Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori
II.1.1 Definisi Stabilitas
Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan
dalam membuat formulasi suatu sediaan farmasi.Hal ini penting
mengingat suatu sediaan biasanya diproduksi dalam jumlah yang besar
dan memerlukan waktu yang lama untuk sampai ke tangan pasien yang
membutuhkannya.Obat yang disimpan dalam jangka waktu yang cukup
lama dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan hasil urai dari zat
tersebut bersifat toksik sehingga dapat membahayakan jiwa pasien. Oleh
karena itu perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
kestabilan suatu zat sehingga dapat dipilih suatu kondisi dimana kestabilan
obat tersebut optimum (Troy, 2006).
Stabilitas dalam arti luas dapat didefinisikan sebagai ketahanan
suatu produk sesuai dengan batas-batas tertentu selama penyimpanan dan
penggunaanya atau umur simpan suatu produk dimana produk tersebut
masih mempunyai sifat dan karakteristik yang sama seperti pada waktu
pembuatan. Banyak faktor yang mempengaruhi stabilitas dari sediaan
farmasi, antara lain stabilitas bahan aktif, interaksi antara bahan aktif
dengan bahan tambahan, proses pembuatan bentuk sediaan, kemasan, cara
pengemasan dan kondisi lingkungan yang dialami selama pengiriman,
penyimpanan, penanganan dan jarak waktu antara pembuatan dan
penggunaan. Faktor lingkungan seperti temperatur, radiasi cahaya dan
udara (khususnya oksigen, karbon dioksida dan uap air) juga
mempengaruhi stabilitas.Demikian pula faktor formulasi seperti ukuran
partikel, pH, sifat dari air dan sifat pelarutnya dapat mempengaruhi
stabilitas.(Troy, 2006).
Stabilitas suatu obat adalah suatu pengertian yang mencakup
masalah kadar obat yang berkhasiat. Bila suau obat stabil artinya dalam
waktu relative lama, obat akan berada dalam keadaan semula, tidak

4
5

berubah atau bila berubah masuh dalam batas yang diperbolehkan oleh
peryaratan tertentu. Batas kadar obat masih bersisa 90% keatas masih bias
digunakan, tetapi bila kadarny kurang dari 90% tidak dapat digunakan lagi
atau disebut sebagai sub standar waktu diperlukan sehingga obat tinggal
90% disebut umur obat (Troy, 2006).
Apabila bentuk sediaan dari suatu obat diubah, (misalnya dengan
dilarutkan dalam suatu cairan, diserbuk atau pun ditambahkan bahan-
bahan penolong lain), atau juga dilakukan modifikasi terhadap kondisi
lingkungan dari obat itu sendiri yaitu misalnya dengan mengubah-ubah
kondisi penyimpanannya dan lain sebagainya, maka dengan demikian
stabilitas obat yang bersangkutan mungkijn juga akan terpengaruh
(Howard, 1989).
Penerapan prinsip fisika kimia tertentu pada pelaksanaan
pengkajian stabilitas telah terbukti sangat mengntungkan pengambangan
sediaan stabil. Hanya pendekatan itu yang memungkinkan pemamfaatan
data yang diperoleh dari penyimpanan dalam kondisi yang melebihi
keadaan normal secara tepat dan memadai, untuk maksud meramalkan
stablitas pada penyimpanan normal selama jangka waktu yang lama.
Sangat penting bagi produsen dari produk baru pada penyimpanan normal
dari data penyimpanan dipercepat, dikarenakan keuntungan ekonomis
besar yang diperoleh dari pemasaran produk baru secepat mungkin setelah
formulasinya selesai (Connors, 1994).
II.1.2 Jenis-jenis Stabilitas Obat
a. Stabilitas Fisika
Stabilitas fisika didasari pada perubahan sifat fisika dari suatu produk
yang tergantung waktu (periode penyimpanan). Contoh dari perubahan
fisika antara lain migrasi (perubahan) warna, perubahan rasa, perubahan
bau, perubahan tekstur atau penampilan. Evaluasi dari uji stabilitas fisika
meliputi: pemeriksaan organoleptis, homogenitas, pH, bobot jenis
(Attwood dan Florence, 2011).
6

