Anda di halaman 1dari 9

TUGAS 1 : REKAYASA SISTEM KONVERSI DAN KONSERVASI ENERGI

MENCARI BAHAN BAKAR PADAT ALTERNATIF (SOLID MATERIALS) SELAIN


BATU BARA BESERTA KARAKTERISTIK FISIK DAN KARAKTERISTIK KIMIA

Oleh :
Sovi Aprila Kurmiasari (02311540000018)

DEPARTEMEN TEKNIK FISIKA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meningkatnya jumlah populasi manusia menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan
konsumsi bahan bakar. Bahan bakar yang sering digunakan manusia berasal dari batu bara atau
minyak bumi. Batu bara merupakan salah satu jenis bahan bakar padat, sedangkan minyak
bumi merupakan jenis bahan bakar cair. Kedua jenis bahan bakar ini persediannya akan
semakin menipis apabila digunakan terus-menerus sehingga dibutuhkan sumber energi
alternatif lain sebagai pengganti bahan bakar tersebut.
Energi alternatif yang dimaksud seperti biomassa atau briket ini dapat dibuat dari
limbah yang tidak digunakan lagi oleh manusia misalnya serbuk kayu, sekam padi, atau
tempurung kelapa. Biomassa secara umum lebih dikenal sebagai bahan kering material organik
atau bahan yang tersisa setelah tanaman atau material organik dihilangkan kadar airnya.
Menurut Bossel (1994) dikutip dari Mursalim, Abdul , bahan biomassa yang dapat digunakan
untuk pembuatan briket berasal dari :
1. Limbah pengolahan kayu seperti : logging residues, bark, saw dusk, shavinos, waste timber.
2. Limbah pertanian seperti; jerami, sekam, ampas tebu, daun kering.
3. Limbah bahan berserat seperti; serat kapas, goni, sabut kelapa.
4. Limbah pengolahan pangan seperti kulit kacang-kacangan, biji-bijian, kulit-kulitan.
5. Sellulosa seperti, limbah kertas, karton.
Pembriketan pada prinsipnya adalah pemadatan material untuk diubah ke bentuk
tertentu. Pembriketan menurut Abdullah (1991) pada dasarnya densifikasi atau pemampatan
bahan baku yang bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik suatu bahan sehingga memudahkan
penanganannya. Menurut Supratono dkk. (1995) briket arang dapat dibuat dengan dua cara
yaitu dengan membuat arang kemudian dihaluskan dan selanjutnya dibuat briket, dan atau
dengan membentuk briket dengan cara memampatkan dan diarangkan. Beberapa faktor yang
dijadikan standar briket arang menurut Emiwati (1997) antara lain : Kadar air (moisture), kadar
abu (ash) densitas/kerapatan, kandungan sat mudah menguap (volatile matter), tekanan
pengempaan, kandungan karbon terikat (fixed carbon), dan nilai kalor. Batu bara dan biomassa
(briket) termasuk ke dalam bahan bakar padat. Namun keduanya memiliki karakteristik yang
berbeda. Batu bara memiliki kandungan karbon dan nilai kalor tinggi, kadar abu sedang serta
kandungan senyawa volatil rendah. Sementara, biomassa memiliki kandungan bahan volatil
tinggi namun kadar karbon rendah. Kadar abu biomassa tergantung dari jenis bahannya,
sementara nilai kalornya tergolong sedang. Tingginya kandungan senyawa volatil dalam
biomassa menyebabkan pembakaran dapat dimulai pada suhu rendah. Oleh karena itu, dalam
penulisan ini, diberikan beberapa contoh bahan bakar padat selain batu bara, dengan sifat
fisiknya seperti kandungan kalori, kadar air, volatil, dan kadar abu beserta sifat kimianya.

