Radikulopati
Radikulopati
A. Definisi
B. Etiologi
1. Proses Kompresif
b. Dislokasi traumatik
c. Fraktur kompresif
d. Skoliosis
f. Neoplasma tulang
g. Spondilosis
i. Stenosis spinal
k. Spondilosis servikal
2. Proses Inflamasi
a. Guillain–Barré syndrome
b. Herpes Zoster
3. Proses Degeneratif
C. Tipe-tipe Radikulopati
1. Radikulopati Lumbar
2. Radikulopati Servikal
3. Radikulopati Torakal
Radikulopati torakal merupakan bentuk yang relatif jarang dari kompresi saraf
pada punggung tengah. Daerah ini strukturnya tidak banyak membengkok
seperti pada daerah lumbar atau servikal. Oleh karena itu, area toraks lebih
D. Patofisiologi
Sendi faset (facet joint), nukleus, dan otot juga dapat mengalami
perubahan degeneratif dengan atau tanpa kelainan pada diskus.
Kebanyakan kasus terjadi pada usia antara 20-64 tahun dan kejadian
tersering ialah pada usia 30-39 tahun. Setelah umur 40 tahun, frekuensinya
menurun. Laki-laki memiliki dua kali lipat kemungkinan untuk menderita
HNP dibandingkan wanita. Nukleus pulposus yang menonjol melalui
annulus fibrosus yang robek biasanya terjadi pada satu sisi dorsolateral
atau sisi lainnya (terkadang pada bagian dorsomedial) akan menyebabkan
penekanan pada satu atau lebih radiks saraf.
B. Dislokasi Traumatik
Pada trauma yang menimbulkan dislokasi dari sendi faset vertebra akan
menimbulkan nyeri punggung yang hebat. Keadaan ini akan menyebabkan
penyempitan foramen intervertebral, sehingga radiks dan jaringan yang
berdekatan mengalami iritasi dan kompresi di dalam kanalnya dengan
gejala-gejala radikuler.
C. Fraktur Kompresif
Pada fraktur yang bersifat kompresif, bila terjadi penekanan pada radiks
atau penyempitan pada foramen intervertebral yang dapat mengenai satu
atau lebih radiks saraf akan menimbulkan defisit neurologi.
D. Skoliosis
Skoliosis umumnya terjadi pada orang dewasa dengan keluhan utama nyeri
punggung. Keadaan ini sering berhubungan dengan lengkungan lumbal dan
torakolumbal. Nyeri tersebut disebabkan oleh adanya proses degeneratif
pada sendi faset lengkungan itu sendiri.
Tumor di daerah lumbosakral dapat terjadi pada konus medularis dan kauda
ekuina. Tumor yang tersering adalah ependioma. Tumor ini berasal dari sel-
sel ependim yang terdapat pada konus medularis dan filum terminale.
Tumor ini timbulnya lambat, hanya sebagian kecil yang berasal dari konus,
sebagian besarnya ialah berasal dari filum terminale yang kemudian
mengenai radiks saraf.
F. Neoplasma Tulang
Tumor ganas dapat merupakan tumor primer dari tulang ataupun sekunder
hasil metastase dari tempat lain, seperti kelenjar mammae, paru-paru,
prostat, tiroid, ginjal, lambung, dan uterus.
Tumor ganas primer yang sering ditemukan adalah multiple myeloma yang
menyerang dan merusak tulang terutama pada laki-laki dewasa tua berusia
40 tahun. Dapat menyebabkan kolaps vertebra dengan keluhan pertama
ialah nyeri punggung.
G. Spondilosis
Gejala paling sering adalah nyeri punggung bawah, biasanya dimulai pada
usia yang lebih dini dan perlahan-lahan memburuk, yang diperkuat oleh
gerakan ekstensi. Tetapi, nyeri dapat timbul mendadak bila ada cedera.
Nyeri tungkai akibat kompresi radiks saraf kurang sering ditemukan. Bila
deformitas berat maka kauda ekuina dapat terkena kompresi.
I. Stenosis Spinal
Stenosis spinal merupakan penyempitan kanal medulla spinalis yang
Spondilitis Tuberkulosa
Spondilitis tuberkulosa sering terjadi pada vertebra torakal dan lumbal. Vertebra
yang sering terinfeksi adalah torakolumbal T8-L3. Bagian anterior vertebra lebih
sering terinfeksi dibandingkan bagian posterior dengan gejala awal berupa nyeri
radikuler yang dikenal sebagai nyeri interkostalis.
Perjalanan infeksi pada vertebra dimulai setelah terjadinya fase hematogen atau
reaktivasi kuman dorman. Basil masuk ke korpus vertebra melalui jalur arteri dan
penyebaran berlangsung secara sistemik sepanjang arteri ke perifer termasuk ke
dalam korpus vertebra yang berasal dari arteri segmentalis interkostal. Di dalam
korpus, arteri ini berakhir sebagai “end artery” (tanpa anastomosis), sehingga
perluasan infeksi korpus vertebra sering dimulai pada daerah paradiskal.
Jalur kedua adalah melalui pleksus Batson, suatu anyaman vena epidural dan
peridural. Vena dari korpus vertebra mengalir ke pleksus Batson pada
perivertebral. Vena dari korpus keluar melalui bagian posterior. Pleksus ini
beranastomosis dengan vena dasar otak, dinding dada, interkostal, lumbal, dan
vena pelvis. Aliran retrograde yang dapat terjadi akibat perubahan tekanan
dinding dada dan abdomen dapat menyebabkan basil menyebar dari infeksi
tuberkulosa yang berasal dari organ di daerah aliran vena tersebut.
Jalur ketiga adalah dari abses paravertebral yang telah terbentuk dan menyebar
sepanjang ligamentum longitudinal anterior dan posterior ke korpus vertebra
yang berdekatan. Infeksi pada korpus vertebra berlanjut menjadi nekrosis dan
destruksi sehingga pada bentuk sentral dapat terjadi kompresi spontan akibat
trauma, sedangkan pada bentuk paradiskus akan menimbulkan kompresi, iskemi,
dan nekrosis diskus. Pada bentuk anterior, terjadi destruksi dari korpus di bagian
anterior sehingga korpus vertebra menjadi bentuk baji dan pada pasien terlihat
adanya “gibbus formation” apabila proses ini telah berjalan lama. Gangguan
neurologis yang terjadi pada fase awal adalah akibat penekanan oleh pus,
A. Spondilosis Servikal
4. Proses Inflamasi
A. Guillain–Barré syndrome
Guillain-Barré syndrome (GBS) merupakan kelainan sistem imun tubuh yang
mana menyerang bagian dari system saraf perifer. Gejala pertama dari
kelainan ini derajatnya bervariasi meliputi kelemahan atau sensasi kesemutan
pada kedua tungkai kaki. Dalam banyak kasus kelemahan simetris dan
sensasi abnormal menyebar ke lengan dan tubuh bagian atas. Gejala ini dapat
meningkatkan intensitas sampai otot-otot tertentu tidak dapat digunakan
sama sekali dan, bila berat, pasien GBS hampir mengalami lumpuh total.
Dalam kasus-kasus gangguan yang mengancam kehidupan - berpotensi
mengganggu pernapasan dan, pada saat yang bersamaan, dengan gangguan
tekanan darah atau denyut jantung - dan dianggap sebagai kegawatdaruratan
medis. Pasien GBS sering memakai ventilator untuk membantu pernapasan
Guillain-Barré dapat mempengaruhi siapa pun. Hal ini bisa menyerang pada
usia berapa pun dan kedua jenis kelamin sama-sama rentan terhadap
gangguan tersebut. Sindrom ini jarang terjadi, namun, hanya menyerang
sekitar satu orang dalam 100.000 populasi. Biasanya Guillain-Barré terjadi
beberapa hari atau minggu setelah pasien memiliki gejala infeksi virus
pernapasan atau pencernaan. Kadang-kadang operasi akan memicu sindrom.
