Anda di halaman 1dari 28

PRINSIP DAN MEKANISME MIKROORGANISME PRODUKSI

BERBAGAI METABOLIT PRIMER

Makalah Teoritis

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah mikrobiologi industri


yang diampu oleh Dr. Endang Suarsini, M.Ked

Oleh:
Kelompok 3 Offering GHI-K 2015
Achmad Makin Amin (150342604504)
Achmad Rodiansyah (150342604537)
Alif Rosyidah El Baroroh (150342606362)
Awalia Siska Puji Lestari (150342605762)
Yasinta Swastika Ayu (150342607572)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGAM STUDI S1 BIOLOGI
Februari 2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Metabolisme merupakan suatu proses pembentukan atau penguraian
zat di dalam sel yang di sertai dengan adanya perubahan energi. Proses ini
terjadi di dalam sel dapat berupa pembentukan zat ataupun penguraian zat
menjadi zat yang lebih sederhana. Metabolisme mencakup berbagai kerjasama
dari banyak sistem multi enzim. Proses pembentukan zat terjadi pada proses
fotosintesis, kemosintesis, sintesis lemak, dan sintesis protein. Proses
penguraian zat dapat berupa respirasi sel dan fermentasi sel
(Wirahadikusumah, 1985).
Metabolit adalah hasil dari metabolisme. Metabolit dibedakan menjadi
dua macam, yaitu metabolit primer dan metabolit sekunder. Metabolit primer
merupakan salah satu yang dibentuk selama fase pertumbuhan primer
mikroorganisme, sedangkan metabolit sekunder merupakan salah satu yang
dibentuk menjelang akhir fase pertumbuhan primer mikroorganisme,
seringkali menjelang atau fase stationer pertumbuhan (Ningsih dkk., 2016).
Metabolit primer memiliki fungsi yang esensial dan jelas bagi kelangsungan
hidup organisme penghasilnya (merupakan komponen esensial tubuh misalnya
asam amino, vitamin, nukleotida, asam nukleat dan lemak).
Hampir semua metabolit primer mempunyai nilai ekonomi yang tinggi
dan beberapa diantaranya telah diproduksi secara komersial (Rahman, 1992).
Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai metabolit primer.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah prinsip dan mekanisme mikroorganisme produksi beberapa
asam organik?
2. Bagaimanakah prinsip dan mekanisme mikroorganisme produksi beberapa
asam amino?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui prinsip dan mekanisme mikroorganisme produksi
beberapa asam organik.
2. Untuk mengetahui prinsip dan mekanisme mikroorganisme produksi
beberapa asam amino.
D. Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui prinsip dan mekanisme mikroorganisme produksi beberapa
asam amino.
2. Mengetahui prinsip dan mekanisme mikroorganisme produksi beberapa
asam organik.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Produksi Asam Organik


1. Asam sitrat
Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang terdapat pada
daun dan buah tumbuhan tertentu (Ovelando et al, 2014). Asam sitrat
merupakan salah satu asam organic yang banyak digunakan dalam industri
makanan dan minuman (60% dari total produksi), yang diantara lain
berfungsi sebagai bahan pemacu rasa, pengasam, antioksidan dan
pengemulsi serta oengawetan (Rahman, 1992). Penggunaan asam sitrat
dalam proses pengolahan makanan dan pengawetan cenderung aman
karena senyawanya mudah dimetabolisme tubuh.
Asam sitrat termasuk salah satu produk andalan yang diekspor
Indonesia ke berbagai Negara di dunia. Menurut data BPS tahun 1993
bahwa produksi asam sitrat pada tahun 1991 mencapai 3.063 ton/tahun
dengan nilai rupiah mencapai Rp. 5.055.444.000,00 dan produksi tersebut
diperkirakan akan meningkat seiring dengan perkembangan industri
makanan, kosmetik dan obat-obatan (Riveri, 2012). Secara alami, asam
sitrat merupakan produk metabolisme primer tidak dieksresikan oleh
mikroorganisme dalam jumlah yang cukup berarti, beberapa galur yang
dapat mengekskresi asam sitrat adalah, Aspergilus niger, Aspergilus
wentii, Aspergilus clavatus, Penicillium luteum, Penicillium citrinum,
Mucor piriformis, Paeciomyces divaricatum (Rahman, 1992).
a) Struktur Asam Sitrat
Gambar 1. Struktur Kimia Asam Sitrat
Sumber: (Pubchem)

Rumus kimia asam sitrat adalah C6H8O7 atau CH2(COOH)-


COH(COOH)-CH2(COOH), struktur asam ini tercermin dalam nama
IUPACnya asam 2-hidroksi-1,2,3- propanatrikarboksilat. Keasaman asam sitrat
didapatkan dari tiga gugus karboksil COOH yang dapat melepas proton dalam
larutan. Jika hal ini terjadi, ion yang dihasilkan adalah ion sitrat.

b) Biosintesis Asam Sitrat

Gambar 2. Biosintesis Asam Sitrat


Sumber: (Ciriminna, et al 2017)

Glukosa merupakan bahan utama untuk proses biosintesis asam sitrat


yang dilakukan oleh galur tertentu yang mampu mengekskresikan asam sitrat.
Glukosa ini banyak ditemukan di umbi-umbian yang merupakan substrat utama
untuk menyediakan glukosa bagi galur tersebut. Asam piruvat merupakan hasil
akhir dari biosintesis glukosa melalui reaksi Embden-Meyerhof Parnas (EMP).
Jalur EMP memungkinkan penggunaan secara metabolik untuk menghasilkan
ATP,NADH dan beberapa prekusor biosintesis seperti 3-Phosphoglycerate atau
piruvat. Jalur EMP terjadi secara anaerobik (mengarah ke salah satu jalur
fermentasi) dan secara aerob mengkonversi piruvat menjadi acetil-CoA
(Pereto, 2011).
Asam piruvat yang merupakan hasil jalur EMP akan diproses lebih
lanjut dengan bantuan enzim dekarbosilase membentuk asetat (dekarboksilasi).
Asetat yang terbentuk berikatan dengan koenzim-A menghasilkan acetyl-CoA
yang selanjutnya Acetyl-CoA dan oksaloasetat yang merupakan senyawa
perantara dalam siklus asam trikarboksilat (TKA), berkondensasi membentuk
asam sitrat dengar bantuan enzim pengkondensasi sitrat sintase. Selama proses
pembentukan sitrat, enzim sitrat sintase meningkat hingga 10 kali lipat,
sebaliknya enzim yang memecah sitrat misalnya aconitase dan isositrat
dehidrogenase menurun.
Jika asam sitrat di ambil maka proses asam trikarboksilat akan terhenti
dan kemudian asam sitrat ini akan dilakukan pemrosesan untuk memperoleh
asam sitrat murni. Enzim anaplerotik pertama yang terdapat pada Aspergillus
adalah piruvat karboksilasi yang akan mengubah piruvat menjadi oksaloasetat.
Reaksi ini tergantung ketersediaan ion Mg+ dan K+. berbeda dengan
metabolisme mikroba lain, reaksi anaplerotik ini tidak membutuhkan Acetyl-
CoA. Enzim piruvat karboksilasi merupakan enzim penentu dalam
memproduksi asam sitrat.
Enzim anaploretik kedua adalah pospoeno piruvat (PEP)
karboksikinase yang dapat mengubah PEP dan CO2 menjadi oksaloasetat dan
ATP dengan adanya ADP. Reaksi ini membutuhkan ion Mg+ atau Mn+ atau
NH4+. Apabila asetat atu senyawa alifatuik tinggi seperti n-alkana digunakan
sebagai sumber karbon, maka A.niger dapat berlangsung reaksi anaplerotik ke
tiga.
Proses pembuatan asam sitrat terjadi melalui proses fermentasi. Faktor
yang mempengaruhi fermentasi adalah komposisi medium, kadar gula,
nitrogen, pospat, unsur kelumit, pH, aerasi dan faktor lain seperti penambahan
methanol dan n-alkana. Proses fermentasi ini terdapat dua metode yaitu
fermentasi permukaan dan fermentasi terendam.

