Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Glukosa merupakan bahan bakar metabolisme yang utama untuk otak. Oleh karena otak
hanya menyimpan glukosa (dalam bentuk glikogen) dalam jumlah yang sangat sedikit, fungsi
otak yang normal sangat terganggu asupan glukosa dari sirkulasi. Gangguan pasokan glukosa
yang berlangsung lebih dari beberapa menit dapat menimbulkan gangguan disfungsi system saraf
pusat, gangguan kognisi dan koma. Hipogilkemia pada pasien Dibetes Melitus merupakan faktor
penghambat utama dalam mencapai sasaran kendali glukosa darah normal atau mendekati
normal. Faktor paling utama yang menyebabkan hipoglikemia sangat penting dalam pengelolaan
diabetes adalah ketergantungan jaringan saraf pada asupan glukosa yang berkelanjutan.

Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah < 60 mg/dl, atau kadar glukosa
darah < 80 mg/dl dengan gejala klinis. Hipoglikemia pada DM terjadi karena, Kelebihan
obat/dosis obat : terutama insulin, atau obat hipoglikemik oral golongan sulfoniurea, Kebutuhan
tubuh akibat insulin yang relatif menurun : gagal ginjal kronik, pasca persalinan, Asupan makan
tidak adekuat : jumlah kalori atau waktu makan tidak tepat, Kegiatan jasmani berlebihan. Dalam
keadaan puasa dan makan, istirahat dan aktivitas jasmani, masuknya kadar glukosa ke sirkulasi
serta ambilan dari sirkulasi sangat bervariasi. Kadar glukosa plasma yang sangat tinggi
mengganggu keseimbangan air di jaringan, menimbulkan glikosuria jaringan,sebaliknya kadar
yang terlalu rendah menyebabkan disfungsi otak, koma dan kematian. Pada individu normal
yang sehat,hipoglikemia yang sampai menimbulkan kognitif yang bermakna tidak terjadi.
Karena mekanisme homeostatis glukosa endogen berfungsi dengan efektif.

Klasifikasi kilinis hipoglikemia akut


Ringan Simtomatik, dapat diatasi sendiri, tidak ada gangguan aktivitas sehari-hari
yang nyata
Sedang Simptomatik,dapat diatasi sendiri, menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari
yang nyata
Berat Sering ( tidak selalu ) tidak simtomatik, karena gangguan kognitif pasien tidak
dapat mengatasi sendiri
1. Membutuhkan pihak ketiga tetapi tidak memerlukan terapi parenteral
2. Membutuhkan terapi parenteral ( glucagon intramuscular atau glukosa

1
intravena
3. Disertai dengan koma atau kejang

Pada laporan kasus ini akan dibacakan dan dibahas seoarng penderita dengan penurunan
kesadaran ec hipoglikemia di RSUD Kota Kotamobagu.

BAB II

LAPORAN KASUS

2
A. IDENTITAS PASIEN :

 Nama : Ny.A.W

 Usia : 61 tahun

 Jenis Kelamin : Perempuan

 Alamat :Desa Modomang Dusun II,Kecamatan Dumoga Timur

 Tgl &Jam Masuk : 09-03-2015, 08:15 wita

 No Rekam Medik : 004562

B. ANAMNESIS

Keluhan utama : Pasien tidak sadar ± 3 jam SMRS

Riwayat penyakit sekarang:

Pasien datang ke UGD RS.Kota Kotamobagu dengan keluhan tidak sadar sejak ± 3 jam
SMRS. Sebelumnya pasien mual dan muntah sejak ± 4 jam SMRS,muntah sebanyak 3 kali
berisi sisa makanan dan cairan. Sebelum tidak sadar,pasien banyak berbicara tapi tidak jelas.
Nafsu makan pasien menurun sejak ± 1 minggu SMRS, dan tetap mengkonsumsi obat gula.
Pasien juga sempat mengeluh pusing dan lemas sebelum tidak sadar.Keluarga pasien
mengatakan bahwa pasien memiliki sakit gula sejak 2 tahun terakhir dan minum obat
metformin 2x500 mg, dan glimepirid 2 mg 2x1. BAB dan BAK normal. Dari penuturan
keluarganya beberapa 1 minggu terakhir pasien hanya makan sedikit Karena pasien takut
gula darahnya naik lagi.

Riwayat penyakit dahulu :

Pasien memiliki Riwayat darah tinggi dan Asam Urat yang tidak terkontrol. Pasien pernah
dirawat di RS.Datoebinangkang dengan keluhan asam urat.

