PENDAHULUAN
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan
aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Kata anestesi
diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun 1846 yang menggambarkan
keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat dengan tujuan
untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran pasien. Anestesi yang
sempurna harus memenuhi 3 syarat (Trias Anestesi), yaitu: Hipnotik (hilang
kesadaran), Analgetik (hilang perasaan sakit), Relaksan (relaksasi otot-otot).1
Anestesi Spinal merupakan tindakan anestesi memasukkan obat anestesi
lokal ke dalam ruang subarakhnoid pada daerah lumbal. Tergantung dosis yang
diberikan, anestesi lokal tersebut dapat menimbulkan efek neurologis mulai dari
hilangnya sensasi panas sampai timbulnya anestesi lengkap pada daerah sekitar
daerah dermatom.
Blok spinal, caudal dan epidural pertama kali digunakan pada prosedur
bedah saat memasuki abad terakhir (lihat pada Bab 1). Blok sentral ini secara luas
digunakan pertama pada 1940 sampai munculnya peningkatan laporan dari
kerusakan neurologi permanen. Publikasi dalam skala luas dalam studi
epidemiologi pada tahun 1950 menunjukkan bahwa komplikasi adalah jarang
ketika blok ini dilakukan secara terlatih dengan perhatian pada tehnik asepsis dan
menggunakan anestesi lokal yang lebih baru dan lebih aman. Penghidupan
kembali pada penggunaan dari blok sentral terjadi dan hari ini, mereka sekali lagi
secara luas menggunakan pada praktek klinik.
Blok spinal, epidural dan caudal juga dikenal dengan anestesi neuroaxial.
Setiap dari blok ini dapat ditampilkan sebagai injeksi tunggal atau dengan kateter
untuk bolus intermiten atau infus kontinyu. Anestesi neuroaxial secara besar
memperluas perlengkapan anestesi untuk memberikan alternatif pada anestesi
general . Dapat juga digunakan secara bersamaan dengan anestesi general atau
untuk analgetik postoperatif dan pada manajemen dari kerusakan nyeri akut dan
kronik
Tehnik neuroaxial telah membuktikan menjadi sangat aman ketika
dikelola dengan baik; bagaimanapun tetap masih ada resiko komplikasi. Reaksi
kurang baik dan komplikasi bervariasi mulai dari nyeri punggung yang terbatas
hingga kelemahan defisit neurologis yang permanen dan bahkan kematian. Karena
itu praktisi harus mengetahui dengan baik anatomi yang terlibat, dan selanjutnya
mengetahui farmakologi dan dosis toksik dari agen yang digunakan, penggunaan
tehnik steril secara rutin dan antisipasi dan mengelola dengan cepat kerusakan
fisiologis.
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek
atau bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan / Locus Minoris
Resistentiae (LMR). Hernia inguinalis dibagi menjadi: hernia inguinalis indirek
(lateralis), di mana isi hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis melalui locus
minoris resistence (annulus inguinalis internus); dan hernia inguinalis direk
(medialis), di mana isi hernia masuk melalui titik yang lemah pada dinding
belakang kanalis inguinalis. Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali
kongenital atau karena sebab yang didapat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Anestesi spinal adalah injeksi obat anestesi lokal ke dalam ruang intratekal
yang menghasilkan anelgesia. Pemberian obat lokal anestesi ke dalam ruang
intratekal atau ruang subaraknoid di regio lumbal antara vertebra L2-3, L3-4, L4-
5, untuk menghasilkan onset anestesi yang cepat dengan derajat kesuksesan yang
tinggi. Walaupun teknik ini sederhana, dengan adanya pengetahuan anatomi, efek
fisiologi dari anestesi spinal dan faktor – faktor yang mempengaruhi distribusi
anestesi lokal diruang intratekal serta komplikasi anestesi spinal akan
mengoptimalkan keberhasilan terjadinya blok anestesi spinal.
