KOGNITIF
( DEMENSIA )
OLEH
KELOMPOK 15
1. Nunung Syamsiatun
2. Risnawati Said
3. Husnul
4. Ria Regita Cahyani Samudin
A. LATAR BELAKANG
Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis atau progresif
di mana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi,termasuk memori, berpikir,
orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar,kemampuan, bahasa, dan penilaian kesadaran
tidak terganggu. Gangguan fungsi kognitif yang biasanya disertai, kadang-kadang didahului,
oleh kemerosotandalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi. Sindrom terjadi
pada penyakit Alzheimer, di penyakit serebrovaskular, dan dalam kondisi lain terutama atau
sekunder yang mempengaruhi otak (Durand dan Barlow, 2006).
Menurut data Asia Pasifik tahun 2006, jumlah orang yang menderita demensia di
wilayah Asia Pasifik pada 2025 diperkirakan meningkat lebih daridua kali lipat dan
peningkatan ini akan lebih cepat dibandingkan dengan yangterjadi di negara-negara barat.
Sementara di dunia, pada tahun 2040 jumlahpenderita demensia diperkirakan menjadi
sekitar 80 juta orang. (Demensia dikawasan asia pasifik, 2006).
Gejala awal gangguan ini adalah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi, tetapi
bisa juga bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan,penurunan emosi atau
perubahan kepribadian lainnya. Terjadi perubahan ringandalam pola berbicara, penderita
menggunakan kata-kata yang lebih sederhana,menggunakan kata-kata yang tidak tepat atau
tidak mampu menemukan kata-katayang tepat. Ketidakmampuan mengartikan tanda-tanda
bisa menimbulkankesulitan dalam mengemudikan kendaraan. Pada akhirnya penderita tidak
dapatmenjalankan fungsi sosialnya.
Demensia banyak menyerang mereka yang telah memasuki usia lanjut.Bahkan,
penurunan fungsi kognitif ini bisa dialami pada usia kurang dari 501tahun. Sebagian besar
orang mengira bahwa demensia adalah penyakit yang hanya diderita oleh para Lansia,
kenyataannya demensia dapat diderita oleh siapasaja dari semua tingkat usia dan jenis
kelamin (Harvey, R. J. et al. 2003). Untuk mengurangi risiko, otak perlu dilatih sejak dini
disertai penerapan gaya hidupsehat. (Harvey, R. J., Robinson, M. S. & Rossor, M. N, 2003)
B . RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas, adapun permasalahan yang hendak
kelompok kemukakan dalam penulisan makalah ini, yaitu mengenai bagaimana gambaran
klinis dari polisitemia serta bagaimana proses asuhan keperawatan pada klien dengan
demensia ?
A. KONSEP DEMENSIA
1. Pengertian Demensia
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat
mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan
beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom) yang
mengganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptive) (Volicer, L., Hurley,
A.C., Mahoney, E. 1998). Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah
sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit
atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Demensia adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan kerusakan
fungsi kognitif global yang biasanya bersifat progresif dan mempengaruhi aktivitas social
dan okupasi yang normal juga aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). (Mickey Stanley,
2006)
Demensia tipe alzhimer adalah proses degenerative yang terjadi pertama-tama
pada sel yang terletak pada dasar otak depan yang mengirim informasi ke korteks serebral
dan hipokampus. Sel yang terpengaruh pertama kali kehilangan kemampuannya untuk
mengeluarkan asetilkolin lalu terjadi degenerasi. Jika degenerasi ini mulai berlangsung,
dewasa ini tidak ada tindakan yang dapat dilakukan untuk menghidupkan kembali sel-sel
atau menggantikannya.(Kushariyadi, 2010)
Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati secara
abnormal.Hanya satu terminologi yang digunakan untuk menerangkan penyakit otak
degeneratif yang progresif. Daya ingatan, pemikiran, tingkah laku dan emosi terjejas bila
mengalami demensia. Penyakit ini boleh dialami oleh semua orang dari berbagai
latarbelakang pendidikan mahupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat sebarang
rawatan untuk demensia, namun rawatan untuk menangani gejala-gejala boleh diperolehi.
Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang
secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan
untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian.
