Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semangat reformasi birokrasi dimaknai sebagai penataan ulang
terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan yang menerapkan prinsip-
prinsip transparansi dan akuntabilitas yang merupakan bagian dari Good
Governance secara konsisten. Akuntabilitas dilaksanakan melalui
pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah yang dilakukan
melalui pelaksanaan pengawasan keuangan daerah oleh unit-unit
pengawasan internal maupun eksternal yang ada atau tindakan
pengendalian oleh masing-masing instansi pemerintah. Dalam sistem
penganggaran, setiap pengeluaran anggaran harus memiliki acuan dan
kerangka yang jelas alasan munculnya suatu mata anggaran, selanjutnya
proses perencanaan dan penganggaran daerah membutuhkan sistem
pengendalian agar perencanaan dan penganggaran yang telah dibuat dapat
dilaksanakan secara efektif dan efisien. Mengacu pada tujuan tersebut
proses perencanaan daerah memiliki hubungan dengan sistem
pengendalian keuangan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 25
Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Di
antara alat ukur keberhasilan dari kinerja suatu pemerintahan adalah
dengan melihat berapa besarnya kemampuan untuk menyerap anggaran
yang telah direncanakan di dalam ABPD. Daya serap anggaran merupakan
tolak ukur kinerja finansial pemerintah daerah, sekaligus menggambarkan
kualitas perencanaan pembangunan di daerah. Seperti yang disampaikan
dalam penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah bahwa pengelolaan keuangan
daerah yang lebih akuntabel dan transparan dapat dicapai jika seluruh
jajaran pimpinan di daerah menyelenggarakan kegiatan pengendalian atas
keseluruhan kegiatannya mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, sampai dengan pertanggungjawaban secara tertib, terkendali,
efektif dan efisien. Untuk itu dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberi

1
keyakinan memadai bahwa penyelenggaraan kegiatan pada suatu instansi
pemerintah dapat mencapai tujuannya secara efektif dan efisien,
melaporkan pengelolaan keuangan daerah secara andal, mengamankan
aset daerah, mendorong ketaatan terhadap peraturan perundangundangan.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa yang dimasut dengan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah?
b. Apa saja unsur-unsur SPIP?
c. Apa yang dimaksut dengan Zona Integritas?
d. Bagaimana Proses Pembangunan Zona Integritas Menuju
WBK/WBBM?

1.3 Tujuan Penulisan


Mahasiswa mengetahui tantang :
a. Pengertian Sistem Pengendalian Internal Pemerintah
b. Unsur-unsur SPIP
c. Pengertian Zona Integritas
d. Proses pembangunan Zona Integritas menuju WBK/WBBM

1.4 Manfaat Penulisan


Menambah wawasan mahasiswa/i keperawatan tentang Pendidikan
Budaya Anti Korupsi dan diharpakan dapat mengimplementasikan ilmu di
lingkungan pekerjaannya.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)


1. Pengertian
Sistem Pengendalian Intern (SPI) adalah proses yang integral pada
tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan
dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas
tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien,
keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan
terhadap peraturan perundang-undangan (PP Nomor 60 Tahun 2008).
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) adalah Penyelenggaraan
kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah, mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan pertanggungjawaban, harus
dilaksanakan secara tertib, terkendali, serta efektif dan efisien. Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah diadopsi dari konsep internal
control yang dikeluarkan oleh COSO (The Committee of Sponsoring
Organizations of the Treadway Commission) yang berusaha meningkatkan
kinerja dan tata kelola organisasinya menggunakan Manajemen Risiko
Terpadu (Enterprise Risk Management), Pengendalian Intern (Internal
Control) dan Pencegahan Kecurangan (Fraud Detterence).

