Anda di halaman 1dari 6

HIV / AIDS

Human Immunodeficiency Virus (HIV), termasuk dalam family Retroviridae,


merupakan virus yang menyebabkan Acquired Immunodeficiency Sindrom (AIDS) yang
merupakan stadium akhir pada serangkaian abnormalitas imunologis dan klinis yang yang
dikenal sebagai spektrum infeksi HIV. HIV secara langsung dan tidak langsung akan
merusak sel CD4, sehingga mengakibatkan semakin berkurangnya jumlah sel CD4, dimana
sel CD4 merupakan bagian yang penting dari sistem kekebalan tubuh manusia. Jika virus
HIV membunuh sel CD4 sampai terdapat kurang dari 200 sel permikro liter darah, maka
kekebalan seluler akan hilang, sehingga akan membuat sulit bagi sistem kekebalan tubuh
untuk melawan infeksi.
HIV ditularkan (menyebar) dari satu orang ke orang lain melalui cairan tubuh tertentu
(darah, air mani, cairan kelamin, dan air susu ibu). Berhubungan seks tanpa kondom atau
berbagi jarum obat dengan orang yang terinfeksi oleh HIV adalah cara yang paling umum
untuk menularkan HIV. Kita tidak bisa mendapatkan HIV dengan berjabat tangan, memeluk,
atau berciuman mulut dengan seseorang yang mengidap HIV. Dan HIV tidak menyebar
melalui benda seperti kursi, toilet, pegangan pintu, piring, atau gelas minum yang digunakan
oleh orang dengan HIV.
A. Struktur HIV
HIV terdiri dari 3 bagian utama yaitu envelope yang merupakan bagian terluar, capsid
polimerisasi (pol) yang meliputi isi virus dan core (gag) untuk grup antigen protein,
merupakan isi virus. Lapisan envelope terdiri dari lemak ganda yang terbentuk dari
membrane sel pejamu serta protein dari sel pejamu. Pada lapisan ini tertanam glikoprotein
gp41. Pada bagian luar glikoprotein ini terikat molekul gp120. Pada elektroforesis kompleks
antara gp120 dan gp41 membentuk pita gp160. Capsid merupakan lapisan protein yang
dikenal sebagai p17. Pada bagian core terdapat sepasang RNA rantai tunggal, enzyme-enzym
yang berperan dalam replikasi seperti reserve transcriptase (p61), endonuklease (p31), dan
protease (p51) serta protein lainnya terutama p24.
B. Pemeriksaan
Untuk menegakkan diagnosis infeksi HIV dengan melakukan pemeriksaan
laboratorium kita bagi dalam dua kelompok yaitu uji imunologi dan uji virology.
 Uji Imunologi
Uji imunologi bertujuan untuk menemukan adanya respon antibody terhadap HIV dan
juga digunakan sebagai test skrining.
 Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Merupakan uji penapisan infeksi HIV yaitu suatu tes untuk mendeteksi
adanya antibody yang dibentuk oleh tubuh terhadap virus HIV. Dalam hal ini
antigen mula-mula diikat benda padat kemudian ditambah antibody yang akan
dicari. Setelah itu ditambahkan lagi antigen yang bertanda enzim, seperti
peroksidase dan fosfatase. Akhirnya ditambahkan substrat kromogenik yang
bila bereaksi dengan enzim dapat menimbulkan perubahan warna. Perubahan
warna yang terjadi seuai dengan jumlah enzim yang diikat dan sesuai pula
dengan kadar antibody yang dicari.2 ELISA memiliki sensitifitas yang tinggi,
yaitu > 99,5%. Metode ELISA dibagi 2 jenis tehnik yaitu tehnik kompetitif
dan non kompetitif.
Tehnik non kompetitif ini dibagi menjadi dua yaitu sandwich dan
indirek. Metode kompetitif mempunyai prinsip sampel ditambahkan antigen
yang berlabel dan tidak berlabel dan terjadi kompetisi membentuk kompleks
yang terbatas dengan antibody spesifik pada fase padat. Prinsip dasar dari
sandwichassay adalah sampel yang mengandung antigen direaksikan dengan
antibody spesifik pertama yang terikat dengan fase padat. Selanjutnya
ditambahkan antibody spesifik kedua yang berlabel enzim dan ditambahkan
substrat dari enzim tersebut.. Antibody biasanya diproduksi mulai minggu ke
2, atau bahkan setelah minggu ke 12 setelah tubuh terpapar virus
HIV,sehingga kita menganjurkan agar pemeriksaan ELISA dilakukan setelah
setelah minggu ke 12 setelah seseorang dicurigai terpapar (beresiko) untuk
tertular virus HIV,misalnya aktivitas seksual berisiko tinggi atau tertusuk
jarum suntik yang terkontaminasi. Tes ELISA dapat dilakukan dengan sampel
darah vena, air liur, atau urine.
 Radioimmunoassay (RIA)
Prinsip dasar dari RIA adalah reaksi suatu antibody dalam konsentrasi
yang terbatas dengan berbagai konsentrasi antigen. Bagian dari antigen yang
bebas dan yang terikat yang timbul sebagai akibat dari penggunaan antobody
dalam kadar yang terbatas ditentukan dengan menggunakan antigen yang
diberi label radio isotop. Pada prinsip kompetitif bahan yang mengandung
antigen yang berlabel dan antigen yang terdapat di dalam sampel akan diberi
label radio isotop sehingga terjadi kompetisi antara antigen yang akan
ditentukan kadarnya dan antigen yang diberi label dalam proses pengikatan
antibody spesifik tersebut sampai terjadi keseimbangan. Sisa antigen yang
Universitas Sumatera Utara diberi label dan tidak terikat dengan antibody
dipisahkan oleh proses pencucian. Setelah itu dilakukan penambahan
konyugate, sehingga terjadi pembentukan kompleks imun dengan konjugate.
 Electrochemiluminescence Immunoassay (ECLIA)
Chemiluminescence adalah emisi atau pancaran cahaya oleh produk
yang distimulus oleh suatu reaksi kimia atau suatu kompleks cahaya.
Kompleks ikatan anti gen-antibodi yang terjadi akan menempel pada
streptavidin-coated microparticle. ECLIA menggunakan teknologi tinggi yang
memberi banyak keuntungan dibandingkan dengan metode lain. Pada metode
ini menggunakan prinsip sandwich dan kompetitif. Pada. metode ECLIA yang
menggunakan metode kompetitif dipakai untuk menganalisis substrat yang
mempunyai berat molekul yang kecil. Sedangkan prinsip sandwich digunakan
untuk substrat dengan berat molekul yang besar.
 Imunokromatografi/ Rapid Test
Disebut juga uji strip, berbeda dari metode yang lain, metode ini tidak
memerlukan peralatan untuk membaca hasilnya, tetapi cukup dilihat dengan
kasat mata, sehingga jauh lebih praktis. Metode ini mempunyal dua jenis
prinsip yang berbeda.
 Reaksi langsung (Double AntibodySandwich)
Metode ini biasanya dipakai untuk mengukur susbtrat vang besar dan
memiliki lebih dari satu epitop. Suatu substrat yang spesifik terhadap antibody
dimobilisasi pada suatu membran. Reagen pelacak yaitu suatu antibody
diikatkan pada partikel lateks atau metal koloid (konyugat), diendapkan (tetapi
tetap, tidak terikat) pada bantalan konyugat (conyugate pad). Bila sampel
ditambahkan pada bantalan sampel, maka sampel tersebut secara cepat akan
membasahi dan melewati bantalan konyugat serta melarutkan konyugat.
Selanjutnya reagen akan bergerak mengikuti aliran dari sampel sepanjang strip
membran, sampai mencapai daerah dimana reagen akan terikat. Pada garis ini,
kompleks antigen antibody akan terperangkap dan akan terbentuk warna
dengan derajat vang sesuai dengan kadar yang terdapat di dalam sampel. Pada
metode ini, kadar substrat di dalam sample tidak boleh berlebih, tetapi harus
lebih sedikit daripada kadar antibody pengikat (capture Ab) yang terdapat
dalarn capture ilne sehingga mikrosfere tidak diikat pada garis pengikat
(capture line) dan mengalir terus ke garis kedua dari antibody yang
dimobilisasi yaitu garis control (control line).
 Reaksi kompetitif (Competitive inhibition)
Sering dipakai untuk melacak molekul yang kecil dengan epitop
tunggal yang tak dapat mengikat dua antibody sekaligus. Reagen pelacaknya
adalah analit yang terikat pada partikel lateks atau suatu colloidal metal.
Apabila sampel dan reagen melewati zona dimana reagen pengikat
dimobilisasi, sebagian dari substrat dan reagen palacak akan terikat pada garis
capture line. Makin banyak substrat yang terdapat di dalam sampel, makin
efektif daya kompetisinya dengan reagen pelacak. Prosedur pemeriksaan
laboratorium untuk HIV sesuai dengan panduan nasional yang berlaku pada
saat ini, yaitu dengan menggunakan strategi 3 dan selalu didahului dengan
konseling pra tes atau informasi singkat. Ketiga tes tersebut dapat
menggunakan reagen tes cepat (Rapid Test) atau dengan ELISA. Untuk
pemeriksaan pertama (A1) harus digunakan tes dengan sensitifitas yang tinggi
(>99%), sedang untuk pemeriksaan selanjutnya (A2 dan A3) menggunakan tes
dengan spesifisitas tinggi (>99%). Antibodi biasanya baru dapat terdeteksi
dalam waktu 2 minggu hingga 3 bulan setelah terinfeksi HIV yang disebut
masa jendela. Bila tes HIV yang dilakukan dalam masa jendela menunjukkan
hasil ”negatif”, maka perlu dilakukan tes ulang, terutama bila masih terdapat
perilaku yang berisiko.
Saat ini teknik yang umum digunakan untuk deteksi antibody dalam
mendiagnosa HIV adalah Elisa dan Rapid test. Yang paling banyak digunakan
adalah Rapid test. Elisa memerlukan alat pembaca khusus sedangkan Rapid
test bisa diamati langsung secara visual. Rapid test juga bisa digunakan untuk
spesimen yang jumlahnya sedikit bahkan jika hanya satu spesimen. Untuk
sensitifitas dan spesifitas keduanya hampir sama. Jenis pemeriksaan Rapid test
adalah yang paling efisien dan banyak digunakan oleh para klinisi.
 Western Blot
Pemeriksaan Western Blot merupakan uji konfirmasi dari hasil reaktif
ELISA atau hasil serologi rapid tes sebagai hasil yang benar-benar positif.
karena pemeriksaan ini lebih sensitif dan lebih spesifik . Western Blot
mempunyai spesifisitas tinggi yaitu 99,9% apabila dikombinasi dengan
pemeriksaan ELISA. Namun pemeriksaan cukup sulit, mahal membutuhkan
waktu sekitar 24 jam .
Cara kerja test Western Blot yaitu dengan meletakkan HIV murni
pada polyacrylamide gel yang diberi arus elektroforesis sehingga terurai
menurut berat protein yang berbeda-beda, kemudian dipindahkan ke
nitrocellulose. Nitrocellulose ini diinkubasikan dengan serum penderita.
Antibody HIV dideteksi dengan memberikan antlbody anti-human yang sudah
dikonjugasi dengan enzim yang menghasilkan wama bila diberi suatu substrat.
Test ini dilakukan bersama dengan suatu bahan dengan profil berat molekul
standar, kontrol positif dan negatif. Gambaran band dari bermacam-macam
protein envelope dan core dapat mengidentifikasi macam antigen HIV.
Antibody terhadap protein core HIV (gag) misalnya p24 dan protein precursor
(p25) timbul pada stadium awal kemudian menurun pada saat penderita
mengalami deteriorasi. Antibody terhadap envelope (env) penghasil gen
(gp160) dan precursor-nya (gp120) dan protein transmembran (gp4l) selalu
ditemukan pada penderita AIDS pada stadium apa saja. Secara singkat dapat
dikatakan bahwa bila serum mengandung antibody HIV yang lengkap maka
Western blot akan memberi gambaran profil berbagai macam band protein
dari HIV antigen cetakannya.
 Uji Virologi
Tes virologi untuk diagnosis infeksi HIV-1.
 Polymerase Chain Reaction (PCR) Test
Merupakan uji yang memeriksa langsung keberadaan virus HIV pada
plasma,darah,cairan cerebral,cairan cervical, selsel, dan cairan semen. Metode
Reserve Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT PCR) ini yang paling
sensitive. PCR adalah suatu teknologi yang menghasilkan turunan / kopi yang
berlipat ganda dari sekuen nukleotida dari organism target, yang dapat
mendeteksi target organism dalam jumlah yang sangat rendah dengan
spesifitas yang tinggi. Tes ini dapat dilakukan lebih cepat yaitu sekitar
seminggu setelah terpapar virus HIV. Tes ini sangat mahal dan memerlukan
alat yang canggih. Oleh karena itu, biasanya hanya dilakukan jika uji antibodi
diatas tidak memberikan hasil yang pasti.

Anda mungkin juga menyukai