Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehadiran anak bagi orang tua merupakan suatu tantangan sehubungan
dengan masalah dependensi/ketergantungan, disiplin, meningkatkan mobilitas dan
keamanan bagi anak. Rang tua sering keliru dalam memberlakukan anak karena
ketidaktahuan mereka akan cara membimbing dan mengasuh yang benar. Apabila
hal ini terus berlanjut, maka pertumbuhan anak dapat terhambat.
Saat ini terjadi pergeseran peran orang tua, misalnya kedua orang tua lebih
banyak beraktifitas di luar rumah dan tingginya mobilitas di masyarakat. Untuk
itu diperlukan keseimbangan bagi model peran tradisional dalam pendidikan anak.
Orang tua pada masa sekarang memerlukan tenaga professional untuk
memberikan bimbingan guna merawat dan memelihara anak.
Sebagai bagian dari tenaga professional perawatan kesehatan, perawat
mempunyai peran yang cukup penting dalam membantu memberikan bimbingan
dan pengarahan pada orang tua, sehingga setiap fase dari kehidupan anak yang
kemungkinan mengalami trauma, seperti latihan buang air besar/kecil (toilet
training) dan ketakutan yang abstrak pada usia prasekolah dapat dibimbing secara
bijaksana.
1.2 Rumusan Masalah
1. Pengertian Anticipatory Guidance?
2. Tahapan Usia Anticipatory Guidace?
3. Pencegahan Terdahap Kecelakaan?
4. Pendidikan Kesehatan Untuk Orang Tua?
5. Pengertian Toilet Training?
6. Tahapan Toilet Training?
7. Keuntungan Toilet Training?
8. Faktor – Faktor Toilet Training?
9. Pengkajian Masalah Toilet Training?
10. Dampak Toilet Training?
11. Cara – Cara Toilet Training?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Anticipatory Guidance?
2. Untuk mengetahui tahapan Anticipatory Guidance?
3. Bagaimana pencegahan Anticipatory Guidance?
4. Bagaimana pendidikan kesehatan untuk orang tua?
5. Untuk mengetahui pengertian dari Toilet Training?
6. Untuk mengetahui saja tahapan Toilet Training?
7. Apakah keuntungan Toilet Training?
8. Apakah faktor – faktor Toilet Training?
9. Apakah pengkajian masalah Toilet Training?
10. Apakah dampak Toilet Training?
11. Bagaimana cara–cara Toilet Training?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Anticipatory Guidance


Anticipatory Guidance merupakan petunjuk-petunjuk yang perlu diketahui
terlebih dahulu agar orang tua dapat mengarahkan dan membimbing anaknya
secara bijaksana, sehingga anak dapat bertumbuh dan berkembang secara normal.
Pemberian bimbingan kepada orang tua untuk mengantisipasi hal-hal yang terjadi
pada setiap tingkat pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan pertumbuhan
dan perkembangan anak.
Memberitahukan/upaya bimbingan kepada orang tua tentang tahapan
perkembangan sehingga orang tua sadar akan apa yang terjadi dan dapat
memenuhi kebutuhan sesuai dengan usia anak.
Bimbingan Antisipasi (Anticipatory Guidance) adalah bantuan perawat
terhadap orang tua dalam mempertahankan dan meningkatkan kesehatan melalui
upaya orang tua dalam mempertahankan dan meningkatkan kesehatan melalui
upaya pertahanan nutrisi yang adekuat, pencegahan kecelakaan dan supervise
kesehatan (Maslow, 1988).
2.2 Tahapan Usia Anticipatory Guidance
1. Anticipatory Guidance Pada Masa Bayi (0-12 Bulan)
A. Usia 6 (enam) bulan pertama
a. Memahami adanya proses penyesuaian antara orang tua dengan
bayinya, terutama pada ibu yang membutuhkan
bimbingan/asuhan pada masa setelah melahirkan.
b. Membantu orang tua untuk memahami bayinya sebagai individu
yang mempunyai kebutuhan dan untuk memahami bagaimana
bayi mengekspresikan apa yang diinginkan melalui tangisan.
c. Menentramkan orang tua bahwa bayinya tidak akan menjadi
manja dengan adanya perhatian yang penuh selama 4-6 bulan
pertama.
d. Menganjurkan orang tua untuk membuat jadwal kebutuhan bayi
dan orang tuanya.
e. Membantu orang tua untuk memahami kebutuhan bayi terhadap
stimulasi lingkungan.
f. Menyokong kesenangan orang tua dalam melihat petumbuhan
dan perkembangan bayinya, yaitu dengan bersahabat dan
mengamati respon social anak misalnya dengan
tertawa/tersenyum.
g. Menyiapkan orang tua untuk memenuhi kebutuhan rasa aman
dan kesehatan bagi bayi misalnya imunisasi.
h. Menyiapkan orang tua untuk mengenalkan dan memberikan
makanan padat.
