PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Alergi susu sapi adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak organ
dan sistem tubuh yang disebabkan oleh alergi terhadap susu sapi dengan
keterlibatan mekanisme sistem imun.2
Reaksi alergi yang terjadi ini diprovokasi oleh protein yang ada dalam susu
sapi. Susu merupakan protein yang spesifik untuk tiap spesiesnya, karenanya
protein dalam susu sapi memang sesuai untuk usus sapi, tetapi belum tentu sesuai
dengan usus manusia. Bagi kebanyakan bayi, protein susu sapi merupakan protein
asing yang pertama kali dikenalnya saat mendapat susu formula.1
Protein susu sapi merupakan alergen tersering pada berbagai reaksi
hipersensitivitas pada anak. Susu sapi mengandung sedikitnya 20 komponen
protein yang dapat merangsang produksi antibodi manusia. Protein susu sapi terdiri
2 fraksi yaitu casein dan whey. Fraksi casein yang membuat susu berbentuk kental
(milky) dan merupakan 76-86% dari protein susu sapi.1
Colitis Akibat Makanan dan Susu Sapi (Food and cow’s milk colitis)
Alergi susu sapi merupakan salah satu penyebab yang umum dari terjadinya
kehilangan darah kronis dan anemia pada masa neonatal, dengan darah samar atau
perdarahan rectum pada feses dan diare, meskipun begitu diare berdarah yang masif
jarang terjadi. Pendarahan rektal merupakan gejala yang mengkhawatirkan tetapi
pada umumnya jinak dan self-limiting tetapi dapat dikaitkan dengan alergi susu
pada sekitar 20% kasus. Bayi yang terkena dapat timbul dengan pendarahan anus
yang terisolasi dengan mengeluarkan lendir pada jam pertama kehidupan, dapat
melalui dalam rahim, atau sebelum 3 sampai 6 bulan pertama kehidupan tetapi
biasanya tetap dalam kondisi umum yang sangat baik. Biopsi rektal menunjukkan
peradangan eosinofilik yang khas dengan erosiepitel, microabscess atau fibrosis.
Gejala diakibatkan oleh protein susu sapi yangterkandung dalam susu formula atau
ASI, dan setengah dari pasien ini didiagnosisketika menggunakan ASI eksklusif.7
Kebanyakan dari bayi hanya alergi terhadap susu tapi sekitar 20% juga
dapat bereaksi terhadap telur, dan protein makanan lain walaupun jarang. Kemajuan
klinis biasanya sangat baik seiring dengan perbaikan gejala dalam waktu lima hari
setelah diet bebas susu sapi bagi ibu. Bila diet pada ibu mengalami kegagalan, diet
bebas telur juga dapat dilakukan. Alergi ini biasanya sembuh dalam beberapa bulan,
sehingga pemberian susu kembali dapat dilakukanantara 6 dan 12 bulan.7
2.4 Diagnosis
Proses diagnosis alergi susu sapi pada dasarnya adalah sama dengan proses
diagnosa alergi makanan. Seperti penyakit pada umumnya, proses diagnosa dimulai
dari penelusuran dan evaluasi riwayat penyakit, dilanjutkan dengan pemeriksaan
klinis secara seksama. Hal yang khusus dilakukan dalam investigasi alergi makanan
adalah pembuatan catatan harian diet, uji eliminasi dan provokasi, uji kulit, dan
pemeriksaan kadar IgE. Dalam anamnesis, perhatian difokuskan pada reaksi alergi
yang terjadi, dan kaitannya dengan makanan yang dimakannya. Setelah berbagai
bahan makanan yang dicurigai menjadi penyebab alergi diperoleh, diagnosa
dikonfirmasi dengan pemeriksaan berupa uji eliminasi dan uji provokasi.8
Prinsip uji eliminasi adalah menghindarkan bahan makanan yang menjadi
tersangka, dalam hal ini adalah protein susu sapi, selama 2 minggu. Dalam kurun
waktu ini diobservasi apakah gejala alergi yang ada berkurang atau tidak. Bila
gejala berkurang, dapat dilanjutkan uji provokasi untuk mengkonfirmasinya lagi,
yaitu dengan pemberian kembali bahan makanan tersebut, dan dicatat reaksi yang
terjadi. Jika makanan tersangka memang penyebab alergi, maka gejala akan
berkurang saat makanan dieliminasi dan muncul kembali lagi saat diprovokasi.8
Di samping penggunaan cara tersebut, cara pemeriksaan yang dapat dipakai
juga adalah dengan pemeriksaan kadar IgE dan uji kulit. Kadar IgE yang meninggi
dalam darah dapat dipergunakan sebagai petunjuk status alergi pada pasien, dan
memang kadar IgE ini seringkali didapatkan meninggi pada penderita alergi susu
sapi. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh Hidvegi dkk, diduga kadar total
IgE serum dan IgG anti-α-casein memiliki nilai prognostik; yaitu bila didapatkan
peningkatan pada awal penyakit, toleransi terhadap susu sapi akan dicapai lebih
lambat atau bahkan dapat pula sifat alergi yang terjadi bersifat menetap.8
Uji kulit yang dilakukan, disebut skin prick tests. Namun demikian perlu
diketahui bahwa uji kulit ini memiliki nilai prediktif positif yang rendah, karena
tingginya hasil positif palsu. Interpretasi ini perlu diperhatikan, sebab bila
tatalaksana dilakukan berdasarkan hasil positif ini, maka dapat saja terjadi
penghindaran makanan yang sesungguhnya tidak perlu dilakukan. Di sisi lain, tes
ini juga memiliki nilai prediktif negatif yang tinggi, dengan demikian bila
didapatkan hasil yang negatif maka diagnosa alergi makanan dapat dianggap kecil
kemungkinannya.8
Walau demikian dalam praktek klinisnya sehari-hari, diagnosa lebih sering
ditegakkan berdasarkan gejala dan respons klinis dari uji eliminasi dan provokasi.