2. Unsur-unsur SPIP
Unsur-unsur yang ada dalam SPIP mengacu pada unsur SPI yang telah
dipraktekkan di lingkungan pemerintahan di berbagai negara yang
meliputi :
A. Lingkungan Pengendalian
Untuk mendapatkan lingkungan pengendalian yang baik diperlukan
adanya pemenuhan sub unsur :
a) Penegakan integritas dan nilai-nilai melalui kode etik
keprofesiannya, nilai-nilai etika yang berlaku secara umum di

3
masyarakat, dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010
tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
b) Diperlukan sumber daya manusia yang kompeten, melalui
proses rekrutmen sebagai pegawai dengan mengisi formasi
yang dibutuhkan sesuai dengan jenjang pendidikan dan
keahlian calon pegawai.
c) Pengendalian memerlukan adanya pemimpin yang kondusif,
dimana pimpinan tahu kapan harus menjadi seorang pemimpin
yang memberikan arahan kepada bawahannya dan kapan harus
menjadi tempat yang tepat bagi bawahannya untuk
mengkomunikasikan kendala-kendala yang dihadapinya.
d) Pembentukan struktur organisasi sesuai dengan kebutuhan
Contohnya, Peraturan Bupati Kabupaten Madiun Nomor 29
Tahun 2008 tentang Tugas Pokok Dan Fungsi Dinas
Kesehatan.
e) Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab dilakukan
dengan memberikan Surat Tugas dan Surat Keputusan yang
ditetapkan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya.
f) Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang
pembinaan SDM melalui pelaksanaan diklat-diklat
penjenjangan ataupun pendidikan dan pelatihan teknis bagi
aparatur dan tenaga kesehatan di Puskesmaspuskesmas serta
kader-kader kesehatan di desa/kelurahan. Penerapan kebijakan
ini dapat dilihat dari prosentase anggaran untuk kegiatan
peningkatan kapasitas aparatur.
g) Penegakan lingkungan pengendalian yang kondusif juga
dilakukan oleh Inspektorat sebagai early warning system yang
memberikan pembinaan terhadap pelaksanaan pengelolaan
kepegawaian, anggaran, dan aset daerah.

4
h) Kerjasama dengan instansi-instansi terkait juga perlu
dilakukan, seperti dengan Dinas Pendidikan, Kepolisian,
Desa/Kelurahan dalam bentuk pemberian
sosialisasi/penyuluhan/pelatihan atau sebagai saksi ahli.
Penegakan lingkungan pengendalian ini merupakan bentuk soft
control dari para pelaksana kegiatan sebagaimana yang
disampaikan Boynton and Kell (1992), bahwa lingkungan
pengendalian menentukan irama sebuah organisasi, membentuk
kesadaran pengendalian dari orang-orangnya dan
menjadikannya sebagai dasar dari semua unsur pengendalian
intern dengan penegakan disiplin dan tata kelolanya.

B. Penilaian resiko
Langkah awal dalam mengelola risiko dengan baik adalah
melakukan Risk Assessment (identifikasi dan evaluasi risiko yang melekat
pada organisasi) sehingga menghasilkan daftar pemetaan dan kuantitas
risiko serta daftar respon risiko. Namun, pada Dinas Kesehatan
pelaksanaannya masih berupa mengenali resiko-resiko dan bagaimana cara
mengatasinya dari hasil evaluasi kegiatan-kegiatan sebelumnya. Menurut
Utoyo (2011), untuk dapat meningkatkan kinerja dan tata kelola organisasi
diperlukan adanya penyatuan Manajemen Risiko Terpadu (Enterprise Risk
Management), Pengendalian Intern dan Pencegahan Kecurangan (Fraud
Detterence). Prinsip dasar pengendalian internal versi COSO adalah good
risk management and internal control are necessary for long term success
of all organizations.

C. Kegiatan Pengendalian
Kegiatan pengendalian dilakukan melalui:
a) Penetapan kebijakan dan prosedur tertulis serta mengevaluasi kegiatan
pengendalian tersebut secara teratur untuk memastikan akurasi dan

