Anda di halaman 1dari 15

PENGARUH REVOLUSI INDUSTRI TERHADAP

KEHIDUPAN BANGSA INDONESIA

Disusun Oleh :
Kelompok 1

 SULASTRI NINGSI
 ASTID SULASTRI
 MUHAMMAD FARID RIDHO
 FADLUN

MADRASAH ALIYAH NEGERI 1


MANGGARAI
TA.2017 / 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang atas Kasih-Nya, kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Sistem Teknologi dan Sistem
Kemasyarakatan”

Dengan selesainya makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah
memberikan masukan-masukan kepada penulis.

Makalah ini disusun untuk para pembaca dapat memperluas pengetahuan tentang
"“Sistem Teknologi dan Sistem Kemasyarakatan” dan juga untuk memenuhi sebagian tugas.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari makalah ini, baik dari materi
maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulis.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Terima kasih.

Reo, 23 November 2017

PENYUSUN
DAFTAR ISI

Halaman Judul --------------------------------------------------------------------------------------------- i

Kata Pengantar--------------------------------------------------------------------------------------------- ii

Daftar Isi -------------------------------------------------------------------------------------------------- iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ------------------------------------------------------------------------------------- 1

B. Rumusan Masalah ----------------------------------------------------------------------------------- 1

C. Tujuan Penulisan -------------------------------------------------------------------------------------- 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Hakikat Teknologi --------------------------------------------------------------------------------- 3

B. Dampak Positif dan Negatif -------------------------------------------------------------------- 4

C. Kekerabatan dalam Masyarakat -------------------------------------------------------------- 7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ----------------------------------------------------------------------------------------- 9

B. Saran ------------------------------------------------------------------------------------------ 9

C. Daftar Pustaka ------------------------------------------------------------------------------------- 10


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Revolusi Industri merupakan periode antara tahun 1750-1850 di mana terjadinya


perubahan secara besar-besaran di bidang pertanian, manufaktur, pertambangan,
transportasi, dan teknologi serta memiliki dampak yang mendalam terhadap kondisi sosial,
ekonomi, dan budaya di dunia. Revolusi Industri dimulai dari Britania Raya dan kemudian
menyebar ke seluruh Eropa Barat, Amerika Utara, Jepang, dan akhirnya ke seluruh dunia.

Revolusi Industri menandai terjadinya titik balik besar dalam sejarah dunia, hampir
setiap aspek kehidupan sehari-hari dipengaruhi oleh Revolusi Industri, khususnya dalam hal
peningkatan pertumbuhan penduduk dan pendapatan rata-rata yang berkelanjutan dan
belum pernah terjadi sebelumnya. Selama dua abad setelah Revolusi Industri, rata-rata
pendapatan perkapita negara-negara di dunia meningkat lebih dari enam kali lipat. Seperti
yang dinyatakan oleh pemenang Hadiah Nobel, Robert Emerson Lucas, bahwa: "Untuk
pertama kalinya dalam sejarah, standar hidup rakyat biasa mengalami pertumbuhan yang
berkelanjutan. Perilaku ekonomi yang seperti ini tidak pernah terjadi sebelumnya".

Revolusi Industri yang terjadi di Eropa dan di Inggris khususnya membawa dampak
di bidang sosial, ekonomi, dan politik. Di bidang sosial munculnya golongan buruh yang
hidup menderita dan berusaha berjuang untuk memperbaiki nasib.

Revolusi Industri sebagai salah satu revolusi penting dunia juga memiliki pengaruh
yang sangat kuat terhadap Indonesia. Secara garis besar Revolusi Industri memiliki
pengaruh yang positif dan negatif. Antara keduanya saling berhubungan satu sama lainnya.
Berikut ini adalah dampak Revolusi Industri terhadap perkembangan sejarah Indonesia.

Gerakan kaum buruh inilah yang kemudian melahirkan gerakan sosialis yang
menjadi lawan dari Kapitalis. Bahkan, kaum buruh akhirnya bersatu dalam suatu wadah
organisasi, yakni Partai Buruh. Di bidang ekonomi, perdagangan makin berkembang.
Perdagangan lokal berubah menjadi perdagangan regional dan internasional. Sebaliknya, di
bidang politik, Revolusi Industri melahirkan imperialisme modern.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengaruh Revolusi Industri terhadap Perubahan Ekonomi, Sosial, Budaya dan Politik
di Indonesia

1. Perubahan di Bidang Politik

Sejak VOC dibubarkan pada tahun 1799, Indonesia diserahkan kembali kepada
pemerintahan Kerajaan Belanda. Pindahnya kekuasaan pemerintahan dari VOC ke tangan
pemerintah Belanda tidak berarti dengan sendirinya membawa perbaikan. Kemerosotan
moral di kalangan para penguasa dan penderitaan penduduk jajahan tidak berubah. Usaha
perbaikan bagi penduduk tanah jajahan tidak dapat dilaksanakan karena Negeri Belanda
sendiri terseret dalam perang dengan negara-negara besar tetangganya.

