Anda di halaman 1dari 5

Nama : Rani Safitri

NIM : 10011181520070

Administrasi Kebijakan Kesehatan

Materi : Contoh kebijakan kesehatan yang bersifat makro

Masalah Rokok di Indonesia

Beberapa hasil survey di Indonesia, seperti RISKESDAS, GYTS dan GATS menunjukkan besarnya
masalah konsumsi rokok bagi kesehatan masyarakat. RISKESDAS merupakan survey nasional
kesehatan berbasis populasi yang dilakukan secara rutin setiap tiga tahun di Indonesia. GYTS adalah
survey berbasis sekolah untuk masalah merokok pada anak sekolah usia 13 – 15 tahun dan masyarakat
sekolah yang telah dilakukan di beberapa negara termasuk di Indonesia.

Survey mengenai konsumsi rokok yang terkini adalah GATS 2011 yang dapat menggambarkan secara
lebih tajam besarnya masalah rokok pada orang dewasa (15 tahun ke atas). Survei-survei besar tersebut
diatas menggambarkan besarnya masalah rokok dan dampaknya bagi kesehatan di Indonesia.

Berdasarkan Riskesdas tahun 2007 menunjukkan bahwa 65.6% Laki-laki merokok (tertinggi di
Sulawesi Tenggara: 74.2%), 5.2% Perempuan merokok (tertinggi di NTT: 9.2%), 37.3% Remaja laki-
laki (15 – 19 th) merokok, 1.6% Remaja perempuan (15 – 19 th) merokok, 3.5% Anak laki-laki usia 10
– 14 th) merokok, 0.5% Anak Perempuan (10 – 14 th) merokok artinya bahwa prevalensi merokok terus
meningkat baik pada laki-laki maupun perempuan. Prevalensi merokok pada perempuan meningkat
empat kali lipat dari 1.3% pada tahun 2001 menjadi 5.2% pada tahun 2007.

Berdasarkan data GATS tahun 2011 menunjukkan bahwa 67% laki-laki merokok, 2.7% perempuan
merokok, 80.4% dari populasi yang merokok saat ini menghisap rokok kretek saja, 1.7% populasi
mengkonsumsi tembakau kunyah (laki-laki: 1.5%, perempuan:2%), artinya bahwa kenaikan prevalensi
merokok tahun 2007 adalah tiga kali lipat pada remaja laki-laki dan LIMA kali lipat pada remaja
perempuan dibandingkan tahun 1995.

Prevalensi merokok pada anak sekolah usia 13 -1 5 tahun (GYTS 2009) 30.4% Anak sekolah pernah
merokok (laki-laki:57.8%, perempuan:6.4%), 20.3% anak sekolah adalah perokok aktif (laki-laki: 41%,
perempuan: 3.5%), hal ini menunjukkan bahwa prevalensi merokok pada anak sekolah perempuan usia
13 – 15 tahun lebih tinggi dibandingkan prevalensi merokok pada perempuan dewasa.

Berdasarkan data diatas pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan telah banyak melakukan
program-program kerja untuk menurunkan angka perokok aktif dan mengawasi pendistribusian rokok
di Indonesia, salah satunya fokus pemerintah sekarang adalah dengan mengeluarkan kebijakan-
kebijakan yang berfokus pada pengamanan rokok terhadap dampak kesehatan, diantaranya adalah
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1947 tentang cukai tembakau, Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 1999, Undang-
Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002, dan Peratuaran Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012
tentang pengamanan tembakau.

Kebijakan Pemerintah Terkait dengan Rokok di Indonesia

Kebijakan di bidang kesehatan merupakan tindakan yang diambil oleh pemerintah untuk
menyelamatkan dan meningkatkan kesehatan serta memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat
khususnya dalam pengamanan tembakau terhadap dampak kesehatan. Adapun kebijakan yang di
berikan yaitu:

a. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1947 tentang cukai tembakau