2. Asam Fumarat

Asam fumarat merupakan senyawa kimia yang memiliki rumus kimia


HO2CCH=CHCO2H. Senyawa ini berupa senyawa kristal dan merupakan
isomer asam dikarboksilat tak jenuh asam maleat. Senyawa ini memiliki rasa
seperti buah-buahan. Garam dan ester asam fumarat dikenal sebagai fumarat.
Sifat-sifat kimia asam fumarat dapat terlihat dari gugus fungsinya. Asam lemah
ini dapat membentuk diester, mengalami adisi di ikatan gandanya, dan
merupakan dienofil yang baik. Asam fumarat berbentuk kristal putih dan
mempunyai rumus molekul C4H4O4. Proses produksi asam fumarat ini
menggunakan bahan baku butena. Selain itu, asam fumarat juga dapat dibuat
dari fermentasi jus apel menggunakan jamur Rhizopus nigricans. (Podgórska,
2004). Bahan baku butena yang dalam ini berupa fasa gas mempunyai rumus
molekul C4H8 dengan flash point -112° F.

Gambar 3. Asam fumarat


Sumber: Godberg et al, 2009

Beberapa spesies dari genus Mucor, circinella,


Cunninghamella,Aspergillus dan terutama Rhizopus dapat mengakumulasikan
asam fumarat dalam konsentrasi yang cukup (Rahman,1992). Asam fumarat
digunakan oleh industri farmasi untuk menghasilkan natrium
dimercaptosuccinate alexipharmic dan fumarat besi, sebagai agen pemutih
optik, dalam formulasi untuk pengobatan alternatif atau sebagai ester asam
fumarat monoetilfumarat dan dimetilfumarat untuk mengobati psoriasis
(Goldberg et al, 2009).
Produksi asam fumarat dari glukosa melalui reaksi reduktif dari siklus
TCA tidak memberikan energi bersih dan seimbang untuk karbon, oksigen, dan
hidrogen. Oleh karena itu, bagian dari asam piruvat harus digunakan melalui
siklus TCA oksidatif untuk menyediakan energi, terutama untuk kebutuhan
perawatan. Perlu dicatat bahwa, secara umum, piruvat karboksilase pada
organisme eukariotik dilokalisasi dalam mitokondria, sedangkan pada fiting
filamen memproduksi asam tertentu (misalnya Rhizopus dan Aspergillus),
enzim tersebut terletak secara eksklusif di sitosol dan dalam beberapa kasus di
kedua kompartemen. Lokalisasi sitosolik enzim ini nampaknya penting bagi
kemampuan organisme ini untuk mengakumulasi konsentrasi asam organik
yang tinggi.
Akumulasi dan ekskresi asam fumarat dari glukosa oleh R. oryzae
(sekitar 100 gl-1 asam fumarat) terjadi pada kondisi aerobik dalam medium
glukosa tinggi (konsentrasi awal 120 gl-1) yang mengandung sejumlah
nitrogen dan sebuah agen penetralisir (CaCO3). Asam fumarat (hasil molar
sekitar 100%; asam mol yang diproduksi per mol glukosa yang digunakan ×
100), asam l-malat (15 mol%), dan asam suksinat (5 mol%) adalah asam utama
yang terbentuk selama fermentasi. Asam C4 (fumarat, l-malik, dan suksinat)
hasil molar 120-145% diperoleh setelah 4-5 hari. Hasil molar asam fumarat
yang tinggi dan hasil molar asam C4 mengkonfirmasi bahwa asam ini
dihasilkan melalui reaksi karboksilasi asam piruvat (Gordberg et al, 2009).
Pada tahun 1940-an, asam fumarat dibuat dengan fermentasi pada skala
komersial (sekitar 4000 ton per tahun) dengan menggunakan strain Rhizopus
arrhizus jamur (kemudian dinamai R. oryzae). Ini adalah proses fermentasi
pertama yang terendam dengan cetakan dan berfungsi sebagai model untuk
menerapkan dan meningkatkan teknik yang digunakan untuk fermentasi
terendam. Produksi biologis asam fumarat dihentikan saat sintesis kimia
menjadi lebih menarik secara ekonomi. Asam fumarat adalah molekul simetris
yang tidak memiliki isomer dan, oleh karena itu, proses biologis tidak
memberikan keuntungan spesifik atas proses kimia. Asam fumarat saat ini
diproduksi melalui proses kimia melalui isomerisasi asam maleat (atau
anhidrida maleat), yang diperoleh dari oksidasi fase uap katalitik dari
hidrokarbon benzena atau C4 (Gordberg et al, 2009).
Menurut Rahman (1992) hasil terbaik dapat dicapai oleh Rhizopus
arrhizus yang diinkubasi dalam labu loyang pada suhu 33-35°C selama 7 hari
dengan komposisi medium sebagai berikut:
Glukosa 16%
Urea 0.1%
KH2PO4 0.03%
MgSO47H2O 0.04%
ZnSO47H2O 0.0044%
Fe-Tartat 0.001%
Corn Steep liquior 0.05%
Metanol 0.015%
Dalam skala lebih besar, misalnya dalam fermentor berkapasitas 20 Liter
methanol tidak ditambahkan dam corn sugar digunakan sebagai substrat.
Berdasarkan gula yang dikonsumsi dapat diperoleh hasil sekitar 60%. Asam
yang diproduksi perlu dinetralkan dengan menambahkan CaCO3¬ . Natrium
dan Kaium karbonat tidak sesuai untuk digunakan, karena fumarat yang
bersifat larut akan menghambat produksi asam fumarat jika terdapat dalam
konsentrasi diatas 40 gr/L.

