Anda di halaman 1dari 24

REFERAT KETERGANTUNGAN ZAT PADA

REMAJA

Oleh :

Kelompok 1

Filzah Widha Wasilah 1113103000046

Hafiz Muh Ikhsan 1113103000024

Herlin Oktaviyani 1113103000021

M Rafdi Akbar 1113103000038

Pembimbing :

dr. Erie Dharma Irawan, Sp.KJ

dr. Laela Dian K, Sp.KJ

dr. Dyah Purwaning, M.M, Sp.OK

dr. Budi Raharjo, M.Epid

KEPANITERAAN KLINIK KETERGANTUNGAN OBAT

RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT CIBUBUR

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFSI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2017

1
BAB I
PENDAHULUAN

Penyalahgunaan obat merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian


yang sebenarnya dapat dicegah. NAPZA merupakan singkatan dari narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya, termasuk zat alami atau sintetis yang apabila
dikonsumsi menimbulkan perubahan fungsi fisik dan psikis, serta menimbulkan
ketergantungan (BNN, 2004).
NAPZA merupakan zat yang memengaruhi struktur atau fungsi beberapa
bagian tubuh bagi orang yang mengkonsumsinya. Manfaat maupun risiko
penggunaan NAPZA bergantung pada seberapa banyak, seberapa sering, cara
menggunakannya, dan bersamaan dengan obat atau NAPZA lain yang dikonsumsi
(Kemenkes RI, 2010).
Penggunaan NAPZA mengakibatkan ketergantungan fisik dan psikis,
sehingga menimbulkan masalah kepribadian dan perubahan perilaku dalam
kehidupan sosial dan okupasionalnya. Karena apabila dikonsumsi dapat
menimbulkan gejala-gejala seperti jantung berdebar, euphoria,
halusinasi/khalayan, mampu membius atau mengurangi kerja susunan syaraf
pusat, yang berdampak perilaku hiperaktif, rasa gembira (elasi), harga diri
meningkat, bicara ngelantur, serta dapat menimbulkan ketergantungan. Angka
resmi menyebutkan jumlah penyalahgunaan sebesar 0,065% dari jumlah
penduduk 200 juta atau sama dengan 130.000 orang (BAKOLAK
INPRES6/71.1995). Kenyataan tersebut diperkuat dengan penelitian yang telah
dilakukan (Hawari,D.et.al, 1998) dimana menyebutkan bahwa angka sebenarnya
adalah 10 kali lipat angka resmi. Di kalangan remaja, sangat banyak kasus tentang
penyalahgunaan narkoba. Berdasarkan hasil survei Badan Narkoba Nasional
(BNN) Tahun 2005 terhadap 13.710 responden di kalangan pelajar dan mahasiswa
menunjukkan penyalahgunaan narkoba usia termuda 7 tahun dan rata-rata pada
usia 10 tahun. Survai dari BNN ini memperkuat hasil penelitian Prof. Dr. Dadang
Hawari pada tahun 1991 yang menyatakan bahwa 97% pemakai narkoba yang ada
selama tahun 2005, 28% pelakunya adalah remaja usia 17-24 tahun.
Hasil survei membuktikan bahwa mereka yang beresiko terjerumus dalam
masalah narkoba adalah anak yang terlahir dari keluarga yang memiliki sejarah

2
kekerasan dalam rumah tangga, dibesarkan dari keluarga yang broken home atau
memiliki masalah perceraian, sedang stres atau depresi, memiliki pribadi yang
tidak stabil atau mudah terpengaruh, merasa tidak memiliki teman atau salah
dalam pergaulan. Dengan alasan tadi maka perlu pembekalan bagi para orang tua
agar mereka dapat turut serta mencegah anaknya terlibat penyalahgunaan narkoba.
Penyalahgunaan terhadap suatu jenis obat – obatan berbahaya, selain
menimbulkan efek yang dapat menyebabkan ketegangan jiwa atau gangguan
emosional secara abnormal, dapat juga merusak perkembangan syaraf otak dan
tubuh serta mengganggu lingkungan sosial.

3
BAB II
ISI

A. PENGERTIAN
NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya) merupakan
bahan atau zat yang bila dimasukkan dalam tubuh manusia, baik secara oral
atau diminum, dihirup, maupun disuntikkan dapat mengubah pikiran, suasana
hati atau perasaan dan perilaku seseorang. NAPZA dapat menimbulkan
ketergantungan (adiksi) fisik dan psikologis (Depkes RI, 2003).
Narkotika merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan (Undang-Undang No. 3 tahun 2015). Beberapa
yang termasuk jenis narkotika adalah :
- Tanaman papaver, opium mentah, opium masak (candu, jicing, jicingko),
opium, morfin, kokain, ekgonina, tanaman ganja,dan damar ganja
- Garam-garam dan turunan-turunan dari morfin dan kokain, serta
campuran-campuran dan sediaan-sediaan yang mengandung bahan
tersebut di atas.
Psikotropika merupakan obat atau zat baik alamiah maupun sintetis
bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan
perilaku (Undang-Undang No. 3 tahun 2015). Zat yang termasuk psikotropika
antara lain sedatin (pil BK), Rohypnoi, Magadon, Valium, Mandarax,
Amfetamine, Fensiklidin, Metakualon, Metilfenidat, Fenobarbital,
Flunitrazepam, Ekstasi, shabu-shabu, LSD (Lycergic Alis Diethylamide), dan
lain-lain (Depkes, 2003).
Zat adiktif lainnya adalah bahan-bahan alamiah, semi sintetis maupun
sintetis yang dapat dipakai sebagai pengganti morfin atau kokain yang dapat
mengganggu sistim saraf pusat, seperti : Alkohol yang mengandung ethyl
etanol, inhalen/sniffing (bahan pelarut) berupa zat organik (karbon) yang
menghasilkan efek yang sama dengan yang dihasilkan oleh minuman yang

