Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit tropis merupakan salah satu bentuk penyakit yang
sering terjadi di daerah beriklim tropis dan subtropis.Tidak hanya di
Indonesia, tapi hampir di semua negara berkembang, penyakit tropis
ini dapat mewabah dengan cepat dan menjadi salah satu faktor
peningkat angka kematian.Untuk mengurangi angka kematian tersebut,
perlu adanya penanggulangan guna menekan penyebarluasan penyakit
tropis yang ternyata semakin lama semakin mewabah.Masyarakat pun
mengharapkan adanya aksi dari pemerintah dengan memberikan
perhatian dalam melakukan pemberantasan penyakit-penyakit tropis
dan mengadakan pelayanan kesehatan yang layak untuk
masyarakat.Salah satunya adalah Diare akut yang sampai saat ini
masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara berkembang
tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan
KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam
waktu yang singkat.Dinegara maju walaupun sudah terjadi perbaikan
kesehatan dan ekonomi masyarakat tetapi insiden diare infeksi tetap
tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan.
Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian
sekitar 3 juta penduduk setiap tahun.Di Indonesia dari 2.812 pasien
diare yang disebabkan bakteri yang datang kerumah sakit dari
beberapa provinsi seperti Jakarta, Padang, Medan, Denpasar,
Pontianak, Makasar dan Batam yang dianalisa dari 1995 s/d 2001

1
Tingginya kejadian diare ini disebabkan oleh foodborne
infections dan waterborne infections yang disebabkan oleh Vibrio
cholerae,diikuti dengan Shigella spp, Salmonella spp, V.
Parahaemoliticus, Salmonella typhi, Campylobacter Jejuni dan
Salmonella paratyphi A.
Selain diare akut penyakit yang terjadi akibat kesehatan
lingkungan yang kurang adalah Disentri yang merupakan tipe diare
yang berbahaya dan sering kali menyebabkan kematian dibandingkan
dengan tipe diare akut yang lain. Penyakit ini dapat disebabkan oleh
bakteri (disentri basiler) dan amoeba (disentri amoeba). Kejadian
disentri amoeba di Indonesia sampai saat ini masih belum ada, akan
tetapi untuk disentri basiler dilaporkan 5% dari 3848 orang penderita
diare berat menderita disentri basiler.
Di dunia sekurangnya 200 juta kasus dan 650.000 kematian
terjadi akibat disentri basiler pada anak-anak dibawah usia 5 tahun.
Kebanyakan kuman penyebab disentri basiler ditemukan di Negara
berkembang dengan kesehatan lingkungan yang masih kurang.
Disentri amoeba hampir menyebar di seluruh dunia terutama di Negara
yang berkembang yang berada didaerah tropis. Hal ini dikarenakan
faktor kepadatan penduduk, hygiene individu, sanitasi lingkungan dan
keadaan sosial ekonomi serta cultural yang menunjang.

2
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang penulis gunakan meliputi :
1. Apa itu diare dan disentri ?
2. Apa etiologi diare dan disentri ?
3. Apa patofisiologi diare dan disentri ?
4. Apa manifestasi klinik diare dan disentri ?
5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik diare dan disentri ?
6. Bagaimana cara pencegahannya diare dan disentri ?
7. Bagaimana penatalaksanaan diare dan disentri ?

C. TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan latar belakang dan rumusan di atas penulisan makalah ini
bertujuan untuk :
1. Tujuan Umum
Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mendapatkan
gambaran epidemiologi,etiologi,isu dan program penanganan
penyakit diare dan disentri
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian diare dan disentri.
b. Mengetahui etiologi diare dan disentri.
c. Mengetahui patofisiologi diare dan disentri.
d. Mengetahui manifestasi klinik diare dan disentri.
e. Mengetahui pemeriksaan diagnostik diare dan disentri.
f. Mengetahui cara pencegahannya diare dan disentri.
g. Mengetahui penatalaksanaan diare dan disentri.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. DIARE
1. PENGERTIAN
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja
berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat),
kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari
200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria
frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per
hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai
lendir dan darah. Diare akut adalah diare yang onset
gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari,
sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari
14 hari. Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi.
Dari penyebab diare yang terbanyak adalah diareinfeksi.
Diare infeksi dapat disebabkan Virus, Bakteri, dan Parasit.
2. EPIDEMIOLOGI
Diare akut merupakan masalah umum ditemukan
diseluruh dunia. Di Amerika Serikat keluhan diare
menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada
ruang praktek dokter, sementara di beberapa rumah sakit di
Indonesia data menunjukkan diare akut karena infeksi
terdapat peringkat pertama s/d ke empat pasien dewasa
yang datang berobat ke rumah sakit.

4
Di negara maju diperkirakan insiden sekitar 0,5-2
episode/orang/tahun sedangkan di negara berkembang lebih
dari itu. Di USA dengan penduduk sekitar 200 juta
diperkirakan 99 juta episode diare akut pada dewasa terjadi
setiap tahunnya.
WHO memperkirakan ada sekitar 4 miliar kasus diare
akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun.9 Bila
angka itu diterapkan di Indonesia, setiap tahun sekitar 100
juta episode diare pada orang dewasa per tahun.10 Dari
laporan surveilan terpadu tahun 1989 jumlah kasus diare
didapatkan 13,3 % di Puskesmas, di rumah sakit didapat
0,45% pada penderita rawat inap dan 0,05 % pasien rawat
jalan.
Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang
untuk mendekati pasien diare akut yang disebabkan oleh
infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi, berpergian,
penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan
petunjuk penting dalam mengidentifikasi pasien beresiko
tinggi untuk diare infeksi.
3. KLASIFIKASI DIARE
a. Berdasarkan Lama waktu diare
1) Diare Akut
Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang
dari 15 hari. Sedangkan menurut World
Gastroenterologi Organisation global guiedelines
2005, diare akut didefenisikan sebagai pasase tinja
yang cair/lembek dengan jumlah lebih banyak dari
normal, berlangsung kurang dari 14 hari (Simadibrata,
2006).

5
2) Diare Kronik
Diare kronik adalah diare yang berlangsung
lebih dari 15 hari. Sebenarnya para pakar didunia
telah mengajukan beberapa kriteria mengenai batasan
kronik pada kasus diare tersebut, ada yang 15 hari, 3
minggu, 1 bulan dan 3 bulan, tetapi di Indonesia
dipilih waktu lebih 15 hari agar dokter tidak lengah,
dapat lebih cepat menginvestigasi penyebab diare
dengan lebih tepat (Simadibrata, 2006).
3) Diare Persisten
Diare persisten merupakan istilah yang dipakai
di luar negeri yang menyatakan diare yang
berlangsung 15-30 hari yang merupakan kelanjutan
dari diare akut (peralihan antara diare akut dan kronik,
dimana lama diare kronik yang dianut yaitu yang
berlangsung lebih dari 30 hari) (Simadibrata, 2006).
b. Berdasarkan Mekanisme Patofisiologik
1) Diare Osmotik
Diare osmotik dapat terjadi disebabkan oleh
terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat
diserap akan menyebabkan tekanan Osmotik dalam
rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran
air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi Usus
yang berlebihan akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.