3. Asam Malat

Asam malat digunakan sebagai bahan pengasam (acidifying agent).


Melalui proses sintesa kimia dihasilkan asam malat dalam bentuk campuran
raserat. Dialam asam malat terdapat dalam bentuk isomer L (-), dan juga dapat
melaui proses bioteknologi (Rahman, 1992). Tetapi metode ini bersaing
dengan metode konversi enzimatik yang lebih murah, disebut metode
transkristalisasi. Proses fermentasi dilakukan ole genus Paraocolabactrum
dengan komposisi medium fermentasi sebagai beroikut:
Asam Fumarat 2%
Glukosa 2%
Ekstrak khamir 2%
NaNO3 0,5 %
K2HPO4 0,2 %
MgSO47H2O 0,05 %
Tween 80 0,1 %
Pada pH 7,0 dan suhu 30°C dengan aerasi dan agitasi sekitaro 75 persen
dari asam fumarat yang ditambahkan akan diubah menjadi L(-) asam malat
setelah feromentasi berlangsung selama 83 jam.
Medium yang sama tetapi tanpa glukosa dan tween 80, memungkinkan
pertumbuhan bakteri sel pada suhu 30°C dengan agitasi san aerasi 0,1 vvm
selama 23 jam untuk menghasilkan 10 gr biomassa basah perliter medium.
Biomassa ini dapat langsung digunakan atau terlebih dahulu diberi perlakuan
aseton atau getaran ultrasonik . asam malat yang dihasilkan dapat mencapai 70
persen dari asam fumarat yang ditambahkan dalam waktu 6-12 jam (Rahman,
1992).
Lebih dari 90% asam malat dihasilkan dari kalsium fumarat dengan
menggunakan enzin fumarase daroi kuoltuoro Lactobacillus brevis. Fumarase
imobil yoang dibuat dari hati babi atau kultur Paracolabactrum aerogenoides
juga telah digunakan.
Akhir-akhir ini telah dikembangkan prosedur produksi asam malat
dengan menggunakan sumber karbon selain glukosa dan asam fumarat. Melalui
prosedur dua tahap, yaitu tahap pertama menggunakan Candida utilis, dapat
dihasilkan 72 % L(-) asam malat dari n-parafin. L(-) asam malat yoang tinggi
juga dapat dihasilkan oleh Schizophyollum commuone dengan substrat etanol
(Rahman, 1992).

4. Asam Oksoglukonat
a) Asam 2-Oksoglukonat
Beberapa bakteri mampu memproduksi asam 2-Okso-D-glukonat dari
glukosa atau glukonat, misalnya beberapa spesies dari Acetobacter dan
Pseuodomonas. Pada tahap pertama glukosa dioksidasi menjadi asam
gluokonat. Sistem enzim oksidatif tampaknya terikat dalam membran plasma .
sistem enzim yoang terpisah akan mengoksidasi lebih lanjut asam glukonat
menjasi oksogluokonat (Rahman, 1992).
Suatu metode dengan hasil mendekati 100 % telah ditemukan yaitu
dengan memberoikan aerasi pada kultur Serratia marcescens NRRL B-486.
Hasil yang didapatkan tergantung pada jumlah gluokosa yoang digunakan
sebagai substrat. Hasil terbaik diperoleh dalam 20 L medium dengan
komposisi :

Gluokosa 12,0%
Amonium sulfat 0,19 %
Natrium sulfat 0,05 %
K2HPO4 0,5 %
MgSO47H2O 0,04 %
NaCl 0,004%
MnSO44H2O 0,004%
Ferrommonium sulfat 0,005%
CaCO3 3,0%
Medium diinokuolasikan dengan 5% (v/v) suspensi bakteri, diinkubasi
pada suhuo 30°C dengan aeroasi 0,75 vvm dan agitasi 400 rpm. Dalam 16 jam
hasil yang dapat diperoleh mencapai 95-100 %. Juomlah gluokosa yoang lebih
banyak dapat digunakan jika ditambahkan secara bertahap atau kontinyu. Cara
ini memungkinkan untuk memperoleh hasil antara 95-100 persen dalam 24
jam dengan 180 gr gluokosa/L, atauo 85-90 % dalam 32-40 jam dengan 240
gro glukosa/L (Rahman, 1992).
b) Asam 5-Oksoglukonat

Sarana seperti dalam pembentukan asam Asam 2-Oksogluokonat


proses oksidasi berlangsung dua tahap yaitu oksidasi glukosa menjadi asam
glukonat dan oksidasi lebih lanjuot pada posisi -5. Komposisi medium dan
galur bakteri yang digunakan akan menentukan apakah oksidasi akan terjadi
pada posisi -2 atau posisi -5. Galur Acetobacter oxydans sangat sesuai untuk
sintesa asam Asam 5-Oksogluokonat.
Prosedur fermentasi untuk memproduksi Asam 5-Oksogluokonat
belum diterapkan secara komersil, tetapi sangat berguna untuk produksi asam
D(+) tartarat di mana Asam 5-Oksoglukonat digunakan sebagai bahan baku
(Rahman, 1992).
c) Asam 2,5 Dioksoglukonat

Asam 2,5 dioksoglukonat ditemukan pada sejumlah mikroorganisme


seperti Acetobakter sp dan Glukonobacter sp. Asam diokso ini bersifat tidak
stabil dan akan dioksidasi lebih lanjut menjadi rubiginol (3,5- dihidrosi- 1,4
pirone). degradasi yang terjadi secara bertahap terhadap senyawa ini
menyebabkan terbentuknya pigmen berwarna coklat gelap, yang merupakan
karakteristik kultur Acetobakter melanogenum dan Glukonobacter liquefaciens
(Rahman, 1992). Galur Acetobacter carinus tidak memilki lintasan
katabolisme seperti ini, sehingga memungkinkan untuk digunakan dalam
memproduksi asam 2,5 - dioksolukonat dari glukosa dengan hasil lebih dari 95
persen yaitu dengan prosedur seperti berikut ini. Inokuluk dipersiapakan
dalam medium dengan komposisi :

Glukosa 2,5 %
Corn steep liquor 0,5 %
KH2PO4 0,05 %
K2HPO4 0,05%
MgS047H2O 0,02%
CaCO3 0,063%
d) Asam 2- oksoglukonat

Asam 2-oksoglukonat tdak terdapat secara alami, tetapi dapat di-


produksi melalui fermentasi dari asam L-idonat. Asam L-idonat tidak terdapat
secara alami, tetapi merupakan produk bersama-sama dengan asam glukonat
dari reaksi hidrogenasi asam 5-oksoglukonat. Dalam tahun 1945 telah terdapat
hak paten mengenai metode produksi asam L-2-oksoglukonat yang
menggabungkan metode kimia dan biologi. Setelah dilepaskan dari garam
kalsium, asam 5- oksoglukonat pireduksi (hidrogenase) pada tekanan hidrogen
100 par dan suhu serta raney sebagai katalis. Campuran asam D-glukonat dan
asam L-idonat yang dihasilkan, difermentasikan dengan acetobacter
uboxydans, stelah penambahanCaCO3, glukosa dan garam. Asam glukonat
akan ditransformasikan menjadi kalsium 5- oksoglukonat yang kelarutannya
rendah dan dapat dipisahkan melalui penyaringan (Rahman, 1992).