b. Stabilitas Kimia
Stabilitas kimia suatu obat merupakan faktor yang menentukan
lamanya waktu suatu obat untuk mempertahankan integritas kimia dan
potensinya seperti yang tercantum pada etiket dalam batas waktu yang
ditentukan.Pengumpulan dan pengolahan data merupakan langkah
menentukan baik buruknya sediaan yang dihasilkan (Attwood dan
Florence, 2011).
c. Stabilitas Mikrobiologi
Stabilitas mikrobiologi suatu sediaan adalah keadaan di mana tetap
sediaan bebas dari mikroorganisme atau memenuhi syarat batas
miroorganisme hingga batas waktu tertentu. Terdapat berbagai macam
zat aktif obat, zat tambahan serta berbagai bentuk sediaan dan cara
pemberian obat. Tiap zat, cara pemberian dan bentuk sediaan memiliki
karakteristik fisika-kimia tersendiri dan umumnya rentan terhadap
kontaminasi mikroorganisme dan/atau memang sudah mengandung
mikroorganisme yang dapat mempengaruhi mutu sediaan karena
berpotensi menyebabkan penyakit, efek yang tidak diharapkan pada
terapi atau penggunaan obat dan kosmetik(Attwood dan Florence,
2011).
Oleh karena itu farmakope telah mengatur ketentuan mengenai
kandungan mikroorganisme pada sediaan obat maupun kosmetik dalam
rangka memberikan hasil akhir berupa obat dan kosmetika yang efektif
dan aman untuk digunakan atau dikonsumsi manusia. Stabilitas
mikrobiologi diperlukan oleh suatu sediaan farmasi untuk menjaga atau
mempertahankan jumlah dan menekan pertumbuhan mikroorgansme
yang terdapat dalam sediaan tersebut hingga jangka waktu tertentu yang
diinginkan.
II.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas obat
a. pH
pH adalah suatu ukuran keasaman suatu air (larutan). Pengertian pH
dalam aplikasinya berbeda-beda. Di dalam sistem yang sering
7

digunakan ( NBS sistem, NBS = National Bureau of Standards), pH


digambarkan dalam persamaan pH = -log aH, dimana aH adalah
aktivitas ion hidrogen dalam suatu larutan Laju reaksi dalam larutan
berair sangat mudah dipengaruhi oleh adanya pH sebagai akibat adanya
proses katalisis. Untuk mengetahui pengaruh pH maka faktor-faktor
lainnya yang berpengaruh seperti suhu, kekuatan ionik dan komposisi
pelarut harus dibuat tetap (Connors et al, 1986). Pengaruh pH dapat
diketahui dari bentuk profil pH laju degradasi dari hubungan antara
antara pH dan log k tanpa pengaruh dapar. Dari profil tersebut dapat
diketahui pH yang stabil, katalisis reaksi dan persamaan laju reaksi
hipotetiknya yang memberikan informasi praktis stabilitas suatu obat
(Connors et al, 1986).
Tiga bentuk profil pH laju degradasi yang dikenal yaitu bentuk V,
bentuk Sigmoid (S) danbentuk Parabola (bell shape) atau kombinasi
dari bentuk tersebut.Bentuk profil yang dihasilkan tergantung pada
sifat-sifat zat dan reaksi yang terjadi (Connors et al, 1986).
Bentuk V terjadi bila obat bersifat tak terionkan. Keuntungan dari
profil log k Vs pH dalam bentuk V adalah dapat digunakan pada pH
rendah maupun tinggi ketika reaksi di katalisis oleh asam dan basa
(Connors et al, 1986).
Terkadang profil pH laju degradasi mengikuti bentuk Sigmoid
(S).bentuk ini terjadi jika obat mengalami disosiasi asam basa 1 kali.
Keuntungan profil log k Vs k dalam bentuk sigmoid ini adalah bahwa
plot log k Vs pH dapat berubah menjadi bentuk sebaliknya (Connors et
al, 1986).
Bentuk parabola memiliki dua titik infleksi yang terjadi karena asam
basa mengalami disosiasi 2 kali. Seperti bentuk sigmoid, bentuk ini bisa
terjadi dari kombinasi bentuk parabola dengan bentuk V pada profil pH
laju degradasi yang sama (Connors et al, 1986).
Jika memungkinkan secara fisiologis, larutan obat harus
diformulasikan sedikit mungkin ke pH stabilitas optimumnya. Jika
8

