Anda di halaman 1dari 22

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ANATOMI FISIOLOGI KELENJAR PARATIROID

2.1.1 Anatomi

Kelenjar paratiroid tumbuh dari jaringan endoderm, yaitu sulcus pharyngeus ketiga
dan keempat. Kelenjar paratiroid yang berasal dari sulcus pharyngeus keempat
cenderung bersatu dengan kutub atas kelenjar tiroid yang membentuk kelenjar
paratiroid dibagian kranial. Kelenjar yang berasal dari sulcus pharyngeus ketiga
merupakan kelenjar paratiroid bagian kaudal, yang kadang menyatu dengan kutub
bawah tiroid. Akan tetapi, sering kali posisinya sangat bervariasi. Kelenjar paratiroid
bagian kaudal ini bisa dijumpai pada posterolateral kutub bawah kelenjar tiroid, atau
didalam timus, bahkan berada dimediastinum. Kelenjar paratiroid kadang kala
dijumpai di dalam parenkim kelenjar tiroid. (R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong, 2004,
695)

Secara normal ada empat buah kelenjar paratiroid pada manusia, yang terletak tepat
dibelakang kelenjar tiroid, dua tertanam di kutub superior kelenjar tiroid dan dua di
kutub inferiornya. Namun, letak masing-masing paratiroid dan jumlahnya dapat cukup
bervariasi, jaringan paratiroid kadang-kadang ditemukan di mediastinum.

Setiap kelenjar paratiroid panjangnya kira-kira 6 milimeter, lebar 3 milimeter, dan


tebalnya dua millimeter dan memiliki gambaran makroskopik lemak coklat kehitaman.
Kelenjar paratiroid orang dewasa terutama terutama mengandung sel utama (chief cell)
yang mengandung apparatus Golgi yang mencolok plus retikulum endoplasma dan
granula sekretorik yang mensintesis dan mensekresi hormon paratiroid (PTH). Sel
oksifil yang lebih sedikit namun lebih besar mengandung granula oksifil dan sejumlah

3
besar mitokondria dalam sitoplasmanya Pada manusia, sebelum pubertas hanya sedikit
dijumpai, dan setelah itu jumlah sel ini meningkat seiring usia, tetapi pada sebagian
besar binatang dan manusia muda, sel oksifil ini tidak ditemukan.Fungsi sel oksifil
masih belum jelas, sel-sel ini mungkin merupakan modifikasi atau sisa sel utama yang
tidak lagi mensekresi sejumlah hormon.

2.1.2. Fisiologi

Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathiroid hormone, PTH)


yang bersama-sama dengan Vit D3, dan kalsitonin mengatur kadar kalsium dalam
darah. Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, yaitu dihambat
sintesisnya bila kadar kalsium tinggi dan dirangsang bila kadar kalsium rendah. PTH
akan merangsang reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi
kalsium pada usus halus, sebaliknya menghambat reabsorbsi fosfat dan melepaskan
kalsium dari tulang. Jadi PTH akan aktif bekerja pada tiga titik sasaran utama dalam
mengendalikan homeostasis kalsium yaitu di ginjal, tulang dan usus. (R.
Sjamsuhidayat, Wim de Jong, 2004, 695)

2.2 KONSEP DASAR

2.2.1 Hiperparatiroidisme

a. Pengertian
Hiperparatiroidisme adalah berlebihnya produksi hormon paratiroid oleh
kelenjar paratiroid ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan terbentuknya batu
ginjal yang mengandung kalsium. Hiperparatiroidisme dibagi menjadi 2, yaitu
hiperparatiroidisme primer dan sekunder. Hiperparatiroidisme primer terjadi
dua atau tiga kali lebih sering pada wanita daripada laki-laki dan pada pasien-
pasien yang berusia 60-70 tahun. Sedangkan hiperparatiroidisme sekunder
disertai manifestasi yang sama dengan pasien gagal ginjal kronis. Rakitisi ginjal

4
akibat retensi fosfor akan meningkatkan stimulasi pada kelenjar paratiroid dan
meningkatkan sekresi hormon paratiroid. (Brunner & Suddath, 2001)
Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan
sekresi hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Sekresi hormon
paratiroid diatur secara langsung oleh konsentrasi cairan ion kalsium. Efek
utama dari hormon paratiroid adalah meningkatkan konsentrasi cairan kalsium
dengan meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks tulang,
meningkatkan penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan produksi
ginjal. Hormon paratiroid juga menyebabkan phosphaturia, jika kekurangan
cairan fosfat. hiperparatiroidisme biasanya terbagi menjadi primer, sekunder
dan tersier. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 2).
Hiperparatiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar-kelenjar
paratiroid memproduksi lebih banyak hormon paratiroid dari biasanya. Pada
pasien dengan hiperparatiroid, satu dari keempat kelenjar paratiroid yang tidak
normal dapat membuat kadar hormon paratiroid tinggi tanpa mempedulikan
kadar kalsium. dengan kata lain satu dari keempat terus mensekresi hormon
paratiroid yang banyak walaupun kadar kalsium dalam darah normal atau
meningkat.

