Anda di halaman 1dari 24

PERAWATAN SEBELUM BEDAH

DAN SESUDAH BEDAH

OLEH

NAMA : MARLIN R. DUMBELA


NIM : C02415065
KELAS : A(KEBIDANAN)

PROGRAM STUDI KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
2015/2016

1
KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Rasa syukur patut kami panjatkan kehadirat ALLAH S.W.T yang telah mengijinkan
dan memberi nikmat kemudahan kepada kami dalam meyusun dan menulis makalah KDK II
yang berjudul Perawatan Sebelum Bedah dan Sesudah Bedah. Hal yang paling mendasar
yang mendorong kami menyusun makalah ini adalah tugas dari mata kuliah KDK II, untuk
mencapai nilai yang memenuhi syarat perkuliahan.
Pada kesempatan ini kami semua mengucapkan banyak terima kasih yang tak
terhingga atas bimbingan dosen dan semua teman teman yang sudah membantu memberikan
pemikiran pemikirannya sehingga makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik.
Diharapkan kepada para pembaca apabila menemukan kesalahan atau kekurangan
dalam penulisan makalah ini, baik dari segi bahasanya maupun isinya, kami mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun kepada semua pembaca demi lebih baiknya
makalah – makalah yang akan datang.

Kami menyadari dan mengetahui bahwa makalah yang dibuat masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu diharapkan kepada para pembaca apabila menemukan kesalahan
atau kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi bahasanya maupun isinya, kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun kepada semua pembaca demi lebih
baiknya makalah – makalah yang akan datang.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh.

Gorontalo, 23 april 2015

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata pengantar............................................................................................................................1

Daftar Isi.................................................................................... ...............................................2

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang............................................... ............................................. ...............3

1.2 RumusanMasalah.........................................................................................................3

1.3 Tujuan Penulisan.......................... ............................................. .................................3

BAB 11 PEMBAHASAN
A. Definisi Perioperasi.......................................... .............................................................4
B. Perawatan Prabedah (preoperasi).......................... ........................................................4
1. Tujuan dilakukannya preoperasi........................................................................4
2. Persiapan preoperasi .... .....................................................................................4
a. Persiapan Klien......................................................................................4
b. Persiapan Pisik.......................................................................................5
c. Persiapan Psikis/mental..........................................................................7
d. Persiapan Penunjang..............................................................................9
C. Perawatan Intraoperasi............................................................................... .................10
D. Perawatan Post Operasi/Paska Operasi........................................................ ...............12
a. Pedoman Perawatan Pasca Operasi..................................................................13
b. Penanganan Pasca Operasi...............................................................................13
c. Perawatan Pasca Operasi..................................................................................16
d. Hal-Hal Dalam Perawatan Luka Pasca Operasi...............................................17
e. Perubahan Pasca Operasi..................................................................................21
BAB 111 PENUTUP
1. Kesimpulan..................... .............................................................................................22
2. Saran..................... .......................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA..................... ........................................................................................23

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembedahan merupakan tindakan pengobatan yang menggunakan teknik invasif
dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani melalui sayatan yang
diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Pembedahan dilakukan karena beberapa
alasan seperti diagnostik (biopsi, laparotomi eksplorasi), kuratif (eksisi massa tumor,
pengangkatan apendiks yang mengalami inflamasi), reparatif (memperbaiki luka multiplek),
rekonstruksi dan paliatif. Minggu pertama pascaoperasi bisa menjadi masa yang paling sulit,
sebab rasa nyeri dan tidak nyaman, padahal pasien ingin melakukan pekerjaan sehari-harinya.
Hormon-hormon yang ada juga dapat mengacaukan emosi, membuat pasien pasca operasi
mudah menangis dan lelah. Penting untuk pasien untuk melanjutkan latihan-latiham karena
hal itu dapat meningkatkan mobilitas yang akan mempermudah saat pulang ke rumah
nantinya. Sebelum meninggalkan rumah sakit, perlu untuk memastikan bahwa semua hal
sudah siap bagi pasien dan akan ada cukup bantuan saat pasien pulang kerumah.
Setelah operasi, rasanlya nyaris mustahil untuk melakukan hal-hal yang paling sederhana
sekalipun. Ada gerakan-gerakan tertentu yang mungkin sulit untuk dilakukan sendiri.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah definisi Perioperasi?


2. Apakah Tujuan dilakukannya preoperasi?
3. Apa saja Persiapan preoperasi ?
4. Apa yang dimaksud dengan Perawatan Intraoperasi?
5. Apa yang dimaksud dengan Post Operasi/Paska Operasi?

1.3 Tujuan penulisan

1. Agar mahasiswa memahami pengertian Perioperasi.


2. Agar mahasiswa memahami tujuan dilakukannya preoperasi.
3. Agar mahasiswa memahami persiapan preoperasi.
4. Agar mahasiswa memahami pengertian Perawatan Intraoperasi.
5. Agar mahasiswa memehami Post Operasi/Paska Operasi.
6. Untuk memenuhi tugas mata kuliah KDK 11

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Perioperasi
Perioperasi merupakan tahapan dalam proses pembedahan yang dimulai prabedah
(preoperasi), bedah (intraoperasi), dan pascabedah (postoperasi). Prabedah merupakan masa
sebelum dilakukannya tindakan pembedahan, dimulai sejak persiapan pembedahan dan
berakhir sampai pasien di meja bedah. Intrabedah merupakan masa pembedahan yang
dimulai sejak ditransfer ke meja bedah dan berakhir saat pasien dibawa ke ruang pemulihan.
Pascabedah merupakan masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai sejak pasien
memasuki ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya.

B. Prabedah (preoperasi)
1. Tujuan dilakukannya preoperasi antara lain:
a) Mengenal pasien, mengetahui masalah saat ini, mengetahui riwayat penyakit
dahulu serta keadaan / masalah yang mungkin menyertai pada saat ini.
b) Menciptakan hubungan antara medis/ para medis dengan pasien.
c) Menyusun rencana penatalaksanaan sebelum, selama dan sesudah anestesi /
operasi.
d) Informed consent. Tanggung jawab tenaga kesehatan dalam kaitan dengan
Informed Consent adalah memastikan bahwa informed consent yang di berikan
dokter di dapat dengan sukarela dari klien, sebelumnya diberikan penjelasan yang
gamblang dan jelas mengenai pembedahan dan kemungkinan resiko yang terjadi.