4
beralkohol atau obat anastetik jika aromanya dihisap, contoh : lem/perekat,
aseton, ether, dan lain-lain (Wulan, 2000).
Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan salah satu atau beberapa
jenis NAPZA secara berkala atau teratur diluar indikasi medis, sehingga
menimbulkan gangguan kesehatan fisik, psikis dan gangguan fungsi sosial
(Sadock, 2002).
Ketergantungan NAPZA adalah keadaan dimana telah terjadi
ketergantungan fisik dan psikis, sehingga tubuh memerlukan jumlah NAPZA
yang makin bertambah (toleransi), apabila pemakaiannya dikurangi atau
diberhentikan akan timbul gejala putus zat (withdrawal symptom). Oleh
karena itu ia selalu berusaha memperoleh NAPZA yang dibutuhkannya
dengan cara apapun, agar dapat melakukan kegiatannya sehari-hari secara
“normal” (Sadock, 2002).

B. JENIS DAN PENGGOLONGAN


Macam-macam NAPZA antara lain :
1. Narkotika
Narkotika berarti obat bius yang diambil dari bahasa inggris
“Narcotics” , yang sama artinya dengan kata “Narcosis” dalam bahasa
Yunani yang berarti menidurkan atau membiuskan. Pengertian narkotika
secara umum merupakan suatu zat yang menimbulkan perubahan
perasaan, suasana pengamatan atau penglihatan karena zat tersebut
mempengaruhi susunan saraf pusat (Depkes, 2003).
Menurut proses pembuatannya narkotik berasal dari alam, semi
sintetik dan sintetik.
a. Narkotika alam terdiri dari :
1) Opium
Diperoleh dari buah tanaman Papaver Somniferum, getahnya
bila dikeringkan akan menjadi opium mentah. Efek samping yang
ditimbulkan :
- Mengalami pelambatan dan kekacauan pada saat berbicara
- Kerusakan penglihatan pada malam hari
- Mengalami kerusakan pada liver dan ginjal

5
- Peningkatan resiko terkena virus HIV dan hepatitis dan
penyakit infeksi lainnya melalui jarum suntik dan penurunan
hasrat dalam hubungan sex
- Kebingungan dalam identitas seksual
- Kematian karena overdosis
Gejala intoksitasi (keracunan) opium : konstraksi pupil (atau
dilatasi pupil karena anoksia akibat overdosis berat) dan satu atau
lebih tanda berikut, yang berkembang selama atau segera setelah
pemakaian opium, yaitu:
- Mengantuk atau koma
- Bicara pelo
- Gangguan atensi atau daya ingat
- Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna
secara klinis, misalnya: euforia awal diikuti oleh apatis,
disforia, agitasi atau retardasi psikomotor, gangguan
pertimbangaan, gangguan fungsi sosial atau pekerjaan yang
berkembang selama atau segera setelah pemakaian opium
2) Kokain
Diperoleh dari daun tumbuhan Erythroxylon Coca dalam
peredaran mempunyai efek stimulansia yang disebut kokain.
Gejala intoksitasi kokain, antara lain :
- Agitasi iritabilitas gangguan dalam pertimbangan perilaku
seksual yang impulsif
- Kemungkinan berbahaya agresi peningkatan aktivitas
psikomotor : takikardia, hipertensi, midriasis
Gejala putus penggunaan zat kokain antara lain :
Setelah menghentikan pemakaian kokain atau setelah
intoksikasi akut terjadi depresi pascaintoksikasi (crash) yang
ditandai dengan disforia, anhedonia, kecemasan, iritabilitas,
kelelahan, hipersomnolensi, kadang-kadang agitasi. Pada
pemakaian kokain ringan sampai sedang, gejala putus kokain
menghilang dalam waktu 18 jam. Pada pemakaian berat, gejala
putus kokain bisa berlangsung sampai satu minggu, dan mencapai
puncaknya pada dua sampai empat hari. Gejala putus kokain juga
dapat disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Orang yang

6
mengalami putus kokain seringkali berusaha mengobati sendiri
gejalanya dengan alkohol, sedatif, hipnotik, atau obat antiensietas
seperti diazepam (valium) (Depkes, 2003; Wulan, 2000).
3) Canabis
Diperoleh dari tanaman Perdu Cannabis sativa (ganja) yang
mengandung tanaman aktif yang bersifat adiktif (Wulan, 2000).
b. Narkotika semi sintetik
Dibuat dari alkaloid opium yang mempunyai inti Phenanthren
dan diproses secara kimiawi menjadi suatu bahan obat yang berkhasiat
sebagai narkotik, contoh : Heroin, Codein, Oxymorphon, dan lain-lain
(Wulan, 2000).
c. Narkotika Sintetik
Dibuat dengan suatu proses kimia dengan menggunakan bahan
baku kimia sehingga diperoleh suatu hasil baru yang mempunyai efek
narkotik, contoh : Petidine, Nisentil, Leritine, dan lain-lain ( Wulan,
2000).