B. Usia 6 (enam) bulan kedua
a. Menyiapkan orang tua akan danya ketakutan bayi terhadap orang
yang belum dikenal (stranger anxiety).
b. Menganjurkan orang tua untuk mengizinkan anaknya dekat
dengan ayah dan ibunya serta menghindarkan perpisahan yang
terlalu lama dengan anak tersebut.
c. Membimbing orang tua untuk mengetahui disiplin sehubungan
dengan semakin meningkatnya mobilitas (pergerakan si bayi).
d. Menganjurkan untuk mengguanakan suara yang negative dan
kontak mata daripada hukuman badan sebagai suatu disiplin.
Apabila tidak berhasil, gunakan 1 pukulan pada kaki atau
tangannya.
e. Menganjurkan orang tua untuk memberikan lebih banyak
perhatian ketika bayinya berkelakuan baik dari pada ketika ia
menangis.
f. Mengajrkan mengenai pencegahan kecelakaan karena
ketrampilan motorik dan rasa ingin tahu bayi meningkat.
g. Menganjurkan orang tua untuk meninggalkan bayinya beberapa
saat dengan pengganti ibu yang menyusui.
h. Mendiskusikan mengenai kesiapan untuk penyapihan.
i. Menggali perasaan ornag tua sehubungan dengan pola tidur
bayinya.
2. Anticipatory Guidance Pada Masa Toddler (1-3 Tahun)
A. Usia 12-18 bulan
a. Menyiapkan orang tua untuk antisipasi adanya perubahan tingkah
laku dari toodler terutama negativism.
b. Mengkaji kebiasaan makan dan secara bertahap penyapihan dari
botol serta peningkatan asupan makanan padat.
c. Menyediakan makanan selingan antara 2 waktu makan dengan
rasa yang disukai.
d. Mengkaji pola tidur malam, kebiasaan memakai botol yang
merupakan penyebab utama gigi berlubang.
e. Mencegah bahaya yang dapat terjadi di rumah.
f. Perlu ketentuan-ketentuan/disiplin dengan lembut untuk
meminimalkan negativism, tempertantrum serta penekanan akan
kebutuhan yang positif dan disiplin yang sesuai.
g. Perlunya mainan yang dapat meningkatkan berbagai aspek
perkembangan anak.
B. Usia 18-24 bulan
a. Menekankan pentingnya persahabatan dalam bermain.
b. Menggali kebutuhan untuk menyiapkan kehadiran adik baru.
c. Menekankan kebutuhan akan pengawasan terhadap kesehatan gigi
dan kebiasaan-kebiasaan pencetus gigi berlubang.
d. Mendiskusikan metode disiplin yang ada.
e. Mendiskusikan kesiapan psikis dan fisik anak untuk toilet
training.
f. Mendiskusikan berkembangnya rasa takut anak.
g. Menyiapkan orang tua adanya tanda regresi pada waktu
mengalami stress.
h. Mengkaji kemampuan anak untuk berpisah dengan orang tua.
i. Memberi kesempatan orang tua untuk mengekspresikan
kelelahan, frustasi dan kejengkelan dalam merawat anak usia
toodler.
C. Usia 24-36 bulan
a. Mendiskusikan pentingnya meniru dan kebutuhan anak untuk
dilibatkan dalam kegiatan.
b. Mendiskusikan pendekatan yang dilakuakan dalm toilet training.
c. Menekankan keunikan dari proses berfikir toodler terutama untuk
bahasa yang diungkapkan.
d. Menekankan disiplin harus tetap terstruktur dengan benar dan
nyata, hindari kebingungan dan salah pengertian.
e. Mendiskusikan adanya Taman kanak-kanak atau play group.
3. Anticipatory Guidance Pada Masa Preschool (3-5 Tahun)
Pada masa ini petunjuk bimbingan tetap diperlukan walaupun
kesulitannya jauh lebih sedikit dibandingkan tahun sebelumnya.
Sebelumnya, pencegahan kecelakaan dipusatkan pada pengamatan
lingkungan terdekat, dan kurang menekankan pada alas an-alasannya.
Sekarang proteksi pagar, penutup stop kontak disertai dengan penjelasan
secara verbal dengan alasan yang tepat dan dapat dimengerti.
Masuk sekolah adalah bentuk perpisahan dari rumah baik bagi orang tua
maupun anak. Oleh karena itu, orang tua memerlukan bantuan dalam
melakukan penyesuaian terhadap perubahan ini, terutama bagi Ibu yang
tinggal di rumah/tidak bekerja. Ketika anak mulai masuk Taman kanak-
kanak, maka ibu mulai memerlukan kegiatan-kegiatan di luar keluarga,
seperti keterlibatannya dalam masyarakat atau mengembangkan karier.
Bimbingan terhadap orang tua pada masa ini dapat dilakukan pada anak
umur 3, 4, 5 tahun.