Kontraindikasi absolut anestesi spinal meliputi pasien menolak, infeksi di
daerah penusukan, koagulopati, hipovolemi berat, peningkatan tekanan
intrakranial, stenosis aorta berat dan stenosis mitral berat. Sedangkan
kontraindikasi relatif meliputi pasien tidak kooperatif, sepsis kelainan neuropati
seperti penyakit demielinisasi sistem saraf pusat, lesi pada katup jantung serta
kelainan bentuk anatomi spinal yang berat. Ada juga yang menyebutkan
kontraindikasi kontroversi yang meliputi operasi tulang belakang pada tempat
penusukan, ketidakmampuan komunikasi dengan pasien serta komplikasi operasi
yang meliputi operasi lama dan kehilangan darah yang banyak.
Anestesi spinal dihasilkan oleh injeksi larutan anestesi lokal ke dalam
ruang subaraknoid lumbal. Larutan anestesi lokal dimasukkan ke dalam cairan
serebrospinal lumbal, bekerja pada lapisan superficial dari korda spinalis, tetapi
tempat kerja yang utama adalah serabut preganglionik karena mereka
meninggalkan korda spinal pada rami anterior. Karena serabut sistem saraf
simpatis preganglionik treblokade dengan konsentrasi anestesi lokal yang tidak
memadai untuk mempengaruhi serabut sensoris dan motoris, tingkat denervasi
sistem saraf simpatis selama anestesi spinal meluas kira – kira sekitar dua segmen
spinal sefalad dari tingkat anestesi sensoris. Untuk alasan yang sama, tingkat
anestesi motorik rata – rata dua segmen dibawah anestesi sensorik.
Spinal anestesi mempunyai beberapa keuntungan antara lain, perubahan
metabolik dan respon endokrin akibat stress dapat dihambat, komplikasi terhadap
jantung, otak, paru dapat minimal, relaksasi otot dapat maksimal pada daerah
yang terblok sementara pasien dalam keaad sadar. Selain keuntungan ada juga
kerugian dari cara ini yaitu berupa komplikasi yang meliputi hipotensi, mual dan
muntah, PDPH, nyeri pinggang dan lainnya.
Manifestasi Kardiovaskuler
Blok neuroaxial secara tipikal menghasilkan variasi penurunan tekanan darah
yang mungkin disertai dengan penurunan heart rate dan kontraksi jantung. Efek
ini secara umum sesuai dengan tingkat (derajat) dari simpatektomi. Tonus
vasomotor terutama ditentukan oleh serat simpatis yang berasal dari T5 hingga
L1, yang mensyarafi otot polos arteri dan vena. Blokade nervus ini menyebabkan
vasodilatasi, pembuluh darah kapasitansi vena, pool dari darah, dan penurunan
venous return ke jantung; pada sebagian keadaan, vasodilatasi arteri dapat juga
menurunkan resistensi vascular sistemik. Efek dari vasodilatasi arteri dapat
dikurangi vasokonstriksi kompensasi di atas tingkatan blok tersebut. Blok
simpatis tinggi tidak hanya mencegah vasokonstriksi kompensasi tetapi juga
memblokade serat akselerator simpatis jantung yang muncul pada T1 – T4 (lihat
bab 12). Hipotensi mendalam dapat dihasilkan dari vasodilasi dikombinasikan
dengan Bradycardia dan penurunan kontraktilitas. Efek ini berlebihan jika venous
return dikompromikan lebih lanjut oleh posisi head-up atau oleh berat gravid
uterus. Tonus vagal tanpa lawan dapat menjelaskan serangan jantung yang tiba-
tiba kadang-kadang terlihat dengan anestesi spinal (lihat Bab 46).
Manifestasi Pernapasan
Perubahan gejala klinik yang penting dalam fisiologi paru biasanya minimal
dengan blok neuraxial karena diafragma disyarafi oleh nervus prenicus dengan
serabut yang berasal dari C3-C5. Begitu pula dengan thoracic level tinggi, tidal
volume tidak ada perubahan; tetapi ada sedikit penurunan dalam kapasitas vital,
yang dihasilkan dari hilangnya kontribusi otot abdomen untuk ekspirasi. Blok
nervus phrenicus (C3-C5) mungkin tidak terjadi pada total spinal anestesi seperti
apnea yang sering terjadi dengan hemodinamik yang buruk, pendapat bahwa
hipoperfusi batang otak lebih responsible dari blok nervus phrenicus. Konsentrasi
dari anestesi lokal untuk level cervical sensory dilaporkan dibawah blok Aα fiber
nervus phrenicus.
