DBD Bima Ryanda
DBD Bima Ryanda
ENSEFALOPATI DENGUE
Disusun oleh :
Bima Ryanda Putra, S.Ked 04084821618145
Pembimbing:
Dr. Halimah, Sp.A
i
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh :
Bima Ryanda Putra, S.Ked
Sebagai salah satu persyaratan mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu
Kesehatan Anak RSMH Palembang Fakultas Kedokteran Unsri.
ii
KATA PENGANTAR
Salam sejahtera,
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya lah laporan
kasus yang berjudul ”Ensefalopati dengue” ini dapat diselesaikan dengan baik.
Melalui tulisan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. dr. Halimah, Sp.A sebagai dosen pembimbing
2. Rekan-rekan seperjuangan yang turut meluangkan banyak waktu dalam
membantu proses penyelesaian laporan kasus ini.
3. Semua pihak yang telah ikut membantu proses penyusunan laporan kasus
hingga laporan kasus ini selesai.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan, baik dari isi maupun teknik penulisan. Sehingga apabila ada kritik dan
saran dari semua pihak maupun pembaca untuk kesempurnaan laporan kasus ini,
penulis mengucapkan banyak terimakasih.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
5
71,78 per 100.000 penduduk, namun pada tahun 2008 menurun menjadi 59,02 per
100.000 penduduk. Walaupun angka kejadian sudah dapat ditekan namun belum
mencapai target yang diinginkan yakni kurang dari 20 per 100.000 penduduk.3
6
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTIFIKASI
a. Nama : PCS
b. Umur/ Tanggal Lahir : 10 tahun 8 bulan/ 6 Januari 2007
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Berat badan : 25 Kg
e. Panjang badan : 130 cm
f. Agama : Islam
g. Bangsa : Indonesia
h. Alamat : Dusun II, Kelurahan Patar Luar, Sumatera Selatan
i. Suku Bangsa : Sumatera
j. MRS : 2 Oktober 2017
I. ANAMNESIS
Tanggal : 3 Oktober 2017, pukul 08.30 WIB
Diberikan Oleh : Ibu kandung (Alloanamnesis)
7
sekolah, dan sekolah penderita dekat dengan penampungan air terbuka.
Penderita diberi obat penurun panas, demam sempat turun namun tinggi
kembali.
8
Tanggal : 6 Januari 2007
Berat badan lahir : 2800 kg
Panjang badan : 48 cm
Lingkar kepala : Ibu penderita lupa
Keadaan saat lahir : Langsung menangis
3. Riwayat Makanan
Asi :0-24 bulan, frekuensi sesuai keinginan anak,
menyusui sampai anak tertidur pulas.
Susu Formula :24-36 bulan, frekuensi 2-3x/hari.
Bubur susu :6-8 bulan, frekuensi 3x/hari.
Bubur nasi :8-12 bulan, frekuensi 3x/hari.
Nasi biasa :12bulan-sekarang, 3x/hari, 11/2 centong nasi dengan
lauk pauk bervariasi (tahu, tempe, telur, daging,
sayur). Setiap makan tidak habis.
Daging : +, 2 kali seminggu
Tempe : +, setiap hari
Tahu : +, setiap hari
Sayuran : +, setiap hari
Buah : +, pepaya 2 hari sekali
Kesan
Kualitas : Cukup
Kuantitas : Cukup
4. Riwayat Imunisasi
IMUNISASI DASAR
Hepatitis B 0 √ (setelah anak lahir)
BCG √ (1 bulan)
DPT 1 √ (2 bulan) DPT 2 √ (3 bulan) DPT 3 √ (4 bulan)
Hepatitis B 1 √ (2 bulan) Hepatitis B 2 √ (3 bulan) Hepatitis B 3 √ (4 bulan)
Hib 1 √ (2 bulan) Hib 2 √ (3 bulan) Hib 3 √ (4 bulan)
9
Polio 1 √ (1 bulan) Polio 2 √ (2 bulan) Polio 3 √ (3 bulan)
Campak √ (9 bulan) Polio 4 √ (4 bulan)
6. Riwayat Keluarga
Ayah Ibu
Nama : Tn. M Ny. S
Umur : 38 Tahun 35 tahun
Agama : Islam Islam
Perkawinan : Pertama Pertama
Pendidikan : SMA SMA
Pekerjaan : Buruh IRT
Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga tidak ada.
