Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FORMULASI TEKNOLOGI SEDIAAN SOLID


“ SUPPOSITORIA“

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2

1. Handryan Tiecho Agatha ( 15040075 )


2. Muhammad Harun Al – Rasyid ( 15040076 )
3. Rizal Hartanto ( 15040077 )
4. Nadiyah Windasaputri ( 15040078 )

LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI


SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH
TANGERANG
2017 / 2018
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Seiring dengan semakin berkembangnya sains dan tekhnologi,


perkembangan di dunia farmasi pun tak ketinggalan. Semakin hari semakin
banyak jenis dan ragam penyakit yang muncul. Perkembangan pengobatan
pun terus di kembangkan. Berbagai macam bentuk sediaan obat, baik itu
liquid, solid dan semisolid telah dikembangkan oleh ahli farmasi dan
industri.
Ahli farmasi mengembangkan obat untuk pemenuhan kebutuhan
masyarakat, yang bertujuan untuk memberikan efek terapi obat, dosis yang
sesuai untuk di konsumsi oleh masyarakat. Selain itu, sediaan semisolid
digunakan untuk pemakaian luar seperti krim, salep, gel, pasta dan
suppositoria yang digunakan melalui rektum. Kelebihan dari sediaan
semisolid ini yaitu, mudah dibawa, mudah pada pengabsorbsiannya. Juga
untuk memberikan perlindungan pengobatan terhadap kulit tubuh.
Berbagai macam bentuk sediaan semisolid memiliki kekurangan,
salah satu diantaranya yaitu mudah di tumbuhi mikroba. Untuk
meminimalisir kekurangan tersebut, para ahli farmasis harus bisa
memformulasikan dan memproduksi sediaan secara tepat. Dengan
demikian, farmasis harus mengetahui langkah-langkah yang tepat untuk
meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan. Dengan cara melakukan,
menentukan formulasi dengan benar dan memperhatikan konsentrasi serta
karakteristik bahan yang digunakan dan dikombinasikan dengan baik dan
benar.

B. Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui cara pembuatan suppositoria dan evaluasi suppositoria
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Suppositoria
Supositoria menurut FI edisi IV adalah sediaan padat dalam berbagai
bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau urethra.
Umumnya meleleh, melunak atau melarut dalam suhu tubuh. Supositoria
dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat, sebagai pembawa zat
terapetik yang bersifat lokal atau sistemik.

B. Macam – Macam Suppositoria


Macam-macam Suppositoria berdasarkan tempat penggunaannya :
1. Rektal Suppositoria sering disebut Suppositoria saja, bentuk peluru
digunakan lewat rektal atau anus, beratnya menurut FI.ed.IV kurang
lebih 2 g. Suppositoria rektal berbentuk torpedo mempunyai
keuntungan, yaitu bila bagian yang besar masuk melalui jaringan otot
penutup dubur, maka Suppositoria akan tertarik masuk dengan
sendirinya.
2. Vaginal Suppositoria (Ovula), bentuk bola lonjong seperti kerucut,
digunakan lewat vagina, berat umumnya 5 g.
Supositoria kempa atau Supositoria sisipan adalah Supositoria
vaginal yang dibuat dengan cara mengempa massa serbuk menjadi
bentuk yang sesuai, atau dengan cara pengkapsulan dalam gelatin lunak.
Menurut FI.ed.IV, Suppositoria vaginal dengan bahan dasar yang
dapat larut / bercampur dalam air seperti PEG atau gelatin tergliserinasi
berbobot 5 g. Supositoria dengan bahan dasar gelatin tergliserinasi (70
bag. gliserin, 20 bag. gelatin dan 10 bag. air) harus disimpan dalam
wadah tertutup rapat, sebaiknya pada suhu dibawah 350 C
3. Urethral Suppositoria (bacilla, bougies) digunakan lewat urethra,
bentuk batang panjang antara 7 cm - 14 cm.
C. Keuntungan Suppositoria
Keuntungan penggunaan obat dalam Suppositoria dibanding peroral, yaitu
1. Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung.
2. Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzym pencernaan dan asam
lambung.
3. Obat dapat masuk langsung dalam saluran darah sehingga obat dapat
berefek lebih cepat daripada penggunaan obat peroral.
4. Baik bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar.

D. Kelemahan Suppositoria
1. Tidak nyaman digunakan
2. Absorbsi obat sering kali tak teratur atau sulit diramalkan

E. Bahan Dasar Suppositoria

Bahan dasar : ol. cacao (lemak coklat), gelatin tergliserinasi, minyak nabati
terhidrogenasi, campuran PEG berbagai bobot molekul dan ester asam
lemak PEG. Bahan dasar lain dapat digunakan seperti surfaktan nonionik
misalnya ester asam lemak polioksietilen sorbitan dan polioksietilen
stearat. Bahan dasar Suppositoria yang ideal harus mempunyai sifat sebagai
berikut :

1. Padat pada suhu kamar, sehingga dapat dibentuk dengan tangan atau
dicetak, tapi akan melunak pada suhu rektal dan dapat bercampur
dengan cairan tubuh.
2. Tidak beracun dan tidak menimbulkan iritasi
3. Dapat bercampur dengan bermacam-macam obat
4. Stabil dalam penyimpanan, tidak menunjukkan perubahan warna, bau
dan pemisahan obat.
5. Kadar air cukup
6. Untuk basis lemak, bilangan asam, bilangan iodium dan bilangan
penyabunan harus jelas.

Penggolongan bahan dasar Suppositoria.

1. Bahan dasar berlemak : Ol. Cacao (lemak coklat)


2. Bahan dasar yang dapat bercampur atau larut dalam air : gliserin-gelatin,
polietilenglikol (PEG)
3. Bahan dasar lain : Pembentuk emulsi A/M.misalnya campuran Tween
61 85 % dengan gliserin laurat 15 %

F. Syarat Basis Suppositoria yang Ideal


1. Melebur pada temperature rectal
2. Tidak toksik, tidak menimbulkan iritasi dan sensitisasi
3. Dapat dicampur dengan berbagai obat
4. Tidak terbentuk metastabil
5. Mudah dilepas dari cetakan
6. Memiliki sifat pembasahan dan emulsifikasi
7. Bilangan airnya tinggi
8. Stabil baik secara fisika ataupun kimia
9. Tidak mempengaruhi efektivitas obat
10. Memberi bentuk yang sesuai untuk memudahkan pemakaiannya
11. Mempengaruhi pelepasan bahan aktif . Pelepasan yang cepat
dibutuhkan apabila bahan aktif untuk tujuan secara sistemik, dan
pelepasan yang lebih lambat apabila bahan aktif untuk tujuan local.
Cara fabrikasi mudah
G. Metode Pembuatan Supposotoria
1. Dengan tangan
Hanya dengan bahan dasar Ol.Cacao yang dapat dikerjakan atau
dibuat dengan tangan untuk skala kecil dan bila bahan obatnya tidak
tahan terhadap pemanasan Metode ini kurang cocok untuk iklim
panas.
2. Dengan mencetak hasil leburan
Cetakan harus dibasahi lebih dahulu dengan Parafin cair bagi yang
memakai bahan dasar Gliserin-gelatin, tetapi untuk Ol.Cacao dan
PEG tidak dibasahi karena mengkerut pada proses pendinginan,
akan terlepas dari cetakan.
3. Dengan kompresi.
Metode ini, proses penuangan, pendinginan dan pelepasan
Suppositoria dilakukan dengan mesin secara otomatis. Kapasitas
bisa sampai 3500 - 6000 Suppositoria / jam.

Pembuatan Suppositoria secara umum dilakukan dengan cara sebagai


berikut :
 Bahan dasar Suppositoria yang digunakan supaya meleleh pada suhu
tubuh atau dapat larut dalam cairan yang ada dalam rektum.
 Obatnya supaya larut dalam bahan dasar, bila perlu dipanaskan.
 Bila bahan obatnya sukar larut dalam bahan dasar maka harus diserbuk
halus.
 Setelah campuran obat dan bahan dasar meleleh atau mencair,
dituangkan ke dalam cetakan Suppositoria kemudian didinginkan.
 Cetakan tersebut terbuat dari besi yang dilapisi nikel atau dari logam lain,
ada juga yang dibuat dari plastik Cetakan ini mudah dibuka secara
longitudinal untuk mengeluarkan Suppositoria.
 Untuk mencetak bacilla dapat digunakan tube gelas atau gulungan kertas.
 Untuk mengatasi massa yang hilang karena melekat pada cetakan, maka
pembuatan Suppositoria harus dibuat berlebih (  10 % ) dan cetakannya
sebelum digunakan harus dibasahi lebih dahulu dengan Parafin cair atau
minyak lemak atau spiritus saponatus ( Soft Soap liniment ), tetapi
spiritus saponatus ini, jangan digunakan untuk Suppositoria yang
mengandung garam logam karena akan bereaksi dengan sabunnya dan
sebagai pengganti digunakan Ol. Recini dalam etanol. Khusus
Suppositoria dengan bahan dasar PEG dan Tween tidak perlu bahan
pelicin cetakan karena pada pendinginan mudah lepas dari cetakannya
yang disebabkan bahan dasar tersebut dapat mengkerut.

H. Evaluasi Suppositoria
Pengujian sediaan supositoria yang dilakukan sebagai berikut:
1. Uji homogenitas
Uji homogenitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah bahan aktif
dapat tercampur rata dengan bahan dasar suppo atau tidak, jika tidak
dapat tercampur maka akan mempengaruhi proses absorbsi dalam
tubuh. Obat yang terlepas akan memberikan terapi yang berbeda. Cara
menguji homogenitas yaitu dengan cara mengambil 3 titik bagian suppo
(atas-tengah-bawah atau kanan-tengah-kiri) masing-masing bagian
diletakkan pada kaca objek kemudian diamati dibawah mikroskop, cara
selanjutnya dengan menguji kadarnya dapat dilakukan dengan cara
titrasi.
2. Keseragaman Bentuk dan Ukuran
Bentuk suppositoria juga perlu diperhatikan karena jika dari
bentuknya tidak seperti sediaan suppositoria pada umunya, maka
seseorang yang tidak tahu akan mengira bahwa sediaan tersebut
bukanlah obat. Untuk itu, bentuk juga sangat mendukung karena akan
memberikan keyakinan pada pasien bahwa sediaa tersebut adalah
suppositoria. Selain itu, suppositoria merupakan sediaan padat yang
mempunyai bentuk torpedo.
3. Uji waktu hancur
Uji waktu hancur ini dilakukan untuk mengetahui berapa lama
sediaan tersebut dapat hancur dalam tubuh. Cara uji waktu hancur
dengan dimasukkan dalam air yang di set sama dengan suhu tubuh
manusia, kemudian pada sediaan yang berbahan dasar PEG 1000 waktu
hancurnya ±15 menit, sedangkan untuk oleum cacao dingin 3 menit.
Jika melebihi syarat diatas maka sediaan tersebut belum memenuhi
syarat untuk digunakan dalam tubuh. Mengapa menggunakan media
air? Dikarenakan sebagian besar tubuh manusia mengandung cairan.
4. Keseragaman bobot
Keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui apakah bobot tiap
sediaan sudah sama atau belum, jika belum maka perlu dicatat.
Keseragaman bobot akan mempengaruhi terhadap kemurnian suatu
sediaan karena dikhawatirkan zat lain yang ikut tercampur. Caranya
dengan ditimbang saksama 10 suppositoria, satu persatu kemudian
dihitung berat rata-ratanya. Dari hasil penetapan kadar, yang diperoleh
dalam masing-masing monografi, hitung jumlah zat aktif dari masing-
masing 10 suppositoria dengan anggapan zat aktif terdistribusi
homogen. Jika terdapat sediaan yang beratnya melebihi rata-rata maka
suppositoria tersebut tidak memenuhi syarat dalam keseragaman bobot.
Karena keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui kandungan
yang terdapat dalam masing-masing suppositoria tersebut sama dan
dapat memberikan efek terapi yang sama pula
5. Uji titik lebur
Uji ini dilakukan sebagai simulasi untuk mengetahui waktu yang
dibutuhkan sediaan supositoria yang dibuat melebur dalam tubuh.
Dilakukan dengan cara menyiapkan air dengan suhu ±37°C. Kemudian
dimasukkan supositoria ke dalam air dan diamati waktu leburnya.
Untuk basis oleum cacao dingin persyaratan leburnya adalah 3 menit,
sedangkan untuk PEG 1000 adalah 15 menit.
6. Uji Kerapuhan
Supositoria sebaiknya jangan terlalu lembek maupun terlalu keras
yang menjadikannya sukar meleleh. Untuk uji kerapuhan dapat
digunakan uji elastisitas. Supositoria dipotong horizontal. Kemudian
ditandai kedua titik pengukuran melalui bagian yang melebar, dengan
jarak tidak kurang dari 50% dari lebar bahan yang datar, kemudian
diberi beban seberat 20N (lebih kurang 2kg) dengan cara menggerakkan
jari atau batang yang dimasukkan ke dalam tabung.
DAFTAR PUSTAKA

Ansel,Howard. C . 2005, pengantar bentuk sediaan farmasi, edisi IV, University


indonesia ; jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 1979, Farmakope Indonesia, edisi III, Direktorat


jendral, BPOM : Jakarta

Departemen Kesehatan RI, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, Direktorat


jendral, BPOM : Jakarta

Moh. Anief. 2007. FARMASETIKA.Yogyakarta : GADJAH MADA


UNIVERSITY PRESS

Syamsuni. 2007. Ilmu Resep. Jakarta : PENERBIT BUKU KEDOKTERAN

Lachman, Leon.2008.Teori dan praktek farmasi industry jilid 2.


Jakarta.Universitas Indonesia Press.

Anda mungkin juga menyukai