Pasien dengan severe chronic lung disease disertai tambahan otot-otot
pernafasan ( intercostal dan otot abdoment) yang aktif pada inspirasi dan
ekspirasi. Blok syaraf yang tinggi akan mempengaruhi otot-otot tersebut. Sama
dengan batuk yang efektif dan sekresi cairan membutuhkan otot asesoris untuk
ekspirasi. Pada kasus ini blok neuraxial harus digunakan dengan hati-hati pada
pasien respiratory reserve yang terbatas. Efek buruk ini perlu pertimbangan
kembali dibandingkan keuntungan untuk menghindari pemasangan alat
pernapasan dan tekanan positif ventilasi. Prosedur operasi diatas umbilicus,
dengan teknik regional bukan merupakan pilihan yang paling tepat untuk pasien
dengan severe lung disease. Dalam praktek yang lain, pasien ini mungkin lebih
menguntungkan dari efect dari epidural thoracic analgesia pada periode post
operasi. Operasi Thoracic atau upper abdominal adalah berhubungan dengan
menurunnya fungsi diagfrahma post operasi (dari menurunnya aktifitas phrenic
nerve) dan menurunya fungsional residual capacity (FRC),yang menghasilkan
atelektasis dan hypoxia dengan ventilasi/perfusi (V/Q) yang sebanding. Beberapa
kejadian berpendapat bahwa post operasi thoraacic epidural analgesia pada pasian
yang resiko tinggi dapat memperbaiki pulmonary outcome dengan menurunya
insiden pneumonia dan gagal nafas, perbaikan oksigenasi dan menurunnya durasi
dari ventilasi support mekanis.
Manifestasi Gastrointestinal
Alur Sympathetic berasal dari level T5-L1, yang bekerja menurunkan peristaltik,
mempertahankan sphintcter tone, dan berlawanan dengan vagal tone. Neuraxial
blok menyebabkan sympathectomi vagal tone lebih dominan, peristaltik usus
yang aktif memberikan kondisi operasi yang terbaik untuk beberapa operator.
Analgesia epidural post operasi telah memperlihatkan kembalinya dengan cepat
fungsi gastrointestinal.
Aliran darah hepar akan meningkat dengan menurunya MAP dari beberapa teknik
anestesi. Pada operasi intra-abdominal,menurunnya perfusi hepatik lebih
berhubungan pada manipulasi operasi daripada teknik anastesi (lihat bab 34).
2. KLONIDIN
Klodin adalah salah satu contoh dari agonis α2 agonis yang digunakan
untuk obat antihipertensi (penurunan resistensi pembuluh darah sistemik)
dan efek kronotropik negatif. Lebih jauh lagi, klonidin dan obat α2 agonis
lain juga mempunyai efek sedasi. Dalam beberapa penelitian juga
ditemukan efek anestesi dari pemberian secara oral (3-5 μg/kg),
intramuskular (2 μg/kg), intravena (1-3 μg/kg), transdermal (0,1 -0,3 μg
setiap hari), intratekal (75-150 μg/kg) dan epidural (1-2 μg/kg) dari
pemberian klonidin. Secara umum klonidin menurunkan kebutuhan
anestesi dan anelgesi (menurunkan MAC) dan memberikan efek sedasi
dan anxiolisis.
Selama anestesi umum, klonidin dipalporkan juga meningkatkan stabilitas
sirkulasi intraoperatif dengan menurunkan tingkatan katekolamin. Selama
anestesi regional, termasuk peripheral nerve block, klonidin akan
meningkatkan durasi dari blokade. Efek langsungpada medula spinalis
mungkin dibantu oleh reseptor postsinaptik α2 dengan ramus dorsalis.
Keuntungan lain juga mungkin berupa menurunkan terjadinya
postoperative shivering, inhibisi dari kekakuan otot akibat opioid, gejala
withdrawal dan pengobatan dari beberapa sindrom nyeri kronis. Efek
samping berupa bradikardia, hypotensi, sedasi, depresi nafas dan mulut
kering. Klonidin adalah agonis α2- adrenergik parsial selektif yang bekerja
sentral yang bekerja sebagai obat anti hipertensi melalui kemampuannya
untuk menurunkan keluaran sistem saraf simpatis dari sistem saraf pusat.