Hal ini terjadi karena Negeri Belanda pada waktu itu diperintah oleh pemerintah
boneka dari Kemaharajaan Prancis di bawah pimpinan Napoleon. Dalam situasi yang
demikian, Inggris dapat memperluas daerah kekuasaannya dengan merebut jajahan
Belanda, Indonesia.

Betapapun Revolusi Industri tidak terjadi di Belanda, namun sebagai negara yang
memiliki kesamaan karakter, Belanda menjadi pengikut revolusi juga. Imbas terhadap
Indonesia sebagai negara jajahan Belanda adalah lahirnya imperialisme modern di
Indonesia yang diusung oleh Belanda.

Selain itu, Inggris sebagai lokomotif imperialisme modern memiliki kepentingan


tersendiri dengan wilayah Indonesia yang benar-benar kaya sumber daya alam. Peralatan-
peralatan yang ditemukan di Inggris membutuhkan begitu banyak bahan untuk diolah.
Inggris sebagai negara dengan kekuatan imperialisme yang besar ternyata berseteru
dengan pihak Belanda, sampai akhirnya peperangan yang terjadi antara Prancis dan Inggris
dimenangkan oleh Inggris.

Secara langsung Indonesia diserahkan kepada Inggris. Dalam sejarah kolonialisme


Indonesia, kita mengenal Thomas Stamford Raffles yang merupakan utusan Inggris untuk
menjadi Gubernur Jenderal di Hindia Belanda. Untuk empat tahun Indonesia dipimpin oleh
imperialisme Inggris. Sejak masuknya pedagang-pedagang Eropa, khususnya Belanda ke
Indonesia telah membawa perubahan yang sangat signifikan.

Pola perdagangan monopoli yang dipraktekkan oleh VOC (kolonial Belanda)


menjadikan tersentralisasinya kekuasaan di tangan penguasa asing. Imbas terbesar bagi
para penguasa pribumi (raja/sultan) adalah hilangnya hak kekuasaan sebagai penguasa
lokal. Karena mereka dijadikan oleh pemerintah kolonial Belanda sebagai pegawai negeri
yang mendapat gaji dari pemerintah kolonial. Padahal menurut aturan adat, penguasa
pribumi mendapat upeti langsung dari rakyat.

Hal ini terjadi setelah para penguasa-penguasa pribumi tidak mampu


mempertahankan wilayah kekuasaannya dari penetrasi orang-orang Eropa yang berupaya
menguasai wilayah-wilayah di Indonesia untuk menjalankan politik dagang monopolinya.
Pada akhirnya, dengan diterapkannya sistem pemerintahan baru (pemerintahan kolonial),
para raja/sultan semakin kehilangan peranannya dalam mengatur kebijakan politiknya,
sedangkan pemerintahan kolonial semakin kuat.

a. Hindia Belanda di Bawah Daendels (1808–1811)

Dalam usaha mengadakan pembaharuan pemerintahan di tanah jajahan, di Negeri


Belanda ada dua golongan yang mengusulkannya.

1) Golongan Konservatif dengan tokohnya Nenenberg yang menginginkan untuk


mempertahankan sistem politik dan ekonomi seperti yang dilakukan oleh VOC.

2) Golongan Liberal dengan tokohnya Dirk van Hogendorp yang menghendaki agar
pemerintah Hindia Belanda menjalankan sistem pemerintahan langsung dan menggunakan
sistem pajak. Sistem penyerahan paksa yang dilakukan oleh VOC agar digantikan dengan
sistem penyerahan pajak.

Di satu pihak pemerintah condong kepada pemikiran kaum Konservatif karena


kebijaksanaannya akan mendatangkan keuntungan yang cepat dan mudah dilaksanakan. Di
pihak lain, pemerintah juga ingin menjalankan pembaharuan yang dikemukakan oleh kaum
Liberal. Gagasan pembaharuan pemerintahan kolonial dimulai semenjak pemerintahan
Daendels. Sebagai gubernur jenderal pemerintahan Belanda di Indonesia, Daendels banyak
melakukan langkah-langkah baru dalam pemerintahan. Daendels mengadakan perombakan
pemerintahan secara radikal, yakni meletakkan dasar-dasar pemerintahan menurut sistem
Barat. Langkah-langkah tersebut, antara lain:

1) Pemerintahan kolonial di pusatkan di Batavia dan berada di tangan gubernur jenderal.

2) Pulau Jawa dibagi menjadi sembilan prefectur. Hal ini untuk mempermudah administrasi
pemerintahan.

3) Para bupati dijadikan pegawai pemerintah Belanda di bawah pemerintahan prefect.

4) Mengadakan pemberantasan korupsi dan penyelewengan dalam pungutan (contingenten)


dan kerja paksa.