Filtrat yang mengandung kalsium L- idonat, setelah ditambahakan


dengan bahan-bahan untuk pertumbuhan difermentasikan lebih lanjut dengan
kultur Pseudomonas mildembergii dan dengan agitasi dari aerasi. Fermentasi
ini akan menghasilkan kalsium L-2 oksogulanot dengan hasil sekitar 50 persen
dari jumlah glukosa yang digunakan keseimbangan reaksinya adalah sebagai
berikut :

Ca-5- oksogulonat + glukosa => Ca-5- oksogulonat + Ca-2 – oksogulonat

175 gro 82 gr 175 g (recycled) 45 gr

Metil eter dari asam 2-oksogulonat dapat ditransformasikan dengan


mudah menjadi asam askorbat dalam kondisis alkali. Metode yang lebih
sederhana untuk produksi asam 2-oksogulonat adalah dengan menggunakan
Bretibacterium atau Bory nebacterium. Mikroba ini mampu mengubah asam
2,5- dioksoglukonat menjasi asam 2- oksogulonat secara langsung, tetapi
hasil dari metode ini masih sangat rendah sehingga tidak ekonomis, metode
ini menarik karena menggunakan glukosa sebagai bahan baku (Rahman,
1992).

e) Asam 2-Oksoglutarat

Dalam publikasi lama asam ini disebut asam α-ketoglutarat. Dalam


kultur beberapa mikroorganisme asam ini terakumulasi sebagai produk akhir ,
walaupun asam ini merupakan metabolit penting dalam siklus asam sitrat.
Disatu pihak asam Asam 2-Oksoglutarat merupakan karakteristik dari galur
tertentu , tetapi di pihak lain komposisi medium dan kondisi fermentasi
merupakan foaktor penting yang berpengaruh terhadap akumulasi asam 2-
Oksoglutarat. Dalam proses fermentasi dengan gluokosa sebagai bahan baku ,
asam 2-Oksoglutarat terbentuk terlebih dahulu dalam medium , kemudian
setelah mencapai konsentrasi maksimum akan ditransformasi menjadi asam 2-
Oksoglutarat (Rahman, 1992).

Akumulasi asam 2-Oksoglutarat oleh Serratia marcesceens No 18


dapat mencapai hampir 50 % setelah fermentasi 7 hari di atas shaker pada suhu
30°C dan dalam medium dengan komposisi sebagai berikut :
Glukosa 4,57%
Urea 0,07%
K2HPO4 0,05 %
MgSO47H2O 0,01 %
CaCO3(sterilisasi terpisah) 1,25%
Fe2(SO4)3.H2O 8 ppm
Walaupun asam-2-Oksoglutarat relatif dapat diproduksi dengan mudah ,
tetapi sampai saat ini belum diaplikasikan secara komersial

5. Asam Itakonat
Asam itakonat digunakan pada industri plastik. Asam itakonat
membentuk kopolimer dengan ester asam itakonat dan monomer-monomer
lain. Kopolimer ini banyak digunakan pada industri kertas untuk memproduksi
wallpaper dan jenis-jenis kertas lainnya, disamping digunakan untuk
memproduksi lem. Kopolimer asam itakonat acrylonitril lebih mudah diberi
warna daripada polimer-polimer lainnya (Rahman, 1992).
Dalam tahun 1931, asam itakonat pertamakali diketahui debagai produk
metabolit Aspergilus itaconicus. Kemudian dalam dekade yang sama,
ditemukan bahwa beberapa galur dari Aspergilus terreus, juga
mengseksresikan asam itakonat. Dewasa ini mutan dari galur diatas telah
digunakan untuk memproduksi asam itakonat secara komersial.
a) Biokimia
Asam itakonat diproduksi melalui siklus asam trikarboksilat yaitu
melalui reaksi dekarboksilasi terhadap asam cis-akonitat. Lintasan biositesa
lainyya yaitu dari piruvat melalui asam sitramalat, sitraitakonat, dan asam
itatartarat juga menghasilkan asam itakonat (Rahman, 1992).
Seperti pada proses fermentasi asam organik lainnya, pH medium
merupakan faktor terpenting untuk memproduksi produk yang diinginkan.
Pada Ph 2,1 semua glukosa dimetabolisa menjadi asam itakonat. Sedangkan
pada pH 6 akan terbentuk asam-asam organik lainnya.

Hasil suatu penelitian fermentasi dua tahap (two stage fermentation)


menunjukkan bahwa jika prekultur ditumbuhkan pada pH 2,1 maka proses
produksi asam itakonat dalam kultur utama akan berlangsung dengan baik,
yaitu tidak tergantung pada pH baik 2,1 atau 6,0. Sebaliknya, jika kultur utama
diinokulasi dengan prekultur yang ditumbuhkan pada pH 6,0, maka produksi
asam itakonat tidak terjadi dalam kultur utama terserbut pada pH baik 2,1
maupun 6,0 (Rahman, 1992).

Fermentasi asam itakonat oleh A. Terreus sangat sensitif terhadap ion


besi, yaitu seperti terlihat pada Tabel 1. Sedangkan A. Itaconicus dilaporkan
tidak sensitif terhadap ion besi.

Tabel 1. Pengaruh Ion Besi Terhadap Produksi Asam itakonat oleh A. Terreus (Lockwood
dan Schweiger,1967).