penguraian hidrolisis obatnya terkatalisis asam dan basa umum, yaitu


penguraian terkatalisis oleh bagian asam dan basa dari garam dapar
disamping H+ dan OH- , konsentrasi dapar harus dibuat minimum
(Lachman, et al., 1986).
b. Jenis Pelarut
Penggantian air sebagian atau seluruhnya dengan pelarut yang
konstanta dielektriknya lebih rendah, umumnya menyebabkan
kecepatan hidrolisis menurun secara berarti.Contoh pelarut bukan air
adalah etanol, glikol, glukosa, larutan manitol, dan amida tersubstitusi
(Lachman, et al., 1986).
c. Kompleksasi
Laju hidrolisis dapat dipengaruhi oleh pembentukan kompleks
dengan dua cara, yaitu oleh efek sterik atau polar (Lachman, et al.,
1986)
d. Surfaktan
Keberadaan surfaktan akan meningkatkan stabilitas secara
bermakna. Menurut Riegelman (1960) bahan surfaktan nonionik,
kationik dan anionik dapat menstabilkan obat terhadap katalis basa
(Lachman, et al., 1986).
e. Modifikasi struktur kimia
Sejumlah laporan kepustakaan menunjukkan bahan substituen
tertentuyang ditambahkan pada rantai alkil atau asil dari ester alifatik
atau aromatik atau pada inti benzen dari ester aromatik menyebabkan
penurunan laju hidrolisis (Lachman, et al.,1986).
f. Garam dan ester
Teknik lain yang digunakan untuk meningkatkan stabilitas obat-
obatan yang terurai melalui hidrolisis adalah dengan mengurangi
kelarutannya melalui pembentukan garam atau esternya yang sukar
larut. Biasanya hanya pada bagian obat larut mengalami peruraian
hidrolisis (Lachman, et al., 1986).komponen penyusun dapar dapat
9

mengurangi stabilitas obat oleh akibat katalisis asam umum (KAU) atau
katalisis basa umum (KBU) (Zhou and Notari, 1995)
KAU adalah katalisis asam umum, KBU adalah katalisis basa
umum, katalis adalah senyawa yang memiliki kemampuan
meningkatkan tetapan laju reaksi tetapi tidak mengubah tetapan
keseimbangan.Katalisator dapat menjadikan jalur reaksi berlangsung
dengan energi bebas (QG) yang lebih kecil, tanpa mengubah QGº
(energi bebas awal).Dekomposisi obat akibat hidrolisis atau solvolisis
dari sediaan farmasi cair adalah hal yang umum terjadi karena
kelembaban atau pelarut yang digunakan.Stabilitas obat dapat
dinyatakan dengan harga tetapan laju degradasi (k) atau waktu paro
(t1/2) yang dapat ditentukan jika reaksi diketahui (Parrot,
1970).Stabilitas obat dapat dinyatakan dengan harga tetapan laju
degradasi (k) atau waktu paruh (t1/2).Hal ini dapat ditentukan bila
tingkat reaksi diketahui.
g. Mikroorganisme
Mikroorganisme berpenaruh terhadap stabilitasi obat ataupun
sediaan farmasi lainnya, dikarenakan mikroorganisme mampu merubah
kandungan dalam suatu sediian sehingga perlu mepertahankan dan
menekan jumlah mikroorganisme (attwood dan florence, 2011)
h. Cahaya
Dalam sediaan farmasi terdapat beberapa kandungan obat yang
tidak bisa terpapar oleh cahaya, terutama cahaya matahari. Dengan
terpaparnya sediaan oleh cahaya sehingga stabilitas dari sediaan
tersebut dapat terganggu, kebanykkan sediaan tersebut ialah larutan
(apprilia, 2015)
i. Suhu
Suhu penyimpanan mempengaruhi tingkat degradasi zat aktif,
sehingga penting mempehatikan penyimpanan untuk menjaga stabilitas
zat aktif yang dikandungnya (Haidoo, 2006).
10

