Anda di halaman 1dari 12

URBANISASI

Urbanisasi adalah masalah yang cukup serius. Persebaran penduduk yang tidak merata
antara desa dengan kota akan menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial
kemasyarakatan. Hal inilah yang mendorong masyarakat untuk melakukan urbanisasi dengan tujuan
bisa mendapat kehidupan yang layak. Selain itu, daya tarik daerah tujuan juga menentukan
masyarakat untuk melakukan urbanisasi. Para urban yang tidak memiliki skill kecuali bertani akan
kesulitan mencari pekerjaan di daerah perkotaan, karena lapangan pekerjaan di kota menuntut skill
yang sesuai dengan bidangnya. Ditambah lagi, lapangan pekerjaan yang juga semakin sedikit
sehingga adanya persaingan ketat dalam mencari pekerjaan. Masyarakat yang tidak memiliki skill
hanya bisa bekerja sebagai buruh kasar, pembantu Rumah Tangga, tukang kebun, dan pekerjaan
lainnya yang lebih mengandalkan otot daripada otak. Sedangakn masyarakat yang tidak mempunyai
pekerjaan, umumnya hanya menjadi tunawisma, tunakarya, dan tunasusila. Hal ini tentunya akan
memberikan pengaruh negatif terhadap lingkungan kota sehingga menambah permasalahan yang
ada di kota.
Jumlah penduduk yang semakin meningkat dan penyebaran yang relatif tidak merata
membawa pengaruh besar bagi terjadinya perpindahan penduduk antar wilayah. Dewasa ini,
perpindahan penduduk yang sedang marak terjadi yaitu urbanisasi. Urbanisasi adalah perpindahan
penduduk dari desa ke kota (Mantra, 2000). Jika ditinjau dari perspektif ilmu kependudukan,
urbanisasi adalah persentase penduduk yang tinggal di dareah perkotaan ( Saat ini, urbanisasi telah
menjadi trend baru di masyarakat pedesaan. Masyarakat desa yang berbondong-bondong
melakukan urbanisasi mengalami peningkatan tiap tahunnya. Arus urbanisasi yang semakin
meningkat tersebut menimbulkan suatu proses tentang keruangan pada kota tujuan urban.
Daerah yang menjadi tujuan masyarakat dalam melakukan urbanisasi biasanya adalah kota besar
dengan tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi dan sudah maju baik dalam segi
perekonomian dan pendidikan. Masyarakat menentukan daerah tujuan tidak semata berasal dari
pemikiran dan niatan dari diri mereka, tetapi umumnya berasal dari sebuah pengaruh yang kuat.
Pengaruh tersebut biasanya dalam bentuk ajakan yang datang dari orang-orang sekitar yang telah
melakukan urbanisasi sebelumnya, informasi-inforamsi yang ada media massa tentang daerah
tujuan, impian pribadi, terdesak kebutuhan ekonomi, dan lain sebagainya. Pengaruh-pengaruh
tersebut bisa berasal dari daerah asal yang mendorong masyarakat maupun daerah tujuan yang
menjadi daya tarik masyarakat dalam melakukan urbanisasi.
Faktor penarik maupun pendorong tersebut seringkali mempengaruhi pikiran masyarakat
dengan kuat, sehingga masyarakat merasa yakin dengan keputusan melakukan urbanisasi tanpa
memikirkan faktor-faktor lain yang mereka butuhkan di daerah tujuan urban. Hal inilah yang
tentunya akan menjadi masalah di daerah perkotaan sehingga gejala urbanisasi dalam beberapa
tahun terakhir telah menunjukkan arah yang tidak sesuai dengan tujuan pembangunan nasional
yang mengharapkan urbanisasi dapat membantu perekonomian masyarakat. kota yang menjadi
tujuan urban akan menjadi lebih maju apabila para urban yang datang memilliki skill yang sesuai
dengan kebutuhan lapangan pekerjaan di kota. Namun, umumnya masyarakat yang hijrah ke kota
tidak memiliki skill yang lain kecuali bertani. Hal ini tentunya tidak bisa membantu para urban untuk
mendapatakn pekerjaan yang layak di daerah tujuan, sehingga urban harus mencari pekerjaan yang
sesuai dengan skill yang mereka miliki. Sedangkan masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan atau
bahkan tidak mempunyai tempat tinggal akan menjadi masalah di daerah perkotaan yang
berdampak pada linkungan kota. Lingkunagn kota yang seharunya mengalami perbaiakn justru
menagalami penurunan.