10
7. Riwayat Higienitas dan Lingkungan
- Sumber air berasal dari PDAM, ditampung dalam sebuah bak, dikuras
2x/minggu, tidak ditutup, tidak diberi bubuk anti nyamuk.
- Tidak menggunakan lotion anti nyamuk saat keluar rumah.
- Riwayat tetangga yang menderita DBD tidak ada.
Kesan : Higienitas kurang
11
BB/TB : 92,5% (gizi baik)
Edema (-), sianosis (-), dispnoe (-), anemia (-), ikterus (-), dismorfik (-)
Suhu : 38,6oC
Respirasi : 30 kali/ menit, reguler
Tipe pernafasan: abdominal thorakal
Tekanan Darah : 90/60 mmHg
Nadi : 110 kali/ menit, isi dan tegangan cukup
B. PEMERIKSAAN KHUSUS
Kepala
Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil
bulat, isokor, refleks cahaya (+/+), mata cekung (-)
Mulut : kelainan kongenital (-), mukosa bibir pucat (-),
cheilitis (-), stomatitis (-)
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Gigi : karies (+), gusi berdarah (-)
Lidah : coated tongue (+), atropi papil (-), hiperemis (-)
Faring/Tonsil : dinding faring hiperemis (-), T1-T1
Telinga : dismorfik (-), cairan (-)
Leher : pembesaran KGB (-), nyeri tekan (-)
Thoraks
Paru-paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris, retraksi tidak ada,
pernapasan torakoabdominal.
Palpasi : Stremfremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru, nyeri ketok (-)
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-).
Jantung
12
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Thrill tidak teraba
Perkusi : Jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II normal, reguler, murmur
(-),
gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, dismorfik (-), massa (-)
Palpasi : Lemas, hepar dan lien tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), nyeri ketuk (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Akral hangat, deformitas (-), edema (-), sianosis (-), ruam ptekie (+) di
tangan, CRT <3 detik.
Kulit
Rumple Leed Test (+) pada kulit tangan.
Pemeriksaan Neurologis
Fungsi Motorik :
Tungkai Lengan
Pemeriksaan Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Segala arah Segala arah Segala arah Segala arah
Kekuatan 4 4 4 4
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - - - -
Refleks fisiologis + Meningkat + Meningkat + Meningkat + Meningkat
Refleks patologis - - - -
13
Fungsi sensorik : Dalam batas normal
Fungsi nervi kraniales : Dalam batas normal
Gejala rangsang meningeal : Kaku kuduk tidak ada
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Pemeriksaan Laboratorium (2 Oktober 2017)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 11,8 12-14 g/dl
Leukosit 3,2 x 103* 5-10x103 /ul
Hematokrit 34% 37-43 %
Trombosit 57x103* 150-400x103/ul
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 1 1-3 %
Batang 2 2-6 %
Segmen 75 50-70 %
Limfosit 21 20-40 %
Monosit 1 2-8 %
Test Widal
O H
Thypus 1/80 1/80
Parathypus A 1/80 1/160
Parathypus B 1/160 1/80
Parathypus C 1/80 1/80
C. RESUME
Sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita mengalami demam
tinggi mendadak, terus menerus, kemerahan di wajah (-), nyeri kepala (+),
nyeri otot dan sendi (+), nyeri perut (+), di sebelah kanan atas, rasa seperti
begah, nafsu makan berkurang (+), penderita sering jajan (+) di sekitar rumah
dan sekolah, kawasan di sekitar sekolah dekat dengan penampungan air yang
terbuka. Penderita diberi obat penurun panas, demam turun namun tinggi lagi.