5) Kasultanan Banten dan Cirebon dijadikan daerah pemerintah Belanda yang disebut
pemerintah gubernemen.

6) Berbagai upacara di istana Surakarta dan Yogyakarta disederhanakan.

Pada awal pemerintahannya, Daendels menentang sistem kerja paksa dan merombak
sistem feodal. Akan tetapi, tugas untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris
menyebabkan Daendels terpaksa harus mengadakan penyerahan kerja paksa secara
besar-besaran (dengan menggunakan pengaruh penguasa pribumi) untuk membangun
jalanj-alan dan benteng-benteng pertahanan.

Demikian juga karena kas negara kosong menyebabkan juga ditempuh cara-cara
lama untuk mengisi kas negara. Dengan demikian, kehidupan rakyat pribumi tetap
menderita. Ketika akhirnya Inggris menyerbu Pulau Jawa, Daendels sudah dipanggil
kembali ke Eropa. Penggantinya tidak mampu menahan serangan Inggris dan terpaksa
menyerah. Dengan demikian, Indonesia berada di bawah kekuasaan Inggris.
b. Masa Pemerintahan Raffles (1811–1816)

Setelah Indonesia (khususnya Pulau Jawa) jatuh ke tangan Inggris, oleh pemerintah
Inggris dijadikan bagian dari jajahannya di India. Gubernur Jenderal East India Company
(EIC), Lord Minto yang berkedudukan di Calcuta (India) kemudian mengangkat Thomas
Stamford Raffles sebagai letnan gubernur (wakil gubernur) untuk Indonesia (Jawa).

Raffles didampingi oleh suatu badan panasihat yang disebut Advisory Council. Tugas
yang utama adalah mengatur pemerintahan dan meningkatkan perdagangan, serta
keuangan. Sebagai seorang yang beraliran liberal, Raffles menginginkan adanya
perubahanperubahan dalam pemerintahan di Indonesia (Jawa).

Selain bidang pemerintahan, ia juga dilakukan perubahan di bidang ekonomi. Ia


hendak melaksanakan kebijaksaaan ekonomi yang didasarkan kepada dasar-dasar
kebebasan sesuai dengan ajaran liberal. Langkah-langkah yang diambil oleh Raffles dalam
bidang pemerintahan dan ekonomi adalah sebagai berikut.

1) Mengadakan penggantian sistem pemerintahan yang semula dilakukan oleh penguasa


pribumi dengan sistem pemerintahan kolonial ala Barat. Untuk memudahkan sistem
administrasi pemerintahan, Pulau Jawa dibagi menjadi delapan belas karesidenan.

2) Para bupati dijadikan pegawai pemerintah sehingga mereka mendapat gaji dan bukan lagi
memiliki tanah dengan segala hasilnya. Dengan demikian, mereka bukan lagi sebagai
penguasa daerah, melainkan sebagai pegawai yang menjalankan tugas atas perintah dari
atasannya.

3) Menghapus segala bentuk penyerahan wajib dan kerja paksa atau rodi. Rakyat diberi
kebebasan untuk menanam tanaman yang dianggap menguntungkan.

4) Raffles menganggap bahwa pemerintah kolonial adalah pemilik semua tanah yang ada di
daerah tanah jajahan.

Oleh karena itu, Raffles menganggap para penggarap sawah adalah penyewa tanah
pemerintah. Oleh karena itu, para petani mempunyai kewajiban membayar sewa tanah
kepada pemerintah. Sewa tanah atau landrente ini harus diserahkan sebagai suatu pajak
atas pemakaian tanah pemerintah oleh penduduk.

Sistem sewa tanah smacam itu oleh pemerintah Inggris dijadikan pegangan dalam
menjalankan kebijaksanaan ekonominya selama berkuasa di Indonesia. Sistem ini
kemudian juga diteruskan oleh pemerintah Hindia Belanda setelah Indonesia diserahkan
kembali kepada Belanda.

2. Perubahan di Bidang Sosial Ekonomi

Salah satu akibat dari munculnya Revolusi Industri adalah munculnya praktik
kapitalisme dalam hal ekonomi. Ideologi kapitalisme berpendapat bahwa untuk
meningkatkan pendapatan perlu ditunjang dengan jumlah modal atau kapital yang banyak,
penguasaan sektor produksi, sumber bahan baku dan ditribusi. Indonesia atau pada saat itu
bernama Hindia Belanda memiliki sumber daya alam yang hasilnya sangat laku di pasaran
dunia.
Penemuan-penemuan teknologi baru telah mengantarkan wilayah Hindia Belanda
menjadi incaran negara-negara maju dalam teknologi tersebut. Akhirnya perekonomian
rakyat diperas, tetapi pemerintahan tidak pernah mampu memberikan kesejahteraan
tersendiri untuk Indonesia. Indonesia menjadi lahan baru untuk para kapitalis yang hanya
mementingkan keuntungan.