Pemeriksaan secara laboratoris hanya bersifat pelengkap. Sedangkan penggunaan
uji kulit pada anak, selain karena masalah akurasinya yang kurang, perlu juga
dipertimbangkan faktor ketidak nyamanan yang akan timbul, mengingat penderita
umumnya berusia di bawah 2-3 tahun.8
Walaupun tampaknya mudah, pada beberapa keadaan diagnosis dapat
menjadi sulit dan membingungkan. Hal ini terjadi misalnya karena adanya
reaktivasi dari makanan lain. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah protein susu
sapi dapat menimbulkan alergi baik dalam bentuk murni, atau bisa juga dalam
bentuk lain seperti es krim, keju, dan kue yang menggunakan susu sapi sebagai
bahan dasarnya.8
2.5.2 Diet Eliminasi dan Tes Tantangan Pemberian Makanan (Oral Food
Challenge)
Bila diagnosis masih belum jelas, oral food challengemerupakan standar
emas. Sebuah protokol diterbitkan oleh Bock SA pada tahun 1988 dan protokol
standar telah diusulkan oleh European Academy of Allergy and Clinical
Immunology pada tahun 2004. Pasien mencerna, lebih dari 2 jam, secara progresif
meningkatkan jumlah dari makanan yang diduga membuat alergi. Prosedur
dihentikan ketika muncul gejala klinis (tes positif) atau setelah jumlah makanan
yang dimakan sudah mencapai batasnya dan reaksi alergi tidak muncul. Karena
terdapat reaksi anafilaksis, tes ini harus dipimpin secara ketat, oleh tenaga medis
yang terlatih, dan kesiapan peralatan resusitasi. Protokol ini lama, mahal, dandapat
menyebabkan kecemasan atau ketidaknyamanan reaksi klinis, namun pemeriksaan
ini merupakan indikasi pasti pada pasien dengan diagnosis yangtidak jelas.8
Dasar dari diagnosis food-induced gastrointestinal allergy adalah respon
terhadap diet eliminasi, dengan timbulnya gejala yang berulang ketika diberikan
makanan atau susu. Disebabkan reaksi alergi biasanya tertunda, diet eliminasi harus
dilakukan untuk setidak-tidaknya 1 (satu) bulan sebelum diberikan tantangan
makanan (food challenge). Namun, identifikasi penyebab makanan seringkali berat
dan dokter kadang-kadang harus meresepkan diet ketat yang"oligo-antigen".
Pada beberapa sindrom alergi seperti food protein-induced enterocolitis,
tantangan pemberian makanan dapat menyebabkan reaksi klinis berbahaya yang
mengarah kepada syok hipovolemik. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk
memasang jalur intravena dan memiliki supervisi medis dengan fasilitas
resusitasidan penatalaksanaan segera.8
2.6 Penatalaksanaan
2.6.1 Diet Eliminasi
Penatalaksanaan utama alergi makanan (dalam hal ini susu sapi) adalah diet
eliminasi. Pasien dan keluarganya harus diajarkan untuk selalu membaca label
makanan yang mengandung susu atau produknya (mentega, kasein, lactalbumin,
lactoglobulin atau laktosa). Pada anak kecil, diet eliminasi harus dipertimbangkan
dengan hati-hati dan memerlukan tindak lanjut medis yang terus-menerus, karena
diet eliminasi secara serius dapat mengganggu kualitas hidup dan membuat efek
samping yang parah. Ketika alergi susu sapi didiagnosis pada bayi, dokter harus
merekomendasikan kepada orangtua penggunaan makanan pengganti susu
berdasarkan extensively hydrolysed susu sapi dan harus mengobservasi pasien
untuk menentukan waktu yang paling tepat untuk diberikan kembali susu sapi
tersebut.
Extensively hydrolysed formulas merupakan disusun oleh campuran peptida
dan asam amino yang diproduksi dari kasein susu sapi atau air dadih dan dapat
ditoleransi pada 95% anak yang alergi terhadap susu. Jika gejalanya tetap persisten,
maka dapat digunakan formula asam amino, khususnya pada anak dengan alergi
beberapa makanan dan gangguan pertumbuhan.8
BAB III
KERANGKA KONSEP
Penentuan Nutrisi
BAB 4
METODE PENELITIAN
penyusunan
proposal
pengurusan surat
etik
Pengambilan
sampel
Pengolahan data
Penyusunan
laporan
Inklusi Ekslusi
Sampel penelitian
Penentuan nutrisi
3.7 Pengumpulan, Pengolahan dan Penyajian Data
3.7.1 Pengumpulan Data
3.7.2 Pengolahan Data
3.7.3 Penyajian Data