Undang-undang no 28 tahun 1947 mengatur tentang cukai tembakau, bahwa segala tembakau belum
dikenai cukai maka dikenakan cukai menurut undang-undang ini. Tembakau yang dibebaskan dari
cukai adalah tembakau yang dipergunakan sebagai bahan untuk membuat rokok, cerutu dan sebagainya,
dan tembakau yang miliki sendiri dan perusahaan dikenakan pajak bumi. Undang-undang ini lebih
fokus pada tembakau yang belum dikenakan cukai maka dikenakan cukai sesuai dengan undang-undang
ini.

b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 mengatur tentang perlindungan konsumen yaitu segala upaya
yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen, konsumen
yang dimaksud adalah adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan. Meskipun undang-undang ini tidak secara khusus mengatur tentang
pengamanan tembakau terkait dengan bahaya rokok, tetapi undang-undang ini mewajibkan pemerintah
untuk melindungi warganya dari segala ancaman termasuk kesehatan warganya.

c. Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002

Undang-undang perlindungan anak nomor 23 tahun 2002 pasal 8 menyebutkan bahwa Setiap anak
berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental,
spiritual, dan sosial. Artinya pemerintah wajib memerikan perlindungan dan pelayanan kesehatan
kepada anak Indonesia contohnya dengan tidak membaiarkan mereka terpapar dengan rokok di usia
dini.

d. Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan di buat dengan salah satu pertimbangan bahwa
setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat Indonesia akan
menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi negara, dan setiap upaya peningkatan derajat
kesehatan masyarakat juga berarti investasi bagi pembangunan negara. Pada pasal 116 disebutkan
bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah. Maka dari itu pemerintah perlu membuat aturan yang tegas tentang
pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif.

e. Peratuaran Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang pengamanan tembakau

Peraturan pemerintah (PP) nomor 109 tahun 2012 merupakan kebijakan yang dibuat pemerintah untuk
melaksanakan ketentuan pasal 116 undang-undang nomor 39 tahun 2009 tentang kesehatan, maka dari
itu pemerintah perlu menetepakan suatu kebijakan atau peraturan tentang pengamanan bahan yang
mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan. Undang-undang nomor 109 tahun
2012 mengatur tentang bahan yang megandung zat adiktif, iklan niaga produk tembakau, sponsor
produk tembakau, label dan kemasan produk tembakau.

4. Pro-Kontra Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Tembakau

a. Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012

Peraturan Pemerintah (PP) nomor 109 tahun 2012 secara khusus telah membahas tentang pengamanan
bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan. Dasar hukum yang
digunakan dalam peraturan pemerintah ini adalah Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063 ).

Di dalam Peraturan Pemerintah ini disebutkan tidak ada larangan mengenai penjualan rokok di
Indonesia. Namun disebutkan beberapa bentuk pengamanan penjualan termasuk pembatasan iklan
produk tembakau di Indonesia agar tidak terlalu luas seperti yang terjadi di Indonesia saat ini dan
sebelum-sebelumnya. Hal ini bertujuan agar hukum mengenai penjualan produk tembakau di Indonesia
tegas, jelas, dan memiliki batas.

Beberapa pasal dalam PP Nomor 109 tahun 2012 mengenai tujuan pengamanan tembakau adalah:

1. Pasal 2 ayat (1) PP Nomor 109 tahun 2012

Penyelenggaraan pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk
tembakau bagi kesehatan diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan
perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan.

2. Pasal 2 ayat (2)

Penyelenggaraan pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:

a. Melindungi kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan dari bahaya bahan yang
mengandung karsinogen dan Zat Adiktif dalam Produk Tembakau yang dapat menyebabkan penyakit,
kematian, dan menurunkan kualitas hidup;
b. Melindungi penduduk usia produktif, anak, remaja, dan perempuan hamil dari dorongan lingkungan
dan pengaruh iklan dan promosi untuk inisiasi penggunaan dan ketergantungan terhadap bahan yang
mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau;

c. Meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya merokok dan manfaat hidup
tanpa merokok; dan

d. Melindungi kesehatan masyarakat dari asap Rokok orang lain.