2. Persiapan preoperasi
a. Persiapan Klien
Adapun persiapan klien di ruang perawatan meliputi:
1) Konsultasi dengan dokter obstetrik dan dokter anestesi Semua klien yang akan
dioperasi harus diperiksa dokter obstetri dan anestesi sebelum operasi dilakukan.
Anggota multidisplin lainnya juga dapat terlibat, misalnya fisioterapis.
2) Pramedikasi
Pramedikasi adalah obat yang diberikan sebelum operasi dilakukan. Sebagai
persiapan atau bagian dari anestesi. Pramedikasi dapat diresepkan dalam berbagai
bentuk sesuai kebutuhan, misalnya relaksan, antimetik, analgesik, dll.

5
3) Perawatan kandung kemih dan usus
Konstipasi dapat terjadi sebagai masalah paska bedah setelah puasa dan imobilisasi,
oleh karena itu lebih baik bila dilakukan pengosongan usus sebelum operasi. Kateter
residu atau indweling dapat tetap dipasang untuk mencegah terjadinya trauma pada
kandung kemih selama operasi.
4) Stoking kompresi
Stocking dengan ukuran yang tepat harus dipakai klien sebelum operasi dilakukan,
terutama pada klien yang memiliki resiko tinggi, misal obesitas atau varises vena.
Kematian akibat emboli pulmoner merupakan resiko bagi ibu yang melahirkan
5) Mengidentifikasi dan melepas prostesis Semua prostesis seperti lensa kontak, gigi
palsu, kaki palsu, perhiasan, dan lain-lain harus dilepas sebelum pembedahan.
Selubung gigi juga harus dilepas seandainya akan diberikan anestesi umum, karena
adanya resiko terlepas dan tertelan. Pakai gelang identitas, terutama pada klien dan
ibu yang diperkirakan akan tidak sadar dan disiapkan gelang pula untuk bayi.

b. Persiapan Fisik
Persiapan fisik preoperasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu
persiapan di unit perawatan dan persiapan di ruang operasi.
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi antara lain :
a) Status kesehatan fisik secara umum Sebelum dilakukan pembedahan, penting
dilakukan pemeriksaan status kesehatan secara umum, meliputi identitas klien,
riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga,
pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler,
status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan
lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan istirahat dan
tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga
bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi
pasien wanita tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal.
b) Status Nutrisi Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat
badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan
globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi
sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan
jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai
komplikasi paska operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di

6
rumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi paska operasi,
dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan
penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami
sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.
c) Keseimbangan cairan dan elektrolit Balance cairan perlu diperhatikan dalam
kaitannya dengan input dan output cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum
harus rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakuakan pemeriksaan
diantaranya adalah kadar natrium serum (normal: 135-145 mmol/l), kadar kalium
serum (normal : 3,5 - 5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70-1,50 mg/dl).
Keseimbangan cairan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal
berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obat-obatan
anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Jika ginjal
mengalami gangguan seperti oliguri/ anuria, insufisiensi renal akut, nefritis akut maka
operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal. Kecuali pada kasus-kasus
yang mengancam jiwa.
d) Kebersihan lambung dan kolon Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih
dahulu. Intervensi keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien
dipuasakan dan dilakukan tindakan. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam
(biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan
lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke
paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga
menghindarkan terjadinya infeksi paska pembedahan. Khusus pada pasien yang
menbutuhkan operasi CITO (segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas. Maka
pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric
tube).Tehnik pemasangan lavement dan NGT saudara dapat melihat pada pedoman
pemasangan.
e) Pencukuran daerah operasi Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk
menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena
rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga
mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka. Meskipun
demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan pencukuran sebelum
operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren)
harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang
dicukur. Sering kali pasien di berikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien

7
merasa lebih nyaman. Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis
operasi dan daerah yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis)
dilakukan pencukuran jika yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha.
Misalnya : apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada
fraktur femur, hemmoroidektomi.
f) Personal Hygine Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi
karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan
infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat dianjurkan
untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama.
Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygine secara
mandiri maka saudara dapat memandikan pasien ditempat tidur dengan melihat
pedoman cara memandikan pasien ditempat tidur.
g) Pengosongan kandung kemih Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan
melakukan pemasangan kateter. Selain untuk pengosongan isi bladder tindakan
katerisasi juga diperlukan untuk mengobservasi balance cairan. Tehnik pemasangan
kateter silahkan saudara lihat pada pedoman.
h) Latihan Pra Operasi Beberapa latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi,
hal ini penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi paska operasi
seperti : nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan. Latihan
yang dapat diberikan pada pasien antara lain latihan nafas dalam, latihan batuk efektif
dan latihan gerak sendi.
c. Persiapan Psikis / Mental
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan
operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi
fisiknya. Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada
integeritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis
(Barbara C. Long).
Berbagai alasan yang dapat menyebabkan ketakutan/kecemasan pasien dalam
menghadapi pembedahan antara lain :
1) Takut nyeri setelah pembedahan.
2) Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal
(body image).
3) Takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti).

8
4) Takut/cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang mempunyai
penyakit yang sama.
5) Takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas.
6) Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi.
7) Takut operasi gagal. Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien
dapat dideteksi dengan adanya perubahan-perubahan fisik seperti : meningkatnya
frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol,
telapak tangan yang lembab, gelisah, menayakan pertanyaan yang sama berulang
kali, sulit tidur, sering berkemih. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang
biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu perawat
perlu mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien dalam
menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan ini, seperti adanya orang
terdekat,tingkat perkembangan pasien, faktor pendukung/support system.
Peranan kita dalam menyiapkan pasien untuk pembedahan dapat memberikan
pengaruh positif pasca pemulihannya bentuk dukungan mental dapat dilakukan dengan
berbagai cara:
 Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dialami pasien sebelum
operasi, memberikan informasi pada pasien tentang waktu operasi, hal- hal yang akan
dialami oleh pasien selama proses operasi, menunjukkan tempat kamar operasi, dll
 Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka diharapkan pasien
mejadi lebih siap menghadapi operasi, meskipun demikian ada keluarga yang tidak
menghendaki pasien mengetahui tentang berbagai hal yang terkait dengan operasi
yang akan dialami pasien.
 Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan persiapan operasi
sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas.
Misalnya: jika pasien harus puasa, perawat akan menjelaskan kapan mulai puasa dan
samapai kapan, manfaatnya untuk apa, dan jika diambil darahnya, pasien perlu
diberikan penjelasan tujuan dari pemeriksaan darah yang dilakukan, dll. Diharapkan
dengan pemberian informasi yang lengkap, kecemasan yang dialami oleh pasien akan
dapat diturunkan dan mempersiapkan mental pasien dengan baik.
 Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan tentang segala
prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada pasien dan keluarga untuk berdoa
bersama-sama sebelum pasien di antar ke kamar operasi.

