Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI

SEDIMENTASI
Dosen Pebimbing: Ir. Emma Hermawati, M.T.

Kelas : 3 TKPB
Kelompok : 8
Nama & NIM Anggota : Sinta Putri Karisma (151424029)
Siti Hasna Rahmawati S (151424030)
Siti Nur Fitriyani (151424031)
Ulwi Aliatur Rohmah (151424032)

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK KIMIA PRODUKSI BERSIH


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Penggunaan air sangat
erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Namun, di jaman sekarang ini banyak kegiatan
manusia yang menimbulkan pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan membawa dampak
negatif tidak hanya untuk lingkungan itu sendiri melainkan menimbulkan gangguan untuk
makhluk hidup.
Pencemaran lingkungan terutama pencemaran air terjadi di sungai, laut bahkan selokan di
depan rumah. Perlu dilakukan tindakan mengenai pencemaran yang terjadi. Salah satu cara untuk
menanggulangi pencemaran yang sudah terjadi adalah dilakukannya pengolahan air. Pada
praktikum kali ini dilakukan pengolahan air dengan proses sedimentasi. Dimana air baku yang
digunakan adalah air sungai yang terletak di daerah jalan budhi. Pengolahan air ini dilakukan
untuk meningkatkan kualitas air di daerah tersebut serta meminimasi dampak negatif yang
ditimbulkan dari kerusakan lingkungan yang tejadi.
1.2 Tujuan
1. Menentukan waktu pengendapan optimum berdasarkan nilai effisiensi penurunan
kekeruhan pada proses sedimentasi .
2. Membandingan antara waktu optimum dari proses sedimentasi dan filtrasi dengan air
baku yang sama .
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Sedimentasi
Sedimentasi merupakan pemisahan antara padatan dengan cairan yang berasal dari
slurry encer. Pemisahan ini menghasilkan cairan jernih dan padatan dengan konsentrasi tinggi.
Mekanisme dari sedimentasi dideskripsikan dengan observasi pada tes batch settling yaitu
ketika partikel-partikel padatan dalam suatu slurry mengalami proses pengendapan dalam
silinder kaca (Soemarto, 1995).
2.1.1 Mekanisme Sedimentasi
Pada proses sedimentasi, terdapat beberapa bagian yang dihasilkan dari proses
pengendapan dan memiliki konsentrasi yang berbeda pada setiap bagian. Berikut gambar
tahapan proses pengendapan

Gambar 1. Tahapan Proses Pengendapan (Brown, 1950)


Dapat dilihat pada gambar 1(a) menunjukkan suspensi dalam silinder dengan konsentrasi
padatan yang seragam. Seiring dengan berjalannya waktu, partikel-partikel padatan mulai
mengendap dimana laju pengendapan partikel diasumsikan sebagai terminal velocity pada
kondisi hindered settling. Pada gambar 1(b) terdapat beberapa zona konsentrasi, zona D
didominasi endapan partikel-partikel padatan yang lebih cepat mengendap, pada zona C
terdapat partikel dengan ukuran yang berbeda dengan konsentrasi yang tidak sergam., pada
zona B terdapat konsentrasi yang seragam dan hamper sama dengan keadan awal, dan yang
terakhir adalah zona A yang berupa cairan jernih. Tinggi dari tiap zona bervariasi seperti pada
gambar 1(c) dan gambar 1(d). Zona A dan D semakin luas sebanding dengan berkurangnya
zona B dan C, dan pada akhirnya zona A dan C akan hilang dan bergabung dengan zona D
sehingga tersisa zona A dan D. Keadaan seperti ini disebut dengan “Critical Settling Point”
yaitu keadaan dimana terbentuk bidang batas tunggal antara cairan jernih dan endapan seperti
yang ditunjukkan pada gambar 1(e) (Brown, 1950).
2.1.2 Macam-macam Proses Sedimentasi
Proses sedimentasi dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
1. Proses batch
Cara ini cocok dilakukan untuk skala laboratorium karena sedimentasibatch paling
mudah dilakukan dan pengamatan penurunan ketinggian mudah. Proses sedimentasi
secara batch ditunjukkan pada gambar 1.
2. Proses semi-batch
Pada proses sedimentasi ini hanya terdapat cairan keluar saja atau masuk saja. Sehingga,
kemungkinan yang ada dapat berupa slurry yang masuk atau cairan jernih yang keluar.
Proses sedimentasi secara semi-batch ditunjukkan pada gambar 2.

Gambar 2. Proses Sedimentasi Semi-Batch (Brown, 1950)


3. Proses kontinyu
Pada proses kontinyu teradapat cairan slurry yang masuk dan cairan bening yang keluar
bersamaan. Saat kondisi steady state, ketinggian tiap zona akan selalu tetap. Proses
sedimentasi kontinyu ditunjukkan pada gambar 3.
Gambar 3. Proses Sedimentasi Kontinyu (Brown, 1950)

2.1.3 Unit Sedimentasi Plate


Unit sedimentasi merupakan peralatan yang berfungsi untuk memisahkan padatan dan
cairan dari suspensi untuk menghasilkan air yang lebih jernih dan konsentrasi lumpur yang
lebih tinggi melalui pengendapan secara gravitasi. Secara keseluruhan, fungsi unit sedimentasi
dalam instalasi pengolahan adalah
1. Mengurangi beban kerja unit filtrasi dan memperpanjang umur pemakaian unit penyaring
selanjutnya
2. Mengurangi biaya operasi instalansi pengolahan
Pada umumnya bak sedimentasi berbentuk persegi panjang dengan aliran horizontal
adalah konfigurasi bak yang paling menguntungkan karena stabilitas hidrolisnya dan
toleransinya terhadap shock loading. Bak tipe ini juga memiliki efektifitas kerja yang dapat
diprediksi, mampu mengatasi debit dua kali lipat dari desain, mudah untuk dioperasikan, dan
mudah beradaptasi terhadap instalansi plate settler (Kawamura, 1991).
Pada praktikum sedimentasi ini, digunakan bak sedimentasi persegi panjang dengan
aliran horizontal menggunakan plate settler. Unit sedimentasi ini terdiri dari beberapa zona,
yaitu zona pengendapan, zona inlet, zona outlet, dan zona lumpur. Berikut gambar unit
sedimentasi plate setller

Gambar 4. Unit Sedimentasi Plate Settler


Plate settler yang terdapat pada unit sedimentasi ini berfungsi untuk meningkatkan
laminaritas dan stabilitas aliran di dalam bak sedimentasi. Dan juga, keuntungan dari
penggunaan plate settler adalah kebutuhan lahan yang relatif kecil dibandingkan dengan bak
konvesional serta waktu detensi yang jauh lebih singkat.

2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Sedimentasi


Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi proses sedimentasi
1. Ukuran partikel dan berat jenis
Semakin besar ukuran partikel maka semakin besar pula permukaan dan volumenya. Luas
permukaan partikel berbanding lurus dengan gaya apungnya. Hal ini disebabkamn gaya ke
atas (gaya drag dan gaya apung) semakin besar sehingga gaya total untuk mengendapkan
partikel semakin kecil sehingga kecepatan pengendapan semakin menurun. Berat jenis
fluida lebih besar dari pada berat jenis partikel padatanya, maka laju pengendapanya
lamban. Begitu juga sebaliknya.
2. Temperatur air
Temperatur air yang akan diolah mempengaruhi lamanya sedimentasi. Ketika temperature
air berkurang, laju pengendapan pun menjadi lebih lambat. Semakin berkurangnya
temperatur, maka dosis koagulan harus diatur ulang untuk mengimbangi laju pengendapan
yang berkurang.
3. Laju alir air
Laju alir mempengaruhi distribusi flok yang terbentuk pada tanki. Pada aliran laminer laju
pengendapan cepat sedangkan pada aliran turbulen laju pengendapan akan sangat
terganggu maka akan sangat lambat mengendap.
4. Viskositas air
Viskositas sangat berkaitan erat dengan suhu yang ada. Bila temperatur tinggi maka
viskositas menurun sehingga bantuk dan ukuran partikel semakin kecil sehingga laju
pengendapan cepat
5. Konsentrasi padatan
Semakin besarnya konsentrasi, gaya gesek yang dialami partikel akan semakin besar
sehingga drag force nya pun semakin besar. Hal ini disebabkan karena dengan semakin
besarnya konsentrasi berarti semakin banyak jumlah partikel dalam suatu suspensi yang
menyebabkan bertambahnya gaya gesek antara suatu partikel dengan partikel lain.

2.2 Koagulasi dan Flokulasi


Partikel dalam air limbah dapat diklasifikasikan menjadi partikel tersuspensi dan
partikel koloid. Partikel tersuspensi pada umumnya lebih besar dari 1 µm dan dapat
disisihkan dengan sedimentasi secara gravitasi. Partikel koloid yang ada dalam air limbah
biasanya memiliki muatan permukaan total negatif dan berukuran sekitar 0,01-1 µm
sehingga gaya tarik antar partikel jauh lebih kecil dibandingkan gaya tolak dari muatan
listriknya. Karena permukaan koloid memiliki muatan listrik, koloid tersebut sulit untuk
bersatu membentuk partikel ukuran yang lebih besar sehingga partikel menjadi stabil dan sulit
mengendap.
Proses koagulasi berfungsi untuk menetralkan atau mengurangi muatan negatif pada
partikel sehingga mengijinkan gaya tarik van der waals untuk mendorong terjadinya agregasi
koloid dan zat-zat tersuspensi halus untuk membentuk microfloc. Bahan kimia yang
ditambahkan untuk mendestabilisasi partikel koloid dalam air limbah agar microfloc dapat
terbentuk ini disebut koagulan.
Pada saaat sebelum penambahan koagulan, perlu dipastikan bahwa air baku yang
digunakan memiliki pH basa (8-10), karena pada umumnya koagulan memiliki pH asam (2-
5). Sehingga pada proses koagulasi akan berlangsung optimal bila kondisi akhir proses
koagulasi memiliki pH netral (6.8-7.3). Proses koagulasi berlangsung relative singkat dan
disertai dengan pengadukan cepat (200-300 rpm) sehingga terbentuk gunpalan kecil
(microfloc) (Sheppard, 1954).
Sedangkan flokulasi adalah proses menyatunya partikel microfloc membentuk
aglomerasi (penggumpalan) besar sehingga relative mudah untuk diendapkan. Proses flokulasi
berlangsung relatif lebih lama dibandingkan proses koagulasi dan disertai dengan pengadukan
lambat (20-50 rpm) (Sheppard, 1954). Flokulan yang sering digunakan adalah bentuk polimer
organic seperti senyawa poliakrilamida.
2.2.1 Jenis-jenis Koagulan
Beberapa jenis koagulan yang digunakan pada pengolahan air limbah yaitu :
1. Alumunium Sulfat (Tawas) (Al2(SO4)3.18H2O)
Alum merupakan salah satu koagulan yang paling lama dikenal dan paling luas digunakan.
Alum padat akan langsung larut dalam air tetapi larutannya bersifat korosif terhadap
aluminium, besi, dan beton sehingga tangki-tangki dari bahan-bahan tersebut
membutuhkan lapisan pelindung (Setyadi, 2006).
2. Ferric Sulphate (Fe2(SO4)3.9H2O)
Koagulan ini sedikit bersifat higroskopik tetapi sulit untuk larut. Larutannya bersifat
korosif terhadap aluminium, beton, dan hampir semua besi-besian. Seperti reaksi alum,
flok ferric hydroxide merupakan hasil dari reaksi antara koagulan yang asam dan
alkalinitas alami dalam air. (Abuzar, 2010).
3. Ferric Chloride (FeCl3)
Bentuk padatnya bersifat higroskopik dan tidak sesuai untuk pengumpanan kering.
Larutannya bersifat sangat korosif dan menyerang hampir semua logam dan beton. (Farag,
1996).
4. Polyaluminium Chloride (PAC)
PAC memiliki rumus kimia umum AlnCl(3n-m)(OH)m banyak digunakan karena
memiliki rentang pH yang lebar sesuai nilai n dan m pada rumus kimianya. PAC yang
paling umum dalam pengolahan air adalah Al12Cl12(OH)24. Senyawa-senyawa
modifikasi PAC di antaranya polyaluminium hydroxidechloride silicate (PACS) dan
polyaluminium hydroxidechloride silicate sulfate (PASS). (Setyadi, 2006)
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat
No. Alat No. Alat
1. Tangki pencampur dan pengaduk 5. Gelas kimia 100 ml 2 buah
2. pH-meter 6. TDS-meter
3. Turbidimeter 7. Spatula
4. Bak sedimentasi 8. Neraca Analitik

3.2 Bahan yang diperlukan


a. Air baku dari sungai Jalan Budhi.
b. Koagulan berupa tawas .
3.3 Rancangan Percobaan
1. Hasil Pengamatan yang ingin didapatkan
a. Nilai effisiensi pada proses sedimentasi
3.4 Langkah kerja

Mengalirkan air baku sebanyak 50 L kedalam tangki berpengaduk.

Menentukan pH, tingkat kekeruhan, dan TDS air baku yang digunakan.

Menentukan jumlah koagulan yang akan ditambahkan ke dalam air baku berdasarkan nilai kekeruhan
yang diperoleh.

Memasukan PAC ke dalam air baku, kemudian dilakukan pengadukan selama 10 menit.

Mengalirkan air baku yang telah ditambahkan koagulan ke dalam bak sedimentasi.

Mengukur tingkat kekeruhan dan TDS air baku pada kondisi awal sebelum dimasukkan ke dalam bak
sedimentasi.

Mengukur tingkat kekeruhan dan TDS air limbah setiap 10 menit sekali selama 120 menit.
BAB IV
HASIL PERCOBAAN

4.1 Data Pengamatan


Sumber air baku =
Volume sampel yang digunakan = mL
Kekeruhan awal air sungai = NTU
pH Awal Air Sungai =

TDS Awal Air Sungai =

Dosis Koagulan = ppm

TDS
waktu (menit) kekeruhan (NTU) effisiensi
(ppm)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120

4.2 Pengolahan Data


Efisiensi filtrasi Berdasarkan Kekeruhan (NTU)
(Kekeruhan awal − Kekeruhan akhir)
𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 = × 100 %
Kekeruhan awal
DAFTAR PUSTKA

Soemarto. 1995., Hidrologi Teknik, Jakarta : Erlangga,


Brown C.B., 1950, “Sediment Transport, in Engineering Hydraulics”, Ch. 12, Rouse, H.
(ed.),. John Wiley and Sons, New York
Setiyadi, 2006, "Seminar Nasional Teknik kimia", Bandung : Universitas Katolik Parahyangan,
Bandung
Abuzar S.S., 2010, "Sedimentasi", Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh November
Farag I., 1996, "Fluid Flow", New York : East Williston

Anda mungkin juga menyukai