1. Usia 3 tahun
a. Menganjurkan orang tua untuk meningkatkan minat anak
dalam hubungan yang luas.
b. Menekankan pentingnya batas-batas / peraturan-peraturan.
c. Mengantisipasi perubahan perilaku agresif.
d. Menganjurkan orang tua menawarkan anaknya alternative-
alternatif pilihan pada saat anak bimbang.
e. Perlunya perhatian ekstra.
2. Usia 4 tahun
a. Menyiapkan orang tua terhadap perilaku anak yang agresif,
termasuk aktifitas motorik dan bahasa yang mengejutkan.
b. Menyiapkan orang tua menghadapi perlawanan anak terhadap
kekuasaan orang tua.
c. Kaji perasaan orang tua sehubungan dengan tingkah laku anak.
d. Menganjurkan beberapa macam istirahat dari pengasuh utama,
seperti menempatkan anak pad ataman kanak-kanak selama
setengah hari.
e. Menyiapkan orang tua untuk menghadapi meningkatnya rasa
ingin tahu seksual pada anak.
f. Menekankan pentingnya batas-batas yang realistic dari tingkah
laku.
g. Mendiskusikan disiplin.
h. Menyiapkan orang tua untuk meningkatkan imajinasi di usia 4
tahun, dimana anak mengikuti kata hatinya dalam “ketinggian
bicaranya” (bedakan dengan kebohongan) dan kemahiran anak
dalam permainan yang membutuhkan imajinasi.
i. Menyarankan pelajaran berenang.
j. Menjelaskan perasaan-perasaan Oedipus dan reaksi-reaksinya.
Anak laki-laki biasanya lebih dekat dengan ibunya dan anak
perempuan dengan ayahnya. Oleh karena itu, anak perlu
dibiasakan tidur terpisah dengan orang tuanya.
k. Menyiapkan orang tua untuk mengantisipasi mimpi buruk anak
dan menganjurkan mereka agar tidak lupa untuk
membangunkan anak dari mimpi yang menakutkan.
3. Usia 5 tahun
a. Memberikan pengertian bahwa usia 5 tahun merupakan
periode yang relative lebih tenang dibandingkan masa
sebelumnya.
b. Menyiapkan dan membantu anak memasuki lingkungan
sekolah.
c. Mengingatkan imunisasi yang lengkap sebelum masuk
sekolah.
d. Meyakinkan bahwa Usia tersebut adalah periode tenang pada
anak.
4. Anticipatory Guidance Pada Masa Usia Sekolah (6-12 Tahun)
1. Usia 6 tahun
a. Bantu orang tua memahami kebutuhan mendorong anak
berinteraksi dengan teman.
b. Ajarkan pencegahan kecelakaan dan keamanan terutama naik
sepeda.
c. Siapkan orang tua untuk peningkatan interst anak ke luar
rumah.
d. Dorong orang tua untuk respek terhadap kebutuhan anak
terhadap privacy dan menyiapkan kamar tidur yang berbeda.
2. Usia 7-10 tahun
a. Menakankan untuk mendorong kebutuhan dalam kemandirian.
b. Tertarik beraktifitas diluar rumah.
c. Siapkan orang tua untuk perubahan pada wanita pubertas.
3. Usia 11-12 tahun
a. Bantu orang tua untuk menyiapkan anak tentang perubahan
tubuh pubertas.
b. Anak wanita pertumbuhan cepat.
c. Sex education yang adekuat dan informasi yang adekuat.
2.3 Pencegahan Terhadap Kecelakaan Pada Anak
Kecelakaan merupakan kejadian yang dapat menyebabkan kematian pada
anak. Kepribadian adalah factor pendukung terjadinya kecelakaan.Orang tua
bertanggungjawab terhadap kebutuhan anak, menyadari karakteristik perilaku
yang menimbulkan kecelakaan waspada terhadap factor-faktor lingkungan yang
mengancam keamanan anak.
Faktor-faktor Yang Menyebabkan Kecelakaan
a. Jenis kelamin, biasanya lebih banyak pada laki-laki karena lebih aktif di
rumah.
b. Usia.pada kemampuan fisik dan kognitif, semakin besar maka semakin
tahu mana yang bahaya.
c. Lingkungan, adanya penjaga atau pengasuh.
Cara Pencegahan:
a. Pemahaman tingkat perkembangan dan tingkahlaku anak.
b. Kualitas asuhan meningkat.
c. Lingkungan aman.