b. Etiologi
Menurut Lawrence Kim, MD. 2005,etiologi hiperparatiroid yaitu:
1. Kira-kira 85% dari kasus hiperparatiroid primer disebabkan oleh adenoma
tunggal.
2. Sedangkan 15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh berbagai
adenoma atau hyperplasia). Biasanya herediter dan frekuensinya
berhubungan dengan kelainan endokrin lainnya.
3. Sedikit kasus hiperparatiroidisme utama disebabkan oleh paratiroid
karsinoma. Etiologi dari adenoma dan hyperplasia pada kebanyakan kasus
tidak diketahui. Kasus keluarga dapat terjadi baik sebagai bagian dari

5
berbagai sindrom endrokin neoplasia, syndrome hiperparatiroid tumor atau
hiperparatiroidisme turunan. Familial hypocalcuric dan hypercalcemia dan
neonatal severe hyperparathyroidism juga termasuk kedalam kategori ini.
4. Beberapa ahli bedah dan ahli patologis melaporkan bahwa pembesaran dari
kelenjar yang multiple umumnya jenis adenoma yang ganda. Pada ± 15 %
pasien semua kelenjar hiperfungsi; chief cell parathyroid hyperplasia.

c. Patofisiologi
Hiperparatiroidisme dapat bersifat primer (yaitu yang disebabkan oleh
hiperplasia atau neoplasma paratiroid) atau sekunder, dimana kasus biasanya
berhubungan dengan gagal ginjal kronis.
Pada 80% kasus, hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh adenoma
paratiroid jinak; 18% kasus diakibatkan oleh hiperplasia kelenjar paratiroid:
dan 2% kasus disebabkan oleh karsinoma paratiroid (damjanov,1996).
Normalnya terdapat empat kelenjar paratiroid. Adenoma atau karsinoma
paratiroid ditandai oleh pembesaran satu kelenjar, dengan kelenjar lainnya tetap
normal. Pada hiperplasia paratiroid, keempat kelenja membesar. Karena
diagnosa adenoma atau hiperplasia tidak dapat ditegakan preoperatif, jadi
penting bagi ahli bedah untuk meneliti keempat kelenjar tersebut. Jika
teridentifikasi salah satu kelenjar tersebut mengalami pembesaran
adenomatosa, biasanya kelenjar tersebut diangkat dan laninnya dibiarkan utuh.
Jika ternyata keempat kelenjar tersebut mengalami pembesaran ahli bedah akan
mengangkat ketiga kelelanjar dan meninggalkan satu kelenjar saja yang
seharusnya mencukupi untuk mempertahankan homeostasis kalsium-fosfat.
Hiperplasia paratiroid sekunder dapat dibedakan dengan hiperplasia primer,
karena keempat kelenjar membesar secara simetris. Pembesaran kelanjar
paratiroid dan hiperfungsinya adalah mekanisme kompensasi yang dicetuskan
oleh retensi format dan hiperkalsemia yang berkaitan dengan penyakit ginjal

6
kronis. Osteomalasia yang disebabkan oleh hipovitaminosis D, seperti pada
riketsia, dapat mengakibatkan dampak yang sama.
Hiperparatiroidisme ditandai oleh kelebihan PTH dalam sirkulasi. PTH
terutama bekerja pada tulang dan ginjal. Dalam tulang, PTH meningkatkan
resorpsi kalsium dari limen tubulus ginjal. Dengan demikian mengurangi
eksresi kalsium dalam urine. PTH juga meningkatkan bentuk vitamin D3 aktif
dalam ginjal, yang selanjutnya memudahkan ambilan kalsium dari makanan
dalam usus. Sehingga hiperkalsemia dan hipofosatmia kompensatori adalah
abnormlitas biokimia yang dideteksi melalui analisis darah. Konsentrasi PTH
serum juga meningkat. ( Rumahorbor, Hotma,1999)
Produksi hormon paratiroid yang berlebih disertai dengan gagal ginjal dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit tulang, penyakit tulng yang sering
terjadi adalah osteitis fibrosa cystica, suatu penyakit meningkatnya resorpsi
tulang karena peningkatan kadar hormon paratiroid. Penyakit tulang lainnya
juga sering terjadi pada pasien, tapi tidak muncul secara langsung. (Lawrence
Kim, MD, 2005, section 5)
Kelebihan jumlah sekresi PTH menyebabkan hiperkalsemia yang langsung
bisa menimbulkan efek pada reseptor di tulang, traktus intestinal, dan ginjal.
Secara fisiologis sekresi PTH dihambat dengan tingginya ion kalsium serum.
Mekanisme ini tidak aktif pada keadaan adenoma, atau hiperplasia kelenjar,
dimana hipersekresi PTH berlangsung bersamaan dengan hiperkalsemia.
Reabsorpsi kalsium dari tulang dan peningkatan absorpsi dari usus merupakan
efek langsung dari peningkatan PTH.
Pada saat kadar kalsium serum mendekati 12 mg/dL, tubular ginjal
mereabsorpsi kalsium secara berlebihan sehingga terjadi keadaan
hiperkalsiuria. Hal ini dapat meningkatkan insidens nefrolithiasis, yang mana
dapt menimbulkan penurunan kreanini klearens dan gagal ginjal. Peningkatan
kadar kalsium ekstraselular dapat mengendap pada jaringan halus. Rasa sakit
timbul akibat kalsifikasi berbentuk nodul pada kulit, jaringan subkutis, tendon

