Disusun Oleh:
2017/2018
1
KATA PENGANTAR
Segala puji kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul Gangguan kebutuhan Oksigen Akibat Patologi Sistem Kerdiovaskular
(DecompensasiCordis) tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Kami ucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Koordinator mata kuliah KMB Joko Sapto Pramono,SKp.,MPHM
2. Dosen mata kuliah terkait Joko Sapto Pramono,SKp.,MPHM
3. Teman-teman Tingkat 2.A
Kelompok kami sadar makalah yang kami buat masih jauh dari kata
sempurna sehingga kelompok kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
sehingga kelompok kami dapat menyempurnakan makalah yang kami buat dan agar
dapat bermanfaat di kemudian hari.
Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi seluruh civitas
Akademi Keperawatan jayakarta khususnya bagi mahasiswa dan mahasiswi
Akademi keperewatan Jayakarta sehingga dapat membuka wawasan dan menambah
ilmu bagi mahasiswa dan mahasiswi Akademi keperawatan Jayakarta.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Daftar Isi............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Kasus ..................................................................................................... 31
B. Pembahasan Kasus ................................................................................ 31
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................... 54
B. Saran ..................................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa pada
tahun 2020 penyebab utama beban penyakit di dunia akan mengalami
perubahan. WHO pada tahun 2007 menjelaskan gagal jantung dapat
menyerang orang-orang di negara maju saja, tetapi orang di seluruh negara di
dunia. Setiap tahun di Amerika Serikat terdapat 478.000 orang meninggal
karena penyakit jantung koroner, sebanyak 1,5 juta orang menderita serangan
jantung (WHO,2007). Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan
tanda dan gejala), ditandai oleh sesak nafas dan fatik (saat istirahat atau saat
aktivitas) yang disebabkan oleh struktur atau fungsi jantung. Gagal jantung
dapat disebabkan oleh gangguan yang mengakibatkan terjadinya pengurangan
pengisian ventrikel – (disfungsi diastolik) dan / atau kontraktilitas miokardial
(disfungsi sistolik). (Sudoyo Aru, dkk 2009).
Berdasarkan definisi patofisiologik, gagal jantung (decompensatio
cordis) atau dalam bahasa inggris Heart Failure adalah ketidak mampuan
jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan pada saat istirahat
atau kerja ringan. Hal tersebut akan menyebabkan respon sistemik khusus
yang bersifat patologik (sistem saraf, hormonal, ginjal, dan lainnya) serta
adanya tanda dan gejala yang khas (Fathoni, 2007).
B. Tujuan Penulisan
Makalah ini dibuat bertujuan untuk :
1. Memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah
2. Agar mahasiswa dapat mengulang anatomi fisiologi terkait dengan sistem
kardiovaskular
3. Agar mahasiswa dapat memahami dan dapat mengimplementasikan
konsep tentang gangguan kebutuhan oksigen berhubungan dengan
penyakit decompensasi cordis
4. Agar mahasiswa dapat mengimplementasikan bagaimana cara
pencegahan dan penatalaksanaan yang baik dan benar
4
C. Sistematika penulisan
Makalah ini disusun dengan cara sebagai berikut :
1. BAB I PENDAHULUAN
a) Latar Belakang
b) Tujuan Penulisan
c) Sistematika Penulisan
2. BAB II TINJAUAN TEORITIS
a) Anatomi fisiologi sistem kardiovaskular
b) Definisi decompensasi cordis
c) Etiologi decompensasi cordis
d) Patofisiologi
e) Manifestasi
f) Pemeriksaan diagnostik
g) Komplikasi
h) Penatalaksanaan
i) Askep konsep
3. BAB III PEMBAHASAN KASUS
a) Kasus
b) Pembahasan kasus
4. BAB IV PENUTUP
a) Kesimpulan
b) Saran
5. DAFTAR PUSTAKA
5
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2. Bagian-bagian jantung :
a. Atrium Kanan
Atrium kanan berada padabagian akanan jantung dan terletak sebagian
besar di belakang sternum. Darah masuk ke atrium kanan melalui:
1) Vena cava superior pada ujung atasnya
2) Vena cava inferior pada ujung bawahnya
3) Sinur cornarius vena kecil yang mengalirkan darah dari jantung
sendiri).
4) Aurixula dextra adalah penonjolan ruang kecil di atrium, terletak
pada bagian dengan pangkal aotra dan arteri pulmonalis.
b. Venrtikel kanan
Vertikel kanan adalah ruang berdinding tebal yang membentuk
sebagian besar sisi depan jantung. Valva atrioventricular dextra
mengelilingi lubang antriovertikular kanan, pada sisi ventrikel. Katup
ini, setiap katup jantung lain, terbentuk dari selapis tipis jaringan
fibrosa yang ditutui pada setiap sisinya oleh endocardium. Katup
trikuspidalis terdiri dari tiga daun katup. Basis setiap daun katup
melekat pada tepi lubang. Tepi bebas pada setiap daun katup melekat
6
pada tali jaringan ikat tipis pada penonjolan kecil jaringan otot yang
keluar dari mycocardium dan menonjol ke dalam ventrikel.
Lubang pulmonalis ke dalam arteria pulmonalis berada pada ujung
atas ventrikel dan dikelilingi oleh valva pulmonalis, terdiri dari tiga
daun katup semilunaris.
c. Atrium kiri
Atrium kiri adalah ruang berdinding tipis yang terletak pada
bagian belakang jantung. Dua vena pulmonalis memasuki atrium kiri
pada tiap sisi, membawa darah dari paru. Atrium membuka kebawah
ke dalam ventrikel kiri melalui lubang antrio vetrikular.
Aurikulasinistra adalah penonjolan runcing kecil dari atrium, terletak
pada sisi kiri pangkal aortra.
d. Ventrikel kiri
Ventrikel kiri adalah ruang berdinding tebal pada bagian kiri dan
belakang jantung. Dindingnya sekitar tiga kali lebih tebal dari pada
ventrikel kanan. Valva atrioventrikular sinistra (mitralis) mengelilingi
lubang atrio ventrikular kiri pada bagian samping ventrikel; katup ini
memiliki dua daun katup (mendapat nama yang sama dengan topi
(mitreuskup), tepinya melekat pada chordae tendineae, yang melekat
pada penonjolan kerucut miocardium dinding ventrikel. Lubang aotra
membuka dario ujung atas ventrikel ke dalam aotra dan dikelilingi
oleh ketiga daun katup aotra, sama dengan katup vulmonalis.
e. Myocardium
Myocardium membentuk bagian terbesardinding jantung.
Myocardium tersusun dari serat-serat otot jantung, yang bersifat lurik
dan saling berhubungan satu sama lain oleh cabang-cabang muskular.
Serat mulai berkontraksi pada embrio sebelum saraf mencapainya,
dan terus berkontraksi secara ritmis bahkan bila tidak memperoleh
inerfasi.
7
f. Endocardium
Endocardium melapisi bagian dalam rongga janytung dan
menutupi katup padakedua sisinya. Terdiri dari selapis sel endotel, di
bawahnya terdapat lapisan jaringan ikat; licin dan mengikat.
g. Pericardium
Perikardium adalah kantong fibrosa yang menutupi seluruh
jantung. Perikardium merupakan kantong berlapis dua; kedua lapisan
saling bersentuhan dan saling meluncur satu sama lain dengan
bantuan cairan yang mereka sekresikan dan melembabkan
permukaaanya. Jumlah cairan yang ada normal sekitar 20 ml. Pada
dasar jantung tempat pembuluh darah besar, limfatik, dan saraf
memasuki jantung) kedua lapisan terus berlanjut. Terdapat lapisan
lemak diantara myokardium dan lapiusan pericardium diatasnya.
h. Arteria coronaria
Kedua arteri cornaria kanan dan kiri, menyuplai darah untuk
jantung. Arteri ini keluardari aotra tepat diatas katup aortra dan
berjalan ke bawah masing-masing pada permukaan sisi kanan dan kiri
jantung, memberikan cabang ke dalam untuk miokardium. Arteri ini
menyuplai masing-masing sisi jantung: tetapi memiliki variasi
individual, dan pada beberapa orang, arteria coronaria dextra
menyuplay sebagian ventrikel kiri. arteri ini memiliki relatif sedikit
anastomosis antara arteria dexrta dan sisnistra.
