Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
pada 15 April 2010 yang disutradarai oleh Deddy Mizwar. Film ini dibintangi antara lain oleh
Reza Rahadian dan Deddy Mizwar.
Film ini mencoba mengangkat potret nyata yang ada dalam kehidupan bangsa Indonesia.[1] Film
ini juga dipenuhi bintang film Indonesia, tercatat ada sembilan nama peraih piala citra yang
berkolaborasi secara sempurna untuk menyajikan tontonan yang berkualitas. Slamet Rahardjo,
Deddy Mizwar, Tio Pakusadewo, dan Rina Hasyim.[
Sejak lulus S1, hampir 2 tahun Muluk belum mendapatkan pekerjaan. Meskipun selalu gagal
tetapi Muluk tidak pernah berputus asa. Pertemuan dengan pencopet bernama Komet tak
disangka membuka peluang pekerjaan bagi Muluk. Komet membawa Muluk ke markasnya, lalu
memperkenalkan kepada bosnya bernama Jarot. Muluk kaget karena di markas itu berkumpul
anak-anak seusia Komet yang pekerjannya adalah mencopet.
Akal Muluk berputar dan melihat peluang yang ia tawarkan kepada Jarot. Ia meyakinkan Jarot
bahwa ia dapat mengelola keuangan mereka, dan meminta imbalan 10% dari hasil mencopet,
termasuk biaya mendidik mereka. Usaha yang dikelola Muluk berbuah, namun di hati kecilnya
tergerak niat untuk mengarahkan para pencopet agar mau mengubah profesi mereka. DIbantu
dua rekannya yang juga sarjana, Muluk membagi tugas mereka untuk mengajar agama, budi
pekerti dan kewarganegaraan.
Diakhir cerita, penonton sendirilah yang akan menyadari bahwa alangkah tidak lucunya negeri
ini
Detail Film :
1 Judul : Alangkah Lucunya Negeri Ini
2 Produksi : Citra Sinema
3 Tahun : 2010
4 Genre : Komedi
5 Sutradara : Deddy Mizwar
6 Penulis Skenario : Musfar Yasin
7 Pemain : Reza Rahadian, Deddy Mizwar, Slamet Rahardjo, Jaja Mihardja,
Tio Pakusadewo, Asrul Dahlan, Ratu Tika Bravani, Rina Hasyim,
Sakurta Ginting, Sonia, dan Teuku Edwin
Sebuah film komedi Indonesia karya sineas ternama Deddy Mizwar yang berjudul
“Alangkah Lucunya Negeri Ini” mencoba mengangkat potret nyata dalam kehidupan bangsa
Indonesia. Dengan membawakan tema pendidikan, film ini mempunyai plot utama yaitu
bagaimana Muluk (Reza Rahadian) dan kawan-kawannya bisa mengubah para pencopet cilik
untuk tidak lagi mencopet dan beralih usaha yang halal dengan cara yang “tidak biasa”. Selain
itu yang tidak kalah serunya adalah adanya bumbu-bumbu komedi yang membuat penonton
berpikir seperti celetukan para bocah pencopet atau keadaan-keadaan sekitar film ini yang
menggambarkan cerita negeri ini apa adanya.
Film ini bermula dari kekhawatiran para calon besan (H Makbul/Deddy Miszwar dan H.
Sarbini/Jaja Miharja) yang begitu prihatin dengan nasib Muluk (Reza Rahardian) yang sudah
lama menganggur. Hampir 2 tahun sejak Muluk lulus sarjana, dia belum bisa mendapatkan
pekerjaan. Namun, meskipun selalu gagal dalam mendapatkan pekerjaan, Muluk tidak pernah
berputus asa untuk terus berusaha.
Sebuah pertemuan dengan pencopet bernama Komet tak disangka membuka peluang
pekerjaan bagi Muluk. Komet yang bersedia membawa Muluk ke markasnya, lalu
memperkenalkan kepada bosnya bernama Jarot (Tio Pakusadewo). Muluk terkejut melihat
rumah tua yang dijadikan markas itu adalah tempat berkumpul anak-anak seusia Komet yang
pekerjannya adalah mencopet.
Melihat situasi ini, Muluk melihat peluang yang kemudian ia coba tawarkan kepada bos
pencopet, Jarot. Ia meyakinkan Jarot bahwa ia dapat mengelola keuangan mereka hasil dari
mencopet dan dengan meminta imbalan 10% dari hasil mencopet, Muluk bersedia untuk
mendidik para pencopet cilik.
Ternyata usaha yang dikelola Muluk cukup berhasil. Dengan dibantu dua rekannya
Syamsul (Asrul Dahlan) dan Pipit (Tika Bravani) yang juga sarjana, Muluk membagi tugas
mereka untuk mengajar baca tulis, agama, budi pekerti dan kewarganegaraan. Namun jauh dalam
hati kecilnya, Muluk berniat untuk mengarahkan para pencopet yang masih sangat muda tersebut
agar mau mengubah profesi mereka.
Para pencopet yang dulu tidak tersentuh pendidikan ini, setelah dikelola Muluk dan
teman-temanya sedikit demi sedikit mulai merasakan pendidikan yang selama ini dirasakan
begitu mahal biayanya. Kita bisa melihat adegan bagaimana kesabaran Syamsul dalam
mengajarkan Baca Tulis, hingga celetukan seorang anak didiknya mengenai seberapa pentingnya
pendidikan. Karena itu, lantas Syamsul berkomentar : “Pendidikan itu penting. Karena
berpendidikan, maka kita tahu bahwa pendidikan itu tidak penting!” . Atau ketika pencopet
dengan sukses mengadakan upacara bendera. Begitu lagu kebangsaan Indonesia Raya berhenti,
“Hiduplah Indonesia Raya”…tiba-tiba yang paling kecil menyeletuk:”Amin!”, sembari
menggerakkan tangannya mengusap wajah, layaknya berdoa. Kita dapat melihat bahwa apapun
profesinya, sebagai rakyat Indonesia mereka mempunyai harapan yang sama agar bangsa ini
menjadi bangsa yang adil dan makmur.
Melihat film hasil kolaborasi penulis Musfar Yasin dan sutradara Deddy Mizwar ini, kita
bisa melakukan penilaian dari banyak sudut pandang, diantaranya : ideologi, politik, sosial,
budaya, pendidikan, kriminalitas, generasi muda, dan agama. Isu-isu dasar yang sangat tampak
di permukaan seperti pengangguran, kekerasan, dan materialistis juga ikut disinggung dalam film
ini.
Dalam film ini banyak memperlihatkan keadaan kelompok-kelompok masyarakat yang
termarjinalkan dan memang itu yang sebenarnya terjadi. Adanya tekanan sosial yang dialami
Muluk karena masih saja menganggur walaupun sudah sarjana, atau kewajiban bekerja dan
menikah adalah hal lumrah di negeri ini. Potret kemiskinan dan pengangguran juga disajikan
apik seperti sang ibu (Rina Hasyim) yang tidak punya pekerjaan selain mengisi TTS dan game
watch, atau Syamsul yang hobi bermain gaple di pos ronda. Bahkan kelakuan Pipit yang senang
mengikuti kuis di televisi dan undian berhadiah sebagai jalan pintas untuk mencari materi.
Selain itu, di film ini juga mengangkat persoalan agama dan umatnya. Hal ini tergambar
dari konflik antara kelompok haji, seperti Makbul, Sarbini dan Haji Rahmat (Slamet Rahardjo
Djarot) yang menolak tegas tindakan revolusioner Muluk yang mengumpulkan 10% dari hasil
copet untuk diputar dan ditabung, karena menimbulkan kontroversi sebagai uang haram.
Di akhir film, muncul pernyataan keras yang menjadi jiwa film ini: “Fakir miskin dan
anak terlantar dipelihara oleh negara”, bunyi pasal 34 UUD 1945. Hal ini sebenarnya
mempunyai muatan politis yang menyindir keseriusan para elit politik dalam memperhatikan
nasib kaum terpinggirkan.
Akhirnya, dari film ini kita dapat mengambil pelajaran, bahwa niat baik apabila
dilakukan dengan cara yang dapat menimbulkan kontroversi ternyata tidak dapat langsung
diterima masyarakat. Seperti konflik yang dialami oleh Muluk dengan kelompok haji. Selain itu,
setiap manusia mempunyai kesempatan untuk berubah menjadi manusia yang lebih baik. Kita
diajarkan untuk lebih arif dalam menilai seseorang bukan hanya dari bungkusnya saja, seperti
apakah dia berprofesi pencopet, pengangguran ataupun calon legislatif. Namun yang perlu kita
perhatikan bagaimana mereka mempunyai kebaikan untuk dapat dibagikan kepada sesama.
Meskipun di akhir film, tidak semua usaha Muluk berhasil, karena para pencopet cilik
didikannya sebagian ada yang beralih profesi menjadi pedagang asongan walau dikejar-kejar
satpol PP dan adapula yang tetap menjadi pencopet. Usaha Muluk patut kita apresiasi, karena
“Walaupun apa yang kita lakukan belum tentu mengubah sesuatu, namun segalanya tidak akan
berubah jika kita tidak melakukan apa-apa, bukan..??”
JUDUL FILM : Alangkah Lucunya Negeri Ini
PENGARANG : Musfar Yasin
PRODUSER : Zairin Zain
SUTRADARA : Deddy Mizwar
PRODUKSI : Citra Sinema
TAHUN PRODUKSI : 2010
NAMA PEMAIN : Reza Rahardian, Deddy Mizwar, Slamet Rahardjo, Jaja Mihardja,
Tio Pakusadewo, Asrul Dahlan, Ratu Tika Bravani, Rina Hasyim, Sakurta Ginting, Sonia, Teuku
Edwin
SINOPSIS
Sebuah film komedi Indonesia karya sineas ternama Deddy Mizwar yang berjudul
“Alangkah Lucunya Negeri Ini” mencoba mengangkat potret nyata dalam kehidupan bangsa
Indonesia. Dengan membawakan tema pendidikan, film ini mempunyai plot utama yaitu
bagaimana Muluk (Reza Rahadian) dan kawan-kawannya bisa mengubah para pencopet cilik
untuk tidak lagi mencopet dan beralih usaha yang halal dengan cara yang “tidak biasa”. Selain
itu yang tidak kalah serunya adalah adanya bumbu-bumbu komedi yang membuat penonton
berpikir seperti celetukan para bocah pencopet atau keadaan-keadaan sekitar film ini yang
menggambarkan cerita negeri ini apa adanya.
Sejak lulus S1, hampir 2 tahun Muluk belum mendapatkan pekerjaan. Meskipun ia selalu
gagal untuk mendapatkan pekerjaan, ia tidak pernah berputus asa. Suatu hari di pasar, ia bertemu
dengan pencopet yang bernama Komet. Komet membawa Muluk ke markasnya, lalu
memperkenalkannya kepada bos pencopet yang bernama Jarot. Muluk kaget karena di dalam
markas pencopet itu banyak anak-anak yang seusia dengan Komet dan berprofesi sama yaitu,
pencopet.
Akal Muluk berputar dan melihat peluang yang ia tawarkan kepada Jarot. Ia meyakinkan
Jarot bahwa ia dapat mengelola keuangan mereka, dan meminta imbalan 10% dari hasil
mencopet, termasuk biaya mendidik mereka.
Usaha yang dikelola Muluk kini membuahkan hasil, namun di hati kecilnya, Muluk tergerak
untuk mengarahkan para pencopet itu agar mau mengubah profesi mereka. Dibanru oleh kedua
rekannya yang sama-sama sarjana, Muluk membagi tugas untuk mengajarkan agama, budu
pekerti, dan kewarganegaraan.
Di akhir film, muncul pernyataan keras yang menjadi jiwa film ini: “Fakir miskin dan anak
terlantar dipelihara oleh negara”, bunyi pasal 34 UUD 1945. Hal ini sebenarnya mempunyai
muatan politis yang menyindir keseriusan para elit politik dalam memperhatikan nasib kaum
terpinggirkan.
Ide film ini sangat bagus. Latar ceritanya pun sesuai dengan keadaan bangsa Indonesia saat
ini. Menceritakan kehidupan para fakir miskin dan anak-anak terlantar yang dilupakan
pemerintah.
Kekurangan Film
Film ini menganggap bahwa para lulusan S1 belum tentu mudah mendapatkan pekerjaan
dan hanya menceritakan sisi negatif kinerja pemerintahan DKI Jakarta
Alangkah Lucunya Negeri ini, sebuah film karya anak bangsa bercerita mengenai realita kaum
marginal di Indonesia. Cerita diawali dengan adegan seorang pemuda yang merupakan sarjana
managemen yang melamar pekerjaan di berbagai perusahaan namun ditolak. Namanya adalah
Muluk, seorang anak dari penjahit yang bernama Haji Makbul. Sebenarnya Muluk berniat
melamar Rahma, anak Haji Sarbini. Namun karena Muluk merupakan pengangguran, Haji
Makbul masih belum menyetujui pernikahan mereka. Disaat yang sama Muluk memiliki saingan
bernama Jupri yang menyukai Rahma. Jupri bercita-cita ingin menjadi anggota DPR.
Dandanannya necis menggunakan seragam safari dan laptop setiap berkunjung ke rumah Rahma.
Pada suatu siang hari ketika melintasi pasar dikala mencari pekerjaan, Muluk memergoki
seorang anak kecil mencopet dompet. Dikejarnya anak itu dari belakang lalu
ditangkapnya,”Heyy enak banget lo nyuri dompet orang! Lo gak sadar orang tu susah-susah
mencari duit tapi lo ambil seenaknya begini!”,ujar Muluk. “Yah, namanya juga pencopet, Bang.
Buat makan…”,jawab pencopet sekenanya. Seketika pencopet tersebut pun berhasil melepaskan
diri dari dekapan Muluk dan berlari bersama dompet curiannya. Belum juga mendapat pekerjaan,
Muluk berniat beternak cacing untuk mendapatkan penghasilan. Banyak teman-temannya yang
menertawakan ide tersebut,”Gile Luk, kenape lo gak sekalian beternak buaya ato cicak gitu
sekalian!”.
Pada suatu hari dipasar, Muluk bertemu dengan pencopet yang dulu dipergokinya dipasar.
Setelah terlibat percakapan, Muluk pun minta dibawa ke bos pencopet yaitu Jarot. Muluk sebagai
seorang sarjana managemen menawarkan klausul kerjasama dengan Jarot dan anak buah
pencopet lainnya. Muluk ingin pada suatu saat mereka berhenti menjadi pencopet dan dapat
mencari nafkah dengan halal. Muluk menawarkan program pemberdayaan meliputi pendidikan
dan agama serta rencana pengelolaan bisnis jangka panjang. Namun sebagai gantinya Muluk
meminta jatah 10% dari pendapatan hasil copet. Jarot setuju. Tantangan datang silih berganti
karena anak-anak pencopet tersebut memiliki resistensi terhadap Muluk. “Jah, ngapain gw
disuruh belajar segala! Dari dulu nyopet udah enak!”, keluh Kampret, salah seorang copet. Untuk
memaksimalkan program tersebut, Muluk mengajak temannya yaitu Pipit dan Samsul. Pipit
merupakan anak dari Haji Rahmat yang kerjaannya setiap hari mencari peruntungan dengan
mengikuti kuis-kuis di televisi. Sedangkan Samsul merupakan sarjana pendidikan yang setiap
hari bermain gaplek bersama teman-temannya di pos kamling. Adapun Samsul dan Pipit diupah
dari gaji 10% hasil copetan yang didapat Muluk. Pipit dengan sabar mengajari mengaji, sholat
sedangkan Samsul mengajari membaca. Lambat laun anak-anak menerima kehadiran Muluk,
Pipit dan Samsul. Dan pada akhirnya Muluk dkk menyampaikan kepada anak-anak pencopet
untuk berhenti mencopet dan beralih menjadi pengasong untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Muluk menyediakan 6 set peralatan mengasong. Lambat laun Haji Makbul, ayah Muluk dan Haji
Rahmat ayah Pipit penasaran dengan apa yang dilakukan anak-anak mereka selama ini.
Alangkah terkejutnya mereka ketika ternyata selama ini uang pendapatan anak-anak mereka
berasal dari hasil copet. Mereka pun menangis selama ini makanan yang mereka makan berasal
dari uang haram. Akhirnya Muluk, Pipit dan Samsul menyatakan berhenti meneruskan program
mereka. Anak-anak pencopet tergugah atas usaha Muluk selama ini.
Sebagian dari mereka memutuskan untuk menjadi pengasong walaupun pendapatan yang bakal
mereka terima kecil. Namun tantangan terus datang menerpa. Mereka harus terus berlari dan
bersembunyi dari operasi pamong praja dijalanan. Muluk yang melihat anak-anak tersebut
dikejar-kejar pun marah kepada Pamong Praja.
“Lari kalian semua! Ayo tangkap saya! Tangkap saya! Saya yang menyuruh mereka mengasong!
Mereka hanya mencari rezeki yang halal dan hanya itu yang mereka bisa!”.
“Kalian merasa tergangggu dengan ulah para pengemis dan pencopet tapi kalian tiadk terganggu
dengan ulah para koruptor!?! Seharunya kalian tangkap para koruptor yang sudah memiskinkan
negeri ini! Memiskinkan kalian! Memang itu bukan tugas kalian, tapi setidaknya kalian punya
rasa belas kasihan! Mereka hanya mencari rezeki yang halal! Biarkan mereka yang miskin
mencari rezeki yang halal!”
Akhirnya Muluk ditangkap petugas. Dari kejauhan, anak-anak pengasong terharu menitikkan air
mata seiring dengan kepergian mobil yang membawa Muluk pergi.