7
(kalsifikasi tendonitis), dan kartilago (khondrokalsinosis). Vitamin D
memainkan peranan penting dalam metabolisme kalsium sebab dibutuhkan
oleh PTH untuk bekerja di target organ.

d. Manifestasi Klinik
Pasien mungkin tidak atau mengalami tanda-tanda dan gejala akibat
terganggunya beberapa sistem organ. Gejala apatis, keluhan mudah lelah,
kelemahan otot, mual, muntah, konstipasi, hipertensi dan aritmia jantung dapat
terjadi; semua ini berkaitan dengan peningkatan kadar kalsium dalam darah.
Manifestasi psikologis dapat bervariasi mulai dari emosi yang mudah
tersinggung dan neurosis hingga keadaan psikosis yang disebabkan oleh efek
langsung kalsium pada otak serta sistem saraf. Peningkatan kadar kalsium akan
menurunkan potensial eksitasi jaringan saraf dan otot.
Pembentukan batu pada salah satu atau kedua ginjal yang berkaitan dengan
peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu komplikasi
hiperparatiroidisme primer. Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium
fosfat dalam pelvis da ginjal parenkim yang mengakibatkan batu ginjal (rena
calculi), obstruksi, pielonefritis serta gagal ginjal.
Gejala muskuloskeletal yang menyertai hiperparatiroidisme dapat terjadi
akibat demineralisasi tulang atau tumor tulang, yang muncul berupa sel-sel
raksasa benigna akibat pertumbuhan osteoklast yang berlebihan. Pasien dapat
mengalami nyeri skeletal dan nyeri tekan, khususnya di daerah punggung dan
persendian; nyeri ketika menyangga tubuh; fraktur patologik; deformitas; dan
pemendekkan badan. Kehilangan tulang yang berkaitan dengan
hiperparatiroidisme merupakan faktor risiko terjadinya fraktur.
Insidens ulkus peptikum dan prankreatis meningkat pada
hiperparatiroidisme dan dapat menyebabkan terjadinya gejala gastroitestinal.
(Brunner & Suddath, 2001)

8
e. Pemeriksaan Diagnostik
Hiperparatiroidisme didiagnosis ketika tes menunjukkan tingginya level
kalsium dalam darah disebabkan tingginya kadar hormone paratiroid. Penyakit
lain dapat menyebabkan tingginya kadar kalsium dalam darah, tapi hanya
hiperparatiroidisme yang menaikkan kadar kalsium karena terlalu banyak
hormon paratiroid. Pemeriksaan radioimmunoassay untuk parathormon sangat
sensitif dan dapat membedakan hiperparatiroidisme primer dengan penyebab
hiperkalasemia lainnya pada lebih dari 90 % pasien yang mengalami kenaikan
kadar kalsium serum.
Kenaikkan kadar kalsium serum saja merupakan gambaran yang
nonspesifik karena kadar dalam serum ini dapat berubah akibat diet, obat-
obatan dan perubahan pada ginjal serta tulang. Perubahan tulang dapat dideteksi
dengan pemeriksaan sinar-x atau pemindai tulang pada kasus-kasus penyakit
yang sudah lanjut. Penggambaran dengan sinar X pada abdomen bisa
mengungkapkan adanya batu ginjal dan jumlah urin selama 24 jam dapat
menyediakan informasi kerusakan ginjal dan resiko batu ginjal. Pemeriksaan
antibodi ganda hormon paratiroid digunakan untuk membedakan
hiperparatiroidisme primer dengan keganasan, yang dapat menyebabkan
hiperkalsemia. Pemeriksaan USG, MRI, Pemindai thallium serta biopsi jarum
halus telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi paratiroid dan untuk
menentukan lokasi kista, adenoma serta hiperplasia pada kelenjar paratiroid.
Tes darah mempermudah diagnosis hiperparatiroidisme karena
menunjukkan penilaian yang akurat berapa jumlah hormon paratiroid. Sekali
diagnosis didirikan, tes yang lain sebaiknya dilakukan untuk melihat adanya
komplikasi. Karena tingginya kadar hormon paratiroid dapat menyebabkan
kerapuhan tulang karena kekurangan kalsium, dan pengukuran kepadatan
tulang sebaiknya dilakukan untuk memastikan keadaan tulang dan resiko
fraktura.