Penggolongan Narkotika menurut undang-undang RI No. 35 tahun 2009


adalah :
a. Narkotika golongan I
Narkotika hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi
sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Beberapa narkotika yang
termasuk dalam golongan I misalnya tanaman Papaver somniferum L,
Opium, tanaman koka (daun koka, kokain merah), heroin, morfin, dan
ganja.

b. Narkotika golongan II
Narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan yang digunakan sebagai
pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi

7
mengakibatkan ketergantungan. Beberapa narkotika yang termasuk
kedalam golongan II, misalnya Alfasetilmetadol, Benzetidin, Betametadol.
c. Narkotika golongan III
Narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan
dan banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan. Beberapa narkotika yang termasuk ke dalam golongan III
misalnya Asetildihidrokodeina, Dokstropropoksifena, Dihidroko-deina,
Etilmorfin, dan lain-lain. Narkotika untuk pengobatan, terdiri dari opium
obat, codein, petidin, fenobarbital.
2. Psikotropika
Psikotropika didefinisikan sebagai zat atau obat bukan narkotik
tetapi berkhasiat psikoaktif berupa perubahan aktifitas mental atau tingkah
laku melalui pengaruhnya pada susunan syaraf pusat serta dapat
menyebabkan efek ketergantungan (Undang-Undang No. 3 tahun 2015).
Dalam artian lain psikotropika atau obat adalah setiap zat yang jika masuk
organisme hidup dapat mengadakan atau menyebabkan perubahan atau
mempengaruhi hidup. Psikotropika dibedakan menjadi 4 golongan yaitu
(Wulan, 2000) :
a. Psikotropika Golongan I
Adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai
potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan, contoh :
LSD, MDMA, dan Masealin.
b. Psikotropika Golongan II
Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan
dalam terapi, dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan,
contoh : amfetamin.
c. Psikotropika Golongan III
Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta

8
mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan,
contoh : kelompok hipnotik Sedatif (Barbiturat).
d. Psikotropika Golongan IV
Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas
digunakan dalam terapi dan atauuntuktujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan,
contoh : Diazepam, Nitrazepam.
Pengaruh penggunaan psikotropika terhadap susunan syaraf pusat
dapat dikelompokkan menjadi :
- Depressant, yaitu yang bekerja mengendorkan atau mengurangi
aktivitas susunan syaraf pusat, contohnya antara lain : Sedatin (Pil
KB), Rohypnol, Mogadon, Valium, Mandrax.
- Stimulant, yaitu yang bekerja mengaktifkan kerja susunan syaraf
pusat, contohnya : Amphetamine dan turunannya (Ecstacy).
- Halusinogen, yaitu yang bekerja menimbulkan rasa perasaan
halusinasi atau khayalan, contoh : Lysergid Acid Diethylamide
(LSD).
3. Bahan Berbahaya
Bahan adiktif merupakan zat-zat yang tidak termasuk dalam narkotika dan
psikotropika, tetapi memiliki daya adiktif atau dapat menimbulkan
ketergantungan. Adapun zat suatu benda yang termasuk dalam kategori bahan
adiktif adalah:
a. Minuman berakohol
Mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan
susunan syaraf pusat. Jika digunakan sebagai campuran dengan narkotika
atau psikotropika, memperkuat pengaruh obat/zat itu dalam tubuh
manusia.
Jenis Minuman Keras dibagi menjadi 3 Golongan :
a) Golongan A : minuman keras yang berkadar ethanol 1% -5%,
contohnya : bir bintang, green sand dan lain-lain.
b) Golongan B : minuman keras yang berkadar ethanol 5% -20%,
contohnya : anggur malaga dan lain-lain.

9
c) Golongan C : minuman keras yang berkadar ethanol 20% -50%,
contohnya: brandy, wisky, jenever dan lain-lain.
b. Inhalansia (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut)
Mudah menguap berupa senyawa organik, yang terdapat pada
berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor dan sebagai pelumas
mesin. Yang sering disalah gunakan, antara lain : Lem, thinner, penghapus
cat kuku, bensin.
c. Tembakau
Pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di
masyarakat, missal : rokok.
Tanda dan gejala dari penyalahgunaan obat akan dijelaskan pada
tabel (Maramis, 1995) :

10
Obat yang Gejala Bahaya
dipakai

Menghirup lem Tindakan Kerusakan paru –


kekerasan, paru, otak, hati,
kelihatan mabuk, mati karena
roman muka kekurangan nafas,
kosong atau tercekik, anemia
seperti mimpi

Heroin, morfin, Stupor, Adiksi, infeksi,


kodein mengantuk, mata kematian.
berair, nafsu
makan hilang

Obat batuk yang Kelihatan mabuk, Adiksi


mengandung kurang koordinasi,
kodein dan opium kebingungan,
gatal - gatal

marijuana Lekas mengantuk, Adiksi


suka melamun,
pupil melebar,
kurang koordinasi,
mengidam
manisan, nafsu
makan bertambah

