Anda di halaman 1dari 170

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE

DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA


SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU

DEFRI YOZA

SEKOLAH PASCA SARJANA


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keanekaragaman Jenis


Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi Hutan (Edges) Taman Hutan Raya Sultan
Syarif Hasyim Propinsi Riau adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka
di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2006

Defri Yoza
E 015014091
ABSTRAK

DEFRI YOZA. Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi


(Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau. Dibimbing oleh
LILIK BUDI PRASETYO dan ANI MARDIASTUTI.
Fragmentasi habitat pada taman hutan raya Sultan Syarif Hasyim (tahura
SSH) menciptakan berbagai daerah tepi (edges) di sekelilingnya. Daerah tepi ini
memiliki pola, tipe dan keanekaragaman hayati yang berbeda dengan habitat
lainnya. Dalam penelitian ini dianalisis pola, tipe dan keanekaragaman hayati
khususnya burung yang terdapat pada berbagai tipe edge dengan asumsi bahwa
edge ini memiliki karakteristik yang berbeda dalam hal kelimpahan dan
keanekaragaman jenis dibanding dengan habitat sekitarnya. Kelimpahan dan
keanekaragaman jenis burung disurvei dengan menggunakan kombinasi metode
titik contoh (point count) dan jalur. Perbedaan keanekaragaman dan kelimpahan
jenis burung diuji dengan menggunakan uji t-student.
Keanekaragaman jenis burung untuk tipe makanan insektivora dan
karnivora sebagian besar jumlah jenisnya lebih tinggi di edge dibandingkan
dengan di habitat hutan. Sedangkan untuk tipe makanan frugivora dan
nektarivora sebagian besar jumlah jenisnya mengalami penurunan pada edge
dibandingkan dengan habitat hutan.
Respon beberapa spesies menunjukkan adanya spesies yang merupakan
habitat generalist dan habitat specialist . Ada juga spesies yang berperan
sebagai edge exploiter species dan edge avoider species.
Pola edge yang terdapat di tahura SSH memiliki 2 karakteristik yaitu (1)
edge yang merupakan daerah tepi hutan, terdapat pada edge antara hutan
dengan jalan dan hutan dengan hotel (2) edge yang merupakan daerah
peralihan, terdapat pada edge antara hutan dengan semak belukar, belukar
akasia, danau dan kebun. Tipe edge yang ditemukan pada lokasi penelitian
terdiri atas (1) edge hutan dengan semak belukar, (2) edge hutan dengan belukar
akasia, (3) edge hutan dengan danau, (4) edge hutan dengan kebun campuran,
(5) edge hutan dengan kebun sawit (6) edge hutan dengan hotel dan (7) edge
hutan dengan jalan.
Berdasarkan tingkat kesamaan jenis burung dan tingkat keanekaragaman
jenis burung terdapat perbedaan yang signifikan di antara tipe habitat dalam satu
jalur pengamatan sehingga penempatan dan penentuan tipe habitat dan tipe
edge dapat ditentukan dengan indikator jenis burung
Burung dapat dijadikan indikator ekologi daerah tepi berdasarkan komposisi
dan kelimpahan burung jenis-jenis tertentu. Di daerah tepi ditemukan jenis ruang
terbuka dan jenis semi interior.

Kata kunci : keanekaragaman, edge, tahura, burung


© Hak cipta milik Defri Yoza, tahun 2006
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE
DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA
SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU

DEFRI YOZA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Sekolah Pasca Sarjana


Institut Pertanian Bogor
Bogor
2006
Judul Tesis : Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi
(Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi
Riau
Nama : Defri Yoza
NIM : E015014091

Disetujui :

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo MSc Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti MSc
Ketua Anggota

Diketahui

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana


Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Dr.Ir. Dede Hermawan MSc Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto MSc

Tanggal Ujian :20 Maret 2006 Tanggal Lulus :


Kupersembahkan untuk istri, anak
dan keluarga besarku
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan hidayah dan rakhmat-Nya
akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan tema daerah tepi hutan
(edge) dengan judul Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah
Tepi Hutan ( Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau.

Tesis ini sangat penting artinya bagi penulis sendiri dan penulis berharap
dapat memperkaya ilmu pengetahuan bidang biologi konservasi dan ekologi
lanskap, memberikan informasi-informasi berharga dan bahan masukan bagi
pembuat keputusan dalam mengelola hutan dan kawasan yang dilindungi.

Pada kesempatan ini, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih


yang sebesar-besarnya atas bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik
moril maupun materil se hingga kajian ini dapat diselesaikan. Secara khusus
penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Lilik B. Prasetyo MSc dan Ibu Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti MSc
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan, arahan dan
bimbingan dalam penulisan tesis ini.

2. Ibu Ir.Yeni A.Mulyani MSc, PhD selaku dosen penguji saat ujian tesis
Keanekaragaman Jenis Burung ini diselenggarakan

3. Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau yang telah memberikan akses dan
data dalam pelaksanaan penelitian di Tahura Sultan Syarif Hasyim.

4. Pihak Pemda Riau yang telah memberikan bantuan dana penelitian dan
beasiswa untuk studi S-2 di Sekolah Pascasarjana IPB.

5. Pihak Pemko Pekanbaru yang telah memberikan bantuan dana penelitian

6. Pihak Pemkab Kampar yang telah memberikan bantuan dana penelitian

7. Pak Naryo yang membantu dalam pengumpulan data dan analisa vegetasi
dan penentuan jenis-jenis tumbuhan.

8. Istriku Reni Trisnawaty dan anakku Hibrizi Refi Arrantisi atas dorongan dan
pengertian serta kasih sayangnya
9. Mama, papa, ayah dan ibu atas segala doa dan kasih sayangnya serta
semangat yang tak henti dalam mendorong penulis untuk tetap
menyelesaikan studi ini.

10. Mahasiswa Jurusan Manajemen 2002 Fakultas Kehutanan Unilak yang telah
membantu pengumpulan data

11. Adik-adik di Asrama Riau yang telah membantu dalam menyelesaikan segala
rangkaian studi ini.

Bogor, Maret 200 6

Defri Yoza
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekanbaru pada tanggal 6 Mei 1976 dari ayah


Nazaruddin B. dan ibu Rukiaty A. Penulis merupakan putra kelima dari enam
bersaudara.
Tahun 1995 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Pekanbaru dan pada tahun
yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB.
Penulis memilih Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan.
Tahun 2000 penulis menyelesaikan program sarjana (S1) dan tahun 2001
mulai mengajar di Fakultas Kehutanan Universitas Lancang Kuning. Tahun 2002
penulis mendaftar pada Program Pascasarjana IPB dan diterima pada Program
Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan. Tahun 2004 penulis diterima menjadi staf
pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Riau. Saat ini mengajar di Fakultas
Pertanian UNRI, FMIPA UNRI dan Fakultas Kehutanan Universitas Lancang
Kuning. Materi yang diajar mulai dari ekologi, perilaku satwa, konservasi
sumberdaya alam hayati dan biologi konservasi.
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL............................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvi
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang......................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................................... 3
C. Hipotesa .................................................................................................. 4
D. Tujuan Penelitian..................................................................................... 4
E. Manfaat Penelitian .................................................................................. 4
F. Kerangka Pemikiran ................................................................................ 5

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Pengusahaan Hutan dan Deforestasi..................................................... 7
B. Fragmentasi Habitat ................................................................................ 8
C. Dampak Fragmentasi terhadap Spesies ................................................ 9
D. Keanekaragaman .................................................................................... 10
E. Keanekaragaman Jenis Burung . ........................................................... 12
F. Ekologi Lanskap...................................................................................... 12
G. Struktur Lanskap ..................................................................................... 13
H. Efek Tepi (Edge effect) ........................................................................... 17
I. Komposisi Jenis Burung di Daerah Tepi (edge) ..................................... 18
J. Respon Spesies terhadap Edges (Daerah Tepi) .................................... 20
K. Taman Hutan Raya ................................................................................. 21

III. METODE PENELITIAN


A. Pembatasan Masalah ............................................................................. 22
B. Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................... 22
C. Bahan dan Alat ........................................................................................ 22
D. Pengumpulan Data ................................................................................. 23
E. Orientasi Lapangan................................................................................. 25
F. Analisis Data ........................................................................................... 26

IV. KONDISI UMUM TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM


A. Letak, Luas dan Batas ........................................................................... 30

x
B. Kondisi Fisik Dasar Daerah ................................................................... 30
C. Iklim........................................................................................................ 31
D. Kondisi Tanah ......................................................................................... 32
E. Kondisi Hidrologi ..................................................................................... 33
F. Flora dan Fauna...................................................................................... 34
G. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya ...................................................... 35
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Penentuan Edge .................................................................................... 37
2. Kondisi Jalur Pengamatan..................................................................... 38
3. Jumlah Individu dan Komposisi Jenis Vegetasi .................................... 41
4. Indeks Nilai Penting (INP) Vegetasi dan Burung................................... 42
5. Indeks Keanekaragaman Jenis Burung ................................................ 64
6. Indeks Kemerataan Jenis Burung.......................................................... 65
7. Uji Kesamaan Dua Komunitas Burung .................................................. 67
B. Pembahasan
1. Penentuan Edge Berdasarkan Tingkat Kesamaan dan T-hitung ......... 76
2. Pengaruh Penutupan Vegetasi terhadap Jumlah dan Komposisi
Jenis Burung ........................................................................................... 79
3. Pengaruh Ketersediaan Makanan terhadap Jumlah Jenis Burung ...... 84
4. Respon Jenis Burung di Tiap Jalur Pengamatan ................................ 94
5. Edge sebagai Habitat Burung................................................................ 104
6. Tipe-Tipe Daerah Tepi (Edge) ............................................................... 106
7. Burung sebagai Indikator Daerah Tepi (edge) ...................................... 106
VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan.................................................................................................. 110
B. Saran ....................................................................................................... 111
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 112
LAMPIRAN ....................................................................................................... 116

xi
DAFTAR TABEL

Halaman
1. Rata-Rata Curah Hujan (CH) dan Hari Hujan (HH) Beberapa Stasiun Iklim
Terdekat di Sekitar Tahura SSH................................................................ 31
2. INP Jenis Burung Tertinggi di Jalur Tepi Jalan 1 (TJ 1) ............................ 45
3. INP Jenis Burung Tertinggi di Jalur Tepi Jalan 2 (TJ 2)............................ 46
4. INP Jenis Burung Tertinggi di Jalur Semak Belukar (SB) ......................... 48
5. INP Jenis Burung Tertinggi di Jalur Belukar Akasia (BA) ......................... 51
6. INP Jenis Burung Tertinggi di Jalur Danau (DN) ....................................... 54
7. INP Jenis Burung Tertinggi di Jalur Kebun Campuran (KC)..................... 57
8. INP Jenis Burung Tertinggi di Jalur Kebun Sawit (KS) ............................. 60
9. INP Jenis Burung Tertinggi di Jalur HR (HR) ............................................ 63
10. Indeks Keanekaragaman Jenis Burung pada Masing-Masing Jalur
Pengamatan ............................................................................................... 65
11. Indeks Kemerataan Jenis Burung pada Masing-Masing Jalur
Pengamatan ............................................................................................... 67
12. Matriks Indeks Kesamaan Jenis Burung antar Habitat pada Jalur
Pengamatan Tepi Jalan 1 (TJ 1) ............................................................... 68
13. Matriks Indeks Kesamaan Jenis Burung antar Habitat pada Jalur
Pengamatan Tepi Jalan 2 (TJ 2) ............................................................... 69
14. Matriks Indeks Kesamaan Jenis Burung antar Habitat pada Jalur
Pengamatan Semak Belukar (SB) ............................................................. 70
15. Matriks Indeks Kesamaan Jenis Burung antar Habitat pada Jalur
Pengamatan Belukar Akasia (BA) ............................................................. 71
16. Matriks Indeks Kesamaan Jenis Burung antar Habitat pada Jalur
Pengamatan Danau (DN) .......................................................................... 72
17. Matriks Indeks Kesamaan Jenis Burung antar Habitat pada Jalur
Pengamatan Kebun Campuran (KC) ......................................................... 73
18. Matriks Indeks Kesamaan Jenis Burung antar Habitat pada Jalur
Pengamatan Kebun Sawit (KS) ................................................................. 74
19. Matriks Indeks Kesamaan Jenis Burung antar Habitat pada Jalur
Pengamatan Rindu Sempadan (HR) ......................................................... 75
20.Ordo, Famili dan Jumlah Jenis Burung pada Lokasi Penelitian ................ 79
21.Nama Lokal, Nama Ilmiah, Suku dan Jenis Diet Burung ........................... 80

xii
22.Jumlah Jenis dan Jumlah Individu di Jalur Pengamatan ........................... 82
23.Komposisi Famili Buru ng Berdasarkan Jenis Makanan............................. 83

xiii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Diagram alur berpikir penelitian ................................................................. 6
2. Patch-patch yang tersebar dalam matriks................................................. 14
3. Patch yang terdiri dari edge dan core........................................................ 15
4. Hubungan spasial dari daerah perbatasan (boundary), garis batas (border)
dan daerah tepi (edge) (Forman, 1995) .................................................... 15
5. Berbagai respon spesies terhadap edge (Sisk dan Margules, 1992) ....... 20
6. Jalur pengamatan burung dan peletakannya di lapangan ........................ 24
7. Inventarisasi vegetasi metode jalur berpetak (Irawan dan Kusmana,
1995) .......................................................................................................... 25
8. Peta Profil Pohon di Daerah Tepi (edge) Jalur Tepi Jalan 1 (TJ 1) .......... 44
9. Peta Profil Pohon di Daerah Tepi (edge) Jalur Semak Belukar (SB) ....... 47
10. Peta Profil Pohon di Daerah Tepi (edge) Jalur Belukar Akasia (BA) ........ 50
11. Peta Profil Pohon di Daerah Tepi (edge) Jalur Danau (DN) ..................... 53
12. Peta Profil Pohon di Daerah Tepi (edge) Jalur Kebun Campuran (KC) ... 56
13. Peta Profil Pohon di Daerah Tepi (edge) Jalur Kebun Sawit (KS) ............ 59
14. Peta Profil Pohon di Daerah Tepi (edge) Jalur Hotel Rindu (HR) ............ 62
15. Dendrogram Tingkat Kesamaan Jenis Burung antar Habitat Jalur
Pengamatan Tepi Jalan 1 (TJ 1) ............................................................... 68
16. Dendrogram Tingkat Kesamaan Jenis Burung antar Habitat Jalur
Pengamatan Tepi Jalan 2 (TJ 2) ............................................................... 69
17. Dendrogram Tingkat Kesamaan Jenis Burung antar Habitat Jalur
Pengamatan Semak Belukar (SB) ............................................................. 70
18. Dendrogram Tingkat Kesamaan Jenis Burung antar Habitat Jalur
Pengamatan Belukar Akasia (BA) ............................................................. 71
19. Dendrogram Tingkat Kesamaan Jenis Burung antar Habitat Jalur
Pengamatan Danau (DN) .......................................................................... 72
20. Dendrogram Tingkat Kesamaan Jenis Burung antar Habitat Jalur
Pengamatan Kebun Campuran (KC)......................................................... 73
21. Dendrogram Tingkat Kesamaan Jenis Burung antar Habitat Jalur
Pengamatan Kebun Sawit (KS) ................................................................. 74
22. Dendrogram Tingkat Kesamaan Jenis Burung antar Habitat Jalur
Pengamatan Hotel (HR) ............................................................................. 75

xiv
23. Jumlah Jenis Berdasarkan Makanan di Jalur Tepi Jalan 1 (TJ 1) ............ 85
24. Jumlah Jenis Berdasarkan Makanan di Jalur Tepi Jalan 2 (TJ 2) ............ 86
25. Jumlah Jenis Berdasarkan Makanan di Jalur Semak Belukar (SB) ......... 87
26. Jumlah Jenis Berdasarkan Makanan di Jalur Belukar Akasia (BA) .......... 88
27. Jumlah Jenis Berdasarkan Makanan di Jalur Danau (DN)....................... 89
28. Jumlah Jenis Berdasarkan Makanan di Jalur Kebun Campuran (KC) ..... 90
29. Jumlah Jenis Berdasarkan Makanan di Jalur Kebun Sawit (KS) ............. 91
30. Jumlah Jenis Berdasarkan Makanan di Jalur Hotel (HR) ......................... 92
31. Perbandingan Jumlah Jenis Tiap Habitat .................................................. 93
32. Jumlah Jenis Berdasarkan Makanan di Tiap Tipe Habitat ........................ 94
33. Respon Berbagai Jenis Burung di Jalur Tepi Jalan 1 (TJ 1) ..................... 95
34. Respon Berbagai Jenis Burung di Jalur Tepi Jalan 2 (TJ 2) ..................... 96
35. Respon Berbagai Jenis Burung di Jalur Semak Belukar (SB) .................. 97
36. Respon Berbagai Jenis Burung di Jalur Belukar Akasia (BA) .................. 98
37. Respon Berbagai Jenis Burung di Jalur Danau (DN) ................................ 100
38. Respon Berbagai Jenis Burung di Jalur Kebun Campuran (KC) .............. 101
39. Respon Berbagai Jenis Burung di Jalur Kebun Sawit (KS) ...................... 102
40. Respon Berbagai Jenis Burung di Jalur Hotel (HR) .................................. 103

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Peta Kawasan Tahura................................................................................ 116
2. Lokasi Pengamatan di Tahura SSH .......................................................... 117
3. Jenis Burung yang Ditemukan di Lokasi Penelitian .................................. 118
4. INP dan IS Tingkat Semai pada Tepi Jalan............................................... 120
5. INP dan IS Tingkat Pancang pada Tepi Jalan .......................................... 121
6. INP dan IS Tingkat Tiang pada Tepi Jalan ................................................ 122
7. INP dan IS Tingkat Pohon pada Tepi Jalan .............................................. 123
8. INP dan IS Tingkat Semai pada Semak Belukar....................................... 124
9. INP dan IS Tingkat Pancang pada Semak Belukar................................... 125
10. INP dan IS Tingkat Tiang pada Semak Belukar ........................................ 126
11. INP dan IS Tingkat Pohon pada Semak Belukar ...................................... 127
12. INP dan IS Tingkat Semai pada Belukar Akasia ....................................... 128
13. INP dan IS Tingkat Pancang pada Belukar Akasia................................... 129
14. INP dan IS Tingkat Tiang pada Belukar Akasia ........................................ 130
15. INP dan IS Tingkat Pohon pada Belukar Akasia....................................... 131
16. INP dan IS Tingkat Semai pada Danau ..................................................... 132
17. INP dan IS Tingkat Pancang pada Danau................................................. 133
18. INP dan IS Tingkat Tiang pada Danau ...................................................... 134
19. INP dan IS Tingkat Pohon pada Danau .................................................... 135
20. INP dan IS Tingkat Semai pada Kebun Campuran................................... 136
21. INP dan IS Tingkat Pancang pada Kebun Campuran............................... 137
22. INP dan IS Tingkat Tiang pada Kebun Campuran .................................... 138
23. INP dan IS Tingkat Pohon pada Kebun Campuran................................... 139
24. INP dan IS Tingkat Semai pada Kebun Sawit........................................... 140
25. INP dan IS Tingkat Pancang pada Kebun Sawit....................................... 141
26. INP dan IS Tingkat Tiang pada Kebun Sawit ............................................ 142
27. INP dan IS Tingkat Pohon pada Kebun Sawit........................................... 143
28. INP dan IS Tingkat Semai pada Hotel....................................................... 144
29. INP dan IS Tingkat Pancang pada Hotel................................................... 145
30. INP dan IS Tingkat Tiang pada Hotel ........................................................ 146
31. INP dan IS Tingkat Pohon pada Hotel....................................................... 147
32. Jenis Pohon di Tahura SSH....................................................................... 148

xvi
33. Uji Kesamaan dengan t-student pada Komunitas Burung ........................ 149
34. INP Burung di Tepi Jalan 1 ........................................................................ 150
35. INP Burung di Tepi Jalan 2 ........................................................................ 151
36. INP Burung di Semak Belukar ................................................................... 152
37. INP Burung di Belukar Akasia.................................................................... 153
38. INP Burung di Danau ................................................................................. 154
39. INP Burung di Kebun Campuran ............................................................... 155
40. INP Burung di Kebun Sawit ....................................................................... 156
41. INP Burung di Hotel Rindu Sempadan ...................................................... 157

xvii
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Deforestasi dan fragmentasi kawasan lindung meningkat di seluruh wilayah
Indonesia. Proses ini menyebabkan perubahan struktur lanskap dan
berpengaruh terhadap populasi satwa. Indonesia memiliki kawasan lindung yang
terdiri atas kawasan pelestarian alam, kawasan suaka alam dan kawasan lindung
serta hutan lindung. Kawasan pelestarian alam mencakup taman nasional,
taman wisata alam, taman hutan raya sedangkan kawasan suaka alam
mencakup cagar alam, suaka margasatwa dan taman buru (UU No.5 tahun
1990). Berdasarkan data IUCN, 48% taman nasional dan kawasan yang
dilindungi luasnya kurang dari 100 km2 , 50% kurang dari 10.000 km2 dan hanya
2% yang luasnya 10.000 km2 – 100.000 km2 (IUCN 1982 dalam Primack, 1993).
Kawasan lindung memiliki karakteristik ekologi yang berbeda dari satu
tapak dengan tapak yang lain. Fungsi dan tipe ekologi kawasan lindung
dipengaruhi oleh keberadaan manusia yang berinteraksi dengan kawasan
lindung tersebut. Keberadaan manusia menimbulkan efek positif dan negatif
terhadap kawasan lindung. Tindakan manusia yang menimbulkan efek negatif
pada kawasan lindung berupa pembalakan liar, perkebunan, okupasi dan
pembuatan jalan. Pengaruh yang timbul akibat tindakan manusia menyebabkan
terjadinya fragmentasi habitat. Perubahan kondisi lanskap ini berpengaruh
terhadap kelimpahan dan komposisi jenis satwa yang menggunakan lanskap
tersebut sebagai habitatnya (Leopold, 1933 dalam Sisk & Margules, 1995).
Perubahan lanskap terutama daerah tepi menyebabkan fluktuasi jumlah jenis
dan komposisi jenis burung (Johnson & Williams, 2000).
Fragmentasi habitat dan perubahan lanskap menyebabkan Indonesia
masuk ke dalam negara-negara yang mempunyai jenis burung terancam punah
terbesar di dunia, 4 jenis (3,8%) diantaranya termasuk dalam kategori Kritis, 16
jenis (15,4%) termasuk dalam kategori Genting, dan 84 jenis (80,8%) termasuk
dalam kategori Rentan. Jika dilihat dari ancaman kategori tertinggi (Punah di
alam, Kritis dan Genting) kedudukan Indonesia turun ke peringkat lima di bawah
Brazil, Filipina, Kolombia dan Amerika Serikat. (Shannaz et al. 1995).
Fragmentasi habitat pada kawasan lindung dapat memperluas daerah tepi
(edge) dan mengurangi luas daerah inti (core). Daerah tepi memiliki keunikan
dan ciri khas dibandingkan ha bitat utama. Daerah tepi juga sering disebut
2

daerah peralihan atau ekoton. Daerah tepi memiliki asosiasi vegetasi yang
merupakan integrasi dari 2 habitat yang berbeda. Sebagai contoh, daerah tepi
antara hutan dengan kebun dan hutan dengan semak belukar. Daerah tepi
menjadi salah satu alternatif pengelolaan habitat satwa liar. Terjadinya
hubungan antara satwa dengan ekosistem daerah tepi menjadikan dan
menciptakan relung ekologi tersendiri.
Penggunaan daerah tepi oleh satwa terlihat dari jenis satwa burung dan
serangga. Disamping cepat merespon perubahan, burung dapat beradaptasi
terhadap penggunaan habitat dalam waktu yang relatif singkat. Ada jenis-jenis
satwa liar khususnya burung yang menyukai daerah tepi (edge exploiter species)
dan menghindari daerah tepi (edge avoider species) (Sisk & Margules, 1995)
Daerah tepi banyak ditemukan di kawasan lindung daerah Riau yakni
Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim (Tahura SSH). Daerah tepi yang
tercipta merupakan peralihan antara jalan dengan hutan, kebun masyarakat
dengan hutan, belukar dengan hutan dan akasia dengan hutan, sehingga
kawasan lindung ini menjadi penting dari sisi ekologi. Lanskap dengan proporsi
habitat asli yang rendah merupakan efek dari fragmentasi habitat dan kehilangan
habitat. Pengurangan terhadap ukuran habitat tersisa (remnant) menyebabkan
terpecah dan berubahnya matrik dan meningkatnya proporsi habitat yang dekat
dengan perbatasan (Wiens, 1994 dalam Mortberg, 2001) . Disamping itu juga
kawasan lindung Tahura SSH perlu mendapatkan perhatian khusus mengingat
lokasi kawasan ini secara geografis terletak di 3 kabupaten/kota yakni Kabupaten
Kampar, Kota Pekanbaru dan Kabupaten Siak. Menurut Dishut Riau (2003),
Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim (Tahura SSH) sebagai salah satu
kawasan yang dilindungi di daerah Riau pada umumnya dan Pekanbaru pada
khususnya memiliki beberapa fungsi antara lain :
• Sebagai kawasan yang dapat dimanfaatkan potensi alamnya, baik yang
alami maupun yang tidak alami, jenis asli ataupun bukan asli untuk koleksi
tumbuhan dan satwa, untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan ilmu
pengetahuan, serta wisata alam, khususnya bagi masyarakat Riau dan
sekitarnya serta masyarakat luas dan wisatawan mancanegara umumnya.
• Sebagai kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan (melestarikan
fungsi ekologi dan hidrologi, ekonomi dan sosial budaya hutan).
• Sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa
serta keunikan alam yang diharapkan menjadi kebanggaan Provinsi Riau
3

B. Perumusan Masalah
Daerah hutan yang terfragmentasi terdapat hampir di seluruh kawasan
hutan baik kawasan budidaya hutan maupun hutan alam. Hutan terfragmentasi
terjadi diakibatkan oleh adanya gangguan dari luar baik yang alami maupun
buatan. Gangguan manusia sebagai salah satu contoh yang mengubah hutan
menjadi kebun atau kawasan budidaya lainnya telah menciptakan fragmentasi
dan keterputusan antara dua buah hutan yang pada mulanya merupakan satu
kesatuan ekosistem.
Peran, karakteristik dan fungsi hutan setelah terjadinya fragmentasi masih
sedikit sekali menarik perhatian untuk diteliti secara ilmiah. Begitu pula dengan
daerah tepi yang tercipta dan terbentuk hampir di setiap hutan. Daerah tepi
tersebut berbatasan dengan kawasan budidaya pertanian. Daerah tepi hutan
memiliki luas dan tipe yang bermacam-macam. Daerah tepi ini sering dijumpai
membentuk sebuah asosiasi dan tipe ekosistem sendiri. Penentuan daerah tepi
selama ini menggunakan unsur-unsur cuaca sebagai indikatornya dan masih
sedikit sekali yang menggunakan indikator burung dan vegetasi dalam
penentuannya. Keberadaan dan fungsi daerah tepi bagi konservasi jenis sedikit
sekali mendapatkan perhatian dari para ilmuwan dan ahli konservasi di
Indonesia. Namun yang menjadi permasalahan sekarang bagaimana
mengidentifikasi daerah tepi, parameter jenis burung apa saja yang menentukan
daerah tersebut, dan bagaimana peran daerah tepi bagi konservasi
keanekaragaman jenis burung.
Sedangkan permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah :
1 Bagaimana komposisi dan kelimpahan jenis burung di daerah tepi (edge) dan
daerah inti (core) sebagai akibat fragmentasi hutan di Tahura SSH ?
2 Apakah daerah tepi memiliki kelimpahan dan keanekaragaman jenis burung
yang lebih tinggi dibandingkan dengan 2 habitat yang berbatasan ?
3 Bagaimana pola dan tipe daerah tepi (edge) yang terbentuk seiring dengan
perubahan kondisi abiotik remnant forest ?
4 Bagaimana perbedaan pola dan tipe daerah tepi (edge) menyebabkan
terjadinya perbedaan kelimpahan dan keanekaragaman jenis burung ?
5 Apakah jenis-jenis burung dan vegetasi dapat menjadi indikator daerah tepi
(edge) ?
4

C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis pada penelitian adalah :
1. Perbedaan kelimpahan dan keanekaragaman jenis burung terjadi di berbagai
tipe daerah tepi (edges).
2. Daerah tepi memiliki keanekaragaman jenis burung yang paling tinggi
dibandingkan daerah inti hutan (core) dan tipe penggunaan lahan lainnya.
3. Penggunaan lahan yang berbeda menciptakan pola dan tipe daerah tepi
yang beragam.
4. Setiap jenis burung memiliki respon yang berbeda terhadap keberadaan
daerah tepi (edge) dan jenis makanan yang tersedia di habitatnya
5. Keanekaragaman dan kelimpahan jenis burung dapat dijadikan sebagai
indikator ekologi keberadaan daerah tepi.

D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. menganalisis komposisi dan kelimpahan jenis burung di daerah tepi (edge)
dan daerah inti (core) yang terbentuk oleh fragmentasi hutan di Tahura SSH
2. menganalisis perbedaan keanekaragaman jenis burung di berbagai tipe
daerah tepi (edge)
3. menganalisis pola dan tipe daerah tepi (edge) sebagai akibat dari perubahan
penggunaan lahan di Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim (Tahura
SSH) Propinsi Riau
4. menganalisis respon berbagai spesies burung terhadap pola dan tipe daerah
tepi (edge) yang terbentuk
5. menganalisis indikator daerah tepi (edge) berdasarkan kelimpahan dan
keanekaragaman jenis burung

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat sebagai :
1. bahan masukan bagi pemegang kebijakan tentang bentuk dan pola daerah
tepi yang cocok bagi sebuah kawasan yang dilindungi.
2. bahan untuk mencari keterhubungan (connectivity) dan kekompakan bagi
habitat yang berdekatan
3. bahan informasi habitat bagi spesies target dalam manipulasi habitat terkait
dengan respon spesies tersebut terhadap keberadaan edge.
5

4. referensi ilmiah dalam penentuan daerah tepi berdasarkan parameter biotik


(burung dan vegetasi)

F. Kerangka Pemikiran
Kondisi hutan yang terdapat di sekitar pemukiman penduduk rentan
terhadap perubahan. Baik perubahan yang mencakup luas hutan maupun yang
meliputi perubahan fungsi hutan. Perubah an ini terjadi akibat tekanan penduduk
yang mengalihfungsikan hutan untuk kepentingan hidupnya. Hutan diokupasi
menjadi kebun, ladang dan diambil kayunya secara ilegal. Tindakan ini
menciptakan fragmentasi dan kehilangan habitat yang sangat cepat. Perilaku
penduduk ini secara langsung menimbulkan perubahan terhadap luas dan fungsi
hutan.
Perubahan yang terbentuk menciptakan kondisi abiotik dan biotik yang
sangat berbeda dari semula. Kondisi ini secara ekologis disebut fragmentasi
habitat dan hutan yang ditinggalkan disebut remnant forest (edge dan core area).
Fragmentasi habitat adalah perubahan kondisi habitat sebagai akibat tindakan
manusia yang menimbulkan keterputusan dan kehilangan suatu kesatuan
habitat. Remnant forest adalah hutan sisa yang terjadi akibat terganggunya
suatu matriks hutan. Remnant forest terdiri dari edge dan core area.
Lanskap yang terjadi oleh aktivitas manusia dapat mengubah kisaran
keragaman tipe-tipe habitat, termasuk vegetasi alami, lahan pertanian, areal
transmigrasi dan lahan yang terdegradasi oleh industri ekstraksi seperti
pemanenan kayu, pertambangan dan pertanian yang tidak berkelanjutan. Suatu
habitat yang berbeda dengan keterputusan struktur vegetasi disebut daerah tepi
(edge). Efek dari habitat daerah tepi terhadap distribusi dan kelimpahan jenis
satwa mendapatkan perhatian besar dalam literatur ekologi dan manajemen
hidupan liar (Giles 1978 dalam Sisk & Margules, 1995).
Daerah tepi yang semakin luas memberikan dampak terhadap kemampuan
kolonisasi dan distribusi serta laju kepunahan jenis-jenis satwa liar. Dengan
mengetahui peran, fungsi dan karakteristik dari daerah tepi sangat berguna
sebagai alat (tool) dalam manajemen kawasan yang dilindungi berbasiskan
keanekaragaman hayati.
6

Tekanan manusia :
TAHURA SSH Ilegal logging, kebun,
ladang, pemukiman

FRAGMENTASI HUTAN

Indikator Vegetasi
Daerah Tepi (Edge) - Kerapatan tajuk
- Spesies tertentu

Pola dan Tipe Edge

Komposisi Jenis Komposisi dan


Burung Struktur Vegetasi

Kelimpahan dan
Keanekaragaman Jenis Burung

Peran, fungsi, karakteristik edge

Pengelolaan Kawasan
untuk Konservasi Kehati

Gambar 1. Diagram alur berpikir penelitian


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengusahaan Hutan dan Deforestasi


Bapedal (1995) dalam Defriyoza (2000), menyebutkan laju konversi hutan
di Indonesia makin meningkat dari tahun ke tahun. Diperkirakan bahwa 900 ribu
hektar sampai 1,3 juta hektar hutan dibuka se tiap tahun di Indonesia untuk
berbagai macam keperluan. Diperkirakan juga hanya 61 persen habitat alami
yang tersisa. Di pulau Jawa dan Bali, lenyapnya habitat mungkin mencapai 91
persen, sementara di Papua hanya 7%. Di Jawa laju penebangan adalah 1,7%
nomor dua tertinggi setelah di Sumatera. Khusus di Propinsi Riau menurut
Pemda Riau dalam Defriyoza (2000) terjadi pengurangan hutan konversi dari
4.770.085 ha pada tahun 1986 menjadi 1.560.044 ha pada tahun 1992 yang
ditujukan untuk penggunaan perkebunan dan transmigrasi.
Lebih lanjut Defriyoza (2000) mengatakan konversi hutan dilakukan baik
oleh pengusaha maupun masyarakat untuk memenuhi berbagai macam
kebutuhannya. Selain untuk kebutuhan tempat tinggal (transmigrasi) juga untuk
memenuhi keperluan dalam bidang pertanian dan kehutanan. Pembangunan
Hutan Tanaman Industri dan perkebunan menjadi pilihan utama dalam konversi
dan penggunaan lahan, baik HTI dan perkebunan yang berskala kecil dan besar.
Hasil studi FAO pada tahun 1990 yang dikutip oleh Sunderlin dan
Resosudarmo (1996) menyebutkan bahwa kondisi hutan di Indonesia mengalami
penurunan luas dari 74% menjadi 50% dalam selang waktu 30-40 tahun terakhir.
Mengacu pada penelitian yang dilakukan FAO (1990) dalam Sunderlin dan
Resosudarmo (1996) terjadi peningkatan deforestasi dalam estimasi setiap
tahunnya : pada tahun 1970-an sebesar 300.000 ha/tahun; pada tahun 1987
sebesar 600.000 ha/tahun; sedangkan pada tahun 1990 mencapai 1 juta
ha/tahun.
Sedangkan di Propinsi Riau sendiri menurut data RePPProt tahun 1985
luas total 9.859.700 ha, yang berhutan 5.936.500 ha (60,2%). Sedangkan data
dari Dephutbun pada tahun 1997 luas total 9.661.817 ha (tubuh air tidak
dimasukkan dalam perhitungan luas), yang berhutan 5.071.891 ha (52,5%) dan
lain-lain (berawan/tidak ada data) 2.506 ha. Dari data tersebut laju pengurangan
hutan selama 12 tahun seluas 864.609 ha (14,6%) (BLK Pekanbaru, 2001)
8

B. Fragmentasi Habitat
Fragmentasi habitat terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kebanyakan habitat mengalami fragmentasi oleh pembuatan jalan, tanah
pertanian, perkotaan atau kegiatan manusia lain. Fragmentasi habitat adalah
peristiwa yang menyebabkan habitat yang luas dan berkelanjutan diperkecil atau
dibagi menjadi dua atau lebih fragmen (Wilcove et al. 1986; Shafer 1990 dalam
Primack et al. 1998). Sewaktu habitat dirusak, sebagian darinya mungkin
dibiarkan begitu saja. Fragmen- fragmen yang ditinggalkan ini adakalanya
terisolasi satu dengan lainnya oleh adanya daerah yang terdegradasi. Situasi
seperti ini mirip dengan model biogeografi pulau. Fragmen habitat berlaku seperti
pulau yang dikelilingi oleh lautan daerah yang telah diubah oleh manusia.
Fragmentasi dapat terjadi pada daerah yang sangat tereduksi atau pada daerah
yang hanya sedikit mengalami reduksi (Schonewald-Cox dan Buecher 1992
dalam Primack et al. 1998). Habitat yang telah terfragmentasi berbeda dari
habitat asal dalam hal fragmen yang memiliki daerah tepi. Satu contoh
permasalahan yang akan diikuti oleh masalah-masalah yang lain dalam
kaitannya dengan daerah tepi.
Lebih lanjut Forman dan Godron (1986) menyatakan bahwa fragmentasi
habitat adalah proses dinamis yang menghasilkan perubahan pada pola habitat
pada lansekap berdasarkan waktu. Istilah fragmentasi secara umum digunakan
untuk menggambarkan perubahan yang terjadi ketika blok luas dari vegetasi
dimana penebangan memisahkan blok yang lebih kecil dengan yang lainnya.
Proses dari fragmentasi memiliki 3 komponen yang dikenal dengan :
q Kehilangan menyeluruh dari habitat pada lanskap (kehilangan habitat)
q Pengurangan pada ukuran blok dari habitat yang diikuti dengan pembagian
dan pembersihan (pengurangan habitat) dan
q Meningkatnya isolasi habitat untuk penggunaan lahan baru yang diokupasi
pada lingkungan yang terganggu
Habitat terisolasi pada daratan utama, seperti puncak gunung, danau,
hutan terfragmentasi dan cagar alam, dapat dilihat sebagai “pulau” yang
dikelilingi “laut” dari habitat yang tidak sesuai. Selanjutnya teori equilibrium
menjadi teori kerangka kerja pertama untuk menginterpretasi distribusi dan
dinamika fauna pada habitat yang terganggu. Ini diperkuat dengan penelitian
tentang ukuran tubuh pada konsekuensi dari fragmentasi habitat dan isolasinya
bagi satwa (Simberloff 1974; Gilbert 1980; Shafer 1990 dalam Bennet 1999).
9

C. Dampak Fragmentasi terhadap Spesies


Fragmentasi habitat dapat mengancam keberadaan spesies dengan
berbagai cara. Pertama, fragmentasi dapat memperkecil potensi suatu spesies
untuk menyebar dan kolonisasi. Banyak spesies burung, mamalia dan serangga
pada daerah pedalaman hutan tidak akan dapat menyeberangi daerah terbuka
oleh karena adanya bahaya dimakan pemangsa, walaupun daerah terbuka ini
tidak begitu luas. Akibatnya, banyak spesies yang tidak mengkolonisasi lagi
daerah asalnya setelah populasi awalnya hilang (Lovejoy et al. 1980 dalam
Primack et al. 1998). Primack et al. (1998) melanjutkan bahwa penurunan
kemampuan penyebaran hewan yang diakibatkan oleh fragmentasi habitat dapat
mempengaruhi pula kemampuan penyebaran tumbuhan yang bergantung
padanya. Hal ini berlaku bagi tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan buah
berdaging (yang menjadi makanan hewan) dan tumbuh-tumbuhan yang bijinya
dapat melekat pada hewan tertentu. Dengan demikian, fragmentasi habitat yang
terisolasi tidak akan dikolonisasi oleh spesies asli yang sebenarnya dapat
tumbuh di daerah tersebut. Jika pada setiap fragmen spesies punah melalui
proses populasi dan suksesi, spesies baru tidak akan mengkolonisasi daerah ini
oleh karena adanya penghalang penyebaran, dan akhirnya jumlah spesies pada
fragmen habitat tersebut akan mengalami penurunan.
Aspek kedua menurut Primack et al. (1998) yang berbahaya oleh adanya
fragmentasi habitat adalah pengurangan daerah jelajah dari hewan asli.
Kebanyakan spesies hewan, baik sebagai individu atau kelompok sosial, harus
memiliki daerah jelajah yang cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Hewan-hewan ini harus dapat berjalan dari satu sumber makanan ke sumber
makanan yang lain atau yang kadang-kadang tersedia berdasarkan musimnya
seperti buah, biji, rumput, genangan air dll. Suatu sumber makanan mungkin
saja dibutuhkan hanya beberapa minggu atau bahkan sekali per tahunnya. Jika
habitat terfragmentasi, spesies yang berada dalam satu fragmen tidak dapat
berjalan ke fragmen lain yang awalnya merupakan daerah jelajahnya juga.
Misalnya, pagar dapat menghalangi migrasi ilmiah yang dilakukan oleh hewan
pemakan rumput seperti bison di Amerika atau wildebeest di Afrika, sehingga
memaksa hewan-hewan ini untuk mengeksploitasi daerah yang sebenarnya tidak
sesuai sehingga menyebabkan meraka kelaparan dan mengakibatkan pula
penurunan kualitas daerah tersebut.
10

Fragmentasi habitat dapat mempercepat pengecilan atau pemusnahan


populasi dengan cara membagi populasi yang tersebar luas menjadi dua atau
lebih sub populasi dalam daerah-daerah yang luasnya terbatas. Populasi yang
lebih kecil ini menjadi lebih rentan terhadap tekanan silang dalam (inbreeding
depression), genetic drift, dan masalah-masalah lain yang terkait dengan
populasi yang berukuran kecil. Suatu habitat yang luas dapat mendukung suatu
populasi yang besar, tetapi jika sudah terbagi dalam fragmen mungkin saja tidak
ada satu fragmen pun mendukung sub populasi yang cukup untuk bertahan
(Primack, 1993).
Beberapa studi yang dilakukan di beberapa pulau sebagai lokasi
pengamatan, baik di kawasan temperate maupun tropis menunjukkan hasil yang
sama, yang dapat disimpulkan sebagai berikut yaitu bila luas pulau berkisar 1
hingga 25 km2, seperti luas cagar alam dan suaka margastawa pada umumnya,
maka laju kepunahan jenis-jenis burung dalam 100 tahun mencapai 10-50% laju
kepunahan diduga akan semakin tinggi di kawasan yang kecil dan mengalami
fragmentasi. Menurut penelitian Willis 1979 dalam Wilson (1993), di areal seluas
0,2 sampai 14 km2 di kawasan hutan di Brazil yang terisolasi oleh lahan
pertanian, menunjukkan laju kepunahan burung berkisar 14% sampai 64% dalam
100 tahun.
Menurut Harris (1984); Wilcove, et al. (1986); Saunders (1991) dalam
Entebe (2005) aktivitas manusia menyebabkan terganggunya status dan
distribusi populasi serta habitat satwa liar dalam dua hal yaitu (1) pengurangan
total area dari habitat alami dan jumlah populasi sebagai akibat kegiatan
pembangunan dan (2) habitat alami dan kisaran distribusi spesies yang sensitif
mengalami fragmentasi ke dalam potongan-potongan areal yang disebut
“pulau”. Konsekuensi dari terbentuknya “pulau-pulau” habitat, menyebabkan
kualitas habitat bagi spesies bervariasi secara spasial dan kebanyakan spesies
yang terdistribusi dalam sistem metapopulasi dari populasi lokal yang terhubung
oleh penyebaran. Ketahanan metapopulasi sangat tergantung pada efisiensi
penyebaran individual spesies dari satu patch ke patch lain (Meffe et al, 1994;
dalam Entebe, 2005).