Obat ini telah terbukti efektif digunakan pada pasien dengan hipertenso
berat atau penyakit renindependen. Dosis dewasa yang biasa digunakan
per oral adalah 0,2-0,3 mg. Ketersediaan klonidin transdermal ditunjukan
untuk pemberian secara mingguan pada pasien bedah yang tidak dapat
diberikan obat per oral.
3. Fentanyl
Fentanyl termasuk obat golongan analgesik narkotika. Analgesik
narkotika digunakan sebagai penghilang nyeri. Dalam bentuk sediaan
injeksi IM (intramuskular). Fentanyl digunakan untuk menghilangkan
sakit yang disebabkan kanker. Menghilangkan rasa sakit yang persisten/
menetap. Obat fentanyl digunakan hanya untuk pasien yang siap
menggunakan analgesik narkotika.
Fentanyl bekerja didalam sistem saraf pusat untuk menghilangkan
rasa sakit. Beberapa efek samping juga disebabkan olek aksinya didalam
sistem saraf pusat. Pada pemakaian yang lama dapat menyebabkan
ketergantungan tetapi tidak sering terjadi bila pemakaiannya sesuai dengan
aturan. Ketergantungan biasa terjadi jika pengobatan dihentikan secara
mendadak, sehingga untuk mencegah efek samping tersebut perlu
dilakukan penurunan dosis secara bertahap dengan periode tertentu
sebelum pengobatan dihentikan.
Aksi sinergis dari fentanyl dan anestesi lokal diblok neuraxial
pusat (CNB) meingkatkan kualitas analgesia intraoperatif dan juga
memperpanjang analgesia pascaoeperatif. Durasi biasa pada efek analgesik
adalah 30 sampai 60 menit setelah dosis tunggal intravena sampai 100
mcg (0,1 mg). Dosis injeksi Fentanyl 12,5 μg menghasilkan efek puncak,
dengan dosis yang lebih rendah tidak memiliki efek apapun dan dosis
tinggi meningkatkan kejadian efek samping.
2.2.4 Indikasi dan Kontraindikasi Spinal Anestesi
Indikasi
Blok neuraxial dapat digunakan sendiri atau digabung dengan anestesi
umum untuk beberapa prosedur dibawah leher.Pada beberapa European
center,operasi jantung telah secara rutin dengan anesthesi epidural thoracal
(dengan typical dan light general anaesthesia). Blok neuraxial telah lebih
digunakan untuk abdominal bagian bawah, inguinal,urogenital,rectal dan operasi
extremitas bawah. Operasi daerah Lumbal juga dapat digunakan spinal anesthesi.
Prosedur upper abdominal (eg,cholecystectomy) dapat dilakukan dengan spinal
anestesi atau epidural anestesi, tetapi akan sulit untuk mencapai level sensory
yang adekuat pada pasien, juga untuk mencegah komplikasi blok tinggi. Spinal
anestesi telah digunakan untuk operasi pada neonatus .
Jika neuraxial telah dipertimbangkan,resiko dan keuntungan perlu
didiskusikan dengan pasien, dan informed consent harus didapat. Itu sangat
penting untuk memastikan mental pasien sudah siap,bahwa pilihan anestesi sesuai
dengan tipe operasi dan tidak ada kontraindikasi. Pasien harus mengerti bahwa
mereka akan memiliki sedikit atau kehilangan fungsi motorik sampai blok selesai.
Prosedur operasi yang menyebabkan kehilangan darah yang banyak , menekan
fungsi pernapasan , dan operasi yang panjang sebaiknya di anetesi dengan general
anesthesia daripada dengan blok neuroaxial.
Kontraindikasi
Kontraindikasi yang utama pada neuraxial anesthesi adalah pasien
menolak, bleeding diathesis, severe hipovolemia, peningkatan tekanan
intrakranial, infeksi pada tempat suntikan, severe stenotic valvular heart disease,
ventrikel outflow obstruction.
Kontraindikasi relatif dan kontroversial ada dalam tabel 16-1. Pemeriksaan
pisik dapat memberikan informasi penting seperti adanya surgical scars, skoliosis,
skin lesions,dan apakah prosessus spinosus teraba. Walaupun tanpa screening test
perlu diketahui kesehatan pasien, koagulasi, jumlah trombosit, riwayat penyakit
dan kemungkinan bleeding diathesis. Adanya sepsis dan bakterimia pada anestesi
neuraxial cenderung menyebar secara hematogen dari agen infeksius dalam
epidural atau ruang subarachnoid.