Imperialisme modern telah mampu mengeruk ekonomi Indonesia dengan keuntungan


yang gilang gemilang di tangan para imperialis, sementara rakyat menjadi kuli di rumahnya
sendiri. Bangsa Indonesia sempat dikenalkan dengan beberapa sistem perekonomian dari
dunia Barat, namun kerugian yang diderita oleh Indonesia jauh lebih besar ketimbang
keuntungan yang dihasilkan.

Perubahan mendasar terjadi ketika Indonesia mengalami masa sistem ekonomi liberal
dan tanam paksa. Pada era ini rakyat diharuskan melakukan kegiatan ekonomi berupa
pengolahan perkebunan yang cenderung hanya memperhatikan pada kebutuhan orang-
orang Eropa saja, sedangkan kebutuhan rakyat pribumi, seperti pertanian, menjadi
terabaikan.

Pada masa pemerintahan Raffles, dengan politik sewa tanahnya yang diilhami dari
pengaruh paham liberal, rakyat Indonesia belum paham sepenuhya dengan sistem ekonomi
uang. Sehingga system land rente dianggap mengalami kegagalan, karena rakyat masih
terbiasa dengan sistem ekonomi tertutup, dimana pembayaran pajak belum sepenuhnya
dengan uang tetapi in natura. Faktor utama lainnya yang dianggap sebagai biang kegagalan
liberalisasi ekonomi Indonesia adalah masih kuatnya praktik budaya feodalisme.

Setelah Indonesia kembali menjadi jajahan Belanda, di bawah pengawasan Gubernur


Jenderal van Den Bosch yang beraliran konservatif, diterapkan sistem tanam paksa yang
bertentangan dengan sistem sewa tanah sebelumnya. Hal ini, menurut van Den Bosch,
dikarenakan kondisi realitas Indonesia yang bersifat agraris, seperti halnya keadaan negara
induk (Belanda) yang juga masih bersifat agraris.

Walaupun keadaan di Eropa, rentang waktu 1800–1830, sedang muncul pertentangan


pemikiran, antara liberalis dan konservatis telah mengakibatkan kegamangan dalam
pelaksanaan pemerintahan di negara jajahan. Tetapi satu hal yang perlu dipahami, baik
konservatif yang akan meneruskan system politik VOC atau liberalis yang ingin
meningkatkan taraf hidup rakyat, dalam tujuannya sama-sama menginginkan daerah jajahan
perlu memberi keuntungan bagi negeri induk.

Keadaan ekonomi rakyat Indonesia semakin parah, seiring dengan diberlakukannya


kebijakan Politik Pintu Terbuka. Hal ini menjadikan jiwa-jiwa wirausaha semakin menghilang,
karena para petani, pedagang yang kehilangan lapangan sumber mata pencahariannya
beralih menjadi buruh di perusahaan-perusahaan swasta asing.

Kondisi ekonomi bangsa Indonesia saat itu sangat menyedihkan. Hal itu dapat dilihat
pada awal abad ke-20, diketahui bahwa penghasilan rata-rata sebuah keluarga di Pulau
Jawa hanya 64 gulden setahun. Dengan penghasilan yang sangat sedikit itu, mereka harus
melakukan berbagai kewajiban, antara lain untuk urusan desa. Hal itu menggambarkan
betapa miskinnya rakyat Indonesia, padahal Indonesia memilki kekayaan alam yang
melimpah.
Selama masa tanam paksa, pemerintah Belanda memperoleh keuntungan ratusan
juta gulden. Keuntungan yang diperoleh itu semuanya digunakan untuk membangun negeri
Belanda. Tidak ada pemikiran untuk menggunakan sebagian keuntungan itu bagi
kepentingan Indonesia. Kemiskinan yang diderita rata-rata rakyat Indonesia adalah akibat
politik drainage (politik pengerukan kekayaan) yang dilakukan pemerintah Belanda untuk
kepentingan negeri Belanda. Politik dranaige itu mencapai puncaknya pada masa tanam
paksa (cultuur stelsel) dan kemudian dilanjutkan pada masa sistem ekonomi liberal.

Sistem ekonomi liberal pun tidak meningkatkan taraf kehidupan rakyat. pada masa itu
berkembang kapitalisme modern yang berlomba-lomba menanamkan modalnya di
Indonesia, antara lain perkebunan raksasa. Pemerintah mengizinkan para pemilik modal
menyewa tanah, termasuk tanah rakyat. Akibatnya, lahan untuk pertanian rakyat berkurang.
Sebagian besar petani terpaksa menjadi buruh di pabrik atau perkebunan dengan upah
yang rendah.