D. Keanekaragaman
Menurut Odum (1971) dalam Entebe (2005) keanekaragaman merupakan
hal yang paling penting dalam mempelajari suatu komunitas baik tumbuhan
11

maupun hewan. Keanekaragaman jenis (species diversity) merupakan


pertanyaan yang paling mendasar dan menarik dalam ekologi, baik teori maupun
terapan (Magurran, 1988). Oleh karena itu ahli ekologi harus mengetahui
bagaimana mengukur keanekaragaman jenis dan memahami hasil
pengukurannya. Permasalahannya adalah banyak sekali metode pengukuran
yang telah dikembangkan dan sampai sekarang belum ada kesepakatan di
antara ahli ekologi tentang metode tersebut.
Namun banyaknya metode pengukuran keanekaragaman jenis tidak
terlepas dari konsep keragaman jenis yang mempunyai dua komponen yaitu (1)
jumlah jenis (species richness) yang disebut kepadatan jenis (species density),
berdasarkan pada jumlah total jenis yang ada dan (2) kesamaan/kemerataan
(evenness atau equatability) yang berdasarkan pada kelimpahan relatif suatu
jenis dan tingkat dominansi (Krebs, 1992; Magurran, 1988).
1 Kekayaan Jenis
Kekayaan jenis pertama kali dikemukakan oleh McIntossh tahun 1967.
Konsep yang dikemukakannya mengenai kekayaan jenis adalah jumlah
jenis/spesies dalam suatu komunitas. Kempton (1979) dalam Santosa (1995)
mendefinisikan kekayaan jenis sebagai jumlah jenis dalam sejumlah individu
tertentu. Sedangkan Hurlbert (1971) dalam Magurran (1988) menyatakan
bahwa kekayaan jenis adalah jumlah spesies dalam suatu luasan tertentu.
Beberapa indeks menyangkut kekayaan jenis yang umumnya dikenal adalah
sebagai berikut : (1) metode rarefaction yang pertama kali dikemukakan oleh
Sanders (1986) dan disempurnakan oleh Hurbert (1971) (Magurran, 1988),
(2) indeks kekayaan jenis Margalef; (3) indeks kekayaan jenis Menhinick, (4)
indeks kekayaan jenis Jacknife.
2 Kemerataan Jenis
Konsep ini menunjukkan derajat kemerataan kelimpahan individu antara
setiap spesies. Ukuran kemerataan pertama kali dikemukakan oleh Llyod
dan Ghelardi (1964) dalam Magurran (1988) yang dapat pula digunakan
sebagai indikator adanya gejala dominansi di antara setiap spesies dalam
suatu komunitas. Beberapa indeks kemerataan yang umum dikenal
diantaranya adalah : (1) indeks kemerataan Hurlbert, (2) indeks kemerataan
Shannon-Wiener, (3) indeks kemerataan yang dikemukakan oleh Buzas dan
Gibson (1969) dalam Krebs (1989), (4) indeks kemerataan Hill (1973) dalam
12

Ludwig dan Reynolds (1988) yang lebih dikenal dengan istilah Hill’s evenness
number.

3 Kelimpahan jenis
Kelimpahan jenis atau species abundance merupakan suatu indeks tunggal
yang mengkombinasikan antara kekayaan jenis dan kemerataan jenis
(Magurran, 1988). Diantara sekian banyak indeks kelimpahan jenis, ada tiga
indeks yang paling sering dipakai oleh peneliti di bidang ekologi, yaitu indeks
Simpson, indeks Shannon-Wiener dan indeks Brillouin (Poole, 1974, Krebs,
1992).

E. Keanekaragaman Jenis Burung


Keanekaragaman jenis burung berbeda dari satu tempat ke tempat lain,
tergantung kondisi lingkungan dan faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor
yang mempengaruhi tersebut adalah keragaman konfigurasi dan ketinggian
pohon; sehingga hutan yan g memiliki ukuran pohon dan bentuk yang berbeda-
beda dari satu jenis pohon akan memiliki keanekaragaman jenis burung lebih
tinggi daripada tegakan pohon dari jenis yang berbeda namun memiliki struktur
bentuk yang seragam (MacArthur and MacArthur 1961 dalam Welty 1982).
Menurut Keast (1985), tingginya keanekaragaman jenis burung di hutan
tropis disebabkan oleh kondisi iklim tropis yang relatif stabil dan bersahabat yang
memungkinkan terjadinya relung ekologi dan “species packing” terbentuk,
struktur vegetasi habitat yang beragam, tingginya keanekaragaman jenis
tumbuhan (floristic), beragamnya tipe pakan yang tersedia serta tingginya jumlah
jenis burung yang jarang (rare) dan spesialis (specialized).

F. Ekologi Lanskap
Lanskap adalah suatu wilayah daratan yang heterogen dimana sekelompok
interaksi terjadi dan ekosistem-ekosistem yang homogen ditemukan berulang
dalam bentuk yang sama. Lanskap dibentuk oleh tiga mekanisme yang bekerja
didalamnya proses geomorfologi alami, pola kolonisasi organisme dan gangguan
lokal terhadap kedudukan komponennya. Gangguan termasuk aktivitas manusia
seperti kegiatan pertanian dan penebangan hutan (Forman, 1995).
Ekologi lanskap adalah studi tentang pola lanskap, interaksi antara patch-
patch dalam sebuah mosaik lanskap dan bagaimana pola dan interaksi ini
13

berubah sepanjang waktu. Lebih lanjut ekologi lanskap terlibat dalam hal
penerapan prinsip-prinsip ini dalam formulasi pemecahan masalah yang ada di
dunia. Ekologi lanskap mempertimbangkan perkembangan dan dinamika dari
ruang heterogen dan dampaknya terhadap proses-proses ekologi dan
manajemen dari ruang yang heterogen tersebut. (McGarigal, 2004).
Ekologi lanskap memfokuskan perhatiannya pada tiga karakter lanskap
yaitu : (1) struktur, merupakan hubungan spasial di antara ekosistem atau
elemen yang terdapat didalamnya seperti aliran energi, materi dan spesies yang
berhubungan dengan ukuran bentuk, jumlah dan macam konfigurasi ekosistem;
(2) fungsi, yaitu interaksi antara elemen spasial seperti aliran energi, materi dan
spesies di antara komponen ekosistem; (3) perubahan, yaitu perubahan struktur
dan fungsi yang berlangsung terus-menerus ( McGarigal, 2004).

G. Struktur Lanskap
G.1. Patch dan Matriks Habitat
Menurut Forman dan Godron (1986) patch adalah daerah yang relatif
homogen yang berbeda dengan sekitarnya yang biasanya patch terdapat dalam
suatu matrik yaitu wilayah yang mengelilinginya yang mempunyai struktur dan
komposisi yang berbeda. Patch lanskap dapat dicirikan dengan mengacu pada
beberapa tipe dasar dimana asal-usulnya melibatkan gangguan, heterogenitas
habitat dan aktivitas pertanian, yaitu :
a. Disturbance patch, terjadi mengikuti gangguan lokal (kebakaran,
penggundulan) di dalam suatu matriks dan secara normal dicirikan oleh
vegetasi suksesi.
b. Remnant patch adalah satu patch dari matriks habitat asli yang merupakan
sisa ketika gangguan yang luas terjadi disekitarnya, misalnya suatu kumpulan
tegakan dari hutan asli dikelilingi oleh tanah pertanian.
c. Environmental resource patch, adalah suatu patch dimana kumpulan
sumberdaya fisik berbeda dari yang mengelilingi mereka dan mempengaruhi
komposisi biotik (contoh : tipe tanah khusus, suatu selokan atau parit).
d. Introduced patch, terjadi mengikuti introduksi spesies dan dipelihara oleh
manusia
Untuk lebih jelas posisi patch dalam matriks dan definisi patch dapat dilihat pada
Gambar 2.
14

Keterangan : patch matriks


Gambar 2 : Patch-patch yang tersebar dalam matriks

Pada Gambar 2, dimana keadaan matrik yang terfragmentasi


menyebabkan terjadinya patch-patch, dengan kata lain fragmentasi
menyebabkan kawasan hutan primer yang semula saling bersambungan
berubah menjadi pulau-pulau kecil yang terpencar (patch-patch dianggap
sebagai pulau-pulau). Di bidang biologi konservasi pernah terjadi debat
berkepanjangan, mengenai pada keadaan manakah kekayaan spesies akan
dapat dicapai secara maksimal : satu cagar alam (tunggal) yang berukuran besar
atau cagar alam yang berukuran sama namun terpecah-pecah dalam beberapa
lokasi yang lebih kecil (Diamond 1975; Simberloff dan Abele 1976, 1982;
Terborgh 1986). Perdebatan ini dikenal sebagai SLOSS debate (single large or
several small, satu besar atau beberapa kecil). Para pendukung cagar alam
tunggal berpendapat bahwa bagi spesies yang berukuran besar yang memiliki
jelajah luas serta memiliki kerapatan individu yang kecil (misalnya karnivora
besar) hanya cagar alam yang besar akan dapat mempertahankannya dalam
jumlah yang mencukupi sehingga mewujudkan populasi umur panjang.
Di lain pihak, beberapa ahli biologi konservasi berpendapat bahwa cagar
alam kecil yang ditempatkan secara baik akan mempunyai berbagai kelebihan
(dibandingkan satu blok cagar alam yang berukuran serupa) karena dapat
mencakup tipe-tipe habitat yang lebih beragam, serta dapat menampung lebih
banyak populasi spesies langka (Simberloff dan Gotelli, 1984). Namun pada
akhirnya terbentuk juga konsensus, bahwa strategi mengenai ukuran cagar alam
akan disesuaikan dengan kelompok spesies yang akan dilindungi (Soule dan
Simberloff 1986). Telah dapat diterima bahwa dibandingkan dengan cagar alam
yang kecil), cagar alam yang berukuran besar akan lebih menampung banyak
15

spesies, karena mampu menampung lebih banyak individu dan karena memiliki
habitat yang lebih beragam. Bagaimanapun, cagar alam yang berukuran kecil
namun dikelola dengan baik juga bermanfaat, karena dapat menyediakan
perlindungan bagi banyak spesies tumbuhan, avertebrata dan vertebrata ukuran
kecil (Lesica dan Alendorf, 1992).
Struktur lanskap mempengaruhi pergerakan satwa (Forman dan Godron,
1986), karena fragmentasi lanskap yang terjadi menyebabkan gap yang
memisahkan populasi satwa ke dalam patch-patch habitat dan menghalangi
pergerakan satwa. Sampai sejauh mana suatu matrik (gap) dapat menghalangi
pergerakan satwa sangat tergantung pada konfigurasi spasial gap tersebut yang
kemudian diterima oleh satwa secara berbeda pada skala spasial yang sangat
spesifik (Kotliar dan Wiens, 1990, Keith et al. 1997 dalam St. Clair et al. 1988
dalam Cahyadi, 2002). Pergerakan satwa melintasi gap antar patch akan
bervariasi antar tiap spesies, tipe patch habitat, tipe matrik dan faktor lain seperti
variasi cuaca, musim, rute alternatif, serta resiko yang mungkin dihadapi
(predator, jarak perjalanan) (St.Clair, et al. 1988 dalam Cahyadi, 2002)

G.2. Struktur Patch (Daerah Tepi (Edge) dan Daerah Inti (Core))
Thomas et al. (1979), mendefinisikan edge sebagai tempat pertemuan dua
komunitas tumbuhan yang berbeda, yang jika dilihat dari struktur lanskapnya,
edge dapat dibedakan menjadi 1). Inheren edge yaitu edge yang terbentuk dari
pertemu an dua komunitas yang berbeda tingkat suksesinya dan 2). Induced
edge yaitu edge yang terbentuk karena adanya gangguan, misalnya
penggembalaan, logging, kebakaran. Fragmentasi habitat secara dramatis akan
menambah luas daerah tepi (edge). Lingkungan mikro daerah tepi berbeda
dengan lingkungan mikro di bagian tengah hutan. Oleh karena spesies
tumbuhan dan hewan biasanya beradaptasi untuk suhu, kelembaban dan
intensitas cahaya tertentu, perubahan tersebut akan memusnahkan banyak
spesies dari fragmen-fragmen hutan. Ilustrasi patch yang memiliki edge dan core
dapat dilihat pada Gambar 3.
Tingkat keanekaragaman hayati pada setiap edge juga berbeda dengan
daerah core (bagian tengah hutan). Edge dipandang sebagai suatu ekosistem
tersendiri yang diakibatkan oleh pertemuan dua tipe ekosistem.
Keanekaragaman pada edge lebih tinggi dari pada daerah core. Leopold (1933)
menyatakan bahwa edge mempunyai kelimpahan jenis dan spesies yang besar,
16

karena efek aditif dari fauna karena adanya pertemuan patch dan matriks yang
berbeda.
Bentuk, luas, dan konfigurasi spasial edge mempengaruhi proses
ekosistem pada edge. Edge yang sempit akan mempunyai tingkat biodiversity
yang rendah. Matriks yang terfragmentasi, akan menimbulkan banyak edge.
Fragmentasi adalah proses perubahan dari matriks homogen dan kompak,
menjadi matriks yang heterogen dan terpecah-pecah. Kondisi matriks yang
terfragmentasi ini akan berbeda dengan matriks awal dalam hal : (a) matriks
yang terfragmen akan mempunyai area edge yang lebih luas, (b) jarak pusat
matriks dengan edge menjadi lebih dekat (c) core area menjadi lebih sempit.
Perbedaan inilah yang menyebabkan perbedaan komposisi/biodiversitasnya.

patch

core edge

Gambar 3. Patch yang terdiri dari edge dan core

Masing-masing patch yang elemen lanskapnya terdiri dari edge, akan


menunjukkan edge effect (misalnya pada edge didominasi oleh spesies yang
hanya ditemukan di daerah tepi). Daerah terdalam dari elemen lanskap yang
dianggap sebagai core, didominasi oleh spesies yang hanya ditemukan pada
daerah yang jauh dari daerah tepi. Border adalah garis yang memisahkan edge
dari elemen lanskap yang berbatasan. Dua edge membentuk wilayah
perbatasan (boundary), dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Hubungan spasial dari daerah


perbatasan (boundary), garis batas
(border) dan daerah tepi (edge)
(Forman, 1995).
17

H. Efek Tepi (Edges effect)


Fragmentasi habitat secara dramatis menambah luas daerah tepi.
Lingkungan mikro daerah tepi berbeda dengan lingkungan mikro di bagian
tengah hutan. Beberapa efek tepi yang penting adalah naik turunnya intensitas
cahaya, suhu, kelembaban, dan kecepatan angin secara drastis (Kapos 1989,
Bierregaard et al. 1992 dalam Primack et al. 1998). Efek tepi ini terasa nyata
sampai sejauh 500 m ke dalam hutan (Laurance, 1991 dalam Primack et al.
1998). Oleh karena spesies tumbuhan dan hewan biasanya teradaptasi untuk
suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya tertentu, perubahan tersebut akan
memusnahkan banyak spesies dari fragmen-fragmen hutan. Spesies tumbuhan
liar yang toleran pada naungan di daerah beriklim sedang, spesies pepohonan
yang muncul belakangan pada suksesi di daerah tropik dan hewan-hewan yang
sensitif pada kelembaban seperti amfibi biasanya dapat dengan cepat
termusnahkan oleh fragmentasi habitat dan akhirnya akan menyebabkan
perubahan komposisi spesies dari suatu komunitas.
Spesies tumbuhan belukar dan spesies pemula (pionir) yang lain dapat
tumbuh dengan cepat sebagai reaksi terhadap meningkatnya intensitas cahaya.
Tetumbuhan ini dapat berfungsi sebagai penghalang yang mengurangi efek dari
gangguan lingkungan bagi bagian dalam fragmen. Dalam hal ini, daerah tepi
hutan memegang peranan yang penting untuk menjaga komposisi spesies dari
fragmen hutan, tetapi dalam proses selanjutnya, komposisi spesies dari daerah
tepi hutan akan berubah sehingga daerah sebelah dal am akan berkurang
(Primack, 1993).
Jika hutan telah terfragmentasi, pertambahan kecepatan angin, rendahnya
kelembaban dan tingginya suhu pada daerah tepi akan menyebabkan daerah itu
lebih mudah mengalami kebakaran. Kebakaran hutan dapat menyebar ke
fragmentasi habitat dari tanah pertanian di dekatnya yang dibakar secara teratur.
Misalnya pada saat pemanenan tebu atau dari kegiatan petani yang melakukan
perladangan berpindah (Gomez-Pompa dan Kaus 1992 dalam Primack 1993).
Di Kalimantan seluas jutaan hektar hutan hujan tropik terbakar selama musim
kemarau yang panjang antara tahun 1982 dan 1983. Penyebab dari bencana
alam ini adalah gabungan dari praktek-praktek pertanian dan tebang pilih, serta
kegiatan manusia lainnya (Leighton dan Wirawan 1986 dalam Primack et al.
1998).
18

Fragmentasi habitat memperbesar kerentanan fragmen akan invasi spesies


eksotik dan spesies hewan dan tumbuhan pengganggu. Daerah tepi hutan
merupakan lingkungan yang terganggu sehingga spesies pengganggu dapat
dengan mudah berkembang dan menyebar ke bagian dalam fragmen hutan
(Paton 1994 dalam Primack, 1993). Di Amerika Serikat, hewan-hewan omnivora
seperti raccoons, sigung, dan bluejays dapat bertambah jumlahnya di tepi
fragmen. Hewan-hewan ini dapat memperoleh makanan baik dari habitat yang
terganggu maupun dari daerah yang tidak terganggu. Pemangsa yang agresif ini
akan memakan telur dan anak-anak burung hutan sehingga mencegah
keberhasilan reproduksi dari banyak spesies burung yang berada beberapa ratus
meter dari daerah tepi. Burung parasit yang hidup di lapangan terbuka dan tepi
hutan mempergunakan habitat tepi sebagai basis untuk menginvasi bagian
dalam fragmen hutan. Disini, anak-anak mereka menghancurkan telur dan
mengganggu kehidupan anak-anak burung penyanyi. Gabungan dari
fragmentasi habitat, kenaikan pemangsa selama masa kecil dan perusakan
hutan tropik menyebabkan penurunan yang drastis pada spesies burung migran
di Amerika Utara, seperti red-eyed vireo, eastern wood pe wee, dan hooded
warbler (Terborgh 1989 dalam Primack et al. 1998), walapun belum ada kata
sepakat mengenai penyebab sebenarnya serta seberapa jauh mereka menyebar
(James et al. sedang naik cetak dalam Primack dkk, 1998).
Primack (1993) melanjutkan bahwa fragmentasi habitat juga menyebabkan
spesies liar menjadi dekat dengan tumbuhan dan hewan peliharaan. Penyakit
spesies peliharaan ini akan dengan mudah menular ke spesies lain yang tidak
mempunyai imunitas tinggi terhadap penyakit tersebut. Keadaan yang
sebaliknya dapat terjadi, yaitu penyakit menular dari spesies liar ke spesies
peliharaan bahkan juga ke manusia.
Fragmentasi hutan tidak sama dengan forests patch dilihat dari komposisi
dan bentuk dari areal hutan yang terjadi sebagai akibat dari gangguan dan
tekanan dari manusia. (Harris, 1992).

I. Komposisi Jenis Burung di Daerah Tepi (edge)


Komunitas burung pada berbagai tempat mewakili tahapan-tahapan
suksesi yang berbeda sebagai contoh adanya perubahan secara langsung pada
komposisi spesies dari awa l hingga akhir suksesi, spesies dan kekayaan jenis
paling tinggi terdapat pada hutan umur medium (Karr, 1971; May, 1982 dalam
19

Parody et al. 2001). Hasil-hasil tersebut menyatakan bahwa hutan-hutan yang


telah matang komposisi komunitas menunjukkan spesies dan kekayaan jenis
paling tinggi terdapat pada hutan umur medium..
Komposisi jenis burung tajuk bawah mengikuti permudaan menunjukkan
dipengaruhi perubahan cepat pada penutupan vegetasi yang digambarkan oleh
(Stoneman et al (1988) dalam Johnson & Williams 2000). Populasi spesies tajuk
bawah menyediakan bahan untuk rekolonisasi, saat kembalinya struktur vegetasi
yang sesuai (Rowley & Russel, 1991). Sebagaimana jenis tajuk bawah-
permukaan yang bertentangan melalui studi setelah penebangan (White
breasted robin, Grey fantail dan Red-winged fairy wren) umum pada kepadatan
vegetasi di luar hutan, ini sepertinya mereka secara cepat meningkat kembali
dalam lingkungan daerah celah dan daerah celah-daerah tepi. (Johnson &
Williams, 2000).
Perubahan tidak sebesar jenis tajuk bawah permukaan pada jalur
dibandingkan daerah celah dan daerah celah-daerah tepi. Dampak lokal
kebakaran terhadap avifauna terjadi sementara, karena permudaan yang cepat
pada tajuk bawah di Hutan Karri. Bagaimanapun juga, terdapat sedikit
perubahan pada jalur lain yang dapat ditambahkan pada kegiatan terpisah
berkaitan dengan kegiatan penebangan. Sebagai contoh kenampakan dari
Splendid wren diobservasi pada tahun kedua setelah penebangan dapat
ditambahkan dengan pembangunan jalan dalam kaitannya dengan kegiatan
penebangan. Kegiatan penebangan berpengaruh terhadap kehadiran dan
kelimpahan jenis, oleh karena, memperluas areal pada kegiatan penebangan
diperlukan. Pendekatan segala arah pada studi mungkin saja dibutuhkan untuk
mengindikasi perubahan di berbagai bentuk komunitas di seluruh daerah celah
dan daerah celah-daerah tepi. (Johnson & Williams, 2000).
Jokimaki & Suhone (1993), Blair (1996) dalam Parody et al. (2001)
menyatakan bahwa hutan-hutan yang telah matang komposisi komunitas
menunjukkan perubahan secara langsung ketika kekayaan jenis mencapai
puncak dan kemudian menurun mendekati tahap klimaks. Perbandingan
komunitas burung sepanjang peningkatan urbanisasi di lain pihak menunjukkan
peningkatan kekayaan jenis pada kondisi kawasan yang berpenghuni sedikit atau
menengah tetapi akan menurun menuju pusat hunian. Hal ini mengimplikasikan
bahwa level gangguan pada tingkat intermediate mempertahankan level yang
paling tinggi dalam diversitas.
20

J. Respon Spesies terhadap Daerah Tepi (Edge)


Pandangan umum melihat bahwa terdapat tiga kategori respon terhadap
edge yaitu beberapa spesies meningkat kelimpahannya, beberapa menurun dan
beberapa secara relatif tidak berpengaruh. Variasi ketiga kemungkinan tersebut
muncul tergantung apakah spesies tersebut habitat generalis yang terjadi pada
kedua sisi dari edge atau habitat spesialis yang terjadi hanya pada satu tipe
habitat yang berbatasan. Klasifikasi respon terhadap edge memungkinkan
analisis pada level populasi terhadap efek daerah tepi. Menurut Sisk dan
Margules (1995) ada enam klasifikasi respon spesies terhadap daerah tepi dapat
dilihat pada Gambar 5 berikut.

a) HABITAT GENERALIST b) HABITAT SPE CIALIST

Habitat 1 Edge Habitat 2 Habitat 1 Edge Habitat 2

c) HABITAT GENERALIST d) HABITAT SPE CIALIST


EDGE EXPLOITER EDGE EXPLOITER

Habitat 1 Edge Habitat 2 Habitat 1 Edge Habitat 2

e) HABITAT GENERALIST f) HABITAT SPESIALIST


EDGE AVOIDER EDGE AVOIDER

Habitat 1 Edge Habitat 2 Habitat 1 Edge Habitat 2

Gambar 5. Berbagai respon spesies terhadap edge (Sisk dan Margules, 1992)
21

Keterangan :
a) Habitat Generalist; merupakan spesies yang dapat hidup pada semua
wilayah (habitat 1, edge dan habitat 2)
b) Habitat Specialist; merupakan spesies yang hanya dapat hidup pada habitat
1, pada edge mengalami penurunan kelimpahan, ditunjukkan dengan respon
yang tajam (hard response) sedangkan pada habitat 2 mengalami penurunan
kelimpahan, ditunjukkan dengan respon yang tidak begitu tajam (soft
response).
c) Habitat Generalist Edge Exploiter; merupakan spesies yang dapat hidup di
semua wilayah (habitat 1, habitat 2 dan khusus pada edge kelimpahannya
meningkat
d) Habitat Specialist Edge Exploiter; merupakan spesies yang dapat hidup pada
habitat 1 dan pada edge kelimpahannya meningkat, spesies ini cenderung
mendekati edge.
e) Habitat Generalist Edge Avoider; merupakan spesies yang dapat hidup pada
Habitat 1 dan habitat 2 dan khusus pada edge kelimpahannya menurun, jadi
spesies ini cenderung menghindari edge.
f) Habitat Specialist Edge Avoider; merupakan spesies yang dapat hidup pada
habitat 1 dan pada edge kelimpahannya menurun, spesies ini cenderung
menghindari edge.

K. Taman Hutan Raya


Berdasarkan UU RI No. 5 tahun 1990 Taman Hutan Raya adalah kawasan
pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa yang alami atau
buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya,
pariwisata, dan rekreasi.
Sedangkan berdasarkan Dephut (1988), Dengan semakin meningkatnya
jumlah penduduk dan intensifnya pemanfaatan sumberdaya alam telah
menyebabkan penurunan kualitas lingkungan dan potensi sumberdaya alam, hal
ini mendorong upaya untuk berusaha menetapkan kawasan konservasi yang
tidak saja berfungsi sebagai penyangga proses ekologi dan pelestarian
sumberdaya alam, namun juga pemanfaatan sumberdaya alam tersebut untuk
kesejahteraan masyarakat secara luas dan berwawasan lingkungan.
III. METODE PENELITIAN

A. Pembatasan Masalah
Penelitian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi
(Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau selama 6 bulan
adalah untuk menganalisis :
1. Keanekaragaman jenis burung dan komposisi vegetasi sebagai akibat dari
terbentuknya daerah tepi.
2. Daerah tepi yang tercipta akibat fragmentasi hutan dari lingkungan sekitar.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi
(Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim dilakukan pada Taman Hutan
Raya Sultan Syarif Hasyim Pekanbaru Blok Pemanfaatan (Lampiran 1).
Penelitian berlangsung selama 6 bulan (termasuk pengolahan data) yakni bulan
Mei-Oktober 2005.

C. Bahan dan Alat


Obyek yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah ordo burung yang
terdiri atas berbagai jenis burung di kawasan sekitar Taman Hutan Raya Sultan
Syarif Hasyim. Data biotik meliputi data jenis burung dan vegetasi. Selain itu
pengaruh daerah tepi terhadap keli mpahan burung juga menjadi obyek
pengamatan. Pengamatan vegetasi dilakukan untuk melihat perubahan tipe dan
deskripsi vegetasi di daerah edge dan core .
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian dan pengumpulan data meliputi :
1. Binokuler (teropong) 7x50 mm
2. Tambang plastik sepanjang 20 m
3. Pita ukur, phiband dan meteran berukuran 50 m
4. Peta kerja/lokasi dan potret udara/citra satelit.
5. Kompas brunton
6. Kamera SLR, lensa tele 200 mm beserta filmnya
7. Arloji atau alat pengukur waktu
8. GPS (Global Positioning System) merk Garmin
9. Buku Panduan Lapangan Pengenalan Burung “Burung-burung di Sumatera,
Jawa, Bali dan Kalimantan” John Mackinnon.
23

10. Alat perekam suara burung beserta kasetnya


11. Christen meter
12. Kompas Suunto

D. Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan burung dan analisis vegetasi.
Pengamatan pada burung dilakukan dengan menggunakan metode transek
sepanjang 300-500 m (Laurance, 1991 dalam Primack et al. 1998). Pengamatan
burung dilakukan pada pagi dan sore hari antara pukul 06.00 – 09.00 WIB dan
pukul 15.00-18.00 WIB dalam cuaca cerah, baik pada jalur pengamatan yang
telah ditentukan dengan lama pengamatan selama 20 menit interval waktu 5
menit untuk setiap pengamatan.
Data sekunder dikumpulkan melalui studi literatur. Data sekunder
merupakan data pendukung yang sangat penting dan dikumpulkan dari berbagai
sumber antara lain buku teks, skripsi, tesis dan jurnal penelitian.
Pengamatan burung dilakukan baik secara langsung maupun tidak
langsung yaitu dengan mengidentifikasi dari suaranya. Burung yang tidak
teridentifikasi secara langsung akan direkam suaranya dengan tape recorder dan
diidentifikasi berdasarkan contoh suara burung dari Birdlife International.
Jenis data yang dikumpulkan ada dua macam yaitu :
1. Data primer
a. Keanekaragaman jenis burung
Data yang berhubungan dengan komposisi, kelimpahan dan jumlah jenis
burung. Pengamatan burung menggunakan kombinasi titik dan metode
transek. Pengamatan dilakukan di hutan terfragmentasi dan daerah tepi
hutan. Pengamatan dilakukan dari transek-transek dengan panjang 300-
500 m tegak lurus 2 tipe habitat, sehingga panjang jalur bervariasi
tergantung dari kondisi lapangan namun mencakup kedua tipe habitat
yang berdekatan. Masing-masing kondisi ekosistem diletakkan beberapa
transek. Banyak transek disesuaikan dengan kondisi dan tipe edge.
Peletakan titik di lapangan ditunjukkan oleh Gambar 6, dimana setiap titik
pengamatan mewakili daerah tepi hutan dengan penggunaan habitat lain
seperti belukar akasia, kelapa sawit, kebun masyarakat, danau, semak
belukar, hotel dan jalan.
24

Gambar 6. Jalur Pengamatan Burung dan Peletakannya di Lapangan


Keterangan :
a. Edge antara hutan dengan tegakan akasia
b. Edge antara hutan dengan semak belukar
c. Edge antara hutan dengan kebun kelapa sawit
d. Edge antara hutan dengan kebun campuran
e. Edge antara hutan dengan tepi danau
f. Edge antara hutan dengan jalan
g. Edge antara hutan dengan hotel

b. Vegetasi
Data yang berhubungan dengan INP (untuk hutan yang terfragmentasi
dan edge/daerah tepi hutan). Pengumpulan data vegetasi dilakukan pada
jalur pengamatan burung dan tegak lurus dengan daerah tepi hutan.
Metode yang digunakan adalah garis berpetak. Data yang dikumpulkan
untuk tingkat tiang dan pohon adalah jenis, jumlah individu setiap jenis
dan diameter setinggi dada. Untuk tingkat semai dan pancang, data yang
dikumpulkan hanya jenis dan jumlah individu. Bentuk petak tersaji pada
Gambar 7.
25

d
c Arah rintis

b a

Gambar 7. Inventarisasi Vegetasi Metode Jalur Berpetak (Irawan & Kusmana,


1995).
Keterangan :
a. (20m x 20m) untuk tingkat pohon
b. (10 m x 10m) untuk tingkat tiang
c. (5m x 5 m) untuk tingkat pancang
d. (2m x 2m) untuk tingkat semai

Pembuatan jalur pengamatan untuk burung dan vegetasi


1. Sebelum dilakukan pembuatan jalur pengamatan, terlebih dahulu
melakukan orientasi lapangan dengan peta kerja atau remnant forest.
2. Penetapan jalur dilakukan secara purposive sampling berupa jalur-jalur
analisis vegetasi yang ditempatkan mulai dari tepi remnant forest sampai
ke dalam hutan dengan panjang jalur 300-500 m (Laurance, 1991 dalam
Primack et al. 1998) dan jarak antar jalur yang bervariasi bergantung
dengan kondisi keberadaan vegetasi di lapangan.

2. Data Sekunder
a. Peta dan potret udara/citra satelit Taman Hutan Raya SSH
b. Data gangguan terhadap Tahura SSH
c. Data penutupan vegetasi

E. Orientasi Lapangan
Orientasi lapangan dilakukan sebelum penelitian dimulai. Hal ini bertujuan
untuk mengetahui areal penelitian, mencocokkan peta kerja dengan kondisi
lapangan, menentukan lokasi dan titik-titik awal jalur pengamatan. Pada setiap
titik awal jalur pengamatan yang sudah ditentukan, selanjutnya diberi tanda dan
26

kode untuk memudahkan pengamatan. Pengenalan lapangan direncanakan


selama ± 1 min ggu.

F. Analisis Data
F.1. Analisis Keanekaragaman Jenis Burung (Magurran, 1988)
F.1.1. Indeks Keanekaragaman Jenis Burung
Untuk menentukan kekayaan jenis burung digunakan indeks
keanekaragaman Shannon-Wiener dengan rumus :
s
H’ = ∑ - (pi) ln pi

i :1
Dimana
H’ = indeks diversitas Shanon
s = jumlah jenis
pi = proporsi jumlah individu ke-i (n i/N)
ln = log natural

F.1.2. Indeks Kemerataan Jenis Burung


Untuk menentukan proporsi kelimpahan jenis burung dan yang ada di
masing-masing tipe penggunaan lahan digunakan indeks kemerataan (Index of
Equitability or evennes) yaitu jumlah individu dari suatu jenis atau kelimpahan
masing-masing jenis dalam suatu komunitas
E = H’/ln S
Dimana
E = indeks kemerataan
H’= indeks keanekaragaman Shannon
S = jumlah jenis

F.1.3. Analisis Penyebaran Burung


Analisis penyebaran digunakan untuk melihat penyebaran secara horisontal
pada masing-masing habitat pengamatan dengan menggunakan nilai frekuensi
ditemukannya jenis burung dalam plot contoh.
Adapun rumus yang digunakan adalah :
Frekuensi Jenis (FJ) = Jumlah plot ditemukan jenis burung
Jumlah seluruh plot contoh
Frekuensi Relatif (FR) = Frekuensi suatu jenis x 100%
Frekuensi seluruh jenis
27

F.1.4. Analisis Dominansi Jenis Burung


Analisis dominansi jenis burung digunakan untuk melihat bagaimana
komposisi jenis burung yang dominan, sub dominan dan non dominan atau
jarang dalam komunitas burung yang diamati. Analisis menggunakan parameter
kerapatan relatif sesuai dengan kategori yang dikemukakan oleh Jorgensen
(1974), yaitu kategori burung dominan bila kerapatan relatif > 5%, sub dominan
bila kerapatan relatif antara 2% - 5% dan non dominan atau jarang bila kerapatan
relatif < 2%.
Rumus yang digunakan :
Kerapatan jenis (KJ) = Jumlah suatu jenis burung
Luas plot contoh
Kerapatan relatif (KR) = Kerapatan suatu jenis x 100%
Kerapatan seluruh jenis

F.1.5. Indeks Kesamaan Jenis Burung


Perubahan komposisi jenis burung dalam suatu komunitas berkaitan
dengan kondisi habitat. Perubahan tersebut diukur dengan indeks kesamaan
jenis (Similarity Index) terhadap jenis burung yang menghuni antara dua tipe
habitat yang dibandingkan. Data yang digunakan adalah jumlah spesies yang
hadir dan yang tidak hadir. Berikut pendekatan rumus Jaccard (1901) dalam
Utari (2000) :
Indeks Kesamaan Jenis Jaccard (Sj) = a
a + b +c
dimana : a = jumlah jenis yang umum di komunitas A dan B,
b = jumlah jenis yang unik di komunitas A tetapi tidak di komunitas B,
dan
c = jumlah jenis yang unik di komunitas B tetapi tidak di komunitas A
Untuk mengetahui kedekatan atau kekariban antar komunitas burung di berbagai
tipe habitat dianalisis dengan dendrogram

F.1.6. Uji t-student


Uji t-student digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan
keanekaragaman jenis burung antara berbagai fragmentasi-fragmentasi yang
terjadi dan pada masing-masing jenis ruang terbuka hijau pada tingkat
kepercayaan 95% dan 99% dengan menggunakan hipotesa :
28

H0 = tidak ada perbedaan keanekaragaman jenis burung di habitat 1 dan


habitat 2
H1 = ada perbedaan keanekaragaman jenis burung di habitat 1 dan habitat 2

Maka berdasarkan Magurran (1988) persamaan yang digunakan adalah :


Var H’ = Ó pi (ln pi)2 (Ó pi ln pi) 2 + S–1
N 2N2
t- hitung = H1’ – H2’
(Var H1’ + Var H2’) ½
df = (Var H1’ + Var H2’)2
((Var H1’) 2/N1) + (VarH2’) 2/N2))
Jika t-hitung < t-tabel maka terima H0 pada tingkat kepercayaan 95% dan 99%
dengan derajat bebas df. Sedang jika t-hitung > t-tabel maka terima H1 pada
tingkat kepercayaan 95% dan 99% dengan derajat bebas df.
Dimana :
S = jumlah jenis dari satu unit contoh
N = jumlah total individu
H’ = indeks keragaman Shannon
Df = derajat bebas
VarH’ = keragaman dari indeks keragaman Shannon

F.2. Analisis Vegetasi


F.2.1. Indeks Nilai Penting (INP) Vegetasi
Hasil analisa vegetasi adalah untuk mengetahui komposisi jenis dan
dominansinya. Dominansi suatu jenis pohon ditunjukkan dalam besaran indeks
Nilai Penting (INP). Nilai INP tersebut merupakan penjumlahan nilai-nilai
kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR), untuk tingkat semai dan pancang
sedang untuk tingkat tiang dan pohon ditambah nilai dominansi relatif (DR).
Perhitungan nilai-nilai tersebut :
* Kerapatan = jumlah individu suatu jenis/luas unit contoh
* Kerapatan Relatif = (kerapatan suatu jenis/kerapatan total jenis) x 100%
* Frekuensi = jumlah plot ditemukannya suatu jenis/total plot
* Frekuensi relatif = (frekuensi suatu jenis/total frekuensi) x 100%
* Dominansi = luas bidang dasar suatu jenis/luas unit contoh
* Dominansi relatif = ( dominansi suatu jenis/dominansi seluruh jenis) x 100%
29

F.2.2. Diagram Profil Pohon


Diagram profil pohon remnant forest dibuat dengan mengambil beberapa
jalur yang mewakili kondisi edge dan core yang diamati. Gambaran yang
disajikan merupakan proyeksi dari kondisi vegetasi pohon dalam suatu areal
dengan lebar 20 m dan panjang 60 meter. Selanjutnya untuk pembuatan diagram
profil dilakukan pengukuran terhadap luas penutupan tajuk dan koordinat pohon.

F.2.3. Perbedaan komunitas tumbuhan


Perbedaan antara kondisi komunitas tumbuhan yang diamati kemudian dianalisa
dengan nilai indeks kesamaan komunitas Jaccard dengan persamaan sebagai
berikut :
2 C
IS = ---------
A+B

Dimana :
IS = indeks kesamaan (Index Similarity) Jaccard
A = jumlah jenis di dalam contoh A
B = jumlah jenis di dalam contoh B
C = jumlah jenis yang sama dari jenis-jenis yang terdapat pada contoh
yang dibandingkan.
IV. KONDISI UMUM TAMAN HUTAN RAYA
SULTAN SYARIF HASYIM

A. Letak, Luas dan Batas


Secara administratif, lokasi Tahura SSH Propinsi Riau berada di
Kecamatan Minas Kabupaten Siak seluas 767,81 ha (12,44%); Kecamatan
Tapung Hilir Kabupaten Kampar seluas 2.323,33 ha (37,64%); dan Kecamatan
Rumbai Kota Pekanbaru seluas 3.080,86 ha (49,92%). Lokasi kawasan taman
hutan raya ini berada di jalan lintas antara Pekanbaru menuju Dumai, dimana
pintu gerbangnya berada pada Km 20 yang dapat dicapai kurang lebih 15 menit
dari Pekanbaru.
Secara geografis, kawasan ini terletak pada koordinat 0037’ LU – 0044’ LU
dan 101 020’ BT – 101028’ BT. Adapun luas kawasan sesuai dengan Keputusan
Menteri Kehutanan No. 349/Kpts-II/1996 tanggal 5 Juli 1996 adalah sebesar
5.920 ha dan ditetapkan dengan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.
348/Kpts-II/1999 tanggal 26 Mei 1999 dengan luas 6.172 ha setelah dilakukan
pengukuran dan penataan batas kawasan.