6
2) Diare Sekretorik
Ada 2 kemungkinan timbulnya diare sekretorik,
yaitu sekretorik pasif dan diare sekretorik aktif. Diare
sekretorik pasif disebabkan oleh tekanan hidrostatik
dalam jaringan, hal ini terjadi pada ekspansi air dari
jaringan ke lumen usus. Hal ini terjadi pada
peninggian tekanan vena mesenterial, obstruksi
sistem limfosik, intestinal iskemia, bahkan pada
proses peradangan (Daldiyono, 1997).
Diare sekretorik aktif terjadi bila terdapat
gangguan (hambatan) aliran (absorbsi) dari lumen ke
plasma atau percepatan cairan air dari plasma atau
percepatan cairan air dari plasma ke lumen.
Seperti diketahui dinding usus selain
mengabsorbsi air juga dalam keadaan fisiologis
terdapat keseimbangan dimana aliran absorbsi selau
lebih banyak dari pada aliran sekresi.
3) Gangguan Motilitas Usus
Hiperperistaltik usus akan mengakibatkan
berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan sehingga timbul diare.

4. ETIOLOGI
Diare akut disebabkan oleh banyak penyebab antara
lain infeksi (bakteri,parasit, virus), keracunan makanan,
efek obat dan lain-lain.Menurut World Gastroenterology
Organisation global guidelines 2005, etiologi diare akut
dibagi atas empat penyebab: bakteri, virus, parasit dan non-
infeksi (Simadibrata,2006).

7
a. Enteral
1) Bakteri: Shigella sp, E.coli patogen, Salmonella sp,
Vibrio cholera, Yersinia enterocolytica,
Campylobacter jejuni, V.parahaemoliticus,
Staphylococcus aureus, Streptococcus, Klebsiella,
Pseudomonas, Aeromonas, Proteus, dll.
2) Virus: Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus,
Norwalk like virus, Cytomegalovirus (CMV),
Echovirus, HIV.
3) Protozoa: Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,
Cryptosporidium parvum,Balantidium coli.
4) Cacing: A. Lumbricoides, Cacing tambang, Trichuris
trichiura, S.stercolaris,Cestodiasis, dll.
5) Fungus: Kandida / Moniliasis
b. Parenteral: Otitis Media Akut (OMA), penumonia.
Traveller’s diarrhea: E.coli, Giardia lamblia, Shigella,
Entamoeba histolytica dll.
1) Makanan : Intoksikasi makanan : makanan beracun
atau mengandung logam berat, makanan mengandung
bakteri / toksin seperti Clostridium perfringens,
B.cereus, S.aureus, Streptococcus anhaemolyticus dll.
2) Alergi : susu sapi, makanan tertentu.
3) Malabsorpsi / maldigesti : Karbohidrat (monosakarida
dan disakarida), lemak,protein, vitamin dan mineral.
4) Terapi obat : antibiotik, kemoterapi, antasida.

8
5. CARA PENULARAN
Diare dapat ditularkan dengan dua cara yaitu dengan
cara langsung maupun tidak langsung.
a. Penularan diare secara langsung
Penyakit diare dapat ditularkan oleh kuman, dari orang
satu ke orang lain secara langsung melalui fecal-oral dengan
media penularan utama adalah mekanan atau minuman yang
terkontaminasi agent penyebab diare (Suharyono, 1991).
Penderita diare berat akan mengeluarkan kuman melalui
tinja, jika pembuangan tinja tidak baik dilakukan pada
jamban yang tertutup, maka berpotensi sebagai sumber
penularan.
Penularan diare dapat terjadi karena ada kontak langsung
dengan feses yang terinfeksi secara langsung. Berikut
penjelasannya :
1) Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi
dengan udara dan kuman yang ada diruangan tersebut,
nbaik yang sudah di cemari oleh serangga atau
terkontaminasi oleh tangan kotor.
2) Bermain dengan mainan yang telah terkontaminasi
kuman penyebab diare apalagi pada saat bayi seringan
memasukkan tangan atau mainan atau barang apapun
ke dalam mulut. Karena virus ini dapat bertahan di
permukaan udara selama berjam-jam bahkan sampai
beberapa hari.
3) Penularan lainnya terjadi ketika anda dan keluarga
menggunakan sumber air yang sudah tercemar dan
tidak memasak air dengan benar.

9
4) pencucian dan pemakaian botol susu yang tidak bersih.
5) Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah selesai
buang air besar atau membersihkan feses anak yang
terinfeksi, sehingga mengkontaminasi perabotan dan
alat-alat yang dipegang.
b. Penularan secara tidak langsung
Penyakit diare dapat juga ditularkan secara tidak
langsung melalui air. Air yang tercemar kuman, bila
digunakan orang untuk keperluan sehari-hari tanpa
direbus atau dimasak terlebih dahulu, maka kukan akan
masuk ke tubuh orang yang memakainya, sehingga
orang tersebut dapat terkena diare (suharyono, 1991).

6. PATOFISIOLOGI
Pada diare akut,mikroorganisme masuk ke saluran
cerna kemudian berkembang biak setelah berhasil melewati
asam lambung.Mikroorganisme membentuk toksin lalu
terjadi rangsangan pada mukosa usus yang menyebabkan
terjadinya hiperperistaltik dan sekresi cairan tubuh yang
mengakibatkan diare.

7. MANIFESTASI KLINIK
a. Diare Akut
1) Akan hilang dalam waktu 72 jam dari onset
2) Onset yang tidak terduga dari buang air besar
encer,gas dalam perut,rasa tidak enak dan nyeri
perut
3) Nyeri pada kuadran kanan bawah yang disertai kram
dan bunyi pada perut.

10
4) Demam
b. Diare Kronik
1) Serangan lebih sering selama 2-3 periode yang
lebih panjang.
2) Penurunan BB dan tidak nafsu makan.
3) Demam indikasi dari terjadinya infeksi.
4) Dehidrasi
8. KOMPLIKASI
Akibat diare, kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak
dapat terjadi berbagai komplikasi sebagai berikut :
a. Dehidrasi (ringan sedang, berat, hipotnik, isotonic atau
hipertonik).
b. Renjatan hipovolemik.
c. Hipokalemia 9dengan gejala metorismus, hipotoni otot,
lemah, brakikardia, perubahan elektrokardiogram).
d. Hipoglikemia.
e. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus
dan defisisensi enzim lactase.
f. Kejang terjadi pada dehidrasi hipertonik.
g. Malnutrisi energy protein, (akibat muntah dan diare jika
lama atau kronik).

Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan


komplikasi utama, terutama pada usia lanjut dan anak-anak.
Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara
mendadak sehingga terjadi shock hopovolemik yang cepat.
Kehilangan elektrolit melalui feses potensial mengarah ke
hipoklemia dan asidosis metabolic.

11
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan
medis, sehingga shock hipovolemik yang terjafi sidah tidak
dapat di atasi lagi maka dapat timbul tubular nekrosis akut pada
ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multiorgan. Komplikasi
ini dapat juga terjadi pada penanganan pemberian cairan tidak
adekuat sehingga tidak tercapai rehidrasi yang optimal
(zein,2004).