Pada sisi lain, perusahaan-perusahan pribumi mengalami kemunduran atau sama


sekali gulung tikar sebab tidak mampu bersaing dengan modal raksasa. Pengusaha tekstil
tradisional pun terpukul akibat membanjirnya tekstil yang diimpor dari Belanda. Para
pengusaha pribumi juga dirugikan sebab pemerintah Belanda lebih banyak memberikan
kemudahan kepada pedagang Cina.

Sejak awal abad ke-19, pemerintah Belanda mengeluarkan biaya yang sangat besar
untuk membiayai peperangan baik di Negeri Belanda sendiri (pemberontakan rakyat Belgia),
maupun di Indonesia (terutama perlawanan Diponegoro) sehingga Negeri Belanda harus
menanggung hutang yang sangat besar.

Untuk menyelamatkan Negeri Belanda dari bahaya kebrangkrutan maka Johanes van
den Bosch diangkat sebagai gubernur jenderal di Indonesia dengan tugas pokok menggali
dana semaksimal mungkin untuk mengisi kekosongan kas negara, membayar hutang, dan
membiayai perang. Untuk melaksanakan tugas berat itu, van den Bosch memusatkan
kebijaksanaannya pada peningkatan produksi tanaman ekspor. Untuka itu, yang perlu
dilakukan ialah mengerahkan tenaga rakyat tanah jajahan untuk melakukan penanaman
tanaman yang hasil-hasilnya dapat laku di pasaran dunia dan dilakukan dengan sistem
paksa. Setelah tiba di Indonesia (1830) van den Bosch menyusun program kerja sebagai
berikut.

a. Sistem sewa tanah dengan uang harus dihapus karena pemasukannya tidak banyak dan
pelaksanaannya sulit.

b. Sistem tanam bebas harus diganti dengan tanam wajib dengan jenis-jenis tanaman yang
sudah ditentukan oleh pemerintah.

c. Pajak atas tanah harus dibayar dengan penyerahan sebagian dari hasil tanamannya kepada
pemerintah Belanda.

Apa yang dilakukan oleh van den Bosch itulah yang kemudian dikenal dengan nama
sistem tanam paksa atau cultuur stelsel. Sistem tanam paksa yang diajukan oleh van den
Bosch pada dasarnya merupakan gabungan dari sistem tanam wajib ( VOC ) dan sistem
pajak tanah (Raffles ).
Pelaksanaan sistem tanam paksa banyak menyimpang dari aturan pokoknya dan
cenderung untuk mengadakan eskploitasi agraris semaksimal mungkin. Oleh karena itu,
sistem tanam paksa menimbulkan akibat sebagai berikut.

a. Bagi Indonesia (Khususnya Jawa)

1) Sawah ladang menjadi terbengkelai karena diwajibkan kerja rodi yang berkepanjangan
sehingga penghasilan menurun drastis.

2) Beban rakyat semakin berat karena harus menyerahkan sebagian tanah dan hasil
panennya, membayar pajak, mengikuti kerja rodi, dan menanggung risiko apabila gagal
panen.

3) Akibat bermacam-macam beban menimbulkan tekanan fisik dan mental yang


berkepanjangan.

4) Timbulnya bahaya kemiskinan yang makin berat.

5) Timbulnya bahaya kelaparan dan wabah penyakit di mana-mana sehingga angka kematian
meningkat drastis. Bahaya kelaparan menimbulkan korban jiwa yang sangat mengerikan di
daerah Cirebon (1843), Demak (1849) dan Grobogan (1850). Kejadian ini mengakibatkan
jumlah penduduk menurun drastis. Penyakit busung lapar (hongorudim) juga berkembang di
mana-mana.

b. Bagi Belanda

Apabila sistem tanam paksa telah menimbulkan malapetaka bagi bangsa Indonesia,
sebaliknya bagi bangsa Belanda berdampak sebagai berikut.

1) Mendatangkan keuntungan dan kemakmuran rakyat Belanda.

2) Hutang-hutang Belanda dapat terlunasi.

3) Penerimaan pendapatan melebihi anggaran belanja.

4) Kas Negeri Belanda yang semula kosong, dapat terpenuhi.

5) Berhasil membangun Amsterdam menjadi kota pusat perdagangan dunia.

6) Perdagangan berkembang pesat.

Sistem tanam paksa yang mengakibatkan kemelaratan bagi bangsa Indonesia,


khusunya Jawa, menimbulkan reaksi dari berbagai pihak, seperti golongan pengusaha,
Baron Van Hoevel, dan Edward Douwes Dekker. Akibat adanya reaksi tersebut, pemerintah
Belanda secara berangsur-angsur menghapuskan sistem tanam paksa.