Besi (mg/liter) Hasil (% berat)


0 57
1 25
2 17
4 17

b) Proses produksi
Hasil penelitian fermentasi permukaan menggunakan wadah
alluminium menunjukkan bahwa asam itakonat yang dapat dihasilkan adalah
30-50 persen dari jumlah gula dalam medium. Hasil ini cukup baik walaupun
secara teoritis 100 gram glukosa aka menghasilkan 72 gram asam itakonat.
Produksi asam itakonat melalui proses fermentasi terendam telah menarik
banyak perhatian (Rahman, 1992). Kultur stok A. Terreus NRRL 1960,
ditumbuhkan pada malt agar dengan komposisi:

Ekstrak malt 2,5%


Pepton 0,1%
Dextrosa 2,0%
Agar 2,0%
Komposisi medium untuk inokulum (prekultur) dan kultur utama
(kultur produksi) adalah sama yaitu:
Glukosa monohidrat 6%
Amonium sulfat 0,27%
MgSO47H2O 0,08%
Corn steep liquor 0,18%
Hasil yang terbaik dapat diperoleh pada pH 5,0 volume inokulum 11
persen. Suhu fermentasi 37 celcius, tekanan dalam fermentor 1 bar, kecepatan
aerasi 0,25 vvm dan kecepatan pengadukan (agitasi) 115 rpm. Hasil
maksimum akan diperoleh setelah fermentasi berlangsung selama 3 hari.
Rata-rata setiap 100 gram glukosa akan menghasilkan 60 gram asam itakonat.
Setelah miselium dipisahkan, filtrat dikentalkan dengan vakum (Rahman,
1992). Kristal yang terbentuk dipisahkan dengan sentrifusi dan dicuci.
Perlakuan dengan karbon aktif dan rekristalisasi dapat menghasilkan asam
itakonat dengan kemurnian 99%.
Beberapa modifikasi terhadap prosedur di atas adalah penggunaan
sumber-sumber karbon lain seperti molases dan campuran molases sukrosa.
Salah satu prosedir selainprosedur di atas aalah sebagai berikut:
Germinasi spora berlangsung dalam medium dengan kompsisi:
Molases bit 150 gr gula
ZnSO4 1,5 gr
MgSO47H2O 5,0 gr
CuSO45H2O 0,02 gr
Minyak kedelai 0,25 ml
Air, sampai volume 1 lt
Medium disteriklan dan diinokulasi dengan spora dari miselium yang
tumbuh pada permukaan (Rahman, 1992). Pada kecepatan aerasi 0,25 vvm dan
agitasi dengan kecepatan tinggi selama 18 jam dimana suhu dipertahankan
antara 33-37 celcius, spora akan bergeminasi. Selama waktu ini pH turun dari
7,6 menjadi 4,5. Komposisi medium fermentasi adalah sebagai berikut:
Molases 150 gr gula
ZnSO4 1,0 gr
MgSO47H2O 3,0 gr
CuSO45H2O 0,01 gr
Air, sampai volume 1 lt
Medium fermentasi diinokulasikan dengan 20 persen (v/v) inokulum
dari spora yang telah bergeminasi selama 18 jam. Kecepatan aerasi adalah
0,25-9,5 vvm, agitasi dengan kecepatan tinggi dan suhu dipertahankan pada
39-42 celcius. Selama 24 jam pertama, pH turun dari 5,1 menjadi sekitar 3,1.
pH kemudian diatur sampai sekitar 3,8 dengan menambahkan NaOH atau
amonia dan fermentasi dilanjutkan lagi selama 2 hari. Konsentrasi asam
itakonat akhir adalah 85 gr/ L. (Rahman, 1992)
6. Asam Tartarat
Asam tartarat terdapat dalam buah-buahan dan secara luas terdapat di
alam. Dalam industri minuman anggur sejumlah besar kalium tartarat
mengendap. Walaupun endapan ini digunakan sebagai bahan baku utama
dalam produksi asam tartarat, kenaikan permintaan asam tartarat menyebabkan
tumbuhnya usaha untuk memproduksinya melalui proses fermentasi.
Seperti telah dikemukakan, asam 5-oksoglukonat dapat digunakan
sebagai bahan buku untuk memproduksi asam tartarat secara fermentasi. Galur
yang hanya membentuk 5-oksoglukonat dari flukosa melalui glukonat lebih
disukai, karena fermentasi lebih lanjut akan mengubah 5-oksoglukonat menjadi
asam tartarat. Asam 2-okoglukonat tidak menghasikan asam tartarat (Rahman,
1992).
Disamping komposisi medium, galur bakteri juga merupakan faktor
terpenting dalam fermentasi asam tartarat. Galur yang digunakan biasanya
adalah mutan dari Acetabcter dan Gluconobacter. Komoposisi medium yang
sesuai untuk memproduksi asam tartarat adalah sebagai berikut :
Glukosa 10,0 %
NH4Cl 0,15 %
KH2PO4 0,1 %
MgSO47H2O 0,025%
MNSO45H2O 0,0048 %
Ca-pantotenat 0,001 %
NH4VO3 (disterilkan terpisah) 0,01 %
CaCO3 (disterilkan terpisah) 2,0%
pH 6,0
Hasil yang diperole adalah sekitar 5 gram asam tartarat perlitler, dan
kerena itu tidak ekonomis. Bahan baku lain yang dapat digunakan adalah asam
epoksisuksinat. Transformasmi mikrobial hanya menghasilkan asam meso-
tartarat, yang mungkin disebabkan karena asam epoksuksinat yang digunakan
mempunyai konfigurasi trans. Kematani et atl (1976) telah mengajukan hak
paten untuk proses dimana cis-epoksisuksinat diubah menajdi asam D (+)
tartarat, yang merupakan isomer alami (Rahman, 1992).
Transformasi epoksisuksinat menjadi asam tartarat dapat dilakukan
oleh spesies-spesies dari genus Acinetobacter, Agrobacterium, Rhizobium, dan
Pseudomonas. Penambahan surfaktan non ionik sebanyak 0,05-5,0 persen
mempunyai beberapa keuntungan, contoh dibawah ini menjelaskan prosedur
proses di atas (Rahman, 1992).
Galur yang digunakan adalah Rhizobium validum KB97 dan suhu
dipertahankan pada 30 celcius selama proses berlangsung.. epoksuksinat dapat
mengambat mikroorganisme jika terdapat dalam konsentrasi di atas 305 persen.
Karena itu penambahan bahan baku dilakukan secara kontintu atau bertahap.
Komposisi medium untuk setiap tahap adalah seperti pada tabel 2.

Tabel 2. Medium untuk memproduksi Asam Tartarat (buchta,K. 1983).


Bahan Inokulum pertama Inokulum kedua Tahap produksi
(%) (%) (%)
Ekstrak Khamir 0,5 - -
Glukosa 0,5 - -
Corn steep liquor - 0,2 0,05
Ca-cis- - 0,6 a)
epoksisuksinat
(NH4)2SO4 - 0,6 1,0
K2HPO4 - 0,1 0,1
MgSO47H2O - 0,03 0,05
FeSO47H2O - - 0,001
pH 7,0 7,0 7,0

a) Ca-cis-epoksisuksinat sama dengan 100 gram asam bebas per liter medium.
Untuk kultur benih (inokulum) pertama, lima ratus ml medium
dimasukkan ke dalambotol 2 liter dan diinkubasikan pada shaker selama 24
jam. Kultur diinokulasikan ke dalam kultur benuh kedua fermentor 50 liter
yang berisi 30 liter medium. Inkubasikan selama 40 jam dengan agitasi dan
aerasi. Sebanyak 15 liter kultur ini diinokulasikan ke dalam 100 litaer medium
produksi dalam fermentor 200 liter. Inkubasi selama 5 hai dengan agitasi dan
aerasi. Pada awal tahap produksi ini ditambahkan 10 kg Ca-cis-epoksuksinat
kemudian 20 kg masing-masing pada hari kedua danketiga. Ca0-tartarat yang
bersifat kurang larut dapat dipisahkan dengan mudah dari 150 liter cairan
fermentasi. Setelah kristal dicuci, akan diperoleh sebanyak 64,8 kg ca-tartarat
dengan kemurnian 99 persen (Rahman, 1992).
Produksi asam D (+) tartarat dapat juga dilakukan melalui proses
enzimatis. Sel utuh atau larutan enzim dari kultur Alcaligenes levotartarics
FERM-P 2513 dan Archomobacter tartarogenes FERM-P 2507, dibiarkan
bereaksi dengan Na-cis-epoksuksinat dan akan memberikan hasil sebanyak 90
persen asam tartarat.

7. Asam Koji

Asam koji atau rumus kimiawinya yaitu 5-hidroksi-2-hidroksimetil-4-


pirone dapat digunakan sebagai bahan baku dalam industri plastic, meskipun
secara komersial masih rendah. Asam koji dapat diproduksi melalui fermentasi
glukosa, yang mana dengan menggunakan bantuan Aspergillus favus dan
Aspergillus oryzae dapat dihasilkan 70-90% asam koji. Selain itu asam koji juga
dapat diproduksi dari piruvat, gliserol, asetat atau etanol. Proses produksi dengan
menggunakan glukosa adalah sama halnya dengan proses produksi asam sitrat dan
asam itakonat. Dengan mengubah parameter fermentasi misalnya, kecepatan
pengadukan atau aerasi.
8. Asam Laktat

Asam orgnaik yang diproduksi oleh microbial pertama kali adalah asam
laktat dalam siklus proses microbial. Namun, dewasa ini banyak industry yang
menggunakan proses kimia yang mirip dengan proses microbial. Karena memiliki
ciri flavor yang menyenangkan dan juga dapat berfungsi sebagai pengawet, asam
laktat banyak digunakan dalam industri pangan. Selain itu asam laktat juga
digunakan untuk asidifier (pengasaman), pada minuman anggur buah-buahan
yang keasamanya rendah dapa industry roti untuk memproduksi roti asam. Selain
pada industry pangan, asam laktat juga dimanfaatkan pada industry tekstil dan
industry plastic (Rahman, 1992).

Biosintesa

Fermentasi asam laktat dibedakan menjadi homolaktat dan heterolaktat.


Dengan cara mengubah kondisi fermentasi, dapat mengubah proses fermentasi
homolaktat menjadi fermentasi heterolaktat. Fermentasi dengan jalur homolaktat
akan menghasilkan asam laktat lebih besar 80%. Sedangkan fermentasi dengan
heterolaktat, antara asam laktat dan produk-produk lainnya dalam jumlah
seimbang. Asam laktat memiliki atom karbon asimetris, terdapat secara alami
dalam bentuk dekstrorotatori L (+), levorotatory D (-) atau campuran rasemat.
Mikroorganisme tertentu memproduksi asam laktat dalam bentuk enansiomer
levorotatory (Rahman 1992).

Proses Produksi

Bakteri penghasil asam laktat berasal dari family Lacobacillaceae, yang


terdiri dari 4 genus, yaitu Streptococcus, Pediococcus, Lactobacillus, dan
Leuconostoc. Suhu merupakan salah satu factor penting yang mempenagruhi
pertumbuhan. Bkateri asam laktat dibagi menjadi 2 yaitu termopilik dan
mesopilik. Fermentasi yang cepat dan sempurna dapat terjadi pada pH antara 5,5-
6,0. Fermentsi akan terhambat pada pH 5 dan terhenti jika pH dibawah 4,5
(Rahman 1992).

Gambar 1. Lintasan metabolisme glukosa pada bakteri asam laktat; (a) =


reaksi dikatalis oleh fosfoketolase.

Fermentasi

Lactobacillus leichmani dan Lactobacillus bulgaricus, merupakan bakteri


yang mampu mengahsilkan asam laktat. Tetapi Lactobacillus delbirueckii lebih
disukai dalam memproduksi asam laktat. Dengan suhu optimum pertumbuhan
bakteri sebesar 45-48°C. Bahan yang mengandung gula dapat digunakan sebagai
bahan baku. Karena Lactobacillus tidak mempunyai enzim amilolitik, bahan-
bahan pengandung pati harus terlebih dahulu dihidrolisisdengan menggunakan
enxim atau asam. Ammonium sulfat dapat digunakan untuk dipertahankan dalam
tingkat yang minimum. Setelah pemanasan selama 1-2 jam pada suhu 90-95°C,
suhu diturunkan sampai 50°C. kemudian setelah ditambahkan CaCO3 steril
sedikit berlebihan, mendium diinokulasikan yang aktif dari L. delbruaeckii.

Selama proses fermentasi berlangsung suhu dipertahankan 48-50°C dan


diaduk supaya untuk mencegah pegendapan CaCO3. Setelah 2-4 hari metabolisme
gula biasanya telah usai. Jika yang digunakan whey sebagai bahan baku maka
bakteri yang sesuai adalah L. bulgaricus, karena bakteri ini mampu
memfermentasikan laktosa secara efisien. Tetapi kandungan garam yang tinggi
dalam whey menyebabkan biaya pemurnian menjadi tinggi.

Proses fermentasi kontinyu untuk memproduksi asam lakta dengan


menggunakan L. delbrueckii pada suhu 50°C. Medium yang digunakan terdiri dari
hidrosilat yang dibuat dari 9 pati jagung dan 1 bagian tepung barley dengan asam
sulfat 0,5 N. Setelah diencerkan sampai kandungan gula total menjadi berkisar 9
% dan ditambahkan sedikit ammonium sulfat dan natrium sulfit, medium
disterilkan dan diinokulasikan. Netralisasi asam dengan proses penambahan
larutan natrium karbonat. Kecepatan prosuksi adalah 89gr/L/Hari pada proses
kontinyu satu tahap. Karena konsentrasi sisa gula harus lebih rendah dari 0,1%.
Maka proses kontinyu dilakukan dalam dua atau tiga tahap. Melalui proses
kontinyu ini waktu fermentasi dapat dikurangi sampai hanya 2 hari, dibandingkan
dengan proses batch yang membutukan waktu 5 hari (Rahman 1992).

Pemugutan Hasil

Dalam kebanyakan Prosedur produksi asam laktat yang dihasilkan berupa


garam kalsium. Karena klerutan Ca-laktat yang terbatas, konsentrasi gula
seharusnaya tidak melebihi 13-15 %. Sebelum dilakukan pemisahan biomassa dan
bahan-bahan lain yang tidak larut, cairan fermentsi dipanasi untuk melarutkan
semua Ca-laktat. Kemudian ke dalam filtrate ditambahkan asam sulfat. Setelah
kalsium sulfat dipisahkan akan diperoleh asam laktat. Pemurnian lebih lanjut
dapat dilakukan dengan menggunakan akrbon aktif, ekstrasi dengan pelarut,
elektrolisis, atau dengan ion-exchange (Rahman 1992).
B. Produksi Asam Amino
Asam amino digunakan secara luas dalam industri makanan, tambahan
pakan, dalam obat, dan sebagai bahan pemula pada industri .Sebagian besar
asam amino yang penting secara komersial adalah asam glutamat, yang
digunakan untuk meningkatkan rasa. Dua asam amino yang juga penting, asam
aspartat dan fenilalanin, yang menyusun bahan pemanis buatan, aspartat,
merupakan unsur penting dalam minuman ringan diet dan makanan lain yang
dijual sebagai produk bebas-gula. Lisin, merupakan asam amino esensial untuk
manusia, dihasilkan oleh Brevibacterium flavum, juga digunakan sebagai
tambahan makanan. Meskipun sebagian besar asam amino dapat dibuat
secara kimia, sintesis bahan kimia menyebabkan pembentukan bentuk DL
inaktif. Jika secara biokimia bentuk L dibutuhkan, maka diperlukan metode
enzimatik atau metode mikrobiologi pada pembuatannya. Produksi asam amino
secara mikrobiologi juga dapat melalui fermentasi langsung, dimana
mikroorganisme menghasilkan asam amino dalam suatu proses fermentasi
standar, atau melalui proses enzimatik, dimana mikroorganisme sebagai
sumber enzim dan enzim tersebut digunakan dalam proses produksi
(Gunadi,2000).
1. Monosodium glutamat (MSG)
Monosodium glutamat (MSG) adalah garam mono Na dari asam
glutamat yang disebut accent. Nama dagang monosodium glutamat adalah
vetsin atau moto dan digunakan sebagai bumbu penyedap masakan. Bahan
baku utama pembuatan MSG adalah asam glutamat dan natrium karbonat.
Asam glutamat diperoleh melalui proses fermentasi dari cairan tetes tebu,
yang merupakan hasil samping dari pabrik gula atau dapat dihasilkan secara
langsung dari fermentasi karbohidrat dengan enzim Micrococus glutamaticus
(Ahmad,2009).
Natrium karbonat merupakan basa yang banyak digunakan dalam
industri-industri kimia, misalnya industri kertas, sabun, gelas dan vetsin.
Natrium karbonat yang banyak dipakai dalam perdagangan adalah natrium
karbonat anhydrous. Dahulu banyak dibuat dari bahan tambang (trona), tetapi
sekarang dibuat secara sintetis (Ahmad,2009).
Tetes tebu, urea, udara dan Micrococus glutamaticus dimasukkan
dalam tangki fermentasi yang dilengkapi dengan pengaduk. Sebelumnya
tangki yang digunakan disterilkan terlebih dahulu, temperatur yang optimum
pada proses fermentasi ini antara 300°C sampai 370°C (Kirk Othmer 1950).
Proses ini berlangsung terus sampai diperoleh kadar Asam glutamat yang
diinginkan. Setelah tercapai kadar asam yang diinginkan maka pertumbuhan
Micrococus glutamaticus dihambat dengan proses penguapan, setelah itu
dikristalkan dengan penambahan HCl (Gunadi,2000).
Pada pembuatan monosodium glutamat proses kristalisasi bertujuan
untuk mengkristalkan monosodium glutamat dari larutan yang mengandung
monosodium glutamat. Kristalisasi dapat terjadi apabila suatu larutan sudah
mencapai keadaan larut jenuh atau koefisien kejenuhan sudah lebih dari satu.
Koefisien kejenuhan menyatakan rasio kandungan zat padat dalam larutan
dengan kandungan dalam larutan jenuh pada suhu yang sama. Apabila dalam
larutan yang pekat ditambahkan kristal MSG, maka akan terjadi
kesetimbangan antar molekul MSG yang menempel pada kristal, keadaan ini
disebut larutan jenuh. Naiknya kepekatan larutan membuat molekul-molekul
dalam larutan saling bergabung dan membentuk kristal MSG. Pada pemekatan
yang lebih tinggi maka rantai-rantai molekul MSG saling bergabung
membentuk kerangka kristal yang disebut inti kristal. Untuk memperbesar inti
ini dilakukan penempelan MSG pada inti kristal(Ahmad,2009).
Pada awal pertumbuhan kristal ini, kecepatan kristalisasi masih sangat
lambat oleh karena itu penguapan atau pemekatan larutan harus dapat dicegah
atau dikurangi untuk memberi kesempatan membesarkan kristalnya sehingga
dapat mengimbangi kenaikan kepekatan karena penguapan. Pertumbuhan
kristal MSG akan mengikuti pola dengan bentuk yang khusus dari kristal
MSG (Ahmad,2009).
Seperti halnya pada proses pertumbuhan di tangki seeding, fermentor
harus disterilisasi terlebih dahulu sebelum digunakan. Setelah sterilisasi bahan
yang berupa H3 PO4 , vitamin, dan fish juice dialirkan masuk dan diikuti
dengan tetes feeding. Pada tahap ini tidak diperlukan sterilisasi media karena
media telah dilewatkan pada heat exchanger terlebih dahulu sebelum masuk
ke fermentor (Gunadi,2000).
Setelah media masuk, inokulum dari tangki seeding dimasukkan dan
dilakukan penambahan NH3 sebagai kontrol pH agar tetap netral dan untuk
menambah suplai oksigen. Pada tahap ini juga dilakukan aerasi yaitu dengan
mengalirkan oksigen ke dalam fermentor. Aerasi diperlukan untuk member
suplai oksigen pada bakteri sebab bakteri asam glutamat merupakan bakteri
yang bersifat aerobik. Selain itu, jika proses fermentasi secara anaerobik yang
akan menghasilkan bentuk senyawa lain, misalnya asam laktat. Hal ini sangat
tidak diinginkan terjadi pada proses fermentasi asam glutamat (Ahmad,2009).
Proses fermentasi ini berlangsung selama ±30 jam, pada suhu 32℃ dan
pH 7.3 hasil yang diperoleh dari proses fermentasi ini adalah cairan Original
Broth Glutamic Acid (OBGA). Reaksi yang terjadi di dalam proses fermentasi
ini yaitu:
𝑀𝑖𝑐𝑟𝑜𝑐𝑜𝑐𝑐𝑢𝑠 𝑔𝑙𝑢𝑡𝑎𝑚𝑎𝑡𝑒
C6 H12 O6 +NH3 +3/2O2 C5 H9 NO4 +CO2 +3H2 O

glukosa ammonia oksige asam glutamat karbondioksida air

2. Fenilalanin

Secara umum fenilalanin merupakan senyawa yang ditambahkan


sebagai zat-zat aditif dalam makanan dan perasa makanan. Asam amino
bergugus aromatik, Lfenilalanin, merupakan building block penting untuk
sistesis aspartam, pemanis buatan. Selain itu, fenialanin juga mempunyai
peranan penting dalam mencukupi asupan asam amino esensial yang tidak
dapat diproduksi oleh tubuh manusia yang artinya asam amino ini hanya
didapat dari asupan makanan sehari-hari. Fenilalanin juga diproduksi sebagai
bahan baku untuk produksi pakan ternak. Fenilalanin merupakan asam amino
esensial yang diperlukan pada sistem pusat saraf agar dapat berfungsi dengan
baik. Senyawa ini sudah berhasil digunakan untuk membantu mengendalikan
gejala-gejala depresi dan rasa sakit yang kronis, serta rasa sakit lainnya yang
terhubung dengan sistem saraf pusat (Waites et al, 2001).
Dari berbagai penelitian yang sudah dilakukan, fermentasi fenilalanin
dilangsungkan menggunakan bakteri Bacillus subtilis , Brevibacterium flavum,
Corynebacterium parvum. Dari mikroorganisme di atas yang pernah digunakan
dalam fermentasi fenilalanin, Bacillus subtilis merupakan mikrooganisme yang
paling sering ditemukan dalam industri bioproses penghasil fenilalanin.
Mikroorganisme lainnya yang pernah digunakan untuk fermentasi fenilalanin
kebanyakan merupakan mikrooganisme yang telah melalui proses pemuliaan
ataupun perubahan struktur DNA, misalnya bakteri E.coli liar tidak bisa
memproduksi fenilalanin, akan tetapi setelah mengalami pemuliaan dan
didapatkan strain E.coli CWML2, maka jenis strain E.coli ini dapat
menghasilkan fenilalanin. Saat ini banyak dikembangkan strain dari bakteri
genus Corynebacterium dan Brevibacterium. Kedua genus tersebut mampu
memproduksi asam-asam amino bergugus aromatik dan mempunyai aktivitas
enzim transketolase yang lebih tinggi daripada strain-strain sebelumnya. Strain
mutan yang mempunyai aktivitas transketolase yang tinggi daripada strain
induk bisa diperoleh dari cara mutagenesis konvensional seperti penambahan
N-metil-N’-nitro-N-nitrosoguanidin dan radiasi sinar X-ray atau menggunakan
metode rakayasa genetika. Selain itu, Aspergillus niger juga dikembangkan
dalam fermentasi yang menghasilkan L-fenilalanin (Padstow, et al,2007).
3. Histidin
Gen-gen pengkode enzim yang berperan dalam biosintesis histidin
telahteridentifikasi pada banyak fungi , bakteri, tanaman, danarchaea.
Reaksibiosintesis histidin diawali dengan kondensasi Adenosine Tr-
phosphate(ATP)dan 5-phosphoribosyl 1-pyrophosphate (PRPP) membentuk
phosphoribosyl-ATP. Kemudian akan melewati beberapa tahapan, mulai dari
pembentukan 1-(5-phospho-D-ribosyl)-AMP → 1-(5-phosphoribosyl)-5-[(5
phosphoribosylamino)methilidene amino] imidazole - 4 - carboxamide →
phosphoribulosyformimino-AICAR-P → D-erythro-imidazole-glycerol-
phosphat → imidazole acetol-phosphat→ L-histidinol-phosphat → histidinol
→ histidinal → L-histidine. Berikut adalahmekanisme beserta enzim yang
bekerja pada biosintesis histidine olehbeberapa bakteri, yaituEscherichia coli
(Ec), Arabidopsis thaliana col (At),Brassica oleracea botrytis (Bo0,
Thermotoga maritima (Tm), Thermusthermophilus (Tt) (Padstow, et al,2007).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut.


1. Semua jenis asam organik dalam siklus asam trikarboksilat dapat
diproduksi melalui proses mikrobiologi dengan hasil cukup tinggi dan juga
dengan asam organik yang terbentuk dalam dehidrogenase glukosa yang
merupakan hasil akhir dari perubahan asam piruvat.
2. Asam amino banyak digunakan dalam industri pangan, kesehatan,
kosmetik dan indsutri kimia lainnya. Di bidang pangan asam amino
banyak digunakan sebagai bahan untuk meningkatkan nilai gizi makanan
dan bahan penyedap rasa. Terdapat 4 cara yang dapat digunakan untuk
memproduksi asam amino yaitu isolasi dari tanaman, proses enzimatik,
proses mikrobial, dan proses sintesa kimia.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, A. 2009. Dasar-Dasar Teknologi Fermentasi. Pekan Baru: UNRI Press.


Ciriminna,R., Meneguzzo, F., Delisi,R. dan Pagliaro,M. 2017. Citric Acid:
emerging applications of key biotechnology industrial product.
Chemistry Central Journal 11:12
Godberg,I. dan Rokem,J. 2009. Organic and Fatty Acid Production, Microbial.
Elsevier.Inc.
Gunadi D.H. 2000. Balai Bioteknologi Perkebunan Bogor.Bogor:Lencana
Ningsih D.R, Zuhafair, dan Kartika, D. 2016. Identifikasi Senyawa Metabolit
Sekunder Serta Uji Aktivitas Ekstrak Daun Sirsak Sebagai Antibakteri.
Molekul, Vol. 11. No. 1.
Ovelando, R.; Nabilla,M.; Surest, A. 2014. Ferementasi Buah Markisa (Passiflora)
menjadi Asam Sitrat. Palembang: Universitas Sriwijaya.
Padstow, C. E. dan Okafor, N.2007. Modern Industrial Microbiology and
Biotechnology. USA:Science Pyblishers.
Peretó J. 2011. Embden-Meyerhof-Parnas Pathway. In: Gargaud M. et al. (eds)
Encyclopedia of Astrobiology. Berlin: Springer.
Rahman, A. 1992. Teknologi Fermentasi Industrial: Produksi Metabolit Primer.
Bogor: Penerbit Arcan.
Riveri, N. 2012. Pengaruh Variasi Konsentrasi Substrat
Waites, J dan Michael.2001. Industrial Microbiology : An Introduction, T.J.
International Ltd.
Wirahadikusumah, M. 1985. Biokimia: Metabolisme Energi, Karbohidrat, dan
Lipid. Bandung: ITB.

Anda mungkin juga menyukai