Riwayat pennyakit keluarga :

3
Adik pasien menderita darah tinggi dan ibu pasien menderita sakit gula. Riwayat sakit
jantung dan asma disangkal.

Riwayat alergi: Riwayat alergi makanan, obat-obatan, debu, cuaca disangkal.

Riwayat psikososial :

Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga dengan aktifitas fisik (olah raga) yang
tergolong sangat kurang. Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien makan dengan teratur 2-
3 kali sehari namun tidak membatasi porsi dan jenis makanan yang ia makan. Namun sekitar
1 minggu SMRS pasien makan sangat sedikit karena ia takut gula darahnya naik. Pasien
tidak merokok, mengonsumsi alkohol atau pun mengonsumsi obat-obat herbal.

C. PEMERIKSAAN FISIS
Keadaan umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : Disorientasi

GCS : M=4 (Reaksi Menghindar), V=2 (Hanya Mengerang), E=1 (Tidak


ada Reaksi)=7

Tanda vital:

Tekanan darah : 100/70 mmHg

Nadi : 82x/menit

Respirasi : 24 x/menit

Suhu : 36 oC

Status generalis:

Kepala : Normocephal,

Mata : Refleks cahaya (+/+), pupil isokor

Konjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (-/-)

4
Hidung : Mukosa hipertrofi (-/-), hiperemis (-/-), sekret (-/-), Konka inferior eutrofi

Telinga : MAE edema (-/-), sekret (-/-), hiperemis (-/-), MT intak/intak

Leher : Perbesaran KGB (-), pembesaran thyroid (-), JVP normal

Thorax :

Pulmo :

Inspeksi : Dada simetris (+/+), retraksi (-/-),scar (-/-),pernapasan


torakoabdominal

Palpasi : Bag.dada tertinggal (-/-),vokal fremitus simetris

Perkusi : sonor pada kedua lapang paru,batas paru-hepar ICS 6

Auskultasi : vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung :

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Batas jantung kanan; ICS IV linea parasternalis dekstra

Batas kiri; ICS IV linea midclavikularis sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung I & II murni, regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen:

Inspeksi: Datar.Distensi (-)

Palpasi : nyeri tekan epigastrium (-), tidak teraba adanya benjolan, hepar dan lien tidak
teraba.

Perkusi : timpani

Ascites : Shifting dullnes (-)

5
Auskultasi : Bising usus (+) 7x/menit

Ekstremitas :

Ekstr. Atas : Akral hangat, RCT< 2 detik, edema (-/-), ikterik (-)

Ekstr. Bawah : Akral hangat, RCT< 2 detik, edema (-/-), ikterik (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Jam 19:00GDS 67 gr/dL

- Asam urat:14,1 gr/dL


- EKG : Dalam Batas Normal

Hasil Laboratorium tanggal 09 Maret 2015:

- Leukosit : 7.100
- Eritrosit:4.070.000
- Hemoglobin :11,9 g/dL
- Hematokrit : 31,6 %
- Trombosit : 356.000
- Kolesterol : 137 mg/dL
- Trigliserida :84 mg/dL
- Ureum : 3,7 mg/dL
- Creatinin : 1,2 mg/dL
- Asam Urat : 9,0 mg/dL

Diagnosa Dan Terapi

Diagnosa:- Penurunan Kesadaran ec Hipoglikemi

Terapi: - O2 2-4 liter/menit

- IVFD D10%: Guyur


Bolus D40% 1 flakon
Maintenance D5%:NaCl (1:1)=20gtt/menit
- Ranitidin injeksi /12 jam/IV
- GDS per jam

GDS jam 20.00:202 mg/dL

- Ganti cairan D10% dengan D5% 28 gtt/mnt. GDS per 3 jam

6
GDS jam 23:00 dan 02.00:118 mg/dL dan 108 mg/dL

-Terapi Lanjutkan

Pro: GDP, Profil Lipid,Na,K,Cl

Tanggal S O A P
10-03- Kesadaran TD: 110/80 Post penurunan IVFD D10%:RL:24
2015 Compos Mentis mmhg kesadaran ec gtt/mnt
Mual dan muntah S : 38,2 C Hipoglikemia Ceftriaxone 1x2gr
Nyeri sendi RR : 22 x/mnt Ranitidine 1x2
yangan dan kaki N : 80 x/mnt Metoklopramid
GDS: 83 mg/dl injeksi/8 jam
Allopurinol 100 mg
2x1
Vit B com 2x1
Paracetamol 3x1
Pro:GDS
Na:128 mmol/L
K: 3,3 mmol/L
Cl: 95 mmol/L
11-03- Kesadaran TD:110/80mmhg Post penuruna RL:NaCl
2015 Compos Mentis S : 37,7C kesadaran ec 0,9%:20gtt/mnt
Muntah (-) RR : 22 x/mnt Hipoglikemia Terapi lanjutkan
N : 80x/mnt GD2PP:257,9 mg/dL