Proses Urbanisasi
Urbanisasi memiliki pengertian yang berbeda-beda tergantung sudut pandang yang di ambil.
Jika dilihat dari segi Geografis, urbanisasi ialah sebuah kota yang bersifat integral, dan yang memiliki
pengaruh atau merupakan unsur yang dominan dalam sistem keruangan yang lebih luas tanpa
mengabaikan adanya jalinan yang erat antara aspek politik, sosial dan aspek ekonomi dengan
wilayah sekitarnya ( kutipan). Berdasarkan pengertian tersebut, urbanisasi memiliki Pandangan
inilah yang mejadi titik tolak dalam menjelaskan proses urbanisasi. Menurut King dan Colledge
(1978), urbanisasi dikenal melalui empat proses utama keruangan (four major spatial processes),
yaitu
1) Adanya pemusatan kekuasaan pemerintah kota sebagai pengambil keputusan dan sebagai badan
pengawas dalam penyelenggaraan hubungan kota dengan daerah sekitarnya.
2) Adanya arus modal dan investasi untuk mengatur kemakmuran kota dan wilayah disekitarnya.
Selain itu, pemilihan lokasi untuk kegiatan ekonomi mempunyai pengaruh terhadap arus bolak-balik
kota-desa.
3) Difusi inovasi dan perubahan yang berpengaruh terhadap aspek sosial, ekonomi, budaya dan
politik di kota akan dapat meluas di kota-kota yang lebih kecil bahkan ke daerah pedesaan. Difusi ini
dapat mengubah suasana desa menjadi suasana kota.
4) Migrasi dan pemukiman baru dapat terjadi apabila pengaruh kota secara terus-menerus masuk ke
daerah pedesaan. Perubahan pola ekonomi dan perubahan pandangan penduduk desa mendorong
mereka memperbaiki keadaan sosial ekonomi.

Faktor penyebab terjadinya urbanisasi


Pada umumnya, masyarakat melakukan urbanisasi karena adanya pengaruh yang kuat dalam bentuk
ajakan, informasi media massa, impian pribadi, terdesak kebutuhan ekonomi, dan lain sebagainya.
Pengaruh-pengaruh tersebut bisa berasal dari daerah asal (faktor pendorong) maupun daerah tujuan
(faktor penarik).
a. Faktor Penarik Terjadinya Urbanisasi
1. Kehidupan kota yang lebih modern dan mewah
Mastarakat di daerah perkotaan memiliki gaya hidup yang berbeda dengan masyarakat pedesaan.
Gaya hidup di perkotaan baik itu berupa cara berpakaian, cara berbicara, bahkan budayapun sangat
berbeda jauh dengan di desa. Masyarakat di kota lebih suka dengan hal-hal yang berbau kemewahan
dan juga kepraktisan/instan Karena bagi masyarakat kota sesuatu hal yang praktis lebih efisien baik
dalam hal waktu.
2. Sarana dan prasarana kota yang lebih lengkap
Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, sarana dan prasarana yang ada di kota
pun menjadi semakin lengkap. Hal ini menyebabkan seseorang yang berada di pedesaan dengan
sarana dan prasarana yang kurang memadai menjadi tergiur untuk mengadu nasib di kota.
Banyak lapangan pekerjaan di kota
Di daerah perkotaan terdapat banyak sekali lapangan kerja baik di sektor perdagangan maupun
industri. Banyaknya lapangan pekerjaan tersebut menyebabkan masyarakat desa berbondong-
bondong pergi ke kota untuk mencari pekerjaan. Hal itu karena lapangan pekerjaan di desa lebih
sedikit dan terkadang pekerjaan tersebut tidak sesuai dengan pendidikan yang ditempuh.
3. Di kota banyak perempuan cantik dan laki-laki ganteng
Salah satu daya tarik daerah perkotaan juga berasal dari masyarakat di kota tersebut. Penampilan
masyarakat perkotaan baik perempuan maupun laki-laki sangat berbeda dengan masyarakat yang
tinggal di pedesaan. Masyarakat kota cenderung mementingkan penampilan mereka daripada
masyarakat pedesaan. Penampilan masyarakat perkotaan lebih terawat dan mengikuti mode. Hal ini
menyebabkan masyarakat kota terlihat lebih cantik dan ganteng. Hal ini membuat daya tarik
terssendiri bagi masyarakat yang ingin berhijrah ke kota untuk mencari jodoh.
4. Pengaruh buruk sinetron Indonesia
Dewasa ini, masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan sudah bisa merasakan kemajuan teknologi.
Hampir seluruh masyarakat desa sudah bisa menikmati tayangan televisi. Umumnya tayangan
televisi yang paling diminati oleh masyarakat di daerah pedesaan yaitu sinetron yang kebanyakan
menampilkan kehidupan di daerah perkotaan. Secara tidak langsung, tayangan ini mempengaruhi
masyarakat di desa untuk berangan-angan hidup di kota yang akhirnya menimbulkan niatan untuk
hijrah ke kota.
5. Pendidikan sekolah dan perguruan tinggi jauh lebih baik dan berkualitas
Masyarakat pedesaan yang mengerti akan pentingnya pendidikan umumnya akan memilih sekolah
maupun pergurua tinggi di kota. Hal ini dikarenakan fasilitas pendidikan yang ada di perkotaan lebih
lengkap dan adanya tenaga pelajar yang profesional.

