Anda di halaman 1dari 39

RADIKULOPATI

A. Definisi

Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi


dan struktur radiks akibat proses patologis yang dapat mengenai satu atau lebih
radiks saraf dengan pola gangguan bersifat dermatomal.

Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 1


Hal ini berguna untuk mengingat bahwa :
- struktur wajah dan cranium anterior berada di daerah bidang saraf trigeminal
- belakang kepala, servikal ke-2
- leher, servikal ke-3
- area diatas pundak, servikal ke-4
- area deltoid, servikal ke-5
- lengan bawah radial dan ibu jari, servikal ke-6

Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 2


- telunjuk dan jari tengah , servikal ke-7
- jari kelingking dan tepi ulnar dari tangan dan lengan bawah, servikal ke-8 dan torakik ke-1
- puting, torakik ke-5
- umbilicus, torakik ke-10
- selangkangan, lumbal ke-1
- sisi medial lutut, lumbal ke-3
- jari kaki besar, lumbal ke-5
- jari kaki kecil (kelingking), sakrum ke-1
- belakang paha, sakrum ke-2
- area genitor-anal, sakrum ke-3, 4, dan 5

B. Etiologi

Terdapat tiga faktor utama penyebab terjadinya radikulopati, yaitu proses


kompresif, proses inflamasi, dan proses degeneratif sesuai dengan struktur dan
lokasi terjadinya proses patologis.

1. Proses Kompresif

Kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga mengakibatkan


radikulopati adalah :

a. Herniated nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus

b. Dislokasi traumatik

c. Fraktur kompresif

d. Skoliosis

e. Tumor medulla spinalis

f. Neoplasma tulang

g. Spondilosis

h. Spondilolistesis dan Spondilolisis

i. Stenosis spinal

Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 3


j. Spondilitis tuberkulosis

k. Spondilosis servikal

2. Proses Inflamasi

Kelainan-kelainan inflamasi sehingga mengakibatkan radikulopati adalah :

a. Guillain–Barré syndrome
b. Herpes Zoster

3. Proses Degeneratif

Kelainan yang bersifat degeneratif sehingga mengakibatkan radikulopati


adalah Diabetes Mellitus.

C. Tipe-tipe Radikulopati

1. Radikulopati Lumbar

Radikulopati lumbar merupakan bentuk radikulopati pada daerah lumbar yang


disebabkan oleh iritasi atau kompresi dari radiks saraf lumbal. Radikulopati
lumbar sering juga disebut siatika. Pada radikulopati lumbar, keluhan nyeri
punggung bawah (low back pain) sering didapatkan.

2. Radikulopati Servikal

Radikulopati servikal umumnya dikenal dengan “saraf terjepit” merupakan


kompresi pada satu atau lebih radiks saraf pada leher. Gejala pada
radikulopati servikal seringnya disebabkan oleh spondilosis servikal.

3. Radikulopati Torakal

Radikulopati torakal merupakan bentuk yang relatif jarang dari kompresi saraf
pada punggung tengah. Daerah ini strukturnya tidak banyak membengkok
seperti pada daerah lumbar atau servikal. Oleh karena itu, area toraks lebih

Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 4


jarang menyebabkan sakit pada spinal. Namun, kasus yang sering ditemukan
pada bagian ini adalah nyeri pada infeksi herpes zoster.

D. Patofisiologi

1. Proses Kompresif pada Lumbal Spinalis

 Pergerakan antara vertebral L4-L5 dan L5-S1 lebih leluasa sehingga


lebih sering terjadi gangguan. Vertebra lumbalis memiliki beban yang
besar untuk menahan bagian atas tubuh sehingga tulang, sendi,
nukleus, dan jaringan lunaknya lebih besar dan kuat. Pada banyak
kasus, proses degenerasi dimulai pada usia lebih awal seperti pada
masa remaja dengan degenerasi nukleus pulposus yang diikuti protusi
atau ekstrasi diskus. Secara klinis yang sangat penting adalah arah
protusi ke posterior, medial, atau ke lateral yang menyebabkan tarikan
malah robekan nukleus fibrosus.

 Protusi diskus posterolateral diketahui sebagai penyebab kompresi


dari radiks. Protusi diskus dapat mengenai semua jenis kelamin dan
berhubungan dengan riwayat trauma sebelumnya. Bila proses ini
berlangsung secara progresif dapat terbentuk osteofit. Permukaan
sendi menjadi malformasi dan tumbuh berlebihan, kemudian terjadi
penebalan dari ligamentum flavum.

 Pada pasien dengan kelainan kanal sempit, proses ini terjadi


sepanjang vertebra lumbalis, sehingga menyebabkan kanalis menjadi
tidak bulat dan membentuk “trefoil axial shape”. Pada tahap ini
prosesnya berhubungan dengan proses penuaan. Stenosis kanalis
vertebra lumbalis sering mengenai laki-laki pekerja usia tua.

 Sendi faset (facet joint), nukleus, dan otot juga dapat mengalami
perubahan degeneratif dengan atau tanpa kelainan pada diskus.

A. Herniated nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus

Herniated nucleus pulposus atau herniasi diskus, disebut juga ruptured,


prolapsed atau protruded disc, diketahui sebagai penyebab terbanyak back
pain dan nyeri tungkai berulang. Herniasi nukleus merupakan tonjolan yang
lunak, tetapi suatu waktu mengalami perubahan menjadi fibrokartilago,

Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 5


akhirnya menjadi tonjolan kalsifikasi. HNP kebanyakan terjadi diantara
vertebra L5-S1, jarang terjadi pada L4-L5, L3-L4, L2-L3, L1-L2, dan vertebra
torakal. Frekuensi yang sering juga terjadi pada vertebra C5-C6 dan C6-C7.
Penyebabnya biasanya ialah trauma fleksi, tetapi pada beberapa kasus bias
juga tanpa adanya trauma.

Penyebab lain adalah kecenderungan degenerasi diskus intervertebralis,


yang mana meningkat sesuai dengan peningkatan umur, dapat mengenai
daerah servikal dan lumbal pada penderita yang sama.

Kebanyakan kasus terjadi pada usia antara 20-64 tahun dan kejadian
tersering ialah pada usia 30-39 tahun. Setelah umur 40 tahun, frekuensinya
menurun. Laki-laki memiliki dua kali lipat kemungkinan untuk menderita
HNP dibandingkan wanita. Nukleus pulposus yang menonjol melalui
annulus fibrosus yang robek biasanya terjadi pada satu sisi dorsolateral
atau sisi lainnya (terkadang pada bagian dorsomedial) akan menyebabkan
penekanan pada satu atau lebih radiks saraf.

B. Dislokasi Traumatik

Pada trauma yang menimbulkan dislokasi dari sendi faset vertebra akan
menimbulkan nyeri punggung yang hebat. Keadaan ini akan menyebabkan
penyempitan foramen intervertebral, sehingga radiks dan jaringan yang
berdekatan mengalami iritasi dan kompresi di dalam kanalnya dengan
gejala-gejala radikuler.

C. Fraktur Kompresif

Pada fraktur yang bersifat kompresif, bila terjadi penekanan pada radiks
atau penyempitan pada foramen intervertebral yang dapat mengenai satu
atau lebih radiks saraf akan menimbulkan defisit neurologi.

D. Skoliosis

Skoliosis umumnya terjadi pada orang dewasa dengan keluhan utama nyeri
punggung. Keadaan ini sering berhubungan dengan lengkungan lumbal dan
torakolumbal. Nyeri tersebut disebabkan oleh adanya proses degeneratif
pada sendi faset lengkungan itu sendiri.

Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 6


E. Tumor Medulla Spinalis

Tumor di daerah lumbosakral dapat terjadi pada konus medularis dan kauda
ekuina. Tumor yang tersering adalah ependioma. Tumor ini berasal dari sel-
sel ependim yang terdapat pada konus medularis dan filum terminale.
Tumor ini timbulnya lambat, hanya sebagian kecil yang berasal dari konus,
sebagian besarnya ialah berasal dari filum terminale yang kemudian
mengenai radiks saraf.