II.1.4 Jalur Penguraian Obat


Penguraian bahan berkhasiat pada bentuk sediaan farmasi terjadi
pada jalur hidrolisis, oksidasi-reduksi, resemisasi, epimerisasi,
dekarboksilasi, rearrangement, dan dehidrasi.
a. Hidrolisis
Hidrolisis merupakan salah satu dari reaksi utama dari degradasi obat
terutama dalam bentuk larutan. Hidrolisis adalah proses dua tahap, dimana
nukleofil, seperti air dan ion hidroksi yang ditambahkan yang kemudian
akan membentuk senayawa intermediet dari leaving group yang terlepas
pada tahap kedua. Struktur senyawa mempengaruhi tingkat hidrolisis,
dimana semakin kuat asam konjugasi yang terlepas maka reaksi yang
terjadi semakin cepat.Banyak obat yang mengandung gugus fungsional
yang sangat rentan terhadap hidrolisis.Reaksi hidrolisis terjadi pada obat-
obat yang memiliki gugus fungsional. Misalnya senyawa ester dan amina
(Niazi, Sarfaraz, 2006)
b. Oksidasi-Reduksi
Reaksi penguraian kedua yang paling umum adalah melalui reaksi
oksidasi.Penguranga/ oksidasi (redoks) merupakan reaksi yang melibatkan
baik transfer oksigen atau hidrogen ataupun elektron.Oksidasi disebabkan
oleh adanya oksigen dan reaksi yang dapat diinisasi oleh pemanasan,
cahaya, dan paparan logam yang menghasilkan radikal bebas
organic.Radikal ini menyebarkan reaksi oksidasi yang berlangsung hingga
inhibitor menghancurkan radikal atau sampai terbentuknya reaksi samping
yang memutuskan rantai.Sensitivitas masing-masing entisitas obat baru
terhadap oksigen atmosfir harus dievaluasi untuk mententukan apakah
produk akhir perlu dikemas dalam kondisi kedap udara dan jika harus
mengandung antioksidan (Niazi, Sarfaraz, 2006).
Pengurangan oksidatif senyawa farmasi menjadi sebab ketidakstabilan
banyak sediaan farmasi.Yang menjadi perantara pada reaksi itu adlah
radikal bebas atau oksigen molekuler.Suatu zat yang disebut teroksidasi
apabila zat itu melepaskan elektron.Jadi zat teroksidasi jika memperoleh
11

