Keamanan pangan adalah jaminan bahwa pangan tidak akan menyebabkan bahaya
kepada konsumen jika disiapkan atau dimakan sesuai dengan maksud dan
penggunaannya. Sedangkan definisi keamanan pangan menurut Undang – Undang
Republik Indonesia nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan
Pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan
adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari
kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,
merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia10,11.
Definisi lainnya keamanan pangan diartikan sebagai terbebasnya makanan
dari zat zat atau bahan yang dapat membahayakan kesehatan tubuh tanpa
membedakan apakah zat itu secara alami terdapat dalam bahan makanan yang
digunakan atau tercampur secara sengaja atau tidak sengaja kedalam bahan
makanan atau makanan jadi10,11.
Seperti dikemukakan Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan (2007),
dalam pedoman Cara Produksi Makanan Yang Baik menggunakan istilah
”Keamanan pangan“ dan “Kelayakan pangan”. Yang dimaksud dengan keamanan
pangan adalah suatu kondisi yang menjamin bahwa pangan yang akan dikonsumsi
tidak mengandung bahan berbahaya yang dapat mengakibatkan timbulnya
penyakit, keracunan atau kecelakaan yang akan merugikan konsumen. Kelayakan
pangan adalah suatu kondisi yang akan menjamin bahwa pangan yang telah
diproduksi sesuai tahapan yang normal tidak mengalami kerusakan, bau busuk,
kotor, menjijikan, tercemar atau terurai sehingga pangan tersebut layak untuk
dikonsumsi11.
Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang
dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.
Keamanan Pangan telah menjadi salah satu isu sentral dalam perdagangan produk
pangan. Penyediaan pangan yang cukup disertai dengan terjaminnya keamanan,
mutu dan gizi pangan untuk dikonsumsi merupakan hal yang tidak bisa ditawar
dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Tuntutan konsumen akan keamanan pangan
juga turut mendorong kesadaran produsen menuju iklim persaingan sehat yang
berhulu pada jaminan keamanan bagi konsumen.12
2. Keracunan.
Keracunan adalah timbulnya gejala klinis suatu penyakit atau gangguan
kesehatan lainnya akibat mengkonsumsi makanan yang tidak hygienis. Makanan
yang menjadi penyebab keracunan umumnya telah tercemar oleh unsur-unsur
fisika, mikroba atau kimia dalam dosis yang membahayakan. Kondisi tersebut
dikarenakan pengelolaan makanan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan
dan atau tidak memperhatikan kaidah-kaidah hygiene dan sanitasi makanan.
Keracunan dapat terjadi karena :
a. Bahan makanan alami yaitu makanan yang secara alam telah mengandung
racun seperti jamur beracun, ikan, buntel, ketela hijau, umbi gadung atau
umbi racun lainnya.
b. Infeksi mikroba yaitu bakteri pada makanan yang masuk ke dalam tubuh
dalam jumlah besar (infektif) dan menimbulkan penyakit seperti cholera,
diare, disentri.
c. Racun/toksin mikroba yaitu racun atau toksin yang dihasilkan oleh
mikroba dalam makanan yang masuk kedalam tubuh dalam jumlah
membahayakan (lethal dose).
d. Zat kimia yaitu bahan berbahaya dalam makanan yang masuk ke dalam
tubuh dalam jumlah membahayakan.
e. Alergi yaitu bahan allergen di dalam makanan yang dapat menimbulkan
reaksi sensitive kepada orang-orang yang rentan.
HACCP atau Analisis Bahaya Pada Titik Pengedalian Kritis adalah sebuah
pendekatan sistematis untuk mengidentifikasi bahaya-bahaya, tindakan-tindakan
pengendalian dalam proses persiapan makanan, dimana pengedalian adalah
penting dalam memastikan kemanan pangan. Pengertian lain HACCP adalah suatu
alat (tools) yang dipakai untuk mengukur tingkat bahaya, menduga perkiraan
resiko dan menetapkan ukuran yang tepat dalam pengawasan, dengan
menitikberatkan pada pencegahan dan pengedalian proses pengolahan makanan11.