Pada usia muda, demensia bisa terjadi secara mendadak jika cedera hebat,
penyakit atau zat-zat racun (misalnya karbon monoksida) menyebabkan hancurnya sel-sel
otak. Tetapi demensia biasanya timbul secara perlahan dan menyerang usia diatas 60
tahun. Namun demensia bukan merupakan bagian dari proses penuaan yang normal.
Sejalan dengan bertambahnya umur, maka perubahan di dalam otak bisa menyebabkan
hilangnya beberapa ingatan (terutama ingatan jangka pendek) dan penurunan beberapa
kemampuan belajar. Perubahan normal ini tidak mempengaruhi fungsi. Lupa pada usia
lanjut bukan merupakan pertanda dari demensia maupun penyakit Alzheimer stadium
awal. Demensia merupakan penurunan kemampuan mental yang lebih serius, yang makin
lama makin parah. Pada penuaan normal, seseorang bisa lupa akan hal-hal yang detil;
tetapi penderita demensia bisa lupa akan keseluruhan peristiwa yang baru saja terjadi.
2. Epidemiologi
Laporan Departemen Kesehatan tahun 1998, populasi usia lanjut diatas 60 tahun
adalah 7,2 % (populasi usia lanjut kurang lebih 15 juta). peningkatan angka kejadian
kasus demensia berbanding lurus dengan meningkatnya harapan hidup suatu populasi .
Kira-kira 5 % usia lanjut 65 – 70 tahun menderita demensia dan meningkat dua kali lipat
setiap 5 tahun mencapai lebih 45 % pada usia diatas 85 tahun. Pada negara industri kasus
demensia 0.5 –1.0 % dan di Amerika jumlah demensia pada usia lanjut 10 – 15% atau
sekitar 3 – 4 juta orang.
Masalah demensia sering terjadi pada pasien lansia yang berumur diatas 60 tahun
dan sampai saat ini diperkirakan kurang lebih 500.000 penduduk indonesia mengalami
demensia dengan berbagai penyebab, yang salah satu diantaranya adalah alzeimer.
Demensia terbagi menjadi dua yakni Demensia Alzheimer dan Demensia
Vaskuler. Demensia Alzheimer merupakan kasus demensia terbanyak di negara maju
Amerika dan Eropa sekitar 50-70%. Demensia vaskuler penyebab kedua sekitar 15-20%
sisanya 15- 35% disebabkan demensia lainnya. Di Jepang dan Cina demensia vaskuler 50
– 60 % dan 30 – 40 % demensia akibat penyakit Alzheimer.
3. Etiologi Demensia
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat menyebabkan
timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat
disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins,
P.V. 2006). Sebagian besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari
gejala demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah),
demensia Lewy body, demensia frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya
disebabkan oleh penyakit lain.
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit
Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga
membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C.
2004). Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat
keputusan dan juga penurunan proses berpikir
Untuk demensia tipe Alzheimer ada beberapa penyebab yang telah dihipotesa
adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi udara/industri,
trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament predisposisi heriditer. Dasar
kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah
spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan
daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat
berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami
degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan kalsium intraseluler, kegagalan
metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein
abnormal yang non spesifik. Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi
beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan)
juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.
Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam
kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang
diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolisme energi,
adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal yang non
spesifik. Penyakit alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan
bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor
lingkungan hanya sebagai pencetus factor genetika.
Beberapa factor lain yang menyebabkan alzeimer :
Faktor genetic
Faktor infeksi
Faktor lingkungan
Faktor imunologis
Faktor trauma
Faktor neurotransmitter
4. Klasifikasi
b. Demensia Vaskuler
Penyakit ini disebabkan adanya defisit kognitif yang sama dengan Alzheimer
tetapi terdapat gejala-gejala / tanda-tanda neurologis fokal seperti :
Demensia vaskuler merupakan demensia kedua yang paling sering pada lansia,
sehingga perlu dibedakan dengan demensi Alzheimer.
Pencegahan pada demensia ini dapat dilakukan dengan menurunkan faktor resiko
misalnya ; hipertensi, DM, merokok, aritmia. Demensia dapat ditegakkan juga dengan
MRI dan aliran darah sentral.
Menurut Umur:
1. Reversibel
2. Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit B Defisiensi,
Hipotiroidisma, intoxikasi Pb.