Halusinogen Halusinasi, Cenderung ada


(LSD, DMT) inkoherensi, keinginan untui
muntah. bunuh diri,
perilaku tidak
dapat diprediksi,
kerusakan otak

Stimulant : Agresif, bicara Halusinasi,


cepat, bingung, psikosa
amfetamin
nafsu makan
berkurang,
kelelahan, mulut
kering, gemetar, 11
insomnia.
C. TAHAP PEMAKAIAN
Beberapa tahapan pemakaian NAPZA adalah sebagai berikut (Tom, 2009) :
1. Tahap pemakaian coba-coba (eksperimental)
Fase coba-coba seringnya dipengaruhi oleh rasa ingin tahu yang besar dan
dorongan teman sepergaulan atau peer grup.
2. Tahap pemakaian sosial
Pemakaian NAPZA untuk pergaulan sosial biasa dilakukan pada saat
perkumpulan acara pada komunitas tertentu. Sebagian besar anggota
komunitas biasnya mendapat NAPZA secara gratis atau dibeli dengan
murah.
3. Tahap pemakaian situasional.
Tahap pemakaian karena situasi tertentu, misalnya pada situasi kesepian
atau stres. Pemakaian NAPZA sebagai bagian dari cara mengatasi
masalah. Pada tahap ini, pemakai berusaha memperoleh NAPZA secara
aktif.
4. Tahap habituasi (kebiasaan).
Tahap ini disebut juga dengan tahap penyalahgunaan NAPZA. Pada tahap
ini, pemakai menggunakan NAPZA secara teratur dan telah terjadi
perubahan pada faal tubuh dan gaya hidup pemakai. Narkoba mulai
menjadi bagian dari kehidupannya. Pemakai akan membentuk komunitas
bersama teman pecandu. Mereka juga berubah menjadi sangat sensitif,
mudah tersinggung, pemarah, dan sulit tidur atau berkonsentrasi.
5. Tahap ketergantungan

12
Pada tahap ini pemakai selalu berusaha agar selalu memperoleh NAPZA
dengan berbagai cara, bahkan berbohong, menipu, atau mencuri menjadi
kebiasaannya. Ia sudah tidak dapat mengendalikan penggunaannya.
NAPZA telah menjadi pusat kehidupannya. Pada tahap ketergantungan,
tubuh memerlukan sejumlah takaran zat yang dipakai, agar ia dapat
berfungsi normal. Selama pasokan NAPZA cukup, ia tampak sehat,
meskipun sebenarnya sakit. Akan tetapi, jika pemakaiannya dikurangi atau
dihentikan, akan timbul gejala sakit. Hal ini disebut gejala putus zat
(sakaw). Gejalanya bergantung pada jenis zat yang digunakan. Orang pun
mencoba mencampur berbagai jenis NAPZA agar dapat merasakan
pengaruh zat yang diinginkan, dengan risiko meningkatnya kerusakan
organ-organ tubuh.
Gejala lainnya yang juga muncul pada ketergantungan adalah toleransi,
yaitu suatu keadaan di mana jumlah NAPZA yang dikonsumsi tidak lagi
cukup untuk menghasilkan pengaruh yang sama seperti yang dialami
sebelumnya. Oleh karena itu, jumlah yang diperlukan meningkat. Jika
jumlah NAPZA yang dipakai berlebihan (overdosis), dapat terjadi
kematian.

D. FAKTOR RESIKO
A. Hubungan Generasi Muda dan Narkoba
Sasaran dari penyebaran narkoba ini adalah kaum muda atau remaja. Kalau
dirata-ratakan, usia sasaran narkoba ini adalah usia pelajar, yaitu berkisar
umur 11 sampai 24 tahun. Hal tersebut mengindikasikan bahwa bahaya
narkoba sewaktu-waktu dapat mengincar anak didik kita kapan saja.
Ketergantungan obat dapat diartikan sebagai keadaan yang mendorong
seseorang untuk mengonsumsi obat-obat terlarang secara berulang-ulang atau
berkesinambungan. Apabila tidak melakukannya dia merasa ketagihan (sakau)
yang mengakibatkan perasaan tidak nyaman bahkan perasaan sakit yang
sangat pada tubuh (Yusuf, 2004: 34).
Definisi kenakalan remaja :
1. Kartono

13
Kenakalan Remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile
delinquency merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan
oleh satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mereka mengembangkan
bentuk perilaku yang menyimpang”.
2. Santrock
“Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang
tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan
kriminal.”(Anonim.2010)
Salah satu kenakalan remaja yang sering dilakukan adalah penyalahgunaan
narkoba. Anonim(2010) menjelaskan Narkoba adalah singkatan dari
Narkotika, Alkohol, dan Obat-obat berbahaya. Kadang disebut juga Napza
(Narkotika, Psikotropika, dan Zat Aditif). Zat-zat tersebut dapat membuat
berbagai efek samping seperti Halusinasi, ketagihan, dan efek psikologi
lainnya. Cara penggunaan bisa melalui suntikan, dimakan, dihisap, atau
dihirup. Contoh zat-zat berbahaya yang dikonsumsi dengan cara dihisap
adalah Opium yang menggunakan pipa hisapan.
Menurut Warninghoff (2009), faktor risiko yang menyebabkan
penyalahgunaan NAPZA antara lain adalah lingkungan keluarga, pergaulan
(teman sebaya), serta karakteristik individu, namun secara umum, faktor-
faktor risiko dapat diringkas menjadi :
1. Faktor Individu
a. Kepribadian beresiko tinggi : mudah kecewa, cenderung agresif,
kurang PD, selalu menuntut, sifat antisosial, memiliki gangguan jiwa
(cemas, depresi, apatis), kurang religius, serta penilaian terhadap diri
yang negatif.
b. Motivasi tertentu : memuaskan rasa ingin tahu, dan mendapat
pengalaman baru, agar diterima kelompok tertentu, melarikan diri dr
sesuatu, meyakini hal tersebut sebagai suatu modernitas.
2. Faktor Zat
Kemudahan memperoleh zat.
3. Faktor lingkungan

