Semisolidddddddddd PDF
Semisolidddddddddd PDF
FARMASETIKA SEDIAAN
SEMISOLIDA
(Edisi revisi I)
Oleh :
Lidya Ameliana S.Si., Apt.,M.Farm.
Budipratiwi W. S.Farm.,M.Sc.,Apt.
Lina Winarti, S.Farm., M.Sc., Apt.
Viddy Agustian R. S.Farm., Apt.
BAGIAN FARMASETIKA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2013
KATA PENGANTAR
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Deskripsi iii
Tujuan iii
Dasar Teori Sediaan Semisolida 1
Salep 1
Krim 3
Pasta 4
Gel 4
Daftar Pustaka 7
Lampiran 8
3
DESKRIPSI
TUJUAN
Diharapkan setelah mengikuti Praktikum Farmasetika Sediaan Semisolida,
mahasiswa dapat :
1. Menyusun rancangan formula, pembuatan, evaluasi, dan kemasan sediaan
semisolida
2. Mendiskusikan rancangan formula dan pembuatan berdasarkan karakteristik
fisiko-kimia komponen
3. Membuat dan mengevaluasi sediaan salep, krim, dan gel
4. Mempresentasikan hasil analisa data evaluasi.
4
DASAR TEORI SEDIAAN SEMISOLIDA
I. SALEP
Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal
pada kulit atau selaput lendir (DepKes RI, 1995). Salep merupakan bentuk sediaan
dengan konsistensi semisolida yang berminyak dan pada umumnya tidak
mengandung air dan mengandung bahan aktif yang dilarutkan atau didispersikan
dalam suatu pembawa. Pembawa atau basis salep digolongkan dalam 4 tipe yaitu
basis hidrokarbon, basis serap, basis yang dapat dicuci dengan air, dan basis larut
air.
Basis hidrokarbon merupakan basis salep yang benar-benar bebas dari air.
Formulasi basis hidrokarbon dibuat dengan mencampur hidrokarbon cair (minyak
mineral dan paraffin cair) dengan hidrokarbon yang mempunyai rantai alkyl lebih
panjang dan titik leleh lebih tinggi misalnya paraffin putih ataupin paraffin
kuning. Penggunaan basis salep hidrokarbon sebagai system penghantaran obat
topical sangat terbatas, karena sebagaian obat relatif tidak larut dalam minyak
hidrokarbon. Masalah ini dapat diatasi dengan meningkatkan kelarutan obat dalam
basis hidrokarbon, yaitu dengan mencampurkan pelarut-pelarut yang dapat
campur dengan basis hidrokarbon, misalnya isopropyl miristat atau propilen
glikol. Salep hidrokarbon digunakan terutama sebagai emolien, sukar dicuci, tidak
mongering, dan tidak tampak berubah pada waktu lama.
Basis salep serap merupakan basis salep seperti basis hidrokarbon
(berlemak/berminyak) akan tetapi dapat bercampur atau menyerap air dalam
jumlah tertentu.Basis salep serap dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu : basis
salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air dalam minyak
(paraffin hidrofilik dan lanolin anhidrat) dan basis yang terdiri atas emulsi air
dalam minyak yang dapat bercampur dengan sejumlah larutan air tambahan
(lanolin). Basis salep serap juga bermanfaat sebagai emolien (DepKes RI, 1995).
Basis salep yang dapat dicuci dengan air merupakan basis yang bersifat
dapat dicuci dari kulit dan pakaian dengan menggunakan air. Dalam
penggunaannya, salep dengan basis jenis ini mampu untuk mengabsorpsi cairan
5
serosal yang keluar dalam kondisi dermatologi. Obat jenis tertentu dapat
diabsorpsi lebih baik oleh kulit jika menggunakan dasar salep ini. Contoh basis
salep yang dapat tercuci dengan air adalah basis yang terdiri dari alkohol stearat
dan petrolatum putih (fase minyak), propilen glikol dan air (fase air), serta Na
lauril sulfat sebagai surfaktan.
Basis salep yang larut air merupakan basis yang hanya mengandung
komponen larut air, sehingga dapat tercuci air dengan mudah. Dalam formulasi,
basis jenis ini digunakan untuk mencampur bahan obat yang tidak berair atau
bahan padat. Contoh basis salep yang larut air adalah salep PEG yang merupakan
kombinasi antara PEG 3350 dengan PEG 400 dengan perbandingan 4:6.
Dalam pemilihan basis salep untuk memformulasi suatu bahan aktif
menjadi sediaan semisolida, harus dipertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut
(DepKes RI, 1995)
1. Khasiat yang diinginkan
2. Sifat bahan obat yang dicampurkan
3. Ketersediaan hayati
4. Stabilitas dan ketahanan sediaan jadi
Pembuatan formulasi sediaan salep dapat dilakukan dengan dua metode
umum yaitu metode pencampuran dan metode peleburan. Dalam metode
pencampuran, komponen salep dicampur bersama-sama sampai diperoleh massa
sediaan yang homogen. Penghalusan komponen sebelum proses pencampuran
kadang diperlukan sehingga dapat dihasilkan salep yang tidak kasar saat
digunakan. Pada metode peleburan semua bahan dicampur dan dilebur pada
temperatur yang lebih tinggi daripada titik leleh semua bahan, kemudian
dilakukan pendinginan dengan pengadukan konstan. Pendinginan yang terlalu
cepat dapat menyebabkan sediaan menjadi keras karena terbentuk banyak kristal
yang berukuran kecil, sedangkan pendinginan yang terlalu lambat akan
menghasilkan sedikit kristal sehingga produk menjadi lembek.
6
II. KRIM
Krim merupakan bentuk emulsi dengan konsistensi semisolida sehingga
mempunyai viskositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan sediaan likuida.
Sediaan krim terdiri dari dua fase yang tidak saling ampur, yaitu fase internal
(fase terdispersi) dan fase eksternal (fase pendispersi) yang digabungkan dengan
adanya surfaktan. Pada umumnya sediaan krim dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe
minyak dalam air terdiri dari tetes-tetes kecil minyak (fase internal) yang
terdispersi dalam air (fase eksternal), dan sebaliknya pada krim air dalam minyak
Penggunaan surfaktan sangat dibutuhkan untuk menjaga stabilitas krim
secara termodinamika. Surfaktan yang sering digunakan adalah surfaktan
golongan ionic dan anionic, sedangkan surfaktan kationik hanya digunakan dalam
kombinasi dengan surfaktan tipe lainnya. Contoh-contoh surfaktan yang sering
digunakan antara lain : sodium alkyl sulfat, alkyl ammonium halida, polioksietilen
alkyl eter, sorbitan, dan lain-lain. Dalam melakukan pemilihan surfaktan,
formulator harus memperhatikan sifat atau karakteristik bahan aktif dan bahan
tambahan lain yang digunakan dalam formula.
Penggunaan campuran dari beberapa surfaktan dalam satu formula
semisolida, dapat memberikan sediaan yang lebih stabil jika dibandingkan dengan
penggunaan surfaktan tunggal. Sedangkan komponen lain yang perlu ditambahkan
dalam sediaan semisolida adalah kosolven, peningkat viskositas, preservatif,
dapar, antioksidan, dan korigen. Penggunaan bahan-bahan tambahan tersebut
harus disesuaikan dengan sifat fisikokimia bahan aktif yang digunakan. Hasil
campuran bahan aktif dan bahan-bahan tambahan tersebut harus dapat
menghasilkan sediaan semisolida yang memenuhi persyaratan aman, efektif, stabil
dan dapat diterima oleh masyarakat. Aman berarti sediaan tersebut memiliki
kandungan bahan aktif yang sesuai dengan monografi dan tidak memberikan
pelepasan bahan aktif dalam jumlah yang sesuai dari sediaan pada tempat
penggunaannya. Stabil berarti sediaan tidak mengalami perubahan sifat dan
konsistensi baik secara fisika, kimia, mikrobiologi, toksikologi, maupun
farmakologi.
7
Krim dengan basis minyak dalam air memiliki sifat yang lebih nyaman
dan cenderung disukai oleh masyarakat, karena memberikan konsistensi yang
berminyak dan cenderung lengket, akan tetapi banyak bahan aktif yang bersifat
hidrofobik yang pelepasannya lebih mudah jika menggunakan basis jenis ini.
Krim air dalam minyak sering digunakan untuk memberikan efek emolien pada
kulit.
Sediaan krim banyak digunakan untuk sediaan obat misalnya untuk obat
anti inflamasi, antijamur, anastetik, antibiotik, dan hormon. Sediaan krim juga
sering digunakan dalam industri kosmetik, misalnya untuk sediaan pembersih,
emolien, tabir surya, antiaging, dan masih banyak lagi.
III. PASTA
Pasta merupakan sediaan semipadat yang mengandung satu atau lebih bahan obat
yang ditujukan yang ditujukan untuk pemakaian topikal (Departemen Kesehatan
RI, 1995). Pasta ialah campuran salep dan bedak sehingga komponen pasta terdiri
dari bahan untuk salep misalnya vaselin dan bahan bedak seperti talcum, oxydum
zincicum. Pasta merupakan salep padat, kaku yang tidak meleleh pada suhu tubuh
dan berfungsi sebagai lapisan pelindung pada bagian yang diolesi. Efek pasta
lebih melekat dibandingkan salep, mempunyai daya penetrasi dan daya maserasi
lebih rendah dari salep. Sediaan berbentuk pasta berpenetrasi ke lapisan kulit.
Bentuk sediaan ini lebih dominan sebagai pelindung karena sifatnya yang tidak
meleleh pada suhu tubuh. Pasta berlemak saat diaplikasikan di atas lesi mampu
menyerap lesi yang basah seperti serum.
IV. GEL
Gel merupakan sistem semipadat yang terdiri dari suspensi yang dibuat
dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi
oleh suatu cairan (Departemen Kesehatan RI, 1995). Gel pada umumnya memiliki
karakteristik yaitu strukturnya yang kaku. Gel dapat berupa sediaan yang jernih
atau buram, polar, atau non polar, dan hidroalkoholik tergantung konstituennya.
Gel biasanya terdiri dari gom alami (tragacanth, guar, atau xanthan), bahan
8
semisintetis (misal : methylcellulose, carboxymethylcellulose, atau
hydroxyethylcellulose), bahan sintetis (misal : carbomer), atau clay (misal :
silikat). Viskositas gel pada umumnya sebanding dengan jumlah dan berat
molekul bahan pengental yang ditambahkan.
Gel dapat dikelompokkan menjadi : lipophilic gels dan hydrophilic gels.
Lipophilic gels (oleogel) merupakan gel dengan basis yang terdiri dari parafin
cair, polietilen atau minyak lemak yang ditambah dengan silika koloid atau sabun-
sabun aluminium atau seng. Sedangkan hydrophylic gels, basisnya terbuat dari air,
gliserol atau propilen glikol, yang ditambah gelling agent seperti amilum, turunan
selulosa, carbomer dan magnesium-aluminum silikat (Gaur et al, 2008).
Berdasarkan sifat pelarut terdiri dari hidrogel, organogel, dan xerogel.
Hydrogel (sering disebut juga aquagel)merupakan bentuk jaringan tiga dimensi
dari rantai polimer hidrofilik yang tidak larut dalam air tapi dapat mengembang di
dalam air. Karena sifat hidrofil dari rantai polimer, hidrogel dapat menahan air
dalam jumlah banyak di dalam struktur gelnya (superabsorbent)
Organogel merupakan bahan padatan non kristalin dan thermoplastic yang
terdapat dalam fase cairan organic yang tertahan dalam jaringan cross-linked tiga
dimensi. Cairan dapat berupa pelarut organic, minyak mineral, atau minyak sayur.
Xerogel berbentuk gel padat yang dikeringkan dengan cara penyusutan.
Xerogel biasanya mempertahankan porositas yang tinggi (25%),luas permukaan
yang besar (150-900 m2/g), dan ukuran porinya kecil (1-10 nm). Saat pelarutnya
dihilangkan di bawah kondisi superkritikal, jaringannya tidak menyusut dan
porous, dan terbentuk aerogel.
Gelling agent bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Gom alam dan
polimer berfungsi dengan membentuk lapisan tipis pada permukaan partikel. Pada
saat dikempa, partikel cenderung beraglomerasi. Bahan sangat larut seperti gula,
mengikat partikel bersama dengan membentuk jembatan kristal. Pengikat untuk
proses granulasi basah biasanya dilarutka dalam air atau suatu pelarut biasanya
berupa alkohol dan larutan pengikat digunakan untuk membentuk masa
basah/granul. Dalam pengikatan partikel bersama yang berperan adalah ikatan van
der walls dan ikatan hidrogen. Contoh : mikrokristalin selulosa, gom arab.
9
Penggunaan gelling agent dengan konsentrasi yang tinggi mengakibatkan
viskositas dari gel meningkat pula sehingga bisa mengakibatkan gel akan sulit
dikeluarkan dari wadahnya. Temperature yang tinggi pada saat penyimpanan akan
mengakibatkan konsistensi dari basis berubah, misalnya pada hydrogel yang
sebagian besar solvennya berupa air maka temperature yang tinggi akan
mengakibatkan sebagian dari solvennya akan menguap sehingga akan
mengakibatkan perubahan pada struktur gel.
Basis gel sebagian besar berupa polimer – polimer. Gel merupakan
crosslinked system dimana aliran tidak akan terjadi apabila berada dalam keadaan
steady state. Sebagian besar bahan merupakn liquid tetapi gel memiliki sifat
seperti padatan karena adanya ikatan 3 dimensi didalam larutan. Ikatan ini
mengakibatkan adanya sifat swelling dan elastic. Untuk melihat kerusakan dari
struktur gel dapat dilihat dari kekakuan/rigidness dari gel tersebut. Temperature
tinggi dapat mengakibatkan kekakuan dari gel meningkat oleh karena itu proses
penyimpanan dari sediaan bentuk gel harus diperhatikan.
10
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia IV,. Penerbit Dirjen POM : Jakarta.
Gaur, R., Azizi, M., Gan, J., Hansal, P., Harper, K., Mannan, R., Panchal, A.,
Patel, K., Patel, M., Patel, N., Rana, J., Rogowska, A.,2008. British
Pharmacopoeia 2009. (Electronic version).
Rowe, R.C., Sheskey, P.J., dan Weller, P.J. 2003. Hand Book of Pharmaceutical
Excipient 4th Edition. London: Pharmaceutical Press and American
Pharmaceutical Association
11
Lampiran 1.
Materi Praktikum
Praktikum I : Formulasi Sediaan Salep/Krim
Praktikum II : Formulasi Sediaan Pasta
Praktikum III : Formulasi Sediaan Gel
Praktikum IV : Uji pelepasan sediaan semisolid
12
Lampiran 2
Format Jurnal/laporan praktikum (untuk praktikum I, II, dan III)
Judul Praktikum :
Hari/Tanggal :
Kelompok :
Nama Peserta :
Materi Praktikum :
I. Tujuan Praktikum
II. Dasar Teori
III. Evaluasi Produk Referen
IV. Studi Praformulasi Bahan Aktif
13
Tabel 2. Rancangan Formula per Satuan Kemasan
No Bahan Fungsi Jumlah
VII. Metode:
- Alat
- Prosedur Pembuatan
- Prosedur Evaluasi
VIII. Rancangan Etiket, Brosur dan Kemasan
IX. Hasil dan Pembahasan
X. Kesimpulan
XI. Daftar Pustaka
14
Lampiran 3. Format Laporan IV
Judul Praktikum :
Hari/Tanggal :
Kelompok :
Nama Peserta :
Materi Praktikum :
Tujuan Praktikum
Dasar Teori
15
Gambar 1. Rangkaian alat uji pelepasan (British Pharmacopoeia
Comission, 2008)
Keterangan gambar :
A: Tabung uji pelepasan yang berisi larutan media
B: Paddle (pengaduk) yang diatur kecepatannya
C: Jarak antara ujung paddle dengan membran
D: Disk yang berisi sediaan dan disekat oleh membran
E: Termometer (temperatur penelitian 37 ± 0.50 C)
F: Tabung untuk mengambil cuplikan
16
Gambar 2. Sel Difusi (Sanghvi,1993)
17
Rumus koreksi Wurster:
a N 1
Cn C ' n Cs ……………………….…………………(1)
b s 1
Keterangan:
Cn = kadar sebenarnya setelah dikoreksi (ppm)
C’n = kadar terbaca (hasil perhitungan dari nilai serapan sampel yang
terbaca pada spektrofotometer) dalam ppm
Cs = kadar terbaca dari sampel sebelumnya
a = volume sampel yang diambil
b = volume media
18
Lampiran 4. Contoh Perhitungan Fluks Uji Pelepasan
Waktu Jumlah
(menit) Akar t Abs Abs tn-t0 Kadar C Kadar Koreksi Wurster (Cw) Kadar total (C+Cw)*500 Kumulatif
0 0 0.018 0 0 0 0 0
Keterangan
1. Kadar obat pada t=0 menit dibuat 0
2. Kadar koreksi Wurster (Cw) dihitung sesuai rumus 1
3. Jumlah kumulatif adalah Kadar total dibagi luas permukaan sediaan semisolid yang kontak dengan media dapar (ug/cm2)
4. Dilakukan regresi antara akar t dengan jumlah kumulatif, sehingga didapat persamaan regresi y=bx+a, dimana b adalah nilai
fluks pelepasan bahan aktif dari sediaan semisolid tersebut.
19