3. Sistem kardiovaskular
a. Gambaran klinis
Jantung berbentuk seperti pir/kerucut seperti piramida terbalik
dengan apeks (superior-posterior:C-II) berada di bawah dan basis (
anterior-inferior ICS – V) berada di atas. Pada basis jantung terdapat
aorta, batang nadi paru, pembuluh balik atas dan bawah dan pembuluh
balik. Jantung sebagai pusat sistem kardiovaskuler terletak di sebelah
rongga dada (cavum thoraks) sebelah kiri yang terlindung oleh costae
tepatnya pada mediastinum. Untuk mengetahui denyutan jantung, kita
dapat memeriksa dibawah papilla mamae 2 jari setelahnya. Berat 3 pada
orang dewasa sekitar 250-350 gram
8
Degenerasi dinding arteri dapat menyebar dari aortra ke dalam
arteria coronaria, mengurangi suplai darah untuk jantung. Angina
pectoris adalah kondisi nyeri dada, lengan kiri, dan daerah sekitarnya
akibat berkurangnya darah untuk jantung. Trombosis coroner adalah
bekuan darah di dalam arteria coronaria yang mengalami degenerasi.
Karena sedikitnya hubungan interaterial, fungsi salah satua arteri tidak
dapat diambil alih oleh ateri lain, dan sumbatan pada satu arteria
coronari dapat mengakibatkan kematian mendadak atau (bila pasien
berhasil hidup ) kerusakan myocardium berat dan penurunan efisiensi
jantung.
b. Siklus jantung
Siklus ajntung adalah urutan kejadian dalam satu denyut jantung.
Siklus ini terjadi dalam dua fase: diastole dan sistole.
1) Diastole
Diastole adalah periode istirahat yang mengikuti periode kontraksi.
Pada awalnya:
(a) Darah vena memasuki atrium kanan melalui vena cava superior
dan inferior
(b) Darah yang teroksigenasi melewati atrium kiri melalui vena
pulmonalis
(c) Ke dua katup atrio ventrikular (trikuspidalis dan mitralis)
tertupu dan darah dicegah umtuk memasuki atrium ke dalam
ventrikel.
(d) Katup pulmonalis dan aotra tertup, mencegah kembalinya darah
dari arteria pulmonalis kje dalam ventrikel kanan dan darui aotra
ke dalam ventrikel kiri.
Kemudian:
(e) Dengan bertambah benyaknya darah yang memasuki ke dua
atrium, tekanan di dalamnya meningkat; dan ketika tekanan di
dalamnya lebih besar dari ventrikel, katup AV terbuka dan darah
mulai mengalir dari atrium ke dalam ventrikel.
9
2) Sistole
Sistole adalah periode kontaksi otot. Berlamngsung selama 0, 3
detik
(a) Dirangsang oleh nodus sino- atrial, dinding atrium berkontraksi,
memeras sisa darah dari atrium ke dalam ventrikel.
(b) Ventrikel melebar untuk menerima darah dari atrium dan
kemudian mulai berkontraksi
(c) Ketika tekanan dalam ventrikel melebihi tekanan dalam atrium,
katup AV menutup. Chordae tendinea mencegah katup
terdorong ke dalam atrium
(d) Ventrikel terus berkontraksi. Katup pulmonalis dan aotra
membuka akibat peningkatan tekanan ini.
(e) Darah menyembur ke luar dari ventrikel kanan ke dalam arteria
pulmonalis dan darah dari ventrikel kiri menyembur ke dalam
aotra.
(f) Kontraksi otot kemudian berhenti, dan dengan dimulainya
relaksasi otot, siklus baru dimulai.
c. Denyut jantung
Nodus sino-atrial (nodus SA atau pacamaker jantung) adalah
daerah kecil serat otot dan sel saraf yang terletak pada dinding jantung
di dekat tempat masuk vena cava superior. Pada awal sistole,
gelombang kontraksi mulai pada nodus ini dan:
1) Menyebar melalui dinding ke dua atrium, merangsang atrium untuk
berkontaksi: kontraksi atrium ini tidak menyebar ke ventrikel
karena tidak dapat melalui cincin jaringan ikat yang memisahkan
atrium dari ventrikel
10
2) Mencapai dan merangsang nodus atrio ventrikuralis.
1) Korteks cerebri
2) Hipotalamus
11
e. Curah jantung
1) Curah jantung bergantung pada:
Frekuensi denyut jantung: saat istirahat biasanya sekitar 70 x per
menit . isi sekuncup: jumlah darah yang keluar dari ventrikel pada
setiap denyut. Saat istirahat biasanya sekitar 70 ml. Pada latihan
ringan meningkat sampai 12 ml. Pada awal kontraksi ventrikel,
dengan tubuh dalam keadaan istirahat, mengandung sekitar 120 ml.
Sekitar 50 ml berasal dari ventrikel kiri pada setiap denyutnya.
Jumlah darah yang keluar per menit adalah sekitar 5 l.
2) Frekuensi jantung dikontrol:
(a) Terutama oleh reduksi dalam stimulasi melalui serat nerfus para
simpatis (fagus)
(b)Pengaruh yang lebih kecil oleh stimulasi melalui nerfus simpatis
f. Gagal jantung
Gagal jantung terjadi ketika curah jantung tidak cukup untuk
menyuplai kebutuhan metabolik tubuh. Dalam keadaan normal jantung
dapat dengan mudah meningkatkan curahnya beberapa kali lipat, seperti
saat latihan, ketika kebutuhan metabolisme tubuh meningkat. Defek
fungsi jantung ringan akan menghasilkan tanda-tanda gagal jantung saat
latihan. Dengan efek yang progresif makin besar, gejala timbul pada
aktivitas yang makin ringan dan kegagalan berat akan timbul pada saat
istirahat.
Gagal jantung akan terjadi bila bekuan darah dalam arteria
coronaria atau arteria pulmonalis secara mendadak mengurangi efiseinsi
jantung. Mekanisme kompensasi tertentu akan bekerja, seperti
12
perbaikan kontraksi jantung, arus darah balik ke jantung yang lebih
baik, pengalihan darah dari organ yang kurang penting pada dua organ
vital utama, jantung dan otak.
g. Bunyi jantung
Jantung menghasilkan bunyi selam denyutnya, sura dapat terdengar bila
ytelinga dilekatkan pada dinding dada atau dengan bantuan stetoscop
Bunyi jantung 1 suara lembut seperti ‘”lub”. Bunyi ini dihasilkan oleh
tegangan mendadak katup nitralis dan triskupidalis fentrikel. Sepliting
bunyi jantung 1 menjadi 2 diakibatkan oleh penutupan ke dua katup
yang tidak bersamaan akibat salah satu ventrikel berkontaksi sesaat
setelah ventrikel lain.
1) Bunyi jantung II
Suara seperti “dub”. Bunyi ini dihasilkan oleh getaran yang
disebabkan oleh penutupan katup aorta adan pulmonalis. Sepliting
bunyi jantung dua menjadi 2 terjadi selama inspirasi adalah normal
dan paling baik terdengar pada oarang usia muda. Hal ini
diakibatkan oleh sedikit keterlambatan penutupan katup pulmonalis
karena aliran darah ke dalam ventrikel kiri.
13
aktivitas) yang disebabkan oleh struktur atau fungsi jantung. Gagal
jantung dapat disebabkan oleh gangguan yang mengakibatkan terjadinya
pengurangan pengisian ventrikel – (disfungsi diastolik) dan / atau
kontraktilitas miokardial (disfungsi sistolik). (Sudoyo Aru, dkk 2009).