b. Faktor Pendorong Terjadinya Urbanisasi


1. Lahan pertanian yang semakin sempit
Mayoritas masyarakat pedesaan memiliki sumber pendapatan dari bertani, baik menjadi petani
maupun buruh tani. Namun saat ini, lahan pertanian yang ada di desa sudah semakin sempit seiring
pertumbuhan masyarakat yang begitu pesat. Lahan-lahan yang awalnya digunakan untuk bercocok
tanam mulai dijadikan sebagai area perumahan maupun perdagangan.
2. Merasa tidak cocok dengan budaya tempat asalnya
Kebudayaan yang ada di pedesaan, umumnya masih kuno dan cenderung mengikat kehidupan
masyarakat pedesaan. Berbeda halnya dengan di daerah perkotaan yang cenderung bebas dalam
melakukan sesuatu, bahkan mungkin budaya ketimuran telah terlupakan. Terkadang masyarakat
pedesaan lebih tertarik dengan kebudayaan orang perkotaan karena masyarakat pedesaan
menganggap masyarakat kota lebih modern daripada di desa, sehingga tidak jarang masyarakat desa
itu hijrah ke kota untuk merubah penampilan dan karakter mereka agar tidak dianggap kuno.
Bahkan masyarakat desa itu mulai mengindahkan budaya asal mereka.
3. Menganggur karena tidak banyak lapangan pekerjaan di desa
Masyarakat pedesaan mayoritas bekerja di ladang, entah itu menjadi petani ataupun buruh. Hal ini
sangat berbeda dengan lapangan pekerjaan yang ada di kota. Lapangan pekerjaan di kota melimpah
ruah sehingga dapat memilih jenis lapangan pekerjaan mana yang sesuai dengan status pendidikan.
Masyarakat pedesaan pada umumnya tergiur dengan penghasilan tinggi yang ditawarkan pekerjaan
di kota. Sehingga banyak sekali masyarakat pedesaan berbondong-bondong pergi ke daerah
perkotaan dengan alasan pekerjaan di kota bisa mendapatkan penghasilan yang lebih banyak.
4. Terbatasnya sarana dan prasarana di desa
Kurangnya sarana dan prasarana di desa menyababkan masyarakat desa banyak memutuskan untuk
pergi ke kota. karena di desa masyarakat kesulitan untuk mengembangkan kemampuannya. Berbeda
di kota, sarana dan prasarana lebih lengkap sehingga lebih mudah untuk mengembangkan
kemampuan yang ada.
5. Diusir dari desa asal
Kebudayaan di desa lebih kental dengan adat-istiadat yang begitu keras, sehingga apabila seseorang
melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan kebudayaan maupun adat-istiadat tersebut dapat
diusir dari desa asal. Akibat dari pengusiran tersebut, orang itu akan beralih ke kota dan tidak akan
kembali ke desa. Masyarakat desa lain yang mungkin kurang setuju atau ketakutan diusir dari desa
memilih untuk pindah ke kota. karena mereka menganggap kehidupan di perkotaan lebih bebas dan
tidak terkekang.
6. Memiliki impian kuat menjadi orang kaya
Setiap individu memiliki impian untuk hidup lebih baik, begitu juga halnya dengan masyarakat
pedesaan. Masyarakat desa yang memiliki penghasilan rendah umumnya beranggapan bahwa
daerah perkotaan merupakan ladang untuk mendapatkan penghasilan sehingga bisa mencapai
impian setiap individu.