5
kelengkapan informasi bahwa kegiatan masih sesuai dan berfungsi
seperti yang diharapkan.
b) Review atas kinerja Dinas Kesehatan dilakukan sebatas formalitas
untuk memenuhi kebutuhan permintaan data oleh DPKD.
c) Pembinaan SDM dengan memberikan rewards berupa promosi dan
mengikuti pendidikan / pelatihan yang ditawarkan / direncanakan
dalam program / kegiatan di intern SKPD. Dan punnishment berupa
sanksi oleh atasan langsung ataupun melalui pemanggilan langsung
oleh Inspektorat.
d) Pengendalian atas pengelolaan sistem informasi dilakukan oleh satu
seksi yang bertanggung jawab terhadap pemeliharaan jaringannya dan
sebagai pengelola digunakan operator secara khusus untuk
menjalankannya dan mendapatkan informasi yang dibutuhkan sebagai
bahan evaluasi.
e) Pengendalian fisik atas aset dilakukan dengan penatausahaan aset
sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun
2007Lingkungan Pengendalian, Penilaian resiko, Kegiatan
Pengendalian, Informasi dan Komunikasi, Pemantauan Pengendalian
Intern.
f) Penetapan dan review atas indikator dan ukuran kinerja menngunakan
Standar Pelayanan Minimal, Millenium Development Goals, Analisis
Standar Biaya, dan indikatorindikator lainnya.
g) Pemisahan fungsi dilakukan berdasarkan tugas pokok dan fungsi
masing-masing. Contoh, pada Peraturan Bupati Kabupaten Madiun
Nomor 29 Tahun 2008 tentang Tugas Pokok Dan Fungsi Dinas
Kesehatan. Halim dan Abdullah (2006) dalam teori keagenan, Dinas
Kesehatan sebagai kepanjangan tangan dari eksekutif melakukan
perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan atas anggaran dinas yang
merupakan manifestasi dari pelayanan publik bidang kesehatan
dengan melaksanakan pemisahan fungsi untuk melaksanakan tugas

6
pokok yang diembannya dengan memberikan pertanggungjawaban
atas pelaksanaannya.
h) Otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting dilakukan oleh
Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) yang dibantu oleh
bendahara pembantu dalam menatausahakan setiap belanja yang
dilakukan untuk mendukung terlaksananya kegiatan sesuai dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006.
i) Pencatatannya yang akurat, tepat waktu dilakukan melalui BKU,
Kartu Kendali Kegiatan, dan bentuk pencatatan lainnya. Yuwono, dkk
(2005) menyampaikan bahwa pengendalian memiliki karakteristik
donor restriction, yaitu sistem akuntansi yang dapat memberikan
jaminan bahwa sumber daya digunakan untuk kegiatan dengan tujuan
spesifik.
j) Pembatasan atas akses sumber daya dan pencatatannya terbatas
kepada yang memiliki kepentingan terhadap pembuatan laporan.
k) Akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya mengacu pada
Standar Akuntasi Pemerintah (SAP)
l) Pencatatan dibuat laporan yang akuntabel dan terdokumentasi dengan
baik dan bersifat transparan. Laporan-laporan tidak hanya bersifat
laporan anggaran saja.

D. Informasi dan Komunikasi


Sarana informasi dan komunikasi yang digunakan oleh Dinas
Kesehatan adalah Simda untuk pengelolaan keuangan daerah yang
berhubungan langsung dengan Dinas Pendapatan dan Pengelolaan
Keuangan Daerah (DPPKD), 7 Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
(SPIP) (Hindriani, et al.) Simbada untuk pengelolaan aset daerah yang
terhubung langsung dengan Bagian Perlengkapan Sekretariat Daerah, dan
Simpustronik yang terhubung langsung dengan puskesmas. Dengan
adanya sistem informasi yang berbasis komputer ini, laporan dapat
disampaikan secara tepat waktu dengan tingkat akurasi yang tinggi dan

7
selalu melakukan pembaharuan dan pelatihan sesuai dengan
perkembangan kebutuhan. Suatu organisasi membutuhkan jalinan
komunikasi yang intensif antar komponennya dengan informasi yang
berkualitas. Menurut Yuwono (2005), pengendalian dapat dilakukan
dengan sistem akuntansi dengan menerapkan sistem informasi akuntansi
dan berbagai bentuk aplikasi komputer dengan karakteristik double entry
yang bertujuan untuk mendapatkan informasi yang lebih reliabel.
Sehingga, dalam menghadapi resiko yang mungkin muncul dapat
dipecahkan dengan informasi yang berkualitas dan terkomunikasikan
dengan baik untuk dapat dilakukan pengambilan keputusan yang tepat.

E. Pemantauan Pengendalian Intern


Pemantauan diselenggarakan melalui kegiatan monitoring/kontrol
pengelolaan rutin terkait dalam pelaksanaan tugas baik oleh atasan
langsung maupun kontrol dalam bentuk koordinasi antar bidang untuk
memberikan masukan-masukan, pemanggilan secara langsung oleh kepala
dinas jika membutuhkan informasi terkait dengan permasalahan yang ada.
Lebih lanjut disampaikan bahwa kontrol dibentuk oleh lingkungan,
artinya lingkungan yang mengendalikan, bagaimana seorang pimpinan
harus bersikap terhadap bawahannya, dan sebaliknya, sehingga
komunikasi yang terjadi antara atasan dan bawahan menjadi salah satu
bentuk kontrol yang dilakukan secara dini [7]. Sependapat di atas
disampaikan pula oleh Budiharto (2008: 13) bahwa pengawasan melekat
(built in control) adalah proses pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi
atasan langsung "terhadap pekerjaan " dan "hasil kerja" bawahannya, agar
dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang dan
penyimpangan dari ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan
kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan [4]. Hasil penelitian Fuadi
(2008: 15) juga menunjukkan bahwa dalam pengawasan preventif
dijadikan sebagai pengendalian awal terhadap pelaksanaan anggaran.
Dengan demikian realisasi anggaran yang dilakukan akan lebih terarah

8
dalam pencapaian sasaran anggaran dan penyimpangan lebih
terminimalisir karena pelaksanaan anggaran telah diatur dengan prosedur
pelaksanaan. Evaluasi kegiatan diselenggarakan melalui penilaian sendiri
dan aparat pengawasan internal (Inspektorat) atau pihak eksternal (BPK).
Evaluasi yang dilakukan oleh Inspektorat dalam bentuk pemeriksaan
reguler/insidental sebagai aerly warning system terhadap pelaksanaan
kegiatan di Dinas, dengan menerbitkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)
untuk ditindak lanjuti. Namun untuk Dinas Kesehatan belum memberikan
respon tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan tahun sebelumnya.
Pemantauan dilakukan untuk meminimalisir penyimpangan dan efektifitas
pencapaian tujuan organisasi. Besar kecilnya aktivitas pemantauan yang
diperlukan suatu organisasi tergantung dari keempat unsur SPIP yang
lain. Sinamo (2010: 24) mengartikan pemantauan sebagai proses menilai
kualitas kinerja pengendalian intern dalam suatu periode tertentu yang
mencakup penilaian design, operasi pengendalian, dan melakukan
tindakan perbaikan yang diperlukan melalui pemantauan berkelanjutan
(on going monitoring), evaluasi terpisah (separate evaluation), dan tindak
lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya.
Menurut Moeller (2007: 4-5), model internal control versi Coso
dapat digambarkan sebagai rubic cube, dimana penerapan kelima
unsurnya saling menguatkan disesuaikan dengan bentuk organisasinya
dengan kepatuhan pelaporan operasi keuangan melalui kegiatan yang
efektif dan efisien, keandalan laporan keuangan, pengamanan aset, dan
ketaatan peraturan.

9
2.2 Zona Integritas (ZI)
A. Pengertian ZI
Zona Integritas (ZI) adalah predikat yang diberikan kepada
instansi pemerintah yang pimpinan dan jajarannya mempunyai
komitmen untuk mewujudkan WBK/WBBM melalui reformasi
birokrasi, khususnya dalam hal pencegahan korupsi dan peningkatan
kualitas pelayanan publik.
Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (Menuju WBK) adalah
predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja yang memenuhi
sebagian besar manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan
sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan, dan penguatan
akuntabilitas kinerja.
Menuju Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (Menuju
WBBM) adalah predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja yang
memenuhi sebagian besar manajemen perubahan, penataan
tatalaksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan,
penguatan akuntabilitas kinerja, dan penguatan kualitas pelayanan
publik.

B. Proses Pembangunan Zona Integritas Menuju WBK/WBBM


Proses pembangunan Zona Integritas merupakan tindak lanjut
pencanangan yang telah dilakukan oleh pimpinan instansi pemerintah.
Proses pembangunan Zona Integritas difokuskan pada penerapan
program Manajemen Perubahan, Penataan Tatalaksana, Penataan
Manajemen SDM, Penguatan Pengawasan, Penguatan Akuntabilitas
Kinerja, dan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik yang bersifat
konkrit. Dalam membangun Zona Integritas, pimpinan instansi
pemerintah menetapkan satu atau beberapa unit kerja yang diusulkan
sebagai Wilayah Bebas Korupsi/Wilayah Birokrasi Bersih Melayani.
Pemilihan unit kerja yang diusulkan sebagai Wilayah Bebas
Korupsi/Wilayah Birokrasi Bersih Melayani memperhatikan beberapa