Cabut stilet, lalu cairan serebrospinal akan menetes keluar. Suntikan obat
anestetik local yang telah dipersiapkan ke dalam ruang subarachnoid. Kadang-
kadang untuk memperlama kerja obat dapat ditambahkan vasokonstriktor seperti
adrenalin.4
1,5
A. Posisi Pasien
1. Posisi Duduk
Midline anatomi lebih mudah dinilai ketika pasien posisi duduk
dari pada ketika pasien posisi lateral dekubitus. Perbedaan ini lebih jelas
pada pasien yang sangat gemuk / obese. Pasien duduk dengan siku
diletakkan diatas paha atau tepi meja operasi atau dengan memeluk bantal.
Fleksi dari spinal (tulang belakang membusur maksimal) menjadikan area
target yang berdekatan dengan prosesus spinosus dan spinal mendekat ke
permukaan kulit.
Gambar 3. Posisi duduk untuk blok
neuraksial
B. Pendekatan Anatomis
1,4
1. Pendekatan Median
Tulang belakang teraba dan posisi tubuh pasien diperiksa untuk
memastikan bahwa tulang belakang tegak lurus dengan bidang datar.
Tekanan antara prosesus spinosus vertebra atas dan bawah pada level yang
akan di digunakan diraba, menentukan tempat jarum akan disuntikkan.
Setelah persiapan dan dilakukan anestesi lokal, masukkan jarum pada
median/midline. Prosesus spinosus dari tulang belakang ke kulit mengarah
kebawah, untuk itu jarum yang akan dimasukkan mengarah sedikit ke
sefal. Pada jaringan subkutan terasa ada sedikit tahanan pada jarum. Saat
jarum masuk lebih dalam, melalui ligamentum supraspinosum dan
interspinosum akan terasa meningkatnya kerapatan jaringan.
C. Jarum Spinal1
Dikenal 2 macam jarum spinal, yaitu jenis yang ujungnya runcing seperti
ujung bambu runcing (jenis Quincke – Babcock atau Greene) dan jenis yang
ujungnya seperti ujung pensil (Whitacre). Ujung pensil banyak digunakan karena
jarang menyebabkan nyeri kepala pasca penyuntikan spinal.
Gambar 8. Jenis jarum spinal
1. Komplikasi Segera
A. Hipotensi
Selain hipotensi berat, gangguan respirasi atau apneu juga dapat terjadi
karena blok nervus frenikus yang mempersarafi otot diafragma sehingga
pasien sulit bernapas dan terjadi apneu.
Yang sangat ekstrim adalah bila mengenai system saraf pusat, yaitu
dapat terjadi kejang dan penurunan kesadaran. Pada system kardiovaskuler
dapat terjadi hipotensi dan aritmia. Penanganan yang dilakukan berupa
terapi simptomatik dan suportif.
D. Reaksi Alergi
Gejala yang terlihat pada reaksi alergi ini bermacam – macam, dari
hanya sekedar kemerahan pada kulit, urtikaria, mengenai mukosa, mata,
system pencernaan, system pernapasan, system kardiovaskuler sampai
terjadinya syok anafilaktik.
Dalam menangani reaksi alergi ini, dari yang ringan sampai berat obat
pilihan utama yang kita gunakan adalah adrenalin. Setelah itu dapat
diberikan obat anti histamine 1, anti histamine 2, baru kemudian
mengobati sesuai organ target yang terkena.
E. Hipotermia
A. Nyeri Kepala
B. Sakit Punggung
C. Retensi Urine
Blok anastesi local pada radix S2-S4 dapat menurunkan tonus dari
kandung kemih dan menghambat releks berkemih seseorang. Efek retensi
urin ini lebih banyak terjadi pada pasien pria. Penanganannya adalah
dengan memasang kateter. Disfungsi kandung kemih yang persisten dapat
terjadi sebagai manifestasi dari cedera saraf.