Ragam Permasalahan yang Muncul di Megapolitan


Seperti telah disebutkan bahwa urbanisasi yang tak merata meyebabkan banyak
permasalahan di kota-kota besar. dari banyaknya permasalahan secara garis besar terdapat dua
permasalahan umum, yaitu masalah sosial, dan permasalahan lingkungan. Dua permasalahan ini
berkembang menjadi permasalahan-permasalahan lain yang lebih beragam, contohnya, dalam
masalah sosial terdapat beberapa masalah semisal, kemiskinan, kriminalitas, disintegrasi sosial
akibat perbedaan kultur dan agama, tingginya angka KDRT, dan lain sebagainya. Sedangkan dalam
permasalahan lingkungan dapat diambil contoh, banyaknya pemukiman liar, lautan sampah, banjir,
kemacetan lalu lintas, tingginya polusi udara, hingga permasalahan kesehatan.

1. Tingginya Angka Kemiskinan


Dengan jumlah dan persentase penduduk perkotaan yang semakin besar dan semakin padat
tersebut tentu akan menambah “beban hidup” perkotaan yang semakin berat sehingga
menimbulkan berbagai permasalahan. Diantara berbagai permasalahan tersebut yang menonjol
diantaranya adalah yang berhubungan dengan kemiskinan perkotaan yang meliputi kondisi,
karakteristik, kebijakan sarana-prasarana lingkungan, dan aspek-aspek lainnya yang terkait.
Meledaknya jumlah penduduk di perkotaan merupakan akibat dari masalah pengelolaan yang tidak
terhitung, lingkungan konsumsi energi, dan krisis sosial. Masyarakat pedesaan seharusnya diperkuat
dan dijaga sebagai sebuah tipe blok spasial dari barang-barang sosial sebagai lawan dari kekejaman
urbanisasi. Jumlah penduduk perkotaan yang makin besar mengakibatkan munculnya wilayah desa-
kota akibat perluasan aktivitas perkotaan yang mengelilingi kota inti di banyak negara di Asia.
Lebih lanjut, sektor industri yang berkembang di perkotaan sebagai pengaruh globalisasi di
negara berkembang ternyata tidak mampu memberikan trickle down effect (efek penetesan) ke
wilayah pedesaan, sehingga kecenderungan yang terjadi adalah semakin melebarnya kesenjangan
sosial dan spasial antara kota besar dan pedesaan. Kemiskinan yang diakibatkan adanya kesenjangan
ini terjadi terutama di wilayah pedesaan di Asia. Kesenjangan pendapatan dan disparitas antara
perkotaan dan pedesaan semakin memperburuk kesejahteraan penduduk di wilayah pedesaan. Pada
akhirnya, penduduk desa dengan kemampuan rendah pindah ke kota dengan pengharapan
mendapatkan hidup yang lebih baik sehingga penduduk kota semakin banyak dan kebutuhan
penduduk semakin meningkat. Namun sektor formal yang berkembang di perkotaan tidak mampu
menyerap tenaga kerja kemampuan dan keahlian rendah tersebut sehingga mereka bekerja di
sektor informal seperti buruh, aktivitas tradisional dalam skala kecil, PKL, dan sebagainya. Sektor
informal ini tidak memiliki kesempatan masuk dalam ekonomi pasar. Sektor informal ini cenderung
memiliki pendapatan kecil, sehingga tidak terjadi aliran kapital dari kota ke desa.
Di Jakarta, disebutkan dalam portal resmi provinsi DKI Jakarta, bahwa jumlah penduduk
miskin di DKI Jakarta pada bulan Maret 2012 sebesar 363,20 ribu orang (3,69 persen). Dibandingkan
dengan penduduk miskin pada Maret 2011 sebesar 363,42 ribu orang (3,75 persen), berarti jumlah
penduduk miskin menurun sebesar 0,22 ribu. Angka ini memang relatif kecil jika diandingkan rasio
jumlah penduduk kota jakarta yang mencapai angka 9,6 juta jiwa. Namun demikian kecilnya angka
kemiskinan tersebut disebabkan karena mengacu pada besarnya garis kemiskinan (GK) dengan
ukuran yang begitu rendah, yaitu Rp 379.052 per kapita per bulan pada Maret 2012. Ini menjadi
tanda tanya besar, dengan penghasilan kurang dari Rp 400.000 perbulan, apakah cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup di kota sebesar Jakarta, yang serba mahal. Dari realitas tersebut secara
logika tentu saja prosesntase masyarkat miskin di kota Jakarta yang hanya sebesar 3,69 persen ini
mengacu pada warga yang benar-benar sangat miskin. Dan tidak bisa dibayangkan bagaimana
mereka bisa hidup dengan pendapatan sekecil itu. Di luar angka itu pastilah ada jumlah kemiskinan
yang lebih besar, ditambah lagi mereka yang belum sempat terdata.