Sesudah tahun 1850, kaum Liberal memperoleh kemenangan politik di Negeri


Belanda. Mereka juga ingin menerapkan asas-asas liberalisme di tanah jajahan. Dalam hal
ini kaum Liberal berpendapat bahwa pemerintah semestinya tidak ikut campur tangan dalam
masalah ekonomi, tugas ekonomi haruslah diserahkan kepada orang-orang swasta, dan
agar kaum swasta dapat menjalankan tugasnya maka harus diberi kebebasan berusaha.
Sesuai dengan tuntutan kaum Liberal maka pemerintah kolonial segera memberikan
peluang kepada usaha dan modal swasta untuk menanamkan modal mereka dalam
berbagai usaha di Indonesia, terutama perkebunan-pekebunan di Jawa dan di luar Jawa.
Selama periode tahun 1870–1900 Indonesia terbuka bagi modal swasta Barat. Oleh karena
itu masa ini sering disebut zaman Liberal. Selama masa ini kaum swasta Barat membuka
perkebunan-perkebunan seperti, kopi, teh, gula dan kina yang cukup besar di Jawa dan
Sumatra Timur.

Selama zaman Liberal (1870–1900), usaha-usaha perkebunan swasta Barat


mengalami kemajuan pesat dan mendatangkan keuntungan yang besar bagi pengusaha.
Kekayaan alam Indonesia mengalir ke Negeri Belanda. Akan tetapi, bagi penduduk pribumi,
khususnya di Jawa telah membawa kemerosotan kehidupan, dan kemunduran tingkat
kesejahteraan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti berikut.

1) Adanya pertumbuhan penduduk yang meningkat pada bad ke-19, sementara itu jumlah
produksi pertanian menurun.

2) Adanya sistem tanam paksa dan kerja rodi yang banyak menimbulkan penyelewengan dan
penyalahgunaan dari pihak pengusaha sehingga membawa korban bagi penduduk.

3) Dalam mengurusi pemerintahan di daerah luar Jawa, pemerintah Belanda mengerahkan


beban keuangan dari daerah Jawa sehingga secara tidak langsung Jawa harus
menanggung beban keuangan.

4) Adanya sistem perpajakan yang sangat memberatkan penduduk.

5) Adanya krisis perkebunan pada tahun 1885 yang mengakibatkan perusahaan- perusahaan
mengadakan penghematan, seperti menekan uang sewa tanah dan upah kerja baik di
pabrik maupun perkebunan.

Pada akhir abad ke-19 muncullah kritik-kritik tajam yang ditujukan kepada pemerintah
Hindia Belanda dan praktik liberalisme yang gagal memperbaiki nasib kehidupan rakyat
Indonesia. Para pengkritik itu menganjurkan untuk memperbaiki rakyat Indonesia.
Kebijaksanaan ini didasarkan atas anjuran Mr. C. Th. van Deventer yang menuliskan buah
pikirannya dalam majalah De Gids (Perinstis/Pelopor) dengan judul Een Ereschuld
(Berhutang Budi) sehingga dikenal politik etis atau politik balas budi. Gagasan van Deventer
terkenal dengan nama Trilogi van Deventer.

3. Dalam bidang Iptek dan Budaya

Revolusi Industri lahir dengan latar belakang ilmu pengetahuan yang pekat. Ketika
Indonesia dijajah oleh Inggris, maka hal itu pun sangat berpengaruh. Raffless yang dalam
kesempatan tersebut menjadi gubernur jendral yang sangat perhatian terhadap ilmu
pengetahuan dan alam, maka salah satu bunga bangkai yang ditemukan di Bengkulu
dinamai dengan bunga Raflesia Arnoldi. Bahkan, Kebun Raya Bogor juga merupakan itikad
dari istri Raffles. Dalam hal ilmu perbintangan, di Bandung didirikan pula tempat obsevasi
yang didirikan Van den Bosch.

Seiring dengan munculnya hubungan Hindia Belanda dengan Inggris, maka sedikit
demi sedikit masyarakat Indonesia dikenalkan juga dengan kemajuan teknologi tersebut.
Penjajahan Indonesia yang sempat kembali ke tangan Belanda menghentikan kemajuan
tersebut, namun dalam perkembangan kontemporer, pengaruh Revolusi Industri sangat
terlihat dan terasa.

4. Dalam Bidang Sosial

Industrialisasi sejak semula sangat berkaitan dengan masalahmasalah sosial-


kemasyarakatan. Adanya perbedaan pendapatan ekonomi cenderung membuat manusia
mengukur segala sesuatu dengan mahal-murahnya harga sesuatu. Dengan perbedaan
tersebut, muncullah diskriminasi sosial yang tidak manusiawi. Selain itu, ada pula dampak
positif dari Revolusi Industri ini, yaitu dibukanya jalur transportasi darat yang baru rel kereta
api guna mempercepat proses mobilisasi dan penyampaian informasikomunikasi.

a. Diskriminasi Sosial

Dalam bidang sosial terjadi perbedaan yang mencolok antara golongan Barat atau
Belanda dengan golongan pribumi. Dalam bidang pemerintahan juga terjadi diskriminasi,
pembagian kerja dan pembagian kekuasaan didasarkan pada warna kulit. Orang pribumi
yang mendapatkan jabatan pastilah jabatan rendah dan dibatasi kekuasaannya.
Diskriminasi juga terjadi di kalangan militer.

