Anda di halaman 1dari 21

PT. AR.

MUHAMAD
RUMAH SAKIT AR. BUNDA
Jl. Angkatan 45 No.525 Kel Gunung Ibul Prabumulih Timur Telp. 0713-322954

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT AR BUNDA PRABUMULIH


NOMOR : 045/ RS-Bunda / Pbm /I/ 2016

Tentang

PERENCANAAN, PELAKSANAAN, MONITORING PENGAWASAN, PELAPORAN


PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
RUMAH SAKIT AR BUNDA PRABUMULIH

DIREKTUR RUMAH SAKIT AR BUNDA

Menimbang : a Bahwa Rumah Sakit mempunyai kewajiban memberikan pelayanan yang


aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan
kepentingan pasien sesuai dengan standar.
b Bahwa Rumah sakit membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu
pelayanan kesehatan di rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien.
c Bahwa Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien.
d Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan di Rumah Sakit AR
Bunda Prabumulih agar dapat terlaksana dengan baik, maka perlu adanya
Peraturan Direktur Rumah Sakit AR Bunda Prabumulih tentang Perencanaan,
Pelaksanaan, Monitoring/Pengawasan, Pelaporan Program Peningkatan Mutu
dan Keselamatan Pasien sebagai landasan bagi penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang bermutu tinggi dalam rangka keselamatan pasien di Rumah
Sakit.
e Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam butir a, b, c,
dan d perlu ditetapkan dengan Kebijakan Direktur.
Mengingat : 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
2 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan
Pasien di Rumah Sakit.
3 Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1087/Menkes/SK/VIII/2008 tentang
Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit.
4 Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Rumah Sakit Depkes tahun 1994.
5 Surat Keputusan direktur No.01/RS-Bunda/PBM/I/2016 tentang Struktur
Organisasi Rumah Sakit AR Bunda Prabumulih.
Keputusan Direktur No. 001/RS-Bunda/Pbm/I/2014 .tentang Kebijakan
Pelayanan Rumah Sakit AR Bunda Prabumulih.

M E M UTU S KAN :
Menetapkan

Pertama : Pemberlakuan Peraturan Direktur Rumah Sakit AR Bunda Prabumulih tentang


Perencanaan, Pelaksanaan, Monitoring/Pengawasan, Pelaporan Program
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien, meliputi :
1. Kepemimpinan dan Perencanaan
2. Rancangan Proses Klinik dan Manajemen
3. Pemilihan Indikator dan Pengumpulan data
4. Validasi dan analisis dari Iindikator Penilainan
5. Manajemen resiko
6. Mencapai dan Mempertahankan peningkatan
Kedua : Peraturan Perencanaan, Pelaksanaan, Monitoring/ Pengawasan, Pelaporan Program
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien sebagaimana terlampir dalam surat
keputusan ini.

Ketiga : Direktur Rumah Sakit berpartisipasi dalam Perencanaan, Pelaksanaan,


Monitoring/Pengawasan, Pelaporan Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien.
Keempat : Pemilik Rumah Sakit bertanggung jawab penuh terhadap mutu dan keselamatan
pasien.
Kelima Pembinaan dan pengawasan program Perencanaan, Pelaksanaan,
Monitoring/Pengawasan, Pelaporan Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien di Rumah Sakit AR Bunda Prabumulih dilaksanakan oleh Komite Mutu dan
Keselamatan pasien Rumah Sakit AR Bunda Prabumulih.
Keenam : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan apabila terdapat
kekeliruan dalam Surat Keputusan ini akan dilakukan perubahan dan perbaikan
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Prabumulih
Pada Tanggal : 02 Januari 2016
DIREKTUR,
RUMAH SAKIT AR BUNDA

Dr. H. Alip Yanson, MARS


Lampiran : Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit
AR Bunda Prabumulih
No : 045/ RS-Bunda / Pbm /I / 2016
Tentang : Peraturan Perencanaan, Pelaksanaan,
Monitoring/ Pengawasan, Pelaporan
Program Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien
Tanggal : 02 Januari 2016

PERATURAN
PERENCANAAN, PELAKSANAAN, MONITORING/ PENGAWASAN, PELAPORAN
PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
DI RUMAH SAKIT AR BUNDA PRABUMULIH

I. Kepemimpinan dan Perencanaan


1. Pimpinan (Direktur dan pemilik) Rumah Sakit berpartisipasi dalam menyusun rencana
peningkatan mutu dan keselamatan pasien.