Selain ependioma, terdapat tumor primer intraspinal yang sering ditemukan


yang terdiri dari sel-sel Schwann atau disebut dengan schwannoma.
Schwannoma merupakan tumor ekstramedular intradural dan dapat muncul
dari saraf spinal pada setiap level. Tersering muncul dari radiks posterior
dengan keluhan-keluhan nyeri radikuler. Pertumbuhannya lambat sebelum
diagnosis diketahui dengan benar.

F. Neoplasma Tulang

Tumor ganas dapat merupakan tumor primer dari tulang ataupun sekunder
hasil metastase dari tempat lain, seperti kelenjar mammae, paru-paru,
prostat, tiroid, ginjal, lambung, dan uterus.

Tumor ganas primer yang sering ditemukan adalah multiple myeloma yang
menyerang dan merusak tulang terutama pada laki-laki dewasa tua berusia
40 tahun. Dapat menyebabkan kolaps vertebra dengan keluhan pertama
ialah nyeri punggung.

Tumor ganas sekunder juga sering ditemukan pada vertebra, dapat


merupakan tumor osteoblastik (metastasis dari kelenjar mammae) atau
osteolitik yang dapat berasal dari kelenjar mammae, paru-paru, ginjal, dan
tiroid. Tumor tersebut menyebabkan destruksi tulang dengan akibat “wedge
shape” atau kolaps pada vertebra yang terkena, satu atau beberapa radiks
akan ikut terlibat.

G. Spondilosis

Spondilosis merupakan penyakit degeneratif pada tulang belakang. Bila usia


bertambah maka akan terjadi perubahan degeneratif pada tulang belakang,
yang terdiri dari dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus serta penonjolan ke
semua arah dari annulus fibrosus. Annulus mengalami kalsifikasi dan
Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 7
perubahan hipertrofik terjadi pada pinggir tulang korpus vertebra,
membentuk osteofit atau spur atau taji. Dengan penyempitan rongga
intervertebra, sendi intervertebra dapat mengalami subluksasi dan
menyempitkan foramina intervertebra, yang dapat juga ditimbulkan oleh
osteofit.

Nyeri biasanya kurang menonjol pada spondilosis. Disestesia tanpa nyeri


dapat timbul pada daerah distribusi radiks yang terkena, dapat disertai
kelumpuhan otot dan gangguan refleks. Terjadi pembentukan osteofit pada
bagian yang lebih sentral dari korpus vertebra yang menekan medulla
spinalis. Kauda ekuina dapat terkena kompresi pada daerah lumbal bila
terdapat stenosis kanal lumbal. Gejalanya berupa sindrom kauda ekuina
dengan paraparesis, defisit sensorik pada kedua tungkai, serta hilangnya
kontrol sfingter. Sindrom pseudoklaudikasi (klaudikasi neurologik) dapat
terjadi dimana pasien mengeluh nyeri pinggang dan tungkai saat berdiri
atau berjalan, dan akan menghilang bila berbaring.

H. Spondilolitesis dan Spondilolisis

Spondilolistesis adalah pergeseran ke arah depan dari satu korpus vertebra


terhadap korpus vertebra dibawahnya. Hal ini paling sering terjadi pada
spondilolisis, yaitu suatu kondisi dimana bagian posterior unit vertebra
menjadi terpisah, menyebabkan hilangnya kontinuitas antara prosesus
artikularis superior dan inferior. Spondilolistesis diduga disebabkan oleh
fraktur arkus neural segera setelah lahir, walaupun ini jarang simtomatis
sampai dewasa; usia rata-rata pasien yang mencari pengobatan adalah 35
tahun. Lokasi yang paling sering dari keterlibatan adalah L5, yang
mengalami subluksasi terhadap sakrum. Yang lebih jarang ialah terjadi
akibat penyakit degeneratif tulang belakang, ini biasanya meliputi L5 atau L4.

Gejala paling sering adalah nyeri punggung bawah, biasanya dimulai pada
usia yang lebih dini dan perlahan-lahan memburuk, yang diperkuat oleh
gerakan ekstensi. Tetapi, nyeri dapat timbul mendadak bila ada cedera.
Nyeri tungkai akibat kompresi radiks saraf kurang sering ditemukan. Bila
deformitas berat maka kauda ekuina dapat terkena kompresi.

I. Stenosis Spinal
Stenosis spinal merupakan penyempitan kanal medulla spinalis yang

Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 8


mungkin terjadi secara kongenital atau menyempit karena penonjolan
annulus, hipertrofi sendi faset, atau ligamen longitudinal posterior yang
tebal atau mengeras, sehingga menekan saraf yang mengandung beberapa
radiks.
Penyempitan kanalis lumbalis dapat disebabkan oleh pedikel yang pendek
karena kongenital, lamina dan sendi faset yang tebal, kurva skoliosis, dan
lordotik. Kebanyakan kasus merupakan idiopatik dan sering terjadi pada
usia pertengahan dan usia tua.

2. Proses Kompresif pada Torakal dan Lumbal Spinalis

Spondilitis Tuberkulosa

Spondilitis tuberkulosa sering terjadi pada vertebra torakal dan lumbal. Vertebra
yang sering terinfeksi adalah torakolumbal T8-L3. Bagian anterior vertebra lebih
sering terinfeksi dibandingkan bagian posterior dengan gejala awal berupa nyeri
radikuler yang dikenal sebagai nyeri interkostalis.

Perjalanan infeksi pada vertebra dimulai setelah terjadinya fase hematogen atau
reaktivasi kuman dorman. Basil masuk ke korpus vertebra melalui jalur arteri dan
penyebaran berlangsung secara sistemik sepanjang arteri ke perifer termasuk ke
dalam korpus vertebra yang berasal dari arteri segmentalis interkostal. Di dalam
korpus, arteri ini berakhir sebagai “end artery” (tanpa anastomosis), sehingga
perluasan infeksi korpus vertebra sering dimulai pada daerah paradiskal.

Jalur kedua adalah melalui pleksus Batson, suatu anyaman vena epidural dan
peridural. Vena dari korpus vertebra mengalir ke pleksus Batson pada
perivertebral. Vena dari korpus keluar melalui bagian posterior. Pleksus ini
beranastomosis dengan vena dasar otak, dinding dada, interkostal, lumbal, dan
vena pelvis. Aliran retrograde yang dapat terjadi akibat perubahan tekanan
dinding dada dan abdomen dapat menyebabkan basil menyebar dari infeksi
tuberkulosa yang berasal dari organ di daerah aliran vena tersebut.

Jalur ketiga adalah dari abses paravertebral yang telah terbentuk dan menyebar
sepanjang ligamentum longitudinal anterior dan posterior ke korpus vertebra
yang berdekatan. Infeksi pada korpus vertebra berlanjut menjadi nekrosis dan
destruksi sehingga pada bentuk sentral dapat terjadi kompresi spontan akibat
trauma, sedangkan pada bentuk paradiskus akan menimbulkan kompresi, iskemi,
dan nekrosis diskus. Pada bentuk anterior, terjadi destruksi dari korpus di bagian
anterior sehingga korpus vertebra menjadi bentuk baji dan pada pasien terlihat
adanya “gibbus formation” apabila proses ini telah berjalan lama. Gangguan
neurologis yang terjadi pada fase awal adalah akibat penekanan oleh pus,

Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 9


perkejuan atau jaringan granulasi dengan nyeri sebagai keluhan pertama yang
muncul. Nyeri dapat dirasakan terlokalisir di sekitar lesi atau berupa nyeri
menjalar sesuai saraf yang terkena.

3. Proses Kompresif pada Servikal

A. Spondilosis Servikal

Seiring dengan bertambahnya usia terjadi pula perubahan degeneratif pada


tulang punggung, seperti dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus, serta
penonjolan annulus fibrosus ke segala arah. Annulus menjadi kalsifikasi dan
perubahan hipertrofik terjadi pada pinggir korpus vertebral seperti osteofit,
dengan penyempitan rongga intervertebral. Dapat mengenai satu atau
beberapa radiks, unilateral atau bilateral, namun keluhannya tidak sehebat
herniasi diskus.

B. Herniated nucleus pulposus (HNP)

Mekanisme herniasi diskus di servikal sama seperti pada bagian lumbal.


Namun insidensinya 15 kali lebih jarang dibandingkan HNP di daerah lumbar.
Nyeri yang terasa menjalar sepanjang lengan, yang dinamakan brakialgia,
akibat lesi iritatif di radiks posterior C4-T1.

4. Proses Inflamasi

A. Guillain–Barré syndrome
Guillain-Barré syndrome (GBS) merupakan kelainan sistem imun tubuh yang
mana menyerang bagian dari system saraf perifer. Gejala pertama dari
kelainan ini derajatnya bervariasi meliputi kelemahan atau sensasi kesemutan
pada kedua tungkai kaki. Dalam banyak kasus kelemahan simetris dan
sensasi abnormal menyebar ke lengan dan tubuh bagian atas. Gejala ini dapat
meningkatkan intensitas sampai otot-otot tertentu tidak dapat digunakan
sama sekali dan, bila berat, pasien GBS hampir mengalami lumpuh total.
Dalam kasus-kasus gangguan yang mengancam kehidupan - berpotensi
mengganggu pernapasan dan, pada saat yang bersamaan, dengan gangguan
tekanan darah atau denyut jantung - dan dianggap sebagai kegawatdaruratan
medis. Pasien GBS sering memakai ventilator untuk membantu pernapasan

Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 10


dan diawasi dengan ketat untuk masalah seperti detak jantung yang tidak
normal, infeksi, pembekuan darah, dan tekanan darah tinggi atau rendah.

Guillain-Barré dapat mempengaruhi siapa pun. Hal ini bisa menyerang pada
usia berapa pun dan kedua jenis kelamin sama-sama rentan terhadap
gangguan tersebut. Sindrom ini jarang terjadi, namun, hanya menyerang
sekitar satu orang dalam 100.000 populasi. Biasanya Guillain-Barré terjadi
beberapa hari atau minggu setelah pasien memiliki gejala infeksi virus
pernapasan atau pencernaan. Kadang-kadang operasi akan memicu sindrom.
Dalam kasus yang jarang vaksinasi dapat meningkatkan risiko GBS.

Setelah manifestasi klinis pertama dari penyakit, gejala dapat berkembang


selama beberapa jam, hari, atau minggu. Kebanyakan pasien GBS mencapai
tahap kelemahan terbesar dalam 2 minggu pertama setelah gejala muncul.
Gejala-gejala yang dapat timbul pada pasien GBS adalah kehilangan
sensitivitas, seperti kesemutan, kebas (mati rasa), rasa terbakar, atau nyeri,
dengan pola persebaran yang tidak teratur dan dapat berubah-ubah.
Kelumpuhan pada pasien GBS biasanya terjadi dari bagian tubuh bawah ke
atas atau dari luar ke dalam secara bertahap, namun dalam waktu yang
bervariasi. Pada pasien GBS parah, kerusakan dapat berdampak pada paru-
paru dan melemahkan otot-otot pernapasan sehingga diperlukan ventilator
untuk menjaga pasien agar tetap bertahan. Kondisi pasien dapat bertambah
parah karena kemungkin terjadi infeksi di dalam paru-paru akibat
berkurangnya kemampuan pertukaran gas dan kemampuan membersihkan
saluran pernapasan. Kematian umumnya terjadi karena kegagalan
pernapasan dan infeksi yang ditimbulkan.

Menurut penelitian, penyebab GBS ialah adanya sistem kekebalan tubuh yang
menyerang tubuh itu sendiri, yang dikenal sebagai penyakit autoimun.
Biasanya sel-sel dari sistem kekebalan tubuh menyerang hanya material
asing dan organisme yang masuk tubuh atau kita sebut sebagai antigen.
Pada sindrom Guillain-Barré, sistem kekebalan tubuh mulai menghancurkan
selubung myelin yang mengelilingi akson dari saraf perifer, atau bahkan
menyerang akson itu sendiri.

Pada penyakit di mana selubung mielin saraf perifer “yang injuri atau rusak”,
saraf tidak bisa mengirimkan sinyal secara efisien. Itulah sebabnya otot-otot
mulai kehilangan kemampuan mereka untuk merespon perintah otak,
perintah yang harus dilakukan melalui jaringan saraf. Otak juga menerima
sinyal sensorik lebih sedikit dari seluruh tubuh, yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk merasakan tekstur, panas, nyeri, dan sensasi lainnya.
Secara bergantian, otak dapat menerima sinyal yang tidak tepat yang
mengakibatkan kesemutan, "crawling-skin" atau sensasi nyeri. Karena sinyal
menuju dan dari lengan serta kaki harus melakukan perjalanan jarak
terpanjang mereka yang paling rentan terhadap gangguan, sehingga
kelemahan otot dan sensasi kesemutan biasanya pertama kali muncul di

Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 11


tangan dan kaki kemudian mulai dirasakan kebagian atas tubuh.

Ketika Guillain-Barré didahului oleh infeksi virus atau bakteri, maka


kemungkinan virus atau bakteri tersebut telah mengubah sifat sel dalam
sistem saraf sehingga sistem kekebalan tubuh memperlakukan mereka
sebagai sel asing. Hal ini juga memungkinkan bahwa virus membuat sistem
kekebalan tubuh menjadi kurang mengenali sel myelin dan akson sebagai sel
tubuhnya sendiri , yang memungkinkan beberapa sel-sel kekebalan, seperti
beberapa jenis limfosit dan makrofag, untuk menyerang myelin. Limfosit T
yang tersensitisasi bekerja sama dengan limfosit B untuk memproduksi
antibodi terhadap komponen selubung mielin dan dapat berkontribusi pada
kerusakan myelin.

B. Herpes Zoster

Herpes zoster paling sering termanifestasi pada satu atau lebih ganglia
vertebra posterior atau ganglia sensoris kranial, kemungkinan karena partikel
virus yang menetap dalam ganglia ini dalam keadaan tidak aktif sejak episode
awal varicella. Hal ini menyebabkan rasa sakit dan temuan karakteristik
kutaneus sepanjang dermatom sensoris yang sesuai dari ganglia yang terlibat.
Jarang melibatkan sel kornu anterior dan posterior, leptomeninges, dan saraf
perifer, jarang dengan adanya kelemahan otot atau kelumpuhan, pleocytosis
(terdapat 20-50 limfosit) cairan spinal, dan / atau kehilangan sensori. Jarang
terjadi myelitis, meningitis, atau ensefalitis, keterlibatan visceral mungkin juga
terjadi.

5. Proses Degeneratif

Penyakit Diabetes Mellitus

Pasien DM merupakan predisposisi dari berbagai macam gangguan saraf perifer


berupa “peripheral neuropathy” yang cenderung progresif dan ireversibel.
Keluhan pada pasien DM terutama ialah polineuropati distal sensoris yang
simetris.

Mekanisme biokimia yang berkontribusi penting dalam perkembangan bentuk-


bentuk simetris paling umum dari polineuropati diabetes kemungkin besar
meliputi jalur poliol, produk akhir glikasi lanjut, dan stres oksidatif.

a. Jalur Poliol

Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 12


Hiperglikemia menyebabkan peningkatan kadar glukosa intraseluler dalam
saraf, menyebabkan saturasi pada jalur glikolisis normal. Glukosa ekstra
masuk ke dalam proses jalur poliol dan diubah menjadi sorbitol dan fruktosa
oleh enzim aldosa reduktase dan sorbitol dehidrogenase. Akumulasi dari
sorbitol dan fruktosa menyebabkan myoinositol saraf berkurang, menurunkan
aktivitas membran Na+/ K+-ATPase, mengganggu transportasi aksonal, dan
terjadi gangguan struktural saraf, menyebabkan potensial aksi menjadi
abnormal.

b. Produk Akhir Glikasi Lanjut (Advanced Glycation End Products-AGE)

Reaksi nonenzimatik dari glukosa berlebih dengan protein, nukleotida, dan


hasil lipid pada produk akhir glikasi lanjut (AGE), kemungkinan memiliki peran
dalam mengganggu integritas neuronal dan mekanisme perbaikan melalui
gangguan metabolisme sel saraf dan transportasi aksonal.

c. Stress Oksidatif

Peningkatan produksi radikal bebas pada diabetes dapat merugikan melalui


beberapa mekanisme yang belum sepenuhnya dipahami. Ini termasuk
kerusakan langsung pada pembuluh darah yang menyebabkan iskemia saraf
dan memfasilitasi dari reaksi AGE.

Gejala Neuropati Diabetik

a. Gejala Sensoris

Neuropati sensorik biasanya onsetnya perlahan dan menunjukkan distribusi


stoking-dan-sarung tangan (stocking-and-glove distribution) di ekstremitas
distal. Gejala sensorik mungkin negatif atau positif, fokal atau difus. Gejala
sensorik negatif termasuk baal atau mati rasa, yang mana pasien dapat
menggambarkannya seperti mengenakan sarung tangan atau kaus kaki.
Kehilangan keseimbangan, terutama dengan mata tertutup, dan luka tanpa
rasa sakit akibat hilangnya sensasi yang umum. Gejala positif dapat
digambarkan sebagai rasa terbakar, nyeri seperti ditusuk-tusuk, kesemutan,
perasaan seperti tersengat listrik, sakit, adanya keketatan, atau
hipersensitivitas terhadap sentuhan.

b. Gejala Motorik

Kelainan motorik meliputi kelemahan distal, proksimal, atau beberapa

Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 13


kelemahan yang bersifat fokal. Pada ekstremitas atas, gejala motor distal
meliputi gangguan koordinasi halus pada tangan, seperti membuka tutup
botol atau mengunci pintu. Kaki sering terpeleset atau jatuh dan lecet
kemungkinan merupakan gejala awal dari kelemahan kaki. Gejala kelemahan
anggota gerak bawah proksimal meliputi kesulitan menaiki atau meuruni
tangga, atau sulit bangun dari posisi duduk atau terlentang. Sedangkan gejala
kelemahan anggota gerak atas proksimal ialah kesulitan dalam mengangkat
lengan atas.

E. Manifestasi Klinik Radikulopati

Secara umum, manifestasi klinis radikulopati adalah sebagai berikut :

a. Rasa nyeri berupa nyeri tajam yang menjalar dari daerah parasentral dekat
vertebra hingga kearah ekstremitas. Rasa nyeri ini mengikuti pola
dermatomal. Nyeri bersifat tajam dan diperhebat oleh gerakan, batuk,
mengedan, atau bersin.

b. Paresthesia yang mengikuti pola dermatomal.

c. Hilang atau berkurangnya sensorik (hipesthesia) di permukaan kulit


sepanjang distribusi dermatom radiks yang bersangkutan.

d. Kelemahan otot-otot yang dipersarafi radiks yang bersangkutan.

e. Refleks tendon pada daerah yang dipersarafi radiks yang bersangkutan


menurun atau bahkan menghilang

Gejala radikulopati tergantung pada lokasi radiks saraf yang terkena (yaitu pada
servikal, torakal, atau lumbar). Nyeri radikular yang muncul akibat lesi iritaif di
radiks posterior tingkat servikal dinamakan brakialgia, karena nyerinya dirasakan
sepanjang lengan. Demikian juga nyeri radikular yang dirasakan sepanjang
tungkai, dinamakan iskialgia, karena nyerinya menjalar sepanjang perjalanan
nervus iskiadikus dan lanjutannya ke perifer. Radikulopati setinggi segmen
torakal jarang terjadi, karena segmen ini lebih rigid daripada segmen servikal
maupun lumbar. Jika terjadi radikulopati setinggi segmen torakal, maka akan
timbul nyeri pada lengan, dada, abdomen, dan panggul.

1. Manifestasi Klinis Radikulopati pada Daerah Servikal


a. Leher terasa kaku, rasa tidak nyaman pada bagian medial skapula.
b. Gejala diperburuk dengan gerakan kepala dan leher, juga dengan regangan
Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 14
pada lengan yang bersangkutan. Untuk mengurangi gejala tersebut,
penderita seringkali mengangkat dan memfleksikan lengannya di
belakang kepala.
c. Lesi pada C5 ditandai dengan nyeri pada bahu dan daerah trapezius,
berkurangnya sensorik sesuai dengan pola dermatomal, kelemahan dan
atrofi otot deltoid. Lesi ini dapat mengakibatkan berkurangnya
kemampuan abduksi dan eksorotasi lengan.
d. Lesi pada C6 ditandai dengan nyeri pada trapezius, ujung bahu, dan
menjalar hingga lengan atas anterior, lengan bawah bagian radial, jari ke-1
dan bagian lateral jari ke-2. Lesi ini mengakibatkan paresthesia ibu jari,
menurunnya refleks biseps, disertai kelemahan dan atrofi otot biseps.
e. Lesi pada C7 ditandai dengan nyeri bahu, area pektoralis dan medial aksila,
posterolateral lengan atas, siku, dorsal lengan bawah, jari ke-2 dan ke-3,
atau seluruh jari. Lesi ini dapat mengakibatkan paresthesia jari ke-2, ke-3,
dan juga jari pertama, atrofi dan kelemahan otot triseps, ekstensor tangan,
dan otot pektoralis.

f. Lesi pada C8 ditandai dengan nyeri sepanjang bagian medial lengan


bawah. Lesi ini akan mengganggu fungsi otot-otot intrinsik tangan dan
sensasi jari ke-4 dan 5 (seperti pada gangguan nervus ulnaris).

Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 15


2. Manifestasi Klinis Radikulopati pada Daerah Lumbal
a. Rasa nyeri pada daerah sakroiliaka yang menjalar hingga ke bokong, paha,
betis, dan kaki. Nyeri dapat ditimbulkan dengan Valsava Maneuvers
(seperti : batuk, bersin, atau mengedan saat defekasi).
b. Pada rupture diskus intervertebra, nyeri dirasakan lebih berat bila
penderita sedang duduk atau akan berdiri.
Ketika duduk, penderita akan menjaga
lututnya dalam keadaan fleksi dan
menumpukan berat badannya pada bokong
yang berlawanan. Ketika akan berdiri,
penderita menopang dirinya pada sisi yang
sehat, meletakkan tangannya di punggung,
menekuk tungkai yang terkena (Minor’s Sign).
Nyeri mereda ketika pasien berbaring.

Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 16


Umumnya penderita merasa nyaman dengan berbaring terlentang disertai
fleksi sendi coxae dan lutut, serta bahu disangga dengan bantal untuk
mengurangi lordosis lumbal. Pada tumor intraspinal, nyeri tidak berkurang
atau bahkan memburuk ketika berbaring.
c. Gangguan postur atau kurvatura vertebra. Pada pemeriksaan dapat
ditemukan berkurangnya lordosis vertebra lumbal karena spasme
involunter otot-otot punggung. Sering ditemui skoliosis lumbal, dan
mungkin juga terjadi skoliosis torakal sebagai kompensasi. Umumnya
tubuh akan condong menjauhi area yang sakit, dan panggung akan
bungkuk ke depan dan kearah yang sakit untung menghindari stretching
pada saraf yang bersangkutan. Jika iskialgia sangat berat, pasien akan
menghindari ekstensi sendi lutut, dan berjalan dengan bertumpu pada jari
kaki (karena dorsofleksi kaki menyebabkan stretching pada saraf,
sehingga memperburuk nyeri). Pasien membungkuk ke depan, berjalan
dengan langkah kecil dan semifleksi sendi lutut, disebut Neri’s Sign.
d. Ketika pasien berdiri, dapat ditemukan gluteal fold yang menggantung dan
tampak lipatan kulit tambahan karena otot gluteus yang lemah. Hal ini
merupakan bukti keterlibatan radiks S1.
e. Dapat ditemukan nyeri tekan pada sciatic notch dan sepanjang nervus
iskiadikus.
f. Pada kompresi radiks spinal yang berat, dapat ditemukan gangguan
sensasi, paresthesia, kelemahan otot, dan gangguan refleks tendon.
Fasikulasi jarang terjadi.
g. HNP biasanya terletak di posterolateral dan mengakibatkan gejala yang
unilateral. Tetapi, jika letak hernia agak besar dan sentral, dapat
menyebabkan gejala pada kedua sisi yang mungkin dapat disertai
gangguan berkemih dan buang air besar.

Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 17


Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 18
F. Anamnesis Riwayat Penyakit

Radikulopati Servikal
Mendapatkan riwayat penyakit yang rinci merupakan hal yang penting untuk
menegakkan diagnosis dari radikulopati servikal. Pemeriksa harus mengajukan
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :

1. Pertama, apa keluhan utama pasien (misalnya : nyeri, mati rasa (baal),
kelemahan otot), dan lokasi dari gejala?

 Skala analog visual dari 0-10 dapat digunakan untuk menentukan tingkat
nyeri yang dirasakan oleh pasien.
 Gambar anatomi nyeri juga dapat membantu dokter dalam memberikan
suatu tinjauan singkat pola nyeri pada pasien.

2. Apakah aktivitas dan posisi kepala dapat memperparah atau meringankan


gejalanya?

 Informasi ini dapat membantu baik untuk mendiagnosis maupun dalam


penatalaksanaannya.

3. Apakah pasien pernah mengalami cedera diarea leher? Jika iya, kapan
terjadinya, seperti apa mekanisme terjadi cederanya, dan apa yang dilakukan
pada saat itu?
4. Apakah pasien pernah mengalami episode gejala serupa sebelumnya atau
nyeri leher yang terlokalisir?
5. Apakah pasien memiliki gejala sugestif dari myelopathy servikal, seperti
perubahan gaya berjalan, disfungsi usus atau kandung kemih, atau perubahan
sensoris atau kelemahan pada ekstremitas bawah?
6. Apa pengobatan sebelumnya yang telah dicoba oleh pasien (baik berupa
resep dokter atau mengobati sendiri) :

 Penggunaan dari es dan/atau penghangat


 Obat-obatan (seperti : acetaminophen, aspirin, nonsteroidal anti-
inflammatory drugs [NSAIDs])
 Terapi fisik, traksi, atau manipulasi
 Suntikan
 Operasi

7. Tanyakan riwayat sosial pasien, meliputi olahraga dan posisi pasien,


pekerjaan, dan penggunaan dari nikotin dan / atau alkohol.
8. Kekhasan pasien dengan radikulopati servikal ialah datang dengan mengeluh
adanya ketidaknyamanan pada leher dan lengan. Ketidaknyamanan tersebut

Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 19


dapat berupa sakit tumpul sampai nyeri hebat seperti rasa terbakar. Biasanya,
nyerinya ini menjalar menuju batas medial skapula, dan keluhan utama pasien
ialah nyeri bahu. Ketika radikulopatinya sedang berlangsung, nyeri tersebut
menjalar menuju lengan atas atau bawah dan menuju tangan, sepanjang
distribusi sensori dari radiks saraf yang terlibat.
9. Pasien yang lebih tua kemungkinan memiliki episode sakit leher sebelumnya
atau membeitahukan riwayat memiliki radang sendi tulang servikal atau leher.
10. Herniasi diskus akut dan penyempitan tiba-tiba foramen saraf juga dapat
terjadi pada cedera yang melibatkan ekstensi servikal, lateral bending, atau
rotasi dan pembebanan aksial. Pasien-pasien mengeluh peningkatan rasa
sakit dengan posisi leher yang menyebabkan penyempitan foraminal
(misalnya, ekstensi, lateral bending, atau rotasi menuju sisi yang bergejala).
11. Banyak pasien yang menceritakan bahwa mereka dapat mengurangi gejala
radikularnya dengan mengabduksikan bahunya dan menempatkan tangannya
dibelakang kepala. Manuver ini diduga untuk meringankan gejala dengan
mengurangi ketegangan pada radiks saraf.
12. Pasien mungkin mengeluhkan perubahan sensorik di sepanjang dermatom
radiks saraf yang terlibat, dapat berupa kesemutan, mati rasa (baal), atau
hilangnya sensasi.
13. Beberapa pasien mungkin mengeluh kelemahan motorik. Sebagian kecil
pasien akan datang dengan kelemahan otot saja, tanpa rasa sakit yang
signifikan atau keluhan sensorik.

Radikulopati Lumbal
1. Timbulnya gejala pada pasien dengan radikulopati lumbosakral sering tiba-
tiba dan berupa LBP (nyeri punggung bawah). Beberapa pasien menyatakan
nyeri punggung yang sudah ada sebelumnya menghilang ketika sakit pada
kaki mulai terasa.

2. Duduk, batuk, atau bersin dapat memperburuk rasa sakit, yang berjalan dari
bokong turun ke tungkai kaki posterior atau posterolateral menuju
pergelangan kaki atau kaki.
3. Tanyakan penjalaran dari nyerinya, kelemahan otot, dan adanya perubahan
postur tubuh, cara duduk dan berdiri, kesulitan ketika berdiri setelah duduk
atau berbaring, dan perubahan dalam posisi berjalan.
4. Tanyakan apakah ada gangguan sensasi (seperti : kesemutan, baal, dan rasa
terbakar) dan gangguan dalam berkemih ataupun defekasi.
5. Ketika memperoleh riwayat pasien, waspadai setiap red flags (yaitu, indikator
kondisi medis yang biasanya tidak hilang dengan sendirinya tanpa
manajemen). Red flags tersebut dapat menyiratkan kondisi yang lebih rumit
yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut (misalnya, tumor, infeksi). Adanya
demam, penurunan berat badan, atau menggigil memerlukan evaluasi
menyeluruh. Usia pasien juga merupakan faktor ketika mencari kemungkinan
penyebab lain dari gejala-gejala pasien. Individu dengan usia kurang dari 20
tahun dan yang lebih dari 50 tahun memiliki risiko keganasan lebih tinggi yang
dapat menyebabkan nyeri (misalnya, tumor, infeksi).

Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 20


G. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang lengkap adalah suatu hal yang penting. Penting
memperhatikan abnormalitas postur, deformitas, nyeri tekan, dan spasme otot.
Pada pemeriksaan neurologis harus diperhatikan :

 Gangguan sensorik (hipesthesia atau hiperesthesia). Perlu dibedakan


gangguan saraf perifer dan segmental.
 Gangguan motorik (pemeriksaan kekuatan otot, atrofi, fasikulasi, dan
spasme otot).
 Perubahan refleks.
Pemeriksaan panggul dan rektum perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya
neoplasma dan infeksi di luar vertebra.

Pemeriksaan Fisik Radikulopati Servikal

Pada pemeriksaan radikulopati servikal, antara lain akan didapatkan :


1. Terbatasnya “range of motion” leher.
2. Nyeri akan bertambah berat dengan pergerakan (terutama hiperekstensi).
3. Tes Lhermitte (Foramina Compression Test). Tes ini dilakukan dengan
menekan kepala pada posisi leher tegak lurus atau miring. Peningkatan dan
radiasi nyeri ke lengan setelah melakukan tes ini mengindikasikan adanya
penyempitan foramen intervertebralis servikal, sehingga berkas serabut
sensorik di foramen intervertebra yang diduga terjepit, secara faktual dapat
dibuktikan.

Lhermitte’s Test
4. Tes Distraksi
Tes ini dilakukan ketika pasien sedang merasakan nyeri radikuler.
Pembuktian terhadap adanya penjepitan dapat diberikan dengan tindakan
yang mengurangi penjepitan itu, yakni dengan mengangkat kepala pasien
sejenak.

Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 21


Distraction Test

Pemeriksaan Fisik Radikulopati Lumbar

1. Tes Lasegue (Straight Leg Raising Test)


Pemeriksaan dilakukan dengan cara :
a. Pasien yang sedang berbaring diluruskan (ekstensi) kedua tungkainya.
b. Secara pasif, satu tungkai yang sakit diangkat lurus, lalu dibengkokkan (fleksi)
pada persendian panggulnya (sendi coxae), sementara lutut ditahan agar
tetap ekstensi.
c. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan lurus (ekstensi).
d. Fleksi pada sendi panggul/coxae dengan lutut ekstensi akan menyebabkan
stretching nervus iskiadikus (saraf spinal L5-S1).
e. Pada keadaan normal, kita dapat mencapai sudut 70 derajat atau lebih
sebelum timbul rasa sakit dan tahanan.
f. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan di sepanjang nervus iskiadikus
sebelum tungkai mencapai sudut 70 derajat, maka disebut tanda Lasegue
positif (pada radikulopati lumbal).

2. Modifikasi/Variasi Tes Lasegue (Bragard’s Sign, Sicard’s Sign, dan Spurling’s


Sign)
Merupakan modifikasi dari tes Lasegue yang mana dilakukan tes Lasuge disertai
dengan dorsofleksi kaki (Bragard’s Sign) atau dengan dorsofleksi ibu jari kaki
(Sicard’s Sign). Dengan modifikasi ini, stretching nervus iskiadikus di daerah
tibial menjadi meningkat, sehingga memperberat nyeri. Gabungan Bragard’s sign
dan Sicard’s sign disebut Spurling’s sign.

Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 22


Lasegue’s Sign (SLR’s Test)

a) Bragard’s sign b) Spurling’s sign

3. Tes Lasegue Silang atau O’Conell Test


Tes ini sama dengan tes Lasegue, tetapi yang diangkat tungkai yang sehat. Tes
positif bila timbul nyeri radikuler pada tungkai yang sakit (biasanya perlu sudut
yang lebih besar untuk menimbulkan nyeri radikuler dari tungkai yang sakit).

4. Nerve Pressure Sign


Pemeriksaan dilakukan dengan cara :
a. Lakukan seperti pada tes Lasegue (sampai pasien merasakan adanya nyeri)
kemudian lutut difleksikan hingga membentuk sudut 20 derajat.
b. Lalu, fleksikan sendi panggul/coxae dan tekan nervus tibialis pada fossa
poplitea hingga pasien mengeluh adanya nyeri.
c. Tes ini positif bila terdapat nyeri tajam pada daerah lumbal, bokong sesisi,
atau sepanjang nervus iskiadikus.

5. Naffziger Tests
Tes ini dilakukan dengan menekan kedua vena jugularis selama 2 menit.

Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 23


Tekanan harus dilakukan hingga pasien mengeluh adanya rasa penuh di
kepalanya. Kompresi vena jugularis juga dapat dilakukan dengan
sphygmomanometer cuff, dengan tekanan 40 mmHg selama 10 menit. Dengan
penekanan tersebut, dapat mengakibatkan tekanan intrakranial meningkat.
Meningkatnya tekanan intrakranial atau intraspinal, dapat menimbulkan nyeri
radikular pada pasien dengan space occupying lesion yang menekan radiks saraf.
Pada pasien ruptur diskus intervertebra, akan didapatkan nyeri radikular pada
radiks saraf yang bersangkutan.Pasien dapat diperiksa dalam keadaan berbaring
atau berdiri.

H. Pemeriksaan Penunjang Radikulopati


1. Radiografi atau Foto Polos Roentgen
Tujuan utama foto polos Roentgen adalah untuk mendeteksi adanya kelainan
structural.
2. MRI dan CT-Scan
 MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang utama untuk mendeteksi
kelainan diskus intervertebra. MRI selain dapat mengidentifikasi kompresi
medulla spinalis dan radiks saraf, juga dapat digunakan untuk mengetahui
beratnya perubahan degenerative pada diskus intervertebra. MRI memiliki
keunggulan dibandingkan dengan CT-Scan, yaitu adanya potongan sagital
dan dapat memberikan gambaran hubungan diskus intervertebra dan
radiks saraf yang jelas,sehingga MRI merupakan prosedur skrining yang
ideal untuk menyingkirkan diagnose banding gangguan structural pada
medulla spinalis dan radiks saraf.
 CT-Scan dapat memberikan gambaran struktur anatomi tulang vertebra
dengan baik, dan memberikan gambaran yang bagus untuk herniasi
diskus intervertebra. Namun demikian, sensitivitas CT-Scan tanpa
myelography dalam mendeteksi herniasi masih kurang bila dibandingkan
dengan MRI.

3. Myelography
Pemeriksaan ini memberikan gambaran anatomis yang detail, terutama
elemen osseus vertebra. Myelography merupakan proses yang invasif, karena
melibatkan penetrasi pada ruang subarakhnoid. Secara umum myelogram
dilakukan sebagai tes preoperative dan seringkali dilakukan bersamaan
dengan CT-Scan.

4. Nerve Conduction Study (NCS) dan Electromyography (EMG)


NCS dan EMG sangat membantu untuk membedakan asal nyeri atau untuk
menentukan keterlibatan saraf, apakah dari radiks, pleksus saraf, atau saraf

Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 24


tunggal. Selain itu, pemeriksaan ini juga membantu menentukan lokasi
kompresi radiks saraf. Namun bila diagnosis radikulopati sudah pasti secara
pemeriksaan klinis, maka pemeriksaan elektrofisiologis tidak dianjurkan.

5. Laboratorium
 Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah, faktor rematoid,
fosfatase alkali/asam, dan kalsium.
 Urin analisis, berguna untuk penyakit nonspesifik seperti infeksi.

I. Diagnosis Banding
1. Radikulopati Servikal
- Cedera Pleksus Brakhialis
- Rotator Cuff Injury
2. Radikulopati Lumbar
- Cedera Diskus Lumbosakral
- Cedera Diskus Torakik

J. Penatalaksanaan
1. Terapi Non Farmakologi
a. Akut :
- Imobilisasi
- Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas
- Modalitas termal (terapi panas dan dingin)
- Pemijatan
- Traksi (tergantung kasus)
- Pemakaian alat bantu (misalnya korset atau tongkat)
b. Kronik
- Terapi psikologis
- Modulasi nyeri (akupunktur atau modalitas termal)
- Latihan kondisi otot
- Rehabilitasi vokasional
- Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas
2. Terapi Farmakologi

- NSAIDs
 Contoh : Ibuprofen
 Mekanisme Aksi : Menghambat reaksi inflamasi dan nyeri dengan
cara menurunkan sintesis prostaglandin
 Dosis dan penggunaan :

Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 25


Dewasa : 300 – 800 mg per oral setiap 6 jam (4x1 hari) atau 400 –
800 mg IV setiap 6 jam jika dibutuhkan
- Tricyclic Antidepressants
 Contoh : Amitriptyline
 Mekanisme Aksi : Menghambat reuptake serotonin dan / atau
norepinefrin oleh membran saraf presynaptic, dapat meningkatkan
konsentrasi sinaptik dalam SSP. Berguna sebagai analgesik untuk
nyeri kronis dan neuropatik tertentu.
 Dosis dan penggunaan :
Dewasa : 100 – 300 mg 1x1 hari pada malam hari
- Muscle Relaxants
 Contoh : Cyclobenzaprine
 Mekanisme Aksi : Relaksan otot rangka yang bekerja secara sentral
dan menurunkan aktivitas motorik pada tempat asal tonik somatic
yang mempengaruhi baik neuron motor alfa maupun gamma.
 Dosis :
Dewasa : 5 mg per oral setiap 8 jam (3x1 hari)
- Analgesik
 Contoh : Tramadol (Ultram)
 Mekanisme Aksi : Menghambat jalur nyeri ascenden, merubah
persepsi serta respon terhadap nyeri, menghambat reuptake
norepinefrin dan serotonin
 Dosis :
 Dewasa : 50 – 100 mg per oral setiap 4 – 6 jam (4x1 hari) jika
diperlukan
- Antikonvulsan
 Contoh : Gabapentin (Neurontin)
 Mekanisme Aksi : Penstabil membran, suatu analog struktural dari
penghambat neurotransmitter gamma-aminobutyric acid (GABA),
yang mana tidak menimbulkan efek pada reseptor GABA.
 Dosis :
 Dewasa : Neurontin
 Hari ke-1 : 300 mg per oral 1x1 hari
 Hari ke-2 : 300 mg per oral setiap 12 jam (2x1 hari)
 Hari ke-3 : 300 mg per oral setiap 8 jam (3x1 hari)

3. Invasif Non Bedah


- Blok saraf dengan anestetik local
- Injeksi steroid (metilprednisolone) pada epidural untuk mengurangi

Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 26


pembengkakan sehingga menurunkan kompresi radiks saraf

4. Bedah (pada HNP)


Indikasi :
 skiatika dengan terapi konservatif selama > 4 minggu : nyeri berat,
menetap, dan progresif
 defisit neurologis memburuk
 sindroma kauda
 stenosis kanal (setelah terapi konservatif tidak berhasil)
 terbukti adanya kompresi radiks berdasarkan pemeriksaan neurofisiologis
dan radiologi

K. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam

Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 27


NYERI
A. Definisi
Nyeri adalah pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan,
yang berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial terjadi
kerusakan jaringan. Nyeri bisa bersifat akut (sembuh dalam beberapa hari atau
minggu) atau kronik (berlangsung 3-6 bulan).

B. Klasifikasi Nyeri
1. Berdasarkan Waktu
a. Nyeri Akut
Berlangsung dalam beberapa detik, atau paling lama sampai beberapa
minggu, biasanya bersifat nosiseptif
b. Nyeri Kronik
Nyeri yang menetap, berlangsung selama ± 3-6 bulan, dapat bersifat
nosiseptif, neuropatik, atau gabungan keduanya.

2. Berdasarkan Mekanisme Klinis


1. Nyeri Nosiseptif
2. Nyeri Neuropatik
3. Nyeri Psikogenik

C. Tipe Nyeri (Berdasarkan Mekanisme Klinis)


1. Nyeri Nosiseptif (Nyeri Inflamasi)
Nyeri yang disebabkan oleh aktivasi atau sensitisasi dari nosiseptor perifer,
yaitu suatu reseptor khusus yang mentransduksi stimulus noksius, yang
timbul akibat adanya kerusakan jaringan. Kata nosiseptif berasal dari kata
“noci” dari Bahasa Latin yang artinya luka atau trauma. Kata ini digunakan
untuk menggambarkan respon saraf yang hanya timbul pada saat terjadi
traumatik atau stimulus noksius. Ada dua jenis nyeri nosiseptif, yaitu nyeri
"somatik" dan nyeri "viseral".
Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 28
a. Nyeri Somatik
Nyeri somatik disebabkan oleh adanya luka atau cedera yang mengenai
kulit, otot, tulang, sendi, dan jaringan ikat. Nyeri somatic bagian dalam
biasanya digambarkan sebagai nyeri tumpul atau pegal, dan terlokalisir
pada satu area. Nyeri somatik yang berasal dari kulit atau jaringan
dibawahnya biasanya memiliki kualitas nyeri yang tajam dan perasaan
seperti terbakar atau tertusuk.
Nyeri somatik biasanya melibatkan inflamasi dari jaringan yang
mengalami luka atau cedera. Meskipun peradangan adalah respon normal
tubuh terhadap cedera, dan sangat penting untuk penyembuhan,
peradangan yang tidak hilang seiring dengan waktu dapat menyebabkan
penyakit kronis menyakitkan. Contoh nyeri nosiseptif somatik ialah nyeri
sendi yang disebabkan oleh rematoid arthritis.
b. Nyeri Viseral
Nyeri viseral diistilahkan sebagai nyeri yang berasal dari cedera yang
sedang berlangsung pada organ bagian dalam atau jaringan
penyokongnya. Ketika jaringan yang mengalami luka tersebut merupakan
suatu struktur berongga, seperti usus atau kantung empedu, nyerinya
seringkali kurang baik dalam hal lokasi dan sering terjadi kram. Jika
cederanya mengenai struktur yang tidak berongga, maka nyerinya tersebut
dapat berupa nyeri tekan, dalam, dan seperti ditusuk.

2. Nyeri Neuropatik
Nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer pada
sistem saraf, baik sentral maupun perifer. Beberapa pasien yang mengalami
nyeri neuropatik menggambarkan nyerinya sebagai nyeri yang aneh, tidak
biasa, yang mungkin dapat berupa sensasi nyeri terbakar atau tersengat
listrik.

3. Nyeri Psikogenik
Sebagian besar pasien dengan nyeri kronik memiliki gangguan psikologis.
Pasien kemungkinan dapat menjadi cemas atau depresi, atau mengalami
kesulitan dalam menghadapi masalah. Masalah psikologis bukan hanya
suatu konsekuensi nyeri, tetapi juga berkontribusi terhadap nyeri itu sendiri.
Nyeri psikogenik merupakan suatu istilah sederhana untuk semua jenis nyeri
yang hanya dapat dijelaskan secara psikologis, tanpa adanya kerusakan
jaringan dan sistem saraf sebagai penyebab utamanya.

D. Proses pada Nyeri


Ada empat proses yang terjadi pada perjalanan nyeri, yaitu :

Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 29


1. Transduksi
Proses perubahan rangsang nyeri menjadi suatu aktivitas listrik yang akan
diterima ujung-ujung saraf. Rangsang ini dapat berupa stimulus fisik, kimia,
ataupun panas. Dan dapat terjadi diseluruh jalur nyeri.
2. Transmisi
Proses penyaluran impuls listrik yang dihasilkan oleh proses transduksi
sepanjang jalur nyeri, dimana moleku-molekul di celah sinaptik mentransmisi
informasi dari satu neuron ke neuron berikutnya.
3. Modulasi
Proses dimana terjadi interaksi antara sistem analgesik endogen yang
dihasilkan oleh tubuh kita dengan input nyeri yang masuk ke kornu posterior
medulla spinalis. Sistem analgesik endogen ini meliputi enkefalin, endorfin,
serotonin, dan noradrenalin, yang mana memiliki efek yang dapat menekan
impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis. Kornu posterior ini dapat
diibaratkan sebagai pintu yang dapat terbuka atau tertutup. Terbuka atau
tertutupnya pintu nyeri tersebut diperankan oleh sistem analgesik endogen di
atas. Proses modulasi inilah yang menyebabkan persepsi nyeri menjadi
sangat subyektif orang per orang.

4. Persepsi
Persepsi merupakan proses terakhir berupa tanggapan terhadap adanya nyeri
tersebut.
E. Tipe Serabut Aferen Nyeri Perifer

Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 30


Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 31
F. Sistem Penekan Rasa Nyeri (Analgesia) dalam Otak dan Medulla Spinalis
Derajat reaksi seseorang terhadap nyeri sangat bervariasi. Keadaan ini sebagian
disebabkan oleh keadaan otak sendiri untuk menekan besarnya sinyal nyeri yang
masuk ke dalam sistem saraf, yaitu dengan mengaktifkan system pengatur rasa
nyeri, disebut sistem analgesia. Sistem ini terdiri dari tiga komponen utama, yaitu :
1. Area periakuaduktus grisea dan periventrikular mesensefalon, dan bagian
atas pons yang mengelilingi akuaduktus Sylvii, serta bagian ventrikel ketiga
dan keempat. Neuron-neuron dari daerah ini akan mengirimkan sinyal ke
nukleus rafe magnus.
2. Nukleus rafe magnus, merupakan nucleus tipis di garis tengah yang terletak
dibagian bawah pons dan bagian atas medulla oblongata, serta nukleus
retikularis paragigantoselularis yang terletak disebelah lateral dari medulla.
Dari nuclei ini, sinyal-sinyal urutan kedua dijalarkan ke bawah kolumna
dorsolateralis di medulla spinalis menuju ke kompleks penghambat rasa nyeri
di dalam radiks dorsalis medulla spinalis.
3. Kompleks penghambat rasa nyeri, pada tempat ini sinyal analgesia dapat
menghambat sinyal rasa nyeri sebelum dipancarkan ke otak. Serabut-serabut
dari nukleus rafe magnus, akan mengirimkan sinyal ke kornu medulla spinalis
untuk menyekresi serotonin. Serotonin menyebabkan neuron-neuron local
medulla spinalis untuk menyekresi enkefalin. Enkefalin dianggap dapat
menimbulkan baik hambatan presinaptik maupun postsinaptik pada serabut-
serabut nyeri tipe C dan tipe A-δ yang bersinaps di kornu dorsalis.

Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 32


G. Nyeri Neuropatik
Dua ciri khas dari nyeri neuropatik, yaitu respon yang berlebihan terhadap
stimulus nyeri yang umum (hyperalgia), atau sensasi nyeri terhadap stimulus
yang biasanya tidak menimbulkan nyeri (allodynia). Nyeri neuropatik adalah

Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 33


suatu respon yang tidak tepat, akibat adanya cedera atau disfungsi pada sistem
saraf. Nyeri neuropatik adalah suatu sensasi panas menetap (misalnya, seperti
terbakar atau sangat panas), suatu sensasi tertusuk, atau suatu perasaan tidak
nyaman, atau khawatir, atau gelisah, yang tidak dapat dimengerti. Biasanya
disertai oleh mati rasa, hypesthesia (penurunan sensitivitas), hyperesthesia
(peningkatan sensitivitas), dan kelemahan otot (penurunan kekuatan), atau
paralisis menyeluruh. Pada area yang terkena akan tampak perubahan trofik dan
kutaneus, dan jika dilakukan tes konduksi saraf, maka akan menunjukkan tanda
disfungsi.

Klasifikasi Nyeri Neuropatik


a. Berdasarkan Intensitas Nyeri
- Verbal Rating Scale (VRS)
Pasien ditanya bagaimana sifat dari nyeri yang dirasakannya. Skor terdiri
dari empat poin, yaitu :
 0 = Tidak ada nyeri atau perasaan tidak enak ketika ditanya
 1 = Nyeri yang ringan yang dilaporkan pasien ketika ditanya
 2 = Nyeri sedang yang dilaporkan pasien ketika ditanya
 3 = Nyeri dihubungkan dengan respon suara, tangan atau lengan,
wajah
merintih atau menangis
Untuk pasien dengan gangguan kognitif, skala nyeri verbal ini sulit
digunakan.

- Visual Analog Scale (VAS)


Skala berupa garis lurus yang panjangnya 10 cm (atau 100 mm), dengan
penggambaran verbal pada masing-masing ujungnya. Skor tersebut dibagi
menjadi empat kategori :
 0 = Tidak Nyeri
 1 – 3 = Nyeri ringan
 4 – 6 = Nyeri sedang
 7 – 10 = Nyeri berat

Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 34


- Faces Pain Rating Scale (untuk anak)
Banyak digunakan pada pasien pediatrik dengan kesulitan atau
keterbatasan verbal. Dijelaskan kepada pasien mengenai perubahan
mimic wajah sesuai rasa nyeri dan pasien memilih sesuai rasa nyeri yang
dirasakannya.

b. Berdasarkan Lokasi dan Penyebabnya

Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 35


 Nyeri neuropatik sentral
Penyebabnya :
 CVA (cerebrovascular accident)
 Cedera medulla spinalis
 Multiple Sclerosis
 Tumor
 Nyeri neuropatik perifer
Penyebabnya :
 Lesi atau cedera akibat trauma, prosedur bedah, atau penekanan
 Kelainan metabolik (contohnya : DM, uremia, porfiria, hipotiroidisme,
dan amiloidosis)
 Infeksi (contohnya : herpes zoster, HIV, difteri, lepra,dll)
 Kanker
 Racun, obat-obatan, atau alkohol
 Penyakit vaskular (contohnya : stroke)
c. Berdasarkan Gejala dan Tanda
 Stimulus Independent Pain (gejala nyeri diutarakan oleh pasien),
seperti :
- Rasa terbakar
- Nyeri seperti ditusuk
- Nyeri seperti tersetrum
- Parestesia (sensasi tidak nyaman yang tiba-tiba, biasanya
digambarkan sebagai rasa “kesemutan” oleh pasien)
- Disestesia (sensasi abnormal yang digambarkan sebagai
ketidaknyamanan oleh pasien)
 Stimulus Evoked Pain (nyeri dibangkitkan pada pemeriksaan) :
- Alodinia : Nyeri yang disebabkan oleh stimulus yang secara normal
tidak menimbulkan stimulus

Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 36


- Hiperalgesia : Respon yang berlebihan terhadap stimulus yang
secara normal menimbulkan nyeri

Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 37


F. Nyeri Neuropatik Perifer
Nyeri neuropatik perifer merupakan nyeri kronis saraf perifer yang biasanya
disertai dengan cedera jaringan. Serat-serat saraf sendiri mungkin rusak,
disfungsional, atau cedera. Serat saraf yang rusak ini akan mengirimkan sinyal
yang salah ke pusat-pusat rasa sakit lain. Dampaknya ialah meliputi perubahan
dalam fungsi saraf, baik di tempat cedera maupun di daerah sekitar tempat
cedera tersebut. Akibatnya, orang akan merasa tidak nyaman dengan gejala yang
digambarkan sebagai kesemutan, nyeri seperti ditusuk, atau nyeri seperti
terbakar dan tersengat listrik.

DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton & Hall. Textbook of Medical Physiology 11th Edition
2. Adams and Victor’s. Principle of Neurology 8th Edition
3. Richard S. Snell. Clinical Neuroanatomy 6th Edition
4. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI. Edisi Ketiga
5. http://emedicine.medscape.com/article/94118-clinical . Cervical Radiculopathy
Clinical Presentation. Diakses 20 Oktober 2012, pkl : 08.00 WIB
6. http://emedicine.medscape.com/article/95025-overview. Lumbosacral
Radiculopathy. Diakses 20 Oktober 2012, pkl : 09.00 WIB
7. http://www.theacpa.org/default.aspx. American Chronic Pain Association - The
ACPA – American Chronic Pain Association. Diakses pkl : 10.00 WIB
8. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/pain.html#cat59 . Pain: MedlinePlus.
Diakses 20 Oktober 2012, pkl : 13.00 WIB

Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 38


Clinical/Community Science Session “Radiculopathy” 39

Anda mungkin juga menyukai