Pendekatan HACCP ini dapat disesuaikan dengan perkembangan desain,
prosedur, proses atau teknologi pengolahan makanan. Sebagai nilai tambah dari
penerapan HACCP adalah meningkatkan keamanan makanan, keuntungan
penggunaan bahan baku terbaik dan reaksi cepat dalam mengatasi masalah
produksi yang timbul. Penerapan HACCP juga membantu tugas pengawasan rutin
oleh pemerintah dan memfokuskan pengawasan pada makanan yang beresiko
tinggi bagi kesehatan dan meningkatkan kepercayaan dalam perdagangan lokal
maupun internasional. HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai perjalanan
makanan (food chain) mulai dari produsen primer sampai produsen akhir. Untuk
itu HACCP perlu dipahami oleh pengusaha dan industry makanan tak terkecuali
rumah sakit dan para pejabat pemerintah.
Secara garis besar menurut Badan Standarisasi Nasional (1998) tentang
HACCP serta pedoman penerapannya, bahwa dalam pelaksanaan HACCP ada 7
prinsip diantaranya20,21 :
1. Mengidentifikasi bahaya atau ancaman yaitu mengkaji seberapa jauh
akibat dan resiko yang akan ditimbulkan oleh ancamana tersebut.
Pada tahap ini perlu mempelajari jenis-jenis mikroba makanan , bahan-
bahan kimia yang berbahaya dan benda-benda asing yang membahayakan
konsumen. Yang perlu dipertimbangkan pada prinsip ini adalah bahan mentah dan
bahan baku dan parameter yang mempengaruhi keamanan pangan . Disamping itu
pembuatan diagram alir dalam penanganan pangan dari mulai bahan pangan
mentah hingga makanan tersebut siap dikonsumsi akan sangat membantu dalam
menidentifikasi bahaya.
2. Menentukan titik pengendalian kritis (CCP= Critical Control Point ).
Pada tahap ini dimana diagram alir sudah tersedia maka tim pengendali akan
mengenali titik-titik yang berpotensi terjadinya kontaminasi dengan
menghilangkan atau mengurangi bahaya yang dapat terjadi.
3. Menetapkan batas kritis dan spesifikasi batas kritis.
Titik-titik pengendali kritis (CCP) dapat berupa bahan mentah/baku, sebuah
lokasi/tempat , suatu tahapan pengolahan, praktek atau prosedur kerja yang sangat
spesifik. Dari titik pengendali kritis tersebut kemudian ditentukan batas kritis.
Batas kritis adalah nilai yang memisahkan antara nilai yang diterima dengan nilai
yang tidak dapat diterima.
4. Melakukan penyusunan system pemantauan.
Pada penyusunan system pemantauan ini tujuannya adalah mengumpulkan
informasi tentang masing-masing bahan pangan, tahap dan prosedur yang disusun
untuk meyakinkan bahwa proses berlangsung secara terkendali.
5. Melakukan tindakan perbaikan.
Tindakan ini dilakukan bila kriteia yang ditetapkan tidak tercapai, situasi
berada pada kondisi “ diluar pengendalian “ maka harus segera diperbaiki
sehingga tindak lanjut yang tepat dalam proses produksi akan diambil.
6. Menetapkan prosedur verifikasi.
Prosedur verifikasi dan pengujian mencakup pengambilan contoh secara
acak dan hasil analisanya dapat dipergunakan untuk menentukan apabila system
HACCP sudah berkerja dengan benar.
7. Mencatat dan mendokumentasikan.
Pencatatan dan pembukuan yang efisian serta akurat adalah penting dalam
penerapan sistem HACCP. Dokumen yang akurat dapat menjadi dasar dan ukuran
dalam prosedur yang bersangkutan.19,20
DAFTAR PUSTAKA
1. Food Safety Unit Programme of Food Safety and Food Aid, World Health
Organization. 1997.Switzerland.
2. Badan POM, 2007. Cara Produksi Pangan yang Baik II. Modul Pelatihan
Pengawas Pangan Tingkat Muda. IPB. Bogor.
5. Baliwati, Y.F. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya, Jakrta.
6. Tamaroh S., 2003. Knowledge, Practices and Attitude on Food safety of Food
handlers in Catering Establishmen in Yogjakarta, Seminar Nasional PAPTI
30 – 31 Juli 2002, Malang.
8. Ditjen PPM & PL, 2001. Pengendalian Mutu Mandiri Hazard analysis
Critical Control Point. Kumpulan Modul Kursus Penyehatan Makanan,
Jakarta.
10. Ditjen PPM & PL, 2011. Hygiene Perorangan. Kumpulan Modul Kursus
Penyehatan Makanan, Jakarta.
11. Standar Nasional Indonesia (SNI 01-4852). Sistem Analisa Bahaya dan
Pengendalian Titik Kritis (HACCP) serta Pedoman Penerapannya. Jakarta:
Badan Standarisasi Nasional (BSN);1998.