2. Rumah Sakit membentuk Komite Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) yang
bertanggung jawab kepada Direktur. KMKP dilengkapi dengan pedoman, panduan dan
prosedur kerja masing masing. Dan dalam hubungannya dengan Komite lain, KMKP
memiliki kedudukan sederajat/sama dengan Komite lain di Rumah Sakit AR Bunda
Prabumulih serta berhak meminta bantuan Komite lain apabila diperlukan.

3. Dalam kaitan koordinasi dengan Komite lainnya, maka KMKP diberi wewenang untuk
melakukan pertemuan dengan komite lain serta memiliki hak untuk mengusulkan suatu
usulan yang berkenaan dengan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien, serta berhak
memberikan pertimbangan keputusan Komite lain apabila diperlukan.

4. Adapun rencana Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien akan tertuang dalam
Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien yang akan dirapatkan bersama
dalam Rapat Tinjauan Medis dengan Direktur dan pemilik.

5. Rapat Tinjauan Manajemen adalah rapat yang dilaksanakan untuk meninjau proses
manajemen di Rumah Sakit antara pemilik, Direktur dan KMKP.
Adapun pelaksanaan akan dilakukan 2 tahap, yaitu

a) Rapat antara Direktur dengan KMKP setiap 1 bulan sekali.

b) Rapat antara Direktur, Komite Mutu dan Keselamatan Pasien, dan PT. AR Muhamad
setiap 3 bulan sekali.

6. Program Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit memenuhi persyaratan sebagai
berikut :

a) Bersifat khas, jelas sasaran, tujuan dan tata cara pelaksanaannya serta diarahkan
hanya untuk hal-hal yang bersifat pokok saja. Dengan adanya syarat seperti ini, maka
jelaslah untuk dapat melakukan program yang baik perlu disusun dahulu rencana
kerja program mutu dan keselamatan pasien.

b) Program mutu dan keselamatan pasien harus mampu melaporkan setiap


penyimpangan secara tepat, cepat dan benar. Untuk ini disebut bahwa suatu program
yang baik sebaiknya mempunyai mekanisme umpan balik yang baik.

c) Program mutu dan keselamatan pasien harus fleksibel dan berorientasi pada masa
depan. Program yang terlalu kaku dalam arti tidak tanggap terhadap setiap perubahan,
bukanlah program yang baik.

d) Program mutu dan keselamatan pasien harus sesuai dengan keadaan organisasi,
Program menjaga mutu yang berlebihan, terlalu dipaksakan sehingga tidak sesuai

dengan kemampuan yang dimiliki, tidak akan ekonomis dan karena itu bukanlah
suatu program yang baik.

e) Program mutu harus mudah dilaksanakan, Ini alasan dikembangkan program untuk
menjaga mutu mandiri atau Self assesment. Ada baiknya program tersebut dilakukan
secara langsung, dalam arti dilaksanakan oleh pihak-pihak yang melaksanakan
pelayanan kesehatan.

f) Program mutu harus mudah dimengerti dan dapat diimplementasikan oleh semua
instalasi/unit/ruangan di Rumah Sakit AR Bunda Prabumulih.
7. Program Mutu dan Keselamatan mempunyai prinsip prinsip sebagai berikut :

a) Berfokus pada Pasien : Mutu dan Keselamatan Pasien dilihat sebagai outcome (hasil)
dari pemberian asuhan dan pelayanan, yang sesuai dengan harapan pengguna jasa
rumah sakit.

b) Berfokus Pada Perbaikan Proses : Peningkatan mutu hanya dapat dicapai melalui
perbaikan berkelanjutan dari proses dan sistem. Sistem adalah rangkaian langkah-
langkah manajerial oleh organisasi Rumah Sakit yang memberikan suatu hasil
(outcome) pada pasien melalui proses pengelolaan masukan (input) dan tuntasnya
pelaksanaan kebijakan/pedoman/prosedur atau tindakan yg dijalani pasien (output).
Proses perbaikan terus-menerus melalui siklus PDSA (Plan, Do, Study, Action) pada
semua unit kerja.

c) Standar-standar dan Data : Data dan standar-standar profesi ( Standar Praktek dan
standar Asuhan ) digunakan untuk menuntun dan mengevaluasi perbaikan-perbaikan
kegiatan yang telah diprogramkan

d) Kepemimpinan dan Partisipasi Staf : Semua staf didorong untuk berperan dan secara
kreatif terlibat dalam perbaikan mutu secara berkelanjutan. Direksi, pejabat
struktural, pejabat fungsional di RS (Kepala Bagian/ Bidang/ Seksi, Komite, Panitia)
memfasilitasi kegiatan-kegiatan berkaitan dengan peningkatan mutu dan keselamatan
pasien RS.