9
 Mengoreksi pengertian yang sah tentang tindakan pembedahan dan hal-hal lain karena
pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien.
 Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi, seperti valium
dan diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk menurunkan kecemasan dan pasien
dapat tidur sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi.
 Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar operasi, petugas
kesehatan hendaknya memperkenalkan diri sehingga membuat pasien merasa lebih
tenang. Untuk memberikan ketenangan pada pasien, keluarga juga diberikan
kesempatn untuk mengantar pasien samapi ke batas kamar operasi dan diperkenankan
untuk menunggu di ruang tunggu yang terletak di depan kamar operasi.

d. Persiapan Penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter
bedah tidak mungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada
pasien. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan
radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti ECG, dan lain-lain. Sebelum
dokter mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada pasien, dokter melakukan
berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit pasien sehingga dokter bisa
menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter bedah memutuskan
untuk dilakukan operasi maka dokter anstesi berperan untuk menentukan apakan
kondisi pasien layak menjalani operasi.
Untuk itu dokter anastesi juga memerlukan berbagai macam pemerikasaan
laboratorium terutama pemeriksaan masa perdarahan (bledding time) dan masa
pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum, Hemoglobin, protein darah,
dan hasil pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks dan EKG. 4. Informed Consent
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal
lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan
tanggung gugat, yaitu Inform Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus
menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh
karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat
pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anastesi).

10
C. Perawatan Intraoperasi
Perawatan intraoperatif merupakan bagian dari tahapan keperawatan perioperative.
Untuk menjamin perawatan pasien yang optimal selama pembedahan, informasi mengenai
pasien harus dijelaskan pada ahli anastesi dan perawat anastesi, serta perawat bedah dan
dokter bedahnya. Selain itu segala macam perkembangan yang berkaitan dengan perawatan
pasien di unit perawatan pasca anastesi (PACU) seperti perdarahan, temuan yang tidak
diperkirakan, permasalahn cairan dan elektrolit, syok, kesulitan pernafasan harus dicatat,
didokumentasikan dan dikomunikasikan dengan staff PACU.
a. Prinsip-prinsip umum
1) Prinsip asepsis ruangan
Antisepsis dan asepsis adalah suatu usaha untuk agar dicapainya keadaan yang
memungkingkan terdapatnya kuman-kuman pathogen dapat dikurangi atau ditiadakan, baik
secara kimiawi, tindakan mekanis atau tindakan fisik. Termasuk dalam cakupan tindakan
antisepsis adalah selain alat-alat bedah, seluruh sarana kamar operasi, semua implantat, alat-
alat yang dipakai personel operasi (sandal, celana, baju, masker, topi dan lain-lainnya) dan
juga cara membersihkan/melakukan desinfeksi dari kulit/tangan.
2) Prinsip asepsis personel
Teknik persiapan personel sebelum operasi meliputi 3 tahap, yaitu : scrubbing (cuci
tangan steril), gowning (teknik penggunaan gaun operasi), dan gloving (teknik pemakaian
sarung tangan steril).
3) Prinsip asepsis pasien
Pasien yang akan menjalani pembedahan harus diasepsiskan. Maksudnya adalah
dengan melakukan berbagai macam prosedur yang digunakan untuk membuat medan operasi
steril. Prosedur-prosedur itu antara lain adalah kebersihan pasien, desinfeksi lapangan operasi
dan tindakan drapping.
4) Prinsip asepsis instrimen
Instrument bedah yang digunakan untuk pembedahan pasien harus benar-benar berada
dalam keadaan steril.Tindakan yang dapat dilakukan diantaranya adalah perawatan dan
sterilisasi alat, mempertahankan kesetrilan alat pada saat pembedahan dengan menggunakan
teknik tanpa singgung dan menjaga agar tidak bersinggunakan dengan benda-benda non
steril.
b. Hal-hal yang dilakukan oleh perawat terkait dengan pengaturan posisi pasien
meliputi :
1) Kesejajaran fungsional.

11
Maksudnya memberikan posisi yang tepat selama operasi. Operasi yang berada akan
membutuhkan posisi yang berbeda pula. Contoh :
 Supine (dorsal recumbent)
 Pronasi
 Trendelenburg
 Lithotomy
 Lateral
2) Pemajanan area pembedahan
Pemajanan daerah bedah maksudnya daerah mana yang akan dilakukan tindakan
pembedahan. Dengan pengetahuan tentang hal ini perawat dapat mempersiapkan
daerah operasi dengan teknik drapping.
3) Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi
a. Posisi pasien di meja operasi selama prosedur pembedahan harus dipertahankan
sedemikian rupa.
b. Memasang alat grounding ke pasien
c. Memberikan dukungan fisik dan psikologis pada klien untuk menenangkan pasien
selama operasi sehingga pasien kooperatif.
d. Memastikan bahwa semua peralatan yang dibutuhkan telah siap seperti : cairan infus,
oksigen, jumlah spongs, jarum dan instrument tepat.
4) Monitoring fisiologis
a. Melakukan balance cairan
Perhitungan balance cairan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien.
Pemenuhan balance cairan dilakukan dengan cara menghitung jumlah cairan yang
masuk dan yang keluar (cek pada kantong kateter urine) kemudian melakukan koreksi
terhadap imbalance cairan yang terjadi. Misalnya dengan pemberian cairan infus.
b. Memantau kondisi cardiopulmonal
Pemantauan kondisi kardio pulmonal harus dilakukan secara kontinu untuk melihat
apakah kondisi pasien normal atau tidak.
c. Pemantauan terhadap perubahan vital sign
Pemantauan tanda-tanda vital penting dilakukan untuk memastikan kondisi klien
masih dalam batas normal.
5) Monitoring psikologis
Dukungan psikologis yang dilakukan antara lain :