atom atau radikal elektronegatif, atau kehilangan atom atau radikal


elektropositif. Bentuk penguraian oksidatif yang paling umum terjadi
dalam sediaan farmasi adalah autooksidasi yang melibatkan proses
berantai radikal bebas. Secara umum autooksidasi dapat didefinisikan
sebagai reaksi bahan apapun dengan bahan molekuler.Contoh : steroid,
vitamin, antibiotika, dan epinefrin mengalami penguraian oksidatif
(Lachman dkk, 1994).
c. Resemisasi
Resemisasi adalah proses dimana bahan obat yang memiliki bentuk-
bentuk optis aktif (bentuk L atau D) dalam larutannya terjadi campuran
resemis (kedua bentuk terdapat bersama-sama didalamnya). Dalam reaksi
resemisasi, suatu zat aktif optis aktif kehilangan aktivitas optiknya tanpa
mengubah susunan kimianya.Reaksi ini dapat mempengaruhi stabilitas
formulasi farmasi, karena efek biologis bentuk dekstro mungkin jauh
lebih kecil daripada levo. Kinetika resemisasi dapat diteliti dengan cara
serupa dengan reaksi hidrolisis. Kondisi penyimpanan sediaan optimal
dapat ditetapkan melalui penentuan konstanta laju reaksi, ketergantungan
reaksi pada temperatur, dan ketergantungan reaksi pada pH.Pada
umumnya reaksi resemisasi mengalami penguraian menurut dasar kintika
orde satu. Resemisasi suatu senyawa tampaknya bergantung pada gugus
fungsional yang terikat pada atom karbon asimetrik, gugus aromatik
cenderung mempercepat proses resemisasi. Contoh L-Adrenalin 15-20 X
lebih aktif dari D-Adrenalin (Lachman dkk,1994).
d. Epimerisasi
Epimerisasi adalah suatu peristiwa dimana terjadi perubahan
konfigurasi struktur suatu senyawa. Hal ini dapat mengakibatkan senyawa
tersebut tidak aktif secara biologi bahkan menjadi toksik.Contoh :
tetrasiklin. Dalam larutan, tetrasiklin mudah mengalami epimerisasi pada
gugus dimetil amina pada C4 menjadi bentuk lain yang dinamakan
epitetrasiklin. Bentuk epitetrasiklin hanya mempunyai aktivitas antibakteri
sedikit atau sama sekali tidak punya. Reaksi resemisasi dan epimerisasi ini
12

seperti halnya reaksi hidrolisis dikatalisis oleh asam atau basa, reaksi
oksidasi tergantung dari pH.
e. Dekarboksilasi
Beberapa asam karboksilat, dibawah kondisi tertentu dapat kehilangan
CO2 nya dari gugus karboksilatnya sehingga menjadi inaktif.Contoh :
Asam P-Aminosalisilat. Jika dipanaskan dibawah kondisi an-aerobik akan
mengalami dekarboksilasi.
f. Rearrangement
Rearrangement adalah peristiwa dimana suatu senyawa kimia berubah
menjadi senyawa lain tanpa mengalami perubahan yaitu penambahan
maupun pengurangan atom-atomnya. Contoh : Penisillin, dalam larutan
asam akan berubah menjadi asam penisilinat yang diduga sebagai
penyebab alergi, dengan demikian juga tergantung pH larutan.
II.1.5 Orde dan Laju reaksi
Orde reaksi adalah banyaknya faktor konsentrasi zat reaktan yang
mempengaruhi kecepatan reaksi, dimana terdapat tiga macam orde reaksi,
yaitu (Andy, 2009) :
a. Reaksi orde nol, adalah reaksi dimana laju tidak bergantung pada
konsenstrasi reaktan.
b. Reaksi orde satu, adalah reaksidimana laju bergantung pada
konsentrasi reaktan yang dipangkatkan dengan bilangan satu.
c. Reaksi orde dua, adalah dimana laju bergantung pada konsentrasi satu
reaktan yang dipangkatkan dengan bilangan dua atau konsentrasi dua
reaktan yang berbeda masing-masing dipangkatkan dengan bilangan
satu.
Adapun penentuan waktu paruh dari masing-masing orde reaksi sebagai
berikut (Martin,1993):
In 2 0.693
Orde nol :𝑡1⁄ = =
2 𝑘 𝑘
1
Orde satu :𝑡1⁄ = 𝑘[𝐴]𝑜
2
13