e) Perencanaan : Kegiatan Perbaikan Mutu dan keselamatan pasien merupakan bagian


integral atau tak terpisahkan dari Rencana Strategis (RENSTRA) Rumah Sakit.

f) Kolaborasi (kerjasama) Multidisiplin : Kerjasama antara semua komponen baik


struktural maupun fungsional adalah elemen kunci dalam manajemen mutu dan
keselamatan pasien di rumah sakit. Dalam hal ini bekerja sama dengan ; Team
Komite Keperawatan, Sub Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi RS
(KPPIRS), Sub Komite Sasaran Keselamatan Pasien, Sub Komite Mutu Profesi pada
Komite Medik, Program Kesehatan dan keselamatan kerja RS, Diklat dan Humas.
g) Penampilan Kelompok Kerja (Tim) dan Individu : Dalam melakukan pekerjaan
sehari-harinya baik kelompok kerja maupun setiap individu perlu senantiasa
mempertahankan kinerjanya yang optimal dalam menerapkan standar yang telah
ditetapkan antara lain ; bekerja sesuai tugas pokok setiap sub, Kebijakan Pedoman,
SOP, Program dan Kerangka Acuan, dengan berpatokan pada pencapaian standar
kinerja yang telah ditetapkan.

h) Diklat : Pendidikan, latihan dan pengembangan bagi staf dan profesi secara
berkelanjutan merupakan elemen penting dalam perbaikan mutu dan keselamatan
pasien secara berkelanjutan. Adapun macam pelatihan Komite Mutu dan
Keselamatan Pasien terdiri dari 3 hal :

a. Pelatihan dan Training Staf Komite Mutu tentang Mutu RS

 Konsep Mutu

 RCA, KNC, KTD, KPRS

 Handling Complain

 Statistik

 Risk Management

 Audit Internal

 Service Excellenth

b. Pelatihan dan Training terhadap Koordinator Mutu /tim pengumpul indicator


mutu.

 Konsep Mutu

 RCA, KNC, KTD, KPRS

 Handling Complain.

 Statistik
 Risk Management

 Audit Internal

c. Manajemen Puncak Pelatihan dan Training Direktur.

 Clinical Pathway

 Akreditasi.

8. Pemberian pelatihan bagi staf Komite Mutu dan Keselamatan Pasien maupun staf
lainnya yang bersifat mandatory training yang meliputi :

a) Bantuan Hidup Dasar / BLS (Basic Life Support)

b) Fire Safety/APAR dan evakuasi bencana.

c) Patient Safety dan Mutu

d) Medication eror

e) PPI (Hand Hygiene)

9. Manajemen rumah sakit bersama Kepala Unit Kerja yang ada, berbagai bidang,
merancang suatu proses klinis dan manajerial dengan baik.

10. Rumah sakit melakukan upaya berkesinambungan merencanakan, merancang, mengukur,


menganalisis dan meningkatkan proses klinis maupun manajerial diatur dengan baik dan
dengan kepemimpinan yang jelas agar dicapai hasil maksimal.

11. Pimpinan Rumah Sakit memberikan bantuan teknologi dan lainnya untuk mendukung
Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien, seperti PC dan Printer.

12. Rumah sakit menerapkan dan mempertahankan perubahan yang ditimbulkan dalam
proses perbaikan mutu. Rumah sakit juga menggunakan data untuk memfokuskan diri
pada masalah-masalah yang menjadi prioritas.

13. Rumah sakit secara proaktif mengidentifikasi dan mengurangi risiko dan variasinya.

14. Pemberian informasi ke staf rumah sakit mengenai setiap kegiatan atau hasil evaluasi
maupun rapat berkenaan tentang Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien melalui
media cetak, media elektrolik, pertemuan rutin, sebagaimana pelaksanaannya diatur
melalui SPO Sosialisasi Komite Mutu dan Keselamatan Pasien.
II. Rancangan Proses Klinik dan Manajemen
1. Bahwa dalam rangka kendali mutu dan kendali biaya pelayanan rumah sakit perlu dibuat
alur klinis (Clinical Pathway) untuk kasus penyakit tertentu atau tindakan tertentu.

2. Clinical Pathway didefinisikan sebagai suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu


yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan standar

pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis bukti dengan hasil yang terukur
dan dalam jangka waktu tertentu selama pasien berada di Rumah Sakit.

3. Pimpinan RS menetapkan proses rancang baru dari asuhan klinik yang ada melalui :

a) Pedoman Praktek Klinik

b) Pembuatan Clinical Pathways.