1. Tipe Alzheimer
2. Tipe non-Alzheimer
3. Demensia vaskular
4. Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia)
5. Demensia Lobus frontal-temporal
6. Demensia terkait dengan SIDA(HIV-AIDS)
7. Morbus Parkinson
8. Morbus Huntington
9. Morbus Pick
10. Morbus Jakob-Creutzfeldt
11. Sindrom Gerstmann-Sträussler-Scheinker
12. Prion disease
13. Palsi Supranuklear progresif
14. Multiple sklerosis
15. Neurosifilis
16. Menurut sifat klinis:
5. Patofisiologi
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai pada
penyakit Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut (masa kusut neuron yang
tidak berfungsi) dan plak seni atau neuritis (deposit protein beta-amiloid, bagian dari
suatu protein besar, protein prukesor amiloid (APP). Kerusakan neuron tersebut terjadi
secara primer pada korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak.
Secara maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan kerusakan berat
neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah
intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (structural) dan
biokimia pada neuron – neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang
pada akhirnya berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit.
Satu tanda lesi pada AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang
berisi serat kusut dan sebagian besar terdiri dari protein “tau”. Dalam SSP, protein tau
sebagian besar sebagai penghambat pembentuk structural yang terikat dan menstabilkan
mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari sitokleton sel neuron. Pada neuron
AD terjadi fosforilasi abnormal dari protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan
pada tau sehingga tidak dapat terikat pada mikrotubulus secara bersama – sama. Tau yang
abnormal terpuntir masuk ke filament heliks ganda yang sekelilingnya masing – masing
terluka. Dengan kolapsnya system transport internal, hubungan interseluler adalah yang
pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti kematian sel. Pembentukan neuron
yang kusut dan berkembangnya neuron yang rusak menyebabkan Alzheimer.
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta)
yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-
beta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal melekat
pada membrane neuronal yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP
terbagi menjadi fragmen – fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket
yang berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya
bercampur dengan sel – sel glia yang akhirnya membentuk fibril – fibril plak yang
membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi neuron yang utuh.
Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal bebas sehingga menggagu
hubungan intraseluler dan menurunkan respon pembuluh darah sehingga mengakibatkan
makin rentannya neuron terhadap stressor.
Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada AD. Secara
neurokimia kelainan pada otak
Pathway (terlampir)
6. Gejala Klinis
Demensia yang paling banyak ditemukan yaitu tipe Alzheimer
Demensia Alzheimer
Gejala klinis demensia Alzheimer merupakan kumpulan gejala demensia akibat
gangguan neuro degenaratif (penuaan saraf) yang berlangsung progresif lambat, dimana
akibat proses degenaratif menyebabkan kematian sel-sel otak yang massif. Kematian sel-
sel otak ini baru menimbulkan gejala klinis dalam kurun waktu 30 tahun. Awalnya
ditemukan gejala mudah lupa (forgetfulness) yang menyebabkan penderita tidak mampu
menyebut kata yang benar, berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak
mampu menggunakan barang-barang sekalipun yang termudah. Hal ini disebabkan
adanya gangguan kognitif sehingga timbul gejala neuropsikiatrik seperti, Wahan (curiga,
sampai menuduh ada yang mencuri barangnya), halusinasi pendengaran atau penglihatan,
agitasi (gelisah, mengacau), depresi, gangguan tidur, nafsu makan dan gangguan aktifitas
psikomotor, berkelana.
Stadium II
Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebutr stadium demensia. Gejalanya antara
lain: Disorientasi, gangguan bahasa (afasia), Penderita mudah bingung, penurunan fungsi
memori lebih berat sehingga penderita tak dapat melakukan kegiatan sampai selesai, tidak
mengenal anggota keluarganya tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga
mengulanginya lagi, dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah
tersesat di lingkungannya, depresi berat prevalensinya 15-20%,”
Stadium III
Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun.Gejala klinisnya antara
lain: Penderita menjadi vegetatif, tidak bergerak dan membisu, daya intelektual serta
memori memburuk sehingga tidak mengenal keluarganya sendiri, tidak bisa
mengendalikan buang air besar/ kecil, kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan ornag
lain, kematian terjadi akibat infeksi atau trauma.
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah adanya perubahan
kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari.. Penderita
yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah Lansia dengan usia enam puluh lima tahun
keatas. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala yang menonjol pada
tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya mengalami proses penuaan dan
degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit
mengingat nama cucu mereka atau lupa meletakkan suatu barang.
Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri sendiri bahwa
itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh
orang-orang terdekat yang tinggal bersama, mereka merasa khawatir terhadap penurunan
daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin
Lansia kelelahan dan perlu lebih banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya
sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada Lansia,
mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat saja
diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi Lansia.
Pada saat ini mungkin saja Lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi.
Di sinilah keluarga membawa Lansia penderita demensia ke rumah sakit di mana
demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan.
Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak
semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji dan mengenali
gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa demensia bukanlah hal yang mudah dan
cepat, perlu waktu yang panjang sebelum memastikan seseorang positif menderita
demensia. Setidaknya ada lima jenis pemeriksaan penting yang harus dilakukan, mulai
dari pengkajian latar belakang individu, pemeriksaan fisik, pengkajian syaraf, pengkajian
status mental dan sebagai penunjang perlu dilakukan juga tes laboratorium.
Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang semakin
mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi keluarga memahami dengan baik perubahan
tingkah laku yang dialami oleh Lansia penderita demensia. Pemahaman perubahan
tingkah laku pada demensia dapat memunculkan sikap empati yang sangat dibutuhkan
oleh para anggota keluarga yang harus dengan sabar merawat mereka. Perubahan tingkah
laku (Behavioral symptom) yang dapat terjadi pada Lansia penderita demensia di
antaranya adalah delusi, halusinasi, depresi, kerusakan fungsi tubuh, cemas, disorientasi
spasial, ketidakmampuan melakukan tindakan yang berarti, tidak dapat melakukan
aktivitas sehari-hari secara mandiri, melawan, marah, agitasi, apatis, dan kabur dari
tempat tinggal (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998).
8. Penatalaksanaan
Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati karena jaringan otak yang
disfungsional dapat menahan kemampuan untuk pemulihan jika pengobatan dilakukan
tepat pada waktunya. Riwayat medis yang lengkap, pemeriksaan fisik, dan tes
laboratorium, termasuk pencitraan otak yang tepat, harus dilakukan segera setelah
diagnosis dicurigai. Jika pasien menderita akibat suatu penyebab demensia yang dapat
diobati, terapi diarahkan untuk mengobati gangguan dasar.
Pendekatan pengobatan umum pada pasien demensia adalah untuk memberikan
perawatan medis suportif, bantuan emosional untuk pasien dan keluarganya, dan
pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik, termasuk gejala perilaku yang
mengganggu. Pemeliharaan kesehatan fisik pasien, lingkungan yang mendukung, dan
pengobatan farmakologis simptomatik diindikasikan dalam pengobatan sebagian besar
jenis demensia. Pengobatan simptomatik termasuk pemeliharaan diet gizi, latihan yang
tepat, terapi rekreasi dan aktivitas, perhatian terhadap masalah visual dan audiotoris,
dan pengobatan masalah medis yang menyertai, seperti infeksi saluran kemih, ulkus
dekubitus, dan disfungsi kardiopulmonal. Perhatian khusus karena diberikan pada
pengasuh atau anggota keluarga yang menghadapi frustasi, kesedihan, dan masalah
psikologis saat mereka merawat pasien selama periode waktu yang lama.
Jika diagnosis demensia vaskular dibuat, faktor risiko yang berperan pada
penyakit kardiovaskular harus diidentifikasi dan ditanggulangi secara terapetik.
Faktor-faktor tersebut adalah hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, penyakit jantung,
diabetes dan ketergantungan alkohol. Pasien dengan merokok harus diminta untuk
berhenti, karena penghentian merokok disertai dengan perbaikan perfusi serebral dan
fungsi kognitif.
9. Pencegahan demensia
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia
ataupun menunda terjadinya demensia diantaranya adalah menjaga ketajaman daya
ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak, seperti :
1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti
alkohol dan zat adiktif yang berlebihan
2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya
dilakukan setiap hari.
3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif
Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman
yang memiliki persamaan minat atau hobi
10. Prognosis
Pada sebagian besar demensia stadium lanjut terjadi penurunan fungsi otak yang hampir
menyeluruh. Penderita lebih menarik dirinya dan tidak mampu mengendalikan
perilakunya. Suasana hatinya sering berubah-ubah dan senang berjalan-jalan (berkelana).