D. Meningitis dan Arachnoiditis
Pada anestesi spinal, dapat terjadi infeksi sebagai akibat dari kontaminasi
peralatan yang digunakan, obat yang disuntikan, atau organism yang ada pada
kulit yang kurang dibersihkan. Untungnya, hal ini jarang terjadi. Arachnoiditis
merupakan komplikasi lain yang juga jarang dilaporkan. Ditandai dengan gejala
seperti nyeri dan gejala neurological lainnya. Pada gambaran radiographic
didapatkan gambaran gumpalan di radix saraf. Pencegahan yang paling utama
adalah penggunaan jarum spinal yang disposable. Dengan begitu, kita juga bisa
melaksanakan salah satu unsur dari patients safety.
2.2.5 HERNIA
2.2.5.1 Definisi
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek
atau bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan / Locus Minoris
Resistentiae (LMR). Bagian-bagian hernia meliputi pintu hernia, kantong hernia,
leher hernia dan isi hernia.
Menurut sifatnya, hernia dapat disebut hernia reponibel bila isi hernia
dapat keluar masuk. Bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam
rongga disebut hernia ireponibel. Hernia eksterna adalah hernia yang menonjol ke
luar melalui dinding perut, pinggang atau perineum. Hernia interna adalah
tonjolan usus tanpa kantong hernia melalui suatu lobang dalam rongga perut
seperti Foramen Winslow, resesus rektosekalis atau defek dapatan pada
mesentrium umpamanya setelah anastomosis usus.
Hernia disebut hernia inkarserata atau hernia strangulata bila isinya terjepit
oleh cincin hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke
dalam rongga perut. Akibatnya, terjadi gangguan pasase atau vaskularisasi. Secara
klinis hernia inkarserata lebih dimaksudkan untuk hernia ireponibel dengan
gangguan pasase, sedangkan gangguan vaskularisasi disebut sebagai hernia
strangulate.
Hernia yang paling sering terjadi (sekitar 75% dari hernia abdominalis)
adalah hernia inguinalis. Hernia inguinalis dibagi menjadi: hernia inguinalis
indirek (lateralis), di mana isi hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis melalui
locus minoris resistence (annulus inguinalis internus); dan hernia inguinalis direk
(medialis), di mana isi hernia masuk melalui titik yang lemah pada dinding
belakang kanalis inguinalis. Hernia inguinalis lebih banyak terjadi pada pria
daripada wanita, sementara hernia femoralis lebih sering terjadi pada wanita.
Hernia juga mudah terjadi pada individu yang kelebihan berat badan,
sering mengangkat benda berat, atau mengedan. Jika kantong hernia inguinalis
lateralis mencapai scrotum maka disebut hernia skrotalis. Hernia ini harus
dibedakan dari hidrokel atau elefantiasis skrotum. Testis yang teraba dapat
dipakai sebagai pegangan untuk membedakannya.
Gambar . Hernia scrotalis yang berasal dari hernia inguinalis
indirek
2.2.5.2 PENYEBAB
Masih menjadi kontroversi mengenai apa yang sesungguhnya menjadi
penyebab timbulnya hernia inguinalis. Disepakati adanya 3 faktor yang
mempengaruhi terjadinya hernia inguinalis yaitu meliputi:
Jika ada massa skrotum berukuran besar yang tidak tembus cahaya,
suatu hernia inguinal indirek mungkin ada di dalam skrotum. Auskultasi
massa itu dapat dipakai untuk menentukan apakah ada bunyi usus di dalam
skrotum, suatu tanda yang berguna untuk menegakkan diagnosis hernia
inguinal indirek.
Tehnik operasi
Bassini
Halsted
ANAMNESA PRIBADI
Nama : Bindu Sianturi
Umur : 53 tahun
Jenis kelamin : Laki laki
Agama : Kristen
Suku : Batak
BB : 58 kg
No RM : 88 – 10 - 36
ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan utama : Benjolan pada testis kanan
Telaah :
Pasien mengatakan hal ini dialami os Sejak SD (Sekolah dasar). Awalnya
benjolan tersebut kecil. Namun tidak mengganggu dan benjolan bersifat hilang
timbul. Dialami sejak ± 1 minggu ini, benjolan tidak dapat kembali dan
mengganggu aktivitas. Benjolan tidak nyeri dan tidak merah. Nafsu makan pasien
baik, berat badan tidak pernah menurun. BAB dan BAK Dalam Batas Normal.