1.2 Rumusan masalah


Rumusan masalah dalam penulisan ini yaitu mencari beberapa jenis bahan bakar padat
selain batu bara disertai dengan sifat fisiknya dan sifat kimianya.
1.3 Tujuan
Sehingga penulisan ini bertujuan untuk mencari beberapa contoh bahan bakar padat
selain batu bara disertai dengan sifat fisika dan sifat kimia bahan tersebut.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Nilai Kalor
Nilai kalor (heating value) suatu bahan bakar diperoleh dengan menggunakan bomb
calorimeter . Nilai kalor yang diperoleh melalui bomb calorimeter adalah nilai kalor atas atau
highest heating value (HHV) dan nilai kalor bawah atau lowest heating value (LHV).
Perhitungan nilai kalor kotor berdasarkan standar ASTM D240.
Dari pengujian bomb calorimeter dapat dihitung panas yang diserap air dalam bomb
calorimeter dan energi setara bomb calorimeter serta LHV dan HHV. Panas yang diserap air
dalam bomb calorimeter dihitung dengan menggunakan rumus :
Q = m.Cp.ΔT (4)
Dimana : Q : Panas yang diserap (kJ)
m : Massa air di dalam bomb calorimeter (gram)
Cp : Specific heat 4,186 kJ/kgoC
ΔT : Perbedaan temperatur (oC)

LHV dan HHV dihitung dengan menggunakan rumus berikut :


LHV = (𝑚 𝑥 𝐶𝑝 𝑥 ∆𝑇) / 𝑚𝑏𝑟𝑖𝑘𝑒𝑡 (5)

Untuk menghitung HHV digunakan rumus :


HHV = (T2 – T1- Tkp) x Cv (kJ/kg)
LHV = HHV – 3240 kJ/kg
Maka, HHV = LHV + 3240 kJ/kg (6)
Dimana : T1 = Temperatur air pendingin bomb calorimeter sebelum pembakaran (oC)
T2 = Temperatur air pendingin bomb calorimeter sesudah pembakaran (oC)
Tkp = Kenaikan temperature disebabkan kawat pembakaran, 0.05oC.
HHV = Higthest Heating Value (kJ/kg)
LHV = Lowest Heating Value (kJ/kg)

Nilai kalor sangat menentukan kualitas briket yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai
kalornya maka semakin tinggi juga kualitas briket yang dihasilkan. Nilai kalor perlu diketahui
untuk mengetahui nilai panas pembakaran yang dapat dihasilkan oleh briket sebagai bahan
bakar.

2.2 Kadar Air (Moisture Content)


Kadar air yang terkandung dalam briket akan mempengaruhi kualitas briket yang
dihasilkan. Kadar air yang diharapkan pada briket harus serendah mungkin. Peningkatan kadar
air akan mengurangi suhu pembakaran maksimum adiabatik dan meningkatkan waktu yang
diperlukan untuk pembakaran yang sempurna dalam tungku. Kadar air biomassa memiliki
kepentingan besar dalam hal daya tahan penyimpanan, nilai kalor bersih, pengapian diri,
perancangan pabrik, perhitungan jumlah untuk konsumsi boiler. Hasil uji kandungan air ini
dapat juga digunakan untuk karakterisasi lain misalnya untuk menentukan air-dry moisture
loss. Perhitungan persentase kadar air (moisture content) yang terkandung di dalam briket
tersebut menggunakan standar ASTM D-3173-03 dengan persamaan sebagai berikut :
𝑎−𝑏
Moisture content, % = 𝑥 100%
𝑎
Dimana : a = Massa awal briket (gram)
b = Massa briket setelah pemanasan (gram)

2.3 Kadar zat yang menguap (volatile matter)


Kadar zat menguap adalah zat (volatile matter) yang dapat menguap sebagai
dekomposisi senyawa-senyawa yang masih terdapat di dalam arang selain air. Kandungan
kadar zat menguap yang tinggi di dalam briket arang akan menyebabkan asap yang lebih
banyak pada saat dinyalakan, apabila CO bernilai tinggi hal ini tidak baik untuk kesehatan dan
lingkungan sekitar (Miskah, 2014). Kadar volatile matter (VM) berbeda-beda untuk setiap
bahan karena dipengaruhi oleh zat-zat mudah menguap yang terkandung dari bahan tersebut.
Tingginya kadar zat terbang yang terdapat pada briket dipengaruhi oleh kadar air. Kadar air
yang tinggi akan menghasilkan nilai zat terbang yang tinggi pula. Kandungan kadar zat terbang
yang tinggi didalam briket akan menyebabkan asap yang lebih banyak pada saat dinyalakan.
Didapatkan juga informasi bahwa tingginya kadar zat terbang banyak dipengaruhi oleh
komponen kimia dari arang seperti adanya zat pengotor dari bahan baku arang (Usman,2007).
Proses pengeringan bahan bakau yang tidak homogen juga mempengaruhi. Perhitungan
persentase kadar zat yang menguap (volatile matter) yang terkandung di dalam briket bioarang
ampas tebu menggunakan standar ASTM D-3175-02 dengan persamaan sebagai berikut:

𝑏−𝑐
Volatile matter, % = 𝑥 100% (2)
𝑎
Dimana : c = Massa briket setelah pemanasan pada temperatur 950oC (gram)

2.4 Kadar Abu


Abu merupakan bagian yang tersisa dari hasil pembakaran, unsur utama abu adalah
mineral silika dan pengaruhnya kurang baik terhadap nilai kalor yang dihasilkan, sehingga
semakin tinggi kadar abu yang dihasilkan maka kualitas briket akan semakin rendah. Abu yang
terkandung dalam bahan bakar padat adalah mineral yang tidak dapat terbakar setelah proses
pembakaran dan reaksi– reaksi yang menyertainya selesai. Perhitungan persentase kadar abu
(ash content) briket bioarang menggunakan standar ASTM D-3174-04 dengan persamaan
sebagai berikut.
𝑑
Ash content , % = 𝑎 𝑥 100% (3)
Dimana : d = Massa briket setelah pemanasan 750 oC (gram)

2.5 Analisa Kadar Fixed Carbon


Kadar karbon terikat atau fixed carbon menunjukkan banyaknya kandungan unsur
karbon yang tertambat dalam briket dan memiliki pengaruh terhadap zat menguap dan suhu
karbonisasi. Semakin tinggi kadar fixed carbon maka semakin rendah kadar zat menguap
(Sudiyani dkk, 1999). Menurut Usman, (2007), bahwa semakin tinggi kadar zat terbang maka
semakin rendah kadar karbon, dan begitu pula sebaliknya. Demikian juga bila dengan kadar
abu tinggi maka semakin rendah kadar karbonnya.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Analisa Data
Berikut merupakan beberapa sumber bahan bakar padat alternatif selain batu bara yang
diperoleh dari beberapa sumber. Data ini didapatkan dari studi literatur melalui beberapa jurnal
sebagai berikut:
Tabel 1. Data Briket dengan nilai sifat fisik dan sifat kimia

Physical Properties Chemical Properties


GCV Moistur Volatile Ash Carbon Hydro Oxygen Sulphur
No Solid Fuel (Gross e (%W) (%W) (%W) gen (%W) (%W)
Calories Content (%W)
Value) (%W)
Briket arang 4324.42
1. 3.65 52.23 31.79 55.03 5.46 38.44 0.11
sekam padi[1] Cal/g

Briket
4925.96 35.65%
2. Tempurung 4.24 67.01 11.99 58.07 5.24 0.06
Cal/g W
Kelapa[2]

Briket
3. Cangkang 5481 Cal/g 6.46 27.15 1.43 64.04 4.05 - -
Kelapa Sawit[2]
Briket Ampas
4. Tebu(ICESEA, 1825 Cal/g 49 42.5 1.5 23.47 3 22.8 -
2014)

Briket Serabut
5. 3950 Cal/g 12 68 3 40.4 6.72 46.5 6.12
Kelapa[3]

Briket Tongkol
6. 4370 Cal/g 13.9 85.57 1.17 43.42 6.32 46.69 0.07
Jagung[4]

Briket arang
6–
7. kayu(Alimah 3583 Cal/g 6.68 36.69 - 45 – 50 38 – 42 <0.05
6.5
Dewi, 2010)

Briket Lignin
Selulosa Hemiselulosa =
8. cangkang 16.998 kJ/kg 16,1 49,9 13,5 20,5 =
= 36,47 18,90
kakao[5] 60,67

Lema
Briket Kulit 6.113 Protein Karbohidrat =
9. 5,89 26,91 9,03 64,06 k=
Singkong[6] kkal/kg = 1,2 34,7
0,3