Untuk pangkat yang sama, gaji orang Indonesia yang berdinas dalam militer Belanda
lebih rendah daripada gaji anggota militer Belanda. Bahkan diadakan pula perbedaan gaji
antara serdadu Ambon dan serdadu Jawa. Diskriminasi berlaku juga di tempat hiburan. Ada
tempat-tempat yang tidak boleh dimasuki oleh orang Indonesia, seperti tempat pemandian,
restoran bahkan pada angkutan umum, seperti kereta api lintas-kota atau trem (kereta api
dalam kota).

Rupanya para penggagas Politik Etis hendak menciptakan hubungan yang harmonis
antara Belanda dan golongan pribumi, namun kesamaan pandangan yang diharapkan
ternyata tak berbuah seperti yang diharapkan. Orang-orang Indonesia yang telah
mendapatkan pendidikan dari Belanda, semakin menyadari tentang arti penting
kemerdekaan yang pada akhirnya mereka menjadi pemuda-pemuda pergerakan
kemerdekaan Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa diskriminasi berdasarkan ras menjadi
salah satu faktor lahirnya pergerakan nasional.

b. Dibangunnya Jalur Transportasi Darat

Revolusi Industri secara tidak langsung berdampak pula dalam hal transportasi di
Indonesia, terutama darat. Untuk mempermudah mobilitas penduduk dan perdagangan,
pemerintah Hindia Belanda membangun jalur kereta api di Pulau Jawa. Hal ini dilakukan
guna mempercepat hubungan komunikasi dan dagang. Untuk daerah pegunungan yang
banyak terdapat perkebunan (misalnya di Jawa Barat), dibangun khusus jalur kereta api
untuk mengangkut hasil bumi ke kawasan pabrik guna diolah menjadi bahan setengah jadi
atau jadi.

Sesungguhnya jalur darat telah dibuka sejak masa Daendels memerintah Jawa, yaitu
dengan dibukanya rute baru: Anyer- Panarukan yang membelah Pulau Jawa pada awal
abad ke-19. Dengan tujuan semula untuk mempercepat proses informasikomunikasi
antarkantor pos, maka Jalan Raya Pos (The Grote Postweg) ini pada masa selanjutnya
berguna pula untuk jalur mobilitas penduduk yang ingin ke luar kota atau pulau.
c. Mobilitas Penduduk dan Masalah Demografi

Industrialisasi mengakibatkan perpindahan penduduk dari desa ke kota-kota besar.


Berdirinya pabrik-pabrik telah mendorong kehidupan baru dalam masyarakat Indonesai yang
sebelumnya masyarakat agraris dan maritim. Terbentuklah komunitas pekerja kasar dan
buruh yang bekerja di pabrik-pabrik partikelir (swasta). Kota-kota besar, terutama Jakarta
dan Surabaya, merupakan tempat tujuan orang-orang untuk mengadu nasib.

Untuk mendapatkan pegawai-pegawai semacam juru ketik atau tulis yang murah
maka pemerintah kolonial membangun sekolah-sekolah kejuruan guna menghasilkan
tenaga-tenaga ahli dari pribumi yang tentunya jauh lebih murah honornya bila dibandingkan
tenaga ahli dari Eropa. Tenaga tulis/ketik tersebut selain dipekerjakan di instansi
pemerintahan, juga dipekerjakan pegawai rendah di perkebunan pemerintah.

Pada masa pelaksanaan ekonomi liberal sekolah didirikan untuk tujuan yang sama.
Pada 1851, didirikan sekolah dokter pertama di Jawa yang sebenarnya merupakan sekolah
untuk mendidik mantri cacar atau kolera. Maklum kala itu kedua penyakit tersebut sering
menjadi wabah di beberapa daerah. Sekolah “mantri” tersebut kemudian berkembang
menjadi STOVIA (School Tot Opleiding Voor Inlandse Artsen) atau sekolah dokter pribumi.