Berdasarkan definisi patofisiologik, gagal jantung (decompensatio
cordis) atau dalam bahasa inggris Heart Failure adalah ketidak mampuan
jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan pada saat
istirahat atau kerja ringan. Hal tersebut akan menyebabkan respon
sistemik khusus yang bersifat patologik (sistem saraf, hormonal, ginjal,
dan lainnya) serta adanya tanda dan gejala yang khas (Fathoni, 2007).
Decompensasi cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya
untuk mempertahankan peredaran darah sesuai dengan kebutuhan
tubuh.(Dr. Ahmad ramali.1994)
Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi
penurunan kemampuan fungsikontraktilitas yang berakibat pada
penurunan fungsi pompa jantung ( Tabrani, 1998; Price,1995).
Gagal jantung kongestif (decompensasi cordis) adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadp oksigen dan
nutrien.(Diane C. Baughman dan Jo Ann C. Hockley, 2000.
Decompensasi cordis adalah suatu keadaan patofisiologi adanya
kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau
kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian
ventrikel kiri (Braundwald, 2003 )
Berdasar definisi patofisiologik gagal jantung (decompensatio cordis)
atau dalam bahasa inggris Heart Failure adalah ketidakmampuan jantung
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan pada saat istirahat atau
kerja ringan. Hal tersebut akan menyebabkan respon sistemik khusus
yang bersifat patologik (sistem saraf, hormonal, ginjal, dan lainnya) serta
adanya tanda dan gejala yang khas (Fathoni, 2007).
14
2. Etiologi
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot
jantung, menyebabkan menurunnya kontraksilitas jantung. Kondisi
yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup
aterosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit otot
degenerative atau inflamasi.
b. Ateroklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan
asidosis (akibat penurunan asam laktat). Infark miokardium (kematian
sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
c. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)
meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut
(hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi
karena akan meningkatkan kontraksilitas jantung. Tetapi untuk alasan
yang tidak jelas, hipertrofi otot jantung tidak dapat berfungsi secara
normal, dan akhirnya akan terjadi gagal jantung.
d. Peradangan dan penyakit miokardium degenarif berhubungan dengan
gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontraksilitas menurun.
e. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya tidak secara langsung dipengaruhi jantung. Mekanisme
yang biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah melalui
jantung (mis, stenosis katup semiluner), ketidak mampuan jantung
untuk mengisi darah (mis, tamponade pericardium, perikarditas
konstriktif, konsep stenosis katup AV), atau penggosongan jantung
abnormal (mis, insufisiensi katup AV). Meningkatnya tekanan darah
sistemik (hipertensi ‘’maligna’’) dapat menyebabakan gagal jantung
meskipun tidak ada hipertrofi miokardial.
f. Factor sistemik
Terdapat sejumlah factor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (mis, demam,
15
tirotoksikosis), hipoksia, dan anemia memerlukan peningkatan curah
jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau
anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis
(respiratorik atau metabolic) dan abnormalitas elektrolit dapat
menurunkan kontraksilitas jantung. Disritma jantung yang dapat
terjadi dengan sendirinya atau secara sekunder akibat gagal jantung
menurunkan efisiensi keseluruhan fungsi jantung.
16
4) Penyakit paget’s
5) Fistula arteriovenous.
3. Patofisiologis
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan
kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung
lebih rendah dari curah jantung normal. Konsep curah jantung paling baik
dijelaskan dengan persamaan CO = HR X SV dimana curah jantung (CO:
cardiac autput) adalah fungsi frekuensi jantung (HR: heart rate) X volume
sekuncup (SV: stroke volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi system saraf otonom. Bila curah
jantung berkurang, system saraf simpatis akan mempercepat frekuensi
jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme
kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perkusi jaringan yang
memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan
diri untuk mempertahankan curah jantung.
Tetapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan
kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah
jantung normal masih dapat dipertahankan.
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi
tergantung pada tiga faktor: preload, kontraktilitas dan afterload.
17
a. Preload adalah sinonim dengan hukum Starling pada jantung yang
menyatakan bahwa jumlah darah yang ditimbulkan oleh panjangnya
tegangan serabut jantung.
b. Kontraktilitas adalah mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang
terjadi pada tingkat seldan berhubungan dengan perubahan panjang
serabut jantung dan kadar kalsium.
c. Afterload adalah mengacu pada besarnya tekanan ventrikal yang harus
dihasilkan untuk memompa darah kelawan perbedaan tekanan yang
ditimbulkan oleh tekanan arteliole.
Pada gagal jantung, jika satu atau lebih dari ketiga faktor tersebut
terganggu, hasilnya curah jantung berkurang. Kemudahan dalam
menentukan pengukuran hemodinamika melalui prosedur pemantauan
invasi setelah mempermudah diagnosa gagal jantung kongestif dan
mempermudah penerapan terapi farmakologis yang efektif.
18
Penjelasan pathway
19
CHF kanan mempengaruhi tekanan diastolik sehingga meningkatkan
dan terjadi pembendungan atrium kanan.sehingga terjadi penimbunan
asam laktat di bendungan vena sistemik.Hal tersebut mempengaruhi organ
limpa dan hepar Pada organ limpa akan terjadi splenomegali sedangkan
pada organ hepar akan terjadi hepatomegali .Keduanya (splenomegali dan
hepatomegali ) akan mendesak diafragma sehingga terjadi sesak nafas
(pola napas tidak efektif)
4. Manisfestasi Klinis
Tanda dominan gagal jantung adalah meningkatnya volume
intravaskuler kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat
akibat penurunan curah jantung. Peningkatan vena pulmonalis dapat
menyebabkan cairan mengalir dari kapiler pari ke alveoli, akibatnya
terjadi edema paru yang dimanifestasikan dengan batuk dan napas
pendek. Meningkatnya tekanan vena sistemik dapat mengakibatkan
edema perifer umum dan penambahan berat badan.
Turunya curah jantung pada gagal jantung dimanifestasikan secara
luas karena darah tidak dapat mencapai jaringan dan organ (perfusi
rendah) untuk menyampaikan oksigen yang dibutuhkan. Beberapa efek
yang biasanya timbul akibat perfusi rendah adalah pusing, konfusi,
kelelahan, tidak toleran terhadap latihan dan panas, ekstremitas dingin,
dan haluaran urin berkurang (oliguri). Tekanan perfusi ginjal menurun,
mengakibatkan pelepasan renin dari ginjal, yang pada gilirannya akan
menyebabkan sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan serta
peningkatan volume intravaskuler.
a. Gagal jantung sisi kiri dan kanan
Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah.
Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel kanan.
Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut. Karena
curah ventrikel berpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah satu
ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
b. Gagal jantung kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, jarena ventrikel kiri
tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. peningkatan
20
tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke
jaringan paru. manifestasi klinis yang terjadi:
1) Denyut jantung cepat (takikardi)
2) Dyspnea
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu
pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnu, kesulitan bernapas saat
berbaring. Pasien yang mengalami ortopnu tidak akan mau
berbaring, tetapi akan menggunakan bantal agar bisa tegal di
tempat tidur atau duduk di kursi, bahkan saat tidur. Beberapa
pasien hanya mengalami ortopnu pada malamhari, suatu kondisi
yang dinamakan paroxismal noktural dispnea (PND). Hal ini
terjadi bila pasien yang sebelumnya duduk lama dengan posisi
kaki dan tangan dibawah, pergi berbaring ke tempat tidur. Setelah
beberpa jam cairan yang tertimbun di ekstremitas yang
sebelumnya berada dibawah mulai diabsorpsi, dan ventrikel kiri
yang sudah terganggu tidak mampu mengosongkan peningkatan
volume dengan adekuat. Akibatnya, tekanan dalam sirkulsi paru
meningkat dan lebih lanjut cairan berpindah ke alveoli.
3) Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat
jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya
pembuangan sisa hasil katabolisme, juga terjadi karena
meningkatnya energi yang digunakan untuk bernapas
4) Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat
kesakitan bernapas dan pengetahuan bahwa jantung tidak
berfungsi dengan baik. Begitu terjadi kecemasan, terjadi juga
dispnu yang pada gilirannya memperberat kecemasan.