12
 Memberikan dukungan emosional pada pasien
 Berdiri di dekat klien dan memberikan sentuhan selama prosedur induksi
 Mengkaji status emosional klien
 Mengkomunikasikan status emosional klien kepada tim kesehatan (jika ada
perubahan)
6) Pengaturan dan koordinasi Nursing Care
Tindakan yang dilakukan antara lain :
a. Memanage keamanan fisik pasien
b. Mempertahankan prinsip dan teknik asepsis
7) Tim operasi
Setelah kita tahu tentang aktivitas keperawatan yang dilakukan di kamar operasi,
maka sekarang kita akan membahas anggota tim yang terlibat dalam operasi. Anggota tim
operasi secara umum dibagi dalam dua kelompok besar yaitu anggota tim steril dan anggota
tim non steril.
a. Steril : ahli bedah, asisten bedah, perawat instrumentator (scrub nurse)
b. Non steril : ahli anastesi, perawat anastesi, circulating nurse, teknisi (operator alat,
ahli patologi dll)

D. Perawatan Post Operasi/Paska Operasi


Perawatan post operasi merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre dan intra
operatif yang dimulai saat klien diterima di ruang pemulihan / paska anaestesi dan berakhir
sampai evaluasi selanjutnya . Asuhan post operasi harus dilakukan diruang pemulihan tempat
adanya akses yang cepat ke oksigen, pengisap, peralatan resusitasi, monitor, bel panggil
emergency, dan staf trampil dalam jumlah dan jenis yang memadai. Asuhan post operasi
meliputi:meningkatkan proses penyembuhan luka serta mengurangi rasa nyeri, pengkajian
suhu tubuh, pengkajian frekuensi jantung, mempertahankan respirasi yang sempurna,
mempertahankan sirkulasi, mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dengan cara
memonitor input dan outputnya, mempertahankan eliminasi – dengan cara mempertahankan
asupan dan output serta mencegah terjadinya retensi urine, pengkajian tingkat kesadaran,
pemberian posisi yang tepat pada klien, mempertahankan aktivitas dengan cara latihan
memperkuat otot sebelum ambulatori, mengurangi kecemasan dengan cara melakukan
komunikasi secara terapeutik.

13
Tujuan perawatan pasca operasi adalah pemulihan kesehatan fisiologi dan psikologi
wanita kembali normal. Periode postoperatif meliputi waktu dari akhir prosedur pada ruang
operasi sampai pasien melanjutkan rutinitas normal dan gaya hidupnya. Secara klasik,
kelanjutan ini dibagi dalam tiga fase yang tumpang tindih pada status fungsional pasien.
Aturan dan perhatian para ginekolog secara gradual berkembang sejalan dengan pergerakan
pasien dari satu fase ke fase lainnya. Fase pertama, stabilisasi perioperatif, menggambarkan
perhatian para ahli bedah terhadap permulaan fungsi fisiologi normal, utamanya sistem
respirasi, kardiovaskuler, dan saraf. Pada pasien yang berumur lanjut, akan memiliki
komplikasi yang lebih banyak, dan prosedur pembedahan yang lebih kompleks, serta periode
waktu pemulihan yang lebih panjang.
Periode ini meliputi pemulihan dari anesthesia dan stabilisasi homeostasis, dengan
permulaan intake oral. Biasanya periode pemulihan 24-28 jam. Fase kedua, pemulihan
postoperatif, biasanya berakhir 1-4 hari. fase ini dapat terjadi di rumah sakit dan di rumah.
Selama masa ini, pasien akan mendapatkan diet teratur, ambulasi, dan perpindahan
pengobatan nyeri dari parenteral ke oral. Sebagian besar komplikasi tradisional postoperasi
bersifat sementara pada masa ini. Fase terakhir dikenal dengan istilah “kembali ke normal”,
yang berlangsung pada 1-6 minggu terakhir. Perawatan selama masa ini muncul secara
primer dalam keadaan rawat jalan. Selama fase ini, pasien secara gradual meningkatkan
kekuatan dan beralih dari masa sakit ke aktivitas normal.
a. Pedoman Perawatan Pasca Operasi

Setelah operasi selesai, penderita tidak boleh ditinggalkan sampai ia sadar. Harus
dijaga supaya jalan napas tetap bebas. Periode postoperatif meliputi waktu dari akhir
prosedur pada ruang operasi sampai pasien melanjutkan rutinitas normal dan gaya hidupnya.
Penderita yang menjalani operasi kecuali operasi kecil, keluar dari kamar operasi dengan
infus intravena yang terdiri atas larutan NaCl 0,9% atau glukosa 5% yang diberikan berganti-
ganti menurut rencana tertentu. Di kamar operasi (atau sesudah keluar dari situ) ia, jika perlu,
diberi pula transfusi darah. Pada waktu operasi penderita kehilangan sejumlah cairan,
sehingga ia meninggalkan kamar operasi dengan defisit cairan. Oleh karena itu, biasanya
pascaoperasi minum air dibatasi, sehingga perlu pengawasan keseimbangan antara cairan
yang masuk dengan infus, dan cairan yang keluar. Perlu dijaga jangan sampai terjadi
dehidrasi, tetapi sebaliknya juga jangan terjadi kelebihan dengan akibat edema paru-paru.
Untuk diketahui, air yang dikeluarkan dari badan dihitung dalam 24 jam berupa air kencing
dan cairan yang keluar dengan muntah harus ditambah dengan evaporasi dari kulit dan
pernapasan. Dapat diperkirakan bahwa dalam 24 jam sedikitnya 3 liter cairan harus
dimasukkan untuk mengganti cairan yang keluar.

b. Penanganan Pasca Operasi

14
Sebagai akibat anestesi, penderita pascaoperasi biasanya enek, kadang sampai
muntah. Ia tidak boleh minum, sampai rasa enek hilang sama sekali; kemudian, ia boleh
minum sedikit-sedikit, untuk lambat laun ditingkatkan. Dalam 24 sampai 48 jam
pascaoperasi, hendaknya diberi makanan cair; sesudah itu, apalagi jika sudah keluar flatus,
dapat diberi makanan lunak bergizi untuk lambat-laun menjadi makanan biasa.

