Anda di halaman 1dari 5

II.

Dasar Teori
2.1 Titrasi Asidi alkalimetri
Asidi-alkalimetri merupakan salah satu jenis dalam analisis secara volumetric.
Penetapan kadar dengan metode asidi-alkalimetri (reaksi asam-basa) terjadi
berdasarkan pada perpindahan proton dari zat yang bersifat asam atau basa, baik
dalam lingkungan air maupun dalam lingkungan bebas air (TBA= titrasi bebas air).
Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi, dimana terjadi reaksi antara
ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa
untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Asidi-alkalimetri merupakan metode
penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa atau
asam menggunakan senyawa basa atau asam baku (Gandjar dan Rohman, 2016).
Analisis secara volumetric dilakukan dengan mereaksikan sejumlah zat yang
diselidiki dengan larutan baku yang konsentrasinya telah diketahui secara teliti.
Konsentrasi larutan yang tidak diketahui kemudian dihitung. Syarat dari analisis
volumetric ini adalah reaksi harus berlangsung secara cepat, reaksi berlangsung
kuantitatif dan tidak ada reaksi samping (Khopkar, 2003). Titik yang menyatakan
proses titrasi telah selesai disebut titik ekuivalen teoritis yang berarti bahwa bahan
yang diselidiki telah bereaksi dengan senyawa baku. Selesainya titrasi harus dapat
diamati dengan suatu perubahan yang dapat diliat jelas, hal ini dapat dilakukan
dengan penambahan indikator yang memberikan perubahan warna pada titik akhir
titrasi (Gandjar dan Rohman, 2016).
2.2 Asam Mefenamat
Asam mefenamat merupakan senyawa yang memiliki rumus molekul
C15H15NO2 dengan berat molekul 241,28. Asam mefenamat merupakan senyawa yang
memiliki bentuk hablur, putih atau hampir putih, memiliki titik lebur pada suhu
2300C disertai peruraian. Asam mefenamat memiliki kelarutan yang baik dalam alkali
hidroksina, sukar larut dalam etanol dan metanol, serta praktis tidak larut dalam air
(Depkes RI, 1995). Berikut merupakan rumus struktur asam mefenamat:
Gambar 1. Stuktur asam mefenamat (Widyaningsih, 2009)
Asam mefenamat merupakan senyawa yang digunakan sebagai analgetik,
antipiretik, dan antiinflamasi. Asam mefenamat termasuk ke dalam kelas kedua dalam
sistem BCS (Biopharmaceutical Classification system), dimana asam mefenamat
memiliki kelarutan rendah serta daya tembus membran yang tinggi (Widyaningsih,
2009).
2.3 Asam Oksalat
Asam oksalat atau asam etanoidat memiliki rumus molekul C2H2O4,
mengandung tidak kurang dari 99,5% dengan air. Pemerian hablur, tidak berwarna
dan kelarutan larut dalam etanol 95% dan air. Dalam larutan, asam oksalat memiliki
konsentrasi 6,3% b/v, Asam oksalat digunakan dalam pembakuan NaOH, yang
diketahui 1 mL NaOH 1 N setara dengan 63,04 mg asam oksalat (Depkes RI, 1979).
Berikut ini merupakan rumus struktur dari asam oksalat:

Gambar 2. Rumus Struktur Asam Oksalat (Melwita dan Kurniadi, 2014)


Asam oksalat merupakan asam dikarboksilat paling sederhana dan merupakan
asam yang relatif kuat (10.000 kali lebih kuat dibandingkan asam asetat). Di-anion
asam oksalat yang merupakan senyawa oksalat merupakan agen prekursor (Melwita
dan Kurniadi, 2014).
2.4 Etanol
Etanol adalah senyawa alkohol, senyawa ini memiliki dua atom karbon dengan
rumus molekul C2H5OH. Etanol memiliki rumus empiris CnH2n+iOH. Etanol
merupakan senyawa cair yang memiliki sifat larutan yang tidak berwarna (jernih),
pada temperatur kamar memiliki fase cair, mudah menguap, dan mudah terbakar
(Wiratmaja dkk., 2011).
Etanol merupakan senyawa yang dapat campur dengan air dalam segala
perbandingan. Etanol dapat menguap meskipun dalam suhu rendah. Titik didih etanol
adalah 780C. Bobot jenis etanol adalah antara 0,812 dan 0,816 (Depkes RI, 2014).
Berikut merupakan rumus struktur dari etanol:
CH3-CH2-OH
Gambar 3. Struktur Etanol (Depkes RI, 2014)
2.5 NaOH
NaOH mengandung tidak kurang dari 95,0 % dan tidak lebih dari 100,5 %
alkali jumlah. Dihitung sebagai NaOH, mengandung Na 2CO3 tidak lebih dari 3,0%.
NaOH memiliki pemerian berwarna putih atau praktis putih, massa melebur,
berbentuk pellet, serpihan atau batang atau berbentuk lain. Keras rapuh dan
menunjukkan pecahan hablur. Bila dibiarkan di udara akan cepat menyerap karbon
dioksida dan lembab. Mudah larut dalam air dan dalam etanol (Depkes RI, 1995).
Penetapan kadar NaOH dilakukan dengan cara menimbang saksama lebih
kurang 1,5g dioksida P. dinginkan larutan sampai suhu kamar, tambahkan
phenolphthalein LP, dan dititrasi dengan asam sulfat 1N LV. Pada saat terjadi warna
merah muda catat volume asam yang dibutuhkan, tambahkan jingga metil LP dan
lanjutkan itrasi hingga terjadi warna merah muda yang tetap (Depkes RI, 1995).
2.6 Phenolftalin
Phenolphthalein (PP) adalah senyawa yang digunakan sebagai indikator dalam
proses titrasi karena mampu memberikan perubahan warna pada rentang pH tertentu.
Phenolpthalein memiliki rumus molekul C20H14O4 dengan berat molekul 318,33.
Phenolpthalein mengandung tidak kurang dari 98% dan tidak lebih dari 101,0%,
dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995). Phenolphthalein
merupakan indikator yang memberikan perubahan warna pada 1 unit pH disekitar
pKanya (pKa PP = 9,4) yaitu warna menjadi merah muda pada pH 8,4 – 10,4. (Ganjar
dan Rohman, 2016). Dalam suasana asam phenolphthalein berada dalam bentuk asli
yang tidak berwarna, sedangkan dalam suasana basa struktur phenolphthalein
mengalami deprotonasi pada kedua gugus -OH membentuk anionnya. Bentuk anion
ini dapat mengalami delokalisasi electron menghasilkan strukstur kerangka quinoid
sehingga menyebabkan phenolphthalein menjadi berwarna merah muda (Hanapi dkk.,
2014).
2.7 Sonikasi
Sonikasi merupakan metode umum yang sering digunakan untuk preparasi
sampel yang mana sonikasi memanfaatkan energi ultrasonik dengan frekuensi 56
kHz. Sonikasi dilakukan dengan memecah globul menjadi berukuran lebih kecil.
Energi ultrasonik merupakan gelombang suara yang memerlukan meduium untuk
merambat. Dalam sonikasi medium yang digunakan adalah air karena sonikasi
menggunakan medium cairan. Sonikasi mampu memecah ikatan antar molekul
sehingga dapat mempercepat pelarutan suatu senyawa dimana sonikasi akan
menghasilkan ukuran vesikel yang lebih kecil. Sonikasi dengan bath sonicator
dilakukan dengan menempatkan tabung sampel yang mengandung partikel suspense
ke dalam bath sinicator kemudian disonikasi selama 5-10 menit semakin lama waktu
sonikasi proses ini akan mengakibatkan ukuran nanopartikel semakin homogen dan
penggumpalan semakin berkurang. (Akib dkk., 2014; Delmifiana dan Astuti, 2013).

Daftar Pustaka
Akib, N.I., Suryani, Halimahtussaddiyah R., N. Prawesti. 2014. Preparasi
Fenilbutazon dalam Pembawa Vesikular Etosom dengan Berbagai Variasi
Konsentrasi Fosfatidilkolin dan Etanol. Medula. Vol. 2 (1): 112-118.
Delmifiana, B. dan Astuti. 2013. Pengaruh Sonikasi terhadap Struktur dan
Morfologi Nanopartikel Magnetik yang Disintesis dengan Metode
Kopresipitasi. Jurnal Fisika Unand. Vol. 2 (3): 186-189.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi keempat. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Gandjar,I.G dan A.Rohman. 2016. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Hanapi, A., B. Purwono, dan C. Anwar. 2014. Sintesis Turunan Senyawa
Imina dari Vanilin sebagai Indikator Titrasi Asam Basa. Jurnal Green
Technology3. Vol. 2 (3): 112-118.
Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI – Press: Jakarta.
Melwita,E. dan E.Kurniadi. 2014. Pengaruh Waktu Hidrolisis dan
Konsentrasi H2SO4 pada Pembuatan Asam Oksalat dari Tongkol Jagung. Teknik
Kimia. 2(20):55-63.
Widyaningsih,L. 2009. Pengaruh Penambahan Kosolven PropilenGlikol
Terhadap Kelarutan Asam Mefenamat. Skripsi. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Wiratmaja,I.G., I.G.B.W.Kusuma, dan I.N.S.Winaya. 2011. Pembuatan
Etanol Generasi Kedua dengan Memanfaatkan Limbah Rumput Laut
Eucheuma Cottonii Sebagai bahan Baku. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin CakraM.
5(1):75-84.

Anda mungkin juga menyukai