Adapun pembuatan proses rancang baru dari asuhan klinik dilakukan oleh setiap SMF
yang ada melalui koordinasi Komite Medik, sesuai Panduan dari standar Akreditasi
Rumah Sakit 2012.

4. Bahwa penyusunan clinical pathway diperlukan pada kasus penyakit atau tindakan yang :

a) Banyak dilakukan di Rumah Sakit (high volume) ,

b) Risiko tinggi (high risk),

c) Cenderung bermasalah (problem prone) dan

d) Biaya Tinggi (high cost)

5. Sesuai Standar akreditasi JCI/versi 2012, maka Rumah Sakit AR Bunda Prabumulih
menyusun lima (5) Clinical Pathways dimulai pada tahun akreditasi KARS 2012
pertama. Dan dalam tahun berikutnya, akan ditambah minimal 1 Clinical Pathway tiap
tahun berdasarkan rekomendasi Komite Medis.

6. Direktur menetapkan Tim Clnical Pathway dari berbagai multidisiplin yang akan
membuat Clnical Pathway dan Clnical Pathway disahkan oleh Komite Medis.

7. Karena Clinical Pathway bersifat multi disiplin dan komprehensif maka dalam menyusun
Clnical Pathway, SMF, harus bersama sama unsur : Keperawatan, Farmasi, Gizi ,
laboratorium, radio-diagnostik imaging, Fisioterapi, Bagian keuangan & IT Rumah Sakit
serta untuk yang bersifat Clinical Pathway tindakan harus melibatkan unit anestesi dan
unit bedah/kamar operasi. Dan dalam pelaksanaannya akan disertakan Kebijakan, SPO,
serta Panduan tersendiri mengenai Clinical Pathway.
8. Tim Clinical Pathway akan melakukan pengumpulan data sebelum Clinical Pathway
diimpelmentasikan dan setelah Clnical Pathway diimplementasikan.

III. Pemilihan Indikator dan Pengumpulan Data


1. Pimpinan Rumah Sakit menetapkan indikator kunci untuk monitor struktur, proses, dan
hasil setiap upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien.

2. Indikator Rumah Sakit yang ditetapkan di Rumah Sakit AR Bunda Prabumulih, meliputi
3 (tiga) area, yaitu area klinik, area manajemen, dan sasaran keselamatan pasien
internasional.

3. Indikator Mutu dan keselamatan pasien di RS terdiri dari :

a) Indikator Area Klinik (IAK).

b) Indikator Area Manajemen (IAM).

c) Indikator Sasaran Keselamatan Pasien (ISKP).

d) Indikator JCI International Library Measurement (ILM).

4. Langkah-langkah pemilihan indikator.

a) Tentukan prosedur, proses, hasil yang akan dinilai.

b) Fokuskan pada ;

 Titik-titik risiko dalam proses.

 Prosedur yang sering bermasalah.

 Prosedur yang sering dilakukan.

 Hasil dapat jelas di defenisikan.

 Berada di bawah kendali rumah sakit.

5. Masing masing indikator harus dibuat profil indikator yang memuat :

1) Standar

2) Judul indikator

3) Defenisi operasional

4) Unit / Bagian
5) Person In Charge (PIC)

6) Kebijakan Mutu / Dimensi Mutu

7) Rasionaliasi/Latar belakang/Alasan Implikasi

8) Formula Kalkulasi :

 Numerator

Denumerator

9) Numerator

10) Denominator

11) Target Kinerja

12) Kriteria Inklusi

13) Kriteria Eksklusi

14) Frekuensi dan Metodologi / Cara Pengumpulan Data :

a. Frekuensi Pengumpulan Data

b. Pelaksana Pengumpulan Data

c. Metodologi / Cara Pengumpulan

15) Tipe Pengukuran Indikator

16) Sumber data

17) Waktu Pelaporan

18) Frekuensi Pelaporan

19) Jumlah Sampel

20) Area Monitoring

21) Rencana Komunikasi ke Staf

22) Referensi

23) Metodologi Validasi Data (untuk JCI Library of Measure)

6. Indikator Area Klinis (IAK) terdiri dari :

1) Assesment pasien;
2) Pelayanan Laboratorium;

3) Pelayanan radiologi dan diagnostic imaging;

4) Prosedur bedah;

5) Penggunaan antibiotik dan obat lainnya;

6) Kesalahan medikasi (medication error) dan kejadian nyaris cedera (KNC)

7) Penggunaan anestesi dan sedasi;

8) Penggunaan darah dan produk darah;

9) Ketersediaan, isi dan penggunaan rekam medis pasien;

10) Pencegahan dan pengendalian infeksi, surveillance dan pelaporan;

11) Riset klinis;

a. Dengan adanya pemantauan Indikator Klinis maka dapat diketahui data KTD.

b. Rumah Sakit AR Bunda Prabumulih belum melaksanakan riset-riset klinis.