Pada pascaoperasi peristalik usus mengurang dan baru lambat laun pulih kembali.
Pada hari kedua pascaoperasi biasanya usus bergerak lagi; dengan gejala mules, kadang-
kadang disertai dengan perut kembung sedikit. Pengeluaran flatus dapat dibantu dengan
pemberian dosis kecil prostigmin, dengan teropong angin dimasukkan ke dalam rektum, dan
kadang-kadang perlu diberikan klisma kecil terdiri atas 150 cc. campuran minyak dan
gliserin. Pemberian antibiotik pada pascaoperasi tergantung dari jenis operasi yang dilakukan.
Misalnya, setelah kista ovarium kecil diangkat, tidak perlu diberi antibiotik; akan tetapi
sesudah histerektomi total dengan pembukaan vagina, sebaiknya obat tersebut diberikan.

Pasien dengan masalah kesehatan membutuhkan perawatan postoperatif dalam ICU


untuk mendapatkan ventilasi jangka panjang dan monitoring sentral. Ketika pasien
diserahterimakan kepada perawat harus disertai dengan laporan verbal mengenai kondisi
pasien tersebut berupa kesimpulan operasi dan intruksi pasca operatif. Intruksi pasca operatif
harus sesuai dengan elemen berikut:

1. Tanda Tanda Vital

Evaluasi tekanan darah, nadi, dan laju pernapasan dilakukan setiap 15-30 menit
sampai pasien stabil kemudian setiap jam setelah itu paling tidak untuk 4-6 jam. Beberapa
perubahan signifikan harus dilaporkan sesegera mungkin. Pengukuran ini, termasuk
temperatur oral, yang harus direkam 4 kali sehari untuk rangkaian sisa pasca operatif.
Anjurkan pernapasan dalam setiap jam pada 12 jam pertama dan setiap 2-3 jam pada 12 jam
berikutnya

2. Perawatan Luka

Fokus penanganan luka adalah mempercepat penyembuhan luka dan meminimalkan


komplikasi dan biaya perawatan. Fokus utama dalam penanganan luka adalah dengan
evakuasi semua hematoma dan seroma dan mengobati infeksi yang menjadi penyebabnya.
Perhatikan perdarahan yang terlalu banyak (inspeksi lapisan dinding abdomen atau perineal).
Lakukan pemeriksaan hematokrit sehari setelah pembedahan mayor dan, jika perdarahan
berlanjut, diindikasikan untuk pemeriksaan ulang. Luka abdomen harus diinspeksi setiap hari.
Umumnya luka jahitan pada kulit dilepaskan 3-5 hari postoperasi dan digantikan dengan
Steri-Strips.Idealnya, balutan luka diganti setiap hari dan diganti menggunakan bahan hidrasi
yang baik. Pada luka yang nekrosis, digunakan balutan tipis untuk mengeringkan dan
mengikat jaringan sekitarnya ke balutan dalam setiap penggantian balutan. Pembersihan yang
sering harus dihindari karena hal tersebut menyebabkan jaringan vital terganggu dan
memperlambat penyembuhan luka.

3. Penanganan Nyeri

15
Pengontrolan nyeri dilakukan dengan menggunakan analgetik secara intravena atau
intratrakea utamanya untuk pembedahan abdomen terbuka. Kombinasi anestesi spinal-
epidural dapat memanfaatkan anestesi spinal. Dengan anestesi spinal continu, pasien yang
menjalani pembedahan mayor dibawah level umbilikus akan mendapatkan analgetik
postoperatif jangka panjang dan efektif. Kelanjutan dari pembedahan mayor, pemberian
analgetik narkotik (contohnya: meperidin, 75-100 mg secara intramuscular setiap 4 jam, atau
morfin, 10 mg intramuskuler setiap 4 jam) untuk mengontrol nyeri juga dibutuhkan.

Ketika pasien mentoleransikan intake oral dengan baik, regimen obatnya harus diganti
menjadi analgetik oral dan harus didukung oleh ambulasi. Dua kelas besar untuk terapi non-
opioid adalah acetaminophen dan obat-obat anti inflamasi (NSAIDs). Secara umum, obat-
obat ini ditoleransi secara baik dan mempunyai resiko rendah terhadap efek samping yang
serius. Meskipun demikian, acetaminophen bersifat toksik untuk hati jika digunakan dalam
dosis yang besar. Dosis acetaminophen yang lebih dari 4.000 mg/hari harus dihindari,
khususnya jika kombinasi terapi obat opioid dan non-opioid oral digunakan. Jika diberikan
secara preoperatif, NSAIDs menurunkan nyeri pasca operasi dan mengurangi jumlah
kebutuhan opiate (Adachi, 2007; Akarsu, 2004; Chan, 1996; Mixter, 1998).

Meskipun efek samping dari opiat berupa depresi saluran pernapasan, mual serta
muntah. Akan tetapi terapi opiat merupakan pilihan utama untuk mengelola nyeri sedang
sampai berat. Ketiga obat opiat yang biasanya diresepkan setelah pembedahan adalah morfin,
fentanil, dan hydromorphin.

4. Posisi Tempat Tidur

Pasien biasanya ditempatkan pada posisi miring untuk mengurangi inhalasi muntah
atau mukus. Posisi lainnya yang diinginkan oleh ahli bedah harus dinyatakan dengan jelas,
contohnya, posisi datar dengan kaki tempat tidur yang elevasi.

5. Selang Drainase

Hubungkan bladder dengan kateter untuk sistem drainase berdasarkan gravitasi.


Penulisan intruksi untuk drainase postoperatif lainnya, penggunaan kateter suksion,
pemintaan tekanan negatif dan interval pengukuran volume drainase harus spesifik dan jelas.

6. Penggantian Cairan

Pemberian cairan secara oral atau intravena dibutuhkan. Untuk penentuan cara
pemberian cairan pasien dibutuhkan, selalu ambil berdasarkan faktor-faktor jumlah seperti
kehilangan cairan intraoperatif dan output urin, waktu pembedahan, penggantian cairan
intraoperatif, dan jumlah cairan yang diterima pada waktu pemulihan. Meskipun setiap pasien
dan jenis operasi berbeda, rata-rata pada pasien muda yang sehat mendapatkan penggantian
cairan intraoperatif sebanyak 2400 mL sampai 3 liter cairan kristaloid dan glukosa, seperti
Dekstrose 5% dalam setengah larutan garam normal selama 24 jam pertama. Laju hidrasi
intravena harus dilakukan secara individu, seperti banyak pasien lainnya yang memerlukan
volume yang kurang dan menyebabkan cairan overload pada laju cairan yang lebih cepat.