9
Salah satu kelemahan diagnostik adalah terjadinya penurunan bersihan
fragmen akhir karboksil PTH pada pasien gagal ginjal, menyebabkan
peningkatan palsu kadar PTH serum total. Penetuan PTH amino akhir atau PTH
utuh direkomendasikan untuk menilai fungsi paratiroid pasien gagal ginjal.
(Clivge R. Taylor, 2005, 783)

Laboratorium:

1) Kalsium serum meninggi


2) Fosfat serum rendah
3) Fosfatase alkali meninggi
4) Kalsium dan fosfat dalam urin bertambah
5) Foto Rontgen:
 Tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasi
 Cystic-cystic dalam tulang
 Trabeculae di tulang PA: osteoklas, osteoblast, dan jaringan fibreus
bertambah

f. Komplikasi
1) Peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor
2) Dehidrasi
3) Batu ginjal
4) Hiperkalsemia
5) Osteoklastik
6) Osteitis fibrosa cystica

g. Penatalaksanaan
Terapi yang dianjurkan bagi pasien hiperparatiroidisme primer adalah
tindakan bedah untuk mengangkat jaringan paratiriod yang abnormal. Namun

10
demikian, pada sebagian pasien yang asimtomatik disertai kenaikaan kadar
kalsium serum ringan dan fungsi ginjal yang normal, pembedahan dapat
ditunda dan keadaan pasien dipantau dengan cermat akan adanya kemungkinan
bertambah parahnya hiperkalsemia, kemunduran kondisi tulang, gangguan
ginjal atau pembentukan batu ginjal (renal calculi).
Dehidrasi karena gangguan pada ginjal mungkin terjadi, maka penderita
hiperparatiroidisme primer dapat menderita penyakit batu ginjal. Karena itu,
pasien dianjurkan untuk minum sebanyak 2000 ml cairan atau lebih untuk
mencegah terbentuknya batu ginjal. Jus buah yang asam dapat dianjurkan
karena terdapat bukti bahwa minuman ini dapt menurunkan pH urin. Kepada
pasien diuminta untuk melaporkan manifestasi batu ginjal yang lain seperti
nyeri abdomen dan hemapturia. Pemberian preparat diuretik thiazida harus
dihindari oleh pasien hiperparatiroidisme primer karena obat ini akan
menurunkan eksresi kalsium lewat ginjal dan menyebabkan kenaikan kadar
kalsium serum. Disamping itu, pasien harus mengambil tindakan untuk
menghindari dehidrasi. Karena adanya resiko krisis hiperkalsemia, kepada
pasien harus diberitahukan untuk segera mencari bantuan medis jika terjadi
kondisi yang menimbulkan dehidrasi (muntah, diare).
Mobilitas pasien dengan banyak berjalan atau penggunaan kursi goyang
harus diupayakan sebanyak mungkin karena tulang yang mengalami stress
normal akan melepaskan kalsium merupakan predisposisi terbentuknya batu
ginjal.
Pemberian fosfat per oral menurunkan kadar kalsium serum pada sebagian
pasien. Penggunaan jangka panjang tidak dianjurkan karena dapat
mengakibatkan pengendapan ektopik kalsium fosfat dalam jaringan lunak.
Diet dan obat-obatan. Kebutuhan nutrisi harus dipenuhi meskipun pasien
dianjurkan untuk menghindari diet kalsium terbatas atau kalsium berlebih. Jika
pasien juga menderita ulkus peptikum, ia memerlukan preparat antasid dan diet
protein yang khusus. Karena anoreksia umum terjadi, peningkatan selera makan

11
pasien harus diupayakan. Jus buah, preparat pelunak feses dan aktivitas fisik
disertai dengan peningkatan asupan cairan akan membantu mengurangi gejal
konstipasi yang merupakan masalah pascaoperatif yang sering dijumpai pada
pasien-pasien ini.