12-03- Kesadaran TD : 110/80 Post penuruna Terapi lain lanjutkan


2015 Compos Mentis mmhg kesadaran ec Pro:DL,Ur,Cr, UL
S : 36,9 C Hipoglikemia
RR : 20 x/mnt
N : 86x/mnt
GDS:100mg/dL
13-03- Kesadaran TD : 110/80 Post penuruna Terapi lanjutkan
2015 Compos mmhg kesadaran ec

7
Mentis,Lemah S : 36,6 C Hipoglikemia
badan RR : 18 x/mnt
N : 84 x/mnt
GDS:110mg/dL
14-03- Kesadaran compos TD : 120/90 Post penuruna Terapi lanjutkan
2015 mentis mmhg kesadaran ec
S : 36,6 C Hipoglikemia
RR : 20 x/mnt
N : 84 x/mnt
GDS:119mg/dL
15-03- Kesadaran TD : 120/70 Post penuruna Rawat Jalan
2015 Compos Mentis mmhg kesadaran ec
GDS:125mg/dL S : 36 C Hipoglikemia
RR : 20 x/mnt
N : 80 x/mnt

BAB III

PEMBAHASAN

Pada pasien ini ditegakkan dianosa penurunan kesadaran ec hipoglikemia berdasarkan


anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang. Dimana dari anamnesis didapatkan Pasien
datang ke UGD RS.Kota Kotamobagu dengan keluhan tidak sadar sejak ± 3 jam SMRS.
Sebelumnya pasien mual dan muntah sejak ± 4 jam SMRS,muntah sebanyak 3 kali berisi
sisa makanan dan cairan. Sebelum tidak sadar,pasien banyak berbicara tapi tidak jelas.
Nafsu makan pasien menurun sejak ± 1 minggu SMRS, dan tetap mengkonsumsi obat
gula. Pasien juga sempat mengeluh pusing dan lemas sebelum tidak sadar.Keluarga pasien

8
mengatakan bahwa pasien memiliki sakit gula sejak 2 tahun terakhir dan minum obat
metformin 2x500 mg, dan glimepirid 2 mg 2x1. BAB dan BAK normal. Dari penuturan
keluarganya beberapa hari terakhir pasien hanya makan sedikit karena pasien takut gula
darahnya naik lagi. Keadaan umum pasien tampak sakit berat. Kesadaran didapatkan
Glasgow coma scale (GCS) M=4 (Reaksi Menghindar), V=2 (Hanya Mengerang), E=1
(Tidak ada Reaksi)=7. Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu 67 gr/dL.

Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah < 60 mg/dl, atau kadar
glukosa darah < 80 mg/dl dengan gejala klinis. Hipoglikemia merupakan komplikasi akut
dari DM tipe 2. Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandang diabetes harus selalu
dipirkan kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia paling sering disebabkan
oleh penggunaan sulfonylurea dan insulin. Hipoglikemia yang disebabkan oleh sulfoniurea
dapat berlangsung lama,sehingga harus diawasi sampai seluruh obat dieksresi dan waktu
kerja obat telah habis. Terkadang dibutuhkan waktu yang lama untuk pengawasannya (24-
72 jam atu lebih) terutama pada pasien dengan gagal ginjal kronik atau yang mendapatkan
terapi OHO jangka panjang). Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan suatu hal yang
harus dihindari,mengingat damapkanya yang fatal atau akan terjadinya kemunduran mental
yang bermakna pada pasien. Perbaikan DM pada pasien lanjut usia memerlukan waktu
yang lebih lama dan pengawasan yang lebih lama.