16
Pada pasien dengan fungsi ginjal normal, penggantian cairan adekuat dapat dinilai pada
output urin paling tidak sebesar 30 mL/jam.

7. Diet

Tujuan utama pemberian makan setelah operasi adalah untuk meningkatkan fungsi
imun dan mempercepat penyembuhan luka yang meminimalisir ketidakseimbangan
metabolik. Untuk pembedahan minor, pemberian makanan dibutuhkan dan ditoleransi, ketika
pasien sadar secara penuh. Ketidaksetujuan muncul berupa seberapa cepat kemajuan diet
pasien setelah pembedahan major. Hal ini bersifat individual bergantung pada setiap pasien
dan pada beberapa faktor. Satu cara kemungkinan yang dapat dilakukan pada pasien berupa
isapan air pada hari pembedahan. Jangan berikan air es, karena dapat menurunkan motilitas
usus secara signifikan. Berikan cairan encer pada hari pertama pasca operasi jika telah
terdengar bunyi usus sampai udara usus keluar. Kemudian ganti makanan secara teratur.
Waktu yang dibutuhkan untuk pengembangan diet secara lengkap bergantung pada prosedur
pembedahannya, durasi anestesi, dan variasi individu pasien.

Kurangnya asupan protein-kalori yang besar pada pasien yang mengalami


pembedahan dapat menyebabkan gangguan pada penyembuhan luka, penurunan fungsi
jantung dan paru, perkembangan bakteri yang berlebih dalam traktus gastrointestinal, dan
komplikasi lainnya yang menambah jumlah hari rawat inap dan morbiditas pasien (Elwyn,
1975; Kinney, 1986; Seidner, 2006). Jika substansial intake kalori terlambat diberikan dalam
7-10 hari, maka perlu pemberian makanan tambahan.

c. Perawatan Pasca Operasi

Beberapa hal yang perlu dikaji setelah tindakan pembedahan (pasca pembedahan)
diantaranya status kesadaran, kualitas jalan napas, sirkulasi dan perubahan tanda vital yang
lain, keseimbangan elektrolit, kardiovaaskular, okasi daerah pembedahan dan sekitarnya,
serta alat yang digunakan dalam pembedahan.

Rencana tindakan :

1) Meningkatkan proses penyembuhan luka serta mengurangi rasa nyeri dapat dilakukan
dengan cara merawat luka, dan memperbaiki asupan makanan tinggi protein dan
vitamin C. Protein dan vitamin C dapat membantu pembentukan kolagendan
mempertahankan integritas dinding kapiler.
2) Mempertahan respirasi yang sempurna dengan cara latihan nafas, tarik nafas yang
dalam dengan mulut terbuka, tahan nafas selama 3 detik, kemudian hembuskan, atau
dapat pula dilakukan dengan cara menarik hidung dengan menggunakan diafragma,
kemudian keluarkan napsa perlahan-lahan melalui mulut yang dikuncupkan.
3) Mempertahankan sirkulasi, dengan cara gunakan stoking pada pasien yang berisiko
tromboplebitis atau pasien dilatih agar tidak duduk terlalu lama dan harus
meninggikan kaki pada tempat duduk guna memperlancar vena balik.

17
4) Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, dengan cara memberikan cairan
sesuai dengan kebutuhan pasien dan monitor input dan output serta mempertahankan
nutrisi yang cukup.
5) Mempertahan eliminasi, dengan cara mempertahankan asupan dan output serta
mencegah terjadinya retensi urine.
6) Mempertahankan aktifitas dengan cara latihan memperkuat otot sebelum ambulatori.
Mengurabgi kecemasan dengan cara melakukan komunikasi secara terapetik.

d. Hal-Hal Dalam Perawatan Luka Pasca Operasi

Membersihkan dan Membalut luka.


Luka yang memiliki tepian kulit yang berada dalam aposisi baik akan sembuh dengan
sepat, dengan cara mengurangi resiko infeksi (Briggs, 1997). Pengkajian luka harus
memperhatikan kondisi klinis ibu, waktu dan sifat operasi serta tampilan luka. Keputusan
untuk membalut luka kembali juga harus mencakup keputusan apakah pembersihan luka
adalah sebagai berikut :
1) Membersihkan debris luka
2) Membuang jaringan yang mengelupas atau jaringan nekrosis (Fletcher, 1997)

Morison (1992) berpendapat bahwa memberishkan luka tanpa menerapkan kedua


kriteria dapat merusak jaringan baru. Noe & keller (1998) mengindikasikan bahwa
membersihkan luka operasi yang dijahit dengan benang nilon pada hari pertama pasca operasi
dengan sabun dan air merupakan tindakan yang aman untuk dilakukan. Meers et al (1992)
menganjurkan untuk menggunakan teknik pembalutan bersih dengan air dan sarung tangan
nonsteril, selain teknik aspektik, untuk luka jahitan yang memerlukan penggantian baluan.
Ibu dianjurkan untuk mandi shower bukan mandi berendam. Berendam di dalam bak dapat
menyebabkan eksudat luka lebih banyak beberapa hari kemudian karena jaringan menyerap
air. Bila luka memerlukan pembersihan lebih lanjut, Flanagan (1997)menyarankan
penggunaan larutan salin isotonik (0,9 %) Pada suhu tubuh. Pertanyaan tentang kapan balutan
luka harus diganti msih menjadi pertanyaaan yang belum terjawab. Tampaknya perlu
dilakukan pengkajian setiap hari tanpa mengganggu luka dengan membersihkan atau
mengganti balutannya kecuali bila perlu.

Untuk ibu dengan LSCS, berikut ini adalah beberapa prinsip yang dapat diimplementasikan :

1. Balutan dari kamara operasi dapat dibuka pada hari pertama pascaoperasi.
2. Ibu harus mandi shower bila memungkinkan.
3. Luka harus dikaji setelah operasi, dan kemudian setiap hari selama masa pascaoperasi
sampai ibu diperbolehkan pulang atau dirujuk.
4. Lukamengeluarkan eksudat cair atau tembus ke pakaian, pembalutan luka harus
diulang, sebab bila tiodak luka mungkin terbuka.
5. Bila luka perlu dibalut ulang, balutan yang digunakan harus yang sesuai dan tidk
lengket.