Pada akhirnya penderita tidak mampu mengikuti suatu percakapan dan bisa kehilangan
kemampuan berbicara.
B. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN LANSIA DENGAN DEMENSIA
1. Pengkajian
1. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan secara umum pada penyakit demensia antara lain:
a. Aktifitas istirahat
Gejala: Merasa lelah
Tanda: Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur
Letargi: penurunan minat atau perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi, ketidakmampuan untuk
menyebutkan kembali apa yang dibaca/ mengikuti acara program televisi.
Gangguan keterampilan motorik, ketidakmampuan untuk melakukan hal yang telah biasa yang
dilakukannya, gerakan yang sangat bermanfaat.
b. Sirkulasi
Gejala: Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik. hipertensi, episode emboli (merupakan factor
predisposisi).
c. Integritas ego
Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan persepsi terhadap lingkungan,
kesalahan identifikasi terhadap objek dan orang, penimbunan objek : meyakini bahwa objek yang salah
penempatannya telah dicuri. kehilangan multiple, perubahan citra tubuh dan harga diri yang dirasakan.
Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan ( banyak alasan tidak mampu untuk melakukan kewajiban,
mungkin juga tangan membuka buku namun tanpa membacanya) , duduk dan menonton yang lain,
aktivitas pertama mungkin menumpuk benda tidak bergerak dan emosi stabil, gerakan berulang ( melipat
membuka lipatan melipat kembali kain ), menyembunyikan barang, atau berjalan-jalan.
d. Eliminasi
Gejala: Dorongan berkemih
Tanda: Inkontinensia urine/feaces, cenderung konstipasi/ imfaksi dengan diare.
e. Makanan/cairan
Gejala: Riwayat episode hipoglikemia (merupakan factor predisposisi) perubahan dalam pengecapan,
nafsu makan, kehilangan berat badan, mengingkari terhadap rasa lapar/ kebutuhan untuk makan.
Tanda: Kehilangan kemampuan untuk mengunyah, menghindari/menolak makan (mungkin mencoba
untuk menyembunyikan keterampilan). dan tampak semakin kurus (tahap lanjut).
f. Hiygene
Gejala : Perlu bantuan /tergantung orang lain
Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal yang kurang, kebiasaan
pembersihan buruk, lupa untuk pergi kekamar mandi, lupa langkah-langkah untuk buang air, tidak dapat
menemukan kamar mandi dan kurang berminat pada atau lupa pada waktu makan: tergantung pada orang
lain untuk memasak makanan dan menyiapkannya dimeja, makan, menggunakan alat makan.
g. Neurosensori
Gejala : Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutama perubahan kognitif,
dan atau gambaran yang kabur, keluhan hipokondria tentang kelelahan, pusing atau kadang-kadang sakit
kepala. adanya keluhan dalam kemampuan kognitif, mengambil keputusan, mengingat yang berlalu,
penurunan tingkah laku ( diobservasi oleh orang terdekat). Kehilangan sensasi propriosepsi ( posisi tubuh
atau bagian tubuh dalam ruang tertentu ). dan adanya riwayat penyakit serebral vaskuler/sistemik, emboli
atau hipoksia yang berlangsung secara periodic ( sebagai factor predisposisi ) serta aktifitas kejang (
merupakan akibat sekunder pada kerusakan otak ).
Tanda : Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan dalam menemukan kata- kata yang benar (
terutama kata benda ); bertanya berulang-ulang atau percakapan dengan substansi kata yang tidak
memiliki arti; terpenggal-penggal, atau bicaranya tidak terdengar. Kehilangan kemampuan untuk
membaca dan menulis bertahap ( kehilangan keterampilan motorik halus ).
h. Kenyamanan
Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius ( mungkin menjadi factor predisposisi atau factor
akselerasinya), trauma kecelakaan ( jatuh, luka bakar dan sebagainya).
Tanda : Ekimosis, laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain
i. Interaksi social
Gejala : Merasa kehilangan kekuatan. factor psikososial sebelumnya; pengaruh personal dan individu
yang muncul mengubah pola tingkah laku yang muncul.
Tanda : Kehilangan control social,perilaku tidak tepat.
Demensia terjadi akibat kerusakan yang terjadi di dalam susunan saraf pusat terkait dengan proses
penuaan. Pada pengkajian Lansia dengan masalah demensia bisa digolongkan dalam pengkajian
sistem saraf secara umum.