14
a. Lingkungan keluarga : keluarga yang tidak harmonis, komunikasi
antara orang tua dan anak yang kurang efektif, terlalu permisif, terlalu
otoriter.
b. Lingkungan sekolah : sekolah kurang disiplin, adanya murid
pengguna.
c. Lingkungan teman sebaya : tekanan kelompok sebaya yang sangat
kuat, ancaman fisik dari pengedar.
d. Lingkungan masyarakat luas : situasi politik, ekonomi, keadaan sosial
yg kurang mendukung, dan belum adanya hukuman yang
menyebabkan pengguna jera.

E. DAMPAK PENYALAHGUNAAN NAPZA


Penyalahgunaan NAPZA memiliki dampak yang luas antara lain :
1. Bagi diri sendiri.
Penyalahgunaan NAPZA dapat mengakibatkan terganggunya fungsi
otak dan perkembangan moral pemakainya, intoksikasi (keracunan),
overdosis (OD), yang dapat menyebabkan kematian karena terhentinya
pernapasan dan perdarahan otak, kekambuhan, gangguan perilaku (mental
sosial), gangguan kesehatan, menurunnya nilai-nilai, dan masalah ekonomi
dan hukum. Sementara itu, dari segi efek dan dampak yang ditimbulkan
pada para pemakai narkoba dapat dibedakan menjadi 3 (tiga)
golongan/jenis: 1) Upper yaitu jenis narkoba yang membuat si pemakai
menjadi aktif seperti sabu-sabu, ekstasi dan amfetamin, 2) Downer yang
merupakan golongan narkoba yang dapat membuat orang yang memakai
jenis narkoba itu jadi tenang dengan sifatnya yang menenangkan/sedatif
seperti obat tidur (hipnotik) dan obat anti rasa cemas, dan 3) Halusinogen
adalah napza yang beracun karena lebih menonjol sifat racunnya
dibandingkan dengan kegunaan medis.
2. Bagi keluarga.
Penyalahgunaan NAPZA dalam keluarga dapat mengakibatkan
suasana nyaman dan tentram dalam keluarga terganggu. Dimana orang tua
akan merasa malu karena memilki anak pecandu, merasa bersalah, dan

15
berusaha menutupi perbuatan anak mereka. Stres keluarga meningkat,
merasa putus asa karena pengeluaran yang meningkat akibat pemakaian
narkoba ataupun melihat anak yang harus berulangkali dirawat atau
bahkan menjadi penghuni di rumah tahanan maupun lembaga
pemasyarakatan. Bagi pendidikan atau sekolah, NAPZA akan merusak
disiplin dan motivasi yang sangat tinggi untuk proses belajar.
Penyalahgunaan NAPZA berhubungan dengan kejahatan dan perilaku
asosial lain yang menganggu suasana tertib dan aman, rusaknya barang-
barang sekolah dan meningkatnya perkelahian.
3. Bagi masyarakat, bangsa, dan negara.
Penyalahgunaan NAPZA mengakibatkan terciptanya hubungan
pengedar narkoba dengan korbannya sehingga terbentuk pasar gelap
perdagangan NAPZA yang sangat sulit diputuskan mata rantainya.

Selain itu dampak penyalahgunaan narkoba (NAPZA) dapat pula dibagi


menjadi dua :
1. Dampak Fisik
Organ tubuh yang paling banyak dipengaruhi adalah sistem syaraf
pusat yaitu otak dan sumsum tulang belakang, dan organ lain seperti
jantung, paru-paru, hati, ginjal dan panca indera. Tetapi sebenarnya
penyalahgunaan NAPZA membahayakan seluruh tubuh. Sudah terlalu
banyak kasus kematian terjadi akibat pemakaian NAPZA, terutama karena
pemakaian berlebih (over dosis) dan kematian karena AIDS (akibat
pemakaian NAPZA melalui jarum suntik bersama dengan orang yang
sudah terinfeksi HIV). Juga banyak remaja meninggal karena penyakit,
kecelakaan dan perkelahian akibat pengaruh NAPZA.
2. Dampak psikologis atau kejiwaan dan sosial
Ketergantungan pada NAPZA menyebabkan orang tidak lagi dapat
berpikir dan berperilaku normal. Perasaan, pikiran dan perilakunya
dipengaruhi oleh zat yang dipakainya. Berbagai gangguan psikis atau
kejiwaan yang sering dialami oleh mereka yang menyalahgunakan
NAPZA antara lain rasa tertekan, cemas, ketakutan, ingin bunuh diri,
kasar, marah, agresif, dll. Gangguan jiwa ini bisa sementara tetapi juga
bisa selamanya. Gangguan psikologis yang paling jelas adalah pengguna

16
tidak bisa mengendalikan diri untuk terus menerus menggunakan NAPZA
(Martono, 2006).

F. UPAYA PENCEGAHAN DAN SOLUSI PENYALAHGUNAAN NAPZA


Upaya pencegahan meliputi 3 hal :
1. Pencegahan primer : mengenali remaja resiko tinggi penyalahgunaan
NAPZA dan melakukan intervensi. Upaya ini terutama dilakukan untuk
mengenali remaja yang mempunyai resiko tinggi untuk menyalahgunakan
NAPZA, setelah itu melakukan intervensi terhadap mereka agar tidak
menggunakan NAPZA. Upaya pencegahan ini dilakukan sejak anak
berusia dini, agar faktor yang dapat menghabat proses tumbuh kembang
anak dapat diatasi dengan baik.
2. Pencegahan Sekunder : mengobati dan intervensi agar tidak lagi
menggunakan NAPZA.
3. Pencegahan Tersier : merehabilitasi penyalahgunaan NAPZA (Kamil,
2004).

Yang dapat dilakukan di lingkungan keluarga untuk mencegah


penyalahgunaan NAPZA :
1. Mengasuh anak dengan baik.
- penuh kasih sayang
- penanaman disiplin yang baik
- ajarkan membedakan yang baik dan buruk
- mengembangkan kemandirian, memberi kebebasan bertanggung jawab
- mengembangkan harga diri anak, menghargai jika berbuat baik atau
mencapai prestasi tertentu.
2. Ciptakan suasana yang hangat dan bersahabatHal ini membuat anak rindu
untuk pulang ke rumah.
3. Meluangkan waktu untuk kebersamaan.
4. Orang tua menjadi contoh yang baik.Orang tua yang merokok akan
menjadi contoh yang tidak baik bagi anak.
5. Kembangkan komunikasi yang baikKomunikasi dua arah, bersikap
terbuka dan jujur, mendengarkan dan menghormati pendapat anak.

17
6. Memperkuat kehidupan beragama.Yang diutamakan bukan hanya ritual
keagamaan, melainkan memperkuat nilai moral yang terkandung dalam
agama dan menerapkannya dalam kehidupan sehari – hari.
7. Orang tua memahami masalah penyalahgunaan NAPZA agar dapat
berdiskusi dengan anak (Loewana dkk, 2001).

Yang dilakukan di lingkungan sekolah untuk pencegahan penyalahgunaan


NAPZA :
1. Upaya terhadap siswa :
- Memberikan pendidikan kepada siswa tentang bahaya dan akibat
penyalahgunaan NAPZA.
- Melibatkan siswa dalam perencanaan pencegahan dan penanggulangan
penyalahgunaan NAPZA di sekolah.
- Membentuk citra diri yang positif dan mengembangkan ketrampilan
yang positif untuk tetap menghidari dari pemakaian NAPZA dan
merokok.
- Menyediakan pilihan kegiatan yang bermakna bagi siswa
( ekstrakurikuler ).
- Meningkatkan kegiatan bimbingan konseling. Membantu siswa yang
telah menyalahgunakan NAPZA untuk bisa menghentikannya.
- Penerapan kehidupan beragama dalam kegiatan sehari – hari.
2. Upaya untuk mencegah peredaran NAPZA di sekolah :
- Razia dengan cara sidak
- Melarang orang yang tidak berkepentingan untuk masuk lingkungan
sekolah
- Melarang siswa ke luar sekolah pada jam pelajaran tanpa ijin guru
- Membina kerjasama yang baik dengan berbagai pihak.
- Meningkatkan pengawasan sejak anak itu datang sampai dengan
pulang sekolah.
3. Upaya untuk membina lingkungan sekolah :
- Menciptakan suasana lingkungan sekolah yang sehat dengan membina
hubungan yang harmonis antara pendidik dan anak didik.

18
- Mengupayakan kehadiran guru secara teratur di sekolah
- Sikap keteladanan guru amat penting
- Meningkatkan pengawasan anak sejak masuk sampai pulang sekolah.

Yang dilakukan di lingkungan masyarakat untuk mencegah penyalahguanaan


NAPZA:
1. Menumbuhkan perasaan kebersamaan di daerah tempat tinggal, sehingga
masalah yang terjadi di lingkungan dapat diselesaikan secara bersama-
sama.
2. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang penyalahguanaan
NAPZA sehingga masyarakat dapat menyadarinya.
3. Memberikan penyuluhan tentang hukum yang berkaitan dengan NAPZA.
4. Melibatkan semua unsur dalam masyarakat dalam melaksanakan
pencegahan dan penanggulangan penyalahguanaan NAPZA (BNN, 2002).

G. REHABILITASI NAPZA
Rehabilitasi NAPZA adalah rehabilitasi yang meliputi pembinaan fisik,
mental, sosial, pelatihan keterampilan dan resosialisasi serta pembinaan lanjut
bagi para mantan pengguna NAPZA agar mampu berperan aktif dalam
kehidupan bermasyarakat. Rehabilitasi NAPZA merupakan suatu bentuk
terapi dimana klien dengan ketergantungan NAPZA ditempatkan dalam suatu
institusi tertutup selama beberapa waktu untuk mengedukasi pengguna yang
berusaha untuk mengubah perilakunya, mampu mengantisipasi dan mengatasi
masalah relaps (kambuh) (BNN, 2006).
Model-model Pelayanan Rehabilitasi NAPZA Berdasarkan
KEPMENKES No.996/MENKES/SK/VIII/2002, pelayanan rehabilitasi
meliputi:
1. Pelayanan Medik
a. Detoksifikasi
Detoksifikasi adalah suatu proses dimana seorang individu yang
ketergantungan fisik terhadap zat psikoaktif (khususnya Opioida),

19
dilakukan pelepasan zat psikoaktif (opioida) tersebut secara tiba-tiba
(abrupt) atau secara sedikit demi sedikit (gradual).
b. Terapi Maintenance
Terapi maintenance (rumatan) adalah pelayanan pasca detoksifikasi
dengan tanpa komplikasi medik.
2. Terapi Psikososial
Dapat dilakukan melalui pendekatan Non Medis, misalnya Sosial, Agama,
Spiritual, Therapeutic Community, Twelve Steps, dan alternatif lain.
Metode ini diperlukan tindak lanjut dari sektor terkait seperti Departemen
Sosial, Departemen Agama atau pusat-pusat yang mengembangkan
metode tersebut. Pelaksanaan metode apapun, harus tetap berkoordinasi
bersama dokter puskesmas Kecamatan setempat atau dokter rumah sakit
terdekat untuk menanggulangi masalah kesehatan fisik dan mental yang
mungkin dan atau dapat terjadi selama proses rehabilitasi.
3. Rujukan
Pasien penyalahguna dan ketergantungan NAPZA dengan komplikasi
medis fisik dirujuk ke Rumah Sakit Umum Kabupaten / Kota atau Rumah
Sakit Umum Provinsi. Pasien penyalahguna dan ketergantungan NAPZA
dengan komplikasi medis psikiatris dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa atau
bagian psikiatri Rumah Sakit Umum terdekat.

Model-model pelayanan rehabilitasi NAPZA (Sutarti, 2008)


1. Model pelayanan dan rehabilitasi medis
a. Metadon
Metadon adalah zat opioid sintetik berbentuk cair yang
diberikan lewat mulut. Metadon merupakan obat yang paling sering
digunakan untuk terapi substitusi bagi ketergantungan opioid.
Bentuk terapi ini telah diteliti secara luas sebagai terapi modalitas.
Pada pasien dengan pengguna heroin yang memakai rehabilitasi
dengan Metadon, maka dosis Metadon dosis tinggi dinilai lebih
efektif daripada dosisnya rendah atau menengah. Dosis Metadon
yang tinggi akan diturunkan secara bertahap.
Terapi rumatan Metadon diikuti perbaikan kesehatan secara
substansial dan insiden efek samping rendah. Hampir ¾ pasien
yang mengikuti terapi Metadon berespon baik Meski demikian,
tidak semua pengguna dengan ketergantungn opioid dapat diberi

20
terapi substitusi Metadon. Bagi mereka yang tidak dapat
menggunakan metode ini, tersedia banyak pendekatan lainnya dan
menggugah mereka tetap berada dalam terapi.
b. Burprenorfin
Burprenorfin adalah obat yang diberikan oleh dokter.
Burprenorfin tidak diabsorbsi dengan baik jika ditelan, karena itu
cara penggunaannya adalah sublingual (diletakkan di bawah lidah).
2. Model pelayanan dan rehabilitasi dengan pendekatan bimbingan
individu dan kelompok
Terapi ini merupakan terapi konvensional untuk pasien
ketergantungan NAPZA yang tidak menjalani rawat inap dan dapat
dilakukan secara individual maupun kelompok. Program ini didesain
dengan kegiatan yang bervariasi seperti edukasi keterampilan,
meningkatkan sosialisasi, pertemuan yang bersifat vokasional, edukasi
moral dan spiritual, serta terapi 12 langkah (the 12 steps recopvery
program).
3. Model pelayanan dan rehabilitasi dengan pendekatan Therapeutic
Community
a. Pengertian
Therapeutic Community (TC) adalah sebuah kelompok yang terdiri
dari individu dengan masalah yang sama, tinggal di tempat yang
sama, memiliki seperangkat peraturan, filosofi, norma dan nilai,
serta kultural yang disetujui, dipahami dan dianut bersama.
Kesemuanya dijalankan demi pemulihan diri masing-masing.
b. Tujuan TC
Klien dapat mengolah subkultur yang dianut pengguna ke arah
kultur masyarakat luas (mainstream society), menuju kehidupan
yang sehat dan produktif, meskipun pengguna sendiri mempunyai
beberapa nilai untuk mempertahankan pemulihannya.
c. Cardinal Rules
No Drugs, No Sex, and No Violence
d. Filosofi TC
Program TC berlandaskan pada filosofi dan slogan-slogan tertentu,
baik yang tertulis maupun tidak tertulis
4. Model pelayanan dan rehabilitasi dengan pendekatan agama
Ada berbagai macam pusat rehabilitasi dengan pendekatan
agama, misalnya Pondok Pesantren dengan pendekatan nilainilai

21
agama Islam dimana kegiatan utamanya adalah berdzikir. Beda halnya
di Thailand dimana para biksu Budha merawat klien yang mengalami
ketergantungan opioida di kuil, antara lain kuil Budha Tan Kraborg.
Para pendeta ini juga telah dilatih dalam memberi konseling kepada
klien.
5. Model pelayanan dan rehabilitasi dengan pendekatan Narcotic
Anonymus
Suatu program recovery yang dijalankan seorang pecandu
berdasarkan prinsip 12 langkah. Langkah-langkah ini harus dijalankan
lebih dari satu kali. Setelah selesai mengerjakan seluruh langkah yang
ada, seorang pecandu harus menjalankan kembali langkah pertama.
Karena banyak hal baru yang terjadi dan timbul sehingga seorang
pecandu harus menjalankan recorvery-nya seumur hidup.
6. Model pelayanan dan rehabilitasi dengan pendekatan terpadu
Suatu pelayanan rehabilitasi dengan memadukan konsep dari
berbagai pendekatan dan bidang ilmu yang mendukung sehingga dapat
memfasilitasi korban NAPZA dalam mengatasi masalahnya dari aspek
bio, psiko, sosial, dan spiritual. Tahapan kegiatan pelayanan dan
rehabilitasi sosial bagi korban penyalahguna Narkoba dilaksanakan
sesuai Standar Minimal dan Pedoman Pelayanan dan Rehabilitasi
Sosial Penyalahgunaan Narkoba yang disusun BNN.

22
BAB III
KESIMPULAN

1. NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya) merupakan


bahan atau zat yang bila dimasukkan dalam tubuh manusia, baik secara
oral atau diminum, dihirup, maupun disuntikkan dapat mengubah pikiran,
suasana hati atau perasaan dan perilaku seseorang. NAPZA dapat
menimbulkan ketergantungan (adiksi) fisik dan psikologis (Depkes RI,
2003).
2. Tahapan pemakaian NAPZA biasanya dimulai dari tahap pemakaian coba-
coba (eksperimental), tahap pemakaian sosial, tahap pemakaian
situasional, tahap habituasi (kebiasaan), dan tahap ketergantungan.
3. Menurut Warninghoff (2009), faktor risiko yang menyebabkan
penyalahgunaan NAPZA antara lain adalah faktor individu, faktor
kemudahan memperoleh zat, serta faktor lingkungan (keluarga, sekolah,
teman sebaya, masyarakat luas).
4. Penyalahgunaan narkoba (NAPZA) dapat berdampak pada fisik,
psikologis atau kejiwaan, dan sosial.
5. Upaya pencegahan meliputi 3 hal :
- Pencegahan primer yaitu mengenali remaja resiko tinggi
penyalahgunaan NAPZA dan melakukan intervensi.
- Pencegahan Sekunder yaitu mengobati dan intervensi agar tidak lagi
menggunakan NAPZA.
- Pencegahan Tersier yaitu merehabilitasi penyalahgunaan NAPZA.
6. Model-model Pelayanan Rehabilitasi NAPZA Berdasarkan KEPMENKES
No.996/MENKES/SK/VIII/2002, pelayanan rehabilitasi meliputi:
- Pelayanan Medik berupa detoksifikasi dan maintenance
- Terapi Psikososial
- Rujukan

23
DAFTAR PUSTAKA

Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia. 2002. Kebijakan dan Strategi


Badan Narkotika Nasional dalam Pencegahan dan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba. Jakarta: BNN.

Badan Narkotika Nasional. 2006. Gambaran Penyalahguna NAPZA Tahun 2001‐


2004, diakses melalui http://www.bnn.go.id pada tanggal 12 Juni
2015.

Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi BKKBN Depkes.


2003. Informasi Kesehatan Remaja. : Jakarta,.

Kamil, Oktavery. 2004. Pencegahan HIV/AIDS pada Kelompok Pengguna


Narkoba Suntik. Tesis. FISIP-UI

Knight, B., 1996. Forensic Pathology. Oxford University Press Inc., New York.

Loewana, Satya. Lusi Margiyani, dkk. 2001. Petunjuk Praktis Bagi Keluarga
Untuk Mencegah Penyalahgunaan Narkoba. Yogyakarta : Media
Pressindo

Martono, L.J., 2006. Pencegahan dan Penanggulangan Narkoba di Sekolah.


Jakarta : PT. Rosda Karya

Sadock Benjamin, Sadock Virginia. 2002. Substance Related Disorders. Dari:


Kaplan & Sadock Synopsis of Psychiatry Behavioral Science/Clinical
Psychiatry 9th edition, Lippingcott Williams & Wilkins, h. 380-435.

Sutarti, 2008, Upaya Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA, diakses melalui


http://www.bkkbn.go.id pada tanggal 12 juni 2015.

Tom Kus, Tedi. 2009. Bahaya NAPZA Bagi Pelajar. Bandung :Yayasan Al-
Ghifari, h.20-57.

Warninghoff JC, Bayer O, Straube A, Ferarri U. 2009. Treatment and


Rehabilitation in Substance Related disorders, Review Article on:
British Psychiatry Journal.

Wulan, Chusnul. 2000. Upaya Polwiltabes Semarang Dalam Menanggulangi


Penyalahgunaan Narkoba di Semarang.

24

Anda mungkin juga menyukai