Bahaya umum yang harus diperhatikan ortu:
a. Lantai rumah yang basah atau licin
b. Rumah dengan tangga yang curam 7 tidak ada pegangan.
c. Alat makan dari bahan pecah belah
d. Penyimpanan zat berbahaya yang terbuka & dapat dijangkau anak
e. Adanya sumur yang terbuka
f. Adanya parit di depan/samping rumah
g. Rumah yang letaknya di pinggir jalan raya
h. Kompor/alat memasak yang dijangkau anak
i. Kabel listrik yang berantakan
j. Stop kontak yang tidak tertutup
Upaya yang dapat dilakukan ortu di rumah:
a. Benda tajam disimpan di tempat yang aman
b. Benda kecil disimpan dalam laci yang tertutup
c. Zat yang berbahaya disimpan dalam almari terkunci
d. Amankan kompor dan berikan penutup yang aman
e. Jaga lantai rumah selalu bersih dan kering
f. pabila ada tangga, pasang pintu di bagian bawah atau atas tangga
g. Sekring listrik harus tertutup
h. Apabila ada parit, tutup dengan papan atau semen
i. Bagi yang rumahnya di tepi jalan raya, sebaiknya da pintu pagar yang
tertutup rapat
j. Apabila ada sumur, tutup sehingga tidak bisa dibuka anak
k. Bila bayi tidur, berikan p[engaman di pinggir tempat tidur
2.4 Pencegahan Terhadap Kecelakaan:
1. Masa Bayi
Jenis kecelakaan: Aspirasi benda, jatuh, luka baker, keracunan, kurang
O2.
Pencegahan
a. Aspirasi: bedak, kancing, permen (hati-hati).
b. Kurang O2: plastic, sarung bantal.
c. Jatuh: tempat tidur ditutup, pengaman (restraint), tidak pakai kursi
tinggi.
d. Luka bakar: cek air mandi sebelum dipakai.
e. Keracunan: simpan bahan toxic dilemari.
2. Masa Toddler
Jenis kecelakaan:
a. Jatuh/luka akibat mengendarai sepeda.
b. Tenggelam.
c. Keracunan atau terbakar.
d. Tertabrak karena lari mengejar bola/balon.
e. Aspirasi dan asfiksia.
Pencegahan :
a. Awasi jika dekat sumber air.
b. Ajarkan berenang.
c. Simpan korek api hati-hati terhadap kompor masak dan strika.
d. Tempatkan bahan kimia/toxic di lemari.
e. Jangan biarkan anak main tanpa pengawasan.
f. Cek air mandi sebelum dipakai.
g. Tempatkan barang-barang berbahaya ditempat yang aman.
h. Jangan biarkan kabel listrik menggantung mudah ditarik.
i. Hindari makan ikan yang ada tulang dan makan permen yang
keras.
j. Awasi pada saat memanjat, lari, lompat karena sense of balance.
3. Pra Sekolah
Kecelakaan terjadi karena anak kurang menyadari potensial bahaya:
obyek panas, benda tajam, akibat naik sepeda misalnya main di jalan, lari
mengambil bola/layangan, menyeberang jalan.
Pencegahan ada 2 Cara:
1. Mengontrol lingkungan.
2. Mendidik anak terhadap keamanan dan potensial bahaya.
a. Jauhkan korek api dari jangkauan
b. Mengamankan tempat-tempat yang secara potensial dapat
membahayakan anak.
c. Mendidik anak: Cara menyeberang jalan, arti rambu-rambu
lalulintas, Cara mengendarai peran orang tua = perlu belajar
mengontrolàsepeda yang aman lingkungan.
4. Usia Sekolah
a. Anak sudah berpikir sebelum bertindak.
b. Aktif dalam kegiatan: mengendarai sepeda, mendaki gunung,
berenang.
c. Perawat mengajarkan keamanan:
1) Aturan lalu-lintas bagi pengendara sepeda.
2) Aturan yang aman dalam berenang
3) Mengawasi pada saat anak menggunakan alat berbahaya:
gergaji, alat listrik.
4) Mengajarkan agar tidak menggunakan alat yang bisa
meledak/terbakar.
5. Remaja
a. Penggunaan kendaraan bermotor bila jatuh dapat: fraktur, luka pada
kepala.
b. Kecelakaan karena olah raga.
Pencegahan:
a. Perlu petunjuk dalam penggunaan kendaraan bermotor
sebelumnya ada negosiasi antara orang tua dengan remaja.
b. Menggunakan alat pengaman yang sesuai.
c. Melakukan latihan fisik yang sesuai sebelum melakukan olah
raga.
2.5 Pendidikan Kesehatan Untuk Orang Tua
a. Upaya pencegahan kecelakaan pada anak orang tua harus diberikan
bimbingan dan antisipasi pendidikan kesehatan.
b. Prinsip pendidikan kesehatan: Diberikan berdasarkan kebutuhan spesifik
klien. Pendidikan kesehatan yang diberikan harus bersifat menyeluruh
Hanya terjadi interaksi timbal balik antara perawat dan orang tua dan
bukan hanya perawat sefihak yang aktif memberikan materi pendidikan
kesehatan Pendidikan kesehatan diberikan dengan mempertimbangkan
Usia klien yang menerimanya. Proses pendidikan kesehatan harus
memperhatikan prinsip belajar dan mengajar. Perubahan perilaku pada
orang tua menjadi tujuan utama pendidikan kesehatan yang diberikan.