5) Batuk
Batuk yang berhubungan dengan gagal ventrikel kiri bisa kering
dan tidak produktif, tetapi yang tersering adalah batuk basah, yaitu
batuk yang menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah banyak
yang kadang disertai bercak darah
21
c. Gagal jantung kanan
Bila ventrikel kanan gagal yang menonjol adalah kongesti visera dan
jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu
mengosongkan volume darag dengan adekuat sehingga tidak dapat
mengakomodasi semua darah secara normal kembali dari sirkulsi
vena.
1) Edema : dimulai pada kaki dan tumit (edema dependen) dan
secara bertahap bertambah ke atas tungkai dan paha akhirnya ke
genetalia eksterna dan tubuh bagian bawah. Edema sakral sering
jarang terjadi pada pasien yang berbaring lama, karena daerah
sakral menjadi daerah yang dependen. Pitting edema adalah
edema yang akan tetap cekunf bahkan setelah penekanan ringan
dnegna ujung jari.
2) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini
berkembang maka tekanan dalam pembuluh portal meningkat
sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen (asites).
Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen menyebabkan
tekanan pada diafragma dan distress pernapasan.
3) Anoreksia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis
vena dalam rongga abdomen
4) Nokturia (rasa ingin buang air kecil pada malam hari) terjadi
karena perfusi renal didukung oleh posisi penderita pada saat
berbaring
5) Kelemahan disebabkan karena menurunnya curah jantung,
gangguan sirkulasi dan pembuangan produk sampah katabolisme
yang tidak adekuat dari jaringan.
d. Kriteria mayor
1) Paroksismal noctural dispnea
Dispnea yang terjadi saat tidur sebagai akibat terjadinya
kegagalan pada ventrikel kiri dan akan pulih ketika duduk disisi
tempat tidur
2) Distensia vena leher
Penggelembungan atau pembesaran vena pada leher
22
3) Ronki paru
4) Kardiomegali
Suatu kondisi yang ditandai oleh pembesaran jantung, baik
karena otot jantung menebal atau ruang jantung membesar,
biasanya akibat jantung harus terus menerus bekerja lebih keras
dari normal, seperti yang terjadi dengan tekanan darah tinggi
5) Edema paru akut
6) Gallop S3
Bunyi jantung bernada rendah dan dalam keadaan normal
terdengar ± 0,015 sampai 0,017 detik setelah bunyi jantung II,
terjadi akibat getaran cepat dari aliran darah saat pengisian cepat
dari ventrikel. Dapat terdengar pada anak sampai dewasa muda.
Bunyi jantung I, II, dan II memberi suara derap kuda : gallop
Rhytm
7) Peninggian vena jugularis
8) Refluks hepatojugular
e. Kriteria minor
1) Edema ekstremitas
2) Batuk malam hari
3) Dipnea d’effort
Sesak nafas yang terjadi saat melakukan kegiatan fisik dan akan
menghilang bila istirahat beberapa saat
4) Hepatomegali
Penyekit yang diakibatkan oleh terjadinya pembesaran ukuran
organ hati yang melebihi ukuran normalnya
5) Efusi pleura
6) Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
7) Takikardi (>120/menit)
23
2) Diagnosa gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria mayor
dan 2 kriteria minor
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. EKG: hipertropi atrial atau ventrikular, penyimpangan aksis, iskemis,
dan kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia, mis,. Takikardia,
fibrilasi atrial, mungkin sering terdapat KVP. Kenaikan segmen ST/T
persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard menunjukkan
24
adanya aneurisme ventrikular (dapat menyebabkan gagal/disfungsi
jantung).
b. Sonogram (ekokardiogram, ekokardiogram dopple): dapat
menunjukkan dimensi pembesaran fisik, perubahan dalam
fungsi/struktur katup, atau area penurunan kontraktilitas ventrikular.
c. Skan jantung: (Multigated acquistion [MUGA]): tindakan
penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding.
d. Kateterisasi jantung: tekanan abnormal merupakan indikasi dan
membantu membedakan gagal jantung sisi kanan versus sisi kiri, dan
stenosis katup atau insufisiensi. juga Mengkaji patensi arteri koroner.
Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran
abnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontraktilitas.
e. Rontgen dada: dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan
mencerminkan dilatasi/hipertrofi bilik, atau perubahan dalam
pembuluh darah mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal.
Kontur abnormal, mis., bulging pada perbatasan jantung kiri, dapat
menunjukkan aneurisme ventrikel.
f. Enzim hepar: meningkan dalam gagal/kongesti hepar.
g. Elektrolit: mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan
fungsi ginjal, terapi deuretik.
h. Oksimetri nadi: saturasi oksigen mungkin rendah, terutama jika GJK
akut memperburuk PPOM atau GJK kronis.
i. AGD: gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan
(din) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).
j. BUN, kreatinin: peningkatan BUN menandakan penurunan defusi
ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal
ginjal.
k. Albumin/transferin serum: mungkin menurun sebagai akibat
penurunan masukkan protein atau penurunan sistesis protein dalam
hepar yang mengalami kongesti.
l. HSD: mungkin menunjukkan anemia, polisitemia, atau perubahan
kepekatan menandakan ritensi air. SDPmungkin meningkat,
mencerminkan MI baru/akut, perikarditis, atau status
inflamasi/infeksius lain.
25
m. Kecepatan sidimentasi (ESR): mungkin meningkat, menandakan
reaksi implamasi akut.
n. Pemeriksaan tiroid: peningkatan aktivitas tiroid menunjukkan
hiperaktivitas tiroid sebagai pre-penketus GJK.
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari dekompensasi kordis pada dasarnya diberikan hanya
untuk menunggu saat terbaik untuk melakukan tindakan bedah pada
penderita yang potentially curable. Dasar pengobatan dekompensasi
kordis dapat dibagi menjadi:
a. Keperawatan
Dalam pengobatan keperawatan yang ditekankan adalah istirahat,
dimana kerja jantung dalam keadaan dekompensasi harus dikurangi
benar–benar dengan tirah baring (bed rest) mengingat konsumsi
oksigen yang relatif meningkat.
Sering tampak gejala–gejala jantung jauh berkurang hanya dengan
istirahat saja. Diet umumnya berupa makanan lunak dengan rendah
garam. Jumlah kalori sesuai dengan kebutuhan. Penderita dengan gizi
kurang diberi makanan tinggi kalori dan tinggi protein. Cairan
diberikan sebanyak 80–100 ml/kgbb/hari dengan maksimal 1500
ml/hari.
b. Medis
Tujuan penatalaksanaan medis pada pasien dengan edema paru akut
adalah mengurangi volume sirkulasi total untuk memperbaiki
pertukaran gas pernapasan. Tujuan ini dapat dicapai dengan
kombinasi terapi oksigen dan terapi medis serta dukungan perawat.
1) Oksigenisasi. Oksigen diberikan dengan konsentrasi yang adekuat
untung mengurangi hipoksia dan dispnu. Bila tanda – tanda
hipoksia menetap, oksigen harus diberikan dengan tekanan positif
intermiten atau kontinu. Bila terjadi gagal nafasmeskipun
penatalaksanaanya tetap optimal, perlu diberikan intubasi
endotrakea dan ventalasi mekanis. Penggunaan tekanan positif
akhir ekspirasi (PEEP = positif and expiratory pressure) sangat
26
efektif untuk mengurangi aliran balik vena, menurunkan tekanan
kapiler paru, dan memperbaiki oksigenisasi. Oksigenisasi dipantau
melalui pulsa oksimetri dan pengukuran gas darah arteri.
2) Farmakoterapi : morfin. Morfin diberikan secara intravena dalam
dosis kecil untuk mengurangi kecemasan dan dispnu dan
menurunkan tekanan perifer sehingga darah dapat didistribusikan
dari sirkulasi paru kebagian tubuh yang lain. Hal tersebut akan
menurunkan tekanan dalam kapiler sehingga darah dapat
didistribusikan dari sirkulasi paru kebagian tubuh yang lain. Hal
tersebut akan menurunkan tekanan dalam kapiler paru dan
mengurangi perembesan cairanke jaringan paru. Morfin juga
bermanfaat dalam menurunkan kecepatan napas.
(a) Morfin tidak boleh diberikan bila edema paru disebabkan oleh
cedera vaskuler otak, penyakit paru kronis atau syok
kardiogenik.
(b) Pasien harus diawasi bila terjadi depresi pernapasan berat;
antagonis morfin (nalaxone hydrocloride {nar-can}) harus
tersedia.
3) Diuretik. Furosemide(lasix) diberikan secara intravena untuk
memberikan efek diuretik yang cepat. Furosemide juga
mengakibatkan vasodilatasi dan penimbunan darah dipembuluh
darah perifer yang pada gilirannya mengurangi jumlah darah yang
kembali kejantung bahkan sebelum terjadi diuretik. Beberapa
dokter lebih menyukai bemetanide (bumex) dan diuril sebagai
pengganti furosemide dispnu akan segera hilang dan kongesti paru
berkurang. Indwelling chateter harus dipasang karena dalam
beberapa menit setelah diuretik diberikan akan terbentuk sejumlah
besar urin.
(a) Penurunan tekanan darah, penekanan frekuensi jantung dan
penurunan haluaran urin merupakan petunjuk bahwa sistem
peredaran darah tidak mampu mentolerensi diuretik dan harus
diambil tindakan untuk mengatasi hipovolemia yang terjadi.
(b)Pasien dengan hiperplasi prostat harus diawasi adanya tanda
retensi urine.
27
4) Digitalis. Untuk meningkatkan kontraktilitas jantung, dan curah
ventrikel kiri, maka pasien harus diberi preparat digitalis kerja
cepat. Perbaikan kontraktilitas jantung akan meningkatkan curah
jantung, memperbaiki diuresis dan menurunkan tekanan diastole.
Jadi tekanan kapiler paru dan transudasi atau perembesan cairan ke
alveoli akan berkurang.
(a) Digitalis harus diberikan dengan sangat hati – hati pada pasien
dengan infark miokardium akut, karena pasien ini sangat sensitif
terhadap digitalis dan dapat mengalami distrimia toksik.
(b)Kalium serum harus diukur secara berkala karena diuresis akan
mengakibatkan hipokalemia. Efek digitalis akan diperkuat bila
ada hipokalemia sehingga dapat terjadi keracunan digitalis.
(c) Bila pasien telah/sedang dalam terapi digitalis, maka terapi
harus dihentikan sampai kemungkinan keracunan digitalis dapat
disingkirkan.
5) Aminofilin. Bila pasien mengalami whezing dan terjadi
bronkospasme yang berarti, maka perlu diberikan aminofiline
untuk merelaksasi bronkospasme.
(a)Aminofilin diberikan secara intravena secara terus menerus
dengan dosis sesuai berat badan.
(b)Posisi. Posisi yang teppat dengan mengurangi aliran balik vena
ke jantung.
(c) Pasien diposisikan dalam posisi tegak, dengan tungkai dan kaki
di bawah, sebaiknya kaki menggantung disisi tempat tidur.
(d)Bila tidak dapat duduk dengan exstremitas bawah menggantung,
pasien dapat ditidurkan dalam posisi tegak ditempat tidur.
6) Rotasi tornikuet dan flobotem. Penggunaan rotasi torniket secara
mekanis akan menurunkan volume darah yang kembali kejantung
(preload) dulunya merupakan.penatalaksanaan pertama edema paru
akut. Torniket yang dipasang pada tiga atau empat ekstremitas
dengan cukup kuat, telah mampu menghambat aliran balik vena ke
jantung, tetapi tidakterlalu ketat sampai mengganggu aliran arteri
ke seluruh ekstremitas. Untuk menghindari bahaya berkurangnya
oksigenisasi ke ekstremitas. Torniket dirotasi setiap 15 menit
28
searah jarum jam. Torniket sangat menyakitkan dan mengganggu
pasien yang sebelumnya sudah merasakan sesak nafas. Selain itu
stagnasi darah di ekstremitas dapat menimbulokan trombeoboli
yang serius.
7) Terapi flebotomi. Pengambilan sejumlah darah untuk alasan terapi,
pernah digunakan pada edema paru berat, meskipun flebetomi
merupakan tektin terapi pada beberapa kondisi hematologis (mis. ,
polisetemia vera) , tetapi sudah tidak bisa diterima sebagai terapi
edema paru.
8) Dukungan psikologi. Ketakutan dan kecemasan yang berlebihan
merupakan gambaran utama pada edema paru. Emosin yang
muncul dengan sendirinya ini membuat kondisi menjadi semakin
sulit. Meyakinkan pasien dan memberikan asuhan keperawatan
yang cermat sebagai tindakan antisipasi merupakan bagian integral
terapi. Karena pasien tersebut mengalami perasaan akan menjelang
ajal, maka sebaiknya perawat meluangkan waktu lebih lama untuk
menemani pasien. Asuhan keperawatan harus disusun untuk
memperbanyak kehadiran perawat disisi tempat tidur pasien. Pasien
harus sering diberi informasi yang mudah dan ringkas mengenai
apa yang telah dilakukan untuk merawat penyakitnya dan
bagaimana ia merespon.
7. Komplikasi
a. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri
atau gagal jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami
kerusakan yang luas. Otot jantung kehilangan kekuatan
kontraktilitasnya, menimbulkan penurunan curah jantung dengan
perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung, otak,
ginjal). Derajat syok sebanding dengan disfungsi ventrikel kiri.
Meskipun syok kardiogenik biasanya sering terjadi sebagai
komplikasi MI, namun bisa juga terjadi pada tamponade jantung,
emboli paru, kardiomiopati dan disritmia.
29
b. Episode tromboembolik
Kurangnya mobilitas pasien penyakit jantung dan adanya gangguan
sirkulasi yang menyertai kelainan berperan dalam pembentukan
trombus intrakardial dan intravaskular. Begitu pasien meningkatykan
aktivitasnya setelah mobilitas lama, sebuah trombus dapat terlepas
(trombus yang terlepas dinamakan embolus) dan dapat terbawa ke
otak, ginjal, usus dan paru.
Episode emboli yang paling sering adalah emboli paru. Gejala emboli
paru meliputi nyeri dada, sianosis, napas pendek dan cepat serta
hemoptisis (dahak berdarah). Emboli paru akan menyumbat sirkulasi
ke bagian paru, menghasilkan suatu daerah infark paru. Nyeri yang
dirasakan bersifat pleuritik-artinya, akan semakin nyeri saat bernapas
dan menghilang saat pasien menahan napasnya. Namun demikian
nyeri jantung akan tetapi berlanjut, dan biasanya tidak dipengaruhi
pernapasan.
Emboli sistemik dapat berasal dari ventrikel kiri. Sumbatan vaskuler
dapat menyebabkan stroke atau infark ginjal, juga dapat mengganggu
suplai darah ke ekstremitas.
c. Efusi perikardial dan Tamponade Jantung
Efusi perikardial mengacu pada masuknya cairan ke dalam kantung
perikardium. Kejadian ini biasanya disertai dengan perikarditis, gagal
jantung atau bedah jantung. Secara normal kantung perikardium berisi
cairan sebanyak kurang dari 50 ml. Cairan perikardium akan
terakumulasi secara lambat tanpa menyebabkan gejala yang nyata.
Namun demikian perkembangan efusi yang cepat dapat
merenggangkan perikardium sampai ukuran maksimal dan
menyebabkan penurunan curah jantung
30
kelebihan cairan paru dan tanda serta gejala sistemis. Semua tanda
yang mengarah kesana harus dicatat dan dilaporkan.
1) Pernapasan
Paru harus diauskultasi dengan interval sesering mungkin untuk
menentukan ada atau tidak adanya sekret dan wheezing. Krekel
terjadi oleh gerakan udara melalui cairan, dan menunjukkan
terjadinya kongesti paru. Frekuensi dan dalamnya pernapasan juga
harus dicatat.
2) Jantung
Jantung diauskultasi mengenai adanya bunyi jantung S3 atau S4.
Adanya tanda tersebut berarti bahwa pompa mulai mengalami
kegagalan, dan pada setiap denyutan, darah yang tersisa didalam
ventrikel makin banyak. Frekuensi dan irama juga harus dicatat.
Frekuensi yang terlalu cepat menunjukkan bahwa ventrikel
memerlukan waktu yang lebih banyak untuk pengisian, serta
terdapat stagnasi darah yang terjadi di atria dan pada akhirnya juga
di paru.
3) Penginderaan / Tingkat Kesadaran
Bila volume darah dan cairan dalam pembuluh darah meningkat,
maka darah yang beredar menjadi lebih encer dan kapasitas
transpor oksigen menjadi berkurang. Otak tidak dapat bertoleransi
terhadap kekurangan oksigen dan pasien mengalami konfusi
4) Perifer
Bagian bawah tubuh pasien harus dikaji akan adanya edema. Bila
pasien duduk tegak, maka yang diperiksa adalah kaki dan tungkai
bawah; bila pasien berbaring telentang, yang dikaji adalah sakrum
dan punggung untuk melihat adanya edema. Jari dan tangan kadang
juga bisa mengalami edema. Pada kasus khusus gagal jantung,
pasien dapat mengalami edema periorbital, dimana kelopak mata
tertutup karena bengkak. Hati diperiksa juga akan adanya
hepatojugular refluks. Pasien diminta bernapas secara normal pada
saat dilakukan penekanan pada hati selama 30 sampai 60 detik.
Bila distensi vena leher meningkat lebih dari 1 cm, maka tes ini
positif menunjukkan adanya peningkatan tekanan vena
31
5) Distensi Vena Juguler. JVD juga harus dikaji. Ini dilakukan dengan
mengangkat pasien dengan sudut sampai 45 derajat. Jarak antara
sudut louis dari tingginya distensi vena juguler ditentukan. Jarak
yang lebih dari 3 cm dikatakan tidak normal. Ingat bahwa ini hanya
perkiraan dan bukan pengukuran pasti
6) Haluaran urin
Pasien bisa mengalami oliguria (berkurangnya haluaran urin
kurang dari 100 dan 400 ml/24 jam) atau anuria (haluaranurin
kurang dari 100 ml/24jam ). Maka penting sekali mengukur
haluaran urin sesering mungkin untuk membuat dasar pengukuran
efektivitas diuretik. Masukan dan haluaran harus dicatat dengan
baik dan pasien di timbang setiap hari, pada saat yang sama dan
pada timbangan yang sama.
b. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan pada data pengkajian, maka diagnosa utama pasien
meliputi yang berikut :
1) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelebihan dan dispnu
akibat turunnya curah jantung
2) Kecemasan berhubungan dengan kesulitan bernapas dan
kegelisahan akibat oksigenasi yang tidak adekuat
3) Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan stasis vena
4) Potensial kurang pengetahuan mengenai program perawatan diri
berhubungan dengan tidak bisa menerima perubahan gaya hidup
yang dianjurkan
c. Intervensi dan Implementasi
Tujuan utama mencakup bertambahnya istirahat, penghilang
kecemasan, pencapaian perfusi jaringan yang normal, pemahaman
mengenai program perawatan diri dan tidak terjadi komplikasi
1) Bertambahnya istirahat
Pasien perlu sekali beristirahat baik secara fisik maupun emosional.
Istirahat akan menurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga
cadangan jantung, dan menurunkan tekanan darah. Lamanya
berbaring juga merangsang diuresis karena berbaring akan
memperbaiki perfusi ginjal. Istirahat juga mengurangi kerja otot
32
pernapasan dan penggunaan oksigen. Frekuensi jantung menurun,
yang akan memperpanjang periode distole pemulihan sehingga
memperbaiki efisiensi kontraksi jantung
2) Posisi
Kepala tempat tidur harus dinaikkan 20 sampai 30 cm (8-10 inci)
atau pasien didudukkan di kursi. Pada posisi ini aliran balik vena ke
jantung (preload) dan paru berkurang, kongesti paru berkurang, dan
penekanan hepar ke diafragma menjadi minimal. Lengan bawah
harus disokong dengan bantal untuk mengurangi kelelahan otot
bahu akibat berat lengan yang menarik serta terus-menerus. Pasien
yang bernapas hanya pada posisi tegak (ortopnu) dapat didudukkan
di sisi tempat tidur dengan kedua kaki disokong kursi, kepala dan
lengan diletakkan dimeja tempat tidur dan vertebra lumbosakral
disokong dengan bantal, bila terdapat kongesti paru, maka lebih
baik pasien didudukkan di kursi karena posisi ini dapat
memperbaiki perpindahan cairan dari paru. Edema yang biasanya
terdapat di bagian bawah tubuh, berpindah ke daerah sakral ketika
pasien dibaringkan di tempat tidur
3) Penghilangan kecemasan
Karena pasien yang mengalami gagal jantung mengalami kesulitan
mempertahankan oksigenasi yang adekuat, maka mereka
cenderung gelisah dan cemas karena sulit bernapas. Gejala ini
cenderung memburuk pada malam hari.
Menaikkan kepala tempat tidur dan membiarkan lampu menyala
di malam hari sering sangat membantu. Kehadiran anggota
keluarga cukup memberi rasa aman pada kebanyakan pasien.
Oksigen dapat diberikan selama stadium akut untuk mengurangi
kerja pernapasan dan untuk meningkatkan kenyamanan pasien.
Morfin dengan dosis kecil dapat diberikan untuk dispnu yang berat
dan hipnotis juga dapat diberikan untuk membantu pasien tidur.
(a) Pada pasien dengan kongesti hepatik, hati tidak mampu
melakukan proses detoksifikasi racun obat-obatan dalam
jangka waktu yang normal. Oleh sebab itu obat-obat harus
diberikan secara hati-hati
33
(b)Hipoksia serebral yang disertai retensi nitrogen merupakan
masalah pada gagal jantung dan dapat menyebabkan pasien
bereaksi negatif terhadap penenang dan hipnotik, ditandai
dengan adanya konfusi dan peningkatan rasa cemas.
(c) Hindari penggunaan ikatan karena dapat menjerat, yang
menyebabkan kerja jantung meningkat. Pasien yang tidak
dapat tidur dimalam hari dapat duduk dengannyaman di kursi.
Posisi ini menyebabkan sirkulasi serebral maupun sistemik
membaik, sehingga kualitas tidur menjadi lebih baik.
4) Menghindari stres
Pasien yang sangat cemas tidak akan mampu beristirahat dengan
cukup. Stres emosional mengakibatkan vasokontriksi, tekanan
arteri meningkat, dan denyut jantung cepat. Memberikan
kenyamanan fisik dan menghindari situasi yang cenderung
menyebabkan kecemasan dan agitasi dapat membantu pasien
untuk rileks. Istirahat dilanjutkan beberapa hari hingga beberapa
minggu sampai gagal jantung dapat dikontrol
5) Memperbaiki perfusi jaringan normal
Penurunan perfusi jaringan yang terjadi pada gagal jantung adalah
akibat tingkat sirkulasi oksigen yang tidak adekuat dan stagnasi
darah di jaringan perifer. Latihan harian ringan dapat
memperbaiki aliran darah ke jaringan perifer. Oksigenasi yang
adekuat dan diuresis yang sesuai juga dapat memperbaiki perfusi
jaringan. Diuresis yang efektif dapat mengurangi pengenceran
darah, sehingga meningkatkan kapasitas pengangkutan oksigen
dalam sistem vaskular. Istirahat yang memadai sangat penting
untuk memperbaiki perfusi jaringan yang adekuat
(a) Bahaya yang dapat timbul pada tirah baring adalah dekubitus
(terutama pada pasien edema), flebotrombosis, dan emboli
pulmoner. Perubahan posisi, nafas dalam, kaus kaki elastik,
dan latihan tungkai semuanya dapat memperbaiki tonus otot,
sehingga membatu aliran balik vena ke jantung.
6) Penyuluhan pasien dan pertimbangan perawatan di rumah
34
Setelah gagal jantung dapat terkontrol, pasien di bimbing untuk
secara bertahap kembali ke gaya hidup dan aktivitas sebelum
sakit sedini mungkin. Aktivitas kehidupan sehari-hari harus
direncanakan untuk meminimalkan periode apnu dan kelelahan.
Berbagai penyesuaian kebiasaan, pekerjaan, dan hubungan
intrapersonal biasanya harus dilakukan. Setiap aktivitas yang
menimbulkan gejala harus dihindari atau dilakukan adaptasi.
Pasien harus dibantu untuk mengidentifikasi stres emosional dan
menggali cara-cara untuk menyelesaikannya.
d. Evaluasi
1) Mengalami penurunan kelelahan dan dispnea
(a) Mampu beristirahat secara adekuat baik fisik maupun
emosional
(b)Berada pada posisi yang tepat yang dapat mengurangi
kelelahan dan dispnu
(c) Mematuhi aturan pengobatan
2) Mengalami penurunan kecemasan
(a) Menghindari situasi yang menimbulkan stres
(b) Tidur nyenyak di malam hari
(c) Melaporkan penurunan stres dan kecemasan
3) Mencapai perfusi jaringan yang normal
(a) Mampu beristirahat dengan cukup
(b)Melakukan aktivitas yang memperbaiki aliran balik vena;
latihan harian sedang, rentang gerak ekstremitas aktif bila tidak
bisa berjalan atau harus berbaring dalam waktu lama,
mengenakkan kaos kaki penyokong
(c) Kulit hangat dan kering dengan warna normal
(d) Tidak memperlihatkan edema perifer
4) Mematuhi aturan perawatan diri
35
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
A. Kasus
Tn. M, usia 58 tahun, masuk rumah sakit pada tanggal 14Februari 2016, jam
00.30 WIB dengan diagnosa medis decompensasi cordis. Keluhan utama saat
datang adalah : cepat lelah, sesaknafas, dan BAK sedikit. Pada saat dilakukan
pengkajian pada tanggal 15Februari 2016, jam 08.00 WIB didapatkan data
sebagai berikut: klien mengatakan masih sesaknafas,lemas, dan mudah capai
terutama jika untuk ke kamar mandi, terlihat kedua kaki bengkak (edema).
Pasien mengatakan bahwa ia memiliki riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang
lalu, namun jarang kontrol atau berobat ke dokter.Hasil pemeriksaan fisik
menunjukkan BB: 78 kg, TB: 160 cm, TD: 160/90 mmhg, nadi : 87 X/menit
tidakteratur, RR: 28 X/menit, suhu : 36 derajatcelcius. Pasienmendapatkan
terapi O2 nasal kanul: 3 l/menit, infus NaCl 0,9%:5 tts/mnt, furosemide: 2 x 1
ampul, terpasang douwer catheter (produksi urin selama 4 jam: 100 cc).
B. Pembahasan Kasus
1. Pengkajian
a. Pengkajian Fisik
Pemeriksaan Fisik Umum :
1) Berat badan : 78 Kg (Sebelum Sakit :
………Kg)
2) Tinggi Badan : 160 cm
Sistem Pernafasan
36
Sistem Kardiovaskuler :
1) Sirkulasi Peripher
a) Nadi 87x/ menit : Irama : ( ) Teratur ( v )Tidak teratur
Denyut : ( ) Lemah ( ) Kuat
b) Tekanan darah : 160/90 mm/Hg
2) Sirkulasi Jantung
( ) Seperti terbakar
b. Penatalaksanaan
37
1) terapi nasal kanul : 31x/mnt
2) infus NaCl 0,9 : 5 tetes/mnt
3) furosemide : 2x 1 ampul (indikasi : untuk edema dan hipertensi ringan-
sedang)
4) pemasangan caterer, produksi urin (4jam : 100ml)
c. Data Fokus
Data Subjektif Data Objektif
d. Analisa Data
No Data Masalah Etiologi
38
terkontrol
DO :
- TD : 160/90
mmHg
- Kaki klien
edema
2 DS : Gangguan pertukaran perubahan membran
- Klien gas kapiler-alveolus
mengatakan
sesak nafas
DO :
- RR : 28x/mnt
- klien diberikan
terapi O2 nasal
kanuldalam
3L/menit
DO :
- Nadi : 87x/mnt
- Denyut nadi
tidak teratur
39
- RR : 28x/mnt
4 DS : klien mengatakan Kelebihan volume Peningkatan ADH
BAK sedikit cairan dan terjadinya
retensi urin dan H2O
DO: klien terpasang
douwer catheter,
Produksi urin selama 4
jam 100 cc
DO :
- TD : 160/90
- RR : 28x/mnt
- Terpasang
dower katether
( 4jam : 100 cc)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Curah jantung menurun b/d perubahan kontraktilitas miokardia/perubahan
inotropik
b. Kelebihan volume cairan b/d Peningkatan ADH dan terjadinya retensi
urin dan H2O
c. Pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolar
d. Perubahan Intoleransi aktivitas b/d Ketidakseimbangan anatara suplay
oksigen atau kebutuhan
e. Resiko kerusakan Integritas Kulit b/d Edema
3. Intervensi keperawatan
Diagnosa Kriteria hasil Intervensi
medis
40
Curah jantung Setelah dilakukan tindakan Mandiri :
menurun b/d keperawatan diharapkan
1. Aukultasi nadi apikal ;
perubahan klien menunjukan tanda
kaji frekuensi, irama
kontraktilitas vital dalam batas yang
jantung;
miokardia/peru dapat diterima (disritmia
(dokumentasikan
bahan terkontol atau hilang) dan
disritmia bila tersedia
inotropik bebas gejala gagal jantung
telemetri)
(mis., parameter
2. Catat bunyi jantung
hemodinamik dalam batas
3. Palpasi nadi prerifer
normal, haluaran urine
4. Pantau TD
adekuat). Dengan kriteria
5. Kaji kulit terhadap
hasil :
pucat dan sianosis
a. Menurunkan 6. Pantau haluaran urine,
laporan episode catat penurunan
dispnea, angina haluaran dan
b. Ikut serta dalam kepekatan/konsentrasi
aktivitas yang urine
mengurangi beban 7. Kaji perubahan pada
kerja jantung sensori, cth : letargi,
bingung, disorientasi,
cemas, dan depresi.
8. Berikan istirahat semi
rekumben pada tempat
tidur atau kursi. Kaji
dengan pemeriksaan
fisik sesuai indikasi.
9. Berikan istirahat
psikologi dengan
lingkungan tenang ;
menjelaskan
manajemen medik/
keperawatan;
membantu pasien
41
menghindari situasi
stres,
mendengar/berespons
terhadap ekspresi
perasaan/takut.
10. Berikan pispot
disamping tempat
tidur. Hindari aktivitas
respons valsava,
contoh mengejan
selama defekasi,
menahan nafas selama
perubahan posisi.
11. Tinggikan kaki,
hindari tekanan pada
bawah lutut. Dorong
olahraga aktif/pasif.
Tingkatkan ambulasi/
aktivitas sesuai
toleransi.
12. Periksa nyeri tekan
betis, menurunnya
nadi pedal,
pembengkakan,
kemerahan lokal atau
pucat pada ekstremitas
13. Jangan beri preparat
digitalis dan laporkan
dokter bila perubahan
nyata terjadi pada
frekuensi jantung atau
irama atau tanda
toksisitas digitalis.
42
Kolaborasi :
1. Berikan oksigen
tambahan dengan
kanula nasal/masker
sesuai indikasi.
