanya puas atas keberadaan saya? Apa
yang saya lakukan untuk membentuk identitas pribadi yang saya inginkan?
(Corey, 2013).
18

2.8 Kerangka Berfikir

Kembali beraktivitas dan


bekerja seperti biasanya

Optimis, dan Kesiapan


Mental.

Putus Asa Terapiutik


Penyakit
Manusia Sedih
Kronis
Cemas
Non-
Terapiutik
Ketakutan

 Stress
 Depresi

Memicu Penyakit
lain

Tidak adanya keinginan


untuk bekerja dan
beraktifitas.

Anda mungkin juga menyukai