7. Paling sedikit 5 penilaian terhadap upaya klinis harus dipilih dari indikator yang
ditetapkan di JCI International Library :

8. Indikator International Library :

a. Acute Myocardial Infarction (AMI) : “Aspirin diresepkan untuk pasien dengan


acute myocardial infarction (AMI) saat pulang/keluar rumah sakit Acute
Myocardial Infark”

b. Nursing Sensitive Care (NSC) “Angka kejadian dekubitus gr II/lebih akibat


perawatan di rumah sakit “

c. Stroke (STK) “ Pasien Stroke yang diperiksa untuk mendapatkan pelayanan


rehabilitasi “

d. Children’s Asthma Care (CAC) “ Pemberian Kortikosteroid untuk Pasien Asma


Anak yang dirawat di rumah sakit “

e. Perinatal Care (PC) “ Wanita dengan kondisi nullipara yang mengandung satu
bayi dalam kondisi vertex yang dilahirkan dengan operasi seksio.”

9. Alur pelaksanaan monitoring indikator kinis sebagai berikut :

a) Pemilihan indikator;
b) Pengumpulan data;

c) Analisa data;

d) Tetapkan frekuesnsinya

e) Metode statistik.

f) Dibandingkan dengan : dalam RS, trend, dengan RS lain, dengan standar, dengan
good practice.

g) Validasi data.

10. Pemilihan indikator klinik :

 High Risk (Risiko Tinggi )


 High Volume ( Sering Terjadi)
 Problem Prone ( Masalah yang sering dihadapi)
 Hight Cost ( Biaya Tinggi)

11. Indikator Area Manajemen (IAM :

1) Pengadaan rutin peralatan kesehatan dan obat penting untuk memenuhi kebutuhan
pasien;

2) Pelaporan aktivitas yang diwajibkan oleh peraturan perundang- undangan;

3) Manajemen risiko;

4) Manajemen penggunaan sumber daya;

5) Harapan dan kepuasan pasien dan keluarga;

6) Harapan dan kepuasan staf;

7) Demografi pasien dan diagnose klinis;

8) Manajemen keuangan;

9) Pencegahan dan pengendalian dari kejadian yang dapat menimbulkan masalah


bagi keselamatan pasien, keluarga pasien dan staf.

12. Indikator Sasaran Keselamatan Pasien (SKP), PMPK 3.3:

1) Ketepatan identifikasi pasien;

2) Peningkatan komunikasi yang efektif;

3) Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspdai;


4) Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi;

5) Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan;

6) Pengurangan risiko cidera pada pasien jatuh.

13. Metode pembuatan sasaran mutu meliputi prinsip SMART (spesifik, measurable,
achievable, relevant, time-bond).

IV. Validasi dan analisis dari Indikator Penilaian


1. Maksud dan tujuan dari validasi dan analisis dari Indikator penilaian adalah memberikan
umpan balik dari manajemen informasi untuk membantu perbaikan mutu klinik dan
manajemen.

2. Pimpinan rumah sakit menetapkan bahwa apabila jumlah data ≤ 100 maka data akan
diambil semua, dan apabila lebih dari 100, maka akan diambil 30% dalam 1 bulan
selanjutnya akan diatur dalam SPO dan Panduan Validasi dan Analisa Data.

3. Pengambilan data akan dilakukan oleh setiap unit kerja masing-masing dan setiap unit
kerja wajib melaporkan ke Komite Mutu dan Keselamatan Pasien untuk dilakukan
rekapitulasi data. Data di ambil setiap hari kemudian direkap menjadi data bulanan, dan
dilaporkan.

4. Pimpinan Rumah Sakit memastikan reliabilitas data apabila data dipublikasikan.

5. Untuk menjaga kesahihan data, maka akan dilakukan validasi oleh 2 pihak : yaitu

a. Pihak pertama : adalah unit terkait.

b. Pihak kedua : adalah Komite Mutu dan Keselamatan Pasien

6. Pelaporan hasil evaluasi akan dilaporkan secara per bulan, 3 bulan, dan tahunan.

7. Elemen validasi data :

a. Pengumpulan data ulang oleh orang kedua

b. Sampel yang diambil valid secara statistik

c. Perbandingan hasil data asli dengan hasil data ulangan.

d. Perhitungan akurasi.

e. Perbedaan elemen data, alasan, corrective action

f. Pengumpulan data ulang setelah corrective aciton.


8. Validasi data dilakukan apabila :

a. Implementasi pengukuran proses baru

b. Publikasi data (termasuk kepada surveyor akreditasi)

c. Terjadi perubahan proses pengukuran yang sudah berjalan.

d. Terjadi perubahan hasil pengukuran yang dengan sebab tidak diketahui

e. Subjek/Sumber pengumpulan data berubah.

9. Teknik analisis dan penyajian data hasil analisa dan validasi data dilakukan dengan
menggunakan :

a. Control Chart.

b. Pie Chart .

c. Histogram

10. Dalam rangka melakukan peningkatan berkesinambungan yang melibatkan perbandingan


dengan pihak internal / eksternal untuk mengidentifikasi, mencapai, dan mempertahankan
best practice, maka Rumah Sakit AR Bunda Prabumulih melakukan :

a. Internal benchmark (periodik).

adalah membandingkan proses yang sama pada area yang berbeda dalam satu
organisasi, dalam periode tertentu.

b. Eksternal benchmarking.

adalah membandingkan performa, target atau proses dengan antara satu atau lebih
organisasi dalam waktu tertentu. Organisasi yang dipilih adalah rumah sakit yang
setingkat dengan Rumah Sakit AR Bunda Prabumulih dan memiliki tingkatan mutu
lebih baik.

11. Bandingkan informasi dengan mitra benchmarking. Perbandingan data numerik, diagram
alur atau jalur klinis dan kunjungan lapangan semua bisa berguna. Hal ini harus
dilakukan dalam budaya keterbukaan dan kerjasama.

V. Manajemen Risiko
1. Dalam rangka menanggulangi risiko yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit AR Bunda Prabumulih, maka Pimpinan menetapkan menerapkan
manajemen risiko berkelanjutan yang digunakan untuk identifikasi dan mengurangi KTD
dan Kejadian Sentinel, KNC, KPC.

2. Pimpinan Rumah Sakit menetapkan bahwa definisi untuk Kejadian Sentinel adalah :

1) Kematian yang tidak terantisipasi yang tidak berhubungan dengan proses penyakit,
bunuh diri, kematian bayi aterm.

2) Penularan penyakit kronis / fatal akibat tranfusi darah atau transplantasi organ.

3) Kehilangan permanen dari fungsi fisiologis pasien yang tidak berhubungan dengan
proses penyakit.

4) Salah lokasi, prosedur, dan salah pasien saat pembedahan.

5) Penculikan bayi, salah identifikasi bayi.

6) Pemerkosaan, kekerasan di tempat kerja (yang mengakibatkan kematian atau cacat


permanen), kasus bunuh diri di RS.

3. Pimpinan Rumah Sakit menetapkan analisa risiko yang bersifat proaktif dan reaktif.

a. Analisa risiko bersifat proaktif artinya setiap tahun RS melaksanakan dan


mendokumentasikan kegiatan FMEA (Failure Mode Effect Analysis), Insiden report,
Risk Register.

a.1. FMEA

a) Definisi: mengidentifikasi dan mencegah potensi kegagalan sebelum terjadi.

b) Tujuan:

1. mencegah dan memprediksi kesalahan.

2. mengantisipasi kesalahan dan meminimalkan dampak buruk.

c) Adapun hal yang dijadikan FMEA adalah hal yang bersifat high risk (risiko
tinggi), high volume (sering terjadi), high prone (banyak masalah).

a.2. Risk Register

a) Definisi :

1. Pusat dari proses manajemen risiko organisasi

2. Alat manajemen yang memungkinkan suatu organisasi memahami profil


risiko secara menyeluruh.
3. Catatan dari segala risiko yang dapat mengancam RS dalam mencapai
targetnya.

b) RS dalam kurun 1 tahun harus dibuat risk register RS berdasarkan risiko yang
teridentifikasi, juga potensial risiko maupun risiko aktual.

b. Analisa risiko bersifat reaktif artinya RS melakukan RCA terhadap kejadian Sentinel
dan KTD yang ada.

b.1. Insiden Report (Pelaporan Insiden)

a) Definisi : pelaporan secara tertulis setiap insiden yang menimpa pasien.

b) Adapun kejadian tersebut meliputi :