4018,25 – Lignin
Briket Serbuk Pentosan Selulosa Holosellulosa =
10 5975,58 5,64 89,88 1,38 =
gergaji kayu[7] = 16,89 = 40,99 70,52
kal/gr 27,88
3.2 Pembahasan
Dari berbagai data yang telah didapatkan, diketahui bahwa biomassa atau briket dapat
digunakan sebagai bahan bakar padat alternatif selain batu bara. Biomassa ini merupakan bahan
kering material organik. Setiap briket memiliki karakteristik yang berbeda-beda tergantung
bahan pembuatnya. Sehingga setiap briket akan memiliki karakteristik fisik dan karakteristik
kimia yang berbeda pula. Karakteristik fisik dari briket ini meliputi nilai kalor yang dihasilkan,
kadar air yang terkandung (moisture content), kadar zat yang menguap (volatile), kadar abu
(ash). Sedangkan karakteristik kimia meliputi berapa kandungan karbon, hidrogen, oksigen,
dan sulfur dari briket itu sendiri. Namun, tidak semua briket memiliki karakteristik kimia yang
sama.
Nilai kalor sangat menentukan kualitas briket yang dihasilkan. Semakin tingg nilai
kalor maka semakin tinggi kualitas briket yang dihasilkan. Dari data yang telah diperoleh dari
berbagai sumber diatas, maka dapat diketahui bahwa nilai kalor terbesar ada pada briket kulit
singkong sebesar 6.113 kkal/kg. Namun pada sumber literatur lain disebutkan bahwa briket
tempurung kelapa merupakan briket yang memiliki nilai kalor terbesar. Arang tempurung
kelapa memiliki nilai kalor yang tinggi karena ditinjau dari nilai kalor nya, tempurung kelapa
telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu minimal sebesar 5600 kalori/gram.
Kadar air yang terkandung dalam briket juga akan mempengaruhi kualitas briket yang
dihasilkan. Kadar air pada briket harus serendah mungkin agar kualitas briket juga baik. Dari
data diatas diketahui bahwa nilai kadar air terendah ada pada briket sekam padi yaitu sebesar
3,65%. Sehingga dari sisi analisa kadar air briket sekam padi masih paling baik.
Kandungan kadar zat menguap yang tinggi di dalam briket akan menyebabkan asap
yang lebih banyak pada saat dinyalakan, sehingga apabila CO bernilai tinggi maka hal ini tidak
baik untuk kesehatan dan lingkungan. Kadar volatil tertinggi ada pada briket serbuk gergaji
kayu sebesar 89,88% sedangkan kadar volatile terendah ada pada briket kulit singkong sebesar
26,91%.
Semakin tinggi kadar abu maka semakin rendah kualitas briket yang dihasilkan. Kadar
abu (ash) tertinggi pada data diatas yaitu pada briket sekam padi sebesar 31,79%. Sehingga
dari sisi analisa kadar abu, briket sekam padi merupakan briket dengan kualitas rendah.
Dari pembahasan yang telah dilakukan, maka nilai efektif pada setiap biomassa atau
briket bergantung kepada komponen penyusunnya. Hal ini dapat disesuaikan dengan
kebutuhan pemakaiannya.
DAFTAR PUSTAKA

[1]
Vachlepi, Afrizal. Suwardin, Didin.2013.Penggunaan Biobriket sebagai Bahan Bakar
Alternatif dalam Pengeringan Karet Alam.Palembang.Warta Perkaretan : 32(2)

[2]
Qistina, Idzni dkk.2016.Kajian Kualitas Briket Biomassa dari Sekam Padi dan Tempurung
Kelapa.Tangerang Selatan.Jurnal Kimia VALENSI : 2(2)

[3]
Rismayani, Sinta. Sjaifudin, Achmad.2011.Pembuatan Biobriket dari Limbah Sabut Kelapa
dan Bottom Ash.Bandung.Balai Besar Tekstil

[4]
Haluti, Siradjuddin.2012.Pemetaan Potensi Limbah Tongkol Jagung sebagai Energi
Alternatif Diwilayah Provinsi Gorontalo

[5]
Elissa Loppies, Justus.2016.Karakteristik Arang Kulit Buah Kakao yang Dihasilkan dari
Berbagai Kondisi Pirolisis.Makassar.Jurnal Industri Hasil Perkebuanan :11(2)

[6]
Wijaya, Purwita.2012.Analisis Pemanfaatan Limbah Kulit Singkong sebagai Bahan Bakar
Alternatif Biobriket.Bogor.Institut Pertanian Bogor

[7]
Ndraha, Nodali.2009.Uji Komposisi Bahan Pembuat Briket Bioarang Tempurung Kelapa
dan Serbuk Kayu terhadap Mutu yang Dihasilkan.Medan.Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai