Anda di halaman 1dari 16

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

KODEKI adalah Kode Etik Kedokteran Indonesia. Seorang dokter dituntut


bukan hanya menjadi seorang pribadi yang pandai tetapi juga menjadi pribadi
yang beretika. Dokter dituntut untuk memberikan pertolongan kepada pasien
dalam bentuk fisik, mental, sosial dan spiritual. Pasien biasanya mempercayakan
bulat-bulat dirinya, khususnya kelangsungan kehidupan, penderitaan,
ketergantungan dan kerahasiaannya kepada sang pengobat. Kepercayaan yang
teramat besar ini memunculkan tanggung jawab seorang dokter kepada pasiennya
selama pengobatan sang pasien berlangsung.
Imhotep dari Mesir, Hippocrates dari Yunani, Galenus dari Roma,
sebagai perintis peletak dasar moralitas dan tradisi luhur kedokteran
sebagai suatu janji publik sepihak yang dibuat oleh kaum pengobat/dokter
akan mengusung model keteladanan tokoh panutan yang seragam dan
diakui dunia. Selain itu, suara batin atau nurani dokter sebagai manusia
bio-psiko-sosio-kultural-spiritual, akan melambangkan ajaran keteladanan
dan kebaikan sosial budaya dan agama masing-masing. Kumpulan janji
publik penuh keteladanan dan kesejawatan tersebut kemudian dirumuskan
oleh organisasi profesi dari negara tempat berpijak pengabdian profesi
menjadi norma etika dan disiplin. Perumusan norma etika berdasarkan
ajaran filsafat tentang universalitas kewajiban dalam relasi sosial partikular
dokter-pasien yang mengedepankan nilai-nilai tanggung jawab
profesional, kesejawatan dan proporsionalitas tugas dan jasa dokter dalam
rangka keberlangsungan profesi di era global. Ajakan orientasi panggilan
nurani demi tujuan umum kepentingan terbaik dan keselamatan pasien
sebagai bahagian dari komunitas atau masyarakat setempat dan
diterapkannya secara legeartis ilmu pengetahuan dan teknonolgi
kedokteran mutakhir yang senantiasa dinamis dan berkembang, disatukan
dalam norma profesi. Norma etika praktik kedokteran yang dibakukan
berfungsi sebagai ciri dan cara pedoman dokter dalam bersikap, bertindak
dan berperilaku profesional sehingga mudah dipahami, diikuti dan
dijadikan tolok ukur tanggung jawab pelayanan profesi yang seringkali
mendahului kebebasan profesi itu sendiri. Norma profesi, selain pelayanan
kesehatan termasuk juga dalam lapangan pendidikan dan penelitian dan
kegiatan sosial atau kesejawatan lainnya.
Khusus di Indonesia, perumusan norma dan penerapan nyata etika
kedokteran kepada perseorangan pasien/klien atau kepada komunitas/
masyarakat di segala bentuk fasilitas pelayanan kesehatan/kedokteran
juga didasarkan atas azas-azas ideologi bangsa dan negara yakni Pancasila,
Undang-Undang Dasar 1945. Menyadari bahwa pada akhirnya semua
pedoman etik dimanapun diharapkan akan menjadi penuntun perilaku
sehari-hari setiap dokter sebagai pembawa nilai-nilai luhur profesi,
pengamalan etika kedokteran yang dilandaskan pada moralitas
kemanusiaan akan menjadi tempat kebenaran “serba baik” dari manusia
penyandangnya. Para dokter Indonesia selayaknya menjadi model panutan
bagi masyarakatnya. Dokter Indonesia seharusnya memiliki keseluruhan
kualitas dasariah manusia baik dan bijaksana, yaitu sifat Ketuhanan,
kemurnian niat, keluhuran budi, kerendahan hati, kesungguhan dan
ketuntasan kerja, integritas ilmiah dan sosial, serta kesejawatan dan cinta
Indonesia. Dari pancaran kualitas dasariah tersebut pengamalan nilai-
nilai etik oleh siapapun dokternya, akan menjadi cahaya penerang
peradaban budaya profesi di tanah air tercinta Indonesia, pada situasi
dan kondisi apapun, dimanapun berada dan sampai kapan pun nanti.
Oleh karena itu pasal-pasal tentang KODEKI akan dijelaskan di bab 2
dalam makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja pasal-pasal yang terdapat dalam KODEKI (Kode Etik
Kedokteran Indonesia?
2. Apa makna dari masing-masing pasal tersebut?

1.3 Tujuan dan Manfaat


1. Agar mahasiswa mengetahui setiap pasal dari KODEKI (Kode Etik
Kedokteran Indonesia.
2. Agar calon dokter dan dokter indonesia menjadi seseorang yang
tidak hanya baik tetapi juga beretika dan bertanggung jawab dalam
mengemban tugasnya kepada masyarakat.

\
BAB II MACAM-MACAM

Pasal 1:

Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah


dokter

Cakupan pasal:
(1) Dokter lulusan Fakultas Kedokteran di Indonesia wajib melafalkan
sumpah/ janji dokter sebagaimana dimaksud pada Pasal 1, di depan
pimpinan fakultas kedokteran yang bersangkutan dalam suasana
khidmat.
(2) Dokter lulusan luar negeri dan/ atau dokter asing yang hendak
melakukan pekerjaan profesi di Indonesia wajib melafalkan sumpah/
janji dokter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 di depan pemimpin
IDI dan penjabat kesehatan setempat.
(3) Setiap dokter yang akan menjalankan tugas sebagai anggota tim
dokter pemeriksa atau pembuat visum et repertum/surat keterangan
ahli wajib menyatakan diri bahwa ia telah/belum melafalkan sumpah
sebagaimana dimaksud Pasal 1.
(4) Bunyi sumpah/ janji sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 cakupan
pasal (1) dan (2) sebagai berikut:
Demi Allah saya bersumpah, bahwa :
1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan
perikemanusiaan.
2. Saya akan menjalankan tugas dengan cara yang terhormat dan
bersusila sesuai dengan martabat pekerjaan saya sebagai dokter.
3. Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi
luhur profesi kedokteran.
4. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena
keprofesian saya.
5. Saya tidak akan menggunakan pengetahuan saya untuk sesuatu
yang bertentangan dengan perikemanusiaan, sekalipun diancam.
6. Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai saat pembuahan.
7. Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien, dengan
memperhatikan kepentingan masyarakat.
8. Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak
terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan,
gender, politik, kedudukan sosial dan jenis penyakit dalam
menunaikan kewajiban terhadap pasien.
9. Saya akan memberi kepada guru-guru saya penghormatan dan
pernyataan terima kasih yang selayaknya.
10. Saya akan perlakukan teman sejawat saya seperti saudara kandung.
11. Saya akan mentaati dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran
Indonesia.
12. Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan
mempertaruhkankehormatan diri saya.

Pasal 2:

Seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan keputusan profesional


secara independen, dan mempertahankan perilaku profesional dalam ukuran
yang tertinggi.

1. Seorang dokter wajib mempertahankan standar profesi, integritas


moral dan kejujuran intelektual dirinya sebagai dasar pengambilan
keputusan profesional.

2. Sesuai ilmu kedokteran mutakhir, sarana yg tersedia, kemampuan pasien,


etika umum, etika kedokteran, hukum dan agama.
3. Perawatan yg diberikan kpd pasien yg dirawat hendaknya adalah seluruh
kemampuan sang dokter dalam bidang ilmu pengetahuan dan
perikemanusiaan.

Pasal 3:
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh
dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan
kemandirian profesi.

1. Bukan untuk memperoleh keuntungan pribadi, tapi lebih didasari sikap


perikemanusiaan dan mengutamakan kepentingan pasien.
 Hal2 yg dilarang:
 Menjual sample obat
 Menjuruskan pasien untuk membeli obat tertentu
 Mengijinkan penggunaan nama dan profesi sebagai dokter
kepada yang tidak berhak
 Melakukan tindakan kedokteran yang tidak perlu atau tanpa
indikasi jelas
 Kunjungan ke rumah pasien (atau sebaliknya) hendaknya
seperlunya.
 Melakukan usaha untuk menarik perhatian umum.
 Meminta dahulu sebagian atau seluruhnya imbalan jasa
perawatan
 Meminta tambahan honorarium karena kasus yang sulit.
 Menjual nama dengan pasang papan praktek.
 Eksploitasi dokter lain
 Merujuk pasien ke sejawat kelompoknya.
2. Secara sendiri atau bersama menerapkan pengetahuan dan keterampilan
kedokteran dalam segala bentuk:
 Merendahkan jabatan
 Rujukan dokter umum ke dokter ahli/spesialis.
3. Menerima imbalan selain daripada jasa yang layak sesuai dengan jasanya
 Karena sifat perbuatannya yang mulia maka uang yang
diterimanya tidak diberi nama upah/gaji, melainkan
honorarium/imbalan jasa.
 Pedomannya sebagai berikut:
 Disesuaikan kemampuan pasien
 Berdasarkan karya dan tanggung jawab dokter dari
segi medik
 Dikomunikasikan pada pasien
 Sifatnya tidak mutlak dan tidak seragam
 Musibah akibat kecelakaan, maka pertolongan
pertama lebih utama daripada imbalan jasa.
 Pasien boleh meminta keringanan langsung pada
dokter ataupun melalui IDI setempat.
 Bila tidak serasi, maka IDI akan mendengarkan
kedua belah pihak.
 Imbalan spesialis lebih besar karena kelebihan
pengetahuan dan keterampilan spesialis juga
keharusan menyediakan alat kedokteran khusus
 Imbalan jasa+biaya perjalanan jika dipanggil
 Jasa malam hari/hari libur lebih tinggi
 Tidak boleh memberikan sebagian imbalan jasa
pada sejawat atau orang lain yg telah merujuk
pasien
 Imbalan jasa dokter perusahaan bisa tetap,
berdasarkan banyaknya konsultasi atau kombinasi.
 Tidak meminta imbalan jasa dari korban
kecelakaan, teman sejawat termasuk dokter gigi dan
apoteker serta keluarga, mahasiswa FK, bidan,
perawat dan orang yg dikehendakinya
 Kisaran imbalan jasa ditentukan bersama oleh
Kakanwil Depkes/ Dinkes dan IDI setempat.

Pasal 4:
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji
diri.

1. Karena pengetahuan dan keterampilan yang dimilkinya adalah karunia dan


kemurahan Tuhan YME.
 Perbuatan memuji diri:
 Gelar kesarjanaan tidak sesuai PP No.30/1990
 Wawancara dengan pers/tulisan tentang cara pengobatan
 Tulisan bersifat mendidik, bukan tentang hasil pengobatan
sendiri.
 Orang awam tidak boleh menghadiri pembedahan/
menyiarkan foto pembedahan
 Dokter mencegah nama dan hasil pengobatan di surat kabar
 Dibenarkan etik kedokteran:
 Pasang iklan di awal praktek
 Pasang papan nama di depan ruang praktek
 Kertas resep = SK = amplop = kwitansi (nama, SIP, alamat,
dan sebagainya)

Pasal 5:

Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis
maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah
memperoleh persetujuan pasien.

1. Menyembuhkan dan memulihkan kesehatan, dgn usaha:


 Menimbulkan dan mempertebal keyakinan pasien, pelihara
optimisme.
 Mengusahakan tind. Utk meningkatkan kesh.
 Menggunakan farmaka dan tind. Medis lain.
2. “kata yang tepat diberikan pada waktu yang tepat pula”
Pasal 6:

Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan


menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji
kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

1. Pelajari dulu segala pendapat dari pusat ilmu kedokteran


2. Tidak boleh plagiat

Pasal 7:

Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah
diperiksa sendiri kebenarannya.

1. Cuti sakit/cacat objektif dan logis


2. Keterangan lahir/mati sesuai keadaan sebenarnya.
3. Visum et repertum (pro justicia) objektif tanpa pengaruh.
4. Laporan uji kesehatan untuk asuransi
a. Objektif
b. Sebaiknya bukan pasien
c. Kesimpulan serahkan pada perusahaan asuransi
d. Persetujuan tertulis dari peserta asuransi

Pasal 7a:
Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan
pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral
sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas
martabat manusia.

Pasal 7b:
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan
sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui
memiliki kekurangan dalam karakter dan kompetensi, atau yang melakukan
penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien.

Pasal 7c:
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya dan
hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.

Pasal 7d:
Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup
makhluk insane

1. Segala perbuatan dokter bertujuan memelihara kesehatan dan kebahagiaan


pasiennya
2. Bila harus operasi orang yang menyetujui operasinya minimal harus
berusia 18 tahun
3. Yang tidak boleh dilakukan seorang dokter adala, sebagai berikut:
 Abortus provocatus
 Euthanasia

Pasal 8:

Dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter harus mengutamakan


kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan
kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif)
serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenarnya.

1. Sebagai tenaga profesi, mampu menggerakkan potensi yang ada bagi


terwujudnya tujuan kesehatan individu.
2. Promotif yaitu sebagai penggerak upaya masyarakat

3. Preventif, kuratif dan rehabilitatif yaitu selalu mengikuti perkembangan


ilmu pengetahuan kesehatan dan kedokteran.

Pasal 9:

Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan
bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.

1. Masalah kesehatan ditangani berbagai disiplin ilmu.


2. Dokter bisa berperan sebagai perorangan, anggota tim atau pemimpin tim.
 Peran perorangan yaitu harus bekerjasama dengan perawat
(bila ada), apoteker dan sejawat lain.
 Peran pimpinan yaitu bersikap adil pada bawahan, bersedia
bekerjasama, memberi bimbingan di bidang medis dan non
medis.

Pasal 10:

Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan semua ilmu dan
keterampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien,
ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam
penyakit tersebut.

1 Sikap : kejernihan berpikir dan ketelitian bertindak yg juga menenangkan


pasien.
2 Rujukan pasien : ” a GP is someone, who knows something about
everything, a specialist is someone who knows everything about
something”.
3 Konsultasi:
 Usul dari dokter yang pertama menangani.
 Pemriksa oleh konsulen di rumah sebaiknya dihadiri dokter
pertama.
 Bila dikirim ke tempat praktek spesialis, harus ada rujukan tertulis.
 Spesialis konsulen mengirim kembali pasien disertai jawaban.
 Tidak boleh memberitahukan kekeliruan dokter pertama pada
pasien.
 Konsulen menetapkan dan menagih sendiri imbalan jasanya.

Pasal 11:

Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasen agar senantiasa


dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan
atau dalam masalah lainnya.
1. Dokter berkewajiban atau wajib menghormati agama dan kepercayaan
pasien serta adat istiadat yang dihormati masyarakat setempat, khususnya
yg tidak bertentangan dengan ketentuan agama, per-UU-an yang berlaku
dan ketentuan di bidang kesehatan.

Pasal 12:

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang


seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

1. Memegang teguh rahasia jabatan


Arti pejabat disini meliputi, pejabat tinggi negara, pejabat militer, pendeta,
pengacara dan pejabat di dunia medis: dokter, dokter gigi, ahli farmasi,
bidan dan perawat.
2. Sesuai sumpah dokter (sumpah Hippocrates)
3. Pasal 322 KUHP, pasal 1365 KUH Perdata, Sumpah Dokter, PP
No.10/1966 tentang wajib simpan rahasia kedokteran.

Pasal 13:

Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas


perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bersedia dan lebih
mampu memberikan.

1. Dokter berhak dan wajib menolong pasien, apapun yang dideritanya


berdasarkan keterampilan dan keahliannya.
2. Setiap orang wajib memberikan pertolongan kepada siapapun yang
mengalami kecelakaan, apalagi seorang dokter.
3. Tindakan harus dapat dipertanggung jawabkan dan kalau memungkinkan
perlu persetujuan dari pasien atau keluarganya.

Pasal 14:

Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin


diperlakukan.
1. Hubungan sejawat bisa menjadi buruk karena perbedaan pendapat dalam
menangani pasien, cara mewakili sejawat yang cuti, sakit, dan sebagainya.
2. Cara untuk menanganinya adalah dengan memusyawarahkan pengurus IDI
atau MKEK.
3. Untuk menjalin hubungan baik dengan sejawat:
 Dokter yang baru menetap di suatu tempat mengunjungi sejawat
yang ada.
 Menjadi anggota IDI yang aktif mengikuti kegiatan.

Pasal 15:
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali
dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.

1. Akibat pasien kehilangan kepercayaan.


2. Dokter kedua sebaiknya menasehati pasien.
3. Dokter kedua sebaiknya memberitahukan dokter pertama tentang
pasiennya yg kita terima sebagai pasien kita (sesuai hak asasi).

Pasal 16:

Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan


baik.

1. Hindari mengobati diri sendiri, karena biasanya kurang tuntas.


2. Laksanakan tindakan melindungi diri sendiri.
3. Dokter wajib menjadi teladan dalam pelaksanaan perilaku sehat.

Pasal 17:

Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan


teknologi kedokteran / kesehatan.

1. Iptekdok berkembang pesat sesuai meningkatnya kebutuhan masyarakat


akan kesehatan yang memadai dan lebih baik
2. Melalui studi literatur (buku, majalah ilmiah, brosur), simposium, seminar,
lokakarya, pelatihan, dan sebagainya.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
KODEKI dibuat agar para dokter di Indonesia bertanggung jawab
penuh kepada pasiennya selama masa pengobatan. Selain itu, agar dokter
dan pasien dapat berhubungan dengan baik tanpa ada kesalahpahaman dan
rasa tidak nyaman dari keduanya.
Bentuk implementatif KODEKI saat ini diharapkan akan
mempermudah pelaksanaan tugas MKEK bersama dewan etika
perhimpunan untuk menyidangkan kasus aduan ke profesi, tentang
sengketa medik, konnflik etikolegal maupun dokter bermasalah. Bersama
buku Pedoman Organisasi dan Tatalaksana Kerja MKEK (Buku Putih),
KODEKI menjadi acuan untuk pembinaan sejawat yang melanggar.
3.2 Saran
Diharapkan agar mahasiswa fakultas kedokteran nantinya dapat
menerapkan KODEKI ini di dunia medis sesungguhnya agar tercipta
hubungan baik antara dokter dan pasien.
KODEKI

(KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

NAMA BAGUS : JUVENILE NASOPHARYNGEAL ANGIOFIBROMA

NAMA : ANINDA PUTRI MULYANI

NAMA KELOMPOK : EAR, NOSE, AND THROATS

NIM : 201410330311112

Anda mungkin juga menyukai