B. Kondisi Fisik Dasar Daerah


Secara umum kawasan Tahura SSH merupakan grup dataran (plaine)
dengan kondisi fisiografi berombak dan bergelombang berbukit kecil di sebelah
timur sungai Takuana Buluh, datar hingga bergelombang di sebelah baratnya,
dan tidak seberapa luas di kanan dan kiri sungai bagian hilir berupa grup alluvial.
Ketinggian kawasan dari permukaan laut berkisar 10-25 meter dengan topografi
yang bervariasi
Terdapat aliran sungai kecil yang dapat dikelompokkan menjadi 3 buah
sub-DAS dengan luas masing-masing Sub-DAS 1 sebesar 3.642,4 ha, Sub-DAS
2 sebesar 1.239,7 ha, dan Sub-DAS 3 sebesar 1.037,9 ha. Sungai terbesar yang
mengalir di kawasan Taman Hutan Raya adalah sungai Takuana yang bermuara
langsung ke Sungai Siak, sementara kedua sungai yang lain bermuara ke sungai
Tapung yang merupakan anak Sungai Siak. Pengembangan fungsi Taman
Hutan Raya juga berfungsi sebagai pengaman dan pemelihara Daerah Aliran
Sungai (DAS) Takuana dan DAS Siak dalam rangka penanggulangan bencana
banjir.
31

C. Iklim
Iklim merupakan kondisi cuaca di suatu wilayah yang luas dan dalam waktu
yang lama. Dimensi ruang dan waktu yang tercakup dalam definisi ini sangat
ditentukan oleh kondisi geografis setempat sehingga iklim suatu wilayah akan
bervariasi atau berbeda dengan wilayah lainnya. Dengan demikian dalam
perencanaan pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan informasi iklim
perlu dikumpulkan dan dianalisis lebih lanjut. Berkaitan dengan studi
pengelolaan kawasan konservasi Tahura SSH informasi iklim digunakan untuk
memprediksi kejadian erosi, longsor, kekeringan, dan intensitas kerusakan
struktur ekosistem.
Data iklim yang digunakan pada daerah studi diperoleh dari stasiun iklim
yang terdekat, yaitu stasiun iklim DPPU Tk I Riau di Kandis Kecamatan Minas
Kabupaten Siak dan stasiun iklim BMG Sutan Syarif Qasim Pekanbaru. Data
iklim DPPU Kandis dan BMG SSQ tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata Curah Hujan (CH) dan Hari Hujan (HH) Beberapa Stasiun
Iklim Terdekat di Sekitar Tahura SSH

DPPU Kandis BMG SSQ


No Bulan CH HH CH HH
1. Januari 160 12 209 15
2. Februari 168 10 140 13
3. Maret 192 13 236 15
4. April 215 13 264 17
5. Mei 179 11 244 13
6. Juni 122 8 140 12
7. Juli 115 8 150 9
8. Agustus 151 10 150 13
9. September 171 9 170 13
10. Oktober 210 12 258 16
11. November 196 14 310 20
12. Desember 214 13 225 18
Total 2.094 131 2.496 173
Sumber : BMG SSQ Pekanbaru

Berdasarkan Tabel 1, maka kawasan Tahura SSH digolongkan kepada


daerah iklim tropika basah dengan curah hujan rata-rata tahunan antara 2.094-
2.496 mm per tahun dan jumlah hari hujan antara 131-171 hari. Penggolongan
yang sama juga ditunjukkan dengan metode Schmidt dan Ferquson (1951)
dimana kawasan ini termasuk dalam tipe hujan sangat basah (A), yaitu tidak
32

mempunyai bulan kering (curah hujan < 60 mm) dan curah hujan basah
sepanjang tahun (curah hujan > 100 mm). Jumlah curah hujan yang tinggi
sepanjang tahun atau tidak terjadi bulan-bulan kering yang jelas, berpotensi
meningkatkan daya erosi dan sedimentasi. Kondisi real di lapangan ditandai
dengan keruhnya air sungai, danau, atau paya-paya beberapa saat setelah hujan
turun. Tingkat kekeruhan tersebut berkorelasi positif dengan tingkat erosi yang
terjadi di kawasan ini.
Suhu bulanan rata-rata sekitar 26,70C, suhu maksimum dapat mencapai
34,90C. Dari segi suhu udara tidak ada masalah untuk tanaman kehutanan,
perkebunan atau pertanian pada umumnya, asalkan tersedia cukup air
pengairan. Kelembaban udara di kawasan konservasi Tahura SSH cukup tinggi
yaitu antara 79,2 sampai 82,7%. Sehubungan dengan hal ini perlud diwaspadai
terhadap ancaman hama dan penyakit, terutama jamur.

D. Kondisi Tanah
D.1. Geologi dan Morfologi
Kawasan Tahura SSH terletak dalam struktur Tersier dan cekungan
belakang busur (Back Arc Basin) dari busur pegunungan (volcanic arc) Sumatera
yang membujur mengikuti pola Sumatera dengan arah barat laut-tenggara.
Cekungan ini bagian dari cekungan Sumatera Tengah yang tersusun atas batuan
sedimen dan endapan permukaan (aluvial). Endapan pada cekungan ini terdiri
dari lapisan yang tebal diantara sumber minyak dan batu-batuan (daerah Minas).
Dengan adanya proses patahan dan pelipatan selama zaman Orogeni Plio-
Plistosen menimbulkan patahan yang cenderung mengarah barat laut-tenggara
dan sebuah seri patahan yang terpilin
Penyebaran geologi di Tahura SSH diambil berdasarkan peta geologi
skala 1:250.000 lembar Pekanbaru (Suwarna et al, 1994 dalam Dinas Kehutanan
2003). Kawasan ini tersusun oleh Formasi Petani dan Formasi Minas. Formasi
Petani membentuk fisiografi berombak sampai berbukit kecil dan terbentuk dari
serpih yang dilapisi dengan batupasir, batudebu, dab batulumpur, sedangkan
Formasi Minas membentuk fisiografi dataran datar sampai bergelombang yang
terbentuk dari lumpur yang tidak terkonsolidasi sampai semi konsolidasi, pasir
dan kerikil. Dataran di kawasan ini memiliki sejarah yang cukup kompleks, yaitu
telah mengalami berbagai proses geomorfik di permukaannya termasuk proses
erosi dan sedimentasi. Dari hasil interpretasi data yang dilengkapi dengan
33

pengamatan lapangan dapat diketahui bahwa seluruh wilayah taman hutan


sampai saat ini masih mengalami siklus erosi aktif karena adanya proses
pengangkatan dan biasanya membentuk lembah-lembah sempit menyerupai
huruf V.

D.2. Klasifikasi Tanah


Proses pembentukan tanah di kawasan Tahura SSH berjalan lebih cepat
karena didukung oleh iklim daerah studi yang basah, dimana gerakan air ke
bawah yang terus menerus, suhu tinggi dan banyaknya organisme (biomass) di
dalam tanah. Berdasarkan pengamatan lapangan dan analisis laboratorium
menunjukkan bahwa jenis-jenis tanah di kawasan ini terdiri atas ordo, yaitu ultisol
dan inceptisol. Jenis tanah ultisol ditemukan di derah berlereng dimana
memungkinkan terjadinya illuviasi liat membentuk horison argilik. Terbentuknya
horison argilik pada ultisol di tempat ini terjadi setelah mengalami erosi
(truncated) sehingga terbentuk lereng. Jenis tanah inceptisol dapat terbentuk di
lereng yang lebih curam akibat erosi yang lebih kuat. Selain itu inceptisol
menyebar mendekati aliran sungai. Pada spot-spot tertentu tepatnya pada
punggung lereng daerah tua terdapat juga jenis tanah oxi sol yang telah melapuk
lanjut

E. Kondisi Hidrologi
Kawasan Tahura SSH merupakan daerah tangkapan air bagi aliran Sungai
Siak. Beberapa aliran sungai kecil yang mengalir didalamnya membentuk pola
aliran dendritik. Sungai terbesar yang mengalir adalah Sungai Takuana yang
bermuara langsung ke Sungai Siak, sementara kedua sungai lainnya bermuara
ke sungai Tapung (anak Sungai Siak).
Dari hasil pengamatan di lapangan dan wawancara denga penduduk
setempat diketahui bahwa banjir musiman terjadi selama bulan-bulan terbasah
Nopember dan Desember. Banjir sesaat ini, biasanya kurang dari dua hari pada
daerah lembah-lembah perbukitan kecil atau daerah datar dekat saluran
drainase.
Pada umumnya masyarakat mengambil persediaan air dari air tanah
dangkal (sumur) dan air hujan. Tergantung dari lokasinya, kedalaman air sumur
bervariasi 2 dan 6 m. selama bulan-bulan kering, kebanyakan sumur-sumur di
tempat yang tinggi mempunyai kedalaman hanya 2-4 m. Penampungan air hujan
34

dari atap juga digunakan sebagai pilihan lain sumber air minum di beberapa
lokasi.

F. Flora dan Fauna


Ekosistem dalam Tahura SSH berupa hutan hujan tropika dataran rendah
(lowland tropical rain forest) karena memiliki iklim yang sangat basah, tanah
kering dan ketinggian di bawah 1000m di atas permukaan laut (dpl). Jenis-jenis
pohon yang dominan di areal tahura SSH ini adalah suku Dipterocarpaceae,
dimana vegetasinya termasuk zone barat yang meliputi pulau Sumatera, Pulau
Kalimantan dan Semenanjung Malaya.
Menurut hasil interpretasi Citra Landsat TM hasil liputan 5 Juli 2002 dan
pengamatan di lapangan, penutupan vegetasi di Tahura SSH sudah tidak utuh
lagi hingga taraf memprihatinkan akibat penebangan liar (illegal logging).
Sedangkan persentase penutupan tajuk berkisar antara 0% hingga 70%.
Pada areal hutan yang rusak berat dengan penutupan tajuk <50%, vegetasi
penutup tanah didominasi oleh Imperata cylindrica (alang-alang), perdu
(Melastoma malabaricum, Solanum sp), dan jenis pionir seperti Vitex pubescen,
Sapium baccatum, dll.
Meskipun kondisi hutan Tahura SSH secara umum sudah rusak, namun
masih ditemukan beberapa jenis pohon khas tropis, terutama suku
Dipterocarpaceae, seperti Shorea spp. (meranti), Dryobalanops oblongifolia
(kapur), Dipterocarpus spp. (keruing), Hopea mengarawan (merawan), dll.
Kerapatan tingkat pohon sangat jarang, namun tingkat permudaan masih dapat
dipelihara hingga hutan bisa kembali pada kondisi klimaks. Satu hal terpenting
yang harus diperhatikan jika mengandalkan suksesi alami adalah jangan sampai
terjadi lagi gangguan pada areal tersebut, misal penebangan dan kebakaran.
Persediaan anakan alam untuk suksesi alami dapat disumbangkan oleh
beberapa pohon induk yang masih ada.
Untuk mengetahui kondisi satwa di Tahura SSH telah dilakukan
penjelajahan (renaissance survey) dengan menggunakan metode perjumpaan
langsung dan metode point count (pencatatan pada titik tertentu), dimana
penempatan jalur pengamatan dilakukan secara puposive sampling. Pencatatan
dilakukan terhadap mamalia, reptilia, dan aves (burung) pada waktu pagi dan
sore hari ketika sebagian besar satwa tersebut aktif. Pengamatan terhadap jenis
satwa dilakukan dengan melihat individu, jejak kaki, kotoran, sarang, suara satwa
35

atau dengan tanda-tanda yang lain, dan berdasar informasi dari penduduk
sekitar.
Berdasarkan hasil pencatatan satwa di kawasan Tahura SSH ditemukan 12
jenis mamalia, 4 jenis reptilia dan 40 jenis burung. Hal ini merupakan salah satu
potensi penting untuk pengembangan wisata alam di daerah ini. Misal, di pagi
hari sering terdengar suara ungko (morning call) bersahut-sahutan dari berbagai
kelompok ungko. Disamping itu, pergerakan harian ungko juga menarik karena
berbeda dari primata lainnya (beruk atau monyet ekor panjang), yakni dengan
brachiasi/menggunakan tangan. Potensi satwa lain untuk wisata alam di Tahura
SSH adalah jenis-jenis rangkong. Sayangnya, habitatnya di daerah ini telah
rusak, pohon-pohon berdiameter besar dan tinggi telah hilang akibat
penebangan liar. Biasanya rangkong bersarang di lubang-lubang pohon dan
sangat menyukai buah ficus. Rangkong juga sering makan bersama-sama
primata di dalam satu pohon.

G. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya


Kawasan Tahura SSH berada di tiga wilayah kabupaten dan kota, yaitu
Kabupaten Kampar dan Siak, serta Kota Pekanbaru. Berdasar hasil sensus
penduduk tahun 2000 (SP2000), penduduk di ketiga wilayah tersebut berjumlah
1.265.814 jiwa dengan laju tertinggi pada periode 1980-1990, sebesar 6,63%.
Tingginya laju pertumbuhan penduduk di daerah ini lebih disebabkan oleh
migrasi penduduk yang ma suk (imigrasi) ke daerah ini. Secara konstan,
penduduk terbanyak sepanjang tahun berada di Kota Pekanbaru, dan diikuti
Kabupaten Kampar.
Kawasan Tahura SSH berada di pinggir jalan lintas timur Sumatera, antara
Pekanbaru-Dumai, sehingga sangat dipengaruhi oleh keberadaan penduduk di
sekitar jalan tersebut. Dua pemukiman yang mempunyai interaksi kuat adalah
Kelurahan Muara Fajar, Kecamatan Rumbai, Kota Pekanbaru dan Kelurahan
Minas Jaya, Kecamatan Minas, Kabupaten Siak. Tiga pemukiman lain yang
interaksinya kurang kuat saat ini dengan Tahura SSH adalah Desa Kota Garo,
Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar dan Desa Minas Barat, serta
Rantau Bertuah, Kecamatan Minas, Kabupaten Siak.
Berdasar etnis penduduk di Kelurahan Minas Jaya dan Muara Fajar
sebagian besar adalah etnis Minang-Pariaman yang masuk ke daerah ini pada
awal tahun 1960-1980an. Kedatangan mereka di daerah ini, sebagian besar
36

dilatarbelakangi oleh faktor sosial ekonomi dan budaya. Secara sosial ekonomi,
daerah Minas dan Rumbai pada waktu itu sedang mengalami perkembangan
dengan dibukanya jalan minyak oleh PT. Caltex Pacific Indonesia, sementara
sumber daya kayu hutan untuk bahan bangunan di daerah ini sangat besar
sehingga dapat menopang kehidupan mereka. Secara budaya, orang tua
mereka seja k dulu selalu mengajarkan untuk merantau karena keterbatasan
sumber daya alam di daerah asal sehingga hidup merantau telah menjadi
budaya masyarakat di daerah tersebut.
Etnis lain yang tinggal di daerah ini adalah Melayu, Jawa, Batak dan Cina.
Pada umumnya, keempat etnis ini lebih suka menguasai tanah/lahan dibanding
sumberdaya kayu. Bagi orang Jawa dan Batak, tanah merupakan simbol
kekayaan untuk bercocok tanam. Sementara itu, tanah bagi orang Cina
merupakan aset yang terus akan bertambah nilainya sehingga penting bagi
pengembangan bisnisnya di masa depan. Oleh karena itu, sebagian besar lahan
yang ada di wilayah Kelurahan Muara Fajar dikuasai oleh orang Cina.
Sayangnya sebagian besar lahan mereka tidak produktif karena tidak ditanami
atau diusahakan.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
A.1. Penentuan Edge
Daerah tepi (edge) memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan
dengan penggunaan lahan lainnya dan daerah core hutan. Dari segi abiotik
edge memiliki suhu dan kelembaban udara yang berbeda dibandingkan dengan
kedua tipe habitat yang berbatasan misalnya hutan dengan kebun sawit. Di
lapangan sulit untuk mengukur suhu di sepanjang jalur pengamatan karena
membutuhkan banyak tenaga pengukur dan waktu pengukuran serentak di
setiap titik-titik pengukuran. Suhu dan kelembaban akan berbeda seiring dengan
perubahan waktu pengukuran, kondisi angin, penutupan awan dan intensitas
cahaya matahari.
Secara biotik edge ditandai dengan adanya vegetasi peralihan antara 2 tipe
habitat misalnya pada jal ur belukar ditandai dengan dominansi pohon yang
bertambah banyak ke arah core dan berkurang ke arah belukar. Begitu juga
dengan belukar yang makin berkurang ke arah core dan makin banyak ke arah
belukar. Asosiasi ini di lapangan tidak mempunyai batas-batas yang jelas
namun dapat diukur posisi terluar dan terdalam vegetasi indikatornya.
Dua dasar penentuan edge yang digunakan dalam meletakkan jalur
pengamatan yakni :
1. Indikator vegetasi
Pada jalur-jalur pengamatan yang terdapat belukar seperti jalur belukar,
kebun campuran, danau, kebun masyarakat digunakan vegetasi indikator
seperti mahang abu (Macaranga triloba), resam (Gleichenia sp.) dan
Kibatalia borneensis yang banyak ditemukan di daerah tahap awal suksesi,
daerah semak dan daerah terbuka oleh penebangan. Keberadaan vegetasi-
vegetasi ini terkait dengan tingkat intensitas cahaya matahari yang masuk ke
lokasi tempat tumbuh. Dalam sistem silvikultur dapat dimasukkan pada
golongan pohon yang tidak butuh naungan (intoleran).
2. Persentase penutupan tajuk
Sedangkan pada jalur pengamatan tepi jalan ditandai dengan berkurang dan
bertambahnya persentase penutupan tajuk. Makin ke arah core persentase
penutupan tajuk makin besar dan makin ke jalan penutupan tajuk makin kecil.
Ditetapkan penutupan tajuk di bawah 50% merupakan daerah edge dan di
38

atas 50% daerah core. Penutupan tajuk ini terkait dengan hubungan
vegetasi dengan penyinaran matahari dan suhu serta kelembaban udara.
Makin rapat tajuk makin rendah suhu dan makin tinggi kelembaban udara.

A.2. Kondisi Jalur Pengamatan Burung


Berdasarkan peta penutupan vegetasi terlihat di sebelah barat Tman
Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim (Tahura SSH) didominasi oleh jenis akasia
khususnya Acacia mangium yang merupakan areal konsesi PT. Arara Abadi.
Sedangkan di sebelah timur didominasi oleh semak belukar dengan vegetasi
utama terdiri atas alang-alang dan semak berkayu. Untuk mendapatkan
gambaran lebih jelas tentang penutupan vegetasi dapat dilihat pada Lampiran 1
dan Lampiran 2.
Berdasarkan citra satelit tahun 1999, kondisi penutupan vegetasi di tahura
SSH lebih kurang 50% terdiri atas areal terbuka bekas tebangan, semak belukar
dan akasia. Sedangkan 50% lagi merupakan areal berhutan dengan tingkat
suksesi merupakan hutan sekunder. Kondisi lapangan menunjukkan di tahura
SSH areal berhutan terdapat di sekitar pendopo dan sekitar danau. Citra satelit
tahun 2002 menunjukkan terjadi pengurangan areal berhutan dan peningkatan
areal terbuka, semak belukar serta invasi akasia ke dalam tahura. Pengurangan
areal berhutan diperkirakan mencapai hampir 5-10% dari tahun 1999.
Peningkatan areal terbuka dipicu oleh tingginya tingkat pembalakan liar dan
okupasi oleh masyarakat pada areal tahura SSH untuk dijadikan kebun baik
kebun sawit maupun kebun tanaman campuran. Sedangkan citra satelit tahun
2004 menunjukkan areal berhutan hanya tinggal 35-40% dengan semakin
bertambah luasnya keterbukaan areal, invasi akasia, kebun sawit, kebun
masyarakat dan semak belukar.
Berdasarkan survei lapangan ditemukan bentuk tahura SSH (khusus yang
berhutan) seperti kurva tak beraturan yang membentuk sabuk (belt) dengan
lebar yang berbeda. Bentuk ini terjadi karena adanya semak belukar dan
keterbukaan areal di sekitarnya, sehingga pada saat survei dilakukan hanya
beberapa plot yang dapat diletakkan di jalur pengamatan karena sudah
menemukan ciri dan tipe penggunaan lahan yang berbeda pula.
Pada tahun 2004 untuk menanggulangi dan meningkatkan areal berhutan
pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Kehutanan melakukan Gerakan
39

Rehabilitasi Lahan (Gerhan) di lokasi Tahura SSH dengan berbagai jenis lokal.
Jenis-jenis meranti, gaharu dan MPTS ditanam di lokasi tahura.
Ada 8 jalur pengamatan burung di tahura SSH yang diletakkan sepanjang
tipe-tipe penggunaan lahan. Rata-rata jalur mencakup 3 tipe habitat yaitu habitat
dengan pola penggunaan lahan yang berbeda, daerah tepi hutan (edge) dan
habitat daerah inti hutan (core). Ada beberapa jalur yang mencakup hanya 2 tipe
habitat yaitu edge dan core yaitu jalur hotel rindu sempadan (HR) dan jalur tepi
jalan 1 dan 2 (TJ 1 dan TJ 2). Jalur-jalur ini dianggap mewakili penggunaan
lahan yang ada di tahura SSH yang selama ini telah mendapatkan tekanan dari
masyarakat baik dalam bentuk kebun, pembalakan liar dan kebun campuran.
Deskripsi masing-masing jalur diuraikan sebagai berikut :

A.2.1. Jalur Pengamatan Burung Tepi Jalan 1 dan 2 (TJ 1 dan TJ 2)


Jalur pengamatan burung tepi jalan 1 dan 2 terdapat di lokasi hutan yang
berbatasan langsung dengan jalan raya Pekanbaru-Minas. Jalur TJ 1 dan TJ 2
terdapat di pinggir jalan beraspal dengan intensitas kendaraan yang tinggi dan
dilalui oleh bus dan truk lintas Pekanbaru-Medan. Di kiri dan kanan jalan banyak
ditempati oleh perumahan dan warung penduduk dengan tingkat keterbukaan
lahan yang tinggi. Aktifitas penduduk sangat beragam dengan intensitas
kegiatan yang cukup tinggi.
Jalur TJ 1 diletakkan pada jalur yang memiliki vegetasi pohon yang cukup
rapat. Sedangkan jalur TJ 2 diletakkan pada jalur wisata/track pengunjung
tahura SSH. Pemisahan jalur ini untuk melihat seberapa besar perbedaan
keanekaragaman dan kelimpahan burung di masing-masing jalur. Jalur jalan
dipisahkan oleh jarak dan kondisi vegetasi yang berbeda.

A.2.2. Jalur Pengamatan Semak Belukar (SB)


Jalur semak belukar merupakan lokasi bekas penebangan liar oleh
masyarakat dan ditinggalkan begitu saja hingga berkembang menjadi semak
belukar. Berdasarkan tingkat suksesinya jalur belukar ini digolongkan sebagai
belukar tua dengan tumbuhnya beberapa jenis pionir di lokasi semak belukar.
Jalur belukar didominasi oleh jenis-jenis herba berkayu, jenis-jenis pohon pionir
dan jenis resam. Jalur semak belukar ini juga dipisahkan oleh jalur wisata
pengunjung.
40

Jalur semak belukar banyak ditemukan di lokasi dengan tingkat


keterbukaan areal yang tinggi disebabkan intensitas penyinaran matahari yang
cukup banyak. Beberapa jenis vegetasi semak belukar terdapat di pinggir lokasi
berpohon dengan yang masih mendapatkan penyinaran yang tinggi.

A.2.3. Jalur Belukar Akasia (BA)


Jalur belukar akasia yang terdapat di tahura SSH merupakan vegetasi yang
didominasi oleh akasia muda dan jenis resam serta jenis rumput. Jenis akasia
(Acacia mangium) merupakan spesies introduksi dari tegakan akasia yang ada di
sekitar tahura SSH. Umur akasia berkisar antara 2-3 tahun dengan
pertumbuhan yang sangat rapat.
Akasia tumbuh sangat cepat dengan penyebaran dibantu oleh angin.
Penyebaran akasia semakin lama merambah lokasi blok berhutan dan
berkompetisi dengan pohon-pohon asli tahura SSH.

A.2.4. Jalur Pengamatan Danau (DN)


Sedangkan jalur danau didominasi oleh hamparan rumput dan tanah
kosong di sekitar danau dan menuju ke hutan lebih didominasi oleh semak
belukar muda. Danau ini memiliki karakteristik hidrologi yang dipengaruhi oleh
volume curah hujan dan dimanfaatkan oleh peternak ikan sebagai sumber air
untuk budidaya ikan arwana.
Pada musim-musim tertentu di pinggir danau banyak ditemukan burung-
burung air dari jenis belibis. Selain itu juga banyak ditemukan burung raja udang
yang mencari ikan dari tepi danau. Danau ini banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar tahura SSH untuk mencari ikan.

A.2.5. Jalur Pengamatan Kebun Campuran (KC)


Jalur kebun campuran terdiri atas kebun singkong, pohon rambutan,
palawija dan rumput-rumputan. Jalur ini berbatasan langsung dengan kebun dan
pemukiman masyarakat yang terdapat di sekitar tahura SSH.
Kebun campuran ini memiliki karakteristik tanaman semusim yang
beranekaragam dan sebagian kecil ditanami dengan kelapa sawit. Intensitas
kegiatan manusia di kebun campuran ini relatif tinggi dengan kegiatan-kegiatan
perawatan dan penyiangan kebun.
41

A.2.6. Jalur Pengamatan Kebun Sawit (KS)


Berbeda dengan vegetasi kebun campuran, pada kebun sawit umur 4
tahun lantai bawahnya relatif lebih bersih dari belukar dan terdapat pemukiman
masyarakat. Kebun ini mulai menghasilkan buah sawit dan telah dipanen oleh
masyarakat.
Pembersihan tumbuhan bawah dan penyiangan gulma cukup intensif
dilakukan oleh masyarakat pemilik kebun. Namun di beberapa tempat masih
ditemukan semak belukar. Di bawah kelapa sawit telah mengalami pembersihan
oleh masyarakat.

A.2.7. Jalur Pengamatan Hotel Rindu Sempadan (HR)


Hotel Rindu Sempadan terdapat dan berbatasan langsung dengan tahura
SSH. Hotel Rindu Sempadan memanfaatkan bentang lahan dan penutupan
vegetasi tahura SSH sebagai objek wisata pendukungnya disamping kolam ikan
dan taman bermain serta penangkaran satwa.
Beberapa tempat seperti kolam ikan, taman bermain dan penangkaran
satwa ditanami dengan pepohonan pelindung dan sering dijadikan tempat
bertengger bagi burung-burung dari tahura SSH. Vegetasi antara tahura SSH
dengan Hotel Rindu Sempadan didominasi oleh rumput-rumputan dan
mengalami penyiangan intensif oleh petugas hotel.

A.3. Jumlah Individu dan Komposisi Jenis Vegetasi


Jalur analisa vegetasi diletakkan pada jalur pengamatan burung untuk
mencari hubungan antara burung dengan vegetasi yang ada. Burung
menggunakan vegetasi sebagai tempat bersarang, mencari makanan, tempat
bertengger dan tempat berlindung dari pemangsa.
Pada analisa vegetasi didapatkan lebih kurang 50 jenis pohon yang
terdapat pada plot pengamatan berbentuk garis berpetak. Dari 50 jenis tersebut
ada jenis-jenis yang selalu muncul dan mendominasi berbagai jalur vegetasi
yaitu Endospermum malaccensis, Artocarpus elasticus dan Actinodaphne sp.
Jenis-jenis tersebut ditemukan hampir merata di plot vegetasi di edge maupun di
core. Sedangkan ada beberapa jenis yang ditemukan hanya di tempat-tempat
terbuka seperti Kibatalia borneensis (nama jenis vegetasi pada Lampiran 32).
Pada jalur vegetasi paling banyak ditemukan jenis-jenis dari famili
Dipterocarpaceae (4 jenis) namun kelimpahannya relatif sedikit. Sedangkan
42

famili Euphorbiaceae hanya 2 jenis tapi kelimpahan pada plot vegetasi cukup
banyak diikuti oleh famili Moraceae.
Pada jalur kelapa sawit ditemukan 21 jenis pohon di edge dan 18 jenis
pohon di corenya. Sedangkan jalur kebun campuran terdapat 16 jenis pohon di
edge dan 28 jenis di core. Berturut-turut di jalur TJ 1 15, 20 jenis pohon
ditemukan di edge dan core. Diikuti oleh jalur hotel Rindu Sempadan sebanyak
11 jenis di edge dan 14 jenis di core. Pada jalur danau jumlah jenisnya relatif
sedikit dibandingkan dengan jalur vegetasi yang lain sebanyak 9 jenis di edge
dan 10 jenis di core. Pada belukar akasia kedua lokasi pengamatan edge dan
core memiliki jumlah jenis yang sama banyak sebesar 15 jenis. Di jalur semak
belukar terdapat 9 jenis di edge dan 11 jenis di core.

A.4. Indeks Nilai Penting (INP) Vegetasi dan Burung


Analisa vegetasi yang dilakukan pada jalur-jalur pengamatan burung
terbatas pada edge dan core hutan, sedangkan pada habitat lain tidak dilakukan
analisa vegetasi karena vegetasi cenderung seragam. Analisa vegetasi
dilakukan untuk melihat sejauhmana suatu jenis menguasai suatu tempat, jumlah
dan dominansinya.
Pengukuran indeks nilai penting pada jenis burung mencakup 2 nilai indeks
yang terdiri dari frekuensi relatif (FR) dan kerapatan relatif (KR). Nilai FR
berkaitan dengan tingkat keseringan suatu jenis burung ditemukan berdasarkan
jumlah plot pengamatan. Berbeda dengan nilai FR, nilai KR berkaitan dengan
kepadatan jumlah individu suatu dibandingkan dengan jenis lain berdasarkan
luas tempat.

A.4.1. Jalur Pengamatan Tepi Jalan 1 (TJ 1) dan Tepi Jalan 2 (TJ 2)
A.4.1.1 INP Vegetasi pada Jalur Tepi Jalan 1 (TJ 1)
Analisa vegetasi pada jalur pengamatan tepi jalan hanya dilakukan pada
jalur tepi jalan 1 karena habitat ini memiliki vegetasi mulai dari tingkat pohon,
tiang, pancang dan semai, sedangkan pada jalur tepi jalan 2 tidak ada vegetasi
karena merupakan jalur wisata pengunjung. Peletakan jalur digunakan untuk
membandingkan komposisi dan jenis burung yang ditemukan.
Tingkat pohon di jalur tepi jalan, banyak didominasi dan ditemukan jenis
Sloetia elongata (INP 72,25%), Endospermum malaccensis (INP 66,85%) dan
Aglaea sp. (INP 32,05%). Sedangkan pada habitat core jenis-jenis yang memiliki
43

KR, FR dan DR tertinggi ada pada jenis Endospermum malaccensis (INP


101,08%), Palaquium hexandrum (INP 38,87%) dan Artocarpus elasticus (INP
36,62%). Jenis Endospermum malaccensis ditemukan sebanyak 4 individu pada
habitat edge dan 9 individu pada habitat core. Keberadaan jenis Endospermum
malaccensis di kedua habitat menunjukkan peningkatan jumlah individu. Indeks
kesamaan komunitas di kedua habitat sebesar 40% dengan jenis yang ada di
kedua habitat adalah jenis Artocarpus integra, Endospermum malaccensis,
Aglaea sp., Artocarpus elasticus, Palaquium hexandrum, Ixonanthes icosandra
dan Garcinea syzygifolia.
Kerapatan relatif, frekuensi relatif dan dominansi relatif tertinggi pada
habitat edge ditemukan pada jenis Sloetia elongata (INP 54,39%), berturut-turut
INP sebesar 48,28% dan 46,73% pada Artocarpus elasticus dan Horsfieldia
grandis. Sedangkan INP tertinggi di habitat core ditemukan pada jenis Polyalthia
sp. (63,94%), Ixonanthes icosandra (53,45%) dan Parkia speciosa (40,04%).
Indeks kesamaan antara habitat edge dan core sebesar 19,05% dengan
vegetasi yang ditemukan di kedua tipe habitat adalah jenis Ixonanthes icosandra
dan Dillenia reticulata.
INP tingkat pancang tertinggi di edge terdapat pada jenis Polyalthia sp.
(44,29%) dan Ixonanthes icosandra (34,29%), sedangkan kelima jenis pancang
yang lain masing-masing INP sebesar 24,29%. INP tingkat pancang di habitat
core tertinggi ditemukan pada jenis Hopea mengarawan (108,33%), Kibatalia
borneensis (41,67%) dan Dillenia reticulata (37,5%). Jenis yang sama di kedua
tipe habitat adalah jenis Syzygium sp. dan Ixonanthes icosandra dengan indeks
kesamaan bernilai 19,05%.
Pada tingkat semai di edge, INP tertinggi terdapat pada jenis Actinodaphne
sp. (48,53%), Rhodamnia cinerea (42,65%) dan Palaquium hexandrum (21,76%)
serta Syzygium sp. (21,76%). Pada habitat core jenis Actinodaphne sp
(44,70%), Geronniera subaecualis (20,74%) dan Kibatalia borneensis (20,05%)
memiliki nilai INP tertinggi di habitat ini. Sedangkan jenis vegetasi yang
ditemukan baik di habitat edge maupun di habitat core adalah jenis
Actinodaphne sp. dan Palaquium hexandrum dengan IS sebesar 14,29%.
Indeks Nilai Penting (INP) tingkat pohon, tingkat tiang, tingkat pancang dan
tingkat semai selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4, 5, 6 dan 7.
Sedangkan peta profil tingkat pohon pada jalur pengamatan tepi jalan khusus
untuk daerah tepi (edge) dapat dilihat pada Gambar 8
44

Gambar 8. Peta Profil Pohon di Daerah Tepi (Edge) Jalur Tepi Jalan 1 (TJ 1)
Keterangan Pohon :

1. Sindur 1. Terap 1. Kulim


2. Pisang-pisang 2. Sendok-sendok 2. Berangan
3. Pagar- pagar 3. Ludai 3. Meranti
4. Asam Kandis 4. Cempedak
5. Pisang-pisang 5. Berangan
6. Mendarahan
7. Kelat
8. Meranti
9. Kulim

A.4.1.2. INP Burung pada Jalur Tepi Jalan 1 (TJ 1)


Jalur pengamatan pada tepi jalan 1 memiliki 2 tipe habitat yang berbeda
dibandingkan jalur pengamatan lain yang memiliki 3 tipe habitat yang berbeda.
Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan letak dan perbatasan antara habitat.
Habitat tepi jalan merupakan tepi hutan yang berbatasan langsung dengan jalan
raya Pekanbaru-Minas.
Pada pengamatan edge hutan banyak ditemukan burung dengan jenis
yang beragam. Mulai dari Pycnonotus goiavier (20%), Orthotomus ruficeps
(16,67%), Pycnonotus atriceps (10%) dan Copsychus saularis (10%).
Sedangkan di core ada 3 jenis yang memiliki nilai FR yang sama 10% yakni
Terpsiphone paradisi, Pycnonotus goiavier dan Orthotomus ruficeps.
45

Nilai KR terbesar di habitat edge dijumpai pada jenis Pycnonotus goiavier


(26,15%) kemudian Orthotomus ruficeps (13,85%). Jenis Copsychus saularis
memiliki nilai FR yang sama dengan jenis Lonchura punctulata sebesar 9,23%.
Burung dengan kelimpahan terbesar di core hutan terdapat pada jenis
Pycnonotus goiavier (11,84%) diikuti oleh jenis Orthotomus ruficeps (10,53%)
dan Megalaima australis (9,21%). INP burung pada masing-masing tipe habitat
dapat dilihat pada Tabel 2 dan selengkapnya pada Lampiran 34.
Tabel 2. INP Jenis Burung Tertinggi di Jalur Tepi Jalan 1 (TJ 1)
KJ
Habitat Jenis Burung FJ FR (%) KR (%) INP (%)
(Ind/ha)
Edge Pycnonotus goiavier 0,86 20 8,59 26,2 46,2
Orthotomus ruficeps 0,71 16,7 4,55 13,8 30,5
Copsychus saularis 0,43 10 3,03 9,23 19,2
Hutan Pycnonotus goiavier 0,71 10 4,55 11,8 21,8
Orthotomus ruficeps 0,71 10 4,04 10,5 20,5
Megalaima australis 0,57 8 3,54 9,21 17,2

A.4.1.3. INP Burung pada Jalur Tepi Jalan 2 (TJ 2)


Berbeda dengan jalur tepi jalan 1, tepi jalan 2 diletakkan pada jalur yang
digunakan oleh pengunjung tahura SSH. Peletakan ini dimaksudkan untuk
melihat perbedaan antara jalur pengunjung dengan jalur pada lokasi hutan dalam
hal kelimpahan dan keanekaragaman jenis burung.
Pada habitat edge jalan ditemukan jenis dengan FR sebesar 17,65% pada
Pycnonotus goiavier dan Orthotomus ruficeps. Dan sebesar 8,82% pada
Terpsiphone paradisi dan Pycnonotus atriceps. Di core hutan banyak dijumpai
jenis-jenis Terpsiphone paradisi (15,15%) dan Orthotomus ruficeps (15,15%).
Jenis Pygnonotus goiavier (28,07%), Orthotomus ruficeps (17,54%) dan
jenis Pycnonotus atriceps (10,53%) memiliki KR tertinggi di habitat edge.
Sedangkan KR tertinggi di core oleh jenis-jenis Orthotomus ruficeps (18,75%),
Pycnonotus goiavier (14,58%), Terpsiphone paradisi (10,42%) dan Aegithina
tiphia (10,42%). INP burung pada masing-masing tipe habitat dapat dilihat pada
Tabel 3 dan selengkapnya pada Lampiran 35.
Tabel 3. INP Jenis Burung Tertinggi di Jalur Tepi Jalan 2 (TJ 2)
KJ KR INP
Habitat Jenis Burung FJ FR (%)
(Ind/ha) (%) (%)
Edge Pycnonotus goiavier 0,86 17,6 8,09 28,1 45,7
Orthotomus ruficeps 0,86 17,6 5,06 17,5 35,2
Aegithina tiphia 0,57 11,8 2,53 8,77 20,5
Hutan Orthotomus ruficeps 0,71 15,2 4,55 18,8 33,9
Pycnonotus goiavier 0,57 12,1 3,54 14,6 26,7
Terpsiphone paradisii 0,71 15,2 2,53 10,4 25,6
46

A.4.2. Jalur Pengamatan Semak Belukar (SB)


A.4.2.1. INP Vegetasi pada Jalur Semak Belukar (SB)
Habitat edge pada jalur pengamatan semak belukar merupakan peralihan
antara hutan dengan semak dimana terdapat tumbuhan bawah di sekitar pohon
dan terdapat pohon di dalam semak. Jenis Endospermum malaccensis (INP
86,04%) mendominasi habitat edge semak dengan hutan. Selanjutnya diikuti
oleh jenis Artocarpus elasticus (INP 75,19%) dan Cratoxylum arborescens (INP
24,52%). Di habitat core terdapat jenis Endospermum malaccensis (INP
68,84%) yang mendominasi, selanjutnya jenis Artocarpus elasticus (INP 47,29%)
dan Kibatalia borneensis (INP 36,40%). Jenis yang ditemukan di kedua tipe
habitat adalah jenis Endospermum malaccensis, Artocarpus elasticus,
Elaeocarpus sp. dan Syzygium sp. Indeks kesamaan antara habitat edge dan
core hutan sebesar 40% dengan vegetasi yang sama berjumlah 4 jenis.
INP tingkat tiang tertinggi pada habitat edge terdapat pada jenis Litsea sp.
(INP 67,18%). Berikutnya terdapat pada jenis Euobia sp. (INP 67,13%) dan
Elaeocarpus sp. (INP 41,54%). Dari ketiga jenis di atas hanya jenis Euobia sp .
yang juga ditemukan di habitat core. Sedangkan habitat core dikuasai oleh jenis
Geroniera nervosa (INP 73,09%), Endospermum malaccensis (INP 57,96%) dan
Dillenia oblongata (57,96%). Tingkat kesamaan komunitas antara habitat edge
dan core hutan sebesar 16,67% dengan jenis yang sama berjumlah 1 jenis.
INP untuk tingkat pancang pada habitat edge tidak didominasi satupun
jenis pancang. Masing-masing jenis mempunyai nilai INP yang sama sebesar
33,33%. Berbeda dengan habitat edge, pada habitat core jenis Syzygium sp.
(INP 50%) mendominasi sedangkan jenis lain memiliki nilai INP yang sama yakni
25%. Nilai indeks kesamaan 2 komunitas didapatkan sebesar 15,38% dengan
jenis yang sama sebanyak 1 jenis (Kibatalia borneensis).
Pada habitat edge banyak ditemukan semai Actinoda phne sp. (INP
95,40%) dan Kibatalia borneensis (INP 33,55%). Namun dari ketiga jenis di atas
tidak ditemukan pada habitat edge kecuali jenis Actinodaphne sp. dengan INP
sebesar 20,19%. Pada habitat core yang mendominasi adalah jenis Palaquium
hexandrum (INP 43,27%), Palaquium sumatranum (INP 27,88%) dan Hopea
mengarawan (INP 27,88%). Indeks of Similarity kedua komunitas edge dan core
sebesar 14,29%.
Indeks Nilai Penting (INP) tingkat pohon, tingkat tiang, tingkat pancang dan
tingkat semai selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8, 9, 10 dan 11.
47

Sedangkan peta profil tingkat pohon pada jalur pengamatan semak belukar
khusus untuk daerah tepi (edge) dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Peta Profil Pohon di Daerah Tepi (Edge) Jalur Semak Belukar (SB)
Keterangan Pohon :
1. Sendok-sendok 1. Terap
2. Terap 2. Terap
3. Medang rawa 3. Sendok-sendok
4. Mampat 4. Terap

A.4.2.2. INP Burung pada Jalur Semak Belukar (SB)


Habitat semak belukar tua dengan kondisi vegetasi banyak ditumbuhi
herba berkayu dan 1-2 individu pohon sering ditemukan jenis burung Pycnonotus
goiavier (21,05%), Orthotomus ruficeps (15,79%), Pycnonotus atriceps dan
Pycnonotus simplex (10,53%). Pada edge antara semak belukar dengan hutan,
frekuensi relatif tertinggi terdapat pada jenis Pycnonotus goiavier (17,65%) diikuti
oleh jenis Orthotomus ruficeps dan Copsychus saularis sebesar 11,76%. Di core
hutan banyak terdapat jenis Pycnonotus goiavier dan Orthotomus ruficeps
(15,79%) serta jenis Anthreptes singalensis dan Picus puniceus (10,53%).
Sedikit terjadi perbedaan dengan core pada jalur pengamatan yang lain core
pada jalur semak belukar berbentuk memanjang dengan kanan kirinya dikelilingi
48

oleh semak belukar dan jalur wisata. Diduga suara burung yang ada di sekitar
core teridentifikasi pada waktu pengamatan.
Jenis burung yang mendominasi habitat semak adalah Pycnonotus
goiavier, Orthotomus ruficeps, dan Pycnonotus simplex dengan nilai FR sebesar
24,39%, 17,07% dan 12,20%. Pada edge semak belukar dengan hutan masih
didominasi oleh jenis Pycnonotus goiavier, Orthotomus ruficeps, dan Hirundo
tahitica dengan nilai KR berturut-turut 23,08%, 12,82% da 12,82%. Core hutan
dengan karakteristik yang berbeda menunjukkan dominansi jenis yang berbeda
pula jika dibandingkan dengan core jalur pengamatan burung lainnya.
Dominansi jenis yang ada di core ditunjukkan oleh jenis Pycnonotus goiavier,
Orthotomus ruficeps dan Pycnonotus simplex. INP burung pada masing-masing
tipe habitat dap at dilihat pada Tabel 4 dan selengkapnya pada Lampiran 36.
Tabel 4. INP Jenis Burung Tertinggi di Jalur Semak Belukar (SB)
KJ KR INP
Habitat Jenis Burung FJ FR (%)
(Ind/ha) (%) (%)
SB Pycnonotus goiavier 1 21,1 3,18 24,4 45,4
Orthotomus ruficeps 0,75 15,8 2,23 17,1 32,9
Pycnonotus simplex 0,5 10,5 1,59 12,2 22,7
Edge Pycnonotus goiavier 0,75 17,6 2,87 23,1 40,7
Orthotomus ruficeps 0,5 11,8 1,59 12,8 24,6
Copsychus saularis 0,5 11,8 1,27 10,3 22
Hutan Pycnonotus goiavier 0,75 15,8 4,42 20 35,8
Orthotomus ruficeps 0,75 15,8 4,42 20 35,8
Pycnonotus simplex 0,5 10,5 2,65 12 22,5

A.4.3. Jalur Pengamatan Belukar Akasia (BA)


A.4.3.1. INP Vegetasi pada Jalur Belukar Akasia (BA)
Pada habitat edge jalur akasia terdapat jenis-jenis pohon yang juga
ditemukan pada jalur pengamatan lain. Tetapi secara umum pohon yang
mendominasi jalur akasia dari jenis Endospermum sp. (INP 62,11%), Sago (INP
30,11%) dan Litsea spp. (INP 26,47%). Pada habitat core terdapat jenis-jenis
pohon Sago (INP 66,19%), Endospermum sp. (INP 42,22%) dan Artocarpus
elasticus (INP 30,01%). Vegetasi yang sama dari jenis Sago, Endospermum
sp., Artocarpus rigidus, Garcinia parvifolia, Artocarpus elasticus dan Artocarpus
anisophyllus. Indeks of Similarity kedua habitat edge hutan-akasia dan core
hutan sebesar 40%.
Tingkat tiang dengan dbh antara 10-20 cm ditemukan dalam jumlah yang
berfluktuasi pada habitat edge dan core. Di habitat edge hanya ditemukan 6
individu sedangkan di habitat core 9 individu. Tingkat tiang pada habitat edge
49

didominasi oleh jenis Litsea sp. (INP 99,01%), Euobia sp. (INP 57,99%) dan
Actinodaphne sp. (INP 50,46%). Sedangkan pada habitat core ditemukan jenis
Artocarpus elasticus (INP 62,75%), Geroniera nervosa (INP 41,66%) dan
Candelia candel (INP 39,67%). Nilai IS sebesar 15,38% dengan jenis yang
sama terdiri dari satu jenis yaitu Euobia sp.
Nilai INP pada tingkat pancang hanya terdiri dari FR dan KR. Tingkat
pancang pada habitat edge menunjukkan tidak adanya jenis yang dominan
karena seluruh jenis yang ada memiliki nilai INP yang sama sebesar 22,22%.
Sedangkan tingkat pancang di habitat core hanya memiliki satu jenis pancang
yang dominan yaitu jenis Ixonanthes icosandra (INP 33,33%). Perbandingan
jenis yang sama didapatkan nilai IS sebesar 15,38% dengan jenis Syzygium sp.
antara habitat edge dengan habitat core.
Nilai INP tertinggi pada tingkat semai di habitat edge ditemukan pada jenis
Actinodaphne sp. (INP 62,50%), Kibatalia borneensis (INP 37,5%) dan
Palaquium sumatranum (INP 25%). Nilai tertinggi pada habitat core terdapat
pada INP jenis Palaquium hexandrum 103,57%, Kibatalia borneensis 62,29%
kemudian jenis lain yang mempunyai INP sama sebesar 26,79%. Jenis-jenis
Actinodaphne sp., Kibatalia borneensis dan Pometia pinnata ditemukan pada
kedua habitat dengan nilai IS sebesar 46,15%.
Indeks Nilai Penting (INP) tingkat pohon, tingkat tiang, tingkat pancang dan
tingkat semai selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12, 13, 14 dan 15.
Sedangkan peta profil tingkat pohon pada jalur pengamatan belukar akasia
khusus untuk daerah tepi (edge) dapat dilihat pada Gambar 10.
50

Gambar 10. Peta Profil Pohon di Daerah Tepi (Edge) Belukar Akasia (BA)
Keterangan Pohon :
1. Sago
2. Tampunik
3. Kandis
4. Kandis
5. Terap
6. Medang sijengkeng
7. Babi kurus
8. Damar kelok
9. Mahang abu

A.4.3.2. INP Burung pada Jalur Belukar Akasia (BA)


Akasia yang merupakan spesies invasif dan bukan merupakan spesies
lokal di tahura SSH mulai tumbuh pada beberapa bagian di tahura SSH. Burung-
burung yang menyukai habitat akasia dari jenis-jenis Pycnonotus goiavier,
Orthotomus ruficeps, Geopelia striata dan Amaurornis phoenicurus . Masing-
masing jenis memiliki nilai FR sama sebesar 14,29%. Akasia yang tumbuh pada
lokasi pengamatan berumur 2-3 tahun sering digunakan tempat bertengger
sementara oleh burung. Jalur pengamatan setelah habitat akasia adalah habitat
edge yang banyak ditemukan jenis Pycnonotus goiavier, Orthotomus ruficeps,
Dicrurus paradiseus, Amaurornis phoenicurus dan Ninox scutulata. Jenis burung
di edge memiliki nilai FR yang sama sebesar 12,5%. Jenis Orthotomus ruficeps
51

paling sering ditemukan di core dengan FR 17,67%. Setelah itu ditemukan jenis-
jenis Anthreptes singalensis dan Pycnonotus goiavier yang memiliki nilai FR
cukup besar (11,76%).
Burung dari jenis Hirundo tahitica (40%) mendominasi lokasi pengamatan
habitat akasia. Burung ini ditemukan dalam jumlah besar pada satu titik
pengamatan sehingga nilai frekuensinya lebih kecil dibandingkan jenis lain.
Setelah itu habitat akasia juga didominasi oleh Geopelia striata (24%). Burung
dengan FR tertinggi pada habitat akasia hanya memiliki nilai DR sebesar 8%,
dari jenis Orthotomus ruficeps, Pycnonotus goiavier dan Amaurornis
phoenicurus. Di edge kelimpahan paling besar pada jenis Amaurornis
phoenicurus (18,52%) dan Hirundo tahitica (18,52%) diikuti oleh jenis
Pycnonotus goiavier dan Orthotomus ruficeps sebesar 14,81%. Core yang ada
di jalur pengamatan danau didominasi oleh jenis Orthotomus ruficeps (6,66%),
Pycnonotus simplex (3,99%) dan Nectarinia jugularis (3,99%). INP burung pada
masing-masing tipe habitat dapat dilihat pada Tabel 5 dan selengkapnya pada
Lampiran 37.
Tabel 5. INP Jenis Burung Tertinggi di Jalur Belukar Akasia (BA)
FR KJ KR INP
Habitat Jenis Burung FJ
(%) (Ind/ha) (%) (%)
BA Hirundo tahitica 0,25 7,14 9,95 40 47,1
Geopelia striata 0,5 14,3 5,97 24 38,3
Amaurornis phoenicurus 0,5 14,3 1,99 8 22,3
Edge Amaurornis phoenicurus 0,5 12,5 2,49 18,5 31
Pycnonotus goiavier 0,5 12,5 1,99 14,8 27,3
Orthotomus ruficeps 0,5 12,5 1,99 14,8 27,3
Hutan Orthotomus ruficeps 0,75 17,6 4,42 6,66 24,3
Pycnonotus goiavier 0,5 11,8 1,77 2,66 14,4
Anthreptes singalensis 0,5 11,8 1,77 2,66 14,4

A.4.4. Jalur Pengamatan Danau (DN)


A.4.4.1. INP Vegetasi pada Jalur Danau (DN)
INP tingkat pohon di edge jalur danau paling tinggi pada jenis
Endospermum malaccensis (83,29%), Quercus spp. (64,46%) dan Litsea spp.
(36,65%). Untuk habitat core didominasi oleh jenis-jenis Endospermum
malaccensis (INP 48,78%), Syzygium sp. (INP 48,38%) dan Parashorea aptera
(43,80%). Vegetasi yang sama dari jenis-jenis Syzygium sp, Endospermum
malaccensis, Quercus spp., Actinodaphne procera, Payena acuminata dan
Artocarpus elasticus. Indeks kesamaan sebesar 63,16% relatif tinggi
dibandingkan jalur pengamatan lain.
52

Pada tingkat tiang di habitat edge ditemukan jenis-jenis Elateriospermum


sp. (INP 49,11%), Shorea sp. (INP 48,02%) dan Syzygium sp. (INP 44,72%)
mendominasi dan paling banyak terdapat di habitat ini. Di habitat core
ditemukan jenis-jenis Calophyllum pulcherrimum (INP 74,48%), Shorea sp. (INP
63,64%) dan Parashorea aptera (INP 56,51%) dengan jumlah KR, FR dan DR
tertinggi. Jenis Shorea sp. dan Artocarpus anisophyllus ditemukan pada kedua
habitat edge dan core dengan nilai IS sebesar 28,57%.
Tingkat pancang di habitat edge banyak dijumpai jenis Artocarpus
anisophyllus (INP 45,24%) sedangkan jenis-jenis lain memiliki nilai INP yang
sama 30,95%. Pada habitat edge tidak ada INP yang terbesar karena memiliki
nilai yang sama sebesar 66,67% pada jenis Santiria laevigata, Artocarpus
anisophyllus dan Shorea sp. Jenis Artocarpus anisophyllus ditemukan di kedua
habitat dengan indeks kesamaan sebesar 22,22%.
Permudaan tingkat semai di habitat edge lebih banyak didominasi oleh
jenis-jenis Santiria laevigata (INP 40,95%), Calophyllum pulcherrimum (INP
40,95%) dan jenis Diospyros oblonga serta Syzygium sp. dengan INP masing-
masing sebesar 27,62%. Selain di habitat edge jenis Santiria laevigata (INP
45%) juga mendominasi habitat core dan diikuti oleh jenis Baccaurea pyriformis
(INP 36,67%) dan Actinodaphne sp. (INP 28,33%). Indeks kesamaan komunitas
antara 2 habitat edge dan core sebesar 37,5% dengan jenis yang ada di kedua
habitat seperti Syzygium sp., Santiria laevigata, dan Garcinia syzygifolia.
Indeks Nilai Penting (INP) tingkat pohon, tingkat tiang, tingkat pancang dan
tingkat semai selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 16, 17, 18 dan 19.
Sedangkan peta profil tingkat pohon pada jalur pengamatan danau khusus untuk
daerah tepi (edge) dapat dilihat pada Gambar 11.
53

Gambar 11. Peta Profil Pohon di Daerah Tepi (Edge) Jalur Danau (DN)
Keterangan Pohon :
1. Kelat kangkung
2. Sendok-sendok
3. Pening- pening merah
4. Pening- pening putih
5. Kelat jambu
6. Sendok-sendok

A.4.4.2. INP Burung pada Jalur Danau (DN)


Danau tepi tahura dengan karakteristik debit air yang dipengaruhi oleh
curah hujan menciptakan habitat bagi burung-burung pemakan ikan dan pada
musim-musim tertentu terdapat beberapa jenis burung air seperti belibis. Habitat
danau menjadi habitat yang disukai oleh Streptopelia chinensis (12,5%),
Orthotomus ruficeps (12,5%) dan Pycnonotus goiavier (12,5%). Habitat edge
dihuni oleh jenis Pycnonotus goiavier dan Orthotomus sericeus dengan FR
sebesar 12,5% dan jenis lainnya memiliki FR yang sama sebesar 6,25%. Jenis-
jenis burung tempat terbuka banyak ditemukan di habitat danau disebabkan
adanya semak belukar, rumput-rumputan di sekitar danau dan beberapa pohon
yang sering digunakan sebagai tempat bertengger jenis-jenis burung. Di edge
54

antara habitat danau dengan hutan sering ditemukan jenis burung yang
menyukai tempat terbuka dan tertutup denga n frekuensi relatif sama sebesar
7,69%. Jenis-jenis yang menghuni edge danau adalah jenis-jenis Pycnonotus
aurigaster, Buceros rhinoceros dan Psittacula longicauda.
Kerapatan relatif tertinggi pada habitat danau ditunjukkan oleh jenis
Pycnonotus plumosus, Pycnonotus goiavier sebesar 17,86% diikuti oleh jenis
Lonchura leucogastra dengan KR 14,29%. Pada habitat edge didominasi oleh
jenis Pycnonotus goiavier (15,79%), Copsychus saularis, Orthotomus sericeus
dan Psittacula longicauda dengan KR masing-masing sebesar 10,53%.
Sedangkan di edge didominasi jenis tempat terbuka dari jenis Pycnonotus
goiavier dan Orthotomus sericeus sebesar 13,33%. Hal ini diduga adanya
pengaruh bentuk habitat yang memanjang dengan kiri kanan masih merupakan
habitat semak belukar. INP burung pada masing-masing tipe habitat dapat dilihat
pada Tabel 6 dan selengkapnya pada Lampiran 38.
Tabel 6. INP Jenis Burung Tertinggi di Jalur Danau (DN)
KJ KR INP
Habitat Jenis Burung FJ FR (%)
(Ind/ha) (%) (%)
DN Pycnonotus goiavier 0,5 12,5 1,59 17,9 30,4
Pycnonotus plumosus 0,25 6,25 1,59 17,9 24,1
Lonchura leucogastra 0,25 6,25 1,27 14,3 20,5
Edge Pycnonotus goiavier 0,5 12,5 0,96 15,8 28,3
Orthotomus sericeus 0,5 12,5 0,64 10,5 23
Psittacula longicauda 0,25 6,25 0,64 10,5 16,8
Hutan Pycnonotus aurigaster 0,25 7,69 1,77 13,3 21
Orthotomus ruficeps 0,25 7,69 1,77 13,3 21
Buceros rhinoceros 0,25 7,69 0,88 6,67 14,4

A.4.5. Jalur Pengamatan Kebun Campuran (KC)


A.4.5.1. INP Vegetasi pada Jalur Kebun Campuran
Tingkat pohon di habitat edge deng an nilai penjumlahan KR, FR dan DR
terbesar terdapat pada jenis Endospermum malaccensis (72,61%), Artocarpus
elasticus (65,69%) dan Kibatalia borneensis (46,61%). Jenis Endospermum
malaccensis (77,46%), Palaquium hexandrum(29,86%) dan Artocarpus elasticus
(29,75%) mempunyai INP tertinggi di habitat core. Jenis Endospermum
malaccensis yang ada di core mengalami peningkatan nilai INP dibandingkan
dengan di habitat edge. Sedangkan jenis yang ada di kedua habitat adalah jenis
Endospermum malaccensis, Artocarpus elasticus, Aglaea sp. dan Palaquium
hexandrum dengan nilai IS sebesar 34,78%.
55

Tingkat pertumbuhan tiang pada edge dengan INP sebesar 74,74%


terdapat pada jenis Geroniera nervosa yang merupakan INP paling tinggi di
habitat tersebut. Kemudian diikuti oleh jenis Endopermum malaccensis
(58,86%), Euobia sp. (56,26%) dan Litsea sp. (56,26%). Berbeda dengan habitat
edge, pada habitat core INP tertinggi pada jenis Polyalthia sp. (76,13%), diikuti
jenis Parkia speciosa sebesar 44,02% sedangkan jenis Geroniera nervosa
sebesar 40,03%. Indeks of Similarity antara kedua habitat menunjukkan nilai
16,67% dimana jenis yang sama adalah Geroniera nervosa. Nilai ini relatif kecil
dan menunjukkan vegetasi yang ada di kedua habitat relatif berbeda.
Pada tingkat pancang habitat edge, jenis Syzygium sp. memiliki INP
tertinggi (66,67%) sedangkan 4 jenis lain memiliki INP yang sama dengan nilai
33,33%. Di habitat core INP tertinggi pada jenis Hopea mengarawan (75,56%)
dan 8 jenis pancang lain INPnya 15,56%. Vegetasi yang sama diantara kedua
habitat adalah jenis Kibatalia borneensis dengan indeks kesamaan sebesar
14,29%. Hal ini memperkuat dugaan bahwa antara kedua habitat edge dan core
tingkat kesamaannya relatif kecil.
Vegetasi tingkat semai di habitat edge terdiri dari jenis-jenis Kibatalia
borneensis (INP 61,90%), Palaquium hexandrum (INP 39,68%) dan Palaquium
sumatranum (INP 25,40%). Namun di habitat core terjadi perubahan jenis
vegetasi yang memiliki nilai INP tertinggi. Jenis dengan INP tertinggi sebesar
32,05% terdapat pada jenis Actinodaphne sp., Geronniera subaecualis (INP
26,50%) dan Artocarpus elasticus (INP 24,36%). Jenis Actinodaphne sp.
merupakan vegetasi yang ditemukan di kedua habitat edge dan core, namun di
habitat edge jenis tersebut mempunyai nilai INP terkecil sedangkan di habitat
core INP-nya paling besar. Tingkat kesamaan kedua komunitas vegetasi
sebesar 11,11% dan merupakan IS paling kecil bila dibandingkan dengan IS
pada tingkat pertumbuhan lain pada jalur pengamatan kebun campuran.
Indeks Nilai Penting (INP) tingkat pohon, tingkat tiang, tingkat pancang dan
tingkat semai selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 20, 21, 22 dan 23.
Sedangkan peta profil tingkat pohon pada jalur pengamatan kebun campuran
khusus untuk daerah tepi (edge) dapat dilihat pada Gambar 12.
56

Gambar 12. Peta Profil Pohon di Daerah Tepi (Edge) Jalur Kebun Campuran
(KC)
Keterangan Pohon :
1. Sendok-sendok
2. Kedondong
3. Pulai
4. Terap
5. Balam
6. Sendok-sendok

A.4.5.2. INP Burung pada Jalur Kebun Campuran (KC)


Pada jalur pengamatan kebun campuran masyarakat ditemukan 3 jenis
burung dengan nilai FR tertinggi yaitu jenis Pycnonotus goiavier (11,76%),
Orthotomus ruficeps (11,76%) dan jenis Passer montanus (11,76%). Jenis-jenis
ini merupakan jenis-jenis burung yang menyukai daerah terbuka dan mampu
beradaptasi dengan perubahan lingkungan serta tidak terlalu terganggu dengan
keberadaan dan aktivitas manusia di sekitar habitatnya. Sedangkan nilai FR
jenis burung di edge antara kebun campuran masyarakat dengan hutan terjadi
perubahan jenis yaitu jenis Prinia familiaris (10,53%), Amaurornis phoenicurus
(10,35%) dan jenis Orthotomus ruficeps (10,53%) yang masih sering ditemukan
di lokasi ini. Nilai FR di core lebih banyak ditemukan pada jenis Rhinomyias
umbratilis (11,11%), Gracula religiosa (11,11%) dan Psittacula longicauda
57

(11,11%). Jenis-jenis burung yang ditemukan di core cenderung pada jenis-jenis


yang menyukai habitat yang lebih rapat dan dengan gangguan relatif kecil
dibandingkan habitat terbuka.
Jenis-jenis burung yang mempunyai nilai KR tertinggi pada lokasi
pengamatan kebun campuran berdasarkan kategori Jorgensen (1974) adalah
Passer montanus (58,70%), diikuti oleh Geopelia striata (8,70%) dan Pycnonotus
goiavier serta Orthotomus ruficeps sebesar 5,43%. Sedangkan sebaliknya
ditemukan pada edge dengan KR tertinggi dari jenis Orthotomus ruficeps
(18,75%), Amaurornis phoenicurus (15,62%). Jenis yang terdapat pada kebun
campuran masih banyak ditemukan di daerah edge seperti Pycnonotus goiavier,
Geopelia striata, Melanoperdix nigra dan Pycnonotus aurigaster yang masing-
masing mempunyai nilai KR sebesar 6,25%. Jenis Geopelia striata sering
dijumpai pada habitat perkebunan baik perkebunan campuran maupun satu jenis
komoditas tanaman. Untuk jenis Melanoperdix nigra lebih menyukai habitat
semak belukar dan menggunakan ground sebagai tempat bersarang. INP burung
pada masing-masing tipe habitat dapat dilihat pada Tabel 7 dan selengkapnya
pada Lampiran 39.
Tabel 7. INP Jenis Burung Tertinggi di Jalur Kebun Campuran (KC)
FR KJ KR INP
Habitat Jenis Burung FJ
(%) (Ind/ha) (%) (%)
KC Passer montanus 0,5 11,8 26,9 58,7 70,5
Pycnonotus goiavier 0,5 11,8 2,49 5,43 17,2
Orthotomus ruficeps 0,5 11,8 2,49 5,43 17,2
Edge Orthotomus ruficeps 0,5 10,5 2,99 18,7 29,3
Amaurornis phoenicurus 0,5 10,5 2,49 15,6 26,2
Prinia familiaris 0,5 10,5 1,99 12,5 23
Hutan Gallus varius 0,25 5,56 3,54 15,4 20,9
Gracula religiosa 0,5 11,1 1,77 7,69 18,8
Psittacula longicauda 0,5 11,1 1,77 7,69 18,8

A.4.6. Jalur Pengamatan Kebun Sawit (KS)


A.4.6.1. INP Vegetasi pada Jalur Kebun Sawit (KS)
Perhitungan nI deks Nilai Penting (INP) yang merupakan penjumlahan dari
nilai KR, FR dan DR pada edge-jalur kebun sawit dengan 3 spesies pohon INP
terbesar adalah Endospermum sp. (84,02%), Quercus spp. (64,99%) dan Litsea
spp. (36,83%). Total INP ketiga spesies tersebut lebih dari 60% total INP pada
pengamatan. Pada core lebih dikuasai oleh jenis-jenis Syzygium sp. (48,38%),
Parashorea aptera (43,80%) dan Actinodaphne procera (38,09 %). Namun total
ketiga jenis vegetasi itu hanya sebesar 45% dari INP keseluruhan. Bila
58

dibandingkan dengan edge, terlihat bahwa kerapatan, frekuensi dan dominansi


relatif pada core menunjukkan penyebaran yang merata. Jenis Syzygium sp.
banyak ditemukan di tempat-tempat dengan kondisi vegetasi yang relatif tertutup.
Sedangkan Endospermum sp. ditemukan pada kondisi tertutup dan terbuka
serta sering dijadikan tempat bertengger banyak jenis burung.
Indeks kesamaan antara edge dengan core menunjukkan bahwa antara
kedua habitat dari total seluruh jenis menunjukkan kesamaan vegetasi sebesar
60%. Ada beberapa jenis yang ditemukan baik di kedua tempat seperti
Syzygium sp., Endospermum sp., Quercus spp., Actinodaphne procera,
Palaquium spp., dan Artocarpus elasticus. Indeks kesamaan (IS) antara 2
habitat ini relatif tinggi mengingat semakin itnggi IS semakin tinggi kesamaan
vegetasi.
Untuk tingkat tiang di edge, INP terbesar terdapat pada Litsea sp.
(67,18%), Euobia sp. (67,13%) dan Elaeocarpus sp. (41,54%). Sedangkan di
core lebih banyak ditemukan dan didominasi oleh jenis-jenis Horsfieldia grandis
(93,93%), Syzygium sp. (66,67%) dan Sloetia elongata (59,40%). Vegetasi yang
sama antara 2 habitat adalah jenis Sloetia elongata dengan indeks kesamaan
sebesar 18,18%. Nilai IS yang didapatkan relatif kecil dan menunjukkan tingkat
kesamaan yang kecil pula.
Pada tingkat pancang, seluruh jenis memiliki INP yang sama sebesar
33,33%. Di habitat edge ini ditemukan jenis Kibatalia borneensis yang
merupakan jenis yang menyukai tempat terbuka. Pada core juga ditemukan
Kibatalia borneensis (20,95%) tapi hanya terdapat pada pinggir core dengan
edge dan nilai INPnya relatif kecil dibandingkan vegetasi yang lain. INP terbesar
di habitat core terdapat pada Hopea mengarawan (95,24%) dan Parashorea
aptera (41,90%) dengan nilai IS sebesar 18,18% dan vegetasi yang sama dari
jenis Kibatalia borneensis.
Vegetasi tingkat semai di edge banyak dikuasai dan ditemukan jenis
Actinodaphne sp. (INP 52,38%), Palaquium hexandrum (INP 45,24%), dan
Palaquium sumatranum (INP 23,81%). Sedangkan di habitat core INP tertinggi
terdapat pada jenis Actinodaphne sp. (55%), Rhodamnia cinerea (45%), dan
Palaquium hexandrum (32,5%). Indeks kesamaan antara 2 habitat sebesar
16,67% dengan vegetasi yang sama dari jenis Actinodaphne sp.
Indeks Nilai Penting (INP) tingkat pohon, tingkat tiang, tingkat pancang dan
tingkat semai selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 24, 25, 26 dan 27.
59

Sedangkan peta profil tingkat pohon pada jalur pengamatan kebun sawit khusus
untuk daerah tepi (edge) dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Peta Profil Pohon di Daerah Tepi (Edge) Jalur Kebun Sawit (KS)
Keterangan Pohon :
1. Kandis
2. Sendok-sendok
3. Sendok-sendok
4. Balam merah
5. Empuyan
6. Balam merah

A.4.6.2. INP Burung pada Jalur Kebun Sawit (KS)


Burung-burung dari jenis Streptopelia chinensis (16,67%) dan Pycnonotus
goiavier (11,11%) sering ditemukan di jalur pengamatan sawit baik secara
langsung maupun tidak langsung (identifikasi suara). Jenis-jenis lain yang
ditemukan di kebun sawit hampir sama frekuensi relatif (FR)-nya sekitar 5,56%.
Khusus untuk plot edge ada 3 jenis burung yang memiliki nilai FR yang sama
sebesar 11,76%. Jenis burung tersebut meliputi jenis Orthotomus ruficeps,
Prinia familiaris dan Pycnonotus aurigaster. Nilai FR yang sama juga ditemukan
pada core sebesar 11,76% untuk jenis-jenis Prinia familiaris, Megalaima
hemachepala, Rhinomyias umbratilis, dan Psittacula longicauda. Jenis Prinia
60

familiaris banyak ditemukan di daerah edge dan core sedangkan di kebun sawit
juga ditemukan dalam frekuensi yang lebih kecil dibandingkan dengan kedua tipe
habitat lainnya.
Tiga jenis burung yang mendominasi lokasi kebun sawit berturut-turut dari
Streptopelia chinensis (44,9%), Pycnonotus goiavier (23,9%), dan Passer
montanus (13,2%). Pada edge ditemukan jenis-jenis dominan dengan INP
sebesar 33,6% untuk Prinia familiaris, 30,5% untuk Orthotomus atriceps dan
Pycnonotus aurigaster (21,1%). Jenis-jenis yang dominan pada kebun sawit dan
edge menjadi jarang atau tidak ada sama sekali di lokasi core, sehingga terjadi
pergeseran dominansi pada jenis Prinia familiaris (27,8%), Psittacula longicauda
(27,8%) dan Megalaima hemachepala (23,8%). INP burung pada masing-
masing tipe habitat dapat dilihat pada Tabel 8 dan selengkapnya pada Lampiran
40.
Tabel 8. INP Jenis Burung Tertinggi di Jalur Kebun Sawit (KS)
FR KJ KR INP
Habitat Jenis Burung FJ
(%) (Ind/ha) (%) (%)
KS Streptopelia chinensis 0,75 16,7 5,47 28,2 44,9
Pycnonotus goiavier 0,5 11,1 2,49 12,8 23,9
Passer montanus 0,25 5,56 1,49 7,69 13,2
Edge Prinia familiaris 0,5 11,8 3,48 21,9 33,6
Orthotomus ruficeps 0,5 11,8 2,99 18,7 30,5
Pycnonotus aurigaster 0,5 11,8 1,49 9,37 21,1
Hutan Psittacula longicauda 0,5 11,8 3,54 16 27,8
Prinia familiaris 0,5 11,8 3,54 16 27,8
Megalaima hemachepala 0,5 11,8 2,65 12 23,8

A.4.7. Jalur Pengamatan Hotel Rindu Sempadan (HR)


A.4.7.1. INP Vegetasi pada Jalur Hotel Rindu Sempadan (HR)
INP pohon tertinggi pada habitat edge jalur hotel terdapat pada jenis
Artocarpus rigidus (77,77%), Waru (39,45%) dan Cratoxylum arborescens
(35,90%). Pada habitat core ditemukan jenis Sago (60,15%), Endospermum sp .
(46,62%) dan Artocarpus rigidus (39,05%). Adapun indeks kesamaan antara 2
habitat tersebut sebesar 40% dengan jenis yang sama yaitu Cratoxylum
arborescens, Artocarpus elasticus, Artocarpus rigidus, Endospermum sp. dan
Garcinia parvifolia. Artocarpus rigidus ditemukan di 2 tipe habitat dengan
kecenderungan mengalami penurunan nilai INP dari 77% pada edge menjadi
39,05% di habitat core.
Tingkat tiang pada habitat edge didominasi oleh jenis-jenis Geroniera
nervosa (INP 84,51%), Polyalthia sp. (INP 43,12%) dan Dillenia oblongata (INP
61

35,96%). Sedangkan jenis-jenis Geroniera nervosa (INP 55,83%), Parkia


spesciosa (INP 52,67%) dan Candelia candel (INP 52,67%) mendominasi pada
habitat edge. Kedua tipe habitat memiliki kesamaan 26,67% dengan jenis yang
sama yaitu Geroniera nervosa dan Euobia sp.
Jenis-jenis Hopea mengarawan, Canarium tomentosum, Parashorea aptera
dengan INP masing-masing sebesar 40% mendominasi habitat edge. Khusus
untuk jenis Hopea mengarawan juga mendominasi pada habitat core dengan
nilai INP 68,75% sedangkan 7 jenis yang lain memiliki INP masing-masing
sebesar 18,75%. Jenis yang terdapat di kedua habitat adalah jenis Hopea
mengarawan dengan kecenderungan mengalami peningkatan nilai INP. Nilai IS
kedua habitat 13,33% menunjukkan tingkat kesamaan antara 2 habitat tersebut.
Berbeda dengan tingkat pancang, tingkat semai di edge didominasi oleh
jenis Kibatalia borneensis (INP 29,39%), Actinodaphne sp. (INP 27,19%) dan
Artocarpus elasticus (INP 24,12%). Sedangkan habitat core didominasi dan
banyak ditemukan jenis-jenis Actinodaphne sp. (INP 68,89%) dan Palaquium
sumatranum (INP 24,44%). Indeks kesamaan memberikan gambaran jumlah
jenis sama yang ada di kedua habitat. Indeks menunjukkan nilai 10,53% dengan
vegetasi yang sama dari jenis-jenis Actinodaphne sp. dan Geronniera
subaecualis.
Indeks Nilai Penting (INP) tingkat pohon, tingkat tiang, tingkat pancang dan
tingkat semai selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 28, 29, 30 dan 31.
Sedangkan peta profil tingkat pohon pada jalur pengamatan hotel Rindu
Sempadan khusus untuk daerah tepi (edge) dapat dilihat pada Gambar 14.
62

Gambar 14. Peta Profil Pohon di Daerah Tepi (Edge) Jalur Hotel Rindu
Sempadan
Keterangan Pohon :
1. Tampunik 1. Rambutan 1. Sendok-sendok
2. Cempedak 2. Tampunik 2. Medang sianik
3. Waru 3. Tampunikl 3. Tampunik
4. Waru 4. Kandis 4. Garunggang
5. Tampunik 5. Rambutan
6. Sendok-sendok 6. Tampunik
7. Tampunik 7. Garunggang

A.4.7.2. INP Burung pada Jalur Hotel Rindu Sempadan (HR)


Dalam penentuan jalur pengamatan, pada jalur hotel Rindu Sempadan
hanya mencakup 2 tipe habitat yakni edge dan core dimana habitat hotel terdiri
atas ruang terbuka. Pada edge paling sering ditemukan dan frekuensi relatif
paling tinggi pada jenis Streptopelia chinensis (18,75%) diikuti oleh jenis
Pycnonotus goiavier, Copsychus saularis, Prinia familiaris masing-masing
sebesar 12,5%. Sebaliknya di daerah core paling banyak ditemukan jenis
Aceros corrugatus dan Prinia familiaris dengan FR sebesar 21,43% dan jenis lain
memiliki FR yang sama besar (7,14%).
Dominansi suatu jenis berkaitan dengan kerapatan jenis tersebut
dibandingkan dengan jenis lain dalam satu plot pengamatan. Di habitat edge
63

ditemukan jenis Pycnonotus goiavier dengan KR sebesar 23,91%. Pycnonotus


goiavier ditemukan pada tiap-tiap titik contoh. Sedangkan jenis Orthotomus
ruficeps dan Copsychus saularis nilai KR tinggi di habitat edge setelah
Pycnonotus goiavier dengan nilai KR sebesar 8,70%. Nilai ini masih jauh di atas
kategori Jorgensen yang menyatakan spesies yang dikatakan dominan memiliki
nilai KR di atas 5%. Nilai KR yang terdapat di core didominasi oleh jenis Prinia
familiaris dengan sebesar 31,82%. Nilai KR sebesar 22,73% ditemukan pada
jenis Aceros corrugatus. KR sebesar 9,09% terdapat pada jenis Turnix suscitator
dan Rhipidura javanica.
Jenis Pycnonotus goiavier mempunyai nilai FR dan KR yang tinggi
disebabkan habitat pada jalur hotel Rindu Sempadan dikelilingi oleh areal
terbuka dan sarana prasarana hotel. INP burung pada masing-masing tipe
habitat dapat dilihat pada Tabel 9 dan selengkapnya pada Lampiran 41.
Tabel 9. INP Jenis Burung Tertinggi di Jalur Hotel (HR)
KJ KR INP
Habitat Jenis Burung FJ FR (%)
(Ind/ha) (%) (%)
Edge Streptopelia chinensis 0,75 18,8 7,96 19,6 38,3
Pycnonotus goiavier 0,5 12,5 9,73 23,9 36,4
Copsychus saularis 0,5 12,5 3,54 8,7 21,2
Hutan Prinia familiaris 0,75 21,4 6,19 31,8 53,2
Aceros corrugatus 0,75 21,4 4,42 22,7 44,2
Rhipidura javanica 0,25 7,14 1,77 9,09 16,2
64

A.5. Indeks Keanekaragaman Jenis Burung


Pada jalur pengamatan kebun campuran (KC) indeks keanekaragaman (H’)
tertinggi pada core sebesar 2,60, diikuti oleh habitat edge sebesar 2,53 dan
terendah di habitat kebun campuran dengan H’ sebesar 1,64. Keanekaragaman
di kebun sawit paling tinggi terdapat pada edge dengan nilai H’ sebesar 2,46 dan
core sebesar 2,42 serta habitat kebun sawit tingkat keanekaragaman sebesar
2,40. Di jalur pengamatan hotel Rindu Sempadan (HR), keanekaragaman
burung relatif lebih rendah dibandingkan kebun campuran dan kebun sawit.
Disini didapatkan Indeks Shannon sebesar 2,16 di edge dan 2,07 di core hutan.
Sedangkan di habitat semak tingkat keanekaragamannya berada pada nilai 2,34
di edge. Di core hutan keanekaragamannya sebesar 2,28 lebih besar
dibandingkan keanekaragaman di habitat semak (2,20).
Indeks Shannon paling tinggi pada jalur pengamatan danau (DN)
ditemukan pada habitat edge (2,55), kemudian diikuti oleh habitat core hutan
sebesar 2,52. Keanekaragaman paling rendah pada jalur tersebut terdapat pada
habitat danau. Namun demikian jumlah individu paling banyak ditemukan pada
habitat danau dengan jumlah 28 individu. Selanjutnya pada jalur pengamatan
belukar akasia (BA) didapatkan indeks keanekaragaman dengan variasi yang
besar antara ketiga habitat mulai dari yang terbesar pada habitat core (2,40),
habitat edge (2,19) dan paling kecil pada habitat semak belukar (1,76). Hampir
sama dengan jalur pengamatan danau pada belukar akasia jumlah individu
paling banyak juga ditemu kan pada habitat akasia sementara di core paling
sedikit.
Tingkat keanekaragaman pada jalur tepi jalan 1 (TJ 1) berbeda antara edge
dengan core. Pada habitat edge tingkat keanekaragamannya sebesar 2,31 dan
di core sebesar 2,93. Sedangkan pada jalur tepi jalan 2 (TJ 2), variasi
keanekaragamannya lebih kecil dengan tingkat keanekaragaman pada edge
sebesar 2,24 dan pada core sebesar 2,55. Variasi yang lebih kecil pada edge
jalan 1 diduga karena vegetasi tepi jalan dan keterbukaan tajuknya yang lebih
seragam dibandingkan tepi jalan 2. Pada tepi jalan 2 terjadi peningkatan
penutupan tajuk ke arah core hutan sehingga jenis-jenis burung ditemukan lebih
beragam.
Ada kecenderungan pada habitat-habitat yang lebih terbuka indeks
keanekaragamannya lebih rendah namun jumlah individunya paling banyak
dibandingkan dengan habitat lain dalam satu jalur. Hal ini diduga disebabkan
65

oleh sedikitnya variasi habitat yang mencakup pohon, tiang, pancang, semai dan
tumbuhan bawah, sehingga hanya burung-burung yang menyukai daerah
terbuka saja yang paling banyak ditemukan. Sedangkan jenis-jenis penyuka
daerah tertutup jarang ditemukan.
Dari 8 jalur pengamatan ditemukan Indeks Shannon tertinggi pada habitat
edge sebanyak 4 jalur dan 4 jalurnya lagi pada habitat core. Namun variasi nilai
keanekaragaman diantara keduanya tidak terlalu besar. Pada jalur tepi jalan
1dan tepi jalan 2 Indeks Shannon tertinggi terdapat pada core hutan. Hal ini
berkaitan dengan semakin beragam vegetasi dan semakin berkurangnya
pengaruh kebisingan jalan raya terhadap jenis-jenis burung. Perbedaan tingkat
keanekaragaman dan perbandingannya dengan jalur pengamatan yang lain
dapat dengan jelas dilihat pada Tabel 10 berikut ini.
Tabel 10. Indeks Keanekaragaman Jenis Burung pada Masing-Masing Jalur
Pengamatan

No Jalur Pengamatan Tipe Habitat Indeks


Keanekaragaman (H’)
1. Kebun Campuran Kebun campuran 1,64
Edge 2,53
Hutan 2,6
2. Kebun Sawit Kebun sawit 2,4
Edge 2,46
Hutan 2,42
3. Semak belukar Semak belukar 2,2
Edge 2,34
Hutan 2,28
4. Danau Danau 2,36
Edge 2,55
Hutan 2,52
5. Belukar akasia Belukar akasia 1,76
Edge 2,19
Hutan 2,39
6. Hotel Edge 2,16
Hutan 2,07
7. Tepi jalan 1 Edge 2,31
Hutan 2,93
8. Tepi jalan 2 Edge 2,24
Hutan 2,55

A.6. Indeks Kemerataan Jenis Burung


Indeks kemerataan jenis burung pada jalur kebun campuran (KC) paling
merata pada core (0,95), edge kebun dengan hutan (0,91) dan kebun campuran
(0,62). Pada kebun campuran penyebaran jenis burung yang satu tidak merata
dibandingkan dengan jenis yang lain. Ada jenis burung yang ditemukan dalam
jumlah yang banyak dalam 1 plot pengamatan (Hirundo tahitica).
66

Sedangkan pada kebun sawit (KS) indeks kemerataan (E) tertinggi


ditemukan pada habitat core dengan E sebesar 0,94, kemudian habitat edge
dengan E sebesar 0,93 dan pada habitat kebun sawit indeks kemerataannya
paling rendah sebesar 0,89. Indeks kemerataan pada kebun sawit menunjukkan
tidak meratanya distribusi jenis burung pada titik contoh. Beberapa jenis burung
ditemukan hanya pada satu titik contoh.
Pada jalur pengamatan hotel Rindu Sempadan (HR) perbedaan indeks
kemerataan sangat kecil mencakup angka ketiga di belakang koma. Indeks
kemerataan pada edge bernilai 0,90 dan pada core hutan 0,90. Perbedaan
kemerataan hampir tidak ada di 2 habitat tersebut. Indeks kemerataan pada 2
habitat tersebut dapat dikategorikan tinggi dan relatif merata jenis burungnya.
Habitat edge semak belukar (SB) dengan hutan (E 0,91) memiliki indeks
kemerataan yang lebih tinggi dibandingkan habitat semak (E 0,89) dan lebih
rendah jika dibandingkan dengan core hutan (0,92). Penyebaran jenis burung
lebih merata di titik-titik pengamatan dan jenis-jenis burung yang ditemukan
terdistribusi merata di tiap pengamatan pada habitat edge dan core.
Distribusi yang merata juga ditemukan pada jalur pengamatan danau (DN).
Ketiga habitat memiliki indeks kemerataan yang tinggi (>0,9). Pada habitat
danau didapatkan indeks kemerataan sebesar 0,92 dan 0,97 di habitat edge
danau dengan hutan serta 0,98 di core hutan.
Penyebaran jenis burung di jalur pengamatan belukar akasia (BA) paling
merata pada habitat core hutan (0,93) jika dibandingkan dengan habitat edge
akasia dengan hutan (0,91) dan habitat akasia (0,76). Pada habitat akasia
beberapa jenis burung terkonsentrasi pada titik pengamatan tertentu yakni dari
jenis Hirundo tahitica dan Geopelia striata.
Pada jalur tepi jalan 1 (TJ 1) indeks kemerataan jenis pada core (0,92) lebih
tinggi bila dibandingkan dengan edge hutan dengan jalan (0,90) dimana jumlah
jenis juga lebih tinggi pada core hutan dibandingkan dengan edge. Hampir sama
dengan tepi jalan 1, di tepi jalan 2 (TJ 2) indeks kemerataan jenis pada habitat
core hutan (0,90) lebih tinggi dibandingkan habitat edge (0,85).
Ada kecenderungan bahwa semakin terbuka suatu tempat dengan
berbagai jenis burung yang ada di tempat tersebut semakin rendah indeks
kemerataannya. Dari 6 jalur pengamatan yang memiliki habitat terbuka hanya
satu jalur yang memiliki indeks kemerataan lebih dari 0,9 selainnya di bawah 0,9.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 11.
67

Tabel 11. Indeks Kemerataan Jenis Burung pada Masing-Masing Jalur


Pengamatan

No Jalur Pengamatan Tipe Habitat Indeks Kemerataan


(E)
1. Kebun Campuran Kebun campuran 0,62
Edge 0,91
Hutan 0,96
2. Kebun Sawit Kebun sawit 0,89
Edge 0,93
Hutan 0,94
3. Semak belukar Semak belukar 0,89
Edge 0,91
Hutan 0,92
4. Danau Danau 0,92
Edge 0,97
Hutan 0,96
5. Belukar akasia Belukar akasia 0,76
Edge 0,91
Hutan 0,93
6. Hotel Edge 0,9
Hutan 0,9
7. Tepi jalan 1 Edge 0,9
Hutan 0,92
8. Tepi jalan 2 Edge 0,85
Hutan 0,9

A.7. Uji Kesamaan 2 Komunitas Burung


Kesamaan 2 komunitas burung diuji dengan menggunakan t-student. Uji ini
untuk melihat apakah 2 komunitas berbeda atau tidak. Pengujian dilakukan
hanya pada satu jalur untuk memberikan verifikasi bahwa satu habitat yang
berdekatan sama atau tidak dengan habitat lain dalam satu jalur pengamatan.
Habitat dalam satu jalur pengamatan yang memiliki tingkat kesamaan yang
tinggi, sedang dan rendah ditampilkan pada matriks dan dendrogram.

A.7.1. Jalur Tepi Jalan 1 (TJ 1)


Pada perbandingan komunitas burung di jalur pengamatan tepi jalan 1
antara edge dengan core menunjukkan perbedaan yang signifikan. T-hitung
edge dengan core sebesar 4,68 lebih besar dibandingkan dengan t-tabel (t-tabel
á=0,01 2,41, t-tabel á=0,05 1,68). Perbedaan ini relatif cukup besar dibandingkan
dengan jalur pengamatan lain yang tidak ada perbedaan sama sekali. Hal ini
memperkuat dugaan bahwa ada pengaruh yang besar dari keberadaan jalan
raya. Tingkat kebisingan dan tingkat adaptasi berpengaruh terhadap jenis
burung yang dijumpai pada habitat edge.
68

Hasil kesamaan jenis burung antar habitat dalam jalur pengamatan tepi
jalan 1 dapat dilihat pada Tabel 12. Berdasarkan matriks tersebut maka
diperoleh bentuk dendrogram pengelompokan habitat seperti pada Gambar 15.
Tabel 12. Matriks Indeks Kesamaan Jenis Burung antar Habitat pada Jalur
Pengamatan Tepi Jalan 1(TJ 1)

Habitat Edge Hutan


Edge 1 0,32
Hutan 1

Tingkat kesamaan jenis burung tertinggi yang terlihat pada dendrogram


adalah habitat hutan dengan edge sebesar 32%. Dari hasil dendrogram tersebut
didapatkan dua kelompok komunitas burung yaitu edge membentuk satu
komunitas dan komunitas kedua dibentuk oleh hutan.

Indeks Kesamaan Jenis


0,6 0,4 0,2 0,0

Tipe Habitat

Edge

Hutan

Gambar 15. Dendrogram Tingkat Kesamaan Jenis Burung antar Habitat Jalur
Pengamatan Tepi Jalan 1 (TJ 1)

A.7.2. Jalur Tepi Jalan 2 (TJ 2)


Pada jalur tepi jalan 2 perbedaan hanya terjadi pada t-tabel 95%
sedangkan pada t-tabel 99% tidak terdapat perbedaan antara kedua habitat. T-
hitung yang memb andingkan komunitas burung pada habitat edge dengan core
adalah 1,84 (t-tabel á=0,01 2,41, t-tabel á=0,05 1,68). Perbandingan ini hanya
signifikan pada selang kepercayaan 95% dan tidak signifikan pada selang
kepercayaan 99%. Hal ini memperkuat dugaan bah wa kurangnya penutupan
tajuk dan keterbukaan vegetasi menyebabkan komunitas burung di kedua habitat
relatif sama pada selang kepercayaan 99%.
Hasil kesamaan jenis burung antar habitat dalam jalur pengamatan hotel
dapat dilihat pada Tabel 13. Berdasarkan matriks tersebut maka diperoleh
bentuk dendrogram pengelompokan habitat seperti pada Gambar 16.
69

Tabel 13. Matriks Indeks Kesamaan Jenis Burung antar Habitat pada Jalur
Pengamatan Tepi Jalan (TJ 2)

Habitat Edge Hutan


Edge 1 0,29
Hutan 1

Tingkat kesamaan jenis burung tertinggi yang terlihat pada dendrogram


adalah habitat hutan dengan edge sebesar 29%. Dari hasil dendrogram tersebut
didapatkan dua kelompok komunitas burung yaitu edge membentuk satu
komunitas dan komunitas kedua dibentuk oleh hutan.

Indeks Kesamaan Jenis


0,6 0,4 0,2 0,0

Tipe Habitat

Edge

Hutan

Gambar 16. Dendrogram Tingkat Kesamaan Jenis Burung antar Habitat Jalur
Pengamatan Tepi Jalan 2 (TJ 2)

A.7.3. Jalur Semak Belukar (SB)


Berdasarkan perhitungan nilai t-hitung antara habitat semak dengan edge
didapatkan nilai t-hitung sebesar 1,09 (t-tabel á=0,01 2,41, t-tabel á=0,05 1,68) dimana
tidak terdapat perbedaan antara habitat semak dan edge. Sedangkan
perbandingan nilai t-hitung antara habitat semak dengan core hutan 0,95 (t-tabel
2,42, t-tabel á=0,051,68) menunjukkan tidak adanya perbedaan diantara
á=0,01

keduanya. Habitat edge dan core hutan menunjukkan tidak adanya perbedaan
antara keduanya (t-hitung 0,95 dan t-tabel á=0,01 2,42; t-tabel á=0,05 1,68).
Hasil kesamaan jenis burung antar habitat dalam jalur pengamatan semak
belukar dapat dilihat pada Tabel 14. Berdasarkan matriks tersebut maka
diperoleh bentuk dendrogram pengelompokan habitat seperti pada Gambar 17.
70

Tabel 14. Matriks Indeks Kesamaan Jenis Burung antar Habitat pada Jalur
Pengamatan Semak Belukar (SB)

Habitat Semak belukar Edge Hutan


Semak Belukar 1 0,32 0,20
Edge 1 0,14
Hutan 1

Tingkat kesamaan jenis burung tertinggi yang terlihat pada dendrogram


adalah habitat hutan dengan edge sebesar 32%. Dari hasil dendrogram tersebut
didapatkan dua kelompok komunitas burung yaitu semak belukar dan edge
membentuk satu komunitas dan komunitas kedua dibentuk oleh hutan.

Indeks Kesamaan Jenis


0,6 0,4 0,2 0,0

Tipe Habitat

Semak belukar
Edge

Hutan

Gambar 17. Dendrogram Tingkat Kesamaan Jenis Burung antar Habitat Jalur
Pengamatan Semak Belukar (SB)

A.7.4. Jalur Belukar Akasia (BA)


Hasil perbandingan yang berbeda didapatkan pada perhitungan nilai t-
hitung antara akasia dan core dengan nilai sebesar 3,01 (t-tabel á=0,01 2,39, t-tabel
á=0,05 1,67). Perbandingan kedua habitat memberikan kesimpulan bahwa terdapat
komunitas burung yang berbeda antara kedua. Namun sebaliknya perhitungan
nilai t-hitung untuk habitat akasia dengan edge (t-hitung 0,92 < t-tabel á=0,01 2,41,
t-tabel á=0,05 1,68) dan habitat edge dengan core (t-hitung 0,44 < t-tabel á=0,01

2,41, t-tabel 1,68) menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan.


á=0,05

Perbedaan antara habitat akasia dengan core diduga disebabkan oleh adanya
jarak yang cukup jauh dan adanya habitat edge diantara keduanya.
Hasil kesamaan jenis burung antar habitat dalam jalur pengamatan belukar
akasia dapat dilihat pada Tabel 15. Berdasarkan matriks tersebut maka
diperoleh bentuk dendrogram pengelompokan habitat seperti pada Gambar 18.
71

Tabel 15. Matriks Indeks Kesamaan Jenis Burung antar Habitat pada Jalur
Pengamatan Belukar Akasia (BA)

Habitat Belukar Akasia Edge Hutan


Belukar Akasia 1 0,62 0,1
Edge 1 0,09
Hutan 1

Tingkat kesamaan jenis burung tertinggi yang terlihat pada dendrogram


adalah habitat hutan dengan edge sebesar 62 %. Dari hasil dendrogram
tersebut didapatkan dua kelompok komunitas burung yaitu belukar akasia dan
edge membentuk satu komunitas dan komunitas kedua dibentuk oleh hutan.

Indeks Kesamaan Jenis


0,8 0,5 0,1 0,0

Tipe Habitat

Belukar Akasia
Edge

Hutan

Gambar 18. Dendrogram Tingkat Kesamaan Jenis Burung antar Habitat Jalur
Pengamatan Belukar Akasia (BA)

A.7.5. Jalur Danau (DN)


Perbandingan komunitas pada ketiga kombinasi antara habitat danau-edge,
habitat danau-core dan habitat edge-core tidak menunjukkan perbedaa n dimana
T-hitung lebih kecil dibandingkan t-tabel. Berturut-turut t-hitung habitat danau-
edge, habitat danau-edge dan habitat edge-core adalah 0,86 (t-tabel á=0,01 2,41,
t-tabel á=0,05 1,68), 0,12 (t-tabel á=0,01 2,45, t-tabel á=0,05 1,31) dan 0,69 (t-tabel
á=0,01 2,45, t-tabel á=0,05 1,31).
Hasil kesamaan jenis burung antar habitat dalam jalur pengamatan danau
dapat dilihat pada Tabel 16. Berdasarkan matriks tersebut maka diperoleh
bentuk dendrogram pengelompokan habitat seperti pada Gambar 19.
72

Tabel 16. Matriks Indeks Kesamaan Jenis Burung antar Habitat pada Jalur
Pengamatan Danau (DN)

Habitat Danau Edge Hutan


Danau 1 0,23 0,13
Edge 1 0,23
Hutan 1

Tingkat kesamaan jenis burung tertinggi yang terlihat pada dendrogram


adalah habitat hutan dengan edge sebesar 23 %. Dari hasil dendrogram
tersebut didapatkan dua kelompok komunitas burung yaitu danau dan edge
membentuk satu komunitas dan komunitas kedua dibentuk oleh hutan.

Indeks Kesamaan Jenis


0,6 0,4 0,2 0,0

Tipe Habitat

Danau
Edge

Hutan

Gambar 19. Dendrogram Tingkat Kesamaan Jenis Burung antar Habitat Jalur
Pengamatan Danau (DN)

A.7.6. Jalur Kebun Campuran (KC)


Pengujian pada jalur kebun campuran antara habitat kebun dengan edge
menunjukkan perbedaan yang signifikan antara 2 komunitas tersebut. T-hitung
menunjukkan nilai 4,24 lebih besar dibandingkan t-tabel dengan selang
kepercayaan 95% dan 99% sebesar 1,68 dan 2,41 (df sebesar 44). Sedangkan
antara habitat kebun dengan core juga menunjukkan perbedaan yang signifikan
dengan t-hitung bernilai 4,78 (t table á=0,05 1,68 dan t tabel á=0,01 2,41 dengan df
sebesar 46). Namun perbandingan antara edge dan core tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan karena t-hitung (0,32) lebih kecil dibandingkan
dengan t-tabel á=0,05 1,68 dan t-tabel á=0,01 2,41 dengan df sebesar 46. Tidak
adanya perbedaan antara habitat edge dengan core diduga karena hampir
sebagian besar jenis burung di core juga masuk dalam pengamatan di edge.
73

Hasil kesamaan jenis burung antar habitat dalam jalur pengamatan kebun
campuran dapat dilihat pa da Tabel 17. Berdasarkan matriks tersebut maka
diperoleh bentuk dendrogram pengelompokan habitat seperti pada Gambar 20.
Tabel 17. Matriks Indeks Kesamaan Jenis Burung antar Habitat pada Jalur
Pengamatan Kebun Campuran (KC)

Habitat Kebun campuran Edge Hu tan


Kebun campuran 1 0,4 0,12
Edge 1 0,24
Hutan 1

Tingkat kesamaan jenis burung tertinggi yang terlihat pada dendrogram


adalah habitat kebun campuran dengan edge sebesar 40 %. Dari hasil
dendrogram tersebut didapatkan dua kelompok komunitas burung yaitu kebun
campuran dan edge membentuk satu komunitas dan komunitas kedua dibentuk
oleh hutan.

Indeks Kesamaan Jenis


0,6 0,4 0,2 0,0

Tipe Habitat

Kebun Campuran
Edge

Hutan

Gambar 20. Dendrogram Tingkat Kesamaan Jenis Burung antar Habitat Jalur
Pengamatan Kebun Campuran (KC)

A.7.7. Jalur Kebun Sawit (KS)


Pada perbandingan antar habitat pada jalur pengamatan kebun sawit
menunjukkan tidak adanya perbedaan antara ketiga komunitas baik antara
kebun sawit dengan edge, kebun sawit dengan core dan edge dengan core.
Nilai t-hitung yang didapatkan pada ketiga perbandingan lebih kecil dibandingkan
dengan t-tabel. Hal ini disebabkan hampir meratanya jenis-jenis burung yang
ditemukan pada ketiga habitat. T-hitung pada ketiga perbandingan antara kebun
sawit-edge (0,31 dan t-tabel á=0,01 2,41, t-tabel á=0,05 1,68), kebun sawit-core (0,11
dan t-tabel á=0,01 2,41, t-tabel á=0,05 1,68) dan edge-core (0,19 dan t-tabel á=0,01

2,41, t-tabel á=0,05 1,68).


74

Hasil kesamaan jenis burung antar habitat dalam jalur pengamatan kebun
sawit dapat dilihat pada Tabel 18. Berdasarkan matriks tersebut maka diperoleh
bentuk dendrogram pengelompokan habitat seperti pada Gambar 21.
Tabel 18. Matriks Indeks Kesamaan Jenis Burung antar Habitat pada Jalur
Pengamatan Kebun Sawit (KS)

Habitat Kebun sawit Edge Hutan


Kebun sawit 1 0,38 0,12
Edge 1 0,08
Hutan 1

Tingkat kesamaan jenis burung tertinggi yang terlihat pada dendrogram


adalah habitat kebun campuran dengan edge sebesar 38 %. Dari hasil
dendrogram tersebut didapatkan dua kelompok komunitas burung yaitu kebun
sawit dan edge membentuk satu komunitas dan komunitas kedua dibentuk oleh
hutan.

Indeks Kesamaan Jenis


0,6 0,4 0,2 0,0

Tipe Habitat

Kebun Sawit
Edge

Hutan

Gambar 21. Dendrogram Tingkat Kesamaan Jenis Burung antar Habitat Jalur
Pengamatan Kebun Sawit (KS)

A.7.8. Jalur Hotel Rindu Sempadan (HR)


Perbandingan komunitas antara edge dan core pada jalur pengamatan
hotel Rindu Sempadan menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan di
antara kedua habitat. t-hitung pada perbandingan kedua habitat adalah 0,46 (t-
tabel á=0,01 2,44, t-tabel 1,69) lebih kecil dibandingkan t-tabel. Ada 3 jenis
á=0,05

burung yang ditemukan di kedua habitat yaitu jenis Pycnonotus goiavier,


Orthotomus ruficeps dan Prinia familiaris.
Hasil kesamaan jenis burung antar habitat dalam jalur pengamatan hotel
dapat dilihat pada Tabel 19. Berdasarkan matriks tersebut maka diperoleh
bentuk dendrogram pengelompokan habitat seperti pada Gambar 22.
75

Tabel 19. Matriks Indeks Kesamaan Jenis Burung antar Habitat pada Jalur
Pengamatan Hotel Rindu Sempadan (HR)

Habitat Edge Hutan


Edge 1 0,17
Hutan 1

Tingkat kesamaan jenis burung tertinggi yang terlihat pada dendrogram


adalah habitat hutan dengan edge sebesar 17 %. Dari hasil dendrogram
tersebut didapatkan dua kelompok komunitas burung yaitu edge membentuk
satu komunitas dan komunitas kedua dibentuk oleh hutan.

Indeks Kesamaan Jenis


0,6 0,4 0,2 0,0

Tipe Habitat

Edge

Hutan

Gambar 22. Dendrogram Tingkat Kesamaan Jenis Burung antar Habitat Jalur
Pengamatan Hotel (HR)
76

B. Pembahasan

B.1. Penentuan Edge berdasarkan Tingkat Kesamaan dan T-hitung


B.1.1. Tingkat Kesamaan Vegetasi di Edge dan Core
Berdasarkan hasil perhitungan indeks kesamaan antara habitat edge dengan
core hutan dapat dibuat beberapa ketegori kesamaan komunitas. Semakin tinggi
indeks kesamaan semakin tinggi pula kesamaan vegetasi dari 2 tempat yang
dibandingkan. Indeks kesamaan secara umum memiliki 5 kategori kesamaan
komunitas yakni (1) komunitas yang dibandingkan tidak sama (IS 0%), (2)
komunitas yang dibandingkan rendah tingkat kesamaan komunitasnya
(0%<IS<33,33%), (3) komunitas yang dibandingkan sedang tingkat kesamaan
komunitasnya (33,33%<IS<66,66%), (4) komunitas yang dibandingkan tinggi tingkat
kesamaan komunitasnya (66,66%<IS<100%) dan (5) komunitas yang dibandingkan
sama (IS 100%).
Dari hasil perhitungan indeks kesamaan pohon antara habitat edge dengan
core pada 7 jalur analisa vegetasi didapatkan tidak ada komunitas yang tidak sama
(IS 0%) dan tidak ada komunitas yang sama (IS 100%). Tingkat kesamaan
komunitas tersebar pada kategori sedang. Kategori sedang terdapat pada edge
kebun sawit dengan hutan (IS 60%), edge kebun campuran dengan hutan (IS
34,78%), edge jalan dengan hutan (IS 40%), edge hotel dengan hutan (IS 40%),
edge danau dengan hutan (IS 63,16%), edge akasia dengan hutan (IS 40%) dan
edge semak belukar dengan hutan (40%).
Perbandingan tingkat tiang antara habitat edge dengan core menunjukkan
kategori rendah pada edge kebun sawit dengan hutan (IS 18,18%), edge kebun
campuran dengan hutan (IS 16,67%), edge jalan dengan hutan (19,05%), edge
hotel dengan hutan (IS 26,67%), edge danau dengan hutan (IS 28,57%), edge
akasia dengan hutan (IS 15,38%) dan edge semak belukar dengan hutan (IS
16,67%).
Komunitas vegetasi tingkat pancang antara habitat edge dengan hutan
menunjukkan kesamaan yang rendah. Kesamaan yang rendah ditemukan pada
edge kebun sawit dengan hutan (IS 18,18%), edge kebun campuran dengan hutan
(IS 14,29%), edge jalan dengan hutan (IS 19,05%), edge hotel dengan hutan (IS
13,33%), edge danau dengan hutan (IS 22,22%), edge akasia dengan hutan (IS
15,38%) dan edge semak belukar dengan hutan (IS 15,38%).
77

Tingkat kesamaan vegetasi semai antara habitat edge dengan core


menunjukkan kesamaan yang relatif rendah pada edge kebun sawit dengan hutan
(IS 16,67%), edge kebun campuran dengan hutan (IS 11,11%), edge jalan dengan
hutan (IS 14,29%), edge hotel dengan hutan (IS 10,53%) dan edge semak belukar
dengan hutan (IS 14,29%). Sedangkan pada edge danau dengan hutan (IS
37,50%) dan edge akasia dengan hutan (IS 46,15%) menunjukkan tingkat
kesamaan sedang.
Berdasarkan tingkat kesamaan vegetasi antara edge dengan core didapatkan
kesimpulan bahwa tidak ada satupun tingkat kesamaan komunitas yang tinggi atau
100% sama. Kesamaan vegetasi berada pada kategori sedang dan rendah.
Secara umum kategori sedang mencakup 3-4 jenis vegetasi yang sama sedangkan
kategori rendah mencakup 1-2 jenis vegetasi yang sama. Hal ini memperkuat
dugaan bahwa secara penyebaran dan komposisi jenis terdapat perbedaan antara
edge-core hutan dengan variasi indeks kesamaan antara rendah sampai dengan
sedang.

B.1.2. T-hitung Komunitas Burung di Edge dan Core


Perhitungan dengan menggunakan t-student (Magurran, 1988) diperlukan
untuk melihat sejauh mana suatu komunitas jenis memiliki perbedaan atau
persamaan dengan komunitas lain. Komunitas jenis burung yang dibandingkan
antara komunitas burung di edge dengan core hutan. Parameter yang
dibandingkan adalah indeks keanekaragaman Shannon (H’), jumlah jenis dan
jumlah individu pada masing-masing habitat edge dan core di setiap jalur
pengamatan.
Berdasarkan perhitungan nilai t-student didapatkan bahwa edge kebun
campuran dengan core hutan (t-hitung (0,32) < t-tabel selang kepercayaan 95%
(1,68); t-hitung (0,32) < t-tabel selang kepercayaan 99% (2,41)) tidak terdapat
perbedaan. Begitu juga dengan edge kebun sawit dengan core hutan tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan (t-hitung (0,19) < t-tabel selang
kepercayaan 95% (1,68); t-hitung (0,32) < t-tabel selang kepercayaan 99% (2,42))
dan edge hotel dengan core hutan (t-hitung (0,46) < t-tabel selang kepercayaan
95% (1,68); t-hitung (0,46) < t-tabel selang kepercayaan 99% (2,42)). Edge semak
dengan core hutan juga tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (t-hitung
(0,95) < t-tabel selang kepercayaan 95% (1,68); t-hitung (0,95) < t-tabel selang
kepercayaan 99% (2,42)). Kondisi yang sama juga terdapat pada edge danau
78

dengan core (t-hitung (0,12) < t-tabel selang kepercayaan 95% (1,70); t-hitung
(0,32) < t-tabel selang kepercayaan 99% 2,45) dan edge akasia dengan core hutan
(t-hitung (0,44) < t-tabel selang kepercayaan 95% (1,69); t-hitung (0,44) < t-tabel
selang kepercayaan 99% (2,44)) tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal
ini berarti tidak terdapat perbedaan komunitas burung antara edge dengan core
pada jalur pengamatan kebun sawit, kebun campuran, hotel, danau, akasia dan
semak belukar. Lebih lengkap disajikan pada Lampiran 33.
Berbeda dengan jalur-jalur pengamatan yang lain pada jalur pengamatan edge
jalan 1 terdapat perbedaan yang signifikan dengan selang kepercayaan 95% dan
99% (t-hitung (4,68) > t-tabel selang kepercayaan 95% (1,68); t-hitung (4,68) < t-
tabel selang kepercayaan 99% (2,41)). Sedangkan pada edge jalan 2 terdapat
perbedaan yang signifikan pada selang kepercayaan 95% dan pada selang
kepercayaan 99% tidak terdapat perbedaan yang signifikan (t-hitung (1,84) > t-tabel
selang kepercayaan 95% (1,68); t-hitung (1,84) < t-tabel selang kepercayaan 99%
(2,41)).
Berdasarkan hasil perhitungan t-student terdapat dugaan bahwa untuk edge
yang terdapat pada jalur pengamatan yang letaknya jauh dari pemukiman dan jalan
memiliki tingkat kesamaan dengan core hutan. Letak jalur berpengaruh terhadap
komposisi keanekaragaman jenis burung di 2 habitat yang saling berdekatan,
sedangkan edge hutan yang berdekatan dengan jalan serta pemukiman
menciptakan komposisi jenis yang berbeda dengan daerah core hutan. Perbedaan
yang terjadi juga disebabkan oleh tinggi rendahnya variasi habitat yang terdapat di
sekeliling lokasi pengamatan dan intensitas gangguan manusia.
Namun secara garis besar penentuan edge pada jalur pengamatan telah
mewakili komposisi jenis burung yang ada disana. Hal ini sesuai dengan konsep
daerah peralihan dimana spesies yang ada di edge merupakan gabungan dari
spesies yang ada di habitat hutan dan habitat penggunaan lahan lainnya. Sedikit
menjadi sulit bahwa jenis burung merupakan jenis yang aktif bergerak sehingga
jenis yang menyukai daerah terbuka kadang ditemukan di daerah core hutan
sebelah edge atau kadangkala spesies yang menyukai daerah tertutup hinggap di
pohon daerah terbuka.
Penentuan edge dengan menggunakan spesies burung sedikit sulit mengingat
bahwa jenis burung dapat berpindah dari suatu tempat ke tempat lain, apalagi
sebagian besar burung berkaitan dengan sumber makanan dan untuk jenis-jenis
nektarivora berkaitan dengan musim berbunga dan berbuah pepohonan.
79

Sedangkan untuk jenis insektivora berkaitan dengan populasi serangga. Bila


karakteristik edge terkait dengan perubahan suhu secara abiotik dan perubahan
vegetasi secara biotik berpengaruh tidak langsung terhadap kelimpahan burung.
Fenomena ini hanya bisa dijawab dengan pengamatan bertahun-tahun untuk
menentukan jenis burung apa saja yang selalu menghuni daerah edge dan
ditemukan dalam kelimpahan yang besar di edge pada setiap musim dan setiap
tahun. Sehingga jika berpedoman dari literatur yang menyebutkan bahwa suatu
jenis menyukai daerah terbuka atau tertutup seberapa besar terbuka atau
tertutupnya dan karakteristik daerah tersebut bagaimana belum dapat menjawab
penghuni daerah tepi (edge).

B.2. Pengaruh Penutupan Vegetasi terhadap Jumlah dan Komposisi Jenis


Burung
B.2.1. Jumlah Jenis Burung di Lokasi Penelitian
Dari hasil pengamatan ditemukan jumlah burung sebanyak 824 individu yang
terdiri atas 64 jenis dan 26 famili dari 8 jalur pengamatan. Burung-burung yang
teridentifikasi didominasi oleh ordo Passeriformes sebanyak 13 famili.
Burung yang paling banyak ditemukan dari famili Pycnonotidae (cucak-
cucakan) sejumlah 6 jenis dan famili Nectariniidae, Ploceidae, Silviidae masing-
masing sebanyak 4 jenis. Keempat famili ini yang paling banyak ditemukan dan
menyebar merata di tiap-tiap plot pengamatan. Sedangkan famili burung yang lain
berkisar 1-3 jenis yang ditemukan di lokasi penelitian. Pada Tabel 20 disajikan
jumlah ordo, famili dan jumlah jenis burung yang ditemukan di lokasi penelitian.
Tabel 20. Ordo, Famili dan Jumlah Jenis Burung pada Lokasi Penelitian
No Ordo Famili Jumlah Jenis
1. Falconiformes Accipitridae 2
2. Galliformes Phasianidae 2
3. Gruiformes Turnicidae 1
Rallidae 1
4. Columbiformes Columbidae 3
5. Psittaformes Psittacidae 3
6. Cuculiformes Cuculidae 4
7. Strigiformes Strigidae 2
8. Caprimulgiformes Caprimulgidae 2
9. Coraciiformes Alcedinidae 2
Bucerotidae 3
Capitonidae 2
10. Piciformes Picidae 3
11. Passeriformes Hirundinidae 1
Chloropseidae 2
Pycnonotidae 6
Dicruridae 2
80

Tabel 20. Lanjutan


No Ordo Famili Jumlah Jenis
11. Passeriformes Oriolidae 1
Corvidae 2
Turdidae 2
Silviidae 4
Muscicapidae 3
Motacillidae 1
Sturnidae 2
Nectariniidae 4
Ploceidae 4
Total 11 ordo 26 famili 64 jenis
Sedangkan nama lokal, ilmiah dan suku serta jenis diet burung secara lengkap
disajikan pada Tabel 21.
Tabel 21. Nama Lokal, Nama Ilmiah, Suku dan Jenis Diet Burung

NO NAMA LOKAL NAMA ILMIAH SUKU DIET

1 Elang hitam Ictinaetus malayensis Accipitridae Car


2 Elang ular bido Spilornis cheela Accipitridae Car
3 Puyuh hitam Melanoperdix nigra Phasianidae Grs, Ins
4 Ayam hutan hijau Gallus varius Phasianidae Grs, Ins
5 Gemak loreng Turnix suscitator Turnicidae Grs
6 Kareo padi Amaurornis phoenicurus Rallidae Grs
7 Perkutut jawa Geopelia striata Columbidae Frg
8 Punai kecil Treron olax Columbidae Frg
9 Tekukur biasa Streptopelia chinensis Columbidae Frg
10 Betet ekor panjang Psittacula longicauda Psittacidae Frg
11 Serindit melayu Loriculus galgulus Psittacidae Frg
12 Nuri tanau Psittinus cyanurus Psittacidae Frg
13 Bubut alang-alang Centropus bengalensis Cuculidae Ins
14 Bubut besar Centropus sinensis Cuculidae Ins
15 Kadalan birah Phaenichophaeus curvirostris Cuculidae Ins, Car
16 Kadalan saweh Phaenichophaeus sumatranus Cuculidae Ins
17 Beluk ketupa Ketupa ketupu Strigidae Car
18 Punggok coklat Ninox scutulata Strigidae Car
19 Cabak maling Caprimu lgus macrurus Caprimulgidae Ins
20 Taktarau besar Eurostopodus macrotis Caprimulgidae Ins
21 Cekakak belukar Halcyon smyrnensis Alcedinidae Pi
22 Raja udang meninting Alcedo meninting Alcedinidae Pi
23 Rangkong badak Buceros rhinoceros Bucerotidae Frg
24 Julang emas Aceros undulatus Bucerotidae Frg
25 Julang jambul hitam Aceros corrugatus Bucerotidae Frg
26 Takur ungkut-ungkut Megalaima haemacephala Capitonidae Frg
27 Takur tenggeret Megalaima australis Capitonidae Frg
28 Pelatuk kuduk-kuning Picus flavinucha Picidae Ins
29 Pelatuk sayap-merah Picus puniceus Picidae Ins
30 Pelatuk raffles Dinopium rafflesii Picidae Ins
31 Layang-layang batu Hirundo tahitica Hirundinidae Ins
32 Cipoh kacat Aegithina tiphia Chloropseidae Ins
81

Tabel 21. Lanjutan


NO NAMA LOKAL NAMA ILMIAH SUKU DIET

33 Cipoh jantung Aegithina viridissima Chloropseidae Ins


34 Merbah cerukcuk Pycnonotus goiavier Pycnonotidae Frg, Ins
35 Merbah corok-corok Pycnonotus simplex Pycnonotidae Frg, Ins
36 Cucak kuricang Pycnonotus atriceps Pycnonotidae Frg, Ins
37 Cucak kutilang Pycnonotus aurigaster Pycnonotidae Frg, Ins
38 Cucak rumbai-tungging Pycnonotus eutilotus Pycnonotidae Frg, Ins
39 Merbah belukar Pycnonotus plumosus Pycnonotidae Frg, Ins
40 Srigunting batu Dicrurus paradiseus Dicruridae Ins
41 Srigunting keladi Dicrurus aeneus Dicruridae Ins
42 Kacembang gadung Irena puella Oriolidae Frg
43 Gagak hutan Corvus enca Corvidae Car
44 Gagak kampung Corvus macrorhyncos Corvidae Car
45 Kucica kampung Copsychus saularis Turdidae Ins
46 Berkecet biru-tua Cinclidium diana Turdidae Ins
47 Cinenen kelabu Orthotomus ruficeps Silviidae Ins
48 Cinenen belukar Orthotomus atrogularis Silviidae Ins
49 Perenjak jawa Prinia familiaris Silviidae Ins
50 Cinenen merah Orthotomus sericeus Silviidae Ins
51 Seriwang asia Terpsiphone paradisi Muscicapidae Ins
52 Sikatan-rimba dada-kelabu Rhinomyias umbratilis Muscicapidae Ins
53 Kipasan belang Rhipidura javanica Muscicapidae Ins
54 Apung tanah Anthus novaeseelandiae Motacillidae Grs
55 Tiong emas Gracula religiosa Sturnidae Frg
56 Kerak ungu Acridotheres tristis Sturnidae Frg
57 Burung-madu sriganti Nectarinia jugularis Nectariniidae Nec
58 Burung-madu belukar Anthreptes singalensis Nectariniidae Nec
59 Burung-madu polos Anthreptes simplex Nectariniidae Nec
60 Burung-madu kelapa Anthreptes malacensis Nectariniidae Nec
61 Burung-gereja erasia Passer montanus Ploceidae Grs
62 Bondol haji Lonchura maja Ploceidae Grs
63 Bondol peking Lonchura punctulata Ploceidae Grs
64 Bondol perut-putih Lonchura leucogastra Ploceidae Grs
Keterangan :
Ins : insektivora, jenis pemakan serangga
Grs : granivora, jenis pemakan biji-bijian (biji rerumputan dsb)
Nec : nektarivora, jenis pemakan nektar atau madu
Frg : frugivora, jenis pemakan buah-buahan
Car : carnivora, jenis pemakan daging
P : piscivora, jenis pemakan ikan

Di antara non Passeriformes, jenis paling banyak ditemukan dari famili


Cuculidae sebanyak 4 jenis dan yang lain di bawah 3 jenis. Ordo Passeriformes
lebih banyak ditemukan di lokasi penelitian khususnya daerah terbuka dan edge.
Khusus untuk famili Pycnonotidae paling banyak ditemukan dengan identifikasi
suara maupun langsung (Lampiran 3). Sedangkan dari ordo lain hanya ditemukan
82

di core atau daerah terbuka saja, misalnya Coraciiformes (famili Bucerotidae)


banyak dijumpai di daerah core hutan.
Dari masing-masing jalur pengamatan, jumlah individu terbanyak ditemukan
pada jalur kebun campuran (KC) sebanyak 160 individu dengan komposisi jenis
burung sebanyak 14 jenis di kebun campuran, 16 jenis di edge-nya dan 15 jenis di
core hutan. Berturut-turut jumlah individu di kebun campuran, edge dan hutan
adalah 92, 32 dan 26 individu. Sedangkan jumlah individu burung paling kecil
ditemukan pada jalur danau (DN) dengan jumlah sebanyak 62 individu dengan
rincian: 28 individu dari 13 jenis ditemukan di habitat danau, 19 individu dari 14 jenis
di edge dan 15 individu dari 13 jenis ditemukan pula di hutan. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Tabel 22 berikut :
Tabel 22. Jumlah Jenis dan Jumlah Individu di Jalur Pengamatan

Jalur Tipe Habitat Jumlah Jenis Jumlah Individu

Edge 13 65
Tepi Jalan 1 (TJ 1)
Hutan 24 76
Edge 14 57
Tepi Jalan 2 (TJ 2)
Hutan 17 48
Semak Belukar 12 41
Semak Belukar (SB) Edge 13 39
Hutan 12 25
Belukar Akasia 10 50
Belukar Akasia (BA) Edge 11 27
Hutan 13 24
Danau 13 28
Danau (DN) Edge 14 19
Hutan 13 15
Kebun Campuran 14 92
Kebun Campuran (KC) Edge 16 32
Hutan 15 26
Kebun Sawit 15 39
Kebun Sawit (KS) Edge 14 30
Hutan 13 25
Edge 11 46
Hotel Rindu (HR)
Hutan 10 20

Dari 8 jalur pengamatan pada Tabel terlihat bahwa 4 jalur pengamatan yakni
edge semak belukar, edge danau, edge kebun campuran dan edge hotel memiliki
jumlah jenis tertinggi dibandingkan dengan habitat lainnya dalam 1 jalur
pengamatan. Pada jalur pengamatan tepi jalan 1 dan 2 serta belukar akasia jumlah
jenis tertinggi terdapat pada habitat hutan sedangkan pada jalur kebun sawit jumlah
jenis tertinggi terdapat pada habitat kebun sawit. Hal ini berkaitan dengan
kemampuan habitat yang dapat menyediakan sumber pakan, pelindung atau ruang
bagi burung (Welty,1982).
83

Menurut James (1971) dalam Welty (1982) bahwa penutupan tajuk, ketinggian
tajuk dan keanekaragaman jenis pohon menentukan keanekaragaman jenis burung
di suatu tempat. Stratifikasi dan daerah peralihan antara 2 habitat yang berbatasan
dalam hal ini edge memungkingkan burung menempati berbagai strata yang
bervariasi di daerah tepi tersebut (Gaol, 1998).
Welty (1982) mengemukakan bahwa terdapat suatu rangkaian iklim mikro
yang berbeda, yang tersusun dalam suatu stratifikasi mendatar hutan hujan tropik,
dari tajuk atas hutan sehingga permukaan tanah (ground), tajuk hijau dari pohon
hutan yang tinggi, merupakan habitat mikro yang menerima sebagian besar sinar
matahari dan hujan badai. Lapisan tersebut merupakan lokasi beradanya sebagian
besar bunga, buah dan satwa.
Jumlah individu terbanyak terdapat pada 4 jalur yang merupakan tipe habitat
bukaan yaitu semak belukar, belukar akasia, kebun campuran dan kebun sawit.
Sedangkan pada daerah tepi (edge) sebanyak 2 jalur yaitu tepi jalan 2 dan hotel.
Pada tipe habitat hutan dengan jumlah individu terbanyak dalam 1 jalur terdapat
pada tepi jalan 1.

B.2.2. Komposisi Jenis Burung Berdasarkan Makanan


Secara umum jalur-jalur pengamatan di tahura SSH didominasi oleh jenis-jenis
burung pemakan serangga (insectivora) sebanyak 12 famili, pemakan buah
(frugivora) sebanyak 6 famili, pemakan nektar (nectarivora) sebanyak 1 famili,
pemakan daging (carnivora) sebanyak 2 famili dan pemakan jenis di luar kelompok
besar sebanyak 4 famili (Tabel 23).
Tabel 23. Komposisi Famili Burung berdasarkan Jenis Makanan
No Jenis Pemakan Famili

1. Insectivora Alcedinidae, Caprimulgidae, Chloropseidae, Cuculidae


Dicruridae, Hirundinidae, Motacillidae, Muscicapidae
Oriolidae, Picidae, Silviidae, Turdidae, Capitonidae

2. Frugivora Bucerotidae, Columbidae, Ploceidae, Psittacidae


Pycnonotidae, Sturnidae

3. Nectarivora Nectariniidae

4. Carnivora Accipitridae, Strigidae, Corvidae

5. Lain-lain (OBG) Phasianidae, Corvidae, Rallidae, Turnicidae, Alcedinidae


84

Burung-burung pemakan serangga terdiri dari burung yang hanya pemakan


serangga tanpa memakan jenis makanan lain dan burung yang utamanya makan
serangga. Burung-burung dari famili ini yang mendominasi plot-plot pengamatan
pada tahura SSH. Burung-burung dari famili dan jumlah jenis frugivora berada di
bawah nectarivora. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Farb (1985) dalam Utari
(2000) bahwa akibat perbedaan gerakan udara, sinar matahari, suhu, kelembaban,
tersedianya pangan, tempat bernaung dan cara bergerak, tiap lapisan hutan hujan
memiliki penghuni serangga yang beragam. Sehingga serangga adalah salah satu
pakan burung terutama jenis insectivores, juga menyebabkan beragamnya jenis
burung yang menghuni tiap lapisan hutan.
Menurut Numelin (1989) dalam Gaol (1998) bahwa kepadatan serangga
(Arthropoda) berhubungan erat dengan dengan tingkat penutupan hutan. Pada
hutan yang memiliki penutupan tajuk dan tumbuhan bawah yang rapat,
memungkinkan hidupnya beragam jenis serangga dan tersedianya sumber pakan
burung.

B.3. Pengaruh Ketersediaan Makanan terhadap Jumlah Jenis Burung

B.3.1. Jalur Tepi Jalan 1 (TJ 1)


Hampir diseluruh grafik menunjukkan penurunan jumlah jenis untuk tipe
makanan nektarivora, frugivora dan insektivora antara hutan dengan edge. Namun
untuk tipe makanan carnivore mengalami peningkatan jumlah jenis jiika
dibandingkan antara hutan dengan edge. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Gambar 23.

Nektarivora
2 Insektivora
16
14 14
12
Jml Jenis

11
Jml Jenis

10
1 1
8
6
4
2
0 0 0
Hutan Edge Hutan Edge
Habitat Habitat

(a) (b)
85

Frugivora Carnivora dan Lainnya


12 3
11
10

8 2 2
Jml Jenis

Jml Jenis
6

4 4 1 1

0 0
Hutan Edge Hutan Edge
Habitat Habitat

(c) (d)
Gambar 23. Jumlah Jenis Berdasarkan Makanan di Jalur Tepi Jalan 1 (TJ 1)
(a) Nektarivora
(b) Insektivora
(c) Frugivora
(d) Carnivora dan Lainnya

B.3.2. Jalur Tepi Jalan 2 (TJ 2)


Grafik tipe makanan frugivora dan nektarivora menunjukkan penurunan jumlah
jenis dibandingkan antara hutan dengan edge. Namun untuk tipe makanan
insektivora dan carnivora mengalami peningkatan jumlah jenis jika dibandingkan
dengan habitat hutan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 24 yang
menggambarkan hubungan habitat dengan kelimpahan jenis berdasarkan tipe
pakan

Nektarivora
2 Insektivora
14
13
12
10
Jml Jenis

9
Jml Jenis

1 1 8

6
4
2
0 0
0
Hutan Edge
Hutan Edge
Habitat Habitat

(a) (b)
86

Frugivora Carnivora dan Lainnya


9 3
8 8
7
6 2 2
Jml Jenis

Jml Jenis
5
4 4
3 1 1
2
1
0 0
Hutan Edge Hutan Edge
Habitat Habitat

(c) (d)
Gambar 24. Jumlah Jenis Berdasarkan Makanan di Jalur Tepi Jalan 2 (TJ 2)
(a) Nektarivora
(b) Insektivora
(c) Frugivora
(d) Carnivora dan Lainnya

B.3.3. Jalur Semak Belukar (SB)


Hampir diseluruh grafik menunjukkan penurunan jumlah jenis pada tipe
makanan nektarivora, insektivora dan carnivora. Sedangkan untuk tipe makanan
frugivora mengalami peningkatan dibandingkan dengan habitat hutan. Pada Gambar
25 disajikan secara terperinci perubahan jumlah jenis burung.

Nektarivora
4 Insektivora

3 4 4 4
Jml Jenis

3
2
Jml Jenis

2 2
1 1
1
0 0 0
Hutan Edge SB 0
Habitat Hutan Edge SB
Habitat

(a) (b)
87

Frugivora Carnivora dan Lainnya


5 5 5

Jml Jenis 4 4 4 4 4

Jml Jenis
3 3

2 2 2 2

1 1

0 0
Hutan Edge SB Hutan Edge SB
Habitat Habitat

(c) (d)
Gambar 25. Jumlah Jenis Berdasarkan Makanan di Jalur Semak Belukar (SB)
(a) Nektarivora
(b) Insektivora
(c) Frugivora
(d) Carnivora dan Lainnya

B.3.4. Jalur Belukar Akasia (BA)


Grafik tipe nektarivora dan frugivora menunjukkan penurunan jumlah jenis
antara hutan dengan edge. Sedangkan untuk tipe insektivora dan carnivora
mengalami peningkatan jumlah jenis dibandingkan dengan habitat hutan.
Insektivora mengalami peningkatan pada belukar akasia berbeda dengan carnivora.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 26.

Nektarivora
3 Insektivora
10
9 9
8 8
2 2
Jml Jenis

7
Jml Jenis

6 6
5
1 4
3
2
1
0 0 0
0
Hutan Edge BA
Hutan Edge BA
Habitat Habitat

(a) (b)
88

Frugivora Carnivora dan Lainnya


5 5 5

Jml Jenis 4 4 4

Jml Jenis
3 3 3 3

2 2 2 2

1 1

0 0
Hutan Edge BA Hutan Edge BA
Habitat Habitat

(c) (d)
Gambar 26. Jumlah Jenis Berdasarkan Makanan di Jalur Belukar Akasia (BA)
(a) Nektarivora
(b) Insektivora
(c) Frugivora
(d) Carnivora dan Lainnya

B.3.5. Jalur Danau (DN)


Grafik tipe makanan nektarivora menunjukkan penurunan jumlah jenis
sedangkan frugivora dan insektivora mengalami peningkatan jumlah jenis bila
dibandingkan dengan hutan. Tipe carnivora jumlah jenisnya tetap dari hutan ke
edge. Hubungan tipe pakan dengan habitat jalur pengamatan danau lebih jelas
digambarkan pada Gambar 27.

Nektarivora
2 Insektivora
10
9 9 9
8
Jml Jenis

7 7
Jml Jenis

1 1 6
5
4
3
2
1
0 0 0 0
Hutan Edge DN Hutan Edge DN
Habitat Habitat

(a) (b)
89

Frugivora Carnivora dan Lainnya


7 7 7
6 6

5 5 5 5
Jml Jenis

Jml Jenis
4 4
3 3 3

2 2 2 2
1 1
0 0
Hutan Edge DN Hutan Edge DN
Habitat Habitat

(c) (d)
Gambar 27. Jumlah Jenis Berdasarkan Makanan di Jalur Danau (DN)
(a) Nektarivora
(b) Insektivora
(c) Frugivora
(d) Carnivora dan Lainnya

B.3.6. Jalur Kebun Campuran (KC)


Gambar 24 menunjukkan pada habitat edge jenis insektivora memiliki jumlah
jenis tertinggi dibandingkan habitat kebun campuran dan hutan. Sedangkan jenis
frugivora dan nektarivora mengalami penurunan jumlah jenis. Pada jenis carnivora
dan lainnya terjadi peningkatan dari habitat hutan. (Gambar 28)

Nektarivora Insektivora
2 12
11
10 10
Jml Jenis

8 8
Jml Jenis

1 1
6

0 0 0 2
Hutan Edge KC 0
Habitat Hutan Edge KC
Habitat

(a) (b)
90

Frugivora Carnivora dan Lainnya


8 6
7 7
5 5
6 6
4 4
Jml Jenis

Jml Jenis
5
4 4 3 3
3
2
2
1
1
0 0
Hutan Edge KC Hutan Edge KC
Habitat Habitat

(c) (d)
Gambar 28. Jumlah Jenis Berdasarkan Makanan di Jalur Kebun Campuran (KC)
(a) Nektarivora
(b) Insektivora
(c) Frugivora
(d) Carnivora dan Lainnya

B.3.7. Jalur Kebun Sawit (KS)


Gambar 29 menunjukkan terdapat peningkatan jumlah jenis dibandingkan
hutan dari tipe makanan nektarivora, insektivora dan carnivora. Sedangkan tipe
makanan frugivora tidak mengalami penurunan atau peningkatan (jumlah tetap).

Nektarivora
2 Insektivora
12
11
10 10
Jml Jenis

8
Jml Jenis

1 1 1
6 6

0 0 2
Hutan Edge KS 0
Habitat Hutan Edge KS
Habitat

(a) (b)
91

Frugivora Carnivora dan Lainnya


6 6 6

5 5 5 5

4 4 4
Jml Jenis

Jml Jenis
3 3 3

2 2 2

1 1

0 0
Hutan Edge KS Hutan Edge KS
Habitat Habitat

(c) (d)
Gambar 29. Jumlah Jenis Berdasarkan Makanan di Jalur Kebun Sawit (KS)
(a) Nektarivora
(b) Insektivora
(c) Frugivora
(d) Carnivora dan Lainnya

B.3.8. Jalur Hotel Rindu Sempadan (HR)


Gambar 30 menunjukkan terdapat penurunan jumlah jenis pada tipe makanan
nektarivora dan frugivora dibandingkan hutan. Tipe makanan insektivora tetap
jumlah jenisnya sedangkan carnivora mengalami peningkatan dibandingkan dengan
habitat hutan.

Nektarivora
2 Insektivora
7
6 6 6
Jml Jenis

5
Jml Jenis

1 1
4
3
2
0 0 1
Hutan Edge 0
Habitat Hutan Edge
Habitat

(a) (b)
92

Frugivora Carnivora dan Lainnya


4 4 4

Jml Jenis 3 3 3 3

Jml Jenis
2 2

1 1 1

0 0
Hutan Edge Hutan Edge
Habitat Habitat

(c) (d)
Gambar 30. Jumlah Jenis Berdasarkan Makanan di Jalur Hotel (HR)
(a) Nektarivora
(b) Insektivora
(c) Frugivora
(d) Carnivora dan Lainnya

Dari 8 jalur pengamatan ditemukan perbedaan antara hutan dengan edge


berdasarkan jumlah jenis burung berdasarkan makanan yaitu :
1. Jenis-jenis burung nektarivora mengalami penurunan dari hutan ke arah daerah
tepi pada 7 jalur pengamatan (tepi jalan 1, tepi jalan 2, danau, semak belukar,
belukar akasia, kebun campuran dan hotel) dan mengalami kenaikan pada jalur
kebun sawit.
2. Jenis-jenis burung insektivora mengalami kenaikan jumlah jenis antara hutan
dengan edge pada jalur tepi jalan 2, belukar akasia, danau, kebun campuran
dan kebun kelapa sawit, sedangkan pada jalur hotel jumlahnya tetap. Jenis ini
mengalami penurunan pada jalur tepi jalan 1 dan semak belukar.
3. Jenis-jenis burung frugivora mengalami penurunan jumlah jenis antara hutan
dengan edge pada jalur tepi jalan 1, tepi jalan 2, belukar akasia, kebun
campuran, kebun sawit dan hotel. Sedangkan pada jalur danau dan semak
belukar mengalami peningkatan jumlah jenis antara hutan dan edge.
4. Jenis-jenis carnivora dan lainnya mengalami kenaikan jumlah jenis dari hutan ke
edge pada jalur tepi jalan 1, tepi jalan 2, belukar akasia, kebun campuran, kebun
sawit dan hotel. Sedangkan pada jalur semak belukar mengalami penurunan
dan pada jalur danau tidak mengalami penurunan ataupun kenaikan.
93

B.3.9. Gabungan Jalur Pengamatan


Jumlah jenis burung berdasarkan makanan memiliki perbedaan di masing-
masing habitat yang dibagi menjadi habitat core, habitat edge, habitat kebun (kebun
campuran dan kebun sawit) dan habitat bukaan (semak belukar, danau, belukar
akasia). Sedangkan jenis burung berdasarkan makanannya dibagi menjadi
pemakan serangga (insektivora), pemakan buah/biji (frugivora), pemakan nektar
(nektarivora) dan lain-lain (karnivora, obg). Kemudian juga akan ditentukan kaitan
antara habitat dan jumlah jenis yang terdapat di habitat tersebut serta jumlah jenis
burung yang dilindungi di tiap-tiap habitat (data jenis yang dilindungi terdapat pada
Lampiran 3). Untuk lebih jelas dapat dilihat dari Gambar 31 berikut ini
Seluruh Jenis Jenis yang Dilindungi
60 12

50 50 10 10

40 41 8

Jml Jenis
Jml Jenis

30 6
5
20 19 21 4

10 2 2

0 0 0
HT HE HK HB HT HE HK HB
Habitat Habitat

(a) (b)
Gambar 31. Perbandingan jumlah jenis tiap habitat (a) Seluruh Jenis (b) Jenis yang
Dilindungi
Keterangan :
HT (hutan), HE (habitat edge), HK (habitat kebun/kebun campuran dan kelapa sawit), HB
(habitat bukaan/semak belukar dan belukar akasia).

Sedangkan perbandingan jumlah jenis berdasarkan makanan terdapat pada


Gambar 32 berikut :
Nektarivora Insektivora
5 25
23
4 4 20
19
Jml Jenis
Jml Jenis

3 15

2 2 10
9 9

1 5

0 0 0 0
HT HE HK HB HT HE HK HB
Habitat Habitat

(a) (b)
94

Frugivora Carnivora dan Lainnya


16 9
15
14 8 8
13 7 7
12
6
Jml Jenis

Jml Jenis
10
9 5
8
7 4
6
3 3
4 2 2
2 1
0 0
HT HE HK HB HT HE HK HB
Habitat Habitat

(c) (d)
Gambar 32. Jumlah Jenis Berdasarkan Makanan di Tiap Tipe Habitat
(a) Nektarivora
(b) Insektivora
(c) Frugivora
(d) Carnivora dan Lainnya
Keterangan :
HT (hutan), HE (habitat edge), HK (habitat kebun/kebun campuran dan kelapa sawit), HB
(habitat bukaan/semak belukar dan belukar akasia).

Hampir diseluruh grafik menunjukkan penurunan jumlah jenis baik


berdasarkan jumlah yang dilindungi dan tidak maupun berdasarkan makanan.
Namun daerah edge dengan keanekaragaman yang cukup tinggi dapat dijadikan
habitat alternatif bagi konservasi keanekaragaman jenis burung.
Berdasarkan Gambar 31 dan Gambar 32 terjadi penurunan jumlah jenis
burung dari jumlah total, jumlah yang dilindungi dan jumlah jenis berdasarkan
makanan dari habitat berhutan, habitat daerah tepi dan habitat bukaan serta diikuti
habitat kebun.

B.4. Respon Jenis Burung di Tiap Jalur Pengamatan


Penentuan tipe burung yang mendiami habitat penggunaan lahan, habitat
edge dan core menggunakan kriteria respon spesies terhadap edge (Sisk &
Margules, 1995). Tipe burung ini dilihat dengan menggunakan kelimpahan jenis
burung tersebut di suatu habitat. Burung-burung yang ditentukan tipe responnya
terhadap edge terbatas pada 1 jenis burung di tiap habitat dengan kerapatan jenis
tertinggi pada masing-masing jalur pengamatan. Pengambilan ini dianggap
mewakili tipe jenis dengan asumsi bahwa jenis dengan kerapatan tinggi di satu
habitat dan di habitat lain juga tinggi termasuk dalam habitat generalist, sedangkan
kerapatan tinggi di satu habitat dan rendah di habitat lain berarti habitat specialist.
95

B.4.1. Jalur Tepi Jalan 1 (TJ 1)


Kelimpahan jenis Orthotomus ruficeps pada habitat edge sebesar 4,55 ind/ha
dan di habitat core sebesar 4,04 ind/ha. Jenis ini termasuk jenis habitat specialist
edge exploiter. Sedangkan jenis Megalaima australis memiliki kelimpahan jenis
sebesar 3,54 ind/ha pada habitat core dan tidak ditemukan pada habitat lain,
sehingga jenis ini dimasukkan pada jenis habitat specialist. Jenis Pycnonotus
goiavier termasuk dalam habitat specialist edge exploiter sedangkan Terpsiphone
paradisi termasuk dalam habitat spesialist edge avoider. Keempat jenis
digambarkan dalam bentuk grafik respon pada Gambar 33 berikut ini.

Orthotomus ruficeps Megalaima australis


5 4.55 5
Kelimpahan Jenis

Kelimpahan Jenis
4.04
4 4 3.54

3 3

(a) 2 (b) 2

1 1
0 0 0
0 0
TJ 1 Edge Core TJ 1 Edge Core

Tipe Habitat Tipe Habitat

Pycnonotus goiavier Terpsiphone paradisi


8.59 6
Kelimpahan Jenis
9
Kelimpahan Jenis

6 4
4.55
3 2.53

(c) 3 (d) 2
1.01
1
0 0
0 0

TJ 1 Edge Core TJ 1 Edge Core

Tipe Habitat Tipe Habitat

Gambar 33. Respon Berbagai Jenis Burung di Jalur Tepi Jalan 1 (TJ 1)
(a) Orthotomus ruficeps (b) Megalaima australis
(c) Pycnonotus goaivier (d) Terpsiphone paradisi

B.4.2. Jalur Tepi Jalan 2 (TJ 2)


Jenis Aegithina tiphia ditemukan di habitat edge dengan kelimpahan jenis 2,53
ind/ha dan 2,53 ind/ha di habitat core sedangkan di habitat lain tidak ditemukan,
sehingga jenis ini termasuk dalam kategori jenis habitat specialist. Kelimpahan jenis
Terpsiphone paradisi di habitat core sebesar 2,53 ind/ha dan 1,52 ind/ha di habitat
edge menjadikan jenis ini termasuk dalam jenis dengan respon habitat specialist
edge avoider. Sedangkan Orthotomus ruficeps dan Pycnonotus goiavier termasuk
dalam habitat specialist edge exploiter. Jenis-jenis burung tersebut digambarkan
dengan jelas pada Gambar 34 berikut ini.
96

Aegithina tiphia Terpsiphone paradisi


9 9

Kelimpahan Jenis

Kelimpahan Jenis
6 6

(a) 2.53 2.53


(b) 2.53
3 3
1.52

0 0
0 0
TJ 2 Edge Core TJ 2 Edge Core

Tipe Habitat Tipe Habitat

Orthotomus ruficeps Pycnonotus goiavier


9 9 8.09
Kelimpahan Jenis

Kelimpahan Jenis
6 5.06 6
4.55
(c) (d) 3.54

3 3

0 0
0 0
TJ 2 Edge Core TJ 2 Edge Core

Tipe Habitat Tipe Habitat

Gambar 34. Respon Berbagai Jenis Burung di Jalur Tepi Jalan 2 (TJ 2)
(a) Aegithina tiphia (b) Terpsiphone paradisi
(c) Anthus navaeseelandiae (d) Irena puella

B.4.3. Jalur Semak Belukar (SB)


Pada habitat semak belukar, kelimpahan jenis tertinggi terdapat pada jenis
Pycnonotus goiavier dengan nilai KJ 3,18 ind/ha. Jenis ini juga terdapat di habitat
edge dengan kelimpahan jenis 2,87 ind/ha dan core dengan KJ 4,42 ind/ha. Jenis
ini termasuk spesies habitat generalist edge avoider. Sedangkan di habitat edge
kelimpahan jenis cukup tinggi pada jenis Hirundo tahitica dengan KJ sebesar 1,59
ind/ha dan di habitat semak sebesar 0,32 ind/ha serta tidak ditemukan pada habitat
core. Jenis Hirundo tahitica dapat dimasukkan pada jenis habitat specialist edge
exploiter. Di habitat core jenis dengan kelimpahan cukup tinggi pada Pycnonotus
simplex dengan KJ sebesar 2,65 ind/ha dan kelimpahan jenis sebesar 1,59 ind/ha di
semak belukar dan tidak ditemukan pada habitat edge. Pycnonotus simplex dan
Orthotomus ruficeps dapat dikategorikan sebagai habitat generalist edge avoider.
Jenis Copsychus saularis dimasukkan ke dalam jenis habitat specialist edge
exploiter, Picus puniceus termasuk ke dalam jenis habitat specialist. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 35 berikut ini.
97

Pycnonotus simplex Hirundo tahitica


3 3
2.65

Kelimpahan Jenis
Kelimpahan Jenis
(a) (b)
2 2
1.59 1.59

1 1

0.32
0 0
0 0
SB Edge Core SB Edge Core

Tipe Habitat Tipe Habitat

Pycnonotus goiavier Orthotomus ruficeps


5 5
4.42 4.42

Kelimpahan Jenis
Kelimpahan Jenis

4 4
3.18
2.87
3 3
2.23

(c) 2 (d) 2 1.59

1 1

0 0
SB Edge Core SB Edge Core
Tipe Habitat Tipe Habitat

Copsychus saularis Picus puniceus


3 3
Kelimpahan Jenis

Kelimpahan Jenis

2 2 1.77

(e) 1.27 (f)


1 1

0 0 0 0
0 0
SB Edge Core SB Edge Core
Tipe Habitat Tipe Habitat

Gambar 35. Respon Berbagai Jenis Burung di Jalur Semak Belukar (SB)
(a) Pycnonotus simplex (b) Hirundo tahitica
(c) Pycnonotus goiavier (d) Ortotomus ruficeps
(e) Copsychus saularis (f) Picus puniceus

B.4.4. Jalur Belukar Akasia (BA)


Kelimpahan jenis burung Geopelia striata pada habitat akasia sebesar 5,97
ind/ha dan tidak ditemukan di habitat lainnya. Jenis Geopelia striata termasuk
habitat specialist. Sedangkan jenis Amaurornis phoenicurus memiliki kelimpahan
sebesar 2,49 ind/ha di edge dan 1,99 ind/ha di habitat akasia serta tidak ditemukan
pada habitat core. Amaurornis phoenicurus termasuk jenis habitat specialist edge
exploiter. Jenis Anthreptes singalensis di habitat core memiliki kelimpahan sebesar
98

1,77 ind/ha dan tidak dijumpai pada habitat lain pada jalur akasia. Jenis ini
termasuk habitat specialist. Jenis Pycnonotus goiavier termasuk pada jenis habitat
generalist. Orthotomus ruficeps dikategorikan jenis habitat generalist edge avoider
sedangkan Hirundo tahitica termasuk habitat specialist edge avoider. Bila
digambarkan dalam bentuk grafik maka terlihat penggunaan habitat pada masing-
masing jenis burung dan untuk lebih jelasnya dapat diihat pada Gambar 36.

Pycnonotus goiavier Amaurornis phoenicurus


10 10
Kelimpahan Jenis

Kelimpahan Jenis
8 8

6 6

(a) (b)
4 4
2.49
1.99 1.99 1.77 1.99
2 2
0
0 0
BA Edge Core BA Edge Core

Tipe Habitat Tipe Habitat

Geopelia striata Hirundo tahitica


9.95
10
10
Kelimpahan Jenis

Kelimpahan Jenis

8 8
5.97
6
(c) (d)
6

4 4
2.49

2 2

0 0 0
0
0
BA Edge Core
BA Edge Core

Tipe Habitat Tipe Habitat

Orthotomus ruficeps Anthreptes singalensis


10 10
Kelimpahan Jenis

Kelimpahan Jenis

8 8

6 6
(e) 4.42 (f)
4 4
1.99 1.99 1.77
2 2
0 0
0 0
BA Edge Core BA Edge Core

Tipe Habitat Tipe Habitat

Gambar 36. Respon Berbagai Jenis Burung di Jalur Belukar Akasia (BA)
(a) Pycnonotus goiavier (b) Amaurornis phoenicurus
(c) Geopelia striata (d) Hirundo tahitica
(e) Orthotomus ruficeps (f) Anthreptes singalensis
99

B.4.5. Jalur Danau (DN)


Kelimpahan jenis burung Pycnonotus plumosus pada jalur danau mulai dari
tepi danau, edge dan core sebesar 1,59 ind/ha, 0 ind/ha, dan 0 ind/ha. Jenis ini
termasuk jenis habitat specialist. Sedangkan jenis Copsychus saularis kelimpahan
jenis pada tepi danau sebesar 0 ind/ha, 0,64 ind/ha di edge dan 0,88 ind/ha di core
hutan serta tidak ditemukan pada habitat danau. Copsychus saularis dan
Orthotomus sericeus termasuk jenis habitat specialist edge exploiter. Pada habitat
core kelimpahan jenis burung Pycnonotus aurigaster sebesar 1,77 ind/ha, 0,32
ind/ha di edge dan tidak ditemukan pada habitat danau. Jenis ini termasuk dalam
kategori habitat specialist edge avoider. Jenis Pycnonotus goiavier termasuk habitat
generalist edge avoider sedangkan Orthotomus ruficeps dikategorikan sebagai
habitat generalist edge avoider. Kelimpahan dan respon masing-masing jenis dapat
terlihat pada Gambar 37 berikut.

Pycnonotus plumosus Pycnonotus goiavier


2 2
Kelimpahan Jenis

1.59 1.59
Kelimpahan Jenis

0.96
1 0.88
1

(a) (b)

0 0
0 0
DN Edge Core DN Edge Core
Tipe Habitat Tipe Habitat

Copsychus saularis Orthotomus sericeus


2 2
Kelimpahan Jenis

Kelimpahan Jenis

(c) 1
0.88 (d) 1
0.64 0.64

0 0 0
0 0
DN Edge Core DN Edge Core

Tipe Habitat Tipe Habitat


100

Orthotomus ruficeps Pycnonotus aurigaster


2 2
1.77 1.77

Kelimpahan Jenis

Kelimpahan Jenis
1 1

(e) 0.64 (f)


0.32

0 0
0 0
DN Edge Core DN Edge Core

Tipe Habitat Tipe Habitat

Gambar 37. Respon Berbagai Jenis Burung di Jalur Danau (DN)


(a) Pycnonotus plumosus (b) Pycnonotus goiavier
(c) Copsychus saularis (d) Orthotomus sericeus
(e) Orthotomus ruficeps (f) Pycnonotus aurigaster

B.4.6. Jalur Kebun Campuran (KC)


Burung dengan kerapatan jenis tertinggi pada habitat kebun campuran adalah
jenis Passer montanus (26,87 ind/ha) dan tidak ditemukan pada tipe habitat edge
dan core. Jenis Passer montanus dikategorikan sebagai habitat specialist.
Sedangkan kerapatan jenis tertinggi di edge adalah jenis Orthotomus ruficeps (2,99
ind/ha). Kerapatan jenis Orthotomus ruficeps di habitat kebun campuran sebesar
2,49 ind/ha dan di core 1,77 ind/ha. Jenis Orthotomus ruficeps dimasukkan pada
jenis habitat generalist edge exploiter. Jenis Gallus varius dengan kerapatan jenis
sebesar 3,54 ind/ha dan tidak dijumpai pada edge dan habitat kebun campuran
dimasukkan pada jenis habitat specialist. Jenis Gracula religiosa termasuk dalam
habitat specialist, sedangkan jenis Prinia familiaris termasuk ke dalam jenis habitat
specialist edge exploiter, sedangkan jenis Amaurornis phoenicurus termasuk habitat
specialist edge exploiter. Penyebaran jenis-jenis burung tersebut dapat dilihat
dengan jelas pada Gambar 38 berikut:

Amaurornis phoenicurus Orthotomus ruficeps


4
3
Kelimpahan Jenis

2.49
Kelimpahan Jenis

2.99
3 2.49
2

(a) (b)
1.77
2

1
0.5 1

0
0 0
KC Edge Core KC Edge Core

Tipe Habitat Tipe Habitat


101

Prinia familiaris Passer montanus


30 26.87
4

Kelimpahan Jenis
25

Kelimpahan Jenis
3
20
(c) 2
1.99
1.77 (d) 15

10
1
5
0
0 0
0
0
KC Edge Core
KC Edge Core
Tipe Habitat Tipe Habitat

Gallus varius Gracula religiosa


4 3.54 4
Kelimpahan Jenis

Kelimpahan Jenis
3 3

1.77
2 2

(e) 1
(f) 1

0 0 0 0
0 0
KC Edge Core KC Edge Core

Tipe Habitat Tipe Habitat

Gambar 38. Respon Berbagai Jenis Burung di Jalur Kebun Campuran (KC)
(a) Amaurornis phoenicurus (b) Orthotomus ruficeps
(c) Prinia familiaris (d) Passer Montanus
(e) Gallus varius (f) Gracula religiosa

B.4.7. Jalur Kebun Sawit (KS)


Jenis burung Streptopelia chinensis yang terdapat di habitat kebun sawit nilai
kerapatan jenisnya sebesar 5,47 ind/ha, namun jenis burung ini tidak ditemukan di
edge sedangkan di habitat core ditemukan dengan kerapatan jenis sebesar 0,88
ind/ha. Pada habitat edge kerapatan jenis tertinggi terdapat pada jenis Prinia
familiaris dengan nilai sebesar 3,48 ind/ha. Di habitat kebun sawit jenis ini memiliki
kelimpahan sebesar 1 ind/ha, sedangkan di core ditemukan dengan KJ sebesar
3,54 ind/ha. Kelimpahan jenis tertinggi pada habitat core ditemukan pada jenis
Psittacula longicauda sebesar 3,54 ind/ha. Namun jenis ini tidak ditemukan di
habitat kebun sawit dan edge. Jenis burung Streptopelia chinensis dapat
dikategorikan sebagai habitat generalist edge avoider sedangkan Prinia familiaris
termasuk habitat generalist dan jenis Psittacula longicauda termasuk jenis habitat
specialist. Jenis Megalaima hemachepala termasuk habitat specialist edge avoider
sedangkan jenis Orthotomus ruficeps termasuk habitat specialist edge exploiter.
102

Jenis Pycnonotus goiavier termasuk ke dalam jenis habitat specialist. Respon


keenam jenis burung tersebut dapat dilihat pada Gambar 39 berikut.

Streptopelia chinensis Prinia familiaris


6 5.47 6

Kelimpahan Jenis
Kelimpahan Jenis
5 5

4 4 3.48 3.54

(a) 3
(b) 3

2 2
1
0.88
1 1
0
0 0
KS Edge Core KS Edge Core

Tipe Habitat Tipe Habitat

Psittacula longicauda Orthotomus ruficeps


6 6
Kelimpahan Jenis

Kelimpahan Jenis
5 5

4 4
2.99
3 3

(c) 2
(d) 2

1 1 0.5
0
0 0

KS Edge Core KS Edge Core


Tipe Habitat Tipe Habitat

Pycnonotus goiavier Megalaima hemachepala


6 6
Kelimpahan Jenis

Kelimpahan Jenis

5 5

4 4

(e) 3 2.49 (f) 3 2.65

2 2

1 1 0.5
0 0 0
0 0

KS Edge Core KS Edge Core

Tipe Habitat Tipe Habitat

Gambar 39. Respon Berbagai Jenis Burung di Jalur Kebun Sawit (KS)
(a) Streptopelia chinensis (b) Prinia familiaris
(c) Psittacula longicauda (d) Orthotomus ruficeps
(e) Pycnonotus goiavier (e) Megalaima hemachepala

B.4.8. Respon Jenis Burung di Jalur Hotel (HR)


Jalur hotel hanya terdiri dari 2 tipe habitat yaitu habitat edge dan core
dimana jenis burung dengan kelimpahan jenis cukup tinggi terdapat pada jenis
103

Pycnonotus goiavier dengan KJ sebesar 4,42 ind/ha dan di habitat core KJ sebesar
0,88 ind/ha. Jenis ini termasuk habitat specialist edge exploiter karena sering
terbang di sekitar areal hotel. Sedangkan jenis Aceros corrugatus kelimpahan jenis
sebesar 4,42 ind/ha dan tidak ditemukan pada habitat lain. Jenis burung ini
termasuk jenis habitat specialist edge avoider. Jenis Prinia familiaris termasuk ke
dalam jenis habitat specialist edge avoider dan Streptopelia chinensis termasuk
habitat specialist edge exploiter dan hanya ditemukan di edge. Secara jelas respon
jenis digambarkan pada Gambar 40 berikut ini.

Prinia familiaris Aceros corrugatus


9 9
Kelimpahan Jenis

Kelimpahan Jenis
6.19
6 6
(a) (b) 4.42

2.65
3 3

0 0 0
0 0
HR Edge Core HR Edge Core
Tipe Habitat Tipe Habitat

Pycnonotus goiavier Streptopelia chinensis


9 9 7.96
Kelimpahan Jenis

Kelimpahan Jenis

6 6

(c) (d)
3 3

0.88
0 0 0
0 0
HR Edge Core HR Edge Core
Tipe Habitat Tipe Habitat

Gambar 40. Respon Berbagai Jenis Burung di Jalur Hotel (HR)


(a) Prinia familiaris (b) Aceros corrugatus
(c) Pycnonotus goiavier (d) Streptopelia chinensis

Berdasarkan grafik respon pada jalur-jalur pengamatan didapatkan bahwa


setiap jenis burung memiliki respon yang berbeda pada setiap habitat dan edge
dimana habitat tersebut saling berbatasan. Masing-masing jalur pengamatan
memberikan pengaruh yang berbeda terhadap jenis burung yang sama dalam hal
kelimpahan jenis. Dari 8 jalur pengamatan dapat ditentukan jenis-jenis burung yang
habitat specialist, habitat generalist, habitat specialist edge exploiter/avoider dan
habitat generalist edge exploiter/avoider. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Tabel 24 berikut ini :
104

Tabel 24. Respon Jenis Burung pada Berbagai Jalur Pengamatan


No Jalur Pengamatan Jenis Burung Respon
1. Tepi Jalan 1 Orthotomus ruficeps Habitat specialist edge exploiter
Megalaima australis Habitat specialist
Pycnonotus goiavier Habitat specialist edge exploiter
Terpsiphone paradisi Habitat specialist edge avoider
2. Tepi Jalan 2 Aegithina tiphia Habitat specialist
Terpsiphone paradisi Habitat specialist edge avoider
Orthotomus ruficeps Habitat specialist edge exploiter
Pycnonotus goiavier Habitat specialist edge exploiter
3. Semak Belukar Pycnonotus goiavier Habitat generalist edge avoider
Hirundo tahitica Habitat specialist edge exploiter
Pycnonotus simplex Habitat generalist edge avoider
Orthotomus ruficeps Habitat generalist edge avoider
Copsychus saularis Habitat specialist edge exploiter
Picus puniceus Habitat specialist
4. Belukar Akasia Geopelia striata Habitat specialist
Amaurornis phoenicurus Habitat specialist edge exploiter
Anthreptes singalensis Habitat specialist
Pycnonotus goiavier Habitat generalist
Orthotomus ruficeps Habitat generalist edge avoider
Hirundo tahitica Habitat specialist edge avoider
5. Danau Pycnonotus plumosus Habitat specialist
Copsychus saularis Habitat specialist edge avoider
Orthotomus sericeus Habitat specialist edge exploiter
Pycnonotus aurigaster Habitat specialist edge avoider
Pycnonotus goiavier Habitat generalist edge avoider
Orthotomus ruficeps Habitat generalist edge avoider
6. Kebun Campuran Passer montanus Habitat specialist
Orthotomus ruficeps Habitat generalist edge exploiter
Gallus varius Habitat specialist
Gracula religiosa Habitat specialist
Prinia familiaris Habitat specialist edge exploiter
Amaurornis phoenicurus Habitat specialist edge exploiter
7. Kebun Sawit Streptopelia chinensis Habitat generalist edge avoider
Prinia familiaris Habitat generalist
Psittacula longicauda Habitat specialist
Orthotomus ruficeps Habitat specialist edge exploiter
Pycnonotus goaivier Habitat specialist
Megalaima hemachepala Habitat specialist edge avoider
8. Hotel Prinia familiaris Habitat specialist edge avoider
Aceros corrugatus Habitat specialist
Pycnonotus goiavier Habitat specialist edge exploiter
Streptopelia chinensis Habitat specialist edge exploiter
VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
1. Fragmentasi habitat oleh kegiatan manusia menimbulkan daerah tepi yang
berdekatan langsung dengan hutan. Daerah tepi yang ditemukan berupa
daerah tepi antara hutan dengan jalan, kebun, hotel dan semak belukar.
2. Pola daerah tepi yang ditemukan pada lokasi penelitian terdiri dari dua
bentuk yaitu (1) daerah tepi yang merupakan daerah terluar dari hutan,
daerah tepi ini dapat dikenali dengan tidak adanya vegetasi lain selain
vegetasi hutan ini terdapat pada daerah tepi pada jalan dan hotel; (2) daerah
tepi yang merupakan daerah peralihan antara 2 penggunaan lahan yang
berbeda (polanya hutan, daerah tepi hutan, perbatasan, daerah tepi lahan
dan penggunaan lahan), daerah tepi ini ditemukan pada kebun, semak
belukar dan danau.
3. Berdasarkan cara terbentuknya daerah tepi ada yang terbentuk diakibatkan
oleh kegiatan manusia secara langsung contohnya pada jalan, hotel dan
kebun. Sedangkan secara tidak langsung dari kegiatan manusia adalah
pada semak belukar, belukar akasia dan danau.
4. Berdasarkan vegetasinya ditemukan pula daerah tepi dengan karakteristik
soft edge (vegetasi yang berubah perlahan) seperti terdapat pada jalur
belukar akasia, semak belukar, danau dan hard edge (vegetasi yang berubah
secara lterna) seperti terdapat pada jalur hotel, tepi jalan dan kebun.
5. Keanekaragaman jenis burung untuk tipe makanan insektivora dan carnivore
sebagian besar jumlah jenisnya lebih tinggi di edge dibandingkan dengan di
habitat hutan. Sedangkan untuk tipe makanan frugivora dan nektarivora
sebagian besar jumlah jenisnya mengalami penurunan pada edge
dibandingkan dengan habitat hutan.
6. Berdasarkan tingkat kesamaan jenis burung dan tingkat keanekaragaman
jenis burung terdapat perbedaan yang signifikan di antara tipe habitat dalam
satu jalur pengamatan sehingga penempatan dan penentuan tipe habitat dan
tipe edge dapat ditentukan dengan lternati jenis burung.
7. Vegetasi yang terdapat di lokasi penelitian menunjukkan adanya jenis-jenis
alternatif yang terdapat pada daerah tepi yakni jenis Kibatalia borneensis,
Macaranga triloba dan Gleichenia sp. Sedangkan jenis Endospermum sp.
Banyak ditemukan pada core.
111

8. Respon beberapa jenis burung menunjukkan adanya tipe burung habitat


generalist dan habitat specialist . Jenis Orthotomus ruficeps merupakan tipe
habitat generalist edge exploiter dan Streptopelia chinensis habitat generalist
edge avoider. Jenis Passer montanus merupakan tipe habitat specialist edge
avoider dan Hirundo tahitica tipe habitat specialist edge exploiter.
9. Pada beberapa pengamatan juga ditemukan jenis burung core (Bucerotidae)
yang memanfaatkan edge sebagai tempat mencari makan dan tempat
bertengger sementara dari hutan Caltex Rumbai sehingga edge dapat
berperan sebagai habitat alternatif untuk mencari makan, kolonisasi dan
sebagai steping stone menuju habitat lain.

B. Saran-Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang komunitas burung berdasarkan
musim buah-buahan dan musim berbiak pada rentang 1 tahun sehingga
didapatkan data yang lebih komprehensif mengenai keanekaragaman jenis
burung pada musim buah/makanan melimpah dan pada musim makanan
tidak melimpah.
2. Perlu dilakukan studi lebih lanjut mengenai luas dan panjang edge dengan
berbagai parameter yang lebih komplek berkaitan dengan faktor biotik dan
abiotik.
3. Perlu dilakukan penelitian terhadap pengaruh edge terhadap interaksi dan
pergerakan dari jenis terkait dengan mencari makan, perlindungan atau
perilaku reproduksinya.
DAFTAR PUSTAKA

Bennet, AF. 1999. Linkages in the Landscape “The Role of Corridors and
Connectivity in Wildlife Conservation. IUCN – The World Conservation
Union.

BLK Pekanbaru. 2001. Pelatihan dan Pengembangan SDM Kehutanan dalam


Kegiatan Rekalkulasi nilai Sumberdaya Hutan. Makalah Diskusi Sehari
Rekalkulasi Nilai SDH. Pekanbaru.

Cahyadi, I. 2002. Analisis Spasial Struktur dan Fungsi Koridor Salak-Halimun


dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Tesis. Program
Pascasarjana IPB. Bogor. Tidak dipublikasikan

Defriyoza. 2000. Dampak Perkebunan Kelapa Sawit terhadap Keanekaragaman


Jenis Burung di Areal Perkebunan PT. Ramajaya Pramukti. Kabupaten
Dati II Kampar, Propinsi Dati I Riau. Skripsi. Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

[Dephut] Departemen Kehutanan (Dirjen PHKA, Direktorat Taman Nasional dan


Hutan Wisata). 1988. Pembangunan Taman Hutan Raya. Bogor.

Diamond, J.M. 1975. The Island Dillema: Lesson of Modern Biogeographic


Studies for The Design of Nature Reserves. Biological Conservation. Vol 7

[Dishut Riau] Dinas Kehutanan Propinsi Riau. 2003. Master Plan Taman Hutan
Raya Sultan Syarif Hasyim. Dishut Riau. Pekanbaru.

Entebe, RF. 2005. Penyebaran Mamalia Kecil pada Hutan Sisa (Remnant
Forest) di Suaka Margasatwa Balairaja Propinsi Riau. Sekolah Pascasarja
IPB. Bogor. Tidak diterbitkan.

Faaborg, J. 1988. Ornithology an Ecological Approach. Prentice Hall, Inc. New


Jersey.

Fagan, WF, Cantrel, RS and Cosner, C. 1999. How Habitat Edges Canges
Species Interactions. The American Naturalist Vol.153 No.2.

Forman, RTT & Godron. 1986. Lanscape Ecology. John Wiley & Sons New York.

Forman, RTT. 1995. Land Mossaic. The Ecology of Lanscape. John Wiley &
Sons New York.

Gaol, SEL. 1998. Studi Variasi Tingkat Keanekaragaman Jenis Burung pada
Berbagai Tipe Penggunaan Lahan di Propinsi Lampung. Skripsi Jurusan
Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan IPB Bogor.

Harris, LD & Lopes, GS. 1992. Fragmentation habitat and The Conservation
Biological Diversity. Chapman and Hall New York.
113

Idris, MM. 1996. Dampak Penebangan dan Penyaradan di Hutan Produksi


Terbatas terhadap Erosi Tanah, Keadaan Iklim Mikro serta Permudaan
Alam (Studi Kasus di Areal Kerja HPH PT. Indexim Utama Corp., propinsi
Dati I Kalimantan Tengah). Program Pascasarjana. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.

Johnson, GW & Williams, M. 2000. Edges and Gaps in Mature Karri Forest,
South-Western Australia: Logging Effect on Bird Species abundance and
Diversity. Forest Ecology and Management 131.

Jorgensen, OH. 1974. Result of IPA Cencuses on Danish Farmland, pp. 310-
317. In : Acta Ornithologica Bulletin. Vol. XIV. Desember 1974. Warszawa.

Keast, A. 1985. Tropical Rainforest Avifauna. An Introduction Conspectus, pp. 3-


31. In : Diamond, A.W. and T.E. Lovejoy. (Eds) Conser vation of Tropical
Forest Birds. ICBP. England.

Krebs, CJ. 1992. Ecology. Haper & Row Publisher New York.

Kusmana, C dan Istomo. 1995. Bahan Kuliah Ekologi Hutan. Laboratorium


Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Leopold, AS. 1933. Game Management. University of Wisconsin. Press.


Madison. USA

Lesica, P & Allendorf, FW. 1992. Are Small Population of Plant Worth
Proserving?. Conservation Biology vol 6.

Ludwig, JA and Reynolds, JF. 1998. Statistical Ecology : A Primer on Method


and Computing. John Wiley and Sons. New Yoerk Chicester Brisbane
Toronto Singapore.

MacKinnon, J, Philips, K, van Balen, B. Burung-Burung di Sumatera, Jawa, Bali


dan Kalimantan. Seri Panduan Lapangan-LIPI. Puslitbang Biologi LIPI.
Bogor.

Magurran, A. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. Croom Helmed


Limited. London. Pp 1-80.

McGarigal, K. 2004. Landscape Structure and Spatial Pattern Analysis for


Arc/Infor. Fragstats*Arc.

Mortberg, UM. 2001. Resident Bird Species in Urban Forest Remnants;


Landscape dan Habitat Perpectives. Lansdcape Ecology 16.

Parody, JM, Cuthbert, FJ & Deckeri, EH. 2001. The effect of 50 years of
landscape change on species richness and community composition.
Global Ecology dan Biogeography. Vol 10, Pg 305-313.

Poole, RW. 1974. An Introduction to Quantitative Ecology. McGraw Hill. New


York.
114

Primack, RB. 1993. Essential of Conservation Biology. Sinauer Associates Inc.


Sunderland, Massacushetts USA.

Primack, RB., Supriatna, J, Indrawan, M dan Kramadibrata, P. 1998. Biologi


Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Santosa, Y. 1995. Konsep Ukuran Keanekaragaman Hayati di Hutan Tropika.


Makalah dalam Pelatihan Tekhnik Pengukuran dan Monitoring Biodiversity
di Hutan Tropika. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Schlaeffer, MA & Gavin, TA. 2001. Edge Effect on Lizard and Frogs in Tropical
Forest Fragments. Conservation B iology Vol. 15 No. 4.

Shannaz, J, Jepson, P & Rudyanto. 1995. Burung-Burung Terancam Punah di


Indonesia. Departemen Kehutanan dan Birdlife International Indonesia
Programme. Bogor Indonesia.

Sisk, TD & Margules, CR. 1995. Habitat Edges and Restoration : methods for
quantifying edges effect and predicting the results of restoration efforts.
Nature Conservation 3.

Simberloff, DS & Abele, LG. 1976. Island Biogeografi Theory and Conservation
Practise. Science vol 91.

Simberloff, DS & Gotteli, C. 1984. Effect of Insularization on Plant Species


Richness in the Prairie-forest ecotone. Biological Conservation vol 29.

Sunderlin, WD dan Resosudarmo, AP. 1996. Rates and Cause of Deforestation


in Indonesia : Towards a Resolution of Ambiguities. CIFOR. Bogor. 19p

Thomas, JW, Anderson, RG, Maser, C & Bull, EL. 1979. Snag : in Wildlife Habits
in Managed Forest (JW Thomas ed), Agricultural Handbook 553 US
Department of Agriculture.

[UU RI] Undang-undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1990. Konservasi


Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Utari, WD. 2000. Keanekaragaman Jenis Burung pada Beberapa Tipe Habitat di
Areal Hutan Tanaman Industri PT. Riau Andalan Pulp & Paper dan PT.
Perkebunan Kelapa Sawit Duta Palma Nusantara Group. Propinsi Dati I
Riau. Skripsi Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan
IPB. Tidak diterbitkan.

Welty, JC 1982. The Life of Birds. 3r d ed. Saunders College Publishing.


Philadelphia. Pp 455-487.

Wenger, KF. 1984. Forestry Handbook. Second Edition. John Willey & Sons, Inc.
USA.

Wilson, E.O. 1993. The Current State of Biological Diversity, pp. 3-18. In :
Wilson, E.O. (ed) Biodiversity National Academy Press. Washington D.C.
116

Lampiran 1. Peta Kawasan Tahura SSH

Keterangan :
- peta penutupan vegetasi berdasarkan citra
- peta klasifikasi tutupan lahan
117

Lampiran 2. Lokasi Pengamatan di Tahura SSH

a. b.

c. d.

e. f.

Keterangan :
a. Tepi Jalan
b. Semak Belukar
c. Belukar Akasia
d. Danau
e. Kebun Campuran
f. Kebun Sawit
g. Hotel

g.
118

Lampiran 3. Jenis Burung yang Mendominasi Jalur Pengamatan

a. Jenis cucak-cucakan
(kiri: Pycnonotus aurigaster, kanan Pycnonotus goiavier)
(dikutip dari Holmes dan Nash, 1999)

b. Jenis-jenis cinenen
(kiri : Orthotomus ruficeps, kanan : Prinia familiaris)
(dikutip dari Holmes dan Nash, 1999)
119

Lampiran 4. Jenis Burung yang Ditemukan di Lokasi Penelitian

NO NAMA LOKAL NAMA ILMIAH SUKU STATUS


1 Elang hi tam Ictinaetus malayenus Accipitridae Dld/Apd II
2 Elang ular bido Spilornis cheela Accipitridae Dild./Apd II
3 Puyuh hitam Melanoperdix nigra Phasianidae
4 Ayam hutan hijau Gallus varius Phasianidae
5 Gemak loreng Turnix suscitator Turnicidae
6 Kareo padi Amaurornis phoenicurus Rallidae
7 Perkutut jawa Geopelia striata Columbidae
8 Punai kecil Treron olax Columbidae
9 Tekukur biasa Streptopelia chinensis Columbidae
10 Betet ekor panjang Psittacula longicauda Psittacidae Apd II
11 Serindit melayu Loriculus galgulus Psittacidae Apd II
12 Nuri tanau Psittinus cyanurus Psittacidae Apd II
13 Bubut alang-alang Centropus bengalensis Cuculidae
14 Bubut besar Centropus sinensis Cuculidae
15 Kadalan birah Phaenichophaeus curvirostris Cuculidae
16 Kadalan saweh Phaenichophaeus sumatranus Cuculidae
17 Beluk ketupa Ketupa ketupu Strigidae Apd II
18 Punggok coklat Ninox scutulata Strigidae Apd II
19 Cabak maling Caprimulgus macrurus Caprimulgidae
20 Taktarau besar Eurostopodus macrotis Caprimulgidae
21 Cekakak belukar Halcyon smirnensis Alcedinidae
22 Raja udang meninting Alcedo meninting Alcedinidae Dld
23 Rangkong badak Buceros rhinoceros Bucerotidae Dld/Apd II
24 Julang e mas Aceros undulatus Bucerotidae Dld/Apd II
25 Julang jambul hitam Aceros corrugatus Bucerotidae Dld/Apd II
26 Takur ungkut-ungkut Megalaima hemachepala Capitonidae
27 Takur tenggeret Megalaima australis Capitonidae
28 Pelatuk kuduk-kuning Picus flavinucha Picidae
29 Pelatuk sayap-merah Picus puniceus Picidae
30 Pelatuk raffles Dinopium rafflesii Picidae
31 Layang-layang batu Hirundo tahitica Hirundinidae
32 Cipoh kacat Aegithina tiphia Chloropseidae
33 Cipoh jantung Aegithina viridissima Chloropseidae
34 Merbah cerukcuk Pycnonotus goiavier Pycnonotidae
35 Merbah corok-corok Pycnonotus simplex Pycnonotidae
36 Cucak kuricang Pycnonotus atriceps Pycnonotidae
37 Cucak k utilang Pycnonotus aurigaster Pycnonotidae
Cucak rumbai -
38 tungging Pycnonotus eutilotus Pycnonotidae
39 Merbah belukar Pycnonotus plumosus Pycnonotidae
40 Srigunting batu Dicrurus paradiseus Dicruridae
41 Srigunting keladi Dicrurus aeneus Dicruridae
42 Kace mbang gadung Irena puella Oriolidae
43 Gagak hutan Corvus enca Corvidae
44 Gagak kampung Corvus macrorhyncos Corvidae
45 Kucica kampung Copsychus saularis Turdidae
46 Berkece t biru-tua Cinclidium diana Turdidae
120

Lampiran 4 (lanjutan)

NO NAMA LOKAL NAMA ILMIAH FAMILI STATUS


47 Cinenen kelabu Orthotomus ruficeps Silviidae
48 Cinenen belukar Orthotomus atrogularis Silviidae
49 Pe renjak jawa Prinia familiaris Silviidae
50 Cinenen merah Orthotomus sericeus Silviidae
51 Seriwang asia Terpsiphone paradisi Muscicapidae
52 Sikatan -rimba dada-kelabu Rhinomyias umbratilis Muscicapidae
53 Kipasan belang Rhipidura javanica Muscicapidae Dld
54 Apung tanah Anthus novaeseelandiae Motacillidae
55 Tiong emas Gracula religiosa Sturnidae Dld/Apd II
56 Kerak ungu Acridotheres tristis Sturnidae
57 Burung-madu sriganti Nectarinia jugularis Nectariniidae Dld
58 Burung-madu belukar Anthreptes singalensis Nectariniidae
59 Burung-madu polos Anthreptes simplex Nectariniidae
60 Burung-madu kelapa Anthreptes malaccensis Nectariniidae Dld
61 Burung-gereja erasia Passer montanus Ploceidae
62 Bondol haji Lonchura maja Ploceidae
63 Bondol peking Lonchura punctulata Ploceidae
64 Bondol perut- putih Lonchura leucogastra Ploceidae

Keterangan :
Dld : burung yang dilindungi berdasarkan PP dan SK Menteri
Apd II : kategori CITES Appendiks II
121

Lampiran 4. INP dan IS Tingkat Semai pada Jalur Tepi Jalan

INP, IS TINGKAT SEMAI EDGE DAN CORE PADA JALUR JALAN

Semai edge
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR INP
1 Actinodaphne sp. 5 4 2500 25 0.8 23.5 48.53
2 Lithocarpus sp. 1 1 500 5 0.2 5.88 10.88
3 Syzygium sp. 2 2 1000 10 0.4 11.8 21.76
4 Rhodamnia cinerea 5 3 2500 25 0.6 17.6 42.65
5 Mezetia sp. 1 1 500 5 0.2 5.88 10.88
6 Geroniera nervosa 1 1 500 5 0.2 5.88 10.88
7 Sloetia elongata 1 1 500 5 0.2 5.88 10.88
8 Calophyllum pulcherrimum 1 1 500 5 0.2 5.88 10.88
9 Palaquium hexandrum 2 2 1000 10 0.4 11.8 21.76
10 Dacryodes rostrata 1 1 500 5 0.2 5.88 10.88
20 10000 100 3.4 100 200

Semai core
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR INP
1 Santiria griffiti 1 1 500 3.23 0.2 7.14 10.37
2 Palaquium sumatranum 1 1 500 3.23 0.2 7.14 10.37
3 Polyalthia sp. 1 1 500 3.23 0.2 7.14 10.37
4 Palaquium hexandrum 1 1 500 3.23 0.2 7.14 10.37
5 Scorodocarpus borneensis 2 1 1000 6.45 0.2 7.14 13.59
6 Actinodaphne sp. 5 4 2500 16.1 0.8 28.6 44.7
7 Artocarpus elasticus 3 1 1500 9.68 0.2 7.14 16.82
8 Aglaea sp. 1 1 500 3.23 0.2 7.14 10.37
9 Canarium tomentosum 1 1 500 3.23 0.2 7.14 10.37
10 Garcinea syzygifolia 2 1 1000 6.45 0.2 7.14 13.59
11 Sapium baccatum 1 1 500 3.23 0.2 7.14 10.37
12 Geronniera subaecualis 2 2 1000 6.45 0.4 14.3 20.74
13 Shorea leprosula 1 1 500 3.23 0.2 7.14 10.37
14 Melanorhoea walichii 1 1 500 3.23 0.2 7.14 10.37
15 Hopea mengarawan 2 1 1000 6.45 0.2 7.14 13.59
16 Cinamomum sp. 1 1 500 3.23 0.2 7.14 10.37
17 Kibatalia borneensis 4 1 2000 12.9 0.2 7.14 20.05
18 Pometia pinnata 1 1 500 3.23 0.2 7.14 10.37
31 15500 100 2.8 100 200

Jenis yang sama di 2 tipe


1 Actinodaphne sp.
2 Palaquium hexandrum
IS 0.1429
122

Lampiran 5. INP dan IS Tingkat Pancang pada Jalur Tepi Jalan

INP, IS TINGKAT PANCANG EDGE DAN CORE PADA JALUR JALAN

Pancang edge
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR INP
1 Syzygium sp. 1 1 80 10 0.2 14.29 24.29
2 Polyalthia sp. 3 1 240 30 0.2 14.29 44.29
3 Melanorhoea burmanica 1 1 80 10 0.2 14.29 24.29
4 Bouea burmanica 1 1 80 10 0.2 14.29 24.29
5 Ixonanthes icosandra 2 1 160 20 0.2 14.29 34.29
6 Calophyllum fulcerrimum 1 1 80 10 0.2 14.29 24.29
7 Rodamnia cinerea 1 1 80 10 0.2 14.29 24.29
10 800 100 1.4 100 200

Pancang core
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR INP
1 Palaquium sumatranum 2 1 160 16.7 0.2 12.5 29.17
2 Dacryodes rostrata 1 1 80 8.33 0.2 12.5 20.83
3 Dillenia reticulata 3 1 240 25 0.2 12.5 37.5
4 Baccaurea pyriformis 1 1 80 8.33 0.2 12.5 20.83
5 Syzygium sp. 1 1 80 8.33 0.2 12.5 20.83
6 Ochanostachys amentacea 1 1 80 8.33 0.2 12.5 20.83
7 Artocarpus elasticus 1 1 80 8.33 0.2 12.5 20.83
8 Litsea sp. 1 1 80 8.33 0.2 12.5 20.83
9 Ixonanthes icosandra 1 1 80 8.33 0.2 12.5 20.83
10 Hopea mengarawan 10 2 800 83.3 0.4 25 108.3
11 Canarium tomentosum 1 1 80 8.33 0.2 12.5 20.83
12 Parashorea aptera 1 1 80 8.33 0.2 12.5 20.83
13 Kibatalia borneensis 2 2 160 16.7 0.4 25 41.67
14 Alsheodaphne sp. 1 1 80 8.33 0.2 12.5 20.83
27 960 100 1.6 100 200

Jenis yang sama di 2 tipe


1 Syzygium sp.
2 Ixonanthes icosandra
IS 0.1905
123

Lampiran 6. INP dan IS Tingkat Tiang pada Jalur Tepi Jalan

INP, IS TINGKAT TIANG EDGE DAN CORE PADA JALUR JALAN

Tiang edge
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR DJ DR INP
1 Syzygium sp. 1 1 20 7.69 0.2 9.09 0.57 15.6 32.41
2 Sloetia elongata 2 2 40 15.4 0.4 18.2 0.76 20.8 54.39
3 Ixonanthes icosandra 2 1 40 15.4 0.2 9.09 0.49 13.5 38.03
4 Horsfieldia grandis 2 1 40 15.4 0.2 9.09 0.81 22.3 46.73
5 Cratoxylum formosum 1 1 20 7.69 0.2 9.09 0.31 8.48 25.27
6 Dillenia reticulata 1 1 20 7.69 0.2 9.09 0.19 5.24 22.02
7 Candelia candel 1 1 20 7.69 0.2 9.09 0.51 14 30.81
8 Artocarpus elasticus 2 2 40 15.4 0.4 18.2 0.53 14.7 48.29
9 Barringtonia racemosa 1 1 20 7.69 0.2 9.09 0.19 5.24 22.02
13 260 100 2.2 100 3.63 100 300

Tiang core
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR DJ DR INP
1 Dillenia reticulata 1 1 20 7.14 0.2 7.14 0.31 15.6 29.87
2 Ixonanthes icosandra 2 2 40 14.3 0.4 14.3 0.49 24.9 53.45
3 Shorea parvifolia 1 1 20 7.14 0.2 7.14 0.27 13.4 27.72
4 Scorodocarpus borneensis 1 1 20 7.14 0.2 7.14 0.4 20.3 34.64
5 Parkia speciosa 1 1 20 7.14 0.2 7.14 0.51 25.8 40.04
6 Polyalthia sp. 2 2 40 14.3 0.4 14.3 0.7 35.4 63.94
7 Artocarpus integra 1 1 20 7.14 0.2 7.14 0.27 13.4 27.72
8 Geroniera nervosa 1 1 20 7.14 0.2 7.14 0.4 20.3 34.64
9 Dillenia oblongata 1 1 20 7.14 0.2 7.14 0.31 15.6 29.87
10 Callophyllum pulcherrimum 1 1 20 7.14 0.2 7.14 0.27 13.4 27.72
11 Litsea sp. 1 1 20 7.14 0.2 7.14 0.27 13.4 27.72
12 Ochanostachys amentacea 1 1 20 7.14 0.2 7.14 0.23 11.4 25.73
14 280 100 2.8 100 1.98 100 300

Jenis yang sama di 2 tipe


1 Ixonanthes icosandra
2 Dillenia reticulata
IS 0.1905
124

Lampiran 7. INP dan IS Tingkat Pohon pada Jalur Tepi Jalan

INP, IS TINGKAT POHON EDGE DAN CORE PADA JALUR JALAN


Pohon edge
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR DJ DR INP
1 Sloetia elongata 5 3 25 20.8 0.6 18.8 2.21 32.7 72.3
2 Shorea acuminata 1 1 5 4.17 0.2 6.25 0.21 3.08 13.5
3 Artocarpus integra 1 1 5 4.17 0.2 6.25 0.25 3.63 14.1
4 Endospermum malaccensis 4 3 20 16.7 0.6 18.8 2.12 31.4 66.8
5 Calophyllum inupiloides 1 1 5 4.17 0.2 6.25 0.25 3.63 14.1
7 Aglaea sp. 2 2 10 8.33 0.4 12.5 0.76 11.2 32.1
8 Horsfieldia grandis 1 1 5 4.17 0.2 6.25 0.51 7.53 18
9 Artocarpus elasticus 2 2 10 8.33 0.4 12.5 0.46 6.8 27.6
10 Palaquium hexandrum 1 1 5 4.17 0.2 6.25 0.35 5.23 15.6
11 Sindora walichii 1 1 5 4.17 0.2 6.25 0.33 4.89 15.3
12 Caralia sp. 2 2 10 8.33 0.4 12.5 0.49 7.31 28.1
13 Ixonanthes icosandra 1 1 5 4.17 0.2 6.25 0.38 5.59 16
14 Sapium baccatum 1 1 5 4.17 0.2 6.25 0.51 7.53 18
15 Garcinea syzygifolia 1 1 5 4.17 0.2 6.25 0.21 3.08 13.5
24 120 100 3.2 100 6.75 100 300

Pohon core
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR DJ DR INP
1 Scorodocarpus borneensis 2 1 10 4.65 0.2 3.57 0.46 5.91 14.1
2 Castanopsis acuminatissima 2 1 10 4.65 0.2 3.57 0.56 7.22 15.4
3 Shorea parvifolia 4 2 20 9.3 0.4 7.14 0.76 9.9 26.3
4 Artocarpus integra 1 1 5 2.33 0.2 3.57 0.19 2.47 8.36
5 Myristica sp. 1 1 5 2.33 0.2 3.57 0.43 5.55 11.4
6 Syzygium sp. 4 2 20 9.3 0.4 7.14 1.45 18.8 35.2
7 Ochanostachis amentacea 2 1 10 4.65 0.2 3.57 1.52 19.7 28
8 Dacryodes rostrata 1 1 5 2.33 0.2 3.57 0.33 4.29 10.2
9 Palaquium hexandrum 3 3 15 6.98 0.6 10.7 1.63 21.2 38.9
10 Vatica resak 1 1 5 2.33 0.2 3.57 0.21 2.7 8.59
11 Geroniera nervosa 1 1 5 2.33 0.2 3.57 0.17 2.25 8.15
12 Ixonanthes icosandra 1 1 5 2.33 0.2 3.57 1.1 14.3 20.2
13 Litsea sp. 1 1 5 2.33 0.2 3.57 0.73 9.43 15.3
14 Endospermum malaccensis 9 3 45 20.9 0.6 10.7 5.35 69.4 101
15 Lithocarpus sp. 1 1 5 2.33 0.2 3.57 0.29 3.72 9.61
16 Aglaea sp. 2 2 10 4.65 0.4 7.14 0.66 8.57 20.4
17 Garcinea syzigifolia 1 1 5 2.33 0.2 3.57 0.17 2.25 8.15
18 Elaeocarpus sp. 1 1 5 2.33 0.2 3.57 0.54 6.98 12.9
19 Artocarpus elasticus 4 2 20 9.3 0.4 7.14 1.55 20.2 36.6
20 Kibatalia borneensis 1 1 5 2.33 0.2 3.57 0.66 8.57 14.5
43 215 100 5.6 100 7.7 100 300
Jenis yang sama di 2 tipe
1 Artocarpus integra
2 Endospermum malaccensis
3 Aglaea sp. IS = 0.4
4 Artocarpus elasticus
5 Palaquium hexandrum
6 Ixonanthes icosandra
7 Garcinea syzygifolia
125

Lampiran 8. INP dan IS Tingkat Semai pada Jalur Semak Belukar

INP, IS TINGKAT SEMAI EDGE DAN CORE PADA JALUR BELUKAR

Semai edge
No. Nama ilmiah Jml Plot KJ KR FJ FR INP
1 Actinodaphne sp. 11 3 9166.7 57.9 1 37.5 95.395
2 Canarium tomentosum 1 1 833.33 5.26 0.33 12.5 17.763
3 Ochanostachys amentacea 1 1 833.33 5.26 0.33 12.5 17.763
4 Dillenia reticulata 1 1 833.33 5.26 0.33 12.5 17.763
5 Kibatalia borneensis 4 1 3333.3 21.1 0.33 12.5 33.553
6 Pometia pinnata 1 1 833.33 5.26 0.33 12.5 17.763
19 15833 100 2.67 100 200

Semai core
No. Nama ilmiah Jml Plot KJ KR FJ FR INP
1 Palaquium sumatranum 2 1 1666.7 15.4 0.33 12.5 27.885
2 Lithocarpus sp. 1 1 833.33 7.69 0.33 12.5 20.192
3 Palaquium hexandrum 4 1 3333.3 30.8 0.33 12.5 43.27
4 Aquilaria malaccensis 1 1 833.33 7.69 0.33 12.5 20.192
5 Hopea mengarawan 2 1 1666.7 15.4 0.33 12.5 27.885
6 Cinamomum sp. 1 1 833.33 7.69 0.33 12.5 20.192
7 Geronniera subaecualis 1 1 833.33 7.69 0.33 12.5 20.192
8 Actinodaphne sp. 1 1 833.33 7.69 0.33 12.5 20.192
13 10833 100 2.67 100 200

Jenis yang sama di 2 tipe


1 Actinodaphne sp.

IS = 0.1429
126

Lampiran 9. INP dan IS Tingkat Pancang pada Jalur Semak Belukar

INP, IS TINGKAT PANCANG EDGE DAN CORE PADA JALUR BELUKAR

Pancang edge
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR INP
1 Kibatalia borneensis 1 1 133.33 16.67 0.33 16.67 33.33
2 Sloetia elongata 1 1 133.33 16.67 0.33 16.67 33.33
3 Dipterocarpus crinitus 1 1 133.33 16.67 0.33 16.67 33.33
4 Euodia sp. 1 1 133.33 16.67 0.33 16.67 33.33
5 Dillenia reticulata 1 1 133.33 16.67 0.33 16.67 33.33
6 Myristica iners 1 1 133.33 16.67 0.33 16.67 33.33
6 800 100 2 100 200

Pancang core
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR INP
1 Syzygium sp. 2 2 266.67 25 0.67 25 50
2 Dyiospiros siamang 1 1 133.33 12.5 0.33 12.5 25
3 Scorodocarpus borneensis 1 1 133.33 12.5 0.33 12.5 25
4 Barringtomia racemosa 1 1 133.33 12.5 0.33 12.5 25
5 Hopea mengarawan 1 1 133.33 12.5 0.33 12.5 25
6 Kibatalia borneensis 1 1 133.33 12.5 0.33 12.5 25
7 Alsheodaphne sp. 1 1 133.33 12.5 0.33 12.5 25
8 1066.7 100 2.67 100 200

Jenis yang sama di 2 tipe


1 Kibatalia borneensis

IS 0.1538
127

Lampiran 10. INP dan IS Tingkat Tiang pada Jalur Semak Belukar

INP, IS TINGKAT TIANG EDGE DAN CORE PADA JALUR BELUKAR

Tiang edge
No. Nama ilmiah Jml Plot KJ KR FJ FR DJ DR INP
1 Palaquium hexandrum 1 1 33.33 11.11 0.33 11.11 0.44 9.042 31.26
2 Elaeocarpus sp. 1 1 33.33 11.11 0.33 11.11 0.94 19.31 41.54
3 Euobia sp. 2 2 66.67 22.22 0.67 22.22 1.11 22.69 67.13
4 Sloetia elongata 1 1 33.33 11.11 0.33 11.11 0.32 6.474 28.7
5 Actinodaphne sp. 1 1 33.33 11.11 0.33 11.11 0.59 12.04 34.26
6 Litsea sp. 2 2 66.67 22.22 0.67 22.22 1.11 22.74 67.18
7 Ochanostachys amentacea 1 1 33.33 11.11 0.33 11.11 0.38 7.705 29.93
9 300 100 3 100 4.89 100 300

Tiang core
No. Nama ilmiah Jml Plot KJ KR FJ FR DJ DR INP
1 Endospermum malaccensis 1 1 33.33 20 0.33 20 0.51 17.97 57.96
2 Euobia sp. 1 1 33.33 20 0.33 20 0.44 15.49 55.49
3 Geroniera nervosa 1 1 33.33 20 0.33 20 0.94 33.09 73.09
4 Dillenia oblongata 1 1 33.33 20 0.33 20 0.51 17.97 57.96
5 Callophyllum pulcherrimum 1 1 33.33 20 0.33 20 0.44 15.49 55.49
5 166.7 100 1.67 100 2.85 100 300

Jenis yang sama di 2 tipe


1 Euobia sp.

IS 0.1667
128

Lampiran 11. INP dan IS Tingkat Pohon pada Jalur Semak Belukar

INP, IS TINGKAT POHON EDGE DAN CORE PADA JALUR BELUKAR

Pohon edge
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR DJ DR INP
1 Endospermum malaccensis 4 3 33.3 26.7 1 25 3.97 34.4 86
2 Artocarpus elasticus 4 2 33.3 26.7 0.67 16.7 3.68 31.9 75.2
3 Elaeocarpus sp. 1 1 8.33 6.67 0.33 8.33 0.63 5.44 20.4
4 Cratoxylum formosum 1 1 8.33 6.67 0.33 8.33 0.32 2.74 17.7
5 Ixonanthes icosandra 1 1 8.33 6.67 0.33 8.33 0.32 2.74 17.7
6 Shorea leprosula 1 1 8.33 6.67 0.33 8.33 0.51 4.44 19.4
7 Cratoxylum arborescens 1 1 8.33 6.67 0.33 8.33 1.1 9.52 24.5
8 Syzigium sp. 1 1 8.33 6.67 0.33 8.33 0.48 4.13 19.1
9 Dipterocarpus crinitus 1 1 8.33 6.67 0.33 8.33 0.55 4.76 19.8
15 125 100 4 100 11.6 100 300

Pohon core
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR DJ DR INP
1 Endospermum malaccensis 5 3 41.7 22.7 1 18.8 4.27 27.4 68.8
2 Aglaea sp. 2 2 16.7 9.09 0.67 12.5 1.06 6.82 28.4
3 Kibatalia borneensis 2 2 16.7 9.09 0.67 12.5 2.31 14.8 36.4
4 Artocarpus elasticus 4 2 33.3 18.2 0.67 12.5 2.59 16.6 47.3
5 Palaquium hexandrum 1 1 8.33 4.55 0.33 6.25 0.8 5.14 15.9
6 Myristica iners 1 1 8.33 4.55 0.33 6.25 0.59 3.78 14.6
7 Dillenia reticulata 1 1 8.33 4.55 0.33 6.25 0.71 4.57 15.4
8 Diallium platychepalum 1 1 8.33 4.55 0.33 6.25 0.71 4.57 15.4
9 Syzygium sp. 3 1 25 13.6 0.33 6.25 1.36 8.75 28.6
10 Garcinia syzigifolia 1 1 8.33 4.55 0.33 6.25 0.29 1.85 12.6
11 Elaiocarpus sp. 1 1 8.33 4.55 0.33 6.25 0.9 5.74 16.5
22 183 100 5.33 100 15.6 100 300

Jenis yang sama di 2 tipe


1 Endospermum malaccensis
2 Artocarpus elasticus
3 Elaeocarpus sp. IS = 0.4
4 Syzigium sp.
129

Lampiran 12. INP dan IS Tingkat Semai pada Jalur Belukar Akasia

INP, IS TINGKAT SEMAI EDGE DAN CORE PADA JALUR AKASIA

Semai edge
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR INP
1 Ochanostachys amentacea 1 1 833.33 6.25 0.33 12.5 18.75
2 Dillenia reticulata 1 1 833.33 6.25 0.33 12.5 18.75
3 Actinodaphne sp. 6 2 5000 37.5 0.67 25 62.5
4 Kibatalia borneensis 4 1 3333.3 25 0.33 12.5 37.5
5 Pometia pinnata 1 1 833.33 6.25 0.33 12.5 18.75
6 Palaquium sumatranum 2 1 1666.7 12.5 0.33 12.5 25
7 Lithocarpus sp. 1 1 833.33 6.25 0.33 12.5 18.75
16 13333 100 2.67 100 200

Semai core
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR INP
1 Palaquium hexandrum 6 2 5000 75 0.67 28.57 103.6
2 Aquilaria malaccensis 1 1 833.33 12.5 0.33 14.29 26.79
3 Dacryodes rostrata 1 1 833.33 12.5 0.33 14.29 26.79
4 Kibatalia borneensis 4 1 3333.3 50 0.33 14.29 64.29
5 Actinodaphne sp. 1 1 833.33 12.5 0.33 14.29 26.79
6 Pometia pinnata 1 1 833.33 12.5 0.33 14.29 26.79
14 6666.7 100 2.33 100 200

Jenis yang sama di 2 tipe


1 Actinodaphne sp.
2 Kibatalia borneensis
3 Pometia pinnata IS 0.4615
130

Lampiran 13. INP dan IS Tingkat Pancang pada Jalur Belukar Akasia

INP, IS TINGKAT PANCANG EDGE DAN CORE PADA JALUR AKASIA

Pancang edge
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR INP
1 Sloetia elongata 1 1 133.33 11.11 0.33 11.11 22.22
2 Dipterocarpus crinitus 1 1 133.33 11.11 0.33 11.11 22.22
3 Euodia sp. 1 1 133.33 11.11 0.33 11.11 22.22
4 Dillenia reticulata 1 1 133.33 11.11 0.33 11.11 22.22
5 Myristica iners 1 1 133.33 11.11 0.33 11.11 22.22
6 Syzygium sp. 1 1 133.33 11.11 0.33 11.11 22.22
7 Dyiospiros siamang 1 1 133.33 11.11 0.33 11.11 22.22
8 Scorodocarpus borneensis 1 1 133.33 11.11 0.33 11.11 22.22
9 Barringtomia racemosa 1 1 133.33 11.11 0.33 11.11 22.22
9 1200 100 3 100 200

Pancang core
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR INP
1 Syzygium sp. 1 1 33.333 20 0.33 25 45
2 Melanorhoea burmanica 1 1 33.333 20 0.33 25 45
3 Bouea burmanica 1 1 33.333 20 0.33 25 45
4 Ixonanthes icosandra 2 1 66.667 40 0.33 25 65
5 166.67 100 1.33 100 200

Jenis yang sama di 2 tipe


1 Syzygium sp.

IS 0.1538
131

Lampiran 14. INP dan IS Tingkat Tiang pada Jalur Belukar Akasia

INP, IS TINGKAT TIANG EDGE DAN CORE PADA JALUR AKASIA

Tiang edge
No. Nama ilmiah Jml Plot KJ KR FJ FR DJ DR INP
1 Euobia sp. 1 1 33.33 16.67 0.33 16.67 0.85 24.66 57.99
2 Actinodaphne sp. 1 1 33.33 16.67 0.33 16.67 0.59 17.12 50.46
3 Litsea sp. 2 2 66.67 33.33 0.67 33.33 1.11 32.34 99.01
4 Ochanostachys amentacea 1 1 33.33 16.67 0.33 16.67 0.38 10.96 44.29
5 Endospermum malaccensis 1 1 33.33 16.67 0.33 16.67 0.51 14.92 48.25
6 200 100 2 100 3.44 100 300

Tiang core
No. Nama ilmiah Jml Plot KJ KR FJ FR DJ DR INP
1 Euobia sp. 1 1 33.33 11.11 0.33 11.11 0.44 9.101 31.32
2 Geroniera nervosa 1 1 33.33 11.11 0.33 11.11 0.94 19.44 41.66
3 Cratoxylum formosum 1 1 33.33 11.11 0.33 11.11 0.51 10.55 32.78
4 Dillenia reticulata 1 1 33.33 11.11 0.33 11.11 0.32 6.516 28.74
5 Candelia candel 1 1 33.33 11.11 0.33 11.11 0.85 17.45 39.67
6 Artocarpus elasticus 2 2 66.67 22.22 0.67 22.22 0.89 18.31 62.75
7 Sloetia elongata 1 1 33.33 11.11 0.33 11.11 0.59 12.12 34.34
8 Barringtonia racemosa 1 1 33.33 11.11 0.33 11.11 0.32 6.516 28.74
9 300 100 3 100 4.86 100 300

Jenis yang sama di 2 tipe


1 Euobia sp.

IS 0.1538
132

Lampiran 15. INP dan IS Tingkat Pohon pada Jalur Belukar Akasia

INP, IS TINGKAT POHON EDGE DAN CORE PADA JALUR AKASIA

Pohon edge
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR DJ DR INP
1 Sago 2 2 16.7 8 0.67 12.5 1.29 9.61 30.1
2 Artocarpus rigidus 1 1 8.33 4 0.33 6.25 0.37 2.79 13
3 Garcinia parvifolia 2 1 16.7 8 0.33 6.25 0.64 4.79 19
4 Artocarpus elas ticus 1 1 8.33 4 0.33 6.25 0.86 6.44 16.7
5 Actinodapne procera 1 1 8.33 4 0.33 6.25 0.5 3.75 14
6 Artocarpus anisophyllus 1 1 8.33 4 0.33 6.25 0.44 3.25 13.5
7 Damar kelok 1 1 8.33 4 0.33 6.25 1.21 9.03 19.3
8 Macaranga argentea 1 1 8.33 4 0.33 6.25 0.29 2.16 12.4
9 Payena acuminata 2 1 16.7 8 0.33 6.25 0.82 6.13 20.4
10 Endospermum sp. 7 1 58.3 28 0.33 6.25 3.73 27.9 62.1
11 Litsea spp. 2 1 16.7 8 0.33 6.25 1.64 12.2 26.5
12 Garcinia sp. 1 1 8.33 4 0.33 6.25 0.56 4.19 14.4
13 Macaranga gigantea 1 1 8.33 4 0.33 6.25 0.39 2.94 13.2
14 Sloetia elongata 1 1 8.33 4 0.33 6.25 0.26 1.97 12.2
15 Karunik 1 1 8.33 4 0.33 6.25 0.38 2.86 13.1
25 208 100 5.33 100 13.4 100 300

Pohon core
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR DJ DR INP
1 Endospermum sp. 4 2 33.3 16 0.67 10 2.56 16.2 42.2
2 Elateriuspermum sp. 2 2 16.7 8 0.67 10 1.01 6.38 24.4
3 Sago 5 2 41.7 20 0.67 10 5.71 36.2 66.2
4 Kalek merah 1 1 8.33 4 0.33 5 0.34 2.18 11.2
5 Piyau 1 1 8.33 4 0.33 5 0.33 2.06 11.1
6 Kalek kuning 1 1 8.33 4 0.33 5 0.49 3.11 12.1
7 Simasik 1 1 8.33 4 0.33 5 0.38 2.43 11.4
8 Artocarpus elasticus 2 2 16.7 8 0.67 10 1.9 12 30
9 Mangifera foetida 1 1 8.33 4 0.33 5 0.33 2.06 11.1
10 Artocarpus rigidus 2 2 16.7 8 0.67 10 1 6.34 24.3
11 Knema hookeriana 1 1 8.33 4 0.33 5 0.05 0.35 9.35
(Hook f. & Toms)
12 Garcinia parvifolia 1 1 8.33 4 0.33 5 0.39 2.49 11.5
13 Calophyllum connum 1 1 8.33 4 0.33 5 0.54 3.4 12.4
14 Mangifera caesia 1 1 8.33 4 0.33 5 0.38 2.43 11.4
15 Artocarpus anisophyllus 1 1 8.33 4 0.33 5 0.37 2.36 11.4
25 208 100 6.67 100 15.8 100 300

Jenis yang sama di 2 tipe


1 Sago
2 Endospermum sp.
3 Artocarpus rigidus IS = 0.4
4 Garcinia parvifolia
5 Art ocarpus elasticus
6 Artocarpus anisophyllus
133

Lampiran 16. INP dan IS Tingkat Semai pada Jalur Danau

INP, IS TINGKAT SEMAI EDGE DAN CORE PADA JALUR DANAU

Semai edge
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR INP
1 Diospyros oblonga 2 1 1666.7 13.3 0.33 14.29 27.62
2 Syzygium sp. 2 1 1666.7 13.3 0.33 14.29 27.62
3 Palaquium hexandrum 1 1 833.33 6.67 0.33 14.29 20.95
4 Artocarpus integra 1 1 833.33 6.67 0.33 14.29 20.95
5 Santiria laevigata 4 1 3333.3 26.7 0.33 14.29 40.95
6 Garcinea syzygifolia 1 1 833.33 6.67 0.33 14.29 20.95
7 Calophyllum pulcherrimum 4 1 3333.3 26.7 0.33 14.29 40.95
15 12500 100 2.33 100 200

Semai core
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR INP
1 Santiria laevigata 3 3 2500 20 1 25 45
2 Geroniera nervosa 1 1 833.33 6.67 0.33 8.333 15
3 Actinodaphne sp. 3 1 2500 20 0.33 8.333 28.33
4 Baccaurea pyriformis 3 2 2500 20 0.67 16.67 36.67
5 Ochanostachys amentacea 1 1 833.33 6.67 0.33 8.333 15
6 Syzygium sp. 1 1 833.33 6.67 0.33 8.333 15
7 Garcinea syzygifolia 1 1 833.33 6.67 0.33 8.333 15
8 Artocarpus anisophyllus 1 1 833.33 6.67 0.33 8.333 15
9 Polyalthia sumatrana 1 1 833.33 6.67 0.33 8.333 15
15 12500 100 4 100 200

Jenis yang sama di 2 tipe


1 Syzygium sp.
2 Santiria laevigata
3 Garcinea syzygifolia
IS 0.375
134

Lampiran 17. INP dan IS Tingkat Pancang pada Jalur Danau

INP, IS TINGKAT PANCANG EDGE DAN CORE PADA JALUR DANAU

Pancang edge
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR INP
1 Kibatalia borneensis 1 1 133.33 14.29 0.33 16.67 30.95
2 Artocarpus anisophyllus 2 1 266.67 28.57 0.33 16.67 45.24
3 Geroniera nervosa 1 1 133.33 14.29 0.33 16.67 30.95
4 Santiria laevigata 1 1 133.33 14.29 0.33 16.67 30.95
5 Syzygium sp. 1 1 133.33 14.29 0.33 16.67 30.95
6 Dipterocarpus sp 1 1 133.33 14.29 0.33 16.67 30.95
7 933.33 100 2 100 200

Pancang core
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR INP
1 Santiria laevigata 1 1 133.33 33.33 0.33 33.33 66.67
2 Artocarpus anisophyllus 1 1 133.33 33.33 0.33 33.33 66.67
3 Shorea sp. 1 1 133.33 33.33 0.33 33.33 66.67
3 400 100 1 100 200