Dalam Peraturan Pemerintah ini diperjelas perihal mengenai gambar pembungkus mengandung nilai
edukasi dengan tujuan pengamanan. Dijelaskan pula bahwa pemerintah akan mendukung segala bentuk
pengujian dan penelitian mengenai rokok. Pemerintah serta Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya
bertanggung jawab mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi pengamanan bahan yang
mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi kesehatan. Bentuk pengamanan yang dilakukan
pemerintah dilakukan dari akses iklan dan edukasi iklan, mendorong pengembangan kajian dan
penelitian serta diversifikasi produk tembakau. Bentuk-bentuk penyelenggaraan yang disebutkan dalam
PP ini dalam hal produksi dan impor, peredaran, perlindungan khusus bagi anak dan perempuan hamil,
dan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

b. Pandangan pihak yang pro tehadap peraturan peraturan pemerintah Nomor 109 Tahun 2012

Sebagian masyarakat berpihak pada pemerintah, mereka adalah golongan yang pro akan adanya PP
rokok ini. Masyarakat yang pro ini mengatasnamakan terciptanya kesehatan dan terhindar dari
banyaknya bahaya rokok. Bagi golongan ini, merokok sama dengan merusak kesehatan dan itu
merupakan harga mati yang tidak bisa diubah dan ditawar-tawar lagi. Dalam agama pun sudah diajarkan
bahwa sesuatu yang sifatnya merusak tubuh itu adalah haram.

Dampak buruk dari rokok bukan hanya bagi perokok yang aktif, yang menghisap batang rokok tersebut.
Tapi juga berdampak pada perokok pasif yang menghisap asap yang dihasilkan oleh pembakaran rokok
tersebut. Bahkan lebih cenderung berdampak negatif dan buruk ke perokok pasif tersebut daripada
perokok aktif. Hal ini bukan hanya merugikan diri sendiri tapi juga sudah merugikan orang lain yang
tidak bersentuhan dangan rokok secara langsung.

Pihak-pihak yang pro dengan tindakan pemerintah ini juga menganggap bahwa rokok banyak
merugikan masyarakat terutama masyarakat menengah ke bawah. Sebagian besar perokok adalah
masyarakat miskin yang digolongkan tidak mampu. Mereka secara tidak langsung telah membuang-
buang uang yang seharusnya bisa dipergunakan untuk kepentingan lain yang lebih bermanfaat.

Selain itu, produksi rokok ini telah merusak lingkungan sekitar. Diperlukan satu batang pohon kertas
yang besar untuk menghasilkan 300 batang rokok. Kertas ini untuk membungkus tembakau, bahan
utama dari rokok. Kenyataan ini sama saja membuktikan, bila setiap hari produksi rokok berjalan berarti
selalu ada penebangan pohon kertas setiap harinya. Secara tidak langsung, perbuatan ini merusak
lingkungan sekitar. Banyaknya kerugian yang ditimbulkan dari rokok membuat pihak-pihak ini terus
mendukung pemerintah untukn mengimplementasikan PP Nomor 109 tahun 2012.

b. Pandangan pihak yang kontra tehadap peraturan peraturan pemerintah Nomor 109 Tahun 2012
Sebagian masyarakat yang termasuk dalam golongan yang kontra akan adanya PP tembakau ini
menganggap kebijakan hukum yang dilakukan pemerintah itu tidak tepat. Golongan yang kontra ini
menyatakan bahwa PP ini akan menimbulkan kerugian yang besar bagi para petani dan industri
tembakau. Pihak ini menganggap pemerintah tidak berpihak kepada para petani tembakau dan rakyat
kecil lainnya yang secara langsung ataupun tidak langsung berhubungan dengan tembakau. Tindakan
ini sama halnya dengan mematikan perekonomian petani tembakau yang mata pencahariannya hanya
dihasilkan dari tembakau tersebut.

Selain itu ini juga akan mematikan industri tembakau dan tentu saja akan berdampak kepada para
pekerjanya. Kematian produksi industri tembakau akan menghilangkan lapangan pekerjaan bagi banyak
pekerjanya selama ini penghasilannya hanya digantungkan pada indusri rokok tersebut. Mereka ingin
pemerintah berlaku adil dan tidak diskriminasi pada semua kelompok masyarakat. Pihak ini juga
meminta agar pemerintah tidak selalu menyudutkan petani dan industri tembakau.

Anda mungkin juga menyukai