Dimana : k = tetapan kecepatan reaksi


Co = konsentrasi mula-mula zat
C = konsentrasi zat pada waktu t
Laju Reaksi
Laju reaksi merupakan banyaknya reaksi kimia yang berlangsung per
satuan waktu. Laju reaksi menyatakan molaritas zat terlarut dalam reaksi
yang dihasilkan tiap detik reaksi (Suharno, 1998)
Adapun penentuan laju reaksi dinyatakn dalam persamaan sebagai berikut:
𝑣 = 𝑘[𝐴]𝑛 [𝐵]𝑚
Dimana : V= laju reaksi
K= konstanta laju reaksi
m= orde reaksi zat A
N= orde reaksi zat B
II.1.6 Orde reaksi dapat ditentukan dengan beberapa metode, diantaranya
(Martin, 1983) :
1) Metode substitusi

Data yang terkumpul dari hasil pengamatan jalannya suatu reaksi


disubstitusikan ke dalam bentuk integral dari persamaan berbagai
orde reaksi.jika persamaan itu menghasilkan harga K yang tetap
konstan dalam batas-batas variasi percobaan, maka reaksi dianggap
berjalan sesuai dengan orde tersebut.
2) Metode grafik
Plot data dalam bentuk grafik dapat digunakan untuk mengetahui
orde reaksi tersebut.Jika konsentrasi di plot terhadap t dan didapat
garis lurus, reaksi adalah orde nol. Reaksi dikatakan orde pertama
bila log (a-x) terhadap t menghasilkan garis lurus. Suatu reaksi orde
kedua akan memberikan garis lurus bila 1/(a-x) diplot terhadap t
(jika konsentrasi mula-mula sama). Jika plot 1/(a-x)² terhadap t
menghasilkan garis lurus dengan seluruh reaktan sama
konsentrasimula-mulanya,reaksi adalah orde ketiga.
14

3) Metode waktu paruh


Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan oleh separu konsentrasi
obat untuk dieliminasi, yaitu dengan turunnya kadar plasma obat dan
kimia, efeknya tergantung pada kecepatan eliminasi obat. Dalam reaksi
orde nol, waktu paruh sebanding dengan konsentrasi awal, Waktu paruh
reaksi orde pertama tidak bergantung pada a; waktu paruh untuk reaksi
orde kedua, dimana a = b sebanding dengan 1/a dari dalam reaksi orde
ketiga, dimana a = b = c, sebanding dengan 1/a². Umumnya
berhubungan antar hasil di atas memperlihatkan waktu paruh suatu
reaksi dengan konsentrasi seluruh reaktan sama.
4) Metode Permukaan Konstan
Zat ditempatkan dalam suatu wadah yang diketahui luasnya sehingga
variabel perbedaan luas permukaan efektif dapat diabaikan. Umumnya zat
diubah menjadi tablet terlebih dahulu, kemudian ditentukan seperti pada
metode suspensi.
II.2 Uraian Bahan
II.2.1 Acetaminophenum (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : ACETAMINOPHENUM
Nama lain : Asetaminofen, parasetamol
RM/BM : C8H9NO2 / 151,16 gr/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih, tidak berbau, dan


rasa pahit.
Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol
(95%) P dan dalam 9 bagian propilenglikol P dan
larut dalam larutan alkali hidroksida.
Khasiat : Analgetikum dan antipiretikum (meredakan rasa
nyeri dan penurun panas).
15

Kegunaan : Sebagai Sampel


Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik dan terlindung dari
cahaya.
II.2.2 Alkohol (Dirjen POM, 1995 ; Rowe, 2009)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Etanol, Alkohol
RM/BM : C2H5OH / 46,07 gr/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan


mudah bergerak, bau khas, rasa panas dan mudah
terbakar.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam klorofom P
dan dalam eter P.
Khasiat : Antiseptik (untuk membunuh bakteri mikroba
berbahaya), dan Desinfektan (untuk mensterilkan
alat-alat laboratorium).
Kegunaan : Pelarutdanuntukmensterilkanalat–alat
laboratorium.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya, ditempat sejuk, dan jauh dari nyala api.

Anda mungkin juga menyukai