2. Tingginya Kriminalitas
Mereka yang melakukan tindak kriminal umumnya adalah orang-orang miskin kota yang
termarjinalkan. Kondisi marginal ini tentu saja berpengaruh pada agresifitas mereka. Oleh karena itu
tingginya kriminalitas ini salah satunya dipicu oleh kondisi miskin masyarakat kota dengan kehidupan
yang serba terbatas, akses ekonomi, kesehatan, dan politik semuanya terbatas bagi mereka. Hal ini
banyak menimbulkan keputusasaan bagi masyarakat miskin, sehingga pada saat di mana kebutuhan
hidup mendesak mereka, sedangkan akses mereka terbatas, maka tak heran jika pada akhirnya
banyak di antara mereka melalui jalan belakang. Jalan belakang ini yang kerap kali berwujud tindak
kriminalitas.
Disebutkan bahwa, pada tahun 2012 angka kejahatan di Jakarta mencapai 4.673 kasus.
Jumlah tersebut naik 1 persen jika dibandingkan bulan yang sama pada tahun 2011 yang mencapai
4.649 kasus. Sementara pada bulan Februari 2012, angka kejahatan yakni 4.750 kasus atau naik 5
persen dari tahun sebelumnya 4.132 kasus. Pada bulan Maret 2012, angka kejahatan yakni 4.860
kasus atau turun 5 persen dibandingkan Maret 2011 yang berjumlah 5.132 kasus. Bulan April 2012,
angka kejahatan mencapai 4.540 kasus, turun 1 persen dari tahun sebelumnya 4.601 kasus.
Kemudian, pada Mei 2012 angka kejahatan mencapai 3.869 kasus atau turun 20 persen
dibandingkan Mei 2011, yakni 4.861 kasus. Jika di jumlah, maka angka tindak kejahatan pada bulan
Januari sampai bulan Mei 2011 sebesar 23.375, sementara Januari-Mei 2012 mencapai 22.732 atau
turun sebanyak 643 atau 3 persen. Dari data tersebut dapat terlihat bahwa angka tindak kriminalitas
di kota-kota besar, khususnya di Jakarta memang relatif sangat tinggi
Ada beberapa hal yang mempengaruhi para pelaku dalam melakukan tindakan kriminali dan
kekerasan. Faktor ekonomi mungkin yang paling berpengaruh dalam terjadi tindakan kriminal dan
keadaan ini akan semakin parah pada saat tertentu seperti misalnya pada Bulan Puasa (Ramadhan)
yang akan mendekati Hari Raya Idul Fitri. Pada saat ini kebutuhan masyarakat akan menjadi sangat
tinggi baik primer maupun skunder dan sebagian orang lain mencari jalan pintas untuk memenuhi
kebutahannya dengan melakukan tindakan kriminal dan bahkan disertai dengan tindakan kekerasan.
Dan ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi terjadinya tindakan kriminal dan kekerasan antara
lain sebagai berikut :
 Pertentangan dan persaingan kebudayaan
Hal ini dapat memicu suatu tindakan kriminal yang mengacu pada kekerasan bermotif SARA (Suku,
Agama, Ras, Aliran) seperti yang terjadi pada kerusuhan di Sampit antara orang Madura dan orang
Kalimantan
 Kepadatan dan komposisi penduduk
Seperti yang terjadi di kota Jakarta, karena kepadatan dan komposisi penduk yang sangat padat dan
sangat padat di suatu tempat mengakibatkan meningkatnya daya saing, tingkat strees, dan lain
sebagianya yang berpotensi mengakibatkan seseorang atau kelompok untuk berbuat tindakan
kriminal dan kekerasan.
 Perbedaan distribusi kebudayaan
Distribusi kebudayaan dari luar tidak selalu berdampak positif bila diterapkan pada suatu daerah
atau negara. Sebagai contoh budaya orang barat yang menggunakan busana yang mini para kaum
wanita, hal ini akan menggundang untuk melakukan tindakan kriminal dan kekerasan seperti
pemerkosaan dan perampokan.
 Mentalitas yang labil
Seseorang yang memiliki mentalitas yang labil pasti akan mempunyai jalan pikiran yang singkat
tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi. Layaknya seorang preman jika ingin memenuhi
kebutahannnya mungkin dia hanya akan menggunakan cara yang mudah, seperti meminta pungutan
liar, pemerasan dan lain sebagainya.
 Tingkat penganguran yang tinggi
Dikarenakan tingkat penganguran yang tinggi maka pendapatan pada suatu daerah sangat rendah
dan tidak merata. Hal ini sangat memicu seseorang atau kelompok untuk melakukan jalan pintas
dalam memenuhi kebutahannya dan mungkin dengan cara melakukan tindak kriminal dan
kekerasan.
Seperti disebutkan bahwa banyaknya tindak kriminalitas di perkotaan antara lain karena
terjadinya kesenjangan sosial antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya. Hal ini tentunya
juga diakibatkan oleh kepadatan penduduk dan kendala yang harus dihadapi pemerintah kota untuk
mengtur banyaknya populasi masyarakat yang tinggal di perkotaan. Pada akhirnya banyak dari
mereka yang terabaikan dan luput dari perhatian pemerintah. Kondisi ini memicu mereka untuk
melakukan tindak kriminalitas demi untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Ironisnya ada
beberapa di antara mereka yang melakukan tindak kriminalitas hanya demi memenuhi kebutuhan
gaya hidup perkotaan yang sangat materialistis, padahal secara finansial pelaku tergolong tidak
mampu.
3. Masalah Kesehatan, Sampah, dan Banjir
Kemunculan pemukiman penduduk di bantaran sungai, kolong jembatan, dan sisi rel kereta api
memang sangat memprihatinkan. Di satu sisi kemunculannya merupakan bagian dari wajah kondisi
masyarakat Indonesia yang belum mencapai kemakmurannya, dan di sisi lain merupakan ancaman
penyebab terjadinya banjir. Permukiman penduduk semacam ini menjadi penyebab banjir karena
sebuah pemukiman harus memiliki sistem pembuangan sampah dan sanitasi yang baik. Kedua hal
tersebut tidak dimiliki oleh permukiman ini.
Contohnya Penduduk Jakarta yang tinggal di bantaran sungai cenderung menjadikan sungai
sebagai tempat pembuangan sampah dan sistem sanitasi sehingga sungai menjadi tercemar.
Padahal, sungai sangat berperan penting dalam menampung aliran air dan curahan hujan dan ketika
sungai dipenuhi oleh sampah-sampah maka alirannya akan tersendat sehingga airnya pun meluap
sehingga terjadilah banjir. Selain itu, bangunan yang dibangun di bantaran sungai akan
mempersempit lebar sungai yang berdampak pada menurunnya kemampuan sungai mengalirkan
airnya. Hal ini tentu akan berakibat kembali pada meluapnya air sungai yang menyebabkan banjir.
Selain masalah permukiman, yang menjadi penyebab banjir Jakarta adalah rencana tata
ruang dan wilayah. Rencana tata ruang wilayah ini mencakup tersedianya ruang terbuka hijau yang
salah satu perannya adalah menampung air ketika musim penghujan datang dan pembangunan-
pembangunan yang memperhatikan sistem aliran air. Ketika rencana tata ruang wilayah Jakarta
tidak terencana dengan baik, bangunan-bangunan yang didirikan hanya memperhatikan
kepentingan ekonomi tanpa memperhatikan lingkungan maka banjir akan sangat sulit untuk diatasi.
Jakarta perlu memiliki rencana tata ruang wilayah yang memberikan ruang terbuka hijau, sistem
aliran air bawah tanah yang baik, serta pengelolaan wilayah yang bersih dan sehat. Kenyataan yang
ada saat ini adalah ruang terbuka hijau sangat sedikit di Jakarta sehingga muncul istilah hutan beton
di Jakarta karena banyaknya bangunan-bangunan bermunculan. Sedikitnya, ruang terbuka hijau juga
menjadi penyebab banjir karena Jakarta tidak memiliki kawasan serapan air yang baik.
Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan, penyebab banjir berpusat pada masyarakat dan
perilakunya. Artinya, masyarakat yang berkepentingan untuk tinggal sebagai tempat menjalani
kehidupan apa pun peran mereka harus memiliki perilaku yang peduli terhadap lingkungan.
Masyarakat yang bermukim di bantaran sungai, di kolong jembatan, maupun di sisi rel kereta api
juga harus ikut memiliki kesadaran lingkungan yang baik dengan tidak menjadikan sungai sebagai
tempat pembuangan. Demikian pula dengan masyarakat yang berperan dalam perencanaan tata
ruang wilayah, sebaiknya memperhatikan lingkungan dalam membangun sebuah perencanaan
sehingga banjir dapat diatasi.
4. Transportasi, Kemacetan, Kecelakaan, dan Polusi
Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor
Menurut Jenis 2006-2010
Mobil
Tahun Bis Truk Sepeda Motor Jumlah
Penumpang
2006 6 035 291 1 350 047 3 398 956 32 528 758 43 313 052
2007 6 877 229 1 736 087 4 234 236 41 955 128 54 802 680
2008 7 489 852 2 059 187 4 452 343 47 683 681 61 685 063
2009 7 910 407 2 160 973 4 498 171 52 767 093 67 336 644
2010 8 891 041 2 250 109 4 687 789 61 078 188 76 907 127
Sumber: Badan Pusat Statistik