1. Kejadian Sentinel
Suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius; biasanya
dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima
seperti: operasi pada bagian tubuh yang salah. Pemilihan kata “ sentinel “
terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi (mis. amputasi pada kaki yang
salah, dsb) sehingga pencarian fakta terhadap kejadian ini mengungkapkan
adanya masalah yang serius pada kebijakan dan prosedur yang berlaku
2. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
Suatu kejadian yang tidak diharapkan yang mengakibatkan cedera pasien
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien.
Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan kesalahan medis
karena tidak dapat dicegah.
3. Kejadian Tidak Cedera (KTC)
Kesalahan akibat melakukan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi
cedera serius tidak terjadi, karena “keberuntungan”
4. Kejadian Nyaris Cedera (KNC)
Terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien.
5. Kondisi Potensial Cedera (KPC)

Kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum


terjadi insiden cedera
b.2.RCA (Root Causes Analysis)

1) adalah metode evaluasi terukur untuk mengidentifikasi akar masalah dari


kejadian yang tidak diharapkan dan tindakan adekuat untuk mencegah
kejadian yang sama berulang kembali.

2) Cara pelaksanaan RCA :

a. Tentukan tim investigator

b. Kumpulkan data baik dari observasi, dokumentasi maupun interview

c. Petakan kronologi kejadian melalui : timeline, Time person grid atau


narasi kronologis
d. Identifikasi masalah dengan brain storming
e. Analisis informasi dengan : 5 “WHY”, analisis perubahan, analisis
penghalang, fish bone analys.
3) Pelaksanaan RCA dilakkukan dalam waktu 45 hari sejak adanya kejadian.

4. Rumah Sakit membuat report incidence meliputi kejadian insiden, KPC, KNC, KTD,
KTC dan, sentinel event dalam waktu maksimal 2x24 jam

5. Rumah Sakit bersama komite keselamatan pasien RS mengupayakan terlaksananya Root


Cause Analysis (RCA) dan Failure Mode Effect Analysis (FMEA)

6. Guna mewujudkan pelayanan kesehatan yang aman, Rumah Sakit melaksanakan ”Tujuh
standar keselamatan pasien Rumah Sakit” sebagai berikut ;

1. Hak pasien dan keluarga.

Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana
serta hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak
Diharapkan).

2. Mendidik pasien dan keluarga

Rumah Sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung
jawab pasien dalam asuhan pasien.

3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.

Rumah Sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga
dan antar unit pelayanan.
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien

Rumah Sakit harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yg ada, memonitor
dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD,
serta melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta Keselamatan pasien.

5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

Pimpinan Rumah Sakit mendorong dan menjamin implementasi program Keselamatan


Pasien melalui penerapan “7 Langkah Menuju Keselatamtan Pasien di rumah sakit ”.

6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

Rumah Sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk


meningkatkan, memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin
dalam pelayanan pasien.

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

Rumah Sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi Keselamatan


Pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal.

7. Guna mewujudkan pelayanan kesehatan yang aman, Rumah Sakit menerapkan “Tujuh
langkah menuju Keselamatan Pasien Rumah sakit”, yang terdiri dari ;

a. Pimpinan Rumah Sakit membangun kesadaran akan nilai Keselamatan Pasien


melalui kepemimpinan yang terbuka dan adil.

b. Pimpinan Rumah sakit memimpin dan mendukung seluruh staf rumah sakit dalam
membangun komitmen yang fokus, kuat dan jelas tentang Program Keselamatan
Pasien.

c. Pimpinan Rumah Sakit mengembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko serta,
serta melakukan identifikasi dan asesmen hal-hal yang potensial bermasalah.

d. Rumah Sakit mengembangkan sistem pelaporan yang baik serta memudahkan bagi
staf untuk melaporkan kejadian/insiden. Rumah sakit juga membuat system
pelaporan secara teratur kepada Komite Mutu dan Keselamatan Pasien.

e. Rumah sakit mengembangkan cara cara komunikasi yg terbuka dengan pasien


f. Pimpinan Rumah sakit mendorong seluruh staf utk melakukan analisis akar masalah
untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul sebagai sarana belajar dan
berbagi pengalaman tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

g. Dalam rangka mencegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan Pasien,


Rumah sakit menggunakan informasi yang ada tentang kejadian atau masalah untuk
melakukan perubahan pada sistem pelayanan.

h. Dalam upaya perbaikan sistem terkait dengan evaluasi Manajemen Insiden Klinis,
maka Pimpinan Rumah Sakit akan melakukan RCA terhadap setiap Kejadian Tidak
Diharapkan atau Kejadian Sentinel yang ada sesuai Panduan Manajemen Insiden
Klinis.