Serangan hipoglikemia pada penderita diabetes umumnya terjadi apabila penderita:


- Lupa atau sengaja meninggalkan makan (pagi, siang atau malam)
- Makan terlalu sedikit, lebih sedikit dari yang disarankan oleh dokter atau ahli gizi
- Berolah raga terlalu berat
- Mengkonsumsi obat antidiabetes dalam dosis lebih besar dari pada seharusnya
- Minum alkohol
- Stress
- Mengkonsumsi obat-obatan lain yang dapat meningkatkan risiko hipoglikemia
Disamping penyebab di atas pada penderita DM perlu diperhatikan apabila penderita
mengalami hipoglikemik, kemungkinan penyebabnya adalah:
a) Dosis insulin yang berlebihan
b) Saat pemberian yang tidak tepat

9
c) Penggunaan glukosa yang berlebihan misalnya olahraga anaerobik
berlebihan
Sesuai dengan teori dimana keluhan dan gejala hipoglikemia didapatkan berdasarkan
ketergantungan saraf terhadap asupan glukosa. Gangguan asupan glukosa yang berlangsung
beberapa menit menyebabkan gangguan fungsi sistem saraf pusat,dengan gejala kognisi
,bingung dan koma.

Tabel 1. Keluhan dan Gejala hipoglikemia akut yang sering dijumpai pada pasien diabetes
Otonomik Neuroglikopenik Malaise
Berkeringat Bingung Mual
Jantung berdebar Mengantuk Muntah
Tremor Sulit berbicara
Lapar Inkordinasi
Perilaku yang berbeda
Gangguan visual
Parestesi

10
Pertahanan fisiologis yang pertama terhadap hipoglikemia adalah penurunan sekresi
insulin oleh sel beta pancreas. Pertahanan fisiologis yang kedua terhadap hipoglikemia adalah
peningkatan sekresi glukagon. Sekresi glukagon meningkatkan produksi glukosa di hepar dengan
memacu glikogenolisis. Pertahanan fisiologis yang ketiga terhadap hipoglikemia adalah
peningkatan sekresi epinefrin adrenomedullar. Sekresi ini terjadi apabila sekresi glukagon tidak
cukup untuk meningkatkan kadar gula darah. Sekresi epinefrin adrenomedullar meningkatkan
kadar gula darah dengan cara stimulasi hepar dan ginjal untuk memproduksi glukosa, membatasi
penyerapan glukosa oleh jaringan yang sensitif terhadap insulin, perpindahan substrat
glukoneogenik (laktat dan asam amino dari otot, dan gliserol dari jaringan lemak). Sekresi
insulin dan glukagon dikendalikan oleh perubahan kadar gula darah dalam pulau Langerhans di
pankreas. Sedangkan pelepasan epinefrin (aktivitas simpatoadrenal) dikendalikan secara
langsung oleh sistem saraf pusat. Bila pertahanan fisiologis ini gagal mencegah terjadinya
hipoglikemia, kadar glukosa plasma yang rendah menyebabkan respon simpatoadrenal yang
lebih hebat yang menyebabkan gejala neurogenik sehingga penderita hipoglikemia menyadari
keadaan hipoglikemia dan bertujuan agar penderita segera mengkonsumsi karbohidrat.
Pada awalnya tubuh akan memberikan respon terhadap rendahnya kadar gul darah
dengan melepaskan epinefrin ( adrenalin ) dari kelenjar adrenal dan beberapa ujung saraf.
Epinefrin merangsang pelepasan gula dari cadangan tubuh tetapi juga menyebabkan gejala
berkeringat, kegelisahan, gemetaran,pingsan, jantung berdebar-debar dan sering merasa lapar.
Hipoglikemia yang berat dapat menyebabkan berkurangnya glukosa ke otak yang menyebabkan
pusing, bingung,lelah, lemas, sakit kepala, gangguan penglihatan, kejang dan koma.
Hipoglikemia yang berlangsung lama akan mengakibatkan kerusakan otak yang permanen.
Gejala-gejala ini paling sering terjadi pada pasien yang memakai insulin atau obat hipoglikemia.

Dari anamnsesis terhadap keluarga pasien didapatkan bahwa pasien memiliki sakit gula
sejak 2 tahun terakhir dan minum obat metformin 2x500 mg, dan glimepirid 2 mg 2x1. Sesuai
dengan teori, diketahui bahwa obat glimepirid yang dikonsumsi pasien merupakan obat yang
hiperglikemik oral golongan sulfonylurea yang mempunyai efek samping hipoglikemia.
Golongan Sulfonilurea merupakan obat hipoglikemik oral yang paling dahulu ditemukan.
Sampai beberapa tahun yang lalu, dapat dikatakan hampir semua obat hipoglikemik oral
merupakan golongan sulfonilurea. Senyawa-senyawa sulfonylurea sebaiknya tidak diberikan
pada penderita gangguan hati, ginjal dan tiroid. Obat-obat kelompok ini bekerja merangsang