Pasien tidak merasa mual dan muntah.
Sebelumnya Os sering berobat ke dokter untuk mengobati penyakitnya
dan diberikan obat minum, namun menurut os, tidak ada perubahan yang berarti
dari penyakitnya.
RPT :-
RPO : Tidak jelas
KEAADAAN PRA BEDAH
Status Present
Sensorium : Compos mentis
KU/KP/KG : Sedang /sedang/ sedang
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 80 x/i
Frekuensi nafas : 20 x/i
Temperatur : 36.7oC
Anemis : (-)
Ikterik : (-)
Sianosis : (-)
Dipsnoe : (-)
Oedem : (-)
Status Lokalisata
a. Kepala
Mata : RC (+/+), pupil isokor, konjungtiva palpebra inferior anemis(-/-),
ikterik (-/-)
Hidung : Secret (+)
Telinga : Dalam batas normal
Mulut : Dalam batas normal
b. Leher : Pembesaran KGB (-)
c. Thorax
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : SP = vesikuler
ST = (-)
d. Abdomen
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) Normal
e. Ekstremitas superior : Tidak terdapat kelainan
f. Ekstremitas inferior : Tidak terdapat kelainan
g. Genitalia eksterna : Status lokalis
Regio inguinalis medialis Dextra :
Palpasi: tidak teraba hangat, kenyal, batas atas tidak jelas, tidak dapat
dimasukkan, transluminasi (-), tidak nyeri.
Pemeriksaan Penunjang
Hb 16,3 g/dL
Hct 47,7 %
Leukosit 8270 u/L
Trombosit 243.000 u/L
KGD ad random 91 mg/dL
Natrium 143 mmol/L
Kalium 4,10 mmol/L
Klorida 110 mmol/L
SGOT 21 U/L
SGPT 24 U/L
Ureum 14 mg/dL
Creatinin 0,75 mg/dL
Rontgen ( Tanggal 5 Desember 2016) : Tidak tampak kelainan radiologis pada cor
dan pulmo
EKG ( Tanggal 5 Desember 2016) : Sinus ritme 80x/i, Toleransi operasi Low
Risk
B2 (Blood)
Akral : Hangat/merah/kering
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 80 x/i
T/V : Cukup
Temperatur : 36.5oC
Konj.palp inferior pucat/hiperemis/ikterik :-/-/-
B3 (Brain)
Sensorium :Compos mentis
RC : +/+
Pupil : Isokor
Reflek fisiologis :+
Reflek patologis :-
Riwayat kejang/ muntah proyektil/ nyeri kepala/ pandangan kabur : -/ -/ -/ -
B4 (Bladder)
Urine :+
Volume : Cukup
Warna : Kuning
Kateter :-
B5 (Bowel)
Abdomen : Soepel
Peristaltic : (+) Normal
Mual/Muntah : +/+
BAB/Flatus : +/+
NGT :-
B6 (Bone)
Fraktur :-
Luka bakar :-
Oedem :-
Anestesi
Persiapan pasien
Pasien puasa sejak pukul 00.00 wib
Pemasangan infus pada dorsum manus sinistra dengan cairan RL
Persiapan alat
Stetoskop
Tensimeter
Meja operasi dan perangkat operasi
Infus set
Abocath no 18 G
Threeway
Spuit 3cc
Spuit 5cc
3. Monitoring perdarahan
- Perdarahan
Kassa`basah : 0 x 10 cc = 0 cc
Kassa ½ basah : 4x 5cc = 20 cc
Suction : 80 cc
Handuk :-
Total :100 cc
Infuse RL o/t regio dorsum manus sinistra
Pre operasi : RL 500 ml
Durante operasi : RL 500 ml
Urine output
Durante operasi : 50 cc
EBV : 70 x 58 = 4060 cc
EBL 10% = 406 cc, 20% = 812 cc, 30% =1218 cc
KETERANGAN TAMBAHAN
- Diagnosis pasca bedah : Post Hernioraphy a/i Hernia inguinalis
lateralis medialis dextra.
- Lama anastesi : 09.30 – 10.45 wib
- Lama operasi : 09.25 – 10.50 wib