Berikan obat sesuai
indikasi:
a. Diuretik, contoh
furosemid (Lasix);
asam etakrinik
(Edecrin);
bumetanid
(Bumex);
spironolakton
(Aldakton)
b. Vasodilator,
contoh nitrat
(nitro-dur, isodril);
anteriodilator,
contoh hidralazin
(Apresoline);
kombinasi obat,
contoh prazosin
(Minippres);
Digoksin
(Lanoxin);
c. Catopril
(Capoten);
lisinopril
(Prinivil);
43
enalapril
(Vasotec)
d. Morfin sulfat
e. Tranquilizer/sedati
f
f. Antikoagulan,
contoh heparin
dosis rendah,
warfarin
(coumadin)
g. Pemberian cairan
IV, pembatasan
jumlah total sesuai
indikasi. Hindari
cairan garam.
h. Pantau / ganti
elektrolit
i. Pantau seri EKG
dan perubahan
foto dada.
j. Pantau
pemeriksaan
laboratorium,
contoh BUN,
kreatinin.
k. Pemeriksaan
fungsi hati
(AST,LDH)
l. PT/APTT/pemerik
saan koagulasi
m. Siapkan untuk
insersi/mempertah
ankan alat pacu
44
jantung, bila
diindikasikan.
45
alveolar memeuhi kebutuhan 2. Anjurkan pasien batuk
perawatan diri sendiri efektif, nafas dalam
Dengan kriteria hasil : 3. Dorong perubahan
a. mencapai peningkatan posisi sering
toleransi aktivitas dan 4. Pertahnkan duduk di
dapat diukur kursi/tirah baring
dengan kepala tempat
tidur tinggi 20-30
derajat, posisi semi
fowler
Kolaborasi :
46
yang dapat diukur, beta
dibuktikan oleh 2. Catat respon
menurunya kardiopulmunal
kelemahan dan terhadap aktivitas,
kelelahan catat takikardi,
Tanda-tanda vital disritmia, dispnea,
dalam batas normal berkeringat, pucat
selama aktivitas 3. Kaji presipitator
atau penyebab
kelemahan contoh
pengobatan, nyeri,
obat
4. Evaluasi
peningkatan
intoleran aktivitas
5. Berikan bantuan
dalam aktivitas
perawatan diri
sesuai indikasi.
Selingi periode
aktivitas dengan
periode istirahat.
Kolaborasi:
1. Implementasikan
program rehabilitasi
jantung atau aktivitas
Resiko Setelah dilakukan tindakan Mandiri :
kerusakan keperawatan diharapkan
1. Lihat kulit, catat
Integritas Kulit klien dapat
penojolan tulang,
b/d Edema mempertahankan integritasi
adanya edema, area
kulit. Dengan kriteria hasil
47
: sirkulasi
1. mendemonstrasikan terganggu/pigmentasi
perilaku teknik 2. Ubah posisi sering di
mencegah kerusakan tempat tidur/kursi.
Bantu latihan rentang
gerak pasif/aktif
k
3. Berikan perawatan
kulit sering,
meminimalkan
dengan kelembaban
4. Periksa sepatu
kesempitan/sandal dan
ubah sesuai kebutuhan
5. Hindari obat
intramuskular
Kolaborasi :
1. Berikan tekanan
allternatif/kasur, kulit
domba, perlindungan
sirku/tumit.
4. Implementasi Keperawatan
Tanggal dan Waktu Implementasi
S:
O:
2. TD : 160/90
48
3. RR : 28x/mnt
4. Terpasang dower katether ( 4jam :
100 cc)
A:
Mandiri :
49
keperawatan; membantu pasien
menghindari situasi stres,
mendengar/berespons terhadap
ekspresi perasaan/takut.
10. memberikan pispot disamping
tempat tidur. Hindari aktivitas
respons valsava, contoh mengejan
selama defekasi, menahan nafas
selama perubahan posisi.
11. meninggikan kaki, hindari tekanan
pada bawah lutut. Dorong olahraga
aktif/pasif. Tingkatkan ambulasi/
aktivitas sesuai toleransi.
12. memeriksa nyeri tekan betis,
menurunnya nadi pedal,
pembengkakan, kemerahan lokal
atau pucat pada ekstremitas
13. Jangan memberi preparat digitalis
dan laporkan dokter bila perubahan
nyata terjadi pada frekuensi jantung
atau irama atau tanda toksisitas
digitalis.
Kolaborasi
S:
O:
50
Produksi urin selama 4 jam 100 cc
A:
P:
Mandiri :
1. memantau/ hitung keseimbangan
intake output selama 24 jam
2. memantau haluaran urin, catat jumlah
dan warna saat hari dimana diuresis
terjadi
3. mengubah posisi dengan sering,
tinggikan kaki bila duduk.
Pertahankan tetap kering dan berikan
bantalan sesuai indikasi
Kolaborasi:
4. memberikan obat sesuai indikasi.
Contoh diuretic, furosemide
(Lasix), bumutanide (Bumex)
5. mempertahankan
cairan/pembatasan natrium sesuai
indikasi
S:
O:
- RR : 28x/mnt
- klien diberikan terapi O2 nasal
51
kanuldalam 3L/menit
A:
Mandiri :
Kolaborasi :
S:
52
- Klien mudah capai ketika pergi ke
toilet
O:
- Nadi : 87x/mnt
- Denyut nadi tidak teratur
- RR : 28x/mnt
A:
Mandiri:
53
Kolaborasi:
1. mengimplementasikan program
rehabilitasi jantung atau aktivitas
S:
O:
- TD : 160/90 mmHg
- Kaki klien edema
A:
P:
Mandiri :
Kolaborasi :
54
1. Berikan tekanan allternatif/kasur,
kulit domba, perlindungan
sirku/tumit
5. Evaluasi
- TD : 160/90 mmHg
- RR : 28x/mnt
- Klien masih diberi
therapi O2 nasal
kanul 3L/mnt
P : lanjutkan intervensi
- Haluaran urin :
masih terpasang
douwer katheter
55
(4jam : 100 cc)
P : lanjutkan intervensi
O:
- RR : 28x/mnt
P : lanjutkan Intervensi
Perubahan Intoleransi S:
aktivitas b/d
- Klien masih lemah
Ketidakseimbangan anatara
- Klien masih capai
suplay oksigen atau
ketika bejalan ke
kebutuhan
toilet
O:
- Nadi : 87x/mnt
- Denyut nadi tidak
teratur
- RR : 28x/mnt
P : lanjutkan Intervensi
56
hipertensi tak
terkontrol
O:
- TD : 160/90 mmHg
- Kaki klien edema
P: lanjutkan intervensi
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
57
Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala),
ditandai oleh sesak nafas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang
disebabkan oleh struktur atau fungsi jantung. Gagal jantung dapat disebabkan
oleh gangguan yang mengakibatkan terjadinya pengurangan pengisian
ventrikel – (disfungsi diastolik) dan / atau kontraktilitas miokardial (disfungsi
sistolik). Gagal jantung merupkan hasil dari suatu kondisi yang menyebabkn
overload volume, tekanan dan fungsi miokard, ganguan pengisian,atau
peningkatan kebutuhan metabolic. Tanda dan gejala yang dapat muncul pada
gagal jantung dapat dibedakan menjadi dua yaitu mayor dan minor. Mayor
:Paroksismal noctural dispnea, Distensia vena leher, Ronki paru,
Kardiomegali, Edema paru akut, Gallop S3, Peninggian vena jugularis,
Refluks hepatojugular. Minor : Edema ekstremitas, Batuk malam hari,
Dipnea d’effort, Hepatomegali, Efusi pleura, Penurunan kapasitas vital 1/3
dari normal, Takikardi (>120/menit)
B. Saran
Mahasiswa sebagai calon perawat harus memahami dengan sungguh-sungguh
terkait masalah gangguan pernapasan terkait decompensasi cordis. Agar dapat
mengaplikasikan asuhan keperawatan mengenai masalah gangguan
pernapasan terkait decompensasi cordis di masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
Gibson,Jhon. (2009). Fisiologi dan Anatomi Modern Untuk Perawat. Jakarta :EGC
58
Jakarta : EGC
https://www.scribd.com/document/333162966/Gangguan-Kebutuhan-Oksigen-
Akibat-Patologi-Sistem-Kardiovaskular
59