Dapat dilihat dari tabel tersebut begitu banyaknya kendaraan yang ada di Indonesia
khususnya diperkotaan, serta perkembangannya dari tahun-ketahun yang terus meningkat. Hal ini
tentunya berimbas pada kemacetan lalu-lintas, serta polusi udara, ditambah lagi oleh tingginya
angka kecelakaan yang terjadi di kota. Disebutkan bahwa saat ini rasio antara jumlah penduduk
dengan kendaraan bermotor di Indonesia 1:4,6.
Menurut ketua umum AISI (Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia), Gunadi
Sindhuwinata, sepanjang semester pertama tahun 2011, penjualan mobil secara wholesale yaitu dari
pabrik ke dealer telah mencapai 415.276 unit. “Angka itu meningkat 12,2 persen dibanding periode
sama 2010 yang sebesar 370.214 unit. Peningkatan penjualan juga terjadi di jenis kendaraan sepeda
motor. Tahun ini diperkirakan meningkat 10 persen menjadi 8,1 juta dari tahun lalu yang sebesar 7,2
juta unit.
Berkenaan dengan itu, Jakarta adalah pusat kemacetan di Indonesia. Polisi merilis tahun
2010 ini jumlah kendaraan di jakarta mencapai 11.362.396 unit kendaraan. Terdiri dari 8.244.346
unit kendaraan roda dua dan 3.118.050 unit kendaraan roda empat. Diperkirakan, bila tidak diambil
langkah cepat dan tepat lalul-intas Jakarta akan lumpuh.