8. Guna mewujudkan pelayanan kesehatan yang aman Rumah Sakit AR Bunda Prabumulih
menjalankan “Enam Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit”, yang terdiri dari ;

a. Rumah Sakit mengembangkan pendekatan yang akurat untuk memperbaiki dan


meningkatkan ketelitian identifikasi pasien.

b. Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektivitas


komunikasi antar para pemberi layanan. Komunikasi dapat berbentuk elektronik,
verbal atau tertulis. Komunikasi yang baik harus ; tepat waktu, akurat, tidak
membingungkan dan dapat dimengerti.

c. Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki keamanan dari


obat yang perlu diwaspadai (high-alert)termasuk identifikasi jenis obat serta area
dimana obat memang diperlukan dan pengaturan cara pelabelan dan penyimpanan
obat tersebut.

d. Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat-lokasi,


tepat-prosedur, dan tepat- pasien pada saat pembedahan. Kesalahan merupakan hasil
ketidak efektifan dan ketidak adekuatan komunikasi antar anggota tim bedah,
kurangnya keterlibatan pasien dalam site marking, dan kurangnya verifikasi lokasi
operasi.

e. Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi


yang terkait pelayanan kesehatan, yang terdiri dari Program Hand Hygiene,
Monitoring ISK, Flebithis, ILO, HAP dan dekubitus.
f. Rumah Sakit mengembangkan suatu prosedur untuk mengurangi risiko pasien dari
cedera karena jatuh dan Rumah Sakit wajib mengevaluasi risiko jatuh pasien serta
mengambil langkah- langkah untuk mengurangi risiko jatuh.

g. Setiap kejadian insiden keselamatan pasien di rumah sakit wajib dilaporkan ke


Komite Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit AR Bunda Prabumulih dalam
waktu 2x24 jam dengan berpedoman pada “Panduan Manajemen Insiden Klinis
Rumah Sakit”.

h. Rumah Sakit memberikan defenisi dan menetapkan insiden keselamatan pasien


serta jenis insiden medis yang harus dilaporkan secara berkala.

i. Rumah Sakit melaksanakan monitoring dan pelaporan indikator mutu Klinis, Mutu
Manajemen dan Mutu Keselamatan Pasien Rumah Sakit, serta menyampaikan
secara periodik kepada PT. AR Muhamad.

VI. Mencapai dan Mempertahankan Peningkatan.


1. Dalam rangka mencapai dan mempertahankan peningkatan mutu dan keselamatan
pasien di Rumah Sakit AR Bunda Prabumulih, maka Pimpinan Rumah Sakit
memutuskan akan melakukan evaluasi rutin setiap bulan, 3 bulan, dan tahunan.
2. Unit kerja melakukan RCA jika hasil monitoring tidak mencapai target
3. Jika hasil RCA mengindikasikan harus dilakukan redesign proses maka unit tersebut
mengajukan kembali proses kerja yang telah di redesign beserta sasaran mutunya sesuai
prosedur.
4. Jika sasaran mutu tercapai pada satu unit selama 3 bulan, maka dilakukan trial di unit
yang lebih besar atau diseluruh unit rumah sakit serta dilakukan monitoring kembali.
Jika sasaran mutu tercapai selama 6 bulan maka proses tersebut dibakukan dan
disosialisasikan kepada staf.
5. Jika hasil target sasaran mutu tidak tercapai maka dilakukan RCA.
6. Jika hasil RCA mengindikasikan harus dilakukan redesign proses maka unit tersebut
mengajukan kembali proses kerja yang telah di redesign beserta sasaran mutunya sesuai
prosedur.
7. Pimpinan Rumah Sakit akan memberikan tanggapan hasil evaluasi paling lambat 1
bulan setelah laporan diserahkan, dan apabila diperlukan maka akan dilakukan
perubahan sesuai hasil evaluasi.
8. Sosialisasi hasil Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien dilakukan oleh Komite
Mutu dan Keselamatan Pasien setiap bulan setelah hasil rapat tinjauan manajemen
mendapatkan tanggapan dari manajemen Rumah Sakit AR Bunda Prabumulih.
Sosialisasi dari Komite Mutu dan Keselamatan Pasien dilakukan melalui notulen rapat
ke Kepala Unit/Bagian, dan dari Kepala bagian/unit ke staf dilakukan melalui rapat
bulanan dan di catat dalam notulen.

Ditetapkan di : Prabumulih
Pada Tanggal : 02 Januari 2016
DIREKTUR,
RUMAH SAKIT AR BUNDA

Dr.H. Alip Yanson, MARS

Anda mungkin juga menyukai