NAPZA Dan Lingkungan
NAPZA Dan Lingkungan
REMAJA
Oleh :
Kelompok 1
Pembimbing :
2017
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
kekerasan dalam rumah tangga, dibesarkan dari keluarga yang broken home atau
memiliki masalah perceraian, sedang stres atau depresi, memiliki pribadi yang
tidak stabil atau mudah terpengaruh, merasa tidak memiliki teman atau salah
dalam pergaulan. Dengan alasan tadi maka perlu pembekalan bagi para orang tua
agar mereka dapat turut serta mencegah anaknya terlibat penyalahgunaan narkoba.
Penyalahgunaan terhadap suatu jenis obat – obatan berbahaya, selain
menimbulkan efek yang dapat menyebabkan ketegangan jiwa atau gangguan
emosional secara abnormal, dapat juga merusak perkembangan syaraf otak dan
tubuh serta mengganggu lingkungan sosial.
3
BAB II
ISI
A. PENGERTIAN
NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya) merupakan
bahan atau zat yang bila dimasukkan dalam tubuh manusia, baik secara oral
atau diminum, dihirup, maupun disuntikkan dapat mengubah pikiran, suasana
hati atau perasaan dan perilaku seseorang. NAPZA dapat menimbulkan
ketergantungan (adiksi) fisik dan psikologis (Depkes RI, 2003).
Narkotika merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan (Undang-Undang No. 3 tahun 2015). Beberapa
yang termasuk jenis narkotika adalah :
- Tanaman papaver, opium mentah, opium masak (candu, jicing, jicingko),
opium, morfin, kokain, ekgonina, tanaman ganja,dan damar ganja
- Garam-garam dan turunan-turunan dari morfin dan kokain, serta
campuran-campuran dan sediaan-sediaan yang mengandung bahan
tersebut di atas.
Psikotropika merupakan obat atau zat baik alamiah maupun sintetis
bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan
perilaku (Undang-Undang No. 3 tahun 2015). Zat yang termasuk psikotropika
antara lain sedatin (pil BK), Rohypnoi, Magadon, Valium, Mandarax,
Amfetamine, Fensiklidin, Metakualon, Metilfenidat, Fenobarbital,
Flunitrazepam, Ekstasi, shabu-shabu, LSD (Lycergic Alis Diethylamide), dan
lain-lain (Depkes, 2003).
Zat adiktif lainnya adalah bahan-bahan alamiah, semi sintetis maupun
sintetis yang dapat dipakai sebagai pengganti morfin atau kokain yang dapat
mengganggu sistim saraf pusat, seperti : Alkohol yang mengandung ethyl
etanol, inhalen/sniffing (bahan pelarut) berupa zat organik (karbon) yang
menghasilkan efek yang sama dengan yang dihasilkan oleh minuman yang
4
beralkohol atau obat anastetik jika aromanya dihisap, contoh : lem/perekat,
aseton, ether, dan lain-lain (Wulan, 2000).
Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan salah satu atau beberapa
jenis NAPZA secara berkala atau teratur diluar indikasi medis, sehingga
menimbulkan gangguan kesehatan fisik, psikis dan gangguan fungsi sosial
(Sadock, 2002).
Ketergantungan NAPZA adalah keadaan dimana telah terjadi
ketergantungan fisik dan psikis, sehingga tubuh memerlukan jumlah NAPZA
yang makin bertambah (toleransi), apabila pemakaiannya dikurangi atau
diberhentikan akan timbul gejala putus zat (withdrawal symptom). Oleh
karena itu ia selalu berusaha memperoleh NAPZA yang dibutuhkannya
dengan cara apapun, agar dapat melakukan kegiatannya sehari-hari secara
“normal” (Sadock, 2002).
5
- Peningkatan resiko terkena virus HIV dan hepatitis dan
penyakit infeksi lainnya melalui jarum suntik dan penurunan
hasrat dalam hubungan sex
- Kebingungan dalam identitas seksual
- Kematian karena overdosis
Gejala intoksitasi (keracunan) opium : konstraksi pupil (atau
dilatasi pupil karena anoksia akibat overdosis berat) dan satu atau
lebih tanda berikut, yang berkembang selama atau segera setelah
pemakaian opium, yaitu:
- Mengantuk atau koma
- Bicara pelo
- Gangguan atensi atau daya ingat
- Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna
secara klinis, misalnya: euforia awal diikuti oleh apatis,
disforia, agitasi atau retardasi psikomotor, gangguan
pertimbangaan, gangguan fungsi sosial atau pekerjaan yang
berkembang selama atau segera setelah pemakaian opium
2) Kokain
Diperoleh dari daun tumbuhan Erythroxylon Coca dalam
peredaran mempunyai efek stimulansia yang disebut kokain.
Gejala intoksitasi kokain, antara lain :
- Agitasi iritabilitas gangguan dalam pertimbangan perilaku
seksual yang impulsif
- Kemungkinan berbahaya agresi peningkatan aktivitas
psikomotor : takikardia, hipertensi, midriasis
Gejala putus penggunaan zat kokain antara lain :
Setelah menghentikan pemakaian kokain atau setelah
intoksikasi akut terjadi depresi pascaintoksikasi (crash) yang
ditandai dengan disforia, anhedonia, kecemasan, iritabilitas,
kelelahan, hipersomnolensi, kadang-kadang agitasi. Pada
pemakaian kokain ringan sampai sedang, gejala putus kokain
menghilang dalam waktu 18 jam. Pada pemakaian berat, gejala
putus kokain bisa berlangsung sampai satu minggu, dan mencapai
puncaknya pada dua sampai empat hari. Gejala putus kokain juga
dapat disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Orang yang
6
mengalami putus kokain seringkali berusaha mengobati sendiri
gejalanya dengan alkohol, sedatif, hipnotik, atau obat antiensietas
seperti diazepam (valium) (Depkes, 2003; Wulan, 2000).
3) Canabis
Diperoleh dari tanaman Perdu Cannabis sativa (ganja) yang
mengandung tanaman aktif yang bersifat adiktif (Wulan, 2000).
b. Narkotika semi sintetik
Dibuat dari alkaloid opium yang mempunyai inti Phenanthren
dan diproses secara kimiawi menjadi suatu bahan obat yang berkhasiat
sebagai narkotik, contoh : Heroin, Codein, Oxymorphon, dan lain-lain
(Wulan, 2000).
c. Narkotika Sintetik
Dibuat dengan suatu proses kimia dengan menggunakan bahan
baku kimia sehingga diperoleh suatu hasil baru yang mempunyai efek
narkotik, contoh : Petidine, Nisentil, Leritine, dan lain-lain ( Wulan,
2000).
b. Narkotika golongan II
Narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan yang digunakan sebagai
pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
7
mengakibatkan ketergantungan. Beberapa narkotika yang termasuk
kedalam golongan II, misalnya Alfasetilmetadol, Benzetidin, Betametadol.
c. Narkotika golongan III
Narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan
dan banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan. Beberapa narkotika yang termasuk ke dalam golongan III
misalnya Asetildihidrokodeina, Dokstropropoksifena, Dihidroko-deina,
Etilmorfin, dan lain-lain. Narkotika untuk pengobatan, terdiri dari opium
obat, codein, petidin, fenobarbital.
2. Psikotropika
Psikotropika didefinisikan sebagai zat atau obat bukan narkotik
tetapi berkhasiat psikoaktif berupa perubahan aktifitas mental atau tingkah
laku melalui pengaruhnya pada susunan syaraf pusat serta dapat
menyebabkan efek ketergantungan (Undang-Undang No. 3 tahun 2015).
Dalam artian lain psikotropika atau obat adalah setiap zat yang jika masuk
organisme hidup dapat mengadakan atau menyebabkan perubahan atau
mempengaruhi hidup. Psikotropika dibedakan menjadi 4 golongan yaitu
(Wulan, 2000) :
a. Psikotropika Golongan I
Adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai
potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan, contoh :
LSD, MDMA, dan Masealin.
b. Psikotropika Golongan II
Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan
dalam terapi, dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan,
contoh : amfetamin.
c. Psikotropika Golongan III
Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
8
mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan,
contoh : kelompok hipnotik Sedatif (Barbiturat).
d. Psikotropika Golongan IV
Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas
digunakan dalam terapi dan atauuntuktujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan,
contoh : Diazepam, Nitrazepam.
Pengaruh penggunaan psikotropika terhadap susunan syaraf pusat
dapat dikelompokkan menjadi :
- Depressant, yaitu yang bekerja mengendorkan atau mengurangi
aktivitas susunan syaraf pusat, contohnya antara lain : Sedatin (Pil
KB), Rohypnol, Mogadon, Valium, Mandrax.
- Stimulant, yaitu yang bekerja mengaktifkan kerja susunan syaraf
pusat, contohnya : Amphetamine dan turunannya (Ecstacy).
- Halusinogen, yaitu yang bekerja menimbulkan rasa perasaan
halusinasi atau khayalan, contoh : Lysergid Acid Diethylamide
(LSD).
3. Bahan Berbahaya
Bahan adiktif merupakan zat-zat yang tidak termasuk dalam narkotika dan
psikotropika, tetapi memiliki daya adiktif atau dapat menimbulkan
ketergantungan. Adapun zat suatu benda yang termasuk dalam kategori bahan
adiktif adalah:
a. Minuman berakohol
Mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan
susunan syaraf pusat. Jika digunakan sebagai campuran dengan narkotika
atau psikotropika, memperkuat pengaruh obat/zat itu dalam tubuh
manusia.
Jenis Minuman Keras dibagi menjadi 3 Golongan :
a) Golongan A : minuman keras yang berkadar ethanol 1% -5%,
contohnya : bir bintang, green sand dan lain-lain.
b) Golongan B : minuman keras yang berkadar ethanol 5% -20%,
contohnya : anggur malaga dan lain-lain.
9
c) Golongan C : minuman keras yang berkadar ethanol 20% -50%,
contohnya: brandy, wisky, jenever dan lain-lain.
b. Inhalansia (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut)
Mudah menguap berupa senyawa organik, yang terdapat pada
berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor dan sebagai pelumas
mesin. Yang sering disalah gunakan, antara lain : Lem, thinner, penghapus
cat kuku, bensin.
c. Tembakau
Pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di
masyarakat, missal : rokok.
Tanda dan gejala dari penyalahgunaan obat akan dijelaskan pada
tabel (Maramis, 1995) :
10
Obat yang Gejala Bahaya
dipakai
12
Pada tahap ini pemakai selalu berusaha agar selalu memperoleh NAPZA
dengan berbagai cara, bahkan berbohong, menipu, atau mencuri menjadi
kebiasaannya. Ia sudah tidak dapat mengendalikan penggunaannya.
NAPZA telah menjadi pusat kehidupannya. Pada tahap ketergantungan,
tubuh memerlukan sejumlah takaran zat yang dipakai, agar ia dapat
berfungsi normal. Selama pasokan NAPZA cukup, ia tampak sehat,
meskipun sebenarnya sakit. Akan tetapi, jika pemakaiannya dikurangi atau
dihentikan, akan timbul gejala sakit. Hal ini disebut gejala putus zat
(sakaw). Gejalanya bergantung pada jenis zat yang digunakan. Orang pun
mencoba mencampur berbagai jenis NAPZA agar dapat merasakan
pengaruh zat yang diinginkan, dengan risiko meningkatnya kerusakan
organ-organ tubuh.
Gejala lainnya yang juga muncul pada ketergantungan adalah toleransi,
yaitu suatu keadaan di mana jumlah NAPZA yang dikonsumsi tidak lagi
cukup untuk menghasilkan pengaruh yang sama seperti yang dialami
sebelumnya. Oleh karena itu, jumlah yang diperlukan meningkat. Jika
jumlah NAPZA yang dipakai berlebihan (overdosis), dapat terjadi
kematian.
D. FAKTOR RESIKO
A. Hubungan Generasi Muda dan Narkoba
Sasaran dari penyebaran narkoba ini adalah kaum muda atau remaja. Kalau
dirata-ratakan, usia sasaran narkoba ini adalah usia pelajar, yaitu berkisar
umur 11 sampai 24 tahun. Hal tersebut mengindikasikan bahwa bahaya
narkoba sewaktu-waktu dapat mengincar anak didik kita kapan saja.
Ketergantungan obat dapat diartikan sebagai keadaan yang mendorong
seseorang untuk mengonsumsi obat-obat terlarang secara berulang-ulang atau
berkesinambungan. Apabila tidak melakukannya dia merasa ketagihan (sakau)
yang mengakibatkan perasaan tidak nyaman bahkan perasaan sakit yang
sangat pada tubuh (Yusuf, 2004: 34).
Definisi kenakalan remaja :
1. Kartono
13
Kenakalan Remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile
delinquency merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan
oleh satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mereka mengembangkan
bentuk perilaku yang menyimpang”.
2. Santrock
“Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang
tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan
kriminal.”(Anonim.2010)
Salah satu kenakalan remaja yang sering dilakukan adalah penyalahgunaan
narkoba. Anonim(2010) menjelaskan Narkoba adalah singkatan dari
Narkotika, Alkohol, dan Obat-obat berbahaya. Kadang disebut juga Napza
(Narkotika, Psikotropika, dan Zat Aditif). Zat-zat tersebut dapat membuat
berbagai efek samping seperti Halusinasi, ketagihan, dan efek psikologi
lainnya. Cara penggunaan bisa melalui suntikan, dimakan, dihisap, atau
dihirup. Contoh zat-zat berbahaya yang dikonsumsi dengan cara dihisap
adalah Opium yang menggunakan pipa hisapan.
Menurut Warninghoff (2009), faktor risiko yang menyebabkan
penyalahgunaan NAPZA antara lain adalah lingkungan keluarga, pergaulan
(teman sebaya), serta karakteristik individu, namun secara umum, faktor-
faktor risiko dapat diringkas menjadi :
1. Faktor Individu
a. Kepribadian beresiko tinggi : mudah kecewa, cenderung agresif,
kurang PD, selalu menuntut, sifat antisosial, memiliki gangguan jiwa
(cemas, depresi, apatis), kurang religius, serta penilaian terhadap diri
yang negatif.
b. Motivasi tertentu : memuaskan rasa ingin tahu, dan mendapat
pengalaman baru, agar diterima kelompok tertentu, melarikan diri dr
sesuatu, meyakini hal tersebut sebagai suatu modernitas.
2. Faktor Zat
Kemudahan memperoleh zat.
3. Faktor lingkungan
14
a. Lingkungan keluarga : keluarga yang tidak harmonis, komunikasi
antara orang tua dan anak yang kurang efektif, terlalu permisif, terlalu
otoriter.
b. Lingkungan sekolah : sekolah kurang disiplin, adanya murid
pengguna.
c. Lingkungan teman sebaya : tekanan kelompok sebaya yang sangat
kuat, ancaman fisik dari pengedar.
d. Lingkungan masyarakat luas : situasi politik, ekonomi, keadaan sosial
yg kurang mendukung, dan belum adanya hukuman yang
menyebabkan pengguna jera.
15
berusaha menutupi perbuatan anak mereka. Stres keluarga meningkat,
merasa putus asa karena pengeluaran yang meningkat akibat pemakaian
narkoba ataupun melihat anak yang harus berulangkali dirawat atau
bahkan menjadi penghuni di rumah tahanan maupun lembaga
pemasyarakatan. Bagi pendidikan atau sekolah, NAPZA akan merusak
disiplin dan motivasi yang sangat tinggi untuk proses belajar.
Penyalahgunaan NAPZA berhubungan dengan kejahatan dan perilaku
asosial lain yang menganggu suasana tertib dan aman, rusaknya barang-
barang sekolah dan meningkatnya perkelahian.
3. Bagi masyarakat, bangsa, dan negara.
Penyalahgunaan NAPZA mengakibatkan terciptanya hubungan
pengedar narkoba dengan korbannya sehingga terbentuk pasar gelap
perdagangan NAPZA yang sangat sulit diputuskan mata rantainya.
16
tidak bisa mengendalikan diri untuk terus menerus menggunakan NAPZA
(Martono, 2006).
17
6. Memperkuat kehidupan beragama.Yang diutamakan bukan hanya ritual
keagamaan, melainkan memperkuat nilai moral yang terkandung dalam
agama dan menerapkannya dalam kehidupan sehari – hari.
7. Orang tua memahami masalah penyalahgunaan NAPZA agar dapat
berdiskusi dengan anak (Loewana dkk, 2001).
18
- Mengupayakan kehadiran guru secara teratur di sekolah
- Sikap keteladanan guru amat penting
- Meningkatkan pengawasan anak sejak masuk sampai pulang sekolah.
G. REHABILITASI NAPZA
Rehabilitasi NAPZA adalah rehabilitasi yang meliputi pembinaan fisik,
mental, sosial, pelatihan keterampilan dan resosialisasi serta pembinaan lanjut
bagi para mantan pengguna NAPZA agar mampu berperan aktif dalam
kehidupan bermasyarakat. Rehabilitasi NAPZA merupakan suatu bentuk
terapi dimana klien dengan ketergantungan NAPZA ditempatkan dalam suatu
institusi tertutup selama beberapa waktu untuk mengedukasi pengguna yang
berusaha untuk mengubah perilakunya, mampu mengantisipasi dan mengatasi
masalah relaps (kambuh) (BNN, 2006).
Model-model Pelayanan Rehabilitasi NAPZA Berdasarkan
KEPMENKES No.996/MENKES/SK/VIII/2002, pelayanan rehabilitasi
meliputi:
1. Pelayanan Medik
a. Detoksifikasi
Detoksifikasi adalah suatu proses dimana seorang individu yang
ketergantungan fisik terhadap zat psikoaktif (khususnya Opioida),
19
dilakukan pelepasan zat psikoaktif (opioida) tersebut secara tiba-tiba
(abrupt) atau secara sedikit demi sedikit (gradual).
b. Terapi Maintenance
Terapi maintenance (rumatan) adalah pelayanan pasca detoksifikasi
dengan tanpa komplikasi medik.
2. Terapi Psikososial
Dapat dilakukan melalui pendekatan Non Medis, misalnya Sosial, Agama,
Spiritual, Therapeutic Community, Twelve Steps, dan alternatif lain.
Metode ini diperlukan tindak lanjut dari sektor terkait seperti Departemen
Sosial, Departemen Agama atau pusat-pusat yang mengembangkan
metode tersebut. Pelaksanaan metode apapun, harus tetap berkoordinasi
bersama dokter puskesmas Kecamatan setempat atau dokter rumah sakit
terdekat untuk menanggulangi masalah kesehatan fisik dan mental yang
mungkin dan atau dapat terjadi selama proses rehabilitasi.
3. Rujukan
Pasien penyalahguna dan ketergantungan NAPZA dengan komplikasi
medis fisik dirujuk ke Rumah Sakit Umum Kabupaten / Kota atau Rumah
Sakit Umum Provinsi. Pasien penyalahguna dan ketergantungan NAPZA
dengan komplikasi medis psikiatris dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa atau
bagian psikiatri Rumah Sakit Umum terdekat.
20
terapi substitusi Metadon. Bagi mereka yang tidak dapat
menggunakan metode ini, tersedia banyak pendekatan lainnya dan
menggugah mereka tetap berada dalam terapi.
b. Burprenorfin
Burprenorfin adalah obat yang diberikan oleh dokter.
Burprenorfin tidak diabsorbsi dengan baik jika ditelan, karena itu
cara penggunaannya adalah sublingual (diletakkan di bawah lidah).
2. Model pelayanan dan rehabilitasi dengan pendekatan bimbingan
individu dan kelompok
Terapi ini merupakan terapi konvensional untuk pasien
ketergantungan NAPZA yang tidak menjalani rawat inap dan dapat
dilakukan secara individual maupun kelompok. Program ini didesain
dengan kegiatan yang bervariasi seperti edukasi keterampilan,
meningkatkan sosialisasi, pertemuan yang bersifat vokasional, edukasi
moral dan spiritual, serta terapi 12 langkah (the 12 steps recopvery
program).
3. Model pelayanan dan rehabilitasi dengan pendekatan Therapeutic
Community
a. Pengertian
Therapeutic Community (TC) adalah sebuah kelompok yang terdiri
dari individu dengan masalah yang sama, tinggal di tempat yang
sama, memiliki seperangkat peraturan, filosofi, norma dan nilai,
serta kultural yang disetujui, dipahami dan dianut bersama.
Kesemuanya dijalankan demi pemulihan diri masing-masing.
b. Tujuan TC
Klien dapat mengolah subkultur yang dianut pengguna ke arah
kultur masyarakat luas (mainstream society), menuju kehidupan
yang sehat dan produktif, meskipun pengguna sendiri mempunyai
beberapa nilai untuk mempertahankan pemulihannya.
c. Cardinal Rules
No Drugs, No Sex, and No Violence
d. Filosofi TC
Program TC berlandaskan pada filosofi dan slogan-slogan tertentu,
baik yang tertulis maupun tidak tertulis
4. Model pelayanan dan rehabilitasi dengan pendekatan agama
Ada berbagai macam pusat rehabilitasi dengan pendekatan
agama, misalnya Pondok Pesantren dengan pendekatan nilainilai
21
agama Islam dimana kegiatan utamanya adalah berdzikir. Beda halnya
di Thailand dimana para biksu Budha merawat klien yang mengalami
ketergantungan opioida di kuil, antara lain kuil Budha Tan Kraborg.
Para pendeta ini juga telah dilatih dalam memberi konseling kepada
klien.
5. Model pelayanan dan rehabilitasi dengan pendekatan Narcotic
Anonymus
Suatu program recovery yang dijalankan seorang pecandu
berdasarkan prinsip 12 langkah. Langkah-langkah ini harus dijalankan
lebih dari satu kali. Setelah selesai mengerjakan seluruh langkah yang
ada, seorang pecandu harus menjalankan kembali langkah pertama.
Karena banyak hal baru yang terjadi dan timbul sehingga seorang
pecandu harus menjalankan recorvery-nya seumur hidup.
6. Model pelayanan dan rehabilitasi dengan pendekatan terpadu
Suatu pelayanan rehabilitasi dengan memadukan konsep dari
berbagai pendekatan dan bidang ilmu yang mendukung sehingga dapat
memfasilitasi korban NAPZA dalam mengatasi masalahnya dari aspek
bio, psiko, sosial, dan spiritual. Tahapan kegiatan pelayanan dan
rehabilitasi sosial bagi korban penyalahguna Narkoba dilaksanakan
sesuai Standar Minimal dan Pedoman Pelayanan dan Rehabilitasi
Sosial Penyalahgunaan Narkoba yang disusun BNN.
22
BAB III
KESIMPULAN
23
DAFTAR PUSTAKA
Knight, B., 1996. Forensic Pathology. Oxford University Press Inc., New York.
Loewana, Satya. Lusi Margiyani, dkk. 2001. Petunjuk Praktis Bagi Keluarga
Untuk Mencegah Penyalahgunaan Narkoba. Yogyakarta : Media
Pressindo
Tom Kus, Tedi. 2009. Bahaya NAPZA Bagi Pelajar. Bandung :Yayasan Al-
Ghifari, h.20-57.
24