Masalah terus meningkatnya jumlah kendaraan di kota-kota besar, tentunya menjadi salah
satu PR besar bagi pemirintah kota. Apalagi yang terjadi bukan hanya kemacetan dan polusi yang
menjadi makanan, sehari-hari masyarakat kota, tetapi justru banyaknya kecelakaan yang terjadi di
jalanan kota. Seperti di Jawa Timur angka kecelakaan lalu lintas selama tahun 2011 naik tajam 9.956
kasus atau 88,1% yakni dari 11.295 kasus pada tahun 2010 menjadi 21.251 kasus pada tahun 2011.
Jumlah kematian akibat kecelakaan lalu-lintas di Surabaya meningkat dari tahun 2009 hingga tahun
2010. Tercatat sekitar 41 persen kenaikannya. Rinciannya, jika pada tahun 2009 lalu terdapat 229
korban, maka pada tahun 2010 mencapai 324 nyawa melayang di jalan. Faktor utama yang
menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas ini, kata dia, diantaranya banyaknya kendaraan roda
dua. Sebab, mayoritas korban dalam peristiwa ini adalah pengendara sepeda motor akibat
senggolan atau bertabrakan dengan kendaraan lain. Hal ini tentunya berhubungan dengan
kepadatan penduduk yang diikuti dengan melonjaknya jumlah jumlah kendaraan transportasi, baik
yang umum maupun pribadi