11
sekresi insulin di kelenjar pancreas, oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel β Langerhans
pancreas masih dapat berproduksi. Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah
pemberian senyawa-senyawa sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan sekresi insulin oleh
kelenjar pancreas. Sifat perangsangan ini berbeda dengan perangsangan oleh glukosa, karena
ternyata pada saat glukosa (atau kondisi hiperglikemia) gagal merangsang sekresi insulin,
senyawa-senyawa obat ini masih mampu meningkatkan sekresi insulin. Oleh sebab itu, obat-obat
golongan sulfonilurea sangat bermanfaat untuk penderita diabetes yang kelenjar pankreasnya
masih mampu memproduksi insulin, tetapi karena sesuatu hal terhambat sekresinya. Pada
penderita dengan kerusakan sel-sel β Langerhans kelenjar pancreas, pemberian obat-obat
hipoglikemik oral golongan sulfonilurea tidak bermanfaat. Pada dosis tinggi, sulfonylurea
menghambat degradasi insulin oleh hati. Absorpsi senyawa-senyawa sulfonilurea melalui usus
cukup baik, sehingga dapat diberikan per oral. Setelah diabsorpsi, obat ini tersebar ke seluruh
cairan ekstrasel. Dalam plasma sebagian terikat pada protein plasma terutama albumin (70-
90%). Efek Samping (Handoko dan Suharto, 1995; IONI, 2000) Efek samping obat hipoglikemik
oral golongan sulfonilurea umumnya ringan dan frekuensinya rendah, antara lain gangguan
saluran cerna dan gangguan susunan syaraf pusat. Gangguan saluran cerna berupa mual, diare,
sakit perut, hipersekresi asam lambung dan sakit kepala. Gangguan susunan syaraf pusat berupa
vertigo, bingung, ataksia dan lain sebagainya. Gejala
hematologik termasuk leukopenia, trombositopenia, agranulosistosis dan
anemia aplastik dapat terjadi walau jarang sekali. Klorpropamida dapat
meningkatkan ADH (Antidiuretik Hormon). Hipoglikemia dapat terjadi apabila
dosis tidak tepat atau diet terlalu ketat, juga pada gangguan fungsi hati atau
ginjal atau pada lansia. Hipogikemia sering diakibatkan oleh obat-obat
hipoglikemik oral dengan masa kerja panjang.
Pada keadaan tertentu diperlukan terapi kombinasi dari beberapa OHO atau OHO dengan
insulin. Kombinasi yang umum adalah antara golongan sulfonilurea dengan biguanida.
Sulfonilurea akan mengawali dengan merangsang sekresi pankreas yang memberikan
kesempatan untuk senyawa biguanida bekerja efektif. Kedua golongan obat hipoglikemik oral ini
memiliki efek terhadap sensitivitas reseptor insulin, sehingga kombinasi keduanya mempunyai
efek saling menunjang. Pengalaman menunjukkan bahwa kombinasi kedua golongan ini dapat
efektif pada banyak penderita diabetes yang sebelumnya tidak bermanfaat bila dipakai sendiri-
sendiri. hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian terapi obat hipoglikemia oaral adalah :

12
1. Dosis selalu harus dimulai dengan dosis rendah yang kemudian dinaikkan
secara bertahap.
2. Harus diketahui betul bagaimana cara kerja, lama kerja dan efek samping
obat-obat tersebut.
3. Bila diberikan bersama obat lain, pikirkan kemungkinan adanya interaksi
obat.
4. Pada kegagalan sekunder terhadap obat hipoglikemik oral, usahakanlah
menggunakan obat oral golongan lain, bila gagal lagi, baru pertimbangkan
untuk beralih pada insulin.
Pada pasien diterapi dengan O2 2-4 liter/menit, IVFD D10%: Guyur Bolus D40% 1
flakon Maintenance D5%:NaCl (1:1)=20gtt/menit, Ranitidin injeksi /12 jam/IV,GDS per jam.
Sesuai dengan teori pada Stadium permulaan (sadar) terapi yang diberika adalah :

- Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirop/permen gula murni (bukan
pemanis pengganti gula atau gule diet/gula diabetes) dan makanan yang mengandung
karbohidrat
- Hentikan obat hipoglikemik sementara
- Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam
- Pertahankan GD sekitar 200 mg/dl (bila sebelumnya tidak sadar)
- Cari penyebab

Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga hipoglikemia) :