2.2.2 Hipoparatiroidisme

a. Pengertian

Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari produksi hormon paratiroid yang


tidak adekuat. Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering
disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi
paratiroid atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar
paratiroid (secara congenital). Kadang-kadang penyebab spesifik tidak dapat
diketahui. (www.endocrine.com)

b. Etiologi
Jarang sekali terjadi hipoparatiroidisme primer, dan jika ada biasanya
terdapat pada anak-anak dibawah umur 16 tahun. Ada tiga kategori dari
hipoparatiroidisme:
1) Defisiensi sekresi hormon paratiroid, ada dua penyebab utama:
a) Post operasi pengangkatan kelenjar partiroid dan total tiroidektomi.
b) Idiopatik, penyakit ini jarang dan dapat kongenital atau didapat
(acquired).
2) Hipomagnesemia.
3) Sekresi hormon paratiroid yang tidak aktif.
4) Resistensi terhadap hormon paratiroid (pseudohipoparatiroidisme)

12
c. Patofisiologi

Pada hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme kalsium dan


fosfat, yakni kalsium serum menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan fosfat serum
meninggi (bisa sampai 9,5-12,5 mgr%).

Pada yang post operasi disebabkan tidak adekuat produksi hormon paratiroid
karena pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi. Operasi yang pertama
adalah untuk mengatasi keadaan hiperparatiroid dengan mengangkat kelenjar
paratiroid. Tujuannya adalah untuk mengatasi sekresi hormon paratiroid yang
berlebihan, tetapi biasanya terlalu banyak jaringan yang diangkat. Operasi kedua
berhubungan dengan operasi total tiroidektomi. Hal ini disebabkan karena letak
anatomi kelenjar tiroid dan paratiroid yang dekat (diperdarahi oleh pembuluh darah
yang sama) sehingga kelenjar paratiroid dapat terkena sayatan atau terangkat. Hal
ini sangat jarang dan biasanya kurang dari 1 % pada operasi tiroid. Pada banyak
pasien tidak adekuatnya produksi sekresi hormon paratiroid bersifat sementara
sesudah operasi kelenjar tiroid atau kelenjar paratiroid, jadi diagnosis tidak dapat
dibuat segera sesudah operasi.

Pada pseudohipoparatiroidisme timbul gejala dan tanda hipoparatiroidisme


tetapi kadar PTH dalam darah normal atau meningkat. Karena jaringan tidak
berespons terhadap hormon, maka penyakit ini adalah penyakit reseptor. Terdapat
dua bentuk: (1) pada bentuk yang lebih sering, terjadi pengurangan congenital
aktivitas Gs sebesar 50 %, dan PTH tidak dapat meningkatkan secara normal
konsentrasi AMP siklik, (2) pada bentuk yang lebih jarang, respons AMP siklik
normal tetapi efek fosfaturik hormon terganggu.

d. Manifestasi Klinik
Hipokalsemia menyebabkan iritablitas sistem neuromuskeler dan turut
menimbulkan gejala utama hipoparatiroidisme yang berupa tetanus.

13
Tetanus merupakan hipertonia otot yang menyeluruh disertai tremor dan
kontraksi spasmodik atau tak terkoordinasi yang terjadi dengan atau tanpa upaya
untuk melakukan gerakan volunter. Pada keadaan tetanus laten terdapat gejala
patirasa, kesemutan dan kram pada ekstremitas dengan keluhan perasaan kaku pada
kedua belah tangan serta kaki. Pada keadaan tetanus yang nyata, tanda-tanda
mencakup bronkospasme, spasme laring, spasme karpopedal (fleksi sendi siku serta
pergelangan tangan dan ekstensi sensi karpofalangeal), disfagia, fotopobia, aritmia
jantung serta kejang. Gejala lainnya mencakup ansietas, iritabilitas, depresi dan
bahkan delirium. Perubahan pada EKG dan hipotensi dapat terjadi. (Brunner &
Suddath, 2001)

e. Pemeriksaan Diagnostik

Tetanus laten ditunjukan oleh tanda trousseau atau tanda Chvostek yang positif.
Tanda trousseau dianggap positif apabila terjadi spasme karpopedal yang
ditimbulkan akibat penyumabtan aliran darah ke lengan selama 3 menit dengan
manset tensimeter. Tanda Chvostek menujukkan hasil positif apabila pengetukan
yang dilakukan secara tiba-tiba didaerah nervous fasialis tepat di kelenjar parotis
dan disebelah anterior telinga menyebabkan spasme atau gerakan kedutan pada
mulut, hidung dan mata.

Diagnosa sering sulit ditegakkan karena gejala yang tidak jelas seperti rasa
nyeri dan pegal-pegal, oleh sebab itu pemeriksaan laboratorium akan membantu.
Biasanya hasil laboratorium yang ditunjukkan, yaitu:

1. Kalsium serum rendah. Tetanus terjadi pada kadar kalsium serum yang berkisar
dari 5-6 mg/dl (1,2 - 1,5mmol/L) atau lebih rendah lagi.
2. Fosfat anorganik dalam serum tinggi
3. Fosfatase alkali normal atau rendah

14
4. Foto Rontgen:
a) Sering terdapat kalsifikasi yang bilateral pada ganglion basalis di tengkorak
b) Kadang-kadang terdapat pula kalsifikasi di serebellum dan pleksus koroid
5. Density dari tulang bisa bertambah
6. EKG: biasanya QT-interval lebih panjang

f. Komplikasi
1) Kalsium serum menurun
2) Fosfat serum meninggi

g. Penatalaksanaan

Tujuan adalah untuk menaikkan kadar kalsium serum sampai 9-10 mg/dl (2,2-
2,5 mmol/L) dan menghilangkan gejala hipoparatiroidisme serta hipokalsemia.
Apabila terjadi hipokalsemia dan tetanus pascatiroidektomi, terapi yang harus
segera dilakukan adalah pemberian kalsium glukonas intravena. Jika terapi ini tidak
segera menurunkan iritabilitas neuromuskular dan serangan kejang, preparat sedatif
seperti pentobarbital dapat dapat diberikan.

Pemberian peparat parathormon parenteral dapat dilakukan untuk mengatasi


hipoparatiroidisme akut disertai tetanus. Namun demikian, akibat tingginya
insidens reaksi alergi pada penyuntikan parathormon, maka penggunaan preparat
ini dibatasi hanya pada hipokalsemia akut. Pasien yang mendapatkan parathormon
memerlukan pemantauan akan adanya perubahan kadar kalsium serum dan reaksi
alergi.

Akibat adanya iritabilitas neuromuskuler, penderita hipokalsemia dan tetanus


memerlukan lingkungan yang bebas dari suara bising, hembusan angin yang tiba-
tiba, cahaya yang terang atau gerakan yang mendadak. Trakeostomi atau ventilasi

15
mekanis mungkin dibutuhkan bersama dengan obat-obat bronkodilator jika pasien
mengalami gangguan pernafasan.

Terapi bagi penderita hipoparatiroidisme kronis ditentukan sesudah kadar


kalsium serum diketahui. Diet tinggi kalsium rendah fosfor diresepkan. Meskipun
susu, produk susu dan kuning telur merupakan makanan tinggi kalsium, jenis
makanan ini harus dibatasi karena kandungan fosfor yang tinggi. Bayam juga perlu
dihindari karena mengandung oksalat yang akan membentuk garam kalsium yang
tidak laut. Tablet oral garam kalsium seperti kalsium glukonat, dapat diberikan
sebagai suplemen dalam diet. Gel alumunium karbonat (Gelusil, Amphojel)
diberikan sesudah makan untuk mengikat fosfat dan meningkatkan eksresinya
lewat traktus gastrointestinal.

Preparat vitamin D dengan dosis yang bervariasi dihidrotakisterol (AT 10 atau


Hytakerol), atau ergokalsiferol (vitamin D2) atau koolekalsiferpol (vitamin D3)
biasanya diperlukan dan akan meningkatkan absorpsi kalsium dari traktus
gastrointestinal.

16
2.3 ASUHAN KEPERAWATAN

1. Hiperparatiroidisme

a. Pengkajian

Tidak terdapat manifestasi yang jelas tentang hiperparatiroidisme dan


hiperkalsemia resultan. Pengkajian keperawatan yang rinci mencakup :

1) Riwayat kesehatan klien.


2) Riwayat penyakit dalam keluarga.
3) Keluhan utama, antara lain :
a) Sakit kepala, kelemahan, lethargi dan kelelahan otot
b) Gangguan pencernaan seperti mual, muntah, anorexia, obstipasi, dan
nyeri lambung yang akan disertai penurunan berat badan
c) Depresi
d) Nyeri tulang dan sendi.
4) Riwayat trauma/fraktur tulang.
5) Riwayat radiasi daerah leher dan kepala.
6) Pemeriksaan fisik yang mencakup :
a) Observasi dan palpasi adanya deformitas tulang.
b) Amati warna kulit, apakah tampak pucat.
c) Perubahan tingkat kesadaran.
7) Bila kadar kalsium tetap tinggi, maka akan tampak tanda psikosis organik
seperti bingung bahkan koma dan bila tidak ditangani kematian akan
mengancam.
8) Pemeriksaan diagnostik, termasuk :
a) Pemeriksaan laboratorium : dilakukan untuk menentukan kadar kalsium
dalam plasma yang merupakan pemeriksaan terpenting dalam
menegakkan kondisi hiperparatiroidisme. Hasil pemeriksaan

17
laboratorium pada hiperparatiroidisme primer akan ditemukan
peningkatan kadar kalsium serum; kadar serum posfat anorganik
menurun sementara kadar kalsium dan posfat urine meningkat.
b) Pemeriksaan radiologi, akan tampak penipisan tulang dan terbentuk
kista dan trabekula pada tulang.

b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai pada klien dengan


hiperparatiroidisme antara lain :

1) Risiko terhadap cidera yang berhubungan dengan demineralisasi tulang yang


mengakibatkan fraktur patologi.
2) Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan keterlibatan ginjal
sekunder terhadap hiperkalsemia dan hiperfosfatemia.
3) Perubahan nutrisi yang berubahan dengan anorexia dan mual.
4) Konstipasi yang berhubungan dengan efek merugikan dari hiperparatiroidisme
pada saluran gastrointestinal.

c. Rencana Tindakan Keperawatan


1) Diagnosa Keperawatan : Risiko terhadap cidera yang berhubungan dengan
demineralisasi tulang yang mengakibatkan fraktur patologi.
Tujuan : Klien tidak akan menderita cidera, seperti yang ditunjukkan oleh tidak
terdapatnya fraktur patologi.
Intervensi Keperawatan :
1. Lindungi klien dari kecelakaan jatuh, karena klien rentan untuk mengalami
fraktur patologis bahkan oleh benturan ringan sekalipun. Bila klien
mengalami penurunan kesadaran pasanglah tirali tempat tidurnya.

18
2. Hindarkan klien dari satu posisi yang menetap, ubah posisi klien dengan
hati-hati.
3. Bantu klien memenuhi kebutuhan sehari-hari selama terjadi kelemahan
fisik.
4. Atur aktivitas yang tidak melelahkan klien.
5. Ajarkan cara melindungi diri dari trauma fisik seperti cara mengubah posisi
tubuh, dan cara berjalan serta menghindari perubahan posisi yang tiba-tiba.
6. Ajarkan klien cara menggunakan alat bantu berjalan bila dibutuhkan.
Anjurkan klien agar berjalan secara perlahan-lahan.

2. Diagnosa Keperawatan : Perubahan eliminasi urine yang berhubungan


dengan keterlibatan ginjal sekunder terhadap hiperkalsemia dan
hiperfosfatemia.
Tujuan : Klien akan kembali pada haluaran urine normal, seperti yang
ditunjukkan oleh tidak terbentuknya batu dan haluaran urine 30 sampai 60
ml/jam.
Intervensi Keperawatan :
1. Perbanyak asupan klien sampai 2500 ml cairan per hari. Dehidrasi
merupakan hal yang berbahaya bagi klien dengan hiperparatiroidisme
karena akan meningkatkan kadar kalisum serum dan memudahkan
terbentuknya batu ginjal.
2. Berikan sari buahn canbery atau prune untuk membantu agar urine lebih
bersifat asam. Keasaman urine yang tinggi membantu mencegah
pembentukkan batu ginjal, karena kalsium lebih mudah larut dalam
urine yang asam ketimbang urine yang basa.

3) Diagnosa Keperawatan : Perubahan nutrisi yang berubahan dengan anorexia


dan mual.

19
Tujuan : Klien akan mendapat masukan makanan yang mencukupi, seperti yang
dibuktikan oleh tidak adanya mual dan kembali pada atau dapat
mempertahankan berat badan ideal.
Intervensi Keperawatan :
1. Berikan dorongan pada klien untuk mengkonsumsi diet rendah kalsium untuk
memperbaiki hiperkalsemia.
2. Jelaskan pada klien bahwa tidak mengkonsumsi susu dan produk susu dapat
menghilangkan sebagian manifestasi gastrointestinal yang tidak
menyenangkan.
3. Bantu klien untuk mengembangkan diet yang mencakup tinggi kalori tanpa
produk yang mengandung susu.
4. Rujuk klien ke ahli gizi untuk membantu perencanaan diet klien.

4) Diagnosa Keperawatan : Konstipasi yang berhubungan dengan efek merugikan


dari hiperparatiroidisme pada saluran gastrointestinal.
Tujuan : Klien akan mempertahankan BAB normal, seperti pada yang
dibuktikan oleh BAB setiap hari (sesuai dengan kebiasaan klien).
Intervensi Keperawatan :
1. Upayakan tindakan yang dapat mencegah konstipasi dan pengerasan fekal yang
diakibatkan oleh hiperkalsemia.
2. Bantu klien untuk tetap dapat aktif sesuai dengan kondisi yang memungkinkan.
3. Tingkatkan asupan cairan dan serat dalam diet. Klien harus minum sedikitnya
enam sampai delapan gelas per hari kecuali bila ada kontra indikasi.
4. Jika konstipasi menetak meski sudah dilakukan tindakan, mintakan pada dokter
pelunak feses atau laksatif.

2. Hipoparatiroidisme
a. Pengkajian

20
Dalam pengkajian klien dengan hipoparatiroidisme yang penting adalah
mengkaji manifestasi distres pernapasan sekunder terhadap laringospasme. Pada
klien dengan hipoparatiroidisme akut, perlu dikaji terhadap adanya tanda
perubahan fisik nyata seperti kulit dan rambut kering. Kaji juga terhadap sindrom
seperti Parkinson atau adanya katarak. Pengkajian keperawatan lainnya mencakup
:

1) Riwayat kesehatan klien.


1. Sejak kapan klien menderita penyakit.
2. Apakah ada anggota keluarga yang berpenyakit sama.
3. Apakah klien pernah mengalami tindakan operasi khususnya pengangkatan
kelenjar paratiroid atau tiroid.
4. Apakah ada riwayat penyinaran daerah leher.

2) Keluhan utama, antara lain :


1. Kelainan bentuk tulang.
2. Perdarahan sulit berhenti.
3. Kejang-kejang, kesemutan dan lemah.
4. Pemeriksaan fisik yang mencakup :
a. Kelainan bentuk tulang.
b. Tetani.
c. Tanda Trosseaus dan Chovsteks.
d. Pernapasan bunyi (stridor).

5. Rambut jarang dan tipis; pertumbuhan kuku buruk, deformitas dan mudah
patah; kulit kering dan kasar.

3) Pemeriksaan diagnostik, termasuk :


 Pemeriksaan kadar kalsium serum.

21
 Pemeriksaan radiologi.

b. Diagnosa Keperawatan
1) Masalah kolaboratif : tetani otot yang berhubungan dengan penurunan
kadar kalsium serum.
2) Risiko terhadap infektif penatalaksanaan regimen terapeutik (individual)
yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang regimen diet dan
medikasi.

c. Rencana Tindakan Keperawatan


1) Masalah Kolaboratif : Tetani otot yang berhubungan dengan penurunan
kadar kalsium serum.
Tujuan : Klien tidak akan menderita cidera, seperti yang dibuktikan oleh
kadar kalsium kembali ke batas normal, frekuensi pernapasan normal, dan
gas-gas darah dalam batas normal.
Intervensi Keperawatan :
1. Saat merawat klien dengan hipoparatiroidisme hebat, selalu waspadalah
terhadap spasme laring dan obstruksi pernapasan. Siapkan selalu set
selang endotrakeal, laringoskop, dan trakeostomi saat merawat klien
dengan tetani akut.
2. Jika klien berisiko terhadap hipokalsemia mendadak, seperti setelah
tiroidektomi, selalu disiapkan cairan infus kalsium karbonat di dekat
tempat tidur klien untuk segera digunakan jika diperlukan.
3. Jika selang infus harus dilepas, biasanya hanya diklem dulu untuk
beberapa waktu sehingga selalu tersedia akses vena yang cepat.
4. Jika tersedia biasanya klien diberikan sumber siap pakai kalsium
karbonat seperti Tums.

22
2) Diagnosa Keperawatan : Risiko terhadap infektif penatalaksanaan regimen
terapeutik (individual) yang berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang regimen diet dan medikasi.
Tujuan : Klien akan mengerti tentang diet dan medikasinya, seperti yang
dibuktikan oleh pernyataan klien dan kemampuan klien untuk mengikuti
regimen diet dan terapi.
3) Intervensi Keperawatan :
1. Penyuluhan kesehatan untuk klien dengan hipoparatiroidisme kronis
sangat penting karena klien akan membutuhkan medikasi dan
modifikasi diet sepanjang hidupnya.
2. Saat memberikan penyuluhan kesehatan tentang semua obat-obat yang
harus digunakan di rumah, pastikan klien mengetahui bahwa semua
bentuk vitamin D, kecuali dehidroksikolelalsiferol, diasimilasi dengan
lambat dalam tubuh. Oleh karenanya akan membutuhkan waktu satu
minggu atau lebih untuk melihat hasilnya.
3. Ajarkan klien tentang diet tinggi kalsium namun rendah fosfor. Ingatkan
klien untuk menyingkirkan keju dan produk susu dari dietnya, karena
makanan ini mengandung fosfor.
4. Tekankan pentingnya perawatan medis sepanjang hidup bagi klien
hopiparatiroidisme kronis. Instruksikan klien untuk memeriksakan
kadar kalsium serum sedikitnya tiga kali setahun. Kadar kalsium serum
harus dipertahankan normal untuk mencegah komplikasi. Jika terjadi
hiperkalsemia atau hipokalsemia, dokter harus menyesuaikan regimen
terapeutik untuk memperbaiki ketidakseimbangan.

d. Implementasi

Implementasi disesuaikan dengan intervensi yang ada.

e. Evaluasi

23
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan
evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah
implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.

Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan


tercapai:

a. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau


tanggal yang ditetapkan di tujuan.
b. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik
yang ditentukan dalam pernyataan tujuan.
c. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku
yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.

24

Anda mungkin juga menyukai