Solusi Penangan Urbanisasi di kota besar


Orientasi kebijakan pembangunan nasional harus mulai dirancang kembali. Selama ini tidak
jelas kemana arah pembangunan nasional. Pembangunan nasional seringkali hanya berupa proyek-
proyek sporadis bersifat politis yang keberlanjutannya sering tidak jelas. Misalnya program Inpres
Desa Tertinggal (IDT) pada masa pemerintahan Soeharto sekarang tidak lagi dilaksanakan IDT adalah
salah satu contoh tindakan untuk meningkatkan daya saing desa terhadap kota. Jika daya saing desa
bagus, yang ditandai peningkatan kualitas sarana dan prasarana pembangunan, maka godaan
terhadap penduduk desa untuk migrasi ke kota bisa semakin ditekan.
Hal ini penting mengingat salah satu alasan klasik urbanisasi (migrasi) adalah rendahnya
penghasilan sektor ekonomi desa. Kebanyakan migran adalah mantan petani, pengrajin, serta pelaku
usaha-usaha ekstraktif lainnya yang merasa putus asa karena hasil usaha mereka di desa dihargai
terlalu rendah sehingga tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Sebaliknya wilayah yang kenyamanan sosial-ekonomi-spasialnya rendah akan membuat
kohesi longgar. Akibatnya melonggarnya kohesi, penduduk akan tertarik oleh gaya kohesi wilayah
lain yang tingkat kenyamanan sosial-ekonomi-spasialnya lebih tinggi. Perpindahan penduduk dari
wilayah kohesi lemah menuju wilayah kohesi kuat merupakan bentuk dasar urbanisasi/migrasi dari
desa ke kota. Demi pencegaha urbanisasi, maka pembangunan desa/wilayah harus lebih diutamakan
dibanding pembangunan kota. Sekali lagi, tujuannya adalah menguatkan kohesi antara desa dengan
penduduknya demi memperlemah arus urbanisasi.
Langkah-langkah yang perlu dilaksanakan dalam pemecahannya terhadap masalah
Urbanisasi dan Perkotaan adalah, adalah:
1. Mengembalikan para penganggur di kota ke desa masing-masing.
2. Memberikan keterampilan kerja (usaha) produktif kepada angkatan kerja di daerah pedesaan.
3. Memberikan bantuan modal untuk usaha produktif.
4. Mentransmigrasikan para penganggur yang berada di perkotaan.
5. Dan langkah-langkah lainnya yang dapat mengurangi atau mengatasi terjadinya "urbanisasi".
Selain langkah-langkah tersebut di atas, juga dapat dilaksanakan berbagai upaya preventif
yang dapat mencegah terjadinya "urbanisasi", antara lain:
1. Mengantisipasi perpindahan penduduk dari desa ke kota, sehingga "urbanisasi" dapat ditekan.
2. Memperbaiki tingkat ekonomi daerah pedesaan, sehingga mereka mampu hidup dengan
penghasilan yang diperoleh di desa.
3. Meningkatan fasilitas pendidikan, kesehatan dan rekreasi di daerah pedesaan, sehingga membuat
mereka kerasan 'betah' tinggal di desa mereka masing-masing.
4. Dan langkah-langkah lain yang kiranya dapat mencegah mereka untuk tidak berbondong-bondong
berpindah ke kota.
Berbagai langkah tersebut di atas akan dapat dilaksanakan apabila ada jalinan kerja sama
yang baik antara masyarakat dan pihak pemerintah. Dalam hal ini partisipasi aktif masyarakat sangat
diperlukan, sehingga program-program pembangunan akan berjalan lebih tertib dan lancar. Dan
tujuan pembangunan nasional yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya sebagai suatu
ethopia atau cita-cita belaka

Kesimpulan
Berdasarkan pengertian urbanisasi ditinjau dari segi geografis, urbanisasi memiliki empat proses
utama keruangan. Proses tersebut meliputi, pemusatan kekuasaan pemerintah kota, arus modal dan
investasi, difusi inovasi dan perubahan, dan migrasi dan pemukiman baru. Proses-proses tersebut
berpengaruh terhadap kehidupan dan lingkungan di daerah tujuan urbanisasi. Masyarakat yang
melakukan urbanisasi memiliki beberapa alasan dilihat dari faktor pendorong dan penarik. Faktor-
faktor tersebut bisa mengarahkan masyarakat untuk mendapatkan kehidupan yang layak, tetapi hal
tersebut hanya bisa terlaksana bila para urban memiliki skill yang dibutuhkan di daerah tujuan.
Sebaliknya, jika masyarakat tersebut hijrah ke kota tanpa dibekali skill yang memadai dapat
menimbulkan masalah bagi kota tujuan, yang paling merasakan dampak dari urbanisasi adalah
lingkungan kota tersebut. Urbanisasi lebih banyak mendatangkan dampak negatif daripada dampak
positif bagi lingkungan kota

Anda mungkin juga menyukai