1. Diberikan larutan Dekstrosa 40% sebanyak 2 flakon (=50 ml) bolus intravena
2. Diberikan cairan Dekstrosa 10% per infus, 6 jam per kolf
3. Periksa GD sewaktu (GDS), kalau memungkinkan dengan glukometer :
- Bila GDs <50 mg/dl maka +bolus Dekstrosa 40% 50 mL IV
- Bila GDs <100 mg/dl maka +bolus Dekstrosa 40% 25 mL IV
4. Periksa GDs setiap 1 jam setelah pemberian Dekstrosa 40% :
- Bila GDs <50 mg/dL maka + bolus Dekstrosa 40% 50 mL IV
- Bila GDs <100 mg/dL maka + bolus Dekstrosa 40% 25 mL IV
- Bila GDs 100 – 200 mg/dL maka tanpa bolus Dekstrosa 40%
- Bila GDs > 200 mg/dL maka pertimbangkan menurunkan kecepatan drip Dekstrosa 10%
5. Bila GDs >100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs setiap 2 jam,
dengan protokol sesuai diatas. Bila GDs >200 mg/dL maka pertimbangkan mengganti
infus dengan dekstrosa 5 % atau NaCl 0.9%

13
6. Bila GDs >100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs setiap 4 jam,
dengan protokol sesuai diatas. Bila GDs >200 mg/dL maka pertimbangkan mengganti
infus dengan dekstrosa 5 % atau NaCl 0.9%
7. Bila GDs >100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut turut, sliding scale setiap 6 jam :
GD RI
(mg/dl) (unit, subkutan)
<200 0
200-500 5
250-300 10
300-350 15
>350 20

8. bila hipoglikemia belum teratasi, dipertimbangkan pemberian antagonis insulin, seperti :


adrenalin,kortison dosis tinggi, atau glukagon 0,5-1 mg IV / IM (bila penyebabnya insulin)

9. bila pasien belum sadar, GDs sekitar 200 mg/dl : hidrokortison 100 mg per 4 jam selama
12 jam atau deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg setiap 6 jam dan dimonitor 1,5 –
2 g/kgBB IV setiap 6-8 jam. Cari penyebab penurunan kesadaran menurun.

Prognosis pada pasien tergantung dari penyebab utama suatu penyakit dibanding dari
dalamnya suatu koma (penurunan kesadaran). Koma pada pasien gangguan metabolik dapat
segera dipulihkan dengan menghilangkan gangguan tersebut. Untuk pasien ini dapat
dilaksanakan dengan pemberian glukosa cair kedalam tubuh untuk meningkatkan kadar
glukosa pasien, semakin cepat penanganan koma pada pasien ini maka kemungkinan
kerusakan otak dapat dihindari. Dengan penanganan kadar gloksa darah dan tekanan darah
yang baik,komplikasi diabetes dapat dicegah.

BAB IV
PENUTUP

14
Pencegahan hipoglikemia pada pasien DM tipe 2 yaitu pemantauan kadar glukosa darah
yang ketat perlu dilakukan untuk menetukan penatalaksanaan yang efisien dan efektif.
Setelah kejadian hipoglikemia teratasi harus segera dicari tahu penyebabnya serta dilakukan
penyesuaian dosis OHO atau insulin,atau bila perlu ganti obat-obat yang lebih aman dalam
mengendalikan kadar glukosa darah. Pasien dan keluarganya diberikan edukasi cara-cara
pengenalan dan penanggulangan hipoglikemia,pengaturan makan dan dosis OHO atau
insulin.

DAFTAR PUSTAKA
1. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI;
2007.

15
2. PERKENI. Konsensus pengendalian dan pencegahan Diabetes Melitus Tipe2 di
Indonesia. Jakarta ;2011
3. American Association of Clinical Endocrinologist (AACE) Diabetes Mellitus
Clinical Practice Guidelines Task Force. AACE Medical guidelines for clinical
practice for the management of diabetes mellitus. Endo Pract. 2007;13(Supl 1).
4. American Diabetes Association. ADA position statement : standard of medical
care in diabetes-2006. Diab Care. 2005;29(suppl. 1):S4-S42.
5. American Association of Clinical Endocrinologists and American College of
Endocrinology. The American Association of Clinical Endocrinologists medical
guidelines for the management of Diabetes Mellitus: the AACE system of
intensive diabetes self-management-2002 Update. Endo Practice. 2002;8(suppl.
1):40-82.
6. Asia-Pasific Type 2 Diabetes Policy Group Type 2 Diabetes Practical Target
Treatments. Health Communication Australia. 2002.

16

Anda mungkin juga menyukai