Munculnya sekolah-sekolah ala Eropa di Jawa, khususnya Batavia dan Bandung,


menggiring orang-orang dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan tempat-tempat
lainnya berdatangan ke Jawa. Orang-orang di Jawa pun, terutama anakanak priyayi dan
bangsawan atau pedagang kaya yang memiliki biaya lebih, berbondong-bondong datang ke
Jakarta dan Bandung yang saat itu memiliki sekolah setingkat perguruan tinggi (THS dan
STOVIA). Perpindahan atau mobilitas kaum terpelajar tersebut tentunya sangat
memengaruhi populasi kota. Perubahan demografis cukup mecengangkan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Mengenal Teknologi Berbasis Mesin

pengaruh positif revolusi indstri bagi Indonesia misalnya diperkenalkannya teknologi-


teknolgi baru berbasis mesin oleh perintah colonial Hndia-Belanda baik dalam bentuk
pengeloala hasil bumi,teknologi transportasi,maupun teknologi pertanian.Bangsa Indonesia
mengenal mesin pengola mesin hasil bumi mesin pengola tebu menjadi gula.mesin-mesin
ini meningkatkan hasil produksi dengan lebih cepat dan efisien,tidak saja pada zaman
pemerintah kolonial belanda,tetapi jua sejak Indonesia merdeka munculnya sarana
tranportasi,perkembangan transportasi juga memungkinkan terbentuknya terjadi jaringan
yang luas antarwilayah,dan secara ekonomis mempercepat pengangkutan hasil-hasil
perkebunan ke pabrik-pabrik serta distribusi hasil-hasil produksi ke pelabuhan.tranportasi air
ditandai dengan munculnya kapal-kapal bermesin yang memungkinkan tranportasi hasil-
hasil bumi antar pulau dapat dilakukan dengan cepat.dibidang teknologi pertanian,hasil hasil
revolusi industri memperkenalkan kepada banga Indonesia bibit tanaman yang unggu
seperti tebu,nila,tembakau,padi,dan palawija.masuknya teknologi pertanian telah member
bangsa kita pengetahuan baru tentang teknik pengelolahan tanah,pembibitan,pembanguna
irigasi dan intensifikasi pertania dan sebagainya

2. Mengenal Paham Liberalism

Penagruh positif lain tumbuh dan berkembangnya paham liberalisme penerapan


gagasan liberal dalam bidang ekonomi di Indonesia waktu ituu kurang sesuai dengan cita”
awalnya yang mulia,bangsa Indonesia setidaknya dalam semua bidang kehidupan.kedua
gagasan inilah jantung paham liberalisme.dalam bidang ekonomi,paham ini mengusung
perdanganan bebas,pengakuan terhadap milik pribadi,pembatasan kebebasan kepada
pihak swasta untuk melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi.semua unsur ini bersatu di
bawah sistem yang disebut kapitalisme.pada gilirannya hal ini mendorong munculnya para
usahawan dan wiraswasta yang menciptakan lapangan kerja,menghasilkan pajak yang
merata.dalam bidang politik dan social budaya,paham liberalisme mengusung pemilihan
umum yang bebas dan adil adanya pengakuan terhadap hak-hak sipil,kebebasan pers
kebebasan beragama supermasi hukum muncul juga gagasan kesetaraan gender pemikir
perintis paham liberalisme.

3. Kebijakan Monopoli Perdanganan Dan Tanam Paksa Selama Masa Kolonial

kebijakan monopoli perdagangan rempah-rempah itu berlangsung di Indonesia ketika


revolusi industri inggris dimulai sejak 1950 an.inggris dengan EIC nya terlibat juga.hubungan
antara revolusi industri di inggris dan kebijakan monopoli perdagangan dan tanam paksa
oleh belanda di Indonesia.kebijakan monopoli perdagangan sudah berjalan jauh sebelum
revolusi industri dimulai.kedua kebijakan tanam paksa dilakukan bukan karena industralisasi
di belanda waktu itu sudah maju dank arena itu menuntut banyak bahan mentah dengan
kata lain,kebijakan monopoli da tanam paksa bukan akibat langsung dari revolusi industi.

4. Kebijakan Pintu Terbuka


pengaruh revolusi industri yang kuat terhadap Indonesia pada masa kolonial
masuknya paham liberalisme ke dalam mindset (pikirian ) pengambil kebijakan di belanda
(terutama parlemennya)dan masyarakat belanda secara luas.mempengaruhi kebijakan
belanda di Indonesia baik secara ekonomi maupun secara social-politik.dalam
pelaksanaanya dalam bidang ekonomi paham ini memalui kebijakan pintu terbuka
(kapitalisme) menjadi sarana ekploitasi baru bagi bangsa Indonesia.

5. Politik Etis

Mendorong kaum liberal dan kaumhumanis di belanda mengeluarkan seruan yang


tajam,yang pada intinya menyatakan bahwa belanda berkewajiban secara moral
menyejahterahkan rakyat Indonesia.

6. Eksploitasi Atas Sumber Daya Mineral:Pertambangan

Dalam bidang pertambangan,belanda juga terkena dampak revolusi industri di


inggris.hal ini berdampak pada terjadinya eksploitasi atas bahan-bahan mineral yang ada di
perut bumi Indonesia oleh pemerintah hindia belanda.

B. Saran

revolusi industri hanya mendatangkan kemiskinan dan kemelaratan dalam berbagai


bidang,bagi belanda revolusi industri memberi peluang besar untuk melakukan eksploitasi
terhadap sumber daya alam mineral serta sumber daya manusia Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai