The influence of
snoring, mouth breathing and apnoea on facial morphology in late childhood: a three-
dimensional study. BMJ Open; p: 1- 9
(Ali et al.,2015):
Definisi
Prevalensi
Terdapat beberapa penelitian tentang prevalensi SDB pada anak. Telah dilaporkan bahwa
mendengkur ditemukan pada 10% anak pra sekolah. Prevalensi orangtua yang melaporkan
anaknya mendengkur yaitu sebanyak 7.5% pada anak usia 2-18 tahun. Sedangkan, prevalensi
pernafasan mulut pada anak dilaporkan sebanyak 3-50%, dan prevalensi terjadinya OSA
yaitu sebesar 0,7-4% diantara anak usia 2-18 tahun (Ali et al.,2015).
Menurut sebuah penelitian oleh Lie et al (2013), menunjukkan bahwa anak dengan PS akan
berkembang menjadi OSA pada periode 4 tahun kemudian (Borovich, 2016)
Etiologi
Tinjauan terbaru mengatakan bahwa hipertrofi adenotonsilar merupaka penyebab utama
terjadinya SDB pada anak. Hipertrofi adenotonsilar berhubungan dengan obstruksi nasal,
yang menyebabkan gangguang bernafas, dan memicu terjadinya gangguan pola tidur,
makan, menelan, dan berbicara. Oleh karena itu, terapi utama untuk anak dengan SDB yaitu
adenotonsilektomi (Ali et al.,2015).
Selain itu, faktor lain seperti obesitas juga dipertimbangkan sebagai faktor risiko terjadinya
SDB pada anak.
Pendahuluan
Mendengkur didefiniskan sebagai suara getaran yang terdengar dari saluran nafas atas selama
respirasi, saat keadaan tidur. Mendengkur disebabkan oleh obtruksi saluran nafas atas parsial,
seringnya termasuk obstruksi nasal. Kejadian mendengkur meningkat seiring dengan
meningkatnya BMI, baik dengan atau tanpa apneu.
Mendengkur merupakan gejala paling umum dari sleep disorder breathing (SDB). Mendengkur
terjadi pada 26% anak usia sekolah dan hal tersebut didipertimbangkan sebagai gejala primer
dari obstruksi saluran nafas atas dengan derajat keparahan dari mendengkur primer (tidak ada
bukti abnormalitas pada ventilasi) sampai obstruksi berat yang ditandai oleh gangguang
pertukaran gas. Pernafasan mulut, sebagai akibat dari adanya peningkatan resistensi nasal,
berhubungan kuat dengan kebiasaan mendengkur. Zicari AM, Duse M, Occasi F, Luzzi V,
Ortolani E, Bardanzellu F, dkk (2014). Cephalometric pattern and nasal patency in children with
primary snoring: The evidence of direct correlation. PLoS ONE; 9 (10): 1-7.
Yanney M 2015. Sleep disorder breathing in children: Who, when and how to investigate?.
British Journal Of Family Medicine, 3 (5): 15-19.
Sleep Disorder Breathing (SDB) merupakan gangguan dengan spectrum yang luas, dengan
tingkat keparahan paling rendah yaitu Primary Snoring / mendengkur primer sampai Upper
Airway Ressistance Syndrome (UARS) dan Obstructive Sleep Apneu (OSA).
OSA didefinisikan sebagai episode berulang obstruksi saluran nafas atas baik komplit maupun
parsial selama tidur, yang mengakibakan gangguang pertukaran gas dan pola tidur.
Apnoe berulang yang terjadi bersamaan dengan OSA menyebabkan episode desaturasi oksigen,
yang berhubungan dengan arousal. Perubahan desaturasi oskigen, retensi karbondioksida, dan
perubahan tekanan intrathoraks, yang berhubungan dengan OSA, menyebabkan perubahan cepat
pada denyut jantung dan lonjakan tekanan darah, yang disebabkan oleh pelepasan katekolamin.
Perubahan ini menyebabkan disfungsi autonom dan abnormalitas pada kardiovaskuler; seperti
hipertensi sistemik. Episode hipoksia yang berulang juga menyebabkan peningkatan resistensi
pembuluh darah pulmo yang mengakibatkan hipertensi pulmonal hingga gagal jantung kanan.
UARS merupakan obstruksi saluran nafas atas yang tidak begitu parah, ditandai oleh
peningkatan usaha untuk bernafas dan fragmentasi tidur, namun tanpa adanya episode penurunan
saturasi yang signifikan maupun gangguan pada pertukaran gas.
Kebiasaan mendengkur atau mendengkur primer merupakan diskripsi dari resistensi saluran
nafas atas yang ringan yang menghasilkan suara saat bernafas, namuntidak berhubungan dengan
fragmentasu tidur dan gangguan pada pertukaran gas.
Diagnosis SDB
Anamnesis
Gejala paling umum yaitu mendengkur yang terjadi intermiten. Selain itu juga adanya riwayat
apnoe saat tidur dan fragmentasi tidur. Posisi tidur yang tidak biasa, khususnya posisi dengan
hiperekstensi leher. Adanya abnormalitas pada kraniofasial dan palatum. Gejala lain seperti
gangguan perilaku, seperti hiperaktif dan sulit berkonsentrasi. Tampak leleh saat siding hari, jga
merupakan gejala adanya SDB pada anak, namun lebih sering ditemukan pada orang dewasa.
Drolling atau mengeces dan nyeri kepala pada pagi hari dapat ditemukan pada usia prasekolah
maupun usia sekolah.
Anamnesis saja tidak cukup untuk membedakan antara kebiasaan mendengkur dengan OSA.
Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksan fisik dilakukan untuk mengetahui faktor predisposisi terjadinya SDB dan juga untuk
mengetahui adanya komorbid. Pemeriksaan yang perlu dilakukan yaitu diantaranya assesmen
pertumbuhan dan tekanan darah. Perlu juga diperhatikan ada tidaknya abnormalitas pada
kraniofasial dan palatum seperti pada Sindrom Pierre Robin; mikrognatia dengan celah palatum.
Pemeriksaan pada saluran nafas atas dilakukan untuk mengetahui adanya rhinitis, konka nasalis
inferior yang prominen, wajah adenoid, bernafas lewat mulut, hipertrofi tonsil.
Sindrom down
Penyakit neuromuscular
Abnormalitas kraniofaial
Akondroplasia
Mukopolisakarida
Syndrome prader-willi
Selain dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, perlu dilakukaan sleep study / uji tidur
Untuk mengkonfirmasi derajat keparahan SDB pada anak. Beberapa Uji tidur yang dapat
dilakukan yaitu yaitu:
Komplikasi mendengkur
Terdapat peningkatan kesadaran tentang efek negatif dari SDB, baik OSA maupun PS yang tidak
diterapi dengan baik. SDB dapat mempengaruhi beberapa sistem di tubuh. Komplikasi
neurokognitif dan kardiovaskular berhubungan secara signifikan dengan gangguan pertumbuhan
dan mood. (Chawlaa dan Waters, 2015).
Pada sebuah penelitian RCT, yang membandingkan neurokognitif dan perilaku pada pasien OSA
(usia 5–9 tahun) yang hanya diobservasi (watchful waiting) selama 7 bulan dengan pasien yang
dilakukan adenotonsilektomi, menunjukkan bahwa sebanyak 454 anak dengan OSA yang mendapat
terapi adenotonsilektomi mengalami kemajuan pada perilaku, kualitas hidup dan temuan pada PSG
(Chawlaa dan Waters, 2015).
Chawlaa J dan Waters KA (2015). Snoring in children. Journal of Paediatrics and Child Health: 847–
851
Beberapa penelitian menyatakan adanya hubungan antara OSA dengan kualitas hidup
harian pasien. Tidur yang terganggu akan meningkatkan kelelahan yang menyebabkan
irritability, gangguan konsentrasi, mood depresif, dan penurunan minat pada aktivitas harian.
Penurunan kualitas hidup harian berpengaruh pada hubungan anak dengan keluarga, sekolah,
dan teman sebaya
Jackman AR, Biggs SN, Walter LM, Embuldeniya US, Davey MJ, Nixon GM, et al.
Sleep disordered breathing in early childhood: Quality of life for children and families.
Sleep. 2013; 36(11): 1639-46.