Anda di halaman 1dari 34

Presentasi kasus

ENSEFALOPATI DENGUE

Disusun oleh :
Bima Ryanda Putra, S.Ked 04084821618145

Pembimbing:
Dr. Halimah, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017

i
HALAMAN PENGESAHAN

Presentasi kasus yang berjudul


Ensefalopati Dengue

Oleh :
Bima Ryanda Putra, S.Ked

Sebagai salah satu persyaratan mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu
Kesehatan Anak RSMH Palembang Fakultas Kedokteran Unsri.

Palembang, Oktober 2017


Pembimbing,

dr. Halimah, Sp.A

ii
KATA PENGANTAR

Salam sejahtera,
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya lah laporan
kasus yang berjudul ”Ensefalopati dengue” ini dapat diselesaikan dengan baik.
Melalui tulisan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. dr. Halimah, Sp.A sebagai dosen pembimbing
2. Rekan-rekan seperjuangan yang turut meluangkan banyak waktu dalam
membantu proses penyelesaian laporan kasus ini.
3. Semua pihak yang telah ikut membantu proses penyusunan laporan kasus
hingga laporan kasus ini selesai.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan, baik dari isi maupun teknik penulisan. Sehingga apabila ada kritik dan
saran dari semua pihak maupun pembaca untuk kesempurnaan laporan kasus ini,
penulis mengucapkan banyak terimakasih.

Palembang, Oktober 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iv
BAB I. PENDAHULUAN .........................................................................................1
BAB II. LAPORAN KASUS......................................................................................3
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................13
BAB IV. ANALISIS KASUS ..................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................38

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Infeksi virus dengue ialah suatu infeksi virus akut, ditularkan oleh nyamuk
spesies Aedes, dan sekarang telah dapat diisolasi 4 serotipe di Indonesia, yaitu
DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4.Demam berdarah dengue adalah suatu
demam berat bahkan sering fatal yang disebabkan virus dengue dengan
karakteristik yang timbul akibat peningkatan permeabilitas kapiler, hemostasis
yang abnormal, dan pada beberapa kasus berat sindrom syok (DSS) akibat
kehilangan protein yang berhubungan dengan meningkatnya reaksi imunologis.1
Ensefalopati dengue merupakan salah satu gejala klinis penderita DBD,
Penyebabnya berupa edema otak perdarahan kapiler serebral, kelainan metabolik,
dan disfungsi hati. Umumnya terjadi sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan dengan perdarahan tetapi dapat juga terjadi pada DBD tanpa
syok.2

Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai negara


bervariasi disebabkan beberapa faktor, antara lain status umur penduduk,
kepadatan vektor, tingkat penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus
dengue dan kondisi meteorologis. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan
antara jenis kelamin, tetapi kematian ditemukan lebih banyak terjadi pada anak
perempuan daripada anak laki-laki.Di Indonesia pengaruh musim terhadap DBD
tidak begitu jelas, namun secara garis besar jumlah kasus meningkat antara
September sampai Februari dengan mencapai puncaknya pada bulan Januari.3

Epidemic dengue adalah masalah kesehatan masyarakat utama di


Indonesia, Myanmar, Sri Lanka, Thailand dan Timor Leste yang beriklim tropis
dan berada di daerah ekuator dimana Aedes aegypti berkembang biak baik di
daerah perkotaan maupun pedesaan. Di Negara ini dengue merupakan penyebab
rawat inap dan kematian tertinggi pada anak-anak. Selama 5 tahun terakhir,
insiden DBD meningkat setiap tahun. Insiden tertinggi pada tahun 2007 yakni

5
71,78 per 100.000 penduduk, namun pada tahun 2008 menurun menjadi 59,02 per
100.000 penduduk. Walaupun angka kejadian sudah dapat ditekan namun belum
mencapai target yang diinginkan yakni kurang dari 20 per 100.000 penduduk.3

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk membahas demam


berdarah dengue dalam tinjauan pustaka ini karena peran dokter umum dalam
penanganan diagnosis kasus demam berdarah dengue sebagai salah satu
kompetensi dokter umum sehingga sangat penting untuk mencegah dan mengenali
tanda-tanda bahaya salah satunya agar tidak terjadi komplikasi seperti ensefalopati
dengue.

6
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTIFIKASI
a. Nama : PCS
b. Umur/ Tanggal Lahir : 10 tahun 8 bulan/ 6 Januari 2007
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Berat badan : 25 Kg
e. Panjang badan : 130 cm
f. Agama : Islam
g. Bangsa : Indonesia
h. Alamat : Dusun II, Kelurahan Patar Luar, Sumatera Selatan
i. Suku Bangsa : Sumatera
j. MRS : 2 Oktober 2017

I. ANAMNESIS
Tanggal : 3 Oktober 2017, pukul 08.30 WIB
Diberikan Oleh : Ibu kandung (Alloanamnesis)

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


1. Keluhan utama : Demam
2. Keluhan tambahan : Nyeri perut di sebelah kanan atas dan kembung.
3. Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita mengalami demam
tinggi mendadak, terus menerus. Demam tidak disertai menggigil, kejang (-),
berkeringat (-), batuk (-), pilek (-), kemerahan di wajah (-), ruam (-), nyeri
kepala (+), nyeri belakang bola mata (+), nyeri otot dan sendi (+), nyeri perut
(+) disebelah kanan atas, rasa seperti begah, tidak menjalar, mual (-), muntah
(-), sakit tenggorokan (-), mimisan (-), gusi berdarah (-), nafsu makan
berkurang (+), minum seperti biasa, BAB dan BAK normal, riwayat
berkunjung ke luar kota (-), penderita sering jajan (+) di sekitar rumah dan

7
sekolah, dan sekolah penderita dekat dengan penampungan air terbuka.
Penderita diberi obat penurun panas, demam sempat turun namun tinggi
kembali.

Sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, demam dirasakan turun


perlahan., berkeringat (+), batuk (-), pilek (-), kemerahan di wajah (-), ruam
(-), nyeri kepala (-), nyeri belakang bola mata (-), nyeri otot dan sendi (-),
nyeri perut (+) disebelah kanan atas, rasa seperti begah, tidak menjalar, mual
(-), muntah (-), sakit tenggorokan (-), mimisan (-), gusi berdarah (-), nafsu
makan berkurang (+), minum seperti biasa, BAB dan BAK normal, riwayat
berkunjung ke luar kota (-).
Sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita bertambah lemas,
demam mulai tinggi (+), menggigil (+), kejang (-), berkeringat (-), batuk (-),
pilek (-), kemerahan di wajah (-), ruam (-), nyeri kepala (+), nyeri belakang
bola mata (-), nyeri otot dan sendi (+), nyeri perut (+), disebelah kanan atas
muntah (-), sakit tenggorokan (-), mimisan (-), gusi berdarah (-), nafsu makan
berkurang (+), minum berkurang (+), berat badan turun sebanyak 3 kilo
selama sakit, BAK lebih sedikit dari biasanya, penderita sulit BAB.
Sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan masih belum berkurang
dan penderita mulai gelisah dan tidak sadarkan diri. Penderita dibawa ke
RSUD Palembang Bari.

B. RIWAYAT SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT


1. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat dengan keluhan penyakit yang sama sebelumnya ketika berumur
4 tahun.

2. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


GPA : P3A 0
Masa kehamilan : Aterm
Partus : Spontan
Penolong : Bidan

8
Tanggal : 6 Januari 2007
Berat badan lahir : 2800 kg
Panjang badan : 48 cm
Lingkar kepala : Ibu penderita lupa
Keadaan saat lahir : Langsung menangis

3. Riwayat Makanan
Asi :0-24 bulan, frekuensi sesuai keinginan anak,
menyusui sampai anak tertidur pulas.
Susu Formula :24-36 bulan, frekuensi 2-3x/hari.
Bubur susu :6-8 bulan, frekuensi 3x/hari.
Bubur nasi :8-12 bulan, frekuensi 3x/hari.
Nasi biasa :12bulan-sekarang, 3x/hari, 11/2 centong nasi dengan
lauk pauk bervariasi (tahu, tempe, telur, daging,
sayur). Setiap makan tidak habis.
Daging : +, 2 kali seminggu
Tempe : +, setiap hari
Tahu : +, setiap hari
Sayuran : +, setiap hari
Buah : +, pepaya 2 hari sekali
Kesan
Kualitas : Cukup
Kuantitas : Cukup

4. Riwayat Imunisasi

IMUNISASI DASAR
Hepatitis B 0 √ (setelah anak lahir)
BCG √ (1 bulan)
DPT 1 √ (2 bulan) DPT 2 √ (3 bulan) DPT 3 √ (4 bulan)
Hepatitis B 1 √ (2 bulan) Hepatitis B 2 √ (3 bulan) Hepatitis B 3 √ (4 bulan)
Hib 1 √ (2 bulan) Hib 2 √ (3 bulan) Hib 3 √ (4 bulan)

9
Polio 1 √ (1 bulan) Polio 2 √ (2 bulan) Polio 3 √ (3 bulan)
Campak √ (9 bulan) Polio 4 √ (4 bulan)

Kesan : Imunisasi dasar lengkap.

5. Riwayat Perkembangan Fisik


Berbalik : 3 bulan
Tengkurap : 4 bulan
Merangkak : 5 bulan
Duduk : 7 bulan
Berdiri : 11 bulan
Berjalan : 13 bulan
Berbicara : 14 bulan
Kesan : Perkembangan fisik dalam batas normal

6. Riwayat Keluarga
Ayah Ibu
Nama : Tn. M Ny. S
Umur : 38 Tahun 35 tahun
Agama : Islam Islam
Perkawinan : Pertama Pertama
Pendidikan : SMA SMA
Pekerjaan : Buruh IRT
Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga tidak ada.

10
7. Riwayat Higienitas dan Lingkungan
- Sumber air berasal dari PDAM, ditampung dalam sebuah bak, dikuras
2x/minggu, tidak ditutup, tidak diberi bubuk anti nyamuk.
- Tidak menggunakan lotion anti nyamuk saat keluar rumah.
- Riwayat tetangga yang menderita DBD tidak ada.
Kesan : Higienitas kurang

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. PEMERIKSAAN FISIK UMUM
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Apatis
BB : 25 Kg
TB : 130 cm
Status Gizi
BB/U : P10>X>P5
TB/U : P10>X>P5

11
BB/TB : 92,5% (gizi baik)
Edema (-), sianosis (-), dispnoe (-), anemia (-), ikterus (-), dismorfik (-)
Suhu : 38,6oC
Respirasi : 30 kali/ menit, reguler
Tipe pernafasan: abdominal thorakal
Tekanan Darah : 90/60 mmHg
Nadi : 110 kali/ menit, isi dan tegangan cukup

B. PEMERIKSAAN KHUSUS

Kepala
Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil
bulat, isokor, refleks cahaya (+/+), mata cekung (-)
Mulut : kelainan kongenital (-), mukosa bibir pucat (-),
cheilitis (-), stomatitis (-)
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Gigi : karies (+), gusi berdarah (-)
Lidah : coated tongue (+), atropi papil (-), hiperemis (-)
Faring/Tonsil : dinding faring hiperemis (-), T1-T1
Telinga : dismorfik (-), cairan (-)
Leher : pembesaran KGB (-), nyeri tekan (-)

Thoraks
Paru-paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris, retraksi tidak ada,
pernapasan torakoabdominal.
Palpasi : Stremfremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru, nyeri ketok (-)
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-).

Jantung

12
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Thrill tidak teraba
Perkusi : Jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II normal, reguler, murmur
(-),
gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Datar, dismorfik (-), massa (-)
Palpasi : Lemas, hepar dan lien tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), nyeri ketuk (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas
Akral hangat, deformitas (-), edema (-), sianosis (-), ruam ptekie (+) di
tangan, CRT <3 detik.

Lipat paha dan genitalia


Pembesaran KGB (-), dalam batas normal.

Kulit
Rumple Leed Test (+) pada kulit tangan.

Pemeriksaan Neurologis
Fungsi Motorik :
Tungkai Lengan
Pemeriksaan Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Segala arah Segala arah Segala arah Segala arah
Kekuatan 4 4 4 4
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - - - -
Refleks fisiologis + Meningkat + Meningkat + Meningkat + Meningkat
Refleks patologis - - - -

13
Fungsi sensorik : Dalam batas normal
Fungsi nervi kraniales : Dalam batas normal
Gejala rangsang meningeal : Kaku kuduk tidak ada

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Pemeriksaan Laboratorium (2 Oktober 2017)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 11,8 12-14 g/dl
Leukosit 3,2 x 103* 5-10x103 /ul
Hematokrit 34% 37-43 %
Trombosit 57x103* 150-400x103/ul
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 1 1-3 %
Batang 2 2-6 %
Segmen 75 50-70 %
Limfosit 21 20-40 %
Monosit 1 2-8 %

Test Widal
O H
Thypus 1/80 1/80
Parathypus A 1/80 1/160
Parathypus B 1/160 1/80
Parathypus C 1/80 1/80

C. RESUME
Sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita mengalami demam
tinggi mendadak, terus menerus, kemerahan di wajah (-), nyeri kepala (+),
nyeri otot dan sendi (+), nyeri perut (+), di sebelah kanan atas, rasa seperti
begah, nafsu makan berkurang (+), penderita sering jajan (+) di sekitar rumah
dan sekolah, kawasan di sekitar sekolah dekat dengan penampungan air yang
terbuka. Penderita diberi obat penurun panas, demam turun namun tinggi lagi.

14
Sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, demam dirasakan turun
perlahan., berkeringat (+), dan keluhan yang lain tidak berkurang lalu sejak 2
hari sebelum masuk rumah sakit penderita mulai lemas, penurunan nafsu
makan dan penurunan berat badan sebanyak 3 kilogram selama sakit, BAB
dan BAK lebih sedikit dari biasanya dan 1 hari sebelum masuk rumah sakit
penderita mulai gelisah dan tiba-tiba tidak sadarkan diri lalu dibawa ke RSUD
BARI.

Riwayat kehamilan dan kelahiran normal, riwayat makanan kurang baik,


riwayat imunisasi dasar lengkap, riwayat perkembangan fisik dalam batas
normal, riwayat keluarga sakit DBD tidak ada, riwayat higienitas kurang.
Pemeriksaan fisik anak tampak sakit sedang, ditemukan ptechie dengan
rumple leed test di tangan, coated tongue (+). Dari hasil pemeriksaan
laboratorium tanggal 3 Oktober 2017 ditemukan adanya penurunan trombosit
dengan hasil 57 x 103/µL.

I. DAFTAR MASALAH
 Demam
 Penurunan Kesadaran
 Nyeri kepala, perut, otot, dan sendi
 Nafsu makan dan minum berkurang
 Tidak BAB
 Rumple leed test (+)
 Coated tongue

II. DIAGNOSIS BANDING


 Ensefalopati Dengue
 Demam tifoid
 Demam dengue

III. DIAGNOSIS KERJA


Ensefalopati dengue

IV. PENATALAKSANAAN
a. Terapi Farmakologis
• IVFD RL 65cc/jam
• Paracetamol 250mg tiap 4-6 jam bila suhu ≥ 38,5oC

15
• Dexamethasone cure 3mg/kgbb injeksi pertama dilanjutkan 1mg/kgbb
tiap 6 jam selama 48 jam.

b. Monitoring
• Klinis dan Lab
• Balance dan diuresis/ 6 jam
• Observasi tanda syok

c. Edukasi
• Tirah baring
• Pengobatan utama adalah cairan
• Monitor tanda kegawatan

V. PROGNOSIS
a. Quo ad vitam : dubia ad bonam
b. Quo ad functionam : dubia ad bonam
c. Quo ad sanationam : dubia ad bonam

Catatan Follow Up Pasien

Tanggal Catatan Kemajuam (S/O/A) Rencana Tatalaksana


04 S/ demam (-), penurunan kesadaran (+), IVD RL 65 cc/ jam
Oktober lemas (+)
Paracetamol 4 x 250 mg
2017
O/ Kesadaran Apatis, TD: 90/60 mm/Hg, po bila perlu
nadi: 110x/m, RR: 28x/mm, T=37,8oC
Dexametason 25 mg tiap
Kepala: nafas cuping hidung (-), 6 jam selama 48 jam IV
konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-),
Observasi tanda-tanda
pupil bulat isokor (+) 3mm/3mm
vitan dan syok
Thoraks:: simetris, retraksi (-)
Cor: bunyi jantung I dan II normal,
murmur (+) sistolik grade III/6 ICS II-III
LPS sinistra
Pulmo: vesikuler (+) normal, hepar dan
lien tidak teraba
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 3”

16
Hb : 12,5 g/dL
WBC : 3,8 x 103 UL
PLT : 70 x 103 UL
Ht : 36 %
Diff Count :0/1/1/76/21/1
A/ Ensefalopati Dengue

05 S/ demam (-), penurunan kesadaran (-), IVD RL 65 cc/ jam


dispepsia (+)
Oktober Paracetamol 4 x 250 mg
2017 O/ Kesadaran CM, TD: 90/60 mm/Hg, po bila perlu
nadi: 98 x/m, RR: 25x/mm, T=36,8oC
Dexametason 25 mg tiap
Kepala: nafas cuping hidung (-), 6 jam selama 48 jam IV
konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-),
Ranitidin 2 x 1 amp IV
pupil bulat isokor (+) 3mm/3mm
Lansoprazol 1 x1 amp IV
Thoraks: simetris, retraksi (-)
Observasi tanda-tanda
Cor: bunyi jantung I dan II normal,
vitan dan syok
murmur (+) sistolik grade III/6 ICS II-III
LPS sinistra
Pulmo: vesikuler (+) normal, hepar dan
lien tidak teraba
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 3”
Hb : 11,6 g/dL
PLT : 72 x 103 UL
Ht : 36 %
A/ Ensefalopati Dengue (perbaikan)

17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. DEFINISI
Demam Berdarah Dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis
demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi
kebocoran plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)
atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock
syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.1

3.2 ETIOLOGI
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akut yang
disebabkan oleh virus dengue yang sekarang lebih dikenal sebagai genus
Flavivirus. Virus ini memiliki empat jenis serotipe yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3,
dan DEN-4. Antibodi yang terbentuk dari infeksi salah satu jenis serotipe tidak
memberikan perlindungan yang memadai untuk serotipe lain. Serotipe DEN-3
merupakan serotipe yang dominan dan paling banyak menimbulkan manifestasi
klinis yang berat.1
Virus dengue ditularkan kepada manusia terutama melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti. Nyamuk aedes dapat mengandung virus dengue pada saat
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yakni dua hari sebelum
panas hingga 5 hari setelah demam timbul. Virus yang terdapat pada kelenjar liur
kemudian berkembang biak dalam waktu 8-10 hari dan selanjutnya dapat
ditularkan kepada manusia lain melalui gigitan. Sekali virus masuk dan
berkembang biak dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut dapat menularkan virus
(infektif) sepanjang hidupnya.2

18
3.3 EPIDEMIOLOGI
Pada tahun 2005, virus dengue dan nyamuk aedes aegypti telah menyebar di
daerah tropis dimana terdapat 2.5 miliar orang berisiko terkena penyakit ini di daerah
endemik.3
Secara umum, demam dengue menyebabkan angka kesakitan dan
kematian lebih besar disbanding dengan infeksi arbovirus yang lainnya pada
manusia. Setiap tahun diperkirakan terdapat 50-100 juta kejadian infeksi dengue
yang mana ratusan ribu kasus demam berdarah dengue terjadi, tergantung dari
aktifitas epidemiknya.4

Gambar 1. Epidemiologi Demam Berdarah Dengue (WHO,2009)


Depkes RI melaporkan bahwa pada tahun 2010 di Indonesia tercatat 14.875 orang
terkena DBD dengan kematian 167 penderita. Daerah yang perlu diwaspadai adalah DKI
Jakarta, Bali,dan NTB.

3.3 PATOFISIOLOGI
Virus dengue (Aedes aegypti), memasuki tubuh akan melekat pada
monosit dan masuk ke dalam monosit. Kemudian terbentuk mekanisme aferen
(penempelan beberapa segmen dari sehingga terbentuk reseptor Fc). Monosit yang
mengandung virus menyebar ke hati, limpa, usus, sumsum tulang, dan terjadi
viremia (mekanisme eferen). Pada saat yang bersamaan sel monosit yang telah
terinfeksi akan mengadakan interaksi dengan berbagai system humoral, seperti
system komplemen, yang akan mengeluarkan substansi inflamasi, pengeluaran
sitokin, dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan
mengaktifasi faktor koagulasi. Mekanisme ini disebut mekanisme efektor.5

19
Selain itu masuknya virus dengue akan membangkitakn respons imun
melalui system pertahanan alamiah (innate immune system), pada system ini
komplemen memegang peran utama. Aktifitas komplemen tersebut dapat memalui
monnosa-binding protein, maupun melaui antibody. Komponen berperan sebagai
opsonin yang meningkatkan fagositosis, dekstruksi dan lisis virus dengue.5

Untuk menghambat laju intervensi virus dengue, interferon α dan interferon


β berusaha mencegah replikasi virus dengue di intraselular. Pada sisi lain limfosit
B, sel plasma akan merespons melalui pembentukan antibodi. Limfosit T
mengalami ekpresi oleh indikator berbagai molekul yang berperan sebagai
regulator dan efektor.5
Limfosit T yang teraktivasi mengakibatkan ekspresi protein permukaan
yang disebut ligan CD40, yang kemudian mengikat CD40 pada limfosit B,
makrofag, sel dendritik, sel endotel serta mengaktivasi berbagai tersebut. CD40L
merupakan mediator penting terhadap berbagai fungsi efektor sel T helper,
termasuk menstimulasi sel B memproduksi antibodi dan aktivasi makrofag untuk
menghancurkan virus dengue.5
Singkatnya virus dengue menstimulasi pengaturan sel T, reaksi silang sel T
aviditas rendah dan reaksi silang sel T spesifik, yang akan meningkatkan produksi
spesifik dan reaksi silang antibodi.5

Pada tahap berikutnya terjadi secara simultan reaksi silang antibodi


dengan trombosit, reaksi silang antibodi dengan plasmin dan produk spesifi k.
Proses ini kemudian akan meningkatkan peran antibodi dalam meningkatkan titer
virus dan di sisi lain antibodi bereaksi silang dengan endotheliocytes. Pada tahap
berikutnya terjadi efek replikasi sel mononuclear. Di dalam sel endotel, terjadi
infeksi dan replikasi selektif dalam endotheliocytes sehingga terjadi apoptosis
yang menyebabkan disfungsi endotel. Di sisi lain, akan terjadi stimulasi mediator
yang dapat larut (soluble), yaitu TNF α, INF γ, IL-1, IL-2, IL-6, IL-8, IL-10, IL-
13, IL-18, TGF β, C3a, C4b, C5a, MCP-1,CCL-2, VEGF, dan NO yang
menyebabkan ketidakseimbangan profi l sitokin dan mediator lain; pada tahap
berikutnya terjadi gangguan koaguasi dan disfungsi endotel.5

20
Gambar 2. Patofisiologi Infeksi Dengue (Martina, dkk 2009)

Pada hati, akan terjadi replikasi dalam hepatosit dan sel Kuppfer. Terjadi
nekrosis dan atau apoptosis yang menurunkan fungsi hati, melepaskan produk
toksik ke dalam darah, meningkatkan fungsi koagulasi, meningkatkan konsumsi
trombosit, aktivasi sistem fi brinolitik, dan menyebabkan gangguan koagulasi.
Pada makrofag di jaringan, terjadi apoptosis sehingga mediator larut (soluble)
akan meningkatkan TNF α, INF γ, IL-1, IL-2, IL-6, IL-8, IL-10, IL-13, IL-18,
TGF β, C3a, C4b, C5a, MCP-1, CCL-2, VEGF, dan NO, berakibat
ketidakseimbangan profi l terhadap sitokin dan mediator lain sehingga terjadi
gangguan endotel dan koagulasi.5

Pada sumsum tulang, terjadi replikasi dalam sel stroma sehingga terjadi
supresi hemopoietik yang berkembang ke arah gangguan koagulasi. Sedangkan
stimulasi terhadap sistem komplemen dan sel imunitas didapat akan
meningkatkan koagulasi, menurunkan mediator larut (soluble), terjadi

21
ketidakseimbangan profi l sitokin sehingga berkembang menjadi gangguan
koagulasi.5

Gambar 3. Patofisiologi Infeksi Dengue (Martina, dkk 2009)

3.4 MANIFESTASI KLINIK


3.4.1 Demam Dengue
Masa tunas berkisar antara 3-5 hari (pada umumnya 5-8 hari), kepustakaan
lain 1-7 hari. awal penyakit biasanya mendadak, disetai gejala prodromal meliputi
nyeri kepala, nyeri berbagai bagian tubuh, anoreksia, rasa menggigil dan malaise.

22
Terdapat trias yaitu demam tinggi, nyeri anggota badan dan timbul ruam. Ruam
timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali yaitu pada hari sakit ke 3-5
berlangsung 3-4 hari, kepustakaan lain menyebutkan 24-48 jam setelah timbul
demam. Ruam bersifat makulopapular, generalis dan menghilang pada tekanan.6
Pada lebih dari separuh pasien, gejala yang timbul mendadak disertai kenaikan
suhu, nyeri kepala hebat, nyeri dibelakang bola mata, punggung, otot, sendi
disertai rasa menggigil. Beberapa penderita dijumpai demam bifasik atau
menyerupai pelana kuda, tetapi tidak dianggap patognomonik karena tidak
dijumpai pada setiap pasien.6

Sering pula dijumpai anoreksia, obstipasi, rasa tak nyaman epigastrium


disertai nyeri kolik dan perut lembek. Dapat ditemui fotofobi, keringat
bercucuran, serak, batuk, epistaksis dan disuria. Kelenjar servikal sering
dilaporkan membesar (Castelani’s sign) dan dianggap sangat patognomonik.
Manifestasi perdarahan jarang dijumpai.6

Kelainan darah tepi berupa leukopeni selama periode prademam dan


demam, neutofilia relatif dan limfopenia, disusul oleh neutropenia relatif dan
limfositosis pada periode puncak penyakit dan pada masa konvalesen. Eosinofil
menurun dan menghilang pada permulaan dan pada puncak penyakit , hitung jenis
neutrofil bergeser ke kiri selama periode demam, sel plasma meningkat pada
periode memuncaknya penyakit dengan terdapatnya tombositopeni. Darah tepi
menjadi normal kembali dalam satu minggu.6

23
Gambar 3. Manifestasi infeksi virus dengue (WHO, 1997)

3.4.1 Demam Berdarah Dengue


Demam berdarah dengue ditandai oleh 4 manifestasi klinis, yaitu demam
tinggi mendadak dan terus-menerus, perdarahan, terutama perdarahan kulit,
hepatomegali dan kegagalan peredaran darah. Lama demam 2-7 hari suhu dapat
mencapai 40-41°C7 Juga dapat ditemui uji tourniket yang positif, memar dan
perdarahan pada tempat pengambilan darah vena. Epistaksis dan perdarahan gusi
jarang ditemui terlebih perdarahan saluran cerna yang biasanya timbul setelah
renjatan yang tidak dapat diatasi. Perdarahan lain seperti perdarahan
subkonjungtival kadang-kadang ditemukan. Pada masa konvalesen seringkali
ditemukan eritema pada telapak tangan/telapak kaki.6,7

Halstead dkk(1970) membatasi pada penderita dengan kelainan khas, yaitu


hipoproteinemi dan trombositopeni, sehingga tidaklah digolongkan sebagai DHF
bila penderita infeksi dengue dengan perdarahan hebat bila tidak ditemukan
hipoproteinemi dan trombositopeni.6

WHO menggunakan kriteria sebagai berikut untuk mendiagnosis demam


dengue dan demam berdarah dengue6 :

Demam dengue ditandai gejala klinis berupa demam diikuti ≥ 2 gejala :


nyeri kepala, muntah,nyeri perut, nyeri otot, nyeri sendi, rash; mungkin disertai

24
manifestasi perdarahan berupa uji tourniket positif dan/atau perdarahan spontan;
tidak terbukti terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah, nilai
hematokrit maksimal < 44%; mungkin terdapat trombositopeni.6

Patokan diagnosis DBD (WHO, 1975) berdasarkan gejala klinis dan


laboratorium. Gejala klinis berupa :

Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari

1. Manifestasi perdarahan, minimal uji tourniquet (+) dan salah satu bentuk
perdarahan lain (ptekie, purpura, ekimosis, epitaksis, perdarahan gusi),
hematemesis dan atau melena.

2. Pembesaran hati

3. Syok yang ditandai oleh ndai lemah dan cepat disertai tekanan nadi
menurun (≤ 20 mmHg), tekanan darah menurun (tekanan sistolik ≤ 80
mmHg), disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung
hidung, jari dan kaki, pasien menjadi gelisah, dan timbul sianosis disekitar
mulut.

Dari Laboratorium adanya peningkatan permeabilitas kapiler dengan nilai


hematokrit ≥ 20%; hitung trombosit mimimal ≤ 100.000/mm3. Diagnosis pasti
DBD adalah dua kriteria klinis pertama + trombositopenia + hemokonsentrasi
serta dikonfirmasi secara uji serologik hemaglutinasi.6

3.4.1 Demam Berdarah Dengue dengan Syok


Pada DSS (Dengue Shock Syndrome) setelah demam berlangsung selama
beberapa hari keadaan umum tiba-tiba memburuk, hal ini biasanya terjadi pada
saat atau setelah demam menurun, yaitu pada hari sakit ke 3-7. Hal ini dapat
diterangkan dengan hipotesis meningkatnya reaksi imunologis. Pada sebagian
besar kasus ditemukan tanda kegagalan peredaran darah, kulit teraba lembab dan
dingin, sianosis sekitar mulut, nadi menjadi cepat dan lembut. Anak tampak lesu,
gelisah dan secara cepat masuk dalam fase syok. Pasien seringkali mengeluh nyeri
didaerah perut sesaat sebelum syok. Fabie (1996) mengemukakan bahwa nyeri

25
perut hebat seringkali mendahului perdarahan gastrointestinal. Nyeri daerah
retrosternal tanpa sebab yang jelas dapat memberi petunjuk adanya perdarahan
gastrointestinal yang hebat. Syok yang terjadi selama periode demam biasanya
mempunyai prognosis yang buruk. Disamping kegagalan sirkulasi syok ditandai
oleh nadi lembut, cepat, kecil, sampai tidak dapat diraba. Tekanan nadi menurun
sampai 20mmHg atau kurang dan tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg
atau lebih rendah.6

3.4.1 Demam Berdarah Dengue dengan Ensefalopati


Pada DBD dengan ensefalopati didapatkan kesadaran pasien menurun
menjadi apatis/somnolen, dapat disertai kejang. Dari beberapa contoh kasus
ensefalopati dengue yang dilaporkan, ternyata kadangkala para dokter sangat
terpukau oleh kelainan neurologis penderita sehingga apabila tidak waspada,
diagnosis DBD/DSS tidak akan dibuat. Data itu juga memberikan suatu keyakinan
bahwa DBD perlu dipikirkan sebagai diagnosis banding terhadap penderita yang
secara klinis didiagnosis sebagai ensefalitis virus. Contoh kasus ensefalopati
dengue memperlihatkan betapa bervariasinya gejala klinis penderita DBD dan
bahwa patokan klinis yang digariskan oleh WHO (1975) tidak selalu dijumpai.
Penyebabnya berupa edema otak perdarahan kapiler serebral, kelainan metabolik,
dan disfungsi hati. Umumnya terjadi sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan dengan perdarahan tetapi dapat juga terjadi pada DBD tanpa
syok. Kecuali kejang, gejala ensefalopati lain tidak/jarang menyertai penderita
DBD.6,7

3.5 DIAGNOSIS
Hingga kini diagnosis DBD/DSS masih didasarkan atas patokan yang telah
dirumuskan oleh WHO pada tahun 1975 yang terdiri dari 4 kriteria klinik dan 2
kriteria laboratorik dengan syarat bila kriteria laboratorik terpenuhi ditambah
minimal 2 kriteria klinik pertama, dengan ketepatan diagnosis 70-90%2 atau
87%..8

26
Klinis
1. Demam tinggi dengan mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari.
2. Manifesatasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji bendung positif
dan bentuk lain (petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi),
hematemesis atau melena.
3. Pembesaran hati.
4. Syok yang ditandai oleh nadi yang lemah, Hipotensi (tekanan sistolik
menurun sampai 80 mmHg atau kurang), disertai kulit yang teraba dingin
dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien jadi gelisah.

Laboratorium
- Trombositopenia (< 100.000/ul) dan hemokonsentrasi (nilai hematokrit
lebih 20% dari normal).
- Dua gejala klinis pertama ditambah satu gejala laboratorium cukup untuk
menegakkan diagnosis kerja DHF
- Tanda perembesan plasma, yaitu efusi pleura, asites atau proteinemia

Indikator Fase Syok :


- Hari sakit ke 4-5
- Suhu turun
- Jarak tekanan darah sistol diastol memendek < 20 mmHg
- Nadi cepat tanpa demam
- Tekanan nadi turun/ hipotensi
- Leukopenia < 5.000/ul

Derajat (WHO,1997) :
I. Demam dengan uji bendung positif.
II. Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain.
III. Ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun (<20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab, dan
pasien jadi gelisah.
IV. Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diukur.

Pemeriksaan Serologi
Pada pemeriksaan serologi IgM dan IgG terhadap dengue, yaitu:

27
- IgM muncul pada hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3, menghilang
setelah 60-90 hari
- IgG terdeteksi mulai hari ke 14 (infeksi primer), hari ke 2 (infeksi
sekunder).
- NS1
Antigen NS1 dapat terdeteksi pada awal demam hari pertama sampai hari
kedelapan. Sensitivitas sama tingginya dengan spesitifitas gold standart
kultur virus. Hasil negatif antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya
infeksi virus dengue.

Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didpatkan efusi pleura, terutama pada hematoraks kanan tetapi
apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai kedua
hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus
kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula
dideteksi dengan pemeriksaan USG.

3.6 DIAGNOSIS BANDING


Pada awal penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus
atau protozoa seperti demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam
cikungunya, leptospirosis, dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas
disertai hemokonsentrasi membedakan DHF dari penyakit lain. Diagnosis banding
lain adalah sepsis, meningitis meningokok, Idiophatic Trombositopenic Purpura
(ITP), leukemia, dan anemia aplastik.
Demam cikungunya (DC) sangat menular dan biasanya selruh keluarga
terkena dengan gejala demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih
tingi, hampir selalu diikuti dengan ruam makulopapular, injeksi konjungtiva, dan
lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji bendung positif, petekie, epistaksis
hampir sama dengan DHF. Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal
dan syok.9
Pada hari-hari pertama, ITP dibedakan dengan DHF dengan demam yang
cepat menghilang dan tidak dijumpai hemokonsentrasi, sedangkan pada fase
penyembuhan jumlah trombosit pada DHF lebih cepat kembali.Perdarahan dapat

28
juga terjadi pada leukemia dan anemia aplastik. Pada leukemia, demam tidak
teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis. Pada anemia aplastik
anak sangat anemis dan demam timbul karena infeksi sekunder.9

3.7 PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD. Prinsip terapi utama adalah
terapi suportif. Pemeliharaan cairan sirkulasi merupakan hal terpenting dalam
penanganan kasus DBD. Asupan cairan, terutama melalui oral, harus
dipertahankan. Jika tidak bisa, maka diperlukan suplemen cairan melalui jalur
intravena. Menurut WHO 2009, berdasarkan manifestasi klinis dan kondisi
lainnya, pasien dapat dibagi tiga kategori: rawat jalan (kelompok A),
membutuhkan penanganan di rumah sakit/rawat inap (kelompok B), dan
membutuhkan penanganan emergensi atau urgensi (kelompok C).2,10

Kelompok-A
Pasien yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang dapat dimotivasi
untuk minum secara adekuat, masih dapat berkemih setidaknya sekali tiap enam
jam, dan tidak mempunyai warning signs, khususnya saat demam mereda.
Pasien rawat jalan harus diobservasi setiap hari untuk mencegah progresi
hingga melewati periode kritis. Pasien dengan Ht stabil dapat dipulangkan setelah
dirawat dan diberikan edukasi untuk segera kembali ke rumah sakit apabila
warning signs muncul. Apabila warning signs muncul maka tindakan selanjutnya
adalah:
 Memotivasi minum oral rehydration solution (ORS), jus buah, dan cairan
lain yang mengandung elektrolit dan gula untuk mengganti cairan yang
hilang akibat demam.
 Memberikan parasetamol bila pasien merasa tidak nyaman akibat demam.
Interval pemberian parasetamol sebaiknya tidak kurang dari enam jam.
 Petugas kesehatan harus setiap hari memantau temperatur, asupan dan
keluaran cairan, urin output (volume dan frekuensi), warning signs, tanda
perembesan plasma atau perdarahan, hematokrit, jumlah leukosit, dan
trombosit (kelompok-B).

29
Kelompok-B
Pasien harus dirawat inap untuk observasi ketat, khususnya pada fase
kritis. Kriteria rawat pasien DBD adalah:
1. Adanya warning signs
2. Terdapat tanda dan gejala hipotensi: dehidrasi, tidak dapat minum,
hipotensi postural, berkeringat sedikit, pingsan, ekstremitas dingin.
3. Perdarahan
4. Gangguan organ: ginjal, hepar (hati membesar dan nyeri walaupun tidak
syok), neurologis, kardiak (nyeri dada, gangguan napas, sianosis).
5. Adanya peningkatan Ht, efusi pleura, atau asites
6. Kondisi penyerta: hamil, DM, hipertensi, ulus peptikum, anemia
hemolitik, overweight/ obese, bayi, dan usia tua
7. Kondisi sosial: tinggal sendiri, jauh dari pelayanan kesehatan tanpa
transpor memadai.
Apabila pasien memiliki warning signs maka hal yang harus dilakukan adalah:
 Periksa Ht sebelum pemberian cairan. Berikan larutan isotonik seperti
normosalin 0,9%, RL. Mulai dari 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, lalu
kurangi menjadi 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan kurangi lagi menjadi
2-3 ml/kg/jam atau kurang sesuai respon klinis.
 Nilai kembali status klinis, ulangi Ht. Bila Ht sama atau meningkat sedikit,
lanjutkan dengan jumlah sama (2-3 ml/kg/jam) selama 2-4 jam. Bila tanda
vital memburuk dan Ht meningkat drastis, tingkatkan pemberian cairan 5–
10 ml/kg/jam selama 1-2 jam. Nilai kembali status klinis, ulang Ht, dan
periksa kecepatan cairan infus berkala.
 Berikan volume intravena minimum untuk menjaga perfusi dan urin
output 0,5 ml/kg/jam selama 24-48 jam. Kurangi jumlah cairan infus
berkala saat kebocoran plasma berkurang, yakni saat akhir fase kritis. Hal
ini bisa diketahui dari urin output dan/atau asupan minum cukup dan Ht
menurun.
 Pasien dengan warning signs harus diobservasi hingga fase kritis lewat.
Parameter yang harus dimonitor adalah tanda vital dan perfusi perifer (tiap
1-4 jam hingga lewat fase kritis), urin output (tiap 4-6 jam), Ht (sebelum

30
dan setelah pemberian cairan, selanjutnya tiap 6-12 jam), glukosa darah,
dan fungsi organ sesuai indikasi.
Pada pasien tanpa warning signs, hal berikut harus dilakukan:
 Motivasi minum. Jika tidak bisa, mulai infus intravena dengan NS 0,9%
atau RL dengan atau tanpa dekstrosa dengan dosis pemeliharaan. Untuk
pasien obese atau overweight digunakan dosis sesuai berat ideal. Berikan
volume minimum untuk memelihara perfusi dan urine output selama 24-
48 jam.
 Pasien harus dimonitor: temperatur, asupan dan keluaran cairan, urin
output (volume dan frekuensi), warning signs, hematokrit, leukosit, dan
trombosit. Pemeriksaan laboratorium lain dapat dilakukan sesuai
indikasi.10,11
Kelompok-C
Pasien membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi apabila
mengalami DBD berat untuk memudahkan akses intensif dan transfusi darah.
Resusitasi cairan dengan kristaloid isotonik secepatnya sangat penting untuk
menjaga volume ekstravaskular saat periode kebocoran plasma atau larutan koloid
pada keadaan syok hipotensi. Pantau nilai Ht sebelum dan sesudah resusitasi.
Tujuan akhir resusitasi cairan adalah meningkatkan sirkulasi sentral dan perifer
(takikardia berkurang, tekanan darah dan nadi meningkat, ekstremitas tidak pucat
dan hangat, dan CRT <2 detik) dan meningkatkan perfusi organ (level kesadaran
membaik, urin output >0,5 ml/kg/jam, asidosis metabolik menurun).10.,11

3.8 PENCEGAHAN
Untuk memutuskan rantai penularan, pemberantasan vektor dianggap cara
yang paling memadai saat ini. Ada 2 cara pemberantasan vektor :
a. Menggunakan insektisida.
Yang lazim dipakai dalam program pemberantasan demam berdarah
adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa (adultsida) dan
temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida).
b. Tanpa insektisida

31
- Menguras bak mandi, tempayan, dan tempat penampungan air
minimal sekali seminggu.
- Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.
- Membersihkan halaman rumah dari kaleng-kaleng bekas dan benda
lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.
- Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai kelambu atau lotion.

3.9 PROGNOSIS
Kematian oleh demam dengue hampir tidak ada, sebaliknya pada
DHF/DSS mortalitasnya cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya,
Semarang, dan Jakarta memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit
umumnya lebih ringan daripada anak-anak.
Dari penelitian tahun 1993, dijumpai keadaan penyakit yang terbukti
bersama-sama muncul dengan DHF yaitu demam tifoid, bronkopneumonia, dan
anemia.

BAB III
ANALISIS KASUS

OJ, seorang anak perempuan usia 10 tahun 8 bulan, dibawa ke RSUD


Palembang Bari dengan demam tinggi mendadak dan terus-menerus sejak 7 hari
sebelum masuk rumah sakit. dan turun ketika sekitar hari ke 5. Menurut sifat dan
waktu terjadinya berarti demam terjadi secara akut sehingga dapat dipikirkan
kemungkinan penyebab terjadinya demam tinggi adalah demam berdarah dengue
dan demam dengue. Berdasarkan keluhan lain seperti nyeri kepala, perut, otot dan
sendi, nyeri ulu hati, mengarahkan diagnosis ke demam berdarah dengue, demam
dengue, dan demam thypoid. Penderita memiliki riwayat sering jajan di luar, hal ini
menjadi faktor risiko penyebab demam karena typhoid. Setelah pemeriksaan fisik

32
didapatkan hasil Rumple leed test (+) dan coated tongue (+), dan pasien mengalami
penurunan kesadaran sehingga diagnosis mengarah pada Ensefalopati dengue
Dilakukan pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil Hb 11,8 gr/dl, leukosit 3200/µL,
trombosit 57.000/µL dan Ht 34%. Hasil laboratorium ini menunjukkan adanya leukopenia
dan trombositopenia, jadi kemungkinan besar penyakit pada pasien ini adalah demem
berdarahdengue dengan penyulit berupa Ensefalopati Dengue.
Berdasarkan klasifikasi WHO anak didiagnosis menderita DBD derajat I :
1. Demam tinggi mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari
2. Manifestasi perdarahan tidak spontan (positif uji tourniquet)
3. Bukti kebocoran plasma
- Hasil laboratorium menunjukkan Trombositopenia (<100.000/ul) dan
hemokonsentrasi (nilai hematokrit meningkat ≥20%).
- Dua gejala klinis pertama ditambah satu gejala laboratorium cukup untuk
menegakkan diagnosis kerja DBD.
- Tanda kebocoran plasma, yaitu efusi pleura, asites atau proteinemia.
Berdasarkan kriteria tersebut maka pasien ini didiagnosis dengan DBD
derajat I, karena ditemukan adanya demam tinggi selama 4 hari disertai hasil
Rumple leed test (+) dan hasil laboratorium yang menunjukkan leukopenia dan
trombositopenia. Pada pasien dilakukan tatalaksana penanganan DBD derajat I
dengan penyulit Ensefalopati dan demam thypoid serta dilakukan pemantauan gejala
klinis dan laboratorium.
Prognosa pada pasien ini adalah bonam karena pasien respon terhadap
terapi yang diberikan. Edukasi yang diberikan kepada pasien dan orang tua adalah
(1) penderita harus banyak minum, dapat diberikan sedikit demi sedikit namun
sering, (2) menghindari aktivitas berat, terutama yang mengakibatkan perdarahan,
(3) menghindari dari gigitan nyamuk (menggunakan lotion anti nyamuk atau
memakai baju dan celana panjang), (4) melakukan 3M plus (menguras, menutup,
mengubur dan memantau), serta (5) mengenali tanda-tanda gawat.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Infections Caused by Arthropod- and Rodent-Borne Viruses.


In: Braunwald, et al. Medicine. 17th ed. USA: McGraw Hill Companies,
2008.
2. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control.
World Health Organization, 2009. Diunduh dari
http://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241547871_eng.pdf
3. Gubler, DJ: Epidemic dengue/dengue hemorrhagic fever as a public
health, social and economic in 21st century. Trends Micriobiol 10:100,
2002
4. World Health Organization: Strengthening implementation of the global strategy
for dengue fever/dengue haemorrhagic fever prevention and control. Report of
the Informal Consultation, World Health Organization, October 18–20, 1999,
Geneva, 2000.
5. Martina BEE, Koraka P, Osterhaus A. Dengue virus pathogenesis: An
integrated view. Clinical Microbiology Reviews. 2009;22:564-81
6. S, Sumarmo; Soedarmo, P; Gama H; S.H,Sri Rezeki , Ed. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak Infeksi Dan Penyakit Tropis, Ed. Pertama, Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jakarta, 2002
7. Comprehensive guidelines for prevention and control of dengue and
dengue haemorrhagic fever. WHO; 2011. p. 54.
8. Anonim. Demam Berdarah Dengue (DBD). Dalam: Sastroasmoro S, et.al.
(editor). Panduan Pelayanan Medis. Jakarta: RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo, 2007.p.156-7.
9. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan
Anak, Jakarta, 1985.
10. Marcdante, dkk. . Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial dalam: Demam
dengan Ruam Edisi Keenam. Elsevier - Local. Jakarta, 2013. p402-409
11. Chen K, Pohan HT, Sinto R. Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam
Berdarah Dengue. Medicines 2009:22;

34

Anda mungkin juga menyukai