Anda di halaman 1dari 12

APA ITU PERSPEKTIF?

Kerangka konseptual; seperangkat asumsi2; seperangkat nilai2; seperangkat gagasan2 yg


mempengaruhi persepsi kita & mempengaruhi tindakan dlm suatu situasi (Charon, 1998)

TRADISI

Craig terlebih dahulu menggambarkan dengan jelas apa yang dimaksudkan dengan tradisi.
Menurutnya, tradisi adalah sesuatu yang sudah kita miliki sejak dulu (waktu sebelumnya), yang
tidak statis tetapi terus berkembang sesuai dengan zaman. Ini lebih menjelaskan bahwa dalam
memelihara suatu tradisi peran nilai-nilai yang sudah ada menjadi hal utama yang harus
diperhatikan.
Dalam memandang penempatan masing-masing tradisi keilmuan komunikasi, Craig
mendasarkan pada konsep praktek komunikasi sehari-hari dan sesuai dengan perkembangan
tradisi itu sendiri. Titik tolak lain yang harus diperhatikan dalam kajian Craig ini, ia selalu
menempatkan manakala tradisi-tradisi ini saling bertentangan atau juga tidak memenuhi criteria
yang ada, maka langkah penting ynag harus dilakukan adalah dengan cara dialog dan dialektika.
Kajian tentang perspektif tujuh tradisi dalam teori komunikasi ini telah membuka sebuah ruang
baru bagi kita untuk mendiskusikan perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan yang ada
dalam teori komunikasi tanpa memunculkan sekat-sekat keilmuan yang bersifat multidisiplin.
Cara pandang Robert T. Craig dalam menjelaskan berbagai teori komunikasi yang jumlahnya
banyak itu. Robert Craig membagi dunia teori ke dalam tujuh kelompok pemikiran atau tujuh
tradisi pemikiran, yaitu:
1. Sosiopsikologi
Tradisi Sosiopsikologi memandang individu sebagai mahluk sosial. Teori-teori yang berada
dibawah tradisi sosiopsikologi memberikan perhatiannya antara lain pada perilaku
individu, pengaruh, kepribadian dan sifat individu atau bagaimana individu melakukan
persepsi. Sosiopsikologi digunakan dalam topik-topik tentang diri individu, pesan,
percakapan, hubungan interpersonal, kelompok, organisasi, media, budaya dan
masyarakat. Tradisi ini mewakili perspektif objektif atau scientific. Tradisi ini mencari
hubungan sebab akibat yang dapat memprediksi kapan sebuah perilaku komunikasi
berhasil atau tidak. Penilaiannya berdasarkan ada tidaknya perubahan yang terjadi pada
pelaku komunikasi.
Sebagai contohnya, Andri adalah seorang psikolog, dia memiliki pasien bernama Messi.
Setiap kali Messi mengalami stress karena beban pekerjaannya, dia selalu datang kepada
Andri. Dengan profesionalnya, Andri memberikan sugesti-sugesti positif yang berkenaan
dengan lingkungan kerja serta kondisi Messi sendiri. Setelah berulang-ulang diberi
sugesti, akhirnya Messi pun bisa mengendalikan kondisi pikirannya sehingga tidak stress
lagi. Itu menunjukan bahwa adanya perubahan sikap atau mental yang dialami oleh
seseorang karena tradisi sosiopsikologi.
2. Sibernetika
Sibernetika memandang komunikasi sebagai suatu sistem dimana berbagai elemen yang
terdapat didalamnya saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Komunikasi dipahami
sebagai suatu sistem yang terdiri dari berbagai bagian. Sibernetika digunakan dalam