Perubahan umum dari sistem saraf yang terkait dengan Proses Menua adalah sebagai
berikut:
Struktur Otak:
Kehilangan berat otak karena penuaan menyebabkan pengurangan jumlah dari neuron
dengan kehilangan area yang besar dari cortex dan cerebellum.
Atrofi dari tegangan dengan perluasan sulci dan gyri paling banyak di daerah frontal.
Dilatasi dari ventrikel karena proses menua.
Peningkatan akumulasi intrasel dari pigmen lipofuscin menyebabkan intisel
mengasumsikan posisi yang abnormal.
Perkembangan dari senile plaques atau lesi yang anatomik terkait dengan penuaan.
Fungsi Metabolik dan Fisiologik
Menurunnya konsumsi oksigen menyebabkan penurunan energi intraseluler, penggunaan
glukosa, aliran darah.
Perubahan metabolik dari kompleks sinaptik menyebabkan efek neurotransmiter
berhubungan dengan fungsi otak dengan tidur, kontrol temperatur, mood mengakibatkan
gangguan tidur, intoleransi terhadap dingin dan depresi.
Penurunan kadar norepinephrine, peningkatan kadar serotonin dan monoamin oksidase
menyebabkan perubahan dalam fungsi neurotransmiter dan depresi, penurunan kadar
dopamin menyebabkan penyakit parkinson’s.
Perubahan umum dalam sirkulasi otak menyebabkan kekacauan mental (association
retrieval, recall, memory dan kemampuan kognitif), dalam pergerakan (kekuatan motorik,
kelincahan dan ketangkasan), pada interpretasi sensory (penglihatan, pendengaran,
penciuman, peraba dan perasa), kemampuan dalam koping dengan kejadian multipel
(depresi, afek, komunikasi).
Penurunan jumlah neuron menyebabkan penurunan dalam kekuatan transmisi dari otak
ke anggota badan dan mengakibatkan perubahan ambang bekerja dari organ dan sistem.
Peningkatan recovery time dari susunan saraf otonom menyebabkan pemanjangan waktu
untuk kembali ke fungsi organ awal setelah stimulasi mengakibatkan kecemasan dan
ketegangan akibat stimulasi yang berlebihan.
Penurunan dendrites pada saraf, sinap, lesi pada akson menyebabkan penurunan pada
hantaran saraf tepi dan memperlambat waktu reaksi.
Perubahan ekstra piramidal menyebabkan perubahan affect, mengurangi pergerakan dan
berkedip.
Perubahan Electroencephalographic (EEG)
Pada pembacaan menampakkan satu siklus yang lebih rendah daripada tahap lain yang
matang.
Fungsi dan Struktur Sensori
Penurunan ukuran pupil dan perubahan respon cahaya yang minimal menyebabkan
kesulitan melihat dalam gelap, pada malam hari atau adaptasi yang lambat untuk melihat
dalam gelap.
Penurunan dalam sensitivitas dari cones di retina terhadap warna menyebabkan kesulitan
dalam membedakan warna (merah dan hijau menjadi hitam).
2. Diagnosa Keperawatan
1) Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis (degenerasi neuron
ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau memori, hilang konsentrsi, tidak
mampu menginterpretasikan stimulasi dan menilai realitas dengan akurat.
2) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi atau
integrasi sensori (penyakit neurologis, tidak mampu berkomunikasi, gangguan tidur,
nyeri) ditandai dengan cemas, apatis, gelisah, halusinasi.
3) Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari ditandai dengan kebingungan, keprihatinan, gelisah, tampak cemas, mudah
tersinggung, tingkah laku defensive, kekacauan mental, tingkah laku curiga, dan
tingkah laku agresif.
4) Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan pada sensori ditandai dengan
keluhan verbal tentang kesulitan tidur, terus-menerus terjaga, tidak mampu menentukan
kebutuhan/ waktu tidur.
5) Kurang perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif, frustasi atas
kehilangan kemandiriannya ditandai dengan penurunan kemampuan melakukan
perawatan diri.
6) Koping individu tidak efektif berhubungan dengan pemecahan masalah tidak adekuat
ditandai dengan cepat marah, curiga, mudah tersinggung.
7) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan persepsi ditandai dengan
disorientasi tempat, orang dan waktu.