Dalam kasus yang jarang vaksinasi dapat meningkatkan risiko GBS.
Menurut penelitian, penyebab GBS ialah adanya sistem kekebalan tubuh yang
menyerang tubuh itu sendiri, yang dikenal sebagai penyakit autoimun.
Biasanya sel-sel dari sistem kekebalan tubuh menyerang hanya material
asing dan organisme yang masuk tubuh atau kita sebut sebagai antigen.
Pada sindrom Guillain-Barré, sistem kekebalan tubuh mulai menghancurkan
selubung myelin yang mengelilingi akson dari saraf perifer, atau bahkan
menyerang akson itu sendiri.
Pada penyakit di mana selubung mielin saraf perifer “yang injuri atau rusak”,
saraf tidak bisa mengirimkan sinyal secara efisien. Itulah sebabnya otot-otot
mulai kehilangan kemampuan mereka untuk merespon perintah otak,
perintah yang harus dilakukan melalui jaringan saraf. Otak juga menerima
sinyal sensorik lebih sedikit dari seluruh tubuh, yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk merasakan tekstur, panas, nyeri, dan sensasi lainnya.
Secara bergantian, otak dapat menerima sinyal yang tidak tepat yang
mengakibatkan kesemutan, "crawling-skin" atau sensasi nyeri. Karena sinyal
menuju dan dari lengan serta kaki harus melakukan perjalanan jarak
terpanjang mereka yang paling rentan terhadap gangguan, sehingga
kelemahan otot dan sensasi kesemutan biasanya pertama kali muncul di
B. Herpes Zoster
Herpes zoster paling sering termanifestasi pada satu atau lebih ganglia
vertebra posterior atau ganglia sensoris kranial, kemungkinan karena partikel
virus yang menetap dalam ganglia ini dalam keadaan tidak aktif sejak episode
awal varicella. Hal ini menyebabkan rasa sakit dan temuan karakteristik
kutaneus sepanjang dermatom sensoris yang sesuai dari ganglia yang terlibat.
Jarang melibatkan sel kornu anterior dan posterior, leptomeninges, dan saraf
perifer, jarang dengan adanya kelemahan otot atau kelumpuhan, pleocytosis
(terdapat 20-50 limfosit) cairan spinal, dan / atau kehilangan sensori. Jarang
terjadi myelitis, meningitis, atau ensefalitis, keterlibatan visceral mungkin juga
terjadi.
5. Proses Degeneratif
a. Jalur Poliol
c. Stress Oksidatif
a. Gejala Sensoris
b. Gejala Motorik
a. Rasa nyeri berupa nyeri tajam yang menjalar dari daerah parasentral dekat
vertebra hingga kearah ekstremitas. Rasa nyeri ini mengikuti pola
dermatomal. Nyeri bersifat tajam dan diperhebat oleh gerakan, batuk,
mengedan, atau bersin.
Gejala radikulopati tergantung pada lokasi radiks saraf yang terkena (yaitu pada
servikal, torakal, atau lumbar). Nyeri radikular yang muncul akibat lesi iritaif di
radiks posterior tingkat servikal dinamakan brakialgia, karena nyerinya dirasakan
sepanjang lengan. Demikian juga nyeri radikular yang dirasakan sepanjang
tungkai, dinamakan iskialgia, karena nyerinya menjalar sepanjang perjalanan
nervus iskiadikus dan lanjutannya ke perifer. Radikulopati setinggi segmen
torakal jarang terjadi, karena segmen ini lebih rigid daripada segmen servikal
maupun lumbar. Jika terjadi radikulopati setinggi segmen torakal, maka akan
timbul nyeri pada lengan, dada, abdomen, dan panggul.
Radikulopati Servikal
Mendapatkan riwayat penyakit yang rinci merupakan hal yang penting untuk
menegakkan diagnosis dari radikulopati servikal. Pemeriksa harus mengajukan
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
1. Pertama, apa keluhan utama pasien (misalnya : nyeri, mati rasa (baal),
kelemahan otot), dan lokasi dari gejala?
Skala analog visual dari 0-10 dapat digunakan untuk menentukan tingkat
nyeri yang dirasakan oleh pasien.
Gambar anatomi nyeri juga dapat membantu dokter dalam memberikan
suatu tinjauan singkat pola nyeri pada pasien.
3. Apakah pasien pernah mengalami cedera diarea leher? Jika iya, kapan
terjadinya, seperti apa mekanisme terjadi cederanya, dan apa yang dilakukan
pada saat itu?
4. Apakah pasien pernah mengalami episode gejala serupa sebelumnya atau
nyeri leher yang terlokalisir?
5. Apakah pasien memiliki gejala sugestif dari myelopathy servikal, seperti
perubahan gaya berjalan, disfungsi usus atau kandung kemih, atau perubahan
sensoris atau kelemahan pada ekstremitas bawah?
6. Apa pengobatan sebelumnya yang telah dicoba oleh pasien (baik berupa
resep dokter atau mengobati sendiri) :
Radikulopati Lumbal
1. Timbulnya gejala pada pasien dengan radikulopati lumbosakral sering tiba-
tiba dan berupa LBP (nyeri punggung bawah). Beberapa pasien menyatakan
nyeri punggung yang sudah ada sebelumnya menghilang ketika sakit pada
kaki mulai terasa.
2. Duduk, batuk, atau bersin dapat memperburuk rasa sakit, yang berjalan dari
bokong turun ke tungkai kaki posterior atau posterolateral menuju
pergelangan kaki atau kaki.
3. Tanyakan penjalaran dari nyerinya, kelemahan otot, dan adanya perubahan
postur tubuh, cara duduk dan berdiri, kesulitan ketika berdiri setelah duduk
atau berbaring, dan perubahan dalam posisi berjalan.
4. Tanyakan apakah ada gangguan sensasi (seperti : kesemutan, baal, dan rasa
terbakar) dan gangguan dalam berkemih ataupun defekasi.
5. Ketika memperoleh riwayat pasien, waspadai setiap red flags (yaitu, indikator
kondisi medis yang biasanya tidak hilang dengan sendirinya tanpa
manajemen). Red flags tersebut dapat menyiratkan kondisi yang lebih rumit
yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut (misalnya, tumor, infeksi). Adanya
demam, penurunan berat badan, atau menggigil memerlukan evaluasi
menyeluruh. Usia pasien juga merupakan faktor ketika mencari kemungkinan
penyebab lain dari gejala-gejala pasien. Individu dengan usia kurang dari 20
tahun dan yang lebih dari 50 tahun memiliki risiko keganasan lebih tinggi yang
dapat menyebabkan nyeri (misalnya, tumor, infeksi).
Pemeriksaan fisik yang lengkap adalah suatu hal yang penting. Penting
memperhatikan abnormalitas postur, deformitas, nyeri tekan, dan spasme otot.
Pada pemeriksaan neurologis harus diperhatikan :
Lhermitte’s Test
4. Tes Distraksi
Tes ini dilakukan ketika pasien sedang merasakan nyeri radikuler.
Pembuktian terhadap adanya penjepitan dapat diberikan dengan tindakan
yang mengurangi penjepitan itu, yakni dengan mengangkat kepala pasien
sejenak.
5. Naffziger Tests
Tes ini dilakukan dengan menekan kedua vena jugularis selama 2 menit.
3. Myelography
Pemeriksaan ini memberikan gambaran anatomis yang detail, terutama
elemen osseus vertebra. Myelography merupakan proses yang invasif, karena
melibatkan penetrasi pada ruang subarakhnoid. Secara umum myelogram
dilakukan sebagai tes preoperative dan seringkali dilakukan bersamaan
dengan CT-Scan.
5. Laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah, faktor rematoid,
fosfatase alkali/asam, dan kalsium.
Urin analisis, berguna untuk penyakit nonspesifik seperti infeksi.
I. Diagnosis Banding
1. Radikulopati Servikal
- Cedera Pleksus Brakhialis
- Rotator Cuff Injury
2. Radikulopati Lumbar
- Cedera Diskus Lumbosakral
- Cedera Diskus Torakik
J. Penatalaksanaan
1. Terapi Non Farmakologi
a. Akut :
- Imobilisasi
- Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas
- Modalitas termal (terapi panas dan dingin)
- Pemijatan
- Traksi (tergantung kasus)
- Pemakaian alat bantu (misalnya korset atau tongkat)
b. Kronik
- Terapi psikologis
- Modulasi nyeri (akupunktur atau modalitas termal)
- Latihan kondisi otot
- Rehabilitasi vokasional
- Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas
2. Terapi Farmakologi
- NSAIDs
Contoh : Ibuprofen
Mekanisme Aksi : Menghambat reaksi inflamasi dan nyeri dengan
cara menurunkan sintesis prostaglandin
Dosis dan penggunaan :
K. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
B. Klasifikasi Nyeri
1. Berdasarkan Waktu
a. Nyeri Akut
Berlangsung dalam beberapa detik, atau paling lama sampai beberapa
minggu, biasanya bersifat nosiseptif
b. Nyeri Kronik
Nyeri yang menetap, berlangsung selama ± 3-6 bulan, dapat bersifat
nosiseptif, neuropatik, atau gabungan keduanya.
2. Nyeri Neuropatik
Nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer pada
sistem saraf, baik sentral maupun perifer. Beberapa pasien yang mengalami
nyeri neuropatik menggambarkan nyerinya sebagai nyeri yang aneh, tidak
biasa, yang mungkin dapat berupa sensasi nyeri terbakar atau tersengat
listrik.
3. Nyeri Psikogenik
Sebagian besar pasien dengan nyeri kronik memiliki gangguan psikologis.
Pasien kemungkinan dapat menjadi cemas atau depresi, atau mengalami
kesulitan dalam menghadapi masalah. Masalah psikologis bukan hanya
suatu konsekuensi nyeri, tetapi juga berkontribusi terhadap nyeri itu sendiri.
Nyeri psikogenik merupakan suatu istilah sederhana untuk semua jenis nyeri
yang hanya dapat dijelaskan secara psikologis, tanpa adanya kerusakan
jaringan dan sistem saraf sebagai penyebab utamanya.
4. Persepsi
Persepsi merupakan proses terakhir berupa tanggapan terhadap adanya nyeri
tersebut.
E. Tipe Serabut Aferen Nyeri Perifer
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton & Hall. Textbook of Medical Physiology 11th Edition
2. Adams and Victor’s. Principle of Neurology 8th Edition
3. Richard S. Snell. Clinical Neuroanatomy 6th Edition
4. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI. Edisi Ketiga
5. http://emedicine.medscape.com/article/94118-clinical . Cervical Radiculopathy
Clinical Presentation. Diakses 20 Oktober 2012, pkl : 08.00 WIB
6. http://emedicine.medscape.com/article/95025-overview. Lumbosacral
Radiculopathy. Diakses 20 Oktober 2012, pkl : 09.00 WIB
7. http://www.theacpa.org/default.aspx. American Chronic Pain Association - The
ACPA – American Chronic Pain Association. Diakses pkl : 10.00 WIB
8. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/pain.html#cat59 . Pain: MedlinePlus.
Diakses 20 Oktober 2012, pkl : 13.00 WIB