topik-topik tentang diri individu, percakapan, hubungan interpersonal, kelompok,
organisasi, media, budaya dan masyarakat.
Tradisi ini juga nampak paling masuk akal ketika muncul isu tentang otak dan pikiran,
rasionalitas, dan sistem-sistem kompleks. Teori informasi berada dalam konteks ini.
Demikian pula konsep feedback menjadi penting dalam hal ini. Perkembangannya dapat
pula disebut teori-teori yang dikembangkan dari teori informasi seperti yang dilakukan
Charles Berger untuk komunikasi antar personal dan Guddykunt untuk komunikasi antar
budaya.
Contohnya adalah, ketika pemerintah membuat kebijakan mengenai sesuatu hal, setelah
selesai kebijakan tersebut tidak langsung diputuskan, tetapi diinformasikan melalui media
massa kepada masyarakat luas agar mengetahui bagaimana tanggapan atau feedback
yang akan didapatkan dari pembuatan kebijakan tersebut.
Maka pada tradisi ini, komunikasi pada media massa menjadi unggulan dalam
penyampaian suatu pesan atau informasi kepada orang banyak.
3. Retorika
Retorika didefinisikan sebagai seni membangun argumentasi dan seni berbicara. Dalam
perkembangannya, retorika juga mencakup proses untuk menyesuaikan ide dengan
orang dan menyesuaikan orang dengan ide melalui berbagai macam pesan. Ada enam
keistimewaan yang mencirikan tradisi ini:
Keyakinan bahwa berbicara membedakan manusia dari binatang.
Adanya kepercayaan bahwa pidato public yang disampaikan dalam forum demokrasi
adalah cara yang lebih efektif untuk memecahkan masalah politik.
Retorika merupakan sebuah strategi dimana seorang pembicara mencoba
mempengaruhi seorang audience dari sekian banyak audience melalui pidato yang jelas-
jelas bersifat persuasive.
Pelatihan kecakapan pidato adalah dasar pendidikan kepemimpinan.
Menekankan pada kekuatan, keindahan bahasa untuk menggerakkan orang banyak
secara emosional dan menggerakkan mereka untuk beraksi atau bertindak.
Retorika merupakan sebuah keistimewaan bagi pergerakan wanita di Amerika yang
memperjuangkan haknya untuk bisa bicara di depan publik.
4. Semiotika
Semiotika memandang komunikasi sebagai proses pemberian makna melalui tanda yaitu
bagaimana tanda mewakili objek, ide, situasi, dan sebagainya yang berada diluar diri
individu. Semiotika digunakan dalam topik-topik tentang pesan, media, budaya dan
masyarakat. Semiotika adalah ilmu tentang tanda dan cara tanda itu bekerja. Sebuah
tanda adalah sesuatu yang menunjukan sesuatu yang lain.
Sebagai contohnya adalah ketika kita datang ke suatu daerah yang memiliki budaya yang
berbeda dengan budaya yang kita gunakan, katakanlah itu adalah bahasa, disini peran
dari tradisi semiotika sangat diperlukan. Karena bahasa yang berbeda, cenderung kedua
pelaku komunikasi ini akan melakukan penyampaian pesan melalui tanda-tanda yang
memiliki makna yang disampaikan satu sama lain sehingga pesan antara keduanya bisa
dipahami.
5. Sosiokultural
Cara pandang sosiokultural menekankan gagasan bahwa realitas dibangun melalui suatu
proses interaksi yang terjadi dalam kelompok masyarakat dan budaya. Sosiokultural lebih
tertarik untuk mempelajari pada cara bagaimana masyarakat secara bersama-sama
menciptakan realitas dari kelompok sosial, organisasi dan budaya mereka. Menurut ahli
bahasa Universitas Cicago, Edwart Sapir dan Bejamin Lee Whorf adalah pelopor
sosiokultural. Hipotesis yang diusungnya adalah struktur bahasa suatu budaya
menentukan apa yang orang pikirkan dan lakukan. Hipotesis ini menujukan bahwa proses
berpikir kita dan cara kita memandang dunia dibentuk oleh struktur dramatika dari
bahasa yang kita gunakan.
Contohnya sangat mudah, seorang yang berasal dari suku Sunda pergi ke terminal untuk
pergi ke luar kota. Di terminal banyak sekali suku Batak yang menjadi calo angkutan
umum. Suku Batak memiliki ciri khas yaitu jika berbicara atau berbahasa pasti keras dan
mungkin kasar, tapi bagi mereka itu adalah budaya mereka dan sudah biasa saja. Seorang
suku Sunda ini yang belum memahami budaya suku Batak dengan cepat mengambil
kesimpulan bahwa suku Batak orang-orangnya kasar, orang yang kasar biasanya orang
jahat ditambah lagi melihat pekerjaannya sebagai calo angkutan umum di terminal.
Perspektif itu muncul karena seorang suku Sunda ini melihat dari realitas sosial suku Batak
yang berada di sekitarnya.
6. Kritis
Pernyataan mengenai kekuasaan (power) dan keistimewaan (privilege) yang diterima
kelompok tertentu di masyarakat menjadi topic yang sangat penting dalam teori kritis.
Kritis memandang komunikasi sebagai bentuk pemikiran yang menentang ketidakadilan.
Tiga asumsi dasar tradisi kritis:
Menggunakan prinsip dasar ilmu sosial interpretif.
Mengkaji kondisi-kondisi sosial dalam usahanya mengungkap struktur-struktur yang
sering kali tersembunyi.
Istilah teori kritis berasal dari kelompok ilmuwan Jerman yang dikenal dengan sebutan
‘Frankfurt School’. Kelompok ini telah mengembangkan suatu kritik sosial umum dimana
komunikasi menjadi titik central dalam prinsip-prinsipnya.
7. Fenomenologi
Fenomenologi memandang komunikasi sebagai pengalaman melalui diri sendiri atau diri
orang lain melalui dialog. Tradisi ini memandang manusia secara aktif
menginterpretasikan pengalaman mereka sehingga mereka dapat memahami
lingkungannya melalui pengalaman-pengalaman subjektif manusia. Pendukung teori ini
memandang bahwa cerita atau pengalaman individu adalah lebih penting dan memiliki
otoritas lebih besar daripada hipotesa penelitian sekalipun.
Dalam tradisi ini, komunikasi dipandang sebagai proses berbagi pengalaman antar
individu melalui dialog. Hubungan baik antar individu mendapatkan keduudkan yang
tinggi dalam tradisi ini. Dan hal ini pula yang kemudian diadobsi secara teoritis untuk
menanggapi permasalahan-permasalahan yang timbul dan menghasilkan terkikisnya
hubungan yang sudah kuat.
Sebagai contoh, ketika dua orang sahabat yang biasanya saling bercengkrama satu sama
lain, bermain bersama, saling mencurahkan isi hatinya mengenai sesuatu hal. Namun
pada suatu hari, si A ini menyinggung perasaan si B meski awalnya hanya bercanda. Dan
pada rentang waktu yang cukup lama mereka bermusuhan. Namun ketika si A menyadari
dan mencari solusi yang tepat terhadap masalahnya, mereka bisa kembali berbaikan.

Metodologi Griffin

Griffin, Em (2012:26) mengatakan :


an objective theory is credible because it fulfills the twin objectives of scientific knowledge.
theory explains the past and present, and it predicts the future

Pendekatan Objektif
Pendekatan Obyektif ini disebut scientific atau sering disebut pendekatan kuantitatif.
Pendekatan ini sering dikatakan sebagai pendekatan ilmiah yang sistematis, Pendekatan obyektif
cenderung menganggap manusia yang mereka amati sebagai pasif dan perubahannya
disebabkan kekuatan-kekuatan sosial di luar diri mereka, sehingga derajat tertentu atau perilaku
manusia dapat diramalkan.
WHAT MAKES AN OBJECTIVE THEORY GOOD
1. Explanation of the Data
2. Prediction of Future Events
3. Relative Simplicity
4. Hypotheses That Can Be Tested
5. Practical Utility
6. Quantitative Research

Pendekatan Interpretatif
Presfektif Subjektif atau sering disebut pendekatan kualitatif. Pendekatan Subyektif cenderung
memandang manusia yang mereka amati sebagai aktif, dinamis, serta mampu melakukan
perubahan lingkungan di sekeliling mereka. Fokus perhatian kaum subjektivis adalah bagian
perilaku manusia yang disebut tindakan (action). Interpretasi atas perilaku ini tidak bersifat
kausal, dan tidak bisa dijelaskan melalui generalisasi seperti yang dilakukan kaum objektivis.

WHAT MAKES AN INTERPRETIVE THEORY GOOD


1. New Understanding of People
2. Clarification of Values
3. Aesthetic Appeal
4. Community of Agreement
5. Reform of Society
6. Qualitative Research
1. Penjelasan tentang perilaku komunikasi dapat menyebabkan pemahaman yang lebih
lanjut dari motivasi masyarakat
2. Kedua—duanya memprediksi dan mengklarifikasi nilai untuk melihat ke masa
depan..Pertama menunjuk kanapa yang akan terjadi; kedua,apa yang seharusnya terjadi
3. Bagi kebanyakan peneliti,kesederhanaan memiliki daya Tarik estetika
4. Pengujian hipotesis adalah cara untuk mencapai sebuah persetujuan dari suatu
komunitas
5. Pengujian teori untuk melihat hal yang berlaku atas pembuktian untuk melakukan
generalisasi.
6. Baik penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif berkomitmen untuk mempelajari lebih
lanjut tentang komunikasi
Griffin: Obyektif vs Interpretif.

Griffin jauh lebih cepat dibandingkan dengan Littlejohn dalam merespon ide Craig. Setahun
setelah Craig menuliskan idenya (1999) Griffin dalam bukunya A First Look at Communication
Theory Edisi 4 (tahun 2000) memasukan ide ini sebagai salah satu bagian dari chapter bukunya.
Dalam hal ini Griffin sangat menyanjung Craig dengan mengatakan, “Craig offers a more
sophisticated solution” (2009: 41).

Mengapa Griffin mendukung ide Craig karena menurutnya pendekatan Craig ini menggunakan
apa yang sudah dilakukan dalam problem dan praktek komunikasi sehari-hari. Jadi menurut
Griffin apa yang ada dalam Tujuh Tradisi dalam Teori Komunikasi ini merupakan tujuh tradisi yang
sudah dilakukan sebelumnya. Yang terpenting adalah bahwa tradisi dalam teori komunikasi ini
menawarkan perbedaan, yaitu perbedaan dalam cara-cara mengkonseptualkan problem dan
praktek komunikasi. Dari sini akan muncul kesadaran setiap ilmuwan yang berbicara dalam tiap
tradisi tidak akan memandang lagi keilmuannya secara terkotak-kotak sesuai asal mereka.
Dalam menerima ide Tujuh Perspektif Tradisi dalam Teori Komunikasi, Griffin tetap memegang
komitmen awal dari apa yang telah diajarkannya bahwa dalam melihat teori harus
membedakannya berdasarkan pendekatan obyektif ataukah interpretif. Ciri-ciri pendekatan
objektif menurutnya antara lain the assumption that truth is singular and accessible through
unbiased sensory observation; committed to uncovering cause and effect relationship (2009: 14),
teori-teori yang bersifat positivis dan berprinsip pada hipothetico deductive verificative.
Hubungan antara peneliti dengan yang diteliti terpisah dimana peneliti berada di luar obyek yang
diteliti. Pendekatan interpretif merupakan the linguistic work of assigning or value to
communicative texts; assumes that multiple meaning or truth are possible (Ibid.: 15).

Pengelompokan Tujuh Persepektif dalam Tradisi Komunikasi menurut Griffin menjadi tidak
seperti pemikiran Craig ataupun Littlejohn. Pengelompokan masing-masing tradisi dilakukannya
berdasarkan pendekatan obyektif ataukah interpretif. Hal ini dijelaskannya, “It’s important to
realize that location of each tradition on the map is far from random. My rationale for placing
them where they are is based on the distiction between objective and interpretive theories
(2009: 51).
Pengelompokan Tujuh Persepektif dalam Tradisi Komunikasi menurut Griffin menjadi tidak
seperti pemikiran Craig ataupun Littlejohn. Pengelompokan masing-masing tradisi dilakukannya
berdasarkan pendekatan obyektif ataukah interpretif. Hal ini dijelaskannya, “It’s important to
realize that location of each tradition on the map is far from random. My rationale for placing
them where they are is based on the distiction between objective and interpretive theories
(2009: 51).

Tujuh Persepektif Tradisi Komunikasi

(Griffin, 2009: 51)


Berdasarkan pemikiran Griffin ini maka tradisi psikologi sosial dan cybernetic berada di tradisi
yang paling bersifat obyektif, sedangkan phenomenology dan critical paling bersifat interpretif.

Implikasi dalam Penelitian


Ide Craig tentang Tujuh Tradisi dalam Teori Komunikasi yang didukung penuh oleh Littlejohn dan
Griffin selain telah membuka ruang baru untuk menghilangkan sekat-sekat multidisiplin dalam
kajian komunikasi juga dapat memberikan pemahaman penggunaan teori dalam penelitian.
Sunarto (2011: 12) menyatakan bahwa model tradisi ini membantu untuk lebih memahami kaitan
antar berbagai tradisi dengan implikasi berbagai teori komunikasi yang ada di dalammya dengan
metode penelitian yang digunakan.
Hal ini seperti yang dilontar Griffin (2009:51) dalam kajiannya dengan memperlihatkan mana
kelompok dari ke Tujuh Tradisi dalam Teori Komunikasi yang dapat dilakukan dengan penelitian
yang berdasarkan obyektif, positivis, metode kuantitatif dan mana yang interpretif dengan
kekuatan pada metode kualitatif.

Dengan melihat bagan pemikiran dari Griffin diatas dapat dilihat bahwa tradisi psikologi sosial
dimana di dalamnya terdapat banyak teori-teori komunikasi interpersonal akan lebih banyak
dilakukan dengan pendekatan penelitian obyektif, kuantitatif. Sedangkan teori-teori yang berada
dalam tradisi phenomenology dan critical lebih tepat dilakukan dengan pendekatan penelitian
yang bersifat interpretif-kualitatif. Tradisi semiotika dan sosial-budaya akan berada dalam
wilayah antara kuantitatif dan kualitatif.

Implikasi perspektif Tujuh Tradisi dalam Teori Komunikasi secara luas dapat diterapkan dengan
berbagai paradigma penelitian yang telah dikembangkan oleh berbagai ilmuwan. Sunarto (2011:
12) melihat sangat memungkinkan muncul relasi yang signifikan antara apa yang dilihat Miller
(2005) melalui paradigma postpositivistik; interpretif dan kritis dan pemikiran Griffin yang
meletakan perspektif obyektif dan interpretif dalam memahami ke perspektif Tujuh Tradisi dalam
teori Komunikasi. Tradisi yang masuk dalam ranah objektif, dapat dikatakan menggunakan
positivistik dan postpositivitistik. Tradisi yang masuk subyek
PETA TEORI KOMUNIKASI LITTLEJOHN 8
(Sunarto, 2010)

PETA TEORI KOMUNIKASI LITTLEJOHN 8


Subjek Objek
PETA TEORI KOMUNIKASI LITTLEJOHN 8

PETA TEORI KOMUNIKASI

Anda mungkin juga menyukai