2.6 Pengertian Toilet Training
Toilet Training adalah suatu usaha untuk melatih anak agar mampu
mengontrol dalam melakukan buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB),
menurut Hidayat (2008).Toilet Training merupakan latihan kebersihan, dimana
diperlukan kemampuan fisik untuk mengontrol sphincter ani dan uretra dan
tercapai kadang – kadang setelah anak bisa berjalan (Whaley & Wong,
1999).Toilet training ini dapat berlangsung pada fase kehidupan anak yaitu umur
18 bulan sampai 2 tahun dalam melakukan latihan BAB dan BAK pada anak
membutuhkan persiapan baik secara fisik, psikologis, maupun secara intelektual.
Melalui perisiapan tersebut diharapkan anak mampu mengontrol BAB atau BAK.
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan definisi Toilet
Training adalah sebuah usaha pembiasan mengontrol BAK dan BAB secara benar
dan teratur.
2.7 Tahapan Toilet Training
Mengajarkan toilet training pada anak memerlukan beberapa tahapan seperti
membiasakan menggunakan toilet pada anak untuk buang air, dengan
membiasakan anak untuk masuk ke dalam WC anak akan cepat adaptasi. Anak
juga perlu dilatih untuk duduk di toilet meskipun dengan pakaian lengkap dan
jelaskan kepada anak kegunaan dari toilet.Lakukan secara rutin pada anak ketika
anak terlihat ingin buang air.
Anak di biarkan duduk di toilet pada waktu-wajtu tertentu setiap hari,
terutama 20 menit setelah bangun tidur dan seusai makan, ini bertujuan agar anak
dibiasakan dengan jadwal buang airnya. Anak sesekalienkopresis (mengompol)
dalam masa toilet training itu mrupakan hal yang normal.Anak apabila berhasil
melakukan toilet training maka orang tua dapat memberikan pujian dan jangan
menyalahkan apabila anak belum dapat melakukan dengan baik (Pambudi, 2006).
A. Tahap Pengendalian Kandung Kemih (Thomson, 2003)
1. Kurun waktu anak tidak memakai popok semakin lama. Ini artinya
kandung kemihnya semakin berkembang dan kapasitas menyimpan
lebih besar.
2. Anak sadar kalau air seninya akan keluar dan memberitahukan kita
apabila celananya basah.
3. Anak bisa melapor tepat pada waktunya, sehingga orang tua bisa
mengantarkannya ke toilet.
4. Anak bisa pergi ke kamar kecil sendiri.
5. Tidak mengompol di siang dan malam hari.
Prinsip dalam melakukan toilet training ada 3 langkah yaitu melihat
kesiapan anak, persiapan dan perencanaan serta toilet training itu sendiri:
1. Melihat Kesiapan Anak
Salah satu pertanyaan utama tentang toilet training adalah kapan waktu
yang tepat bagi orang tua untuk melatih toilet training. Sebenarnya
tidak patokan umur anak yang tepat dan baku untuk toilet training,
karena setiap anak mempunyai perbedaan dalam hal fisik dan proses
biologisnya. Orang tua harus mengetahui kapan waktu yang tepat bagi
anak untuk dilatih buang air dengan benar.Para ahli menganjurkan
untuk melihat tanda kesiapan anak itu sendiri, anak harus memiliki
kesiapan terlebih dahulu sebelum menjalani toilet training. Bukan
orang tua yang menentukan kapan anak harus memulai proses toilet
training akan tetapi anak harus memperlihatkan tanda kesiapan toilet
training, hal ini untuk mencegah terjadinya beberapa hal yang tidak
diinginkan seperti pemaksaan dari orang tua atau anak trauma melihat
toilet.
2. Persiapan dan Perencanaan
Prinsip ada 4 aspek dalam tahap persiapan dan perencanaan. Hal yang
perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut gunakan istilah yang mudah dimenegrti
oleh anak yang menunjukkan perilaku buang air besar (BAB)/buang air kecil
(BAK). Orang tua memperlihatkan penggunaan toilet pada anak sebab pada usia
anak ini cepat meniru tingkah laku orang tua. Orang tua hendaknya segera
mungkin mengganti celana anak bila basah karena enkporesis (mengompol) atau
terkena kotoran, sehingga anak merasa risih bila memakai celana yang basah dan
kotor. Meminta pada untuk memberitahu atau menunjukkan bahasa tubuhnya
apabila ia ingin buang air kecil (BAK) atau buang air besar (BAB) dan bila anak
mampu mengendalikan dorongan buang air maka jangan lupa berikan pujian pada
anak (Farida, 2008).
Selain itu ada juga persiapan dan perencanaan yang lain:
1. Mendiskusikan tentan toilet training dengan anak
Orang tua bisa menunjukkan dan menekankan bahwa pada anak
kecil memakai popok dan pada anak besar memakai celana
dalam. Orang tua juga bisa membacakan cerita tentang Cara yang
benar dan tepat ketika buang air.
2. Menunjukkan penggunaan toilet
Orang tua harus melakukan sesuai dan jenis kelamin anak (ayah
dengan anak laki-laki dan ibu dengan anak perempuan).Orang tua
juga bisa meminta kakaknya untuk menjunjukkan pada adiknya
bagaimana menggunakan toilet dengan benar (disesuaikan juga
dengaan jenis kelamin).
3. Membeli pispot sesuai dengan kanyamanan anak
Pispot ini digunakan untuk mealatih anak sebelum ia, bisa dan
terbiasa untuk duduk di toilet. Anak bisa langsung menggunakan
toilet orang dewasa, kemungkinan anak akan takut karena lebar
dan terlalu tinggi untuk anak atau tidak merasa nyaman. Pispo
disesuai dengan kebutuhan anak, diharapkan dia akan terbiasa
dulu buang air di pispotnya baru kemudian diarahkan ke toilet
sebenarnya. Orang tua saat hendak membeli pispot usahakan
untuk melibatkan anak sehingga dia bisa menyesuaikan dudukan
pispotnya atau memilih warna, gambar atau bentuk yang ia sukai.
4. Pilih dan rencanakan metode reward untuk anak
Suatu proses yang panjang dan tidak mudah seperti toilet training
ini, seringkali dibutuhkan suatu bentuk reward atau reinforcement
yang bisa menunjukkan kalau ada kemajuan yang dilakukan anak
dengan sistem reward yang tepat. Anak juga bisa melihat sendiri
kalau dirinya bisa melakukan kemajuan dan bisa mengerjakan apa
yang sudah terjadi tuntuntan untuknya sehingga hal ini akan
menambah rasa mandiri dan percaya dirinya. Orang tua bisa
memilih metode peluk cinta serta pujian di depan anggota
keluarga yang lain ketika dia berhasil melakukan sesuatu atau
mungkin orang tua bisa menggunakan sistem stiker/bintang yang
ditempelkan di bagian “keberhasilan” anak.
3. Toilet Training
Proses toilet training ada beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :
1. Membuat jadwal untuk anak
Orang tua bisa menyusun jadwal dengan mudah ketika orang tua
tahu dengan tepat kapan anaknya bisa buang air besar (BAB) atau
buang air kecil (BAK).Orang tua bisa memilih waktu selama 4 kali
dalam sehari untuk melatih anak yaitu pagi, siang, sore, dan malam
bila orang tua tidak mengetahui jadwal yang pasti BAK atau BAB
pada anak.
2. Melatih anak untuk duduk di pispotnya
Orang tua sebaiknya tidak memupuk impian bahwa anak akan
segera menguasai dan terbiasa untuk duduk di pispot dan buang air
disitu. Awalnya anak akan dibiasakan dulu duduk di pispotnya
dan ceritakan padanya bahwa pispot itu digunakan sebagai tempat
membuang kotoran. Orang tua bisa memulai memberikan
rewardnya ketika anak bisa duduk dipispotnya selama 2 - 3 menit.
Misalnya ketika anak bisa menggunakan pispotnya untuk BAK
maka reward yang diberikan orang tua harus lebih bermakna dari
pada yang sebelumnya.
3. Orang tua menyesuaikan jadwal yang dibuat dengan kemajuan
yang diperlihatkan oleh anak: Misalnya hari ini pukul 09.00 pagi
anak buang air kecil (BAK) di popoknya, maka esok harinya orang
tua sebaiknya membawa anak ke pispotnya pada pukul 08.30 atau
bila orang tua melihat bahwa beberapa jam setelah buang air kecil
(BAK) yang terakhir anak tetap kering, bawalah dia ke pispot
untuk buang air kecil (BAK). Hal yang terpenting adalah orang tua
harus menjadi pihak yang pro aktif membawa anak ke pispotnya
jangan terlalu berharap anak akan langsung mengatakan pada orang
tua ketika dia ingin buang air besar (BAB) atau buang air kecil
(BAK).
4. Buatlah bagan anak supaya dia bisa melihat sejauh mana kemajuan
yang bisa dicapainya dengan stiker lucu dan warna-warni, orang
tua bisa meminta anaknya untuk menempelkan stiker tersebut di
bagan itu. Anak akan tahu sudah banyak kemajuan yang dia buat
dan orang tua bisa mengatakan padanya orang tua bangga dengan
usaha yang dilakukan anak (Dr Sears, 2006).
Berdasarkan uraian tentang tahapan melatih toilet training dapat
disimpulkan bahwa orang tua selayaknya melihat kesiapan anak untuk toilet
training terlebih dahulu kemudian mendiskusikan tentang toilet training dengan
anak agar anak tidak merasa terpaksa melakukannya. Membiasakan anak
menggunakan toilet untuk buang air, ini agar anak beradaptasi terlebih dahulu dan
orang tua dapat memperlihatkan penggunaan toilet untuk menarik perhatian anak
terhadap toilet.Meminta pada anak untuk memberitahukan bahasa tubuhnya
apabila anak ingin buang air, bila anak berhasil melakukan buang air dengan
benar berikan pujian pada anak.

2.8 Keuntungan Dilakukan Toilet Training


Kemandirian Toilet Training juga dapat menjadi awal terbentuknya
kemandirian anak secara nyata sebab anak sudah bisa untuk melakukan hal-hal
yang kecil seperti buang air kecil dan buang air besar. Mengetahui bagian-bagian
tubuh dan fungsinya Toilet Training bermanfaat pada anak sebab anak dapat
mengetahui bagian-bagian tubuh serta fungsinya (anatomi) tubuhnya. Dalam
proses toilet training terjadi pergantian implus atau rangsangan dan instink anak
dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar.

2.9 Faktor – Faktor Toilet Training


A. Faktor Yang Mempengaruhi Kesiapan Toilet Training
1. Minat
Suatu minat telah diterangkan sebagai sesuatu dengan apa anak
mengidentifikasi kebenaran pribadinya. Minat tumbuh dari tiga jenis
pengalaman belajar.Pertama, ketika anak-anak menemukan sesuatu
yang menarik perhatian mereka.Kedua, mereka belajar melalui
identifikasi dengan orang yang dicintai atau di kagumi.Ketiga,
mungkin berkembang melalui bimbingan dan pengarahan seseorang
yang mahir menilai kemampuan anak. Perkembangan kemampuan
intelektual memungkinkan anak menangkap perubahan-peubahan
pada tubuhnya sendiri dan perbedaan antara tubunya dengan tubuh
temannya sebaya dengan orang dewasa, sehingga dengan adanya
bimbingan atau pengarahan dari orang tua sangatlah mungkin
seorang anak dapat melakukan toilet training sesuai apa yang
diharapkan (Hidayat, 2008).
2. Pengalaman
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara
mengulang kembali pengalaman yang telah diperoleh dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa
lalu (Notoatmodjo, 2003).
3. Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
terhadap pembentukan dan perkembangan perilaku individu
baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-psikologis termasuk
di dalamnya adalah belajar (Sudrajat, 2008).
B. Faktor Yang Mendukung Toilet Training
1. Kesiapan Fisik
a. Usia telah mencapai 18-24 bulan.
b. Dapat jongkok kurang dari 2 jam.
c. Mempunyai kemampuan motorik kasar seperti duduk dan
berjalan.
d. Mempunyai kemampuan motorik halus seperti membuka celana
dan pakaian.
2. Kesiapan Mental
a. Mengenal rasa ingin berkemih dan devekasi.
b. Komunikasi secara verbal dan nonverbal jika merasa ingin
berkemih.
c. Keterampilan kognitif untuk mengikuti perintah dan meniru
perilaku orang lain.
3. Kesiapan Psikologis
a. Dapat jongkok dan berdiri ditoilet selama 5-10 menit tanpa
berdiri dulu.
b. Mempunyai rasa ingin tahu dan penasarsan terhadap kebiasaan
orang dewasa dalam BAK dan BAB.
c. Merasa tidak betah dengan kondisi basah dan adanya benda
padat dicelana dan ingin segera diganti.
4. Kesiapan Anak
a. Mengenal tingkat kesiapan anak untuk berkemih dan devekasi.
b. Ada keinginan untuk meluangkan waktu untuk latihan berkemih
dan devekasi pada anaknya.
c. Tidak mengalami koflik tertentu atau stress keluarga yang berarti
(Perceraian).
2.10 Pengkajian Masalah Toilet Training
Pengkajian kebutuhan terhadap toilet training merupakan suatu yang harus
diperhatikan sebelum anak melakukan buang air kecil atau buang air besar,
mengingat anak yang melakukan buang air besar dan buang air kecil melalui
proses keberhasilan dan kegagalan, selama buang air besar dan buang air kecil.
Proses tersebut akan dialami oleh setiap anak untuk mencegah terjadinya
kegagalan maka perlu dilakukan suatu pengkajian fisik, psikologis, dan
penngkajian intelektual (Hidayat, 2005)

A. Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik yang harus diperhatikan pada anak yang akan
melakukan buang air besar dan buang air kecil dapat meliputi
kemampuan motorik kasar, seperti: duduk, berjalan, meloncat, dan
kemampuan motoric halus seperti: mampu melepas celana sendiri.
Kemampuan motorik halus ini harus mendapat perhatian karena
kemampuan untuk buang air besar ini lancar dan tidak ditunjang dari
kemampuan fisik sehingga ketika anak berkeinginan buang air kecil atau
besar sudah mampu dan siap melaksanakannya.Selain itu yang harus
dikaji adalah pola buang air besar yang sudah teratur, tidak mengompol
setelah tidur, dan lain-lain.
B. Pengkajian Psikologis
Pengkajian Psikologis yang dapat dilakukan adalah gambaran psikologis
pada anak ketika akan melakukan buang air besar dan kecil, seperti:
a) Anak tidak rewel ketika buang air besar
b) Anak tidak menangis ketika buang air besar
c) Ekspresi wajah menunjukkan kegembiraan dan ingin melakukan
secara sendiri
d) Anak sabar dan mau tetap tinggal di toilet selama 5-10 menit tanpa
rewel atau meninggalkannya, adanya keingin tahuan kebiasaan
toilet training pada orang dewasa atau saudaranya, adanya
ekspresi untuk menyenangkan orang tuanya.
C. Pengkajian Intelektual
a) Kemampuan anak untuk mengerti buang air besar dan buang air
kecil
b) Kemampuan mengkomunikasikan buang air besar dan buang air
kecil
c) Anak menyadari timbulnya buang air besar dan buang air kecil
d) Mempunyai kemampuan kognitif untuk meniru perilaku yang tepat
seperti buang air kecil dan buang air besar pada tempatnya serta
etika dalam buang air besar dan buang air kecil.

2.11 Dampak Toilet Training


Dampak paling umum dalam kegagalan toilet training seperti adanya
perlakuan atau aturan yang ketat bagi orang tua kepada anaknyayang dapt
mengganggu kepribadian anak atau cenderung bersifat retentif dimana anak
cenderung bersikap keras kepala bahkan kikir.Hal ini dapat dilakukan orang tua
apabila sering memarhi anak pada saat buang air besar atau kecil, atau melarang
anak saat berpergian.
Bila orang tua santai dalam memberikan aturan dalm toilet training maka
anak akan dapat mengalami kepribadian akspresif dimana anak lebih tega,
cenderung ceroboh, suka membuat gara-gara, emosional dan seenaknya dalam
melakukan kegiatan sehari-hari.
Yang boleh dan tidak boleh dalam melakukan tindakan toilet training
adalah (Thompson, 2003):
a. Tidak boleh membiarkan anak memilih sendiri dudukan toiletnya karena
akan berbahaya bagi anak.
b. Membiarkan anak menyiram toilet, jika anak mau.
c. Memastikan anak mencuci tangan denganbaik setelah buang air.
d. Membandingkan kemajuan dengan anak lain.
2.12 Cara – Cara Melakukan Toilet Training
A. Teknik Lisan
Usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan intruksi pada anak
dengan kata-kata sebelum dan sesudah buang air kecil dan buang air
besar. Cara ini bener dilakukan oleh orang tua dan mempunyai nilai
yang cukup besar dalam memberikan rangsangan untuk buang air kecil
dan buang air besar. Dimana kesiapan psikologis anak akan semakin
matnag sehingga anak mampu melakukan buang air kecil dan buang air
besar.
B. Teknik Modeling
Usaha untuk melatih anak dalam melakukan buang air kecil dan buang
air besar dengan cara memberikan contoh dan anak menirukannya. Cara
ini juga dapat dilakukan dengan membiasakan anak uang bair kecil dan
buang air besar dengan cara mengajaknya ke toilet dan memberikan
pispot dalam keadaan yang aman. Namun dalam memberikan contoh
orang tua harus melakukannya secara benar dan mengobservasi waktu
memberikan contoh toilet training dan memberikan pujian saat anak
berhasil dan tidak memarahi saat anak gagal dalam melakukan toilet
training.
2.13 Hal-hal yang perlu diperhatikan selama Toilet Training
A. Hindari pemakain popok sekali pakai.
B. Ajari anak mengucapkan kata-kata yang berhubungan dengan buang air
kecil dan buang air besar.
C. Motivasi anak untuk melakukan rutinitas ke kamar mandi seperti cuci
tangan dan kaki sebelum tidur dan cuci muka disaat bangun tidur.
D. Jangan marah bila anak dalam melakukan toilet training
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Anticipatory Guidance adalah petunjuk yang perlu diketahui terlebih dahulu
agar orang tua dapat mengarahkan dan membimbing anaknya secara bijaksana
sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara normal.Upaya bimbingan ini
diberikan kepada orang tua tentang tahapan perkembangan sehingga orang tua
sadar akan apa yang terjadi dan dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan usia
anak.
Toilet Training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar
mampu mengontrol melakukan buang air kecil dan buang air besar.

3.2. Saran
Sebagai bagian dari tenaga professional dibidang kesehatan, perawat
hendaknya memberikan bimbingan dan pengarahan pada orang tua, sebagai suatu
bentuk antisipasi orang tua dalam mencegah terjadinya kecelakaan pada anak,
makanan dan minuman yang berguna dalam memenuhi kebutuhan nutrisi anak
serta pemenuhan kebutuhan istirahat tidur anak.
DAFTAR PUSTAKA

Ash-Shubbi, M. A. (2012). Seni Mendidik Dan Mengatasi Masalah Perilaku


Anak
Secara Islami. Pustaka Al-Fadhilah.
Ekomadyo, I. J. (2009). 22 Prinsip Komunikasi Efektif Untuk
Meningkatkan Minat
Belajar Anak. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Fitriah dan Hasinuddin, M. (2010). Modul Anticipatory Guidance Terhadap

Anda mungkin juga menyukai