9. PEMERIKSAAAN FISIK DAN PENUNJANG


a. Pemeriksaan fisik
Kelainan-kelainan yang ditemukan pada
pemeriksaan fisik sangan berguna dalam menentukan
beratnya diare daripada menentukan penyebaba diare.
Status volume dinalai dengan memperhatikan
perubahan ortostatik pada tekaanan darah dan nadi,
temperature tubuh dan toksisitas pemeriksaan abdomen
yang seksaam merupakan hal yang penting.
Kualitas bunyi usus dan ada atau tidaknya
sistensi abdomen dan nyeri tekan merupakan petunjuk
penting bagi penentuan etiologi (simadibrata, 2006).
b. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan tinja selalu penting. Adanya
parasite atau jamur hanya dapat didiagnosis denagn
pemeriksaan mikroskopis pemeriksaan kultur tinja
haruslah tertuju terhadap bekteri tertentu. Pemeriksaan
serologi atau pemeriksan laboratorium lain banyak
diperlukan bagi diare kronik atau berulang (Dalyono,
1997). pada pasien diare perlu dianalisis tinjanya
sebagai berikut:

12
1) Volume
Frekuensi defekasi yang sering dengan tinja yang
sedikit, berarti irirtasi kolon bagian distal atau rectum
misalnya pada disentri, colitis ulserosa, tumor rectum dan
sigmoid dan pada sindrom usus irritable.
Diare dengan tinja yang banyak berarti berasal dari
intestine misalnya pada kolera atau diare bentuk kolera
(cholererform diarrhea), enteritis bacterial atau akibat laksan.
Tinja pada sindrom malabsobsi biasanya banyak sekali
seperti adonan roti pucat, lengket dan bau yang menyengat
dan terapung pada air.
Sedang pada kelainana lain malabsorbsi tinja denag air
bercampur dengan sempurna. Tinja yang lunak semisolid
bisa normal dan tinja cair yang keleuar sesudah tinja padat
juga bisa normal (Daldiyono, 1997).
2) Warna
Warna tinja normal tergantung makanan yang
dikonsumsi. sesudah banyak makan pisang atau minum susu
tinja berwarna kuning bila banyak makan daging, warna tinja
coklat, sayuran hijau membuat tinja berwarna hijau, sedang
papaya, wortel, tomat, memebuat warna tinja kemerahan,
sedang bila ada peradanagn saluran cerna tinja berwarna
hitam (daldiyono, 1997).
3) Bau
Bau tinja perlu diketahui, bau yang menyengan nusuk
terdapat karsinoma kolon, sengankan pada kolera baunya
anyir (seperti sperma), bau sekali (menyengat) pada
malabsorbsi (Daldiyono, 1997).

13
4) Lendir dan nanah
Tinja berlendir biasa terjadi pada sindrom usus irritable,
karena itu disebut colitis mucoid. Lendir (mucus) bersama
dengan nanah bisa terjadi pada colitis ulserosa dan disentri.
Bedanay lender dan ananh adalah terlihat bening transparan
denagn ananh berwarna kuning keruh (Daldiyono, 1997).
5) Darah
Darah pada tinja terjadi pada disentri, infeksi
kampilobakter, tumor dan colitis ulserasi, hemoroid. Adanya
darah pada tinja yang cair menunjukan situasi yang harus
diperhatikan dengan seksama oleh dokter (Daldioyo, 1997).
6) Foto Sinar-X (Rontgen)
Foto sinar-X (Rontgen) tidak perlu dilakukan pada
diare akut. Terhadap kasus diare akut peran rontgen sudah
digantikan oleh endoskopi. lain halnya pada diare kronik
dimana pemeriksaan sinar-X (Rontgen) memegang peranan
yang sama dengan endoskopi ( Daldiyono, 1997).

10. PENATALAKSANAAN
Pengobatan adalah suatu proses yang meggambarkan suatu
proses normal atau fisiologi,dimana diperlukan pengetahuan,keahlian
sekaligus berbagai pertimbangan profesional dalam setiap tahun
sebelum membuat suatu keputusan.Adapun tujuan dari
penatalaksanaan dire adalah :
a. Mencegah Dehidrasi
b. Mengobati dehidrssi
c. Mencegah gangguan nutrisi dengan memberikan nutrisi
seimbang selama diare

14
d. Memperpendek lamanya sakit dan mencegah diare
menjadi berat

Dasar pengobatan diare adalah :

Tabel penilaian derajat dehidrasi dan rencana terapi DepKes RI 2011

A B C
PENILAIAN BILA TERDAPAT 2 TANDA ATAU LEBIH
Lihat keadaan umum Baik, Sadar Gelisah, rewel Lesu,lunglai atau
tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
dan kering
Rasa Haus Minum biasa, Haus ingin minum Malas minum/
tidak haus banyak tidak bisa minum
1. Periksa Turgor Cepat kembali Kembali lambat Kembali sangat
Kulit lambat
Dehidrasi
2. Derajat Dehidrasi Tanpa Dehidrasi ringan/sedang Dehidrasi berat
3. Rencana Rencana Terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C
Penggobatan

e. Penentuan rencana terapi


Rencana pengobatan diare dibagi menjadi 3 bagian
berdasarkan derajat dehidrasi yang dialami penderita.
1) Rencana terapi A, jika penderita diare tidak mengalami
dehidrasi yaitu diare yang jika terjadi dan melibatkan dua
atau lebih tanda berikut yaitu : keadaan umum baik, sadar,
mata tidak cekung, minum biasa, tidak haus dan cubitan kulit
perut/turgor kembali segera.

15
2) Rencana terapi B, jika penderita mengalami dehidrasi ringan-
sedang yaitu diare yang terjadi dan melibatkan dua atau lebih
btanda di bawah ini yaitu : Gelisah ddan rewel, matacekung,
ingin minum terus, ada rasa haus dan cubitan kulit
perut/turgor kembali lambat.
3) Rencana terapi C, jika penderita diare mengalami dehidrasi
berat yaitu diare yang tejadi dan melibatkan dua atau lebih
tanda di bawah ini yaitu : Lesu dan lunglai/tidak sadar, mata
cekung, malas
a. Pemberian cairan
Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga
hidrasi yang adekuat dan keseimbangan elektrolit selama episode
akut. Ini dilakukan dengan rehidrasi oral, dimana harus dilakukan
pada semua pasien kecuali yang tidak dapat minum atau yang terkena
diare hebat yang memerlukan hidrasi intavena yang membahayakan
jiwa. Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 g Natrium
klorida, dan 2,5 g Natrium bikarbonat, 1,5 g Kalium klorida, dan 20 g
glukosa per liter air.
Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-paket
yang mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika
sediaan secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti
dapat dibuat dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok
teh baking soda, dan 2 – 4 sendok makan gula per liter air.
Contohnya dengan pemberian oralit yang merupakan campuran
garam elektrolit yang terdiri atas Natrium Klorida,Kalium
Klorida,Sitrat dan Glukosa.

16
Oralit osmolaritas rendah telah direkomendasikan Oleh WHO
dan unicef. Manfaat dari oralit adalah untuk mencegah dan
mengobati dehidrasi sebagai pengganti cairan dan elektrolit yang
terbuang saat diare.
Atau pemberian dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan
untuk mengganti kalium. Pasien harus minum cairan tersebut
sebanyak mungkin sejak mereka merasa haus pertama kalinya.
Jika terapi intra vena diperlukan, cairan normotonik seperti
cairan saline normal atau laktat Ringer harus diberikan dengan
suplementasi kalium sebagaimana panduan kimia darah. Status
hidrasi harus dimonitor dengan baik dengan memperhatikan tanda-
tanda vital, pernapasan, dan urin, dan penyesuaian infus jika
diperlukan. Pemberian harus diubah ke cairan rehidrasi oral sesegera
mungkin (Zein, 2004).

b. Teruskan ASI dan makanan


Memberikan makanan kepada balita yang diare akan
membantu anak tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan.Anak yang terkena diare jika tidak
diberikan asupan makanan yang sesuai dengan umur akan
menybabkan anak kurang gizi yang akan meningkatkan resiko
terkena diare kembali. oleh karena itu perlu diperhatikan :
1) Bagi ibu yang menyusui bayinya, dukung ibu agar tetap
meyusui bahkan meningkatkan ASI selama diare dan, masa
penyembuhan ( Bayi 0-24 bulan atau lebih)
2) Dukung ibu untuk memeberikan ASI ekslusif kepada bayi
berupa 0-6 bulan, jika bayinya sudah diberikan makanan lain
atau susu formula berikan konseling kepada ibu agar kembali
menyusui esklusif.

17
Dengan menyusu lebih sering maka produksi ASI akan
meningkatkan dan diberikan kepada bayi untuk mempercepat
kesembuhan karena ASI memiliki anti bodi yang penting
unyuk meningakatkan kekebalan tubuh bayi.
3) Anak usia 6 bulan ke atas tingkat pemebrian makan :
makanan pendamping (MP ASI) sesuai umur pada bayi 6-24
bulan dan sejak balita berusia 1 tahun sudah dapat diberikan
makanan keluarga secara bertahap.
4) Setelah diare berhenti pemberian makanaan ekstra diteruskan
selama 2 minggu untuk memebantu pemulihan berat badan
anak.
c. Obat-Obatan
1) Zink
Zink baik dan aman untuk pengobatan
diare.Berdasarkan hasil penelitian Deprtement Of Child and
Adoleschent Health and Development yaitu :
a) 20% lebih cepat sembuh jika diberi Zink
b) 20% resiko diare lebih dari 7 hari berkurang
c) Mengurangi resiko terkena diare berikutnya 2-3 bulan
kedepan.
2) Antibiotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang di
indikasikan pada diare akut infeksi, karena 40% kasus diare
infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik.
Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan
gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah,
leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi
lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare
infeksi,

18
diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised.
Pemberian antibiotik secara empiris dapat dilakukan (Tabel
2.1), tetapi terapi antibiotik spesifik diberikan berdasarkan
kultur dan resistensi kuman (Zein,2004)

Tabel 2.1.Antibiotic empiris untuk Diare infeksi Bakteri

Organisme Pilihan Pertama Pilihan kedua


Campylobacter, Shigella Ciprofloksasin 500mg Salmonella/shigella
atau Salmonella spp oral 2x sehari, 3-5 hari ceftriaxone 1gr IM/IV
sehari
TMP-SMX DS oral 2x
sehari, 3 hari camilobakter
spp Azithromycin, 500 mg
oral 2xsehari
Eritromisin 500mg oral
2xsehari, 5hr
Vibrio Cholera Tetrasiklin 500mg oral 4x Resisten Tetrasiklin
sehari, 3 hari Ciprofloksacin 1gr oral 1x
Doksisiklin 300mg oral, Eritromisin 250mg oral 4x
dosis tunggal sehari 3 hari
Traveler diarrhea Ciprofloksacin 500mg TMP-SMX DS oral 2x
sehari, 3hari

Clostridium difficile Metronidazole 250- Vanoomycin, 125mg oral


500mg 4x sehari, 7-14 4x sehari, 7-14 hari
hari oral atau IV

19
11. PROGNOSIS
Dengan pengertian cairan yang adekuat, perawatan yang
mendukung dan terapi antimicrobial jika diindikasikan, prognosis
diare infeksius hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas
yang minimal.
Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas
ditunjukan pada anak-anak dan pada lanjut usia (zein,2004)

12. PENCEGAHAN
Karena penularan penyakit diare menyebar melalui jalir fekal-
oral, penularannya dapat di cegah dengan menjaga hygiene pribadi
yang baik. Ini termasuk seringa mencuci tangan setelah keluar dari
toilet dan khususnya selama mengelolah makanan. kotoran manusia
harus diasingkan dari daerah pemukiman dan hewan ternak harus
terjaga dari kotoran manusia. karena makanan dan air merupakan
penularan yang utama, ini harus diberikan perhatian khusus. Minum
air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air yang
digunkanan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada
kecurigaan tentang keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang
diambil dari danau, harus direbus dahulu beberapa menit sebelum
dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus
diperingatkan untuk tidak menelan air (Zein, 2004).

20
B. DISENTRI
1. DEFINISI
Disentri berasal dari bahasa yunani yaitu dys (gangguan) dan
enteron (usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala
meluas dengan gejala tinja berdarah, diare encer dengan voume
sedikit, tinja bercampur lendir, dan nyeri ketika buang air besar.
Disentri merupakan peradangan usus besar yang ditandai
dengan sakit perut an buang air besar secara terus menerus bercampur
lendir dan darah.
Disentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka yang
menyebabkan tukak terbatas di colon yang ditandai dengan gejala
khas yang disebut sebagai sindroma disentri.

2. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, insiddensi penyakit ini rendah. Setiap
tahunnya kurang dari 500.000 kasus dilaporkan ke Centers for
Diseases Control (CDC). Di bagian penyakit dalam RSUP Palembang
selamat 3 tahun tercacat di catatan medis dari 748 kasus yang dirawat
karena diare ada 16 kasus yang disebabkan oleh disentri basiler.
Sedangkan beberapa penelitian yang dilakukan di beberapa rumah
sakit di Indonesia dari Juni 1998 sampai September 1999. Dari 3848
orang terdapat 5 % shigella.
Prevalensi amebiasis sangat bervariasi, diperkirakan 10 %
populasi terinfeksi. Prevalensi tertinggi di daerah tropis (50%-80%).
Manusia merupakan host dan resevoir utama. Penularannya melewati
kontaminasi tinja pada makanan dan minuman dengan perantara lalat,
kecoak, interaksi interpersonal, dan lewat hubungan seksual anal-oral,
sanitasi lingkungan tidak baik, padat penduduk serta kuranganya
sanitasi individu.

21
3. ETIOLOGI
Etiologi disentri terbagi menjadi 2 :
a. Disentri basiler
Disentri basiler disebabkan oleh shigella sp. Shigella
adalah basil non motil, gram negatif, famili
enterobacteraceae, ada 4 spesies shigella, S. Dysentriae, S.
Flexneri, S. Bondii, dan S. Sonei. Terdapat 43 serotipe O
dari shigella. S.sonnei adalah satu-satunya yang
mempunyai serotipe tunggal. Karena kekebalan tubuh
yang didapat bersifat serotipe spesifik maka seseorang
dapat terinfeksi beberapa kalioleh tipe yang berbeda.
Genus ini memiliki kemampuan menginvasi sel epitel
intestinal dan menyebabkan infeksidalam jumalh 102 – 103
organisme.
Penyakit ini kadang-kadang bersifat ringan dan
kadang-kadang bersifat berat. Keadaan lingkungan yang
tidak baik akan menyebabkan timbulnya penyakit. Secara
klinis S.dysentiae, S.flexneri, S.sonei menghasilkan
eksotokain antara lain ShET1, ShET2, dan toksin shiga
yang mempunyai efek enterotoksik, sitotoksik, dan
neurotoksik.
Enterotoksin tersebut merupakan salah satu virulen
sehingga kuman lebih mampu menginvasi sel epitel
mukosa kolon dan menyebabkan kelainan pada selaput
lendir yang mempunyai warna hijau yang khas.

22
Pada infeksi yang menhaun akan terbentuk selaput
yang tebalnya sampai 1,5 cm sehingga dinding usus
menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus mengecil, dapat
terjadi perlekatan dengan peritoneum.

b. Disentri amuba
Trofozoit yang mulanya hidup sebagai komensal di
lumen usus besar dapat berubah menjadi patogen sehingga
dapat menembus mukosa usus dan menimbulkan ulkus.
Akan tetapi faktor yang menyebabkan perubahan ini
sampai sekarang belum bisa diketahui secara pasti.
Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien, keganasan
amuba, dan lingkungan.
Amuba yang ganas akan memproduksi enzim
fosfoglutamutase dan lisozim yang akan mengakibatkan
kerusakan dan nekrosis jaringan di mukosa usus. Bentuk
ulkus amuba sangat khas yaitu di bagian mukosa
berbentuk kecil, tetapi di bagian submukosa dan
muskularis melebar. Akibatnya terjadi ulkus di permukaan
mukosa usus menonjol dan terjadi reaksi radang yang
minimal. Mukosa usus antara ulkus-ulkus terlihat normal.
Ulkus dapat terjadi di semua bagian usus besar,
berdasarkan frekuensi dan urutan tempatnya yaitu sekum,
kolon asenden, rektum, signoid, apensdiks, dan ileum
terminalis.

23
4. CARA PENULARAN
a. Penularan Tidak Langsung
Penularan disentri secara tidak langsung terjadi melalui
vektor lalat yang sering muncul di daerah kotor dan bau.
Lalat yang sebelumnya menempel di daerah kotor dan
bau tersebut kemudian terbang dan menempel di tempat
atau makanan dan minuman yang mungkin sedanag kita
konsumsi. Hati-hati dengan minuman seperti susu, air,
juice, dan makanan yang mungkin terlihat telah
dihinggapi lalat.
Selain itu, penularan tidak langsung dapat terjadi
melalui tindakan kita yang kurang bersih sebelum
melakukan aktivitas. Seperti, tidak mencuci tangan
setiap kali akan memberikan minum atau makan pada
anak, sehingga makanan dan minuman tersebut sudah
terkontaminasi oleh kuman dan bakteri, khususnya
bakteri penyebab disentri.
b. Penularan Langsung
Pada penularan secara langsung, bakteri penyebab
disentri akan masuk ke organ tubuh manusia, khususnya
organ pencernaan, bakteri tersebut akan menimbulkan
pembengkakan serta peradangan pada bagian organ usus
besar di bagian dindingnya. Karena itu, tidak heran tinja
seseorang yang terkena disentri bercamur darah atau
nanah. Penularan langsung ini bisa terjadi secara seksual
dengan cara kontak langsung dengan orang yang
terjangkit disentri.

24
5. PATOFISIOLOGI
Semua strain kuman shigella menyebakan disentri, yaitu suatu
keadann ditandai dengan diare, konsistensi tinja lunak, dan disertai
eksudat inflamasi yang disertai eksudat inflamasi yang mengandung
leukosit dan darah.
Kuman shigella secara genetik bertahan pada pH yang rendah,
maka dapat melewati barrier asam lambung, ditularkan melalui
makanan, minuman, dan lalat yang tercemar oleh eksreta pasien.
Setelah melewati lambung dan usus halus kemudian kuman ini
menginvasi sel epitelmukosa kolon dan berkembang biak di dalamnya.
Kolon merupakan tempat pertama yang diserang shigella
namun ileum terminalis dapat juga terserang. Kelainan terberat
biasanya terjadi pada daerah sigmoid, sedang pada ileum hanya
hiperemik saja. Pada keadaan akut dan fatal terdapat mukosa usus
hiperemik, lebam dan tebal, nekrosis superfisial, tapi biasanya tanpa
ulkus. Pada keadaan subakut terbentuk usus pada daerah folikel
limfoid, dan pada selaput lendir lipatan transfersum terdapat ulkus
yang dangkal dan kecil, tetapi ulkus menebal dan infiltrat tetapi tidak
terbentuk ulkus bergaung.

6. MANIFESTASI KLINIK
Pasien dengan disentri akibat infeksi sering mengalami nausea,
muntah, nyeri perut sampai kejang perut, demam dan diare, disertai
daraj dan dapat dilihat dengan jelas. Terjadinya renjatan
hipovolemikharus ihindari.

25
Kekurangan cairan akan menyebabkan pasien merasa haus, lidah
kering, tulang ppi menonjol, turgor kulit menurun, serta suara menjadi
serak.
Gangguan biokimiawi seperti asisdosis metabolikan menyebabkan
frekuensi bernafas lebih cepat dan dalam. Bila terjadi renjatan
hipovolemik berat maka denyut nadi cepat (lebih dari 120/menit),
tekanan darah menurun sampai tak terukur, pasien gelisah, muka
pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin, dan kdang sialosis.
Kekurangan kalium akan menyebabkan aritmia jantung. Perfusi ginjal
dapat menurun sehingga timbul anuria, sehingga bila kekurngan
cairan tidak dapat segera diatasi dapat menyebabkan nekrosis tubular
akut.
a. Disentri Basiler
1) Diare mendadak yang disertai lendir dan darah dalam tinja.
Pada disentri shigellosis, pada permulaan sakit, bisa terdapat
diare tanpa darah
2) 6-24 jam pertama, dan setelah 12-72 jam setelah permulaan
sakit, didapatkan darah dan lendir dalam tinja
3) Panas tinggi (39,5-40o C)
4) Muntah-muntah
5) Anoreksia
6) Kram di perut dan di anus saat BAB
7) Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai ensefelitis
dan sepsis (kejang, sakit kepala, letargi, kaku kuduk,
halusinasi)
b. Disentri amoeba
1) Diare disertai lendir dalam tinja
2) Frekuensi BAB lebih sedikit daripada disentri basiler
3) Sakit perut hebat (kolik)

26
7. KOMPLIKASI
a. Disentri amoeba
Beberapa penyulit dapat terjadi pada disentri amoeba, baik
berat maupun ringan. Berdasarkan lokasinya, komplikasi
tersebut dapat dibagi menjadi :
1) Komplikasi intestinal
a) Perdarahan usus. Terjadi apabila amoeba
mengadakan invasi ke dinding usus besar dan
merusak pembuluh darah.
b) Perforasi usus . hal ini dpaat terjadi bila abses
menembus lapisan muscular dinding usus besar.
Sering mengakibatkan peritonitis yang mortalitasnya
tinggi. Peritonitis juga disebabkan akibat pecahnya
abses hati amoeba.
c) Amoebama. Peristiwa ini terjadi akibat infeksi kronis
yang mengakibatkan reaksi terbentuknya massa
jaringan granulasi. Biasanya terjadi didaerah sektum
dan rektosigmoid. Sring mengakibatkan ileus
obstruktif atau penyempitan usus.
d) Intususepsi. Sering terjadi didaerah sekum (caeca-
colic) yang memerlukan tindakan operasi segera.
e) Penyempitan usus (striktura). Dapat terjadi pada
disentri kronik akibat terbentuknya jaringan ikat atau
akibat ameboma.

27
2) Komplikasi ekstraintestinal
Ameiasis hati. Abses hati merupakan komplikasi
ekstraintestinal yang paling sering terjadi. Abses dapat
timbul dari beberapa minggu, bulan atau tahun sesudah
infeksi amoeba sebelumnya.
Infeksi dihati terjadi akibat embolisasi ameba dan
dinding usus besar lewat vena porta, jarang lewat pembuluh
getah bening.
Mula-mula terjadi hepatitis ameba yang merupakan
stadium dini abses hati kemudian timbul nekrosis fokal kecil-
kecil (mikro abses), yang akan bergabung menjadi satu,
membentuk abses tunggal yang besar. Sesuai dengan aliran
darah vena porta, maka abses hati ameba terutama banyak
terdapat dilobus kanan. Abses berisi nanah kental yang steril
tidak berbau, berwarna kecoklatan .
b. Disentri basiler
Beberapa komplikasi ekstraintestinal basiler terjadi
pada pasien yang berada dinegara yang masih
berkembang dan seringnya kejadian ini dihubungkan
dengan infeksi S.dysentriae tipe 1 dan S.flexneri pada
pasien dengan status gizi buruk. Komplikasi lain akibat
infeksi S.dysentriae tipe 1 adalah haemolytic uremic
syndrome (HUS).
HSU diduga akibat adanya penyerapan enterotoksin
yang diproduksi oleh shigella. Biasanya HUS ini timbul
pada akhir minggu pertama disentri basiler, yaitu pada
saat disentri basiler mulai membaik.

28
Tanda-tanda HUS dapat berupa oliguria, penurunan
hematocrit (sampai 10% dalam 24 jam) dan secara progresif
timbul anuria dan gagal ginjal atau anemia berat dengan gagal
jantung.

Dapat pula terjadi reaksi leukemoid (leukosit lebih dari


50.000/microliter), trombositopenia (30.000 sampai
100.000/microliter), hiponatromeia, hipoglikemia berat
bahkan gejala susunan saraf pusat seperti ensefalopati,
perubahan kesadaran dan sikap yang aneh

8. PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG


a. Disentri basiler
1) Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kuman
penyebab serta biakan hapusan (rectal swab). Untuk
menemukan carrier diperlukan pemeriksaan biakan tinja yang
seksama dan teliti karena basil shigela mudah mati. Untuk itu
diperlukan tinja yang baru.
2) Polymerase chain reaction (PCR)
Pemeriksaan ini spesifik dan sensitive, tetapi belum
dipakai secara luas, enzim immunoassay. Hal ini dapat
mendeteksi toksin ditinja pada sebagian besar penderita yang
terinfeksi S.Dysentriae tipe 1 atau toksin yang dihasilkan
E.Coli.
3) Sigmoidoskopi
Sebelum pemeriksaan sitology ini, dilakukan
pengerokan daerah sigmoid. Pemeriksaan ini biasanya
dilakukan pada stadium lanjut.

29
4) Aglutinasi
Hal ini terjadi karena agglutinin terbentuk pada hari
kedua, maksimum pada hari keenam. Pada S.dysentriae
aglutinasi dinyatakan positif pada pengenceran 1/50 dan pada
S.flexneri aglutinasi antibody sangat kompleks, dan oleh
karena adanya banyak strain maka jarang dipakai.
5) Gambaran endoskopi
Memperlihatkan mukosa hemoragik yang terlepas dan
ulserasi. Kadang-kadang tertutup dengan eksudat. Sebagian
besar lesi berada dibagian distal kolon dan secara progresif
berkurang disegmen proksimal usus besar.
b. Disentri amoeba
1) Pemeriksaan tinja ini merupakan pemeriksaan
laboratorium yang sangat penting. Biasanya tinja
berbau busuk, bercampur darah dan lender. Untuk
pemeriksaan mikroskopik diperlukan tinja yang segar.
Kadang diperlukan pemeriksaan berulang-ulang,
minimal 3 kali seminggu dan sebaiknya dilakukan
sebelum pasien mendapa pengobatan. Pada
pemeriksaan tinja yag berbentuk (pasien tidak diare),
perlu dicari bentuk kista karena bentuk trofozoit tidak
akan dapat ditemukan.
Dengan sediaan langsung tampak kista
berbentuk bulat dan berkilau seperti mutiara.
Didalamnya terdapat badan-badan kromatoid yang
berbentuk batang dengan ujung tumpul, sedangkan
ujung tidak tampak. Untuk dapat pseudopodinya yang
seperti kaca.

30
Jika tinja berdarah, akan tampak amoeba
dengan eritrosit di dalamnya. Bentik ini akan Nampak
jelas bila dibuat sediaan dengan larutan eosin.
2) Pemeriksaan sigmoidoskopi dan kolonoskopi
Pemeriksaan ini berguna untuk membantu
diagnosis penderita dengan gejala disentri, terutama
apabila pada pemeriksaan tinja tidak ditemuka amoeba.
Akan tetapi pemeriksaan ini tidak berguna untuk
carrier. Pada pemeriksaan ini akan didapatkan ulkus
yang khas dengan tepi menonjol, tertutup eksudat
kekuningan, mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak
normal
3) Foto rontgen kolon
Pemeriksaan rontgen kolon tidak banyak
membantu karena seringkali ulkus tidak tampak.
Kadang pada kasus amoebiasis kronis, foto rontgen
kolon dengan barium enema tampak ulkus disertai
spasme otot. Pada amoeboma Nampak filling defect
yang mirip karsinoma.
4) Pemeriksaan uji serologi
Uji serologi banyak digunakan sebagai uji bantu
diagnosis abses hati amebic dan epidemiologis. Uji
serologis positif bila amoeba menembus jaringan
(invasive). Oleh karena itu uji ini akan positif pada
pasien abses hati dan disenri amoeba dan negative pada
carrier. Hasil uji serologis positif belum tentu
menderita amebiasis aktif, tetapi bila negative pasti
bukan amebiasis.

31
9. PENATALAKSANAAN
Prinsip dalam melakukan tindakan pengobatan adalah
istirahat, mencegah atau memperbaiki dehidrasi dan pada kasus
yang berat diberikan antibiotika.
a. Penatalaksanaan Disentri Basiler
1) Cairan dan elektrolit
Dehidrasi ringan sampai sedang dapat dikoreksi dengan
cairan rehidrasi oral. Jika frekuensi buang air besa terlalu
sering, dehidrasi akan terjadi dan berat badan penderita turun.
Dalam keadaan ini perlu diberikan cairan melalui infus untuk
menggantikan cairan yang hilang. Akan tetapi jika penderita
tidak muntah, cairan dapat diberikan melalui minuman atau
pemberian air kaldu atau oralit. Bila penderita berangsur
sembuh, susu tanpa gula mulai dapat diberikan.
2) Diet
Diberikan makanan lunak sampai frekuensi berak
kurang dari 5kali/hari, kemudian diberikan makanan ringan
biasa bila ada kemajuan.
3) Pengobatan spesifik
Menurut pedoman WHO, bila telah terdiagosis
shigelosis pasien diobati dengan antibiotika. Jika setelah 2
hari pengobatan menunjukan perbaikan, terapi diteruskan
selama 5 hari. Bila tidak ada perbaikan, antibiotika diganti
dengan jenis yang lain
Resistensi terhadap sulfonamide, streptomisin,
klormfenikol dan tetrasiklin hamper universal terjadi. Kuman
shigella biasanya resisten terhadap ampisilin, namun apabila
ternyata dalam uji resistensi kuman terhadap ampisilin masih
peka,

32
maka masih dapat digunakan dengan dosis 4 x
500mg/hari selama 5 hari. Begitu pula dengan trimethoprim
sulfametoksazol, dosis yang diberikan 2 x 960mg/hari selama
3-5 hari. Amoksilin tidak dianjurkan dalam pengobatan
disentri basiler karena tidak efektif.
Pemakaian jangka pendek dengan dosis tunggal
fluorokuinolon seperti siprofloksasin atau mikrolide
azithromisin ternyata berhasil baik untuk pengobatan disentri
basiler. Dosis siprofloksasi yang dipakai adalah 2 x
500mg/hari selama 3 hari sedangkan azithomisin diberikan 1
gram dosis tunggal dan sefiksim 400mg/hari selama 5 hari.
Pemberian sifroloksasi merupakan kontra indikasi terhadap
anak-anak dan wanita hamil.
Di Negara-negara berkembang dimana terdapat kuman
S. dysentriae tipe 1 yang multiresisten terhadap obat-obat,
diberikan asam nalidiksik dengan dosis 3x1mg/hari selama 5
hari. Tidak ada antibiotika yang dianjurkan dalam
pengobatan staduium carrier disentri basiler.
b. Pengobatan Disentri Amoeba
Asimtomatik atau carrier : iodoquionol (diidohydroxiquin)
650mg tiga kali perhari selama 20 hari.
Amebiasis intestinal ringan atua sedang : tetrasiklin 500mg
empat kali selama 5 hari.
Amebiasis intestinal berat, menggunakan 3 obat :
metronidazole 750mg tiga kali sehari selama 5-10hari,
tetrasiklin 500mg empat kali selama 5 hari, dan emetin
1mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari.

33
Amebiasis ekstraintestinal, menggunakan 3
obat :metonidazol 750mg tiga kali sehari selama 5-10 hari,
kloroquin fosfat 1gram perhari selama 2 hari dilanjutkan
500mg/hari selama 4 minggu, dan emetin 1
mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari.

10. PROGNOSIS
Prognosis ditentukan dari berat ringannya penyakit,
diagnosis dan pengobatan dini yang tepat serta kepekaan ameba
terhadap obat-obat yang diberikan. Pada umumnya prognosis
yang kurang baik adalah abses otak ameba.
Pada bentuk yang berat, angka kematian tinggi kecuali
bila mendapatkan pengobatan dini. Tetapi pada bentuk yang
sedang, biasanya angka kematian rendah; bentuk dysentriae
biasanya berat dan masa penyembuhan lama meskipun dalam
bentuk yang ringan. Bentuk flexneri mempunyai angka kematian
yang rendah.

11. PENCEGAHAN
Penyakit disentri ini dapat dicegah dengan cara :
a. Selalu menjaga kebersihan dengan cara mencuci tangan
dengan sabun secara teratur dan teliti
b. Mencuci sayur dan buah yang dimakan mentah.
c. Orang yang sakit disentri basiler sebaiknya tidak
menyiapkan makanan
d. Memasak makanan sampai matang
e. Selalu menjaga sanitasi air, makanan, maupun udara
f. Mengatur pembuangan sampah dengan baik

34
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. DIARE
1. FOKUS PENGKAJIAN
Fokus pengkajian menurut Doenges (2000 )
a. Aktivitas / istirahat
1) Gejala : Gangguan pola tidur, misalnya insomnia dini hari,
kelemahan, perasaan ‘hiper’ dan ansietas, peningkatan aktivitas /
partisipasi dalam latihan-latihan energi tinggi.
2) Tanda : Periode hiperaktivitasi, latihan keras terus-menerus.
b. Sirkulasi
1) Gejala : Perasaan dingin pada ruangan hangat.
2) Tanda : TD rendah takikardi, bradikardia, disritmia.
c. Integritas ego
1) Gejala : Ketidakberdayaan / putus asa gangguan ( tak nyata )
gambaran dari melaporkan diri-sendiri sebagai gendut terus-
menerus memikirkan bentuk tubuh dan berat badan takut berat
badan meningkat, harapan diri tinggi, marah ditekan.
2) Tanda : Status emosi depresi menolak, marah, ansietas.
d. Eliminasi
1) Gejala : Diare / konstipasi,nyeri abdomen dan distress, kembung,
penggunaan laksatif / diuretik.
e. Makanan, cairan
1) Gejala : Lapar terus-menerus atau menyangkal lapar, nafsu
makan normal atau meningkat.
2) Tanda : Penampilan kurus, kulit kering, kuning / pucat, dengan
turgor buruk, pembengkakan kelenjar saliva, luka rongga mulut,
luka tenggorokan terus-menerus, muntah, muntah berdarah, luka
gusi luas.

35
f. Higiene
1) Tanda : Peningkatan pertumbuhan rambut pada tubuh, kehilangan
rambut ( aksila / pubis ), rambut dangkal / tak bersinar, kuku
rapuh tanda erosi email gigi, kondisi gusi buruk
g. Neurosensori
1) Tanda : Efek depresi ( mungkin depresi ) perubahan mental
( apatis, bingung, gangguan memori ) karena mal nutrisi
kelaparan.
h. Nyeri / kenyamanan
1) Gejala : Sakit kepala.
i. Keamanan
1) Tanda : Penurunan suhu tubuh, berulangnya masalah infeksi.
j. Interaksi sosial
1) Gejala : Latar belakang kelas menengah atau atas, Ayah pasif /
Ibu dominan anggota keluarga dekat, kebersamaan dijunjung
tinggi, batas pribadi tak dihargai, riwayat menjadi diam, anak
yang dapat bekerja sama, masalah control isu dalam berhubungan,
mengalami upaya mendapat kekuatan.
k. Seksualitas
1) Gejala : Tidak ada sedikitnya tiga siklus menstruasi berturut-turut,
menyangkal / kehilangan minat seksual.
2) Tanda : Atrofi payudara, amenorea.
l. Penyuluhan / pembelajaran
1) Gejala : Riwayat keluarga lebih tinggi dari normal untuk insiden
depresi keyakinan / praktik kesehatan misalnya yakin makanan
mempunyai terlalu banyak kalori, penggunaan makanan sehat.

36
2. FOKUS DIAGNOSA
a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan out
put yang berlebihan dengan intrake yang kurang ( Carpenito, 2000 ).
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan muntah (Carpenito, 2000 ).
c. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi. ( Doenges, 2001 )
d. Kerusakan integritas kulit behubungan dengan sering BAB ( Suriadi,
2001)
e. Gangguan eliminasi BAB : Diare berhubungan dengan peningkatan
frekuensi defekasi ( Doenges, 1999 ).

3. FOKUS INTERVENSI
a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
out put yang berlebihan dengan intrake yang kurang ( Carpenito,
2000 ).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
Kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil : Turgor kulit elastis kembali < 2 detik dan mukosa bibir
lembab
Intervensi :
1) Kaji status dehidrasi : mata, tugor kulit dan membran mukosa.
Rasional : Menunjukkan kehilangan cairan berlebihan atau
dehidrasi.
2) Kaji pemasukan dan pengeluaran cairan
Rasional : Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan,
fungsi ginjal dan kontrol penyakit usus juga merupakan pedoman
untuk pengganti cairan.

37
3) Monitor TTV
Rasional : Dapat membantu mengevaluasi pernyataan verbal dan
keefektifan intervensi.
4) Pemeriksaan laboratorium sesuai program : elektrolit, Hb, Ph,
dan albumin.
Rasional : Untuk menentukan kebutuhan penggantian dan
keefektifan terapi.
5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat anti diare
dan antibiotik.
Rasional : Untuk memperbaiki ketidak seimbangan cairan /
elektrolit
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan muntah (Carpenito, 2000 ).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : BB klien kembali normal sesuai dengan usia dan nafsu
makan meningkat Intervensi :
1) Timbang BB tiap hari
Rasional : Untuk memberikan info tentang kebutuhan diet atau
keefektifan terapi.
2) Monitor intake dan out put
Rasional : Untuk mengetahui berapa banyak masukan dan
pengeluaran cairan ke dalam tubuh.
3) Hindari makanan buah-buahan dan hindari diet tinggi serat.
Rasional : Memungkinkan aliran usus untuk memastikan kembali
proses pencernaan, protein perlu untuk integritas jaringan.
4) Lakukan kebersihan mulut setiap habis makan
Rasional : Mulut yang bersih dapat menigkatkan rasa makanan.

38
5) Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional : membantu kebutuhan nutrisi pasien dalam perubahan
pencernaan dan fungsi usus.
c. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi. ( Doenges, 2001 )
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam Hipertermi teratasi
Kriteria hasil : Tubuh tidak panas dan suhu tubuh normal (S : 36-
37oC)
Intervensi :
1) Observasi vital sign
Rasional : Membantu mengevaluasi pernyataan verbal dan
keefektifan intervensi.
2) Berikan kompres air hangat
Rasional : Untuk mengurangi / menurunkan rasa panas yang
disebabkan oleh infeksi.
3) Anjurkan pasien dan keluarga untuk memberikan banyak minum.
Rasional : Untuk mengurangi dehidrasi yang disebabkan oleh out
put yang berlebihan.
4) Anjurkan pasien dan keluarga untuk memberikan pakaian tipis,
longgar dan menyerap keringat
Rasional : Agar pasien merasa nyaman.
5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti piretik
Rasional : Untuk membantu memulihkan kondisi tubuh dan
mengurangi terjadinya infeksi.
d. Kerusakan integritas kulit behubungan dengan sering BAB ( Suriadi,
2001)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam Kerusakan integritas kulit teratasi
Kriteria hasil : Kulit utuh dan tidak ada lecet pada area anus.

39
Intervensi :
1) Kaji kerusakan kulit atau iritasi setiap BAB
Rasional : Untuk mengetahui tanda-tanda iritasi pada kulit misal :
kemerahan pada luka..
2) Ajarkan selalu cuci tangan sebelum dan sesudah mengganti
pakaian
Rasional : Untuk mempertahankan teknik aseptic atau antiseptik.
3) Hindari pakaian dan pengalas tempat tidur yang lembab
Rasional : Untuk menghindari pada daerah anus terdapat kuman,
bakteri, karena bakteri suka daerah yang lembab.
4) Observasi keadaan kulit
Rasional : Pada daerah ini meningkat resikonya untuk kerusakan
dan memerlukan pengobatan lebih intensif.
5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat
Rasional : Untuk membantu memulihkan kondisi badan.
e. Gangguan eliminasi BAB : Diare berhubungan dengan peningkatan
frekuensi defekasi ( Doenges, 1999 ).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam BAB dengan konsistensi lunak / lembek, warna kuning.
Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan rasional
program pengobatan dan meningkatkan fungsi usus mendekati normal.
Intervensi :
1) Observasi / catat frekuensi defekasi, karakteristik dan jumlah
Rasional : Diare sering terjadi setelah memulai diet.

40
2) Dorong diet tinggi serat dalam batasan diet, dengan masukan
cairan sedang sesuai diet yang dibuat.
Rasional : Meningkatkan konsistensi feses meskipun cairan perlu
untuk fungsi tubuh optimal, kelebihan jumlah mempengaruhi
diare..
3) Batasi masukan lemak sesuai indikasi
Rasional : Diet rendah lemak menurunkan resiko feses cairan dan
membatasi efek laksatif penurunan absorbsi lemak.
4) Awasi elektrolit serum
Rasional : Peningkatan kehilangan gaster potensial resiko
ketidakseimbangan elektrolit, dimana dapat menimbulkan
komplikasi lebih serius / mengancam.
5) Berikan obat sesuai indikasi anti diare
Rasional : Mungkin perlu untuk mengontrol frekuensi defekasi
sampai tubuh mengatasi perubahan

41
B. DISENTRI
1. FOKUS PENGKAJIAN
a. Identitas
Identitas klien yang harus diketahui oleh perawat meliputi
nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama, pekerjaan, suku
bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan, dan pekerjaan klien/
asuransi kesehatan
b. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercampur lendir dan darah atau
lendir saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu
pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare
berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, dan penyakit GI lainya.
Serta penggunaan obat-obatan terkait.
d. Riwayat Nutrisi
Perlu dikaji mengenai pola nutrisi yang di konsumsi oleh
seseorang dan jenis-jenis makanan yang dikonsumsi sehari-harinya.
e. Riwayat Lingkungan
Perlu kita kaji bagaimana lingkungan sekitar seseorang.
Apakah lingkungan dapat dikatakan higienis atau tidak. Seperti
keadaan air untuk mencuci makanan, suhu tempat menyimpat
makanan, kebersihan lingkungan serta kebersihat alat-alat untuk
makan
f. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breathing)
Pada pasien dengan disentri biasanya akan mengalami dispnea,
pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic (kontraksi
otot pernafasan).

42
2) B2 (Blood)
Pada pasien dengan diare kronis biasanya nadi cepat > 120 x/mnt
dan lemah, tensi menurun pada diare sedang . Hal ini akibat dari
manifestasi polapernafasan.
3) B3 (Brain)
Menurunnya konsentrasi akibat perut yang terasa mulas saat
diare.
4) B4 (Bladder)
Pada pasien dengan diare kronis urin produksi oliguria sampai
anuria (200-400 ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum
sakit.
5) B5 (Bowel)
Secara umum, paien megalami defisit kebutuhan nutrisi dan
dehidrasi. Feses berbentuk encer, terdapat darah, lendir, lemak
serta berbuih/berbusa. Perut terasa sakit saat dilakukan
6) B6 (Bone)
Lemah karena pasien merasa capek saat diare yang
mengakibatkan terbatasnya aktivitas yang ingin dan akan di
lakukan.

2. FOKUS DIAGNOSA KEPERAWATAN


a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan diare atau output berlebihan dan intake yang kurang
b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan skunder terhadap diare.

43
3. FOKUS INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Diagnosa 1 : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
 Tanda vital dalam batas normal (N :120-60 x/mnt, S :36-37,5◦C,
RR : < 40 x/mnt ).
 Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong,
UUB tidak cekung.
 Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
1) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan
mukosa dan pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan terapi
pergantian cairan segera untuk memperbaiki deficit
2) Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus
membuat keluaran tak aadekuat untuk membersihkan sisa
metabolisme
3) Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama
dengan kehilangan cairan 1 lt.
4) Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3
lt/hari
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral

44
5) Kolaborasi :
a) Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk
mengetahui faal ginjal (kompensasi).
b) Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
c) Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan
elektrolit agar simbang, antispasmolitik untuk proses
absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum
luas untuk menghambat endotoksin.
b. Diagnosa 2 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya intake dan out put
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah
di RS kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria :
 Nafsu makan meningkat
 BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan
berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang
mengiritasi lambung dan saluran usus.
2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap
atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.

45
3) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang
berlebihan
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan.
4) Monitor intake dan out put dalam 24 jam
R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah
makanan.
5) Kolaborasi dengan tim kesehataan lain :
a) terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
b) obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses
pertumbuhan.

46
47

Anda mungkin juga menyukai