10
syarat yang telah ditetapkan, diantaranya: 1) Dianggap sebagai unit
yang penting/strategis dalam melakukan pelayanan publik; 2)
Mengelola sumber daya yang cukup besar, serta 3) Memiliki tingkat
keberhasilan Reformasi Birokrasi yang cukup tinggi di unit tersebut.
Proses pemilihan unit kerja yang berpotensi sebagai Zona Integritas
dilakukan dengan membentuk kelompok kerja/tim untuk melakukan
identifikasi terhadap unit kerja yang berpotensi sebagai unit kerja
berpredikat menuju WBK/WBBM oleh pimpinan instansi. Setelah
melakukan identifikasi, kelompok kerja/tim mengusulkan unit kerja
kepada pimpinan instansi untuk ditetapkan sebagai calon unit kerja
berpredikat Zona Integritas menuju WBK/WBBM. Selanjutnya
dilakukan penilaian mandiri (self assessment) oleh Tim Penilai Internal
(TPI). Setelah melakukan penilaian, TPI melaporkan kepada Pimpinan
instansi tentang unit yang akan di usulkan ke Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi sebagai unit
kerja berpredikat Menuju WBK/WBBM. Apabila unit kerja yang
diusulkan memenuhi syarat sebagai Zona Integritas Menuju
WBK/WBBM, maka langkah selanjutnya adalah penetapan.
Setelah unit kerja yang diusulkan sebagai Zona Integritas
menuju WBK/WBBM ditetapkan, maka hal yang selanjutnya
dilakukan adalah menentukan komponen-komponen yang harus
dibangun. Terdapat dua jenis komponen yang harus dibangun dalam
unit kerja terpilih, yaitu komponen pengungkit dan komponen hasil. Di
bawah ini adalah gambar yang menunjukkan hubungan masing-masing
komponen dan indikator pembangun komponen.

11
Melalui model tersebut dapat diuraikan bahwa program
Manajemen Perubahan, Penataan Tatalaksana, Penataan Manajemen
SDM, Penguatan Akuntabilitas Kinerja, Penguatan Pengawasan, dan
Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik merupakan komponen
pengungkit yang diharapkan dapat menghasilkan sasaran pemerintahan
yang bersih dan bebas KKN serta peningkatan kualitas pelayanan
publik.

1. Manajemen Perubahan
Manajemen perubahan bertujuan untuk mengubah secara sistematis dan
konsisten mekanisme kerja, pola pikir (mind set), serta budaya kerja
(culture set) individu pada unit kerja yang dibangun, menjadi lebih baik
sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan zona integritas. Target
yang ingin dicapai melalui program ini adalah:
a. Meningkatnya komitmen seluruh jajaran pimpinan dan pegawai unit
kerja dalam membangun Zona Integritas menuju WBK/WBBM
b. Terjadinya perubahan pola pikir dan budaya kerja pada unit kerja yang
diusulkan sebagai Zona Integritas menuju WBK/WBBM

12
c. Menurunnya resiko kegagalan yang disebabkan kemungkinan
timbulnya resistensi terhadap perubahan.
2. Penataan Tatalaksana
Penataan tatalaksana bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas sistem, proses, dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien,
dan terukur pada Zona Integritas Menuju WBK/WBBM. Target yang ingin
dicapai pada masing-masing program ini adalah:
a. Meningkatnya penggunaan teknologi informasi dalam proses
penyelenggaraan manajemen pemerintahan di Zona Integritas menuju
WBK/WBBM
b. Meningkatnya efisiensi dan efektivitas proses manajemen
pemerintahan di Zona Integritas menuju WBK/WBBM
c. Meningkatnya kinerja di Zona Integritas menuju WBK/WBBM.