18
6. Bula luka perlu dibersihkan dan dibalut ulang, prosedur tersebut harus dilakukan
dengan teknik bersih, dengan larutan salin nirmal yang hangat atau dengan air keran
dan balutan yang sesuai.
7. Bila luka tampak terinfeksi, perlu dilakukan apusan dan rujukan, teknik pembalutan
aseptif harus digunakan dengan air atau salin normal dan balutan yang sesuai.
Pengkajian dilakukan sesuai saran dari dokter obstrektik.

Set balutan

Briggs et al (1996) mengemukakan bahwa membalut luka merupakan praktik


ritual,yang hasil penelitiannya masih sedikit. Set balutan tradisionalberisi pinset, kain kasa
dan kapas wool serta mangkok kecil. Mallett(1998) berpendapat pinset dapat mencedarai
jaringan yang lunak karena sifatnya yang kaku. Sebagai alternatif dapat digunakan sarung
tangan. Tomlinson (1987) mengatakan bahwa hasil penelitiannya menunjukkan tidak adanya
perbedaan angka infeksi luka bila luka dibersihkan dengan sarung tangan, pinset atau tanpa
sarung tangan. Sarung tangan berguna untuk melindungi bidan, sarung tangan steril
diperlukan untuk luka yang diketahui terinfeksi atau diduga terinfeksi. Kapas wool dan kassa
dapat meninggalkan serat halus pada luka, yang meningkatkan terjadinya respons infarmasi
(Briggs et al, 1996). Irigasi luka dapat mengurangi kemungkinan tertinggalnya serat-serat
tersebut, tetapi sulit untuk menentukan kekuatan yang tepat agar irigasi tersebut efektif
(Briggs et al, 1996). Penggunaan busa sduah pernah diujicobakan sebagai materi alternatif
(Mallett, 1988), dan dapat digunakan untuk beberapa kondisi. Bukti penelitian yang
berhubungan dengan aspek-aspek lain, seperti plester, gunting, tangan yang “kotor” dan
“bersih”, troli, bunga, tirai, dll, semuanya belum pernah disimpulkan. Hal yang paling jelas
adalah bahwa mencuci tangan harus dilakukan secara benar dan kebersihan seluruh
lingkungan terbukti berpengaruh terhadap angka infeksi (Briggs et al,1996)

Prosedur teknik pembalutan aseptik

(penyesuian dapat dilakukan untuk teknik aseptik)

1) Dapatkan persetujuan tindakan dari ibu dan jelaskan perlunya pembalutan ulang
terhadap luka
2) Siapkan alat diatas troli balutan bersih/permukaan/meja bersih di rumah:
 Sarung tangan steril
 Apron
 Larutan NaCL 0,9% dengan suhu kamar
 Set balutan steril dengan kantong sekali pakai dan balutan yang sesuai
 Plester dan gunting bila perlu
3) Posisikan ibu dengan tepat, perhatrikan privasi dan martabatnya
4) Pakai apron dan cuci tangan, sementara asisten membuka lapisan luar set balutan
5) Buka pembungkus bagian dalam dengan hanya menyentuh tepi kertas, asisten
menyorongkan sarung tangan steril di atas bidang steril

19
6) Longgarkan balutan lama yang suddah ada, letakkan kantong sekali pakai di atas
tangan dan lepas balutannya
7) Balikkan kantong sehingga balutan bekas berada di dlamnya, kemudian gantungkan
kantong tersebut di bagian samping troli sebagai tempat sampah
8) Lakukan penggosokan tangan dan pakai sarung tangan
9) Kaji luka : bila diperlukan pembersihan, asisten menuankan larutan NaCL 0,9% ke
dalam mangkok
10) Bersihkan luka dengan busa atau kain kasa dengan tangan yang bersarung tangan,
pindahkan apusan dari tangan “bersih” ke tangan”kotor”
11) Lakukan apusan dengan tangan “kotor”, satu kapas untuk satu kali asupan, dari dalam
ke luar
12) Buang kapas bekas asupan
13) Ulangi sesuai kebutuhan
14) Keringkan kulit di sekelilingnya
15) Pasang dan kencangkan balutan
16) Buang peralatan bekas dengan benar
17) Buat ibu senyaman mungkin, diskusikan hasil dan paerawatan selanjutnya
18) Kembalikan troli ke area yang bersih, cuci jika perl
19) Cuci tangan
20) Dokumentasikan hasilnya dan lakukan tindakan yuang sesuai

Membuka jahitan, klip, atau staples

Keputusan untuk membuka jahitan, klip, atau staples dibuat sesuai dengan hasil
pengkajian. Jahitan dibuka jika luka sudah sembuh, sering kali 5-10 hari pasca operasi.
Jahitan yang dibiarkan terlalu lama dapat memperlambat penyembuhan luka. Meskipun set
pembuka/gunting dalam keadaan steril, tetapi prosedur terkadang hanya bersifat bersih,
dengan menggunakan sarung tangan nonsteril. Sebuah troli juga dapat digunakan, tetepi
sering kali cukup dengan permukaan bersih yang berada di dekat ibu. Diperlukan sebuah
wadah untuk menempatkan klip atau staples sehingga dapat dibuang dengan benar ke wadah
khusus benda tajam. Bila beberapa jahitan sudah dibuka ternyata luka masih menganga, bidan
harus merujuk ibu terlebih dahulu sebelum mengangkat seluruh jahitan.

Mengangkat jahitan

Tujuan mengangkat jahitan dengan benar adalah untuk memastikan bahwa tidak ada
bagian luar jahitan yang tertarik ke dalam :

1. Angkat dan tahan bagian luar jahitan (dapat digunakan pinset untuk membantu
dengan tangan non dominan
2. Dengan tangan dominan,potong benang di bawah simpul sedekat mungkin dengan
kulit menggunakan gunting atau pemotong jahitan
3. Cabut benang dari kulit

20
Prinsip ini dapat digunakan baik pada jahitan interuptus, kontinue atau sub-kutikular.
Untuk melepas jahitan sub-kutikular yang dipertahankan di tempatnya dengan bead, terlebih
dahulu bead tersebut yang berada di ujung distal harus dilepas sehingga jahitan dapat dicabut
dari ujung yang terdekat dengan bidan. Pencabutan harus dilakukan secara perlahan sehingga
ibu hanya akan merasakan tarikan bukan rasa tidak nyaman.