8) Risiko terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mudah lupa, kemunduran hobi, perubahan sensori.
9) Risiko terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan keseimbangan, kelemahan, otot
tidak terkoordinasi, aktivitas kejang.
3. Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional
keperawatan hasil
1 Perubahan proses Setelah diberikan Mandiri Mandiri
pikir berhubungan tindakan keperawatan
a. Kembangkan a. Mengurangi
dengan perubahan diharapkan klien
lingkungan yang kecemasan dan
fisiologis mampu mengenali
mendukung dan emosional, seperti
(degenerasi neuron perubahan dalam
hubungan klien- kemarahan,
ireversibel) ditandai berpikir dengan KH:
perawat yang meningkatkan
dengan hilang - Mampu
terapeutik pengembangan
ingatan atau memperlihatkan
evaluasi diri yang
memori, hilang kemampuan
positif dan
konsentrsi, tidak kognitifuntuk
mengurangi konflik
mampu menjalani
psikologis
menginterpretasikan konsekuensi
stimulasi dan kejadian yang b. Kaji derajat b. Memberikan dasar
menilai realitas menegangkan gangguan kognitif, perbandingan yang
dengan akurat. terhadap emosi dan seperti perubahan akan datang dan
pikiran tentang diri orientasi, rentang memengaruhi rencan
- Mampu perhatian, intervensi. Catatan:
mengembangkan kemampuan evaluasi orientasi
strategi untuk berpikir. Bicarakan secara berulang dapat
mengatasi anggapan dengan keluarga meningkatkan respon
diri yang negative mengenai perubahan yang negative/tingkat
- Mampu mengenali perilaku frustasi
perubahan dalam
c. Kebisingan
berpikir atau
merupakan sensori
tingkah laku dan
berlebihan yang
factor penyebab
c. Pertahankan meningkatkan
- Mampu
lingkungan yang gangguan neuron
memperlihatkan
menyenangkan dan
penurunan tingkah d. Pendekatan terburu-
tenang
laku yang tidak buru menyebabkan
diinginkan, klien bingung,
ancaman, dan kesalahan
kebingungan d. Lakukan pendekatan persepsi/perasaan,
dengan cara terancam
perlahan dan tenang
e. Menimbulkan
perhatian, terutama
pada klien dengan
gangguan perceptual
g. Meningkatkan
pemahaman. Ucapan
f. Panggil klien tinggi dank eras
dengan namanya menimbulkan
stress/marah yang
mencetuskan
konfrontasi dan
respons marah
h. Seiring perkembangan
g. Gunakan suara yang
penyakit, pusat
agak rendah dan
komunikasi dalam
berbicara dengan
otak terganggu
perlahan pada klien
sehingga
menghilangkan
kemampuan klien
dalam respons
penerimaan pesan dan
percakapan secara
h. Gunakan kata-kata keseluruhan
pendek, kalimat dan
i. Menimbulkan respons
Ulangi instruksi
verbal, meningkatkan
tersebut sesuai
pemahaman. Isyarat
kebutuhan
menstimulasi
komunikasi, memberi
pengalaman positif
j. Mengarahkan
perhatian dan
penghargaan.
Membantu klien
dengan alat bantu
proses kata dalam
i. Berhenti sejenak di
menurunkan frustasi
antara
kalimat/pertanyaan. k. Provokasi
Beri isyarat tertentu, menurunkan harga diri
gunakan kalimat dan merupakan
terbuka ancaman yang
mencetuskan agitasi
yang tidak sesuai
l. Lamunan membantu
j. Dengarkan dengan dalam meningkatkan
penuh perhatian disorientasi. Orientasi
pembicaraan klien. pada realita
Interpretasikan meningkatkan
pertanyaan, arti, dan perasaan realita klien,
kata. Beri kata yang penghargaan diri dan
benar kemuliaan
(kebahagiaan)
personal
n. Tertawa membantu
dalam komunikasi dan
meningkatkan
l. Gunakan distraksi. kestabilan emosi
Bicarakan tentang
kejadian yang
sebenarnya saat
klien
mengungkapkan ide
yang salah, jika
tidak meningkatkan
kecemasan
Kolaborasi
a. Antisiklotik, Kolaborasi
seperti a. Dapat digunakan
i. Menenangkan situasi
i. Pertahankan dan member klien
keadaan tenang. waktu untuk
Tempatkan dalam memperoleh kendali
lingkungan tenang terhadap perilaku dan
yang memberikan emosinya
kesempatan untuk
“beristirahat”
f. Berikan kesempatan
f. Aktivitas fisik dan
untuk tidur sejenak,
mental yang lama
anjurkan latihan saat
mengakibatkan
siang hari, turunkan
kelelahan yang dapat
aktivitas mental/fisik
meningkatkan
pada sore hari
kebingungan, aktivitas
yang terprogram tanpa
stimulasi berlebihan
meningkatkan waktu
tidur
g. Risiko gangguan
g. Hindari penggunaan
sensori, meningkatkan
“pengikatan” secara
agitasi dan
terus menerus
menghambat waktu
istirahat
h. Peningkatan
h. Evaluasi tingkat
kebingungan,
stress/orientasi sesuai
disorientasi, tingkah
perkembangan hari
laku tidak kooperatif
demi hari
(sindrom sundower)
dapat mengurangi tidur
i. Penguatan bahwa
i. Buat jadwal tidur
saatnya tidur dan
secara teratur.