14
Sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, demam dirasakan turun
perlahan., berkeringat (+), dan keluhan yang lain tidak berkurang lalu sejak 2
hari sebelum masuk rumah sakit penderita mulai lemas, penurunan nafsu
makan dan penurunan berat badan sebanyak 3 kilogram selama sakit, BAB
dan BAK lebih sedikit dari biasanya dan 1 hari sebelum masuk rumah sakit
penderita mulai gelisah dan tiba-tiba tidak sadarkan diri lalu dibawa ke RSUD
BARI.
I. DAFTAR MASALAH
Demam
Penurunan Kesadaran
Nyeri kepala, perut, otot, dan sendi
Nafsu makan dan minum berkurang
Tidak BAB
Rumple leed test (+)
Coated tongue
IV. PENATALAKSANAAN
a. Terapi Farmakologis
• IVFD RL 65cc/jam
• Paracetamol 250mg tiap 4-6 jam bila suhu ≥ 38,5oC
15
• Dexamethasone cure 3mg/kgbb injeksi pertama dilanjutkan 1mg/kgbb
tiap 6 jam selama 48 jam.
•
b. Monitoring
• Klinis dan Lab
• Balance dan diuresis/ 6 jam
• Observasi tanda syok
c. Edukasi
• Tirah baring
• Pengobatan utama adalah cairan
• Monitor tanda kegawatan
V. PROGNOSIS
a. Quo ad vitam : dubia ad bonam
b. Quo ad functionam : dubia ad bonam
c. Quo ad sanationam : dubia ad bonam
16
Hb : 12,5 g/dL
WBC : 3,8 x 103 UL
PLT : 70 x 103 UL
Ht : 36 %
Diff Count :0/1/1/76/21/1
A/ Ensefalopati Dengue
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. DEFINISI
Demam Berdarah Dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis
demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi
kebocoran plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)
atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock
syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.1
3.2 ETIOLOGI
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akut yang
disebabkan oleh virus dengue yang sekarang lebih dikenal sebagai genus
Flavivirus. Virus ini memiliki empat jenis serotipe yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3,
dan DEN-4. Antibodi yang terbentuk dari infeksi salah satu jenis serotipe tidak
memberikan perlindungan yang memadai untuk serotipe lain. Serotipe DEN-3
merupakan serotipe yang dominan dan paling banyak menimbulkan manifestasi
klinis yang berat.1
Virus dengue ditularkan kepada manusia terutama melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti. Nyamuk aedes dapat mengandung virus dengue pada saat
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yakni dua hari sebelum
panas hingga 5 hari setelah demam timbul. Virus yang terdapat pada kelenjar liur
kemudian berkembang biak dalam waktu 8-10 hari dan selanjutnya dapat
ditularkan kepada manusia lain melalui gigitan. Sekali virus masuk dan
berkembang biak dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut dapat menularkan virus
(infektif) sepanjang hidupnya.2
18
3.3 EPIDEMIOLOGI
Pada tahun 2005, virus dengue dan nyamuk aedes aegypti telah menyebar di
daerah tropis dimana terdapat 2.5 miliar orang berisiko terkena penyakit ini di daerah
endemik.3
Secara umum, demam dengue menyebabkan angka kesakitan dan
kematian lebih besar disbanding dengan infeksi arbovirus yang lainnya pada
manusia. Setiap tahun diperkirakan terdapat 50-100 juta kejadian infeksi dengue
yang mana ratusan ribu kasus demam berdarah dengue terjadi, tergantung dari
aktifitas epidemiknya.4
3.3 PATOFISIOLOGI
Virus dengue (Aedes aegypti), memasuki tubuh akan melekat pada
monosit dan masuk ke dalam monosit. Kemudian terbentuk mekanisme aferen
(penempelan beberapa segmen dari sehingga terbentuk reseptor Fc). Monosit yang
mengandung virus menyebar ke hati, limpa, usus, sumsum tulang, dan terjadi
viremia (mekanisme eferen). Pada saat yang bersamaan sel monosit yang telah
terinfeksi akan mengadakan interaksi dengan berbagai system humoral, seperti
system komplemen, yang akan mengeluarkan substansi inflamasi, pengeluaran
sitokin, dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan
mengaktifasi faktor koagulasi. Mekanisme ini disebut mekanisme efektor.5
19
Selain itu masuknya virus dengue akan membangkitakn respons imun
melalui system pertahanan alamiah (innate immune system), pada system ini
komplemen memegang peran utama. Aktifitas komplemen tersebut dapat memalui
monnosa-binding protein, maupun melaui antibody. Komponen berperan sebagai
opsonin yang meningkatkan fagositosis, dekstruksi dan lisis virus dengue.5
20
Gambar 2. Patofisiologi Infeksi Dengue (Martina, dkk 2009)
Pada hati, akan terjadi replikasi dalam hepatosit dan sel Kuppfer. Terjadi
nekrosis dan atau apoptosis yang menurunkan fungsi hati, melepaskan produk
toksik ke dalam darah, meningkatkan fungsi koagulasi, meningkatkan konsumsi
trombosit, aktivasi sistem fi brinolitik, dan menyebabkan gangguan koagulasi.
Pada makrofag di jaringan, terjadi apoptosis sehingga mediator larut (soluble)
akan meningkatkan TNF α, INF γ, IL-1, IL-2, IL-6, IL-8, IL-10, IL-13, IL-18,
TGF β, C3a, C4b, C5a, MCP-1, CCL-2, VEGF, dan NO, berakibat
ketidakseimbangan profi l terhadap sitokin dan mediator lain sehingga terjadi
gangguan endotel dan koagulasi.5
Pada sumsum tulang, terjadi replikasi dalam sel stroma sehingga terjadi
supresi hemopoietik yang berkembang ke arah gangguan koagulasi. Sedangkan
stimulasi terhadap sistem komplemen dan sel imunitas didapat akan
meningkatkan koagulasi, menurunkan mediator larut (soluble), terjadi
21
ketidakseimbangan profi l sitokin sehingga berkembang menjadi gangguan
koagulasi.5
22
Terdapat trias yaitu demam tinggi, nyeri anggota badan dan timbul ruam. Ruam
timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali yaitu pada hari sakit ke 3-5
berlangsung 3-4 hari, kepustakaan lain menyebutkan 24-48 jam setelah timbul
demam. Ruam bersifat makulopapular, generalis dan menghilang pada tekanan.6
Pada lebih dari separuh pasien, gejala yang timbul mendadak disertai kenaikan
suhu, nyeri kepala hebat, nyeri dibelakang bola mata, punggung, otot, sendi
disertai rasa menggigil. Beberapa penderita dijumpai demam bifasik atau
menyerupai pelana kuda, tetapi tidak dianggap patognomonik karena tidak
dijumpai pada setiap pasien.6
23
Gambar 3. Manifestasi infeksi virus dengue (WHO, 1997)
24
manifestasi perdarahan berupa uji tourniket positif dan/atau perdarahan spontan;
tidak terbukti terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah, nilai
hematokrit maksimal < 44%; mungkin terdapat trombositopeni.6
1. Manifestasi perdarahan, minimal uji tourniquet (+) dan salah satu bentuk
perdarahan lain (ptekie, purpura, ekimosis, epitaksis, perdarahan gusi),
hematemesis dan atau melena.
2. Pembesaran hati
3. Syok yang ditandai oleh ndai lemah dan cepat disertai tekanan nadi
menurun (≤ 20 mmHg), tekanan darah menurun (tekanan sistolik ≤ 80
mmHg), disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung
hidung, jari dan kaki, pasien menjadi gelisah, dan timbul sianosis disekitar
mulut.
25
perut hebat seringkali mendahului perdarahan gastrointestinal. Nyeri daerah
retrosternal tanpa sebab yang jelas dapat memberi petunjuk adanya perdarahan
gastrointestinal yang hebat. Syok yang terjadi selama periode demam biasanya
mempunyai prognosis yang buruk. Disamping kegagalan sirkulasi syok ditandai
oleh nadi lembut, cepat, kecil, sampai tidak dapat diraba. Tekanan nadi menurun
sampai 20mmHg atau kurang dan tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg
atau lebih rendah.6
3.5 DIAGNOSIS
Hingga kini diagnosis DBD/DSS masih didasarkan atas patokan yang telah
dirumuskan oleh WHO pada tahun 1975 yang terdiri dari 4 kriteria klinik dan 2
kriteria laboratorik dengan syarat bila kriteria laboratorik terpenuhi ditambah
minimal 2 kriteria klinik pertama, dengan ketepatan diagnosis 70-90%2 atau
87%..8
26
Klinis
1. Demam tinggi dengan mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari.
2. Manifesatasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji bendung positif
dan bentuk lain (petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi),
hematemesis atau melena.
3. Pembesaran hati.
4. Syok yang ditandai oleh nadi yang lemah, Hipotensi (tekanan sistolik
menurun sampai 80 mmHg atau kurang), disertai kulit yang teraba dingin
dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien jadi gelisah.
Laboratorium
- Trombositopenia (< 100.000/ul) dan hemokonsentrasi (nilai hematokrit
lebih 20% dari normal).
- Dua gejala klinis pertama ditambah satu gejala laboratorium cukup untuk
menegakkan diagnosis kerja DHF
- Tanda perembesan plasma, yaitu efusi pleura, asites atau proteinemia
Derajat (WHO,1997) :
I. Demam dengan uji bendung positif.
II. Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain.
III. Ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun (<20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab, dan
pasien jadi gelisah.
IV. Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diukur.
Pemeriksaan Serologi
Pada pemeriksaan serologi IgM dan IgG terhadap dengue, yaitu:
27
- IgM muncul pada hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3, menghilang
setelah 60-90 hari
- IgG terdeteksi mulai hari ke 14 (infeksi primer), hari ke 2 (infeksi
sekunder).
- NS1
Antigen NS1 dapat terdeteksi pada awal demam hari pertama sampai hari
kedelapan. Sensitivitas sama tingginya dengan spesitifitas gold standart
kultur virus. Hasil negatif antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya
infeksi virus dengue.
Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didpatkan efusi pleura, terutama pada hematoraks kanan tetapi
apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai kedua
hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus
kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula
dideteksi dengan pemeriksaan USG.
28
juga terjadi pada leukemia dan anemia aplastik. Pada leukemia, demam tidak
teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis. Pada anemia aplastik
anak sangat anemis dan demam timbul karena infeksi sekunder.9
3.7 PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD. Prinsip terapi utama adalah
terapi suportif. Pemeliharaan cairan sirkulasi merupakan hal terpenting dalam
penanganan kasus DBD. Asupan cairan, terutama melalui oral, harus
dipertahankan. Jika tidak bisa, maka diperlukan suplemen cairan melalui jalur
intravena. Menurut WHO 2009, berdasarkan manifestasi klinis dan kondisi
lainnya, pasien dapat dibagi tiga kategori: rawat jalan (kelompok A),
membutuhkan penanganan di rumah sakit/rawat inap (kelompok B), dan
membutuhkan penanganan emergensi atau urgensi (kelompok C).2,10
Kelompok-A
Pasien yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang dapat dimotivasi
untuk minum secara adekuat, masih dapat berkemih setidaknya sekali tiap enam
jam, dan tidak mempunyai warning signs, khususnya saat demam mereda.
Pasien rawat jalan harus diobservasi setiap hari untuk mencegah progresi
hingga melewati periode kritis. Pasien dengan Ht stabil dapat dipulangkan setelah
dirawat dan diberikan edukasi untuk segera kembali ke rumah sakit apabila
warning signs muncul. Apabila warning signs muncul maka tindakan selanjutnya
adalah:
Memotivasi minum oral rehydration solution (ORS), jus buah, dan cairan
lain yang mengandung elektrolit dan gula untuk mengganti cairan yang
hilang akibat demam.
Memberikan parasetamol bila pasien merasa tidak nyaman akibat demam.
Interval pemberian parasetamol sebaiknya tidak kurang dari enam jam.
Petugas kesehatan harus setiap hari memantau temperatur, asupan dan
keluaran cairan, urin output (volume dan frekuensi), warning signs, tanda
perembesan plasma atau perdarahan, hematokrit, jumlah leukosit, dan
trombosit (kelompok-B).
29
Kelompok-B
Pasien harus dirawat inap untuk observasi ketat, khususnya pada fase
kritis. Kriteria rawat pasien DBD adalah:
1. Adanya warning signs
2. Terdapat tanda dan gejala hipotensi: dehidrasi, tidak dapat minum,
hipotensi postural, berkeringat sedikit, pingsan, ekstremitas dingin.
3. Perdarahan
4. Gangguan organ: ginjal, hepar (hati membesar dan nyeri walaupun tidak
syok), neurologis, kardiak (nyeri dada, gangguan napas, sianosis).
5. Adanya peningkatan Ht, efusi pleura, atau asites
6. Kondisi penyerta: hamil, DM, hipertensi, ulus peptikum, anemia
hemolitik, overweight/ obese, bayi, dan usia tua
7. Kondisi sosial: tinggal sendiri, jauh dari pelayanan kesehatan tanpa
transpor memadai.
Apabila pasien memiliki warning signs maka hal yang harus dilakukan adalah:
Periksa Ht sebelum pemberian cairan. Berikan larutan isotonik seperti
normosalin 0,9%, RL. Mulai dari 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, lalu
kurangi menjadi 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan kurangi lagi menjadi
2-3 ml/kg/jam atau kurang sesuai respon klinis.
Nilai kembali status klinis, ulangi Ht. Bila Ht sama atau meningkat sedikit,
lanjutkan dengan jumlah sama (2-3 ml/kg/jam) selama 2-4 jam. Bila tanda
vital memburuk dan Ht meningkat drastis, tingkatkan pemberian cairan 5–
10 ml/kg/jam selama 1-2 jam. Nilai kembali status klinis, ulang Ht, dan
periksa kecepatan cairan infus berkala.
Berikan volume intravena minimum untuk menjaga perfusi dan urin
output 0,5 ml/kg/jam selama 24-48 jam. Kurangi jumlah cairan infus
berkala saat kebocoran plasma berkurang, yakni saat akhir fase kritis. Hal
ini bisa diketahui dari urin output dan/atau asupan minum cukup dan Ht
menurun.
Pasien dengan warning signs harus diobservasi hingga fase kritis lewat.
Parameter yang harus dimonitor adalah tanda vital dan perfusi perifer (tiap
1-4 jam hingga lewat fase kritis), urin output (tiap 4-6 jam), Ht (sebelum
30
dan setelah pemberian cairan, selanjutnya tiap 6-12 jam), glukosa darah,
dan fungsi organ sesuai indikasi.
Pada pasien tanpa warning signs, hal berikut harus dilakukan:
Motivasi minum. Jika tidak bisa, mulai infus intravena dengan NS 0,9%
atau RL dengan atau tanpa dekstrosa dengan dosis pemeliharaan. Untuk
pasien obese atau overweight digunakan dosis sesuai berat ideal. Berikan
volume minimum untuk memelihara perfusi dan urine output selama 24-
48 jam.
Pasien harus dimonitor: temperatur, asupan dan keluaran cairan, urin
output (volume dan frekuensi), warning signs, hematokrit, leukosit, dan
trombosit. Pemeriksaan laboratorium lain dapat dilakukan sesuai
indikasi.10,11
Kelompok-C
Pasien membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi apabila
mengalami DBD berat untuk memudahkan akses intensif dan transfusi darah.
Resusitasi cairan dengan kristaloid isotonik secepatnya sangat penting untuk
menjaga volume ekstravaskular saat periode kebocoran plasma atau larutan koloid
pada keadaan syok hipotensi. Pantau nilai Ht sebelum dan sesudah resusitasi.
Tujuan akhir resusitasi cairan adalah meningkatkan sirkulasi sentral dan perifer
(takikardia berkurang, tekanan darah dan nadi meningkat, ekstremitas tidak pucat
dan hangat, dan CRT <2 detik) dan meningkatkan perfusi organ (level kesadaran
membaik, urin output >0,5 ml/kg/jam, asidosis metabolik menurun).10.,11
3.8 PENCEGAHAN
Untuk memutuskan rantai penularan, pemberantasan vektor dianggap cara
yang paling memadai saat ini. Ada 2 cara pemberantasan vektor :
a. Menggunakan insektisida.
Yang lazim dipakai dalam program pemberantasan demam berdarah
adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa (adultsida) dan
temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida).
b. Tanpa insektisida
31
- Menguras bak mandi, tempayan, dan tempat penampungan air
minimal sekali seminggu.
- Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.
- Membersihkan halaman rumah dari kaleng-kaleng bekas dan benda
lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.
- Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai kelambu atau lotion.
3.9 PROGNOSIS
Kematian oleh demam dengue hampir tidak ada, sebaliknya pada
DHF/DSS mortalitasnya cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya,
Semarang, dan Jakarta memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit
umumnya lebih ringan daripada anak-anak.
Dari penelitian tahun 1993, dijumpai keadaan penyakit yang terbukti
bersama-sama muncul dengan DHF yaitu demam tifoid, bronkopneumonia, dan
anemia.
BAB III
ANALISIS KASUS
32
didapatkan hasil Rumple leed test (+) dan coated tongue (+), dan pasien mengalami
penurunan kesadaran sehingga diagnosis mengarah pada Ensefalopati dengue
Dilakukan pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil Hb 11,8 gr/dl, leukosit 3200/µL,
trombosit 57.000/µL dan Ht 34%. Hasil laboratorium ini menunjukkan adanya leukopenia
dan trombositopenia, jadi kemungkinan besar penyakit pada pasien ini adalah demem
berdarahdengue dengan penyulit berupa Ensefalopati Dengue.
Berdasarkan klasifikasi WHO anak didiagnosis menderita DBD derajat I :
1. Demam tinggi mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari
2. Manifestasi perdarahan tidak spontan (positif uji tourniquet)
3. Bukti kebocoran plasma
- Hasil laboratorium menunjukkan Trombositopenia (<100.000/ul) dan
hemokonsentrasi (nilai hematokrit meningkat ≥20%).
- Dua gejala klinis pertama ditambah satu gejala laboratorium cukup untuk
menegakkan diagnosis kerja DBD.
- Tanda kebocoran plasma, yaitu efusi pleura, asites atau proteinemia.
Berdasarkan kriteria tersebut maka pasien ini didiagnosis dengan DBD
derajat I, karena ditemukan adanya demam tinggi selama 4 hari disertai hasil
Rumple leed test (+) dan hasil laboratorium yang menunjukkan leukopenia dan
trombositopenia. Pada pasien dilakukan tatalaksana penanganan DBD derajat I
dengan penyulit Ensefalopati dan demam thypoid serta dilakukan pemantauan gejala
klinis dan laboratorium.
Prognosa pada pasien ini adalah bonam karena pasien respon terhadap
terapi yang diberikan. Edukasi yang diberikan kepada pasien dan orang tua adalah
(1) penderita harus banyak minum, dapat diberikan sedikit demi sedikit namun
sering, (2) menghindari aktivitas berat, terutama yang mengakibatkan perdarahan,
(3) menghindari dari gigitan nyamuk (menggunakan lotion anti nyamuk atau
memakai baju dan celana panjang), (4) melakukan 3M plus (menguras, menutup,
mengubur dan memantau), serta (5) mengenali tanda-tanda gawat.
33
DAFTAR PUSTAKA
34