Melepas staples

1. Pegang pembuka staples seper ti sebuah gunting


2. Masukkan bagian bawah bilah ke bawah staplest
3. Tekan ganggang pembuka klip secara bersamaan, staples akan terangkat dari kulit
4. Angkat dengan hati-hati

Melepas klip michel

1) Pegang pembuka klip seperti sebuah gunting


2) Masukkan bilah yang kecil ke bawah klip
3) Tekan ganggan pembuka klip secara bersamaan, klip akan terangkat dari kulit pada
saat ditarik

Melepas klip kifa

1. Pasang pinset di atas sayap klip


2. Tekan kedua sayap secara bersamaan
3. Klip akan terangkat dari kulit ketika pinset ditekan

Prosedur melepas jahitan, klip, dan staples

1) Dapatkan persetujuan tindakan dari ibu


2) Siapkan alat :
 Sarung tangan non steril
 Set pelepas jahitan/set balutan yang berisi gunting, pemotong jahitan,staples, atau
klip
 Kantong sekali pakai
3) Posisikan ibu sedemikian rupa agar luka dapat terlihat, dengan tetap memperhatikan
privasi dan martabat ibu
4) Cuci tangan
5) Buku set alat
6) Pakai sarung tangan
7) Kaji luka : bila luka terbukti sudah sembuh angkat jahita, klip atau staples seperti
yang telah dijelaskan di atas
8) Bantu ibu untuk memperoleh ras
9) Bereskan dan buang alat dengan benar
10) Cuci tangan
11) Dokumentasikan hasil dan lakukan intervensi yang sesuai

Melepas drain luka

21
Dalam pelepasan drain luka, kan terdapat luka kecil terbuka setelah drain dilepas
diperlukan tindakan asepsis dalam melepas drain luka. Sebelum drain dilepas, sifat vakumnya
harus dilepas terlebih dahulu, dan ibu harusmenyadari bahwa pencabutan pipa drainase ini
akan menimbulkan rasa tidak nyaman. Setelah membuka jahitan, satu tangan menahan kulit
dengan lembut,sementara tangan lainnya mencabut pipa drain. Daerah bekas drainase
dibersihkandan dibalut dengan balutan yang tepat. Jumlah cairan yang keluar dicatat dalam
catatan keseimbangan cairan. Bila diperlukan, ujubg drainase dapat dikirim ke laboratorium
untuk diperiksa. Pada hari berikutnya perlu dilakukan pengkajian terhadapa daerah bekas
drainase.

e. Perubahan Pasca Operasi

Sesudah operasi, timbul beberapa perubahan pada badan. Ini perlu diketahui.
Perubahan – perubahan itu ialah:

1. Kehilangan darah dan air ynag menyebabkan berkurangnya volume cairan dalam
sirkulasi. Karena hemokonsentrasi dan vasokonstriksi tekanan darh dipertahankan,
dan dengan mengalirnya cairan daari ruang ekstraselular, volume kemudian pulih
kembali. Akan tetapi jika misalnya terjadi perdarahan terlalu banyak, tensi menurun
dan nadi menjadi cepat, dan bahaya syok mengancam.
2. Dieuresis pascaoperasi agak berkurang, tetapi beberapa hari kemudian menjadi
normal kembali. Pengukuran air kencing yang dikeluarkan sangat perlu oleh karena
oliguri merupakan tanda syok mengancam.
3. Perlu diketahui bahwa sebagai akibat operasi terjadi penghancuran protein jaringan;
bahwa ekskresi kalsium meningkat, sedang pengeluaran natrium dan klorida
berkurang.

22
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Prabedah merupakan masa sebelum dilakukannya tindakan pembedahan, dimulai
sejak persiapan pembedahan dan berakhir sampai pasien di meja bedah.Intrabedah
merupakan masa pembedahan yang dimulai sejak ditransfer ke meja bedah dan berakhir saat
pasien dibawa ke ruang pemulihan. Pascabedah merupakan masa setelah dilakukan
pembedahan yang dimulai sejak pasien memasuki ruang pemulihan dan berakhir sampai
evaluasi selanjutnya.
Tujuan dilakukannya preoperasi antara lain:
a. Mengenal pasien, mengetahui masalah saat ini, mengetahui riwayat penyakit dahulu
serta keadaan / masalah yang mungkin menyertai pada saat ini.
b. Menciptakan hubungan antara medis/ para medis dengan pasien.
c. Menyusun rencana penatalaksanaan sebelum, selama dan sesudah anestesi / operasi.
d. Informed consent.
Tujuan perawatan pasca operasi adalah pemulihan kesehatan fisiologi dan psikologi
wanita kembali normal. Periode postoperatif meliputi waktu dari akhir prosedur pada ruang
operasi sampai pasien melanjutkan rutinitas normal dan gaya hidupnya. Secara klasik,
kelanjutan ini dibagi dalam tiga fase yang tumpang tindih pada status fungsional pasien.
Aturan dan perhatian para ginekolog secara gradual berkembang sejalan dengan pergerakan
pasien dari satu fase ke fase lainnya.
Proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

1) Vaskularisasi
2) Anemia

2. Saran
Pada pasien post operasi sebaiknya pemberian nutrisi sesegera setelah operasi lebih
diutamakan karena telah dibuktikan memiliki banyak keuntungan untuk mempercepat proses
penyembuhan.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Ambarwati. Eny Ratna. 2009. KDPK Kebidanan. Yogjakarta : Nuha Medika


2. http://epsildjogja.wordpress.com/perioperatif/.
3. http://www.iosc.com.sg/id/id_post_operative_advice .
4. http://www.specialistdentalgroup.com/id/sebelum_operasi.php.
5. Mustika. Novitasari. 2010. Perawatan Paska Operasi.
6. http:// perawatan-paska- operasi-28-oktober-2010.html.
7. Johnson,Ruth dan Wendi Taylor.2005. Praktek kebidanan.Jakarta:ECG
8. Uliyah,Musrifatul dan A.Aziz Alimul Hidayat.2006.Ketrampilan Dasar Praktik Klinik
Kebidanan.Jakarta:Salemba Medika
9. www,perawatluka.com/perawatan-luka-operasi/
10. https://bidannilna.wordpress.com/2014/10/24/perawatan-post-operasi-dan-faktor-
yang-mempengaruhi-penyembuhan-luka-operasi/

24

Anda mungkin juga menyukai