3. Penataan Sistem Manajemen SDM


Penataan sistem manajemen SDM aparatur bertujuan untuk meningkatkan
profesionalisme SDM aparatur pada Zona Integritas Menuju
WBK/WBBM. Target yang ingin dicapai melalui program ini adalah:
a. Meningkatnya ketaatan terhadap pengelolaan SDM aparatur pada
masing-masing Zona Integritas menuju WBK/WBBM
b. Meningkatnya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan SDM
aparatur pada masing-masing masing Zona Integritas menuju
WBK/WBBM
c. Meningkatnya disiplin SDM aparatur pada masing-masing masing
Zona Integritas menuju WBK/WBBM
d. Meningkatnya efektivitas manajemen SDM aparatur pada Zona
Integritas menuju WBK/WBBM
e. Meningkatnya profesionalisme SDM aparatur pada Zona Integritas
menuju WBK/WBBM.

13
4. Penguatan Akuntabilitas
Akuntabilitas kinerja adalah perwujudan kewajiban suatu instansi
pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan
pelaksanaan program dan kegiatan dalam mencapai misi dan tujuan
organisasi. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Target yang ingin dicapai
melalui program ini adalah:
a. Meningkatnya kinerja instansi pemerintah
b. Meningkatnya akuntabilitas instansi pemerintah.

5. Penguatan Pengawasan
Penguatan pengawasan bertujuan untuk meningkatkan penyelenggaraan
pemerintahan yang bersih dan bebas KKN pada masing-masing instansi
pemerintah. Target yang ingin dicapai melalui program ini adalah:
a. Meningkatnya kepatuhan terhadap pengelolaan keuangan negara oleh
masing-masing instansi pemerintah
b. Meningkatnya efektivitas pengelolaan keuangan negara pada masing-
masing instansi pemerintah
c. Meningkatnya status opini BPK terhadap pengelolaan keuangan
negara pada masing-masing instansi pemerintah
d. Menurunnya tingkat penyalahgunaan wewenang pada masingmasing
instansi pemerintah.

6. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik


Peningkatan kualitas pelayanan publik merupakan suatu upaya untuk
meningkatkan kualitas dan inovasi pelayanan publik pada masing-masing
instansi pemerintah secara berkala sesuai kebutuhan dan harapan
masyarakat. Disamping itu, peningkatan kualitas pelayanan publik
dilakukan untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap
penyelenggara pelayanan publik dalam rangka peningkatan kesejahteraan
masyarakat dengan menjadikan keluhan masyarakat sebagai sarana untuk

14
melakukan perbaikan pelayanan publik. Target yang ingin dicapai melalui
program peningkatan kualitas pelayanan publik ini adalah:
a. Meningkatnya kualitas pelayanan publik (lebih cepat, lebih murah,
lebih aman, dan lebih mudah dijangkau) pada instansi pemerintah
b. Meningkatnya jumlah unit pelayanan yang memperoleh standardisasi
pelayanan internasional pada instansi pemerintah
c. Meningkatnya indeks kepuasan masyarakat terhadap penyelenggaraan
pelayanan publik oleh masing-masing instansi pemerintah.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sistem Pengendalian Intern (SPI) adalah proses yang integral pada tindakan
dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh
pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan
organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan
keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-
undangan (PP Nomor 60 Tahun 2008).
Terdapat 5 unsur SPIP yaitu:

1. Lingkungan Pengendalian
2. Penilaian resiko
3. Kegiatan Pengendalian
4. Informasi dan Komunikasi
5. Pemantauan Pengendalian Intern

Zona Integritas (ZI) adalah predikat yang diberikan kepada instansi


pemerintah yang pimpinan dan jajarannya mempunyai komitmen untuk
mewujudkan WBK/WBBM melalui reformasi birokrasi, khususnya dalam hal
pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik.
Proses pembangunan Zona Integritas difokuskan pada penerapan program
Manajemen Perubahan, Penataan Tatalaksana, Penataan Manajemen SDM,
Penguatan Pengawasan, Penguatan Akuntabilitas Kinerja, dan Peningkatan
Kualitas Pelayanan Publik yang bersifat konkrit.

16
DAFTAR PUSTAKA

Diakses dari http://www.bpkp.go.id/spip/konten/400/Sekilas-SPIP.bpkp pada


tanggal 26 juli 2017

Diakses dari http://pemerintah.net/pembangunan-zona-integritas/ pada tanggal 26


juli 2017

Diakses dari http://pemerintah.net/pedoman-pembangunan-zona-integritas/ pada


tanggal 26 juli 2017

17

Anda mungkin juga menyukai