mempertahankan
Katakan pada klien
kestabilan lingkungan.
bahwa saat ini adalah
Catatan : penundaan
waktu untuk tidur
waktu tidur
diindikasikan agar
klien membuang
kelebihan energy dan
memfasilitasi tidur
j. Meningkatkan
j. Berikan makanan
relaksasi dengan
kecil sore hari, susu
perasaan mengantuk
hangat, mandi, dan
masase punggung k. Menurunkan
kebutuhan akan
k. Turunkan jumlah
bangun untuk
minuman sore.
berkemih selama
Lakukan berkemih
malam hari
sebelum tidur
l. Menurunkan stimulasi
l. Putarkan musik yang
sensori dengan
lembut atau “suara
menghambat suara lain
yang jernih”
dari lingkungan sekitar
yang akan
menghambat tidur
Kolaborasi
a. Rujuk pada ahli Kolaborasi
neuropsikologi a. Dapat memfasilitasi
dan konseling perubahan peran
bila ada indikasi yang penting untuk
perkembangan
perasaan.
Kerjasama
fisioterapi,
psikoterapi, terapi
obat-obatan, dan
dukungan
partisipasi
kelompok dapat
menolong
mengurangi
depresi yang juga
sering muncul pada
kejadian ini.
Kolaborasi Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan a. Memberikan terapi
ahli wicara bicara pada klien.
bahasa.
c. Mempertahankan
c. Alihkan perhatian keamanan dengan
saat perilaku menghindari
teragitasi konfrontasi yang
meningkatkan risiko
terjadinya trauma
d. Perlambatan proses
d. Gunakan pakaian metabolisme
sesuai dengan mengakibatkan
lingkungan hipotermia.
fisik/kebutuhan klien Hipotalamus
dipengaruhi proses
penyakit yang
menyebabkan rasa
kedinginan
f. Hindari penggunaan
f. Membahayakan klien,
restrain terus-
meningkatkan agitasi
menerus. Berikan
dan timbul risiko
kesempatan keluarga
fraktur pada klien
tinggal bersama klien
lansia (berhubungan
selama periode
dengan penurunan
agitasi akut
kalsium tulang)
4. Implementasi
(implementasi sesuai dengan intervensi)
5. Evaluasi
No.
Diagnosa Keperawatan Evaluasi
Dx
1. Perubahan proses pikir berhubungan Mampu memperlihatkan kemampuan
dengan perubahan fisiologis kognitifuntuk menjalani konsekuensi
(degenerasi neuron ireversibel) kejadian yang menegangkan terhadap
ditandai dengan hilang ingatan atau emosi dan pikiran tentang diri
memori, hilang konsentrsi, tidak Mampu mengembangkan strategi untuk
mampu menginterpretasikan stimulasi mengatasi anggapan diri yang negative
dan menilai realitas dengan akurat. Mampu mengenali perubahan dalam
berpikir atau tingkah laku dan factor
penyebab
Mampu memperlihatkan penurunan
tingkah laku yang tidak diinginkan,
ancaman, dan kebingungan
Brunner & Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Lumbantobing. 2006. Kecerdasan Pada Usia Lanjut dan Demensia. Jakarta: FKUI
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Salemba Medika: Jakarta