Jenis yang sama di 2 tipe


1 Artocarpus anisophyllus

IS
= 0.2222
135

Lampiran 18. INP dan IS Tingkat Tiang pada Jalur Danau

INP, IS TINGKAT TIANG EDGE DAN CORE PADA JALUR DANAU

Tiang edge
No. Nama ilmiah Jml Jplot KJ KR FJ FR DJ DR INP
1 Elateriospermum sp. 2 1 66.67 20 0.33 12.5 0.86 16.6 49.11
2 Eurycoma longifolia 1 1 33.33 10 0.33 12.5 0.24 4.56 27.06
3 Shorea sp2 2 1 66.67 20 0.33 12.5 0.81 15.5 48.02
4 Garcinea syzygifolia 1 1 33.33 10 0.33 12.5 0.5 9.61 32.11
5 Cal ophyllum pulcherrimum 1 1 33.33 10 0.33 12.5 0.36 6.98 29.48
6 Artocarpus anisophyllus 1 1 33.33 10 0.33 12.5 0.15 2.94 25.44
7 Syzygium sp. 1 1 33.33 10 0.33 12.5 1.16 22.2 44.72
8 Diospyros oblonga 1 1 33.33 10 0.33 12.5 1.12 21.6 44.06
10 333.3 100 2.67 100 5.2 100 300
Tiang core
No. Nama ilmiah Jml Jplot KJ KR FJ FR DJ DR INP
1 Calophyllum pulcherrimum 2 2 66.67 20 0.67 22.22 1.35 32.3 74.48
2 Artocarpus anishopyllus 1 1 33.33 10 0.33 11.11 0.59 14.1 35.17
3 Parashorea aptera 2 2 66.67 20 0.67 22.22 0.6 14.3 56.51
4 Shorea sp2 2 2 66.67 20 0.67 22.22 0.89 21.4 63.64
5 Actinodaphne sp. 2 1 66.67 20 0.33 11.11 0.75 18 49.09
6 Baccaurea pyriformis 1 1 33.33 10 0.33 11.11 0.27 6.52 27.63
10 333.3 100 3 100 4.17 100 300

Jenis yang sama di 2 tipe


1 Shorea sp2
2 Artocarpus anisophyllus
IS 0.2857
136

Lampiran 19. INP dan IS Tingkat Pohon pada Jalur Danau

INP, IS TINGKAT POHON EDGE DAN CORE PADA JALUR DANAU

Pohon edge
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR DJ DR INP
1 Syzygium sp. 2 1 16.7 9.52 0.33 7.14 2.1 12.1 28.7
2 Endospermum malaccensis 6 3 50 28.6 1 21.4 5.8 33.3 83.3
3 Quercus spp. 4 3 33.3 19 1 21.4 4.18 24 64.5
4 Shorea s p1 1 1 8.33 4.76 0.33 7.14 0.51 2.95 14.9
5 Litsea spp. 3 2 25 14.3 0.67 14.3 1.41 8.08 36.6
6 Actinodaphne procera 2 1 16.7 9.52 0.33 7.14 1.15 6.6 23.3
7 Payena acuminata 1 1 8.33 4.76 0.33 7.14 0.36 2.09 14
8 Artocarpus elasticus 1 1 8.33 4.76 0.33 7.14 1.53 8.8 20.7
9 Aglaea sp. 1 1 8.33 4.76 0.33 7.14 0.37 2.14 14
21 175 100 4.67 100 17.4 100 300

Pohon core
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR DJ DR INP
1 Garcinea syzygifolia 1 1 8.33 5.56 0.33 8.33 0.51 3.69 17.6
2 Endospermum malaccensis 3 2 25 16.7 0.67 16.7 2.15 15.4 48.8
3 Payena acuminata 2 1 16.7 11.1 0.33 8.33 1.09 7.85 27.3
4 Rhodamnia cinerea 1 1 8.33 5.56 0.33 8.33 0.48 3.44 17.3
5 Quercus spp. 1 1 8.33 5.56 0.33 8.33 0.97 6.97 20.9
6 Parashorea aptera 3 2 25 16.7 0.67 16.7 1.46 10.5 43.8
7 Syzygium sp. 2 1 16.7 11.1 0.33 8.33 4.03 28.9 48.4
8 Actinodaphne procera 3 1 25 16.7 0.33 8.33 1.82 13.1 38.1
9 Artocarpus elasticus 1 1 8.33 5.56 0.33 8.33 0.47 3.36 17.2
10 Polyalthia sumatrana 1 1 8.33 5.56 0.33 8.33 0.94 6.75 20.6
18 150 100 4 100 13.9 100 300

Jenis yang sama di 2 tipe


1 Syzygium sp.
2 Endospermum malaccensis
3 Quercus spp. IS = 0.6316
4 Actinodaphne procera
5 Payena acuminata
6 Artocarpus elasticus
137

Lampiran 20. INP dan IS Tingkat Semai pada Jalur Kebun Campuran

INP, IS TINGKAT SEMAI EDGE DAN CORE PADA JALUR KEBUN CAMPURAN

Semai edge
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR INP
1 Kibatalia borneensis 4 3 3333.3 28.57 1 33.33 61.9
2 Actinodaphne sp. 1 1 833.33 7.143 0.33 11.11 18.25
3 Pometia pinnata 1 1 833.33 7.143 0.33 11.11 18.25
4 Palaquium sumatranum 2 1 1666.7 14.29 0.33 11.11 25.4
5 Lithocarpus sp. 1 1 833.33 7.143 0.33 11.11 18.25
6 Palaquium hexandrum 4 1 3333.3 28.57 0.33 11.11 39.68
7 Aquilaria malaccensis 1 1 833.33 7.143 0.33 11.11 18.25
14 11667 100 3 100 200

Semai core
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR INP
1 Artocarpus elasticus 3 1 2500 16.67 0.33 7.692 24.36
2 Aglaea sp. 1 1 833.33 5.556 0.33 7.692 13.25
3 Canarium tomentosum 1 1 833.33 5.556 0.33 7.692 13.25
4 Garcinea syzygifolia 2 1 1666.7 11.11 0.33 7.692 18.8
5 Sapium baccatum 1 1 833.33 5.556 0.33 7.692 13.25
6 Actinodaphne sp. 3 2 2500 16.67 0.67 15.38 32.05
7 Geronniera subaecualis 2 2 1666.7 11.11 0.67 15.38 26.5
8 Shorea leprosula 1 1 833.33 5.556 0.33 7.692 13.25
9 Melanorhoea walichii 1 1 833.33 5.556 0.33 7.692 13.25
10 Hopea mengarawan 2 1 1666.7 11.11 0.33 7.692 18.8
11 Cinamomum sp. 1 1 833.33 5.556 0.33 7.692 13.25
18 15000 100 4.33 100 200

Jenis yang sama di 2


tipe
1 Actinodaphne sp.

IS 0.1111
138

Lampiran 21. INP dan IS Tingkat Pancang pada Jalur Kebun Campuran

INP, IS TINGKAT PANCANG EDGE DAN CORE PADA JALUR KEBUN CAMPURAN

Pancang edge
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR INP
1 Kibatalia borneensis 1 1 133.33 16.67 0.33 16.67 33.3
2 Syzygium sp. 2 2 266.67 33.33 0.67 33.33 66.7
3 Dyiospiros siamang 1 1 133.33 16.67 0.33 16.67 33.3
4 Scorodocarpus borneensis 1 1 133.33 16.67 0.33 16.67 33.3
5 Barringtomia racemosa 1 1 133.33 16.67 0.33 16.67 33.3
6 800 100 2 100 200

Pancang core
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR INP
1 Ochanostachys amentacea 1 1 133.33 5.556 0.33 10 15.6
2 Artocarpus elasticus 1 1 133.33 5.556 0.33 10 15.6
3 Litsea sp. 1 1 133.33 5.556 0.33 10 15.6
4 Ixonanthes icosandra 1 1 133.33 5.556 0.33 10 15.6
5 Hopea mengarawan 10 2 1333.3 55.56 0.67 20 75.6
6 Canarium tomentosum 1 1 133.33 5.556 0.33 10 15.6
7 Parashorea aptera 1 1 133.33 5.556 0.33 10 15.6
8 Kibatalia borneensis 1 1 133.33 5.556 0.33 10 15.6
9 Alsheodaphne sp. 1 1 133.33 5.556 0.33 10 15.6
18 2400 100 3.33 100 200

Jenis yang sama di 2 tipe


1 Kibatalia borneensis

IS 0.1429
139

Lampiran 22. INP dan IS Tingkat Tiang pada Jalur Kebun Campuran

INP, IS TINGKAT TIANG EDGE DAN CORE PADA JALUR KEBUN CAMPURAN

Tiang edge
No. Nama ilmiah Jml Jplot KJ KR FJ FR DJ DR INP
1 Litsea sp. 1 1 33.33 20 0.33 20 0.44 16.27 56.26
2 Ochanostachys amentacea 1 1 33.33 20 0.33 20 0.38 13.86 53.86
3 Endospermum malaccensis 1 1 33.33 20 0.33 20 0.51 18.86 58.86
4 Euobia sp. 1 1 33.33 20 0.33 20 0.44 16.27 56.26
5 Geroniera nervosa 1 1 33.33 20 0.33 20 0.94 34.75 74.74
5 166.7 100 1.67 100 2.72 100 300

Tiang core
No. Nama ilmiah Jml Jplot KJ KR FJ FR DJ DR INP
1 Parkia speciosa 1 1 33.33 12 0.33 12.5 0.85 19.03 44.02
2 Polyalthia sp. 2 2 66.67 25 0.67 25 1.16 26.13 76.13
3 Artocarpus integra 1 1 33.33 12 0.33 12.5 0.44 9.924 34.92
4 Geroniera nervosa 1 1 33.33 12 0.33 12.5 0.67 15.03 40.03
5 Ixonanthes icosandra 1 1 33.33 12 0.33 12.5 0.38 8.456 33.46
6 Dillenia oblongata 1 1 33.33 12 0.33 12.5 0.51 11.51 36.51
7 Callophyllum pulcherrimum 1 1 33.33 12 0.33 12.5 0.44 9.924 34.92
8 266.7 100 2.67 100 4.46 100 300

Jenis yang sama di 2 tipe


1 Geroniera nervosa

IS 0.1667
140

Lampiran 23. INP dan IS Tingkat Pohon pada Jalur Kebun Campuran

INP, IS TINGKAT POHON EDGE DAN CORE PADA JALUR KEBUN CAMPURAN

Pohon edge
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR DJ DR INP
1 Endospermum malaccensis 4 3 33.3 25 1 23.1 3.03 24.5 72.6
2 Aglaea sp. 2 2 16.7 12.5 0.67 15.4 1.06 8.62 36.5
3 Kibatalia borneensis 2 2 16.7 12.5 0.67 15.4 2.31 18.7 46.6
4 Artocarpus elasticus 4 2 33.3 25 0.67 15.4 3.12 25.3 65.7
5 Palaquium hexandrum 1 1 8.33 6.25 0.33 7.69 0.8 6.5 20.4
6 Myristica iners 1 1 8.33 6.25 0.33 7.69 0.59 4.77 18.7
7 Dillenia reticulata 1 1 8.33 6.25 0.33 7.69 0.71 5.78 19.7
8 Diallium platychepalum 1 1 8.33 6.25 0.33 7.69 0.71 5.78 19.7
16 133 100 4.33 100 12.3 100 300

Pohon core
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR DJ DR INP
1 Ochanostachis amentacea 2 1 16.7 7.14 0.33 5.88 2.53 14.5 27.5
2 Dacryodes rostrata 1 1 8.33 3.57 0.33 5.88 0.55 3.15 12.6
3 Palaquium hexandrum 2 2 16.7 7.14 0.67 11.8 1.92 11 29.9
4 Vatica resak 1 1 8.33 3.57 0.33 5.88 0.35 1.98 11.4
5 Geroniera nervosa 1 1 8.33 3.57 0.33 5.88 0.29 1.65 11.1
6 Ixonanthes icosandra 1 1 8.33 3.57 0.33 5.88 1.84 10.5 20
7 Litsea sp. 1 1 8.33 3.57 0.33 5.88 1.21 6.92 16.4
8 Shorea parvifolia 2 1 16.7 7.14 0.33 5.88 0.66 3.79 16.8
9 Endospermum malaccensis 7 2 58.3 25 0.67 11.8 7.12 40.7 77.5
10 Lithocarpus sp. 1 1 8.33 3.57 0.33 5.88 0.48 2.73 12.2
11 Aglaea sp. 1 1 8.33 3.57 0.33 5.88 0.55 3.15 12.6
12 Syzygium sp. 3 1 25 10.7 0.33 5.88 1.36 7.8 24.4
13 Garcinea syzigifolia 1 1 8.33 3.57 0.33 5.88 0.29 1.65 11.1
14 Elaeocarpus sp. 1 1 8.33 3.57 0.33 5.88 0.9 5.12 14.6
15 Artocarpus elasticus 3 1 25 10.7 0.33 5.88 2.3 13.2 29.8
28 233 100 5.67 100 17.5 100 300

Jenis yang sama di 2 tipe


1 Endospermum malaccensis
2 Aglaea sp.
3 Artocarpus elasticus IS = 0.3478
4 Palaquium hexandrum
141

Lampiran 24. INP dan IS Tingkat Semai pada Jalur Kebun Sawit

INP, IS TINGKAT SEMAI EDGE DAN CORE PADA JALUR KEBUN SAWIT

Semai edge
No. Nama ilmiah Jml Plot KJ KR FJ FR INP
1 Actinodaphne sp. 5 1 4167 35,71 0,333 16,67 52,38
2 Canarium tomentosum 1 1 833,3 7,143 0,333 16,67 23,81
3 Palaquium sumatranum 2 1 1667 14,29 0,333 16,67 30,95
4 Lithocarpus sp. 1 1 833,3 7,143 0,333 16,67 23,81
5 Palaquium hexandrum 4 1 3333 28,57 0,333 16,67 45,24
6 Aquilaria malaccensis 1 1 833,3 7,143 0,333 16,67 23,81
14 11667 100 2 100 200

Semai core
No. Nama ilmiah Jml Plot KJ KR FJ FR INP
1 Actinodaphne sp. 3 2 2500 30 0,667 25 55
2 Rhodamnia cinerea 2 2 1667 20 0,667 25 45
3 Mezetia sp. 1 1 833,3 10 0,333 12,5 22,5
4 Geroniera nervosa 1 1 833,3 10 0,333 12,5 22,5
5 Palaquium hexandrum 2 1 1667 20 0,333 12,5 32,5
6 Dacryodes rostrata 1 1 833,3 10 0,333 12,5 22,5
10 8333 100 2,667 100 200

Jenis yang sama di 2 tipe


1 Actinodaphne sp.

IS 0,2
142

Lampiran 25. INP dan IS Tingkat Pancang pada Jalur Kebun Sawit

INP, IS TINGKAT PANCANG EDGE DAN CORE PADA JALUR KEBUN SAWIT

Pancang edge
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR INP
1 Kibatalia borneensis 1 1 133.33 16.67 0.33 16.67 33.33
2 Sloetia elongata 1 1 133.33 16.67 0.33 16.67 33.33
3 Dipterocarpus crinitus 1 1 133.33 16.67 0.33 16.67 33.33
4 Euodia sp. 1 1 133.33 16.67 0.33 16.67 33.33
5 Dillenia reticulata 1 1 133.33 16.67 0.33 16.67 33.33
6 Myristica iners 1 1 133.33 16.67 0.33 16.67 33.33
6 800 100 2 100 200

Pancang core
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR INP
1 Hopea mengarawan 10 2 1333.3 66.67 0.67 28.57 95.24
2 Canarium tomentosum 1 1 133.33 6.667 0.33 14.29 20.95
3 Parashorea aptera 1 1 133.33 6.667 0.33 14.29 20.95
4 Kibatalia borneensis 2 2 266.67 13.33 0.67 28.57 41.91
5 Alsheodaphne sp. 1 1 133.33 6.667 0.33 14.29 20.95
15 2000 100 2.33 100 200

Jenis yang sama di 2 tipe


1 Kibatalia borneensis

IS = 0.1818
143

Lampiran 26. INP dan IS Tingkat Tiang pada Jalur Kebun Sawit

INP, IS TINGKAT TIANG EDGE DAN CORE PADA JALUR KEBUN SAWIT

Tiang edge
No. Nama ilmiah Jml Jplot KJ KR FJ FR DJ DR INP
1 Palaquium hexandrum 1 1 33.33 11.11 0.33 11.11 0.44 9.04 31.26
2 Elaeocarpus sp. 1 1 33.33 11.11 0.33 11.11 0.94 19.3 41.54
3 Euobia sp. 2 2 66.67 22.22 0.67 22.22 1.11 22.7 67.13
4 Sloetia elongata 1 1 33.33 11.11 0.33 11.11 0.32 6.47 28.7
5 Actinodaphne sp. 1 1 33.33 11.11 0.33 11.11 0.59 12 34.26
6 Litsea sp. 2 2 66.67 22.22 0.67 22.22 1.11 22.7 67.18
7 Ochanostachys amentacea 1 1 33.33 11.11 0.33 11.11 0.38 7.7 29.93
9 300 100 3 100 4.89 100 300

Tiang core
No. Nama ilmiah Jml Jplot KJ KR FJ FR DJ DR INP
1 Syzygium sp. 1 1 33.33 16.67 0.33 25 0.94 25 66.67
2 Sloetia elongata 1 1 33.33 16.67 0.33 25 0.67 17.7 59.4
3 Ixonanthes icosandra 2 1 66.67 33.33 0.33 25 0.82 21.7 80.01
4 Horsfieldia grandis 2 1 66.67 33.33 0.33 25 1.34 35.6 93.93
6 200 100 1.33 100 3.78 100 300

Jenis yang sama di 2 tipe


1 Sloetia elongata

IS 0.1818
144

Lampiran 27. INP dan IS Tingkat Pohon pada Jalur Kebun Sawit

INP, IS TINGKAT POHON EDGE DAN CORE PADA JALUR KEBUN SAWIT

Pohon edge
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR DJ DR INP
1 Syzygium sp 2 1 16.7 9.52 0.33 7.14 2.1 12.3 29
2 Endospermum sp. 6 3 50 28.6 1 21.4 5.8 34 84
3 Quercus spp. 4 3 33.3 19 1 21.4 4.18 24.5 65
4 Shorea parvifolia 1 1 8.33 4.76 0.33 7.14 0.51 3.02 14.9
5 Litsea spp. 3 2 25 14.3 0.67 14.3 1.41 8.25 36.8
6 Actinodapne procera 2 1 16.7 9.52 0.33 7.14 1.15 6.75 23.4
7 Palaquium spp. 1 1 8.33 4.76 0.33 7.14 0.36 2.13 14
8 Artocarpus elasticus 1 1 8.33 4.76 0.33 7.14 1.53 9 20.9
9 Payena acuminata 1 1 8.33 4.76 0.33 7.14 0.37 2.19 14.1
21 175 100 4.67 100 17 100 300

Pohon core
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR DJ DR INP
1 Garcinia parvifolia 1 1 8.33 5.56 0.33 8.33 0.51 3.69 17.6
2 Endospermum sp. 2 1 16.7 11.1 0.33 8.33 1.63 11.7 31.1
3 Palaquium spp. 2 1 16.7 11.1 0.33 8.33 1.09 7.85 27.3
4 Rhodamnia cinerea 1 1 8.33 5.56 0.33 8.33 0.48 3.44 17.3
5 Quercus spp. 1 1 8.33 5.56 0.33 8.33 0.97 6.97 20.9
6 Parashorea aptera 3 2 25 16.7 0.67 16.7 1.46 10.5 43.8
7 Syzygium sp. 2 1 16.7 11.1 0.33 8.33 4.03 28.9 48.4
8 Macaranga argentea 1 1 8.33 5.56 0.33 8.33 0.53 3.77 17.7
9 Actinodapne procera 3 1 25 16.7 0.33 8.33 1.82 13.1 38.1
10 Artocarpus elasticus 1 1 8.33 5.56 0.33 8.33 0.47 3.36 17.2
11 Polyalthia sumatrana 1 1 8.33 5.56 0.33 8.33 0.94 6.75 20.6
18 150 100 4 100 13.9 100 300

Jenis yang sama di 2 tipe


1 Syzygium sp
2 Endospermum sp.
3 Quercus spp. IS = 0.6
4 Actinodapne procera
5 Palaquium spp.
6 Artocarpus elasticus
145

Lampiran 28. INP dan IS Tingkat Semai pada Jalur Hotel

INP, IS TINGKAT SEMAI EDGE DAN CORE PADA JALUR HOTEL

Semai edge
No. Nama ilmiah Jml Plot KJ KR FJ FR INP
1 Kibatalia borneensis 4 1 3333 21,05 0,333 8,333 29,39
2 Actinodaphne sp. 2 2 1667 10,53 0,667 16,67 27,19
3 Pometia pinnata 1 1 833,3 5,263 0,333 8,333 13,6
4 Hopea mengarawan 2 1 1667 10,53 0,333 8,333 18,86
5 Cinamomum sp. 1 1 833,3 5,263 0,333 8,333 13,6
6 Geronniera subaecualis 1 1 833,3 5,263 0,333 8,333 13,6
7 Artocarpus elasticus 3 1 2500 15,79 0,333 8,333 24,12
8 Aglaea sp. 1 1 833,3 5,263 0,333 8,333 13,6
9 Canarium tomentosum 1 1 833,3 5,263 0,333 8,333 13,6
10 Garcinea syzygifolia 2 1 1667 10,53 0,333 8,333 18,86
11 Sapium baccatum 1 1 833,3 5,263 0,333 8,333 13,6
19 15833 100 4 100 200

Semai core
No. Nama ilmiah Jml Plot KJ KR FJ FR INP
1 Actinodaphne sp. 7 2 5833 46,67 0,667 22,22 68,89
2 Geronniera subaecualis 1 1 833,3 6,667 0,333 11,11 17,78
3 Shorea leprosula 1 1 833,3 6,667 0,333 11,11 17,78
4 Melanorhoea walichii 1 1 833,3 6,667 0,333 11,11 17,78
5 Ochanostachys amentacea 1 1 833,3 6,667 0,333 11,11 17,78
6 Dillenia reticulata 1 1 833,3 6,667 0,333 11,11 17,78
7 Palaquium sumatranum 2 1 1667 13,33 0,333 11,11 24,44
8 Lithocarpus sp. 1 1 833,3 6,667 0,333 11,11 17,78
15 12500 100 3 100 200

Jenis yang sama di 2 tipe


1 Actinodaphne sp.
2 Geronniera subaecualis
IS 0,1
146

Lampiran 29. INP dan IS Tingkat Pancang pada Jalur Hotel

INP, IS TINGKAT PANCANG EDGE DAN CORE PADA JALUR HOTEL

Pancang edge
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR INP
1 Ochanostachys amentacea 1 1 133.33 10 0.33 10 20
2 Artocarpus elasticus 1 1 133.33 10 0.33 10 20
3 Litsea sp. 1 1 133.33 10 0.33 10 20
4 Ixonanthes icosandra 1 1 133.33 10 0.33 10 20
5 Hopea mengarawan 2 2 266.67 20 0.67 20 40
6 Canarium tomentosum 2 2 266.67 20 0.67 20 40
7 Parashorea aptera 2 2 266.67 20 0.67 20 40
10 1333.3 100 3.33 100 200

Pancang core
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR INP
1 Hopea mengarawan 9 1 1200 56.3 0.33 12.5 68.8
2 Kibatalia borneensis 1 1 133.33 6.25 0.33 12.5 18.7
3 Alsheodaphne sp. 1 1 133.33 6.25 0.33 12.5 18.7
4 Sloetia elongata 1 1 133.33 6.25 0.33 12.5 18.7
5 Dipterocarpus crinitus 1 1 133.33 6.25 0.33 12.5 18.7
6 Euodia sp. 1 1 133.33 6.25 0.33 12.5 18.7
7 Dillenia reticulata 1 1 133.33 6.25 0.33 12.5 18.7
8 Myristica iners 1 1 133.33 6.25 0.33 12.5 18.7
16 2133.3 100 2.67 99.999 200

Jenis yang sama di 2 tipe


1 Hopea mengarawan

IS = 0.1333
147

Lampiran 30. INP dan IS Tingkat Tiang pada Jalur Hotel

INP, IS TINGKAT TIANG EDGE DAN CORE PADA JALUR HOTEL

Tiang edge
No. Nama ilmiah Jml Jplot KJ KR FJ FR DJ DR INP
1 Artocarpus integra 1 1 33.33 12.5 0.33 12.5 0.44 9.45 34.45
2 Polyalthia sp. 1 1 33.33 12.5 0.33 12.5 0.85 18.1 43.12
3 Geroniera nervosa 2 2 66.67 25 0.67 25 1.61 34.5 84.51
4 Ixonanthes icosandra 1 1 33.33 12.5 0.33 12.5 0.38 8.05 33.05
5 Dillenia oblongata 1 1 33.33 12.5 0.33 12.5 0.51 11 35.96
6 Callophyllum pulcherrimum 1 1 33.33 12.5 0.33 12.5 0.44 9.45 34.45
7 Euobia sp. 1 1 33.33 12.5 0.33 12.5 0.44 9.45 34.45
8 266.7 100 2.67 100 4.68 100 300

Tiang core
No. Nama ilmiah Jml Jplot KJ KR FJ FR DJ DR INP
1 Parkia speciosa 1 1 33.33 12.5 0.33 12.5 0.85 27.7 52.67
2 Polyalthia sp. 1 1 33.33 12.5 0.33 12.5 0.32 10.3 35.33
3 Euobia sp. 1 1 33.33 12.5 0.33 12.5 0.44 14.4 39.43
4 Geroniera nervosa 1 1 33.33 12.5 0.33 12.5 0.94 30.8 55.83
5 Cratoxylum formosum 1 1 33.33 12.5 0.33 12.5 0.51 16.7 41.74
6 Dillenia reticulata 1 1 33.33 12.5 0.33 12.5 0.32 10.3 35.33
7 Candelia candel 1 1 33.33 12.5 0.33 12.5 0.85 27.7 52.67
8 Artocarpus elasticus 1 1 33.33 12.5 0.33 12.5 0.51 16.7 41.74
8 266.7 100 2.67 100 3.06 100 300

Jenis yang sama di 2 tipe


1 Geroniera nervosa
2 Euobia sp.
IS 0.2667
148

Lampiran 31. INP dan IS Tingkat Pohon pada Jalur Hotel

INP, IS TINGKAT POHON EDGE DAN CORE PADA JALUR HOTEL

Pohon edge
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR DJ DR INP
1 Cratoxylum arborescens 2 2 16.7 10.5 0.67 15.4 1.08 9.99 35.9
2 Garangan 1 1 8.33 5.26 0.33 7.69 0.47 4.33 17.3
3 Damar kelok 1 1 8.33 5.26 0.33 7.69 0.72 6.64 19.6
4 Artocarpus elasticus 1 1 8.33 5.26 0.33 7.69 1 9.29 22.2
5 Shorea sp. 1 1 8.33 5.26 0.33 7.69 0.64 5.9 18.9
6 Artocarpus rigidus 6 2 50 31.6 0.67 15.4 3.33 30.8 77.8
7 Artocarpus lanceifolius 1 1 8.33 5.26 0.33 7.69 0.77 7.16 20.1
8 Waru 2 1 16.7 10.5 0.33 7.69 2.29 21.2 39.5
9 Endospermum sp. 1 1 8.33 5.26 0.33 7.69 0.5 4.65 17.6
10 Nephelium sp. 2 1 16.7 10.5 0.33 7.69 0.99 9.17 27.4
11 Garcinia parvifolia 1 1 8.33 5.26 0.33 7.69 0.5 4.65 17.6
19 158 100 4.33 100 10.8 100 300

Pohon core
No. Nama ilmiah Jml Jml plot KJ KR FJ FR DJ DR INP
1 Endospermum sp. 3 2 25 15.8 0.67 11.8 1.92 19.1 46.6
2 Litsea spp. 1 1 8.33 5.26 0.33 5.88 0.55 5.45 16.6
3 Artocarpus rigidus 2 2 16.7 10.5 0.67 11.8 1.69 16.8 39.1
4 Cratoxylum arborescens 1 1 8.33 5.26 0.33 5.88 0.5 4.98 16.1
5 Sago 2 2 16.7 10.5 0.67 11.8 3.82 37.9 60.2
6 Garcinia sp. 1 1 8.33 5.26 0.33 5.88 0.56 5.57 16.7
7 Macaranga gigantea 1 1 8.33 5.26 0.33 5.88 0.39 3.9 15
8 Sloetia elongata 1 1 8.33 5.26 0.33 5.88 0.26 2.61 13.8
9 Karunik 1 1 8.33 5.26 0.33 5.88 0.38 3.8 14.9
10 Elateriospermum sp. 1 1 8.33 5.26 0.33 5.88 0.66 6.58 17.7
11 Artocarpus elasticus 1 1 8.33 5.26 0.33 5.88 0.92 9.16 20.3
12 Mangifera foetida 1 1 8.33 5.26 0.33 5.88 0.33 3.22 14.4
13 Syzygium sp. 2 1 16.7 10.5 0.33 5.88 0.83 8.28 24.7
14 Piyau 1 1 8.33 5.26 0.33 5.88 0.33 3.22 14.4
19 158 100 5.67 100 10.1 100 300

Jenis yang sama di 2 tipe


1 Cratoxylum arborescens
2 Artocarpus elasticus
3 Artocarpus rigidus IS = 0.4
4 Endospermum sp.
5 Garcinia parvifolia
149

Lampiran 32. Jenis-Jenis Pohon di Tahura SSH

DAFTAR JENIS POHON YANG ADA DI TAHURA SSH-MINAS


NO NAMA BOTANIS NAMA DAERAH SUKU
1 Actinodaphne sp. Medang Lauraceae
2 Aglaea sp. Kedondong Meliaceae
3 Alseodaphne sp. Medang Lauraceae
4 Aquilaria malaccensis Lamk. Gaharu Thymelaceae
5 Artocarpus elasticus Rein W. Terap Moraceae
6 Artocarpus integra L. Cempedak Moraceae
7 Baccaurea pyriformis Gage. Tampui daun lebar Euphorbiaceae
8 Baringtonia racemosa Bl. Putat Lechytidaceae
9 Bouea burmanica Griff. Raman Anacardiaceae
10 Calophyllum pulcherrimum Wall. Bintangur Guttiferae
11 Canarium tomentosum Bl. Kenari Burseraceae
12 Carallia sp. Pisang-pisang Rhyzoporaceae
13 Castanopsis acuminatisima A.D.C. Berangan Fagaceae
14 Cratox ylum formosum Dyer. Mampat Hyperycaceae
15 Cratoxylum arborescens Bl. Gerunggang Hyperycaceae
16 Dacryodes rostata H.J.Lam. Kedondong hutan Burseraceae
17 Diallium platycephalum Baker. Asam keranji Leguminosae
18 Dillenia reticulata King. Simpur Dilleniaceae
19 Diospyros oblonga Wild. Kayu arang Ebenaceae
20 Dipterocarpus crinitus Dyer. Keruing Dipterocarpaceae
21 Elaeocarpus sp. Medang rawa Elaeocarpaceae
22 Endospermum malaccensis Muell. Sendok-sendok Euphorbiaceae
23 Garcinea syzygifolia Pierrei. Asam kandis Guttiferae
24 Geronniera nervosa Planth. Siluk daun lebar Ulmaceae
25 Geronniera subaecualis Planth. Siluk Ulmaceae
26 Hopea mengarawan Miq. Merawan Dipterocarpaceae
27 Horsfieldia grandis Warb. Mendarahan Myristicaceae
28 Ixonanthes icosandra Druce. Pagar-pagar Linaceae
29 Kandelia candel Mempisang Rhyzoporaceae
30 Kibatalia borneensis Pulai Apocynaceae
31 Lithocarpus sp. Pasang Fagaceae
32 Litsea sp. Medang Lauraceae
33 Melanorhoea walichii Hook.F Rengas Anacardiaceae
34 Myristica iners Bl. Mendarahan Myristicaceae
35 Ochanostachys arnentacea Mast. Petatal Olacaceae
36 Palaquium hexandrum H.J.L. Balam putih Sapotaceae
37 Palaquium sumatranum Burck. Balam durian Sapotaceae
38 Parashorea aptera V.Sl. Tembalun Dipterocarpaceae
39 Parkia speciosa Hassk. Petai Leguminosae
40 Polyalthia sp. Pisang-pisang Annonaceae
41 Pometia pinata Forst. Kasai Sapindaceae
42 Rhodamnia cinerea Jack. Marpoyan Myrtaceae
43 Santiria graffiti Engl. Lalan Burseraceae
44 Scorodocarpus borneensis Becc. Kulim Olacaceae
45 Shorea leprosula Miq. Meranti pirang Dipterocarpaceae
46 Sindora walichii Benth. Tamparan hantu Leguminosae
47 Sloetia elongata Kds. Tempinis Moraceae
48 Syzygium sp. Kelat Myrtaceae
49 Vatica stapfiana V.Sl. Resak Dipterocarpaceae
150

Lampiran 33. Uji Kesamaan dengan t-student pada Komunitas Burung

KC KS SB DN BK HR TJ1 TJ2
Habitat
Ed Co Ed Co Ed Co Ed Co Ed Co Co Co Co
Habitat 1 X X
K
Edge - √
C
Core √ -

Habitat 1 √ √
K
Edge - √
S
Cor e √ -

Habitat 1 √ √
S
Edge - √
B
Core √ -

Habitat 1 √ √
D
Edge - √
N
Core √ -

Habitat 1 √ X
B
Edge - √
A
Core √ -

H Edge √
R Core -

T
Edge X
J
Core -
1
T
Edge X
J
Core -
2

Keterangan :
√ : menunjukkan kesamaan komunitas
X : menunjukkan ketidaksamaan komunitas
KC : kebun campuran
KS : kebun sawit
SB : semak belukar
DN : danau
BA : belukar akasia
HR : hotel
TJ 1 : tepi jalan 1
TJ 2 : tepi jalan 2
151

Lampiran 34. INP Burung di Tepi Jalan 1

PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT EDGE JALAN 1

No Nama Ilmiah Jml Jml pl ot FJ FR KJ KR INP H' E


1 Orthotomus ruficeps 9 5 0.714 16.7 4.55 13.8 30.5 0.27
2 Pycnonotus goiavier 17 6 0.857 20 8.59 26.2 46.2 0.35
3 Passer montanus 4 1 0.143 3.33 2.02 6.15 9.49 0.17
4 Pycnonotus plumosus 3 1 0.143 3.33 1.52 4.62 7.95 0.14
5 Copsychus saularis 6 3 0.429 10 3.03 9.23 19.2 0.22
6 Pycnonotus atriceps 5 3 0.429 10 2.53 7.69 17.7 0.2
7 Hirundo tahitica 3 2 0.286 6.67 1.52 4.62 11.3 0.14
8 Lonchura punctulata 6 1 0.143 3.33 3.03 9.23 12.6 0.22
9 Pycnonotus simplex 3 1 0.143 3.33 1.52 4.62 7.95 0.14
10 Eurostopodus macrotis 1 1 0.143 3.33 0.51 1.54 4.87 0.06
11 Orthotomus atrogularis 3 2 0.286 6.67 1.52 4.62 11.3 0.14
12 Aegithina tiphia 3 2 0.286 6.67 1.52 4.62 11.3 0.14
13 Terpsiphone paradisi 2 2 0.286 6.67 1.01 3.08 9.74 0.11
65 4.286 100 32.9 100 200 2.31 0.9

PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT CORE

No Nama Ilmiah Jml Jml plot FJ FR KJ KR INP H' E


1 Orthotomus ruficeps 8 5 0.714 10 4.04 10.5 20.5 0.24
2 Pycnonotus goiavier 9 5 0.714 10 4.55 11.8 21.8 0.25
3 Megalaima australis 7 4 0.571 8 3.54 9.21 17.2 0.22
4 Pycnonotus plumosus 3 2 0.286 4 1.52 3.95 7.95 0.13
5 Copsychus saularis 4 2 0.286 4 2.02 5.26 9.26 0.15
6 Megalaima hemachepala 6 3 0.429 6 3.03 7.89 13.9 0.2
7 Ter psiphone paradisi 5 5 0.714 10 2.53 6.58 16.6 0.18
8 Anthreptes malacensis 3 2 0.286 4 1.52 3.95 7.95 0.13
9 Eurostopodus macrotis 1 1 0.143 2 0.51 1.32 3.32 0.06
10 Irena puella 3 2 0.286 4 1.52 3.95 7.95 0.13
11 Aegithina tiphia 4 3 0.429 6 2.02 5.26 11.3 0.15
12 Aceros undulatus 5 3 0.429 6 2.53 6.58 12.6 0.18
13 Loriculus galgulus 2 1 0.143 2 1.01 2.63 4.63 0.1
14 Prinia familiaris 2 2 0.286 4 1.01 2.63 6.63 0.1
15 Corvus enca 1 1 0.143 2 0.51 1.32 3.32 0.06
16 Streptopelia chinensis 1 1 0.143 2 0.51 1.32 3.32 0.06
17 Orthotomus atrogularis 1 1 0.143 2 0.51 1.32 3.32 0.06
18 Psittinus cyanurus 1 1 0.143 2 0.51 1.32 3.32 0.06
19 Buceros rhinoceros 3 1 0.143 2 1.52 3.95 5.95 0.13
20 Phaenichophaeus 1 1 0.143 2 0.51 1.32 3.32 0.06
sumatranus
21 Aegithina viridissima 1 1 0.143 2 0.51 1.32 3.32 0.06
22 Pycnonotus atriceps 2 1 0.143 2 1.01 2.63 4.63 0.1
23 Dicrurus paradiseus 1 1 0.143 2 0.51 1.32 3.32 0.06
24 Rhinomyias umbratilis 2 1 0.143 2 1.01 2.63 4.63 0.1
76 7.143 100 38.4 100 200 2.93 0.92
152

Lampiran 35. INP Burung di Tepi Jalan 2

PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT EDGE JALAN 2

No Nama Ilmiah Jml Jml plot FJ FR KJ KR INP H' E


1 Orthotomus ruficeps 10 6 0.857 17.6 5.06 17.5 35.2 0.31
2 Pyc nonotus goiavier 16 6 0.857 17.6 8.09 28.1 45.7 0.36
3 Passer montanus 4 1 0.143 2.94 2.02 7.02 9.96 0.19
4 Copsychus saularis 3 2 0.286 5.88 1.52 5.26 11.1 0.15
5 Pycnonotus atriceps 6 3 0.429 8.82 3.03 10.5 19.3 0.24
6 Eurostopodus macrotis 1 1 0.143 2.94 0.51 1.75 4.7 0.07
7 Centropus sinensis 2 2 0.286 5.88 1.01 3.51 9.39 0.12
8 Pycnonotus simplex 3 2 0.286 5.88 1.52 5.26 11.1 0.15
9 Terpsiphone paradisi 3 3 0.429 8.82 1.52 5.26 14.1 0.15
10 Pycnonotus aurigaster 1 1 0.143 2.94 0.51 1.75 4.7 0.07
11 Aegithina tiphia 5 4 0.571 11.8 2.53 8.77 20.5 0.21
12 Orthotomus atrogularis 1 1 0.143 2.94 0.51 1.75 4.7 0.07
13 Anthus novaeseelandiae 1 1 0.143 2.94 0.51 1.75 4.7 0.07
14 Irena puella 1 1 0.143 2.94 0.51 1.75 4.7 0.07
57 4.857 100 28.8 100 200 2.24 0.85

PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT CORE

No Nama Ilmiah Jml Jml plot FJ FR KJ KR INP H' E


1 Orthotomus ruficeps 9 5 0.714 15.2 4.55 18.8 33.9 0.31
2 Pycnonotus goiavier 7 4 0.571 12.1 3.54 14.6 26.7 0.28
3 Megalaima hemachepala 4 2 0.286 6.06 2.02 8.33 14.4 0.21
4 Terpsiphone paradisi 5 5 0.714 15.2 2.53 10.4 25.6 0.24
5 Anthreptes malacensis 2 1 0.143 3.03 1.01 4.17 7.2 0.13
6 Aegithina tiphia 5 4 0.571 12.1 2.53 10.4 22.5 0.24
7 Aceros undulatus 2 1 0.143 3.03 1.01 4.17 7.2 0.13
8 Irena puella 1 1 0.143 3.03 0.51 2.08 5.11 0.08
9 Megalaima australis 2 2 0.286 6.06 1.01 4.17 10.2 0.13
10 Prinia familiaris 2 1 0.143 3.03 1.01 4.17 7.2 0.13
11 Loriculus galgulus 2 1 0.143 3.03 1.01 4.17 7.2 0.13
12 Corvus enca 1 1 0.143 3.03 0.51 2.08 5.11 0.08
13 Streptopelia chinensis 1 1 0.143 3.03 0.51 2.08 5.11 0.08
14 Psittinus cyanurus 1 1 0.143 3.03 0.51 2.08 5.11 0.08
15 Phaenichophaeus 1 1 0.143 3.03 0.51 2.08 5.11 0.08
sumatranus
16 Eurostopodus macrotis 1 1 0.143 3.03 0.51 2.08 5.11 0.08
17 Pycnonotus atriceps 2 1 0.143 3.03 1.01 4.17 7.2 0.13
48 4.714 100 24.3 100 200 2.55 0.9
153

Lampiran 36. INP Burung di Semak Belukar


PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT SEMAK
No Nama Ilmiah Jml Jml plot FJ FR KJ KR INP H' E
1 Orthotomus ruficeps 7 3 0.75 15.8 2.23 17.1 32.9 0.3
2 Pycnonotus goiavier 10 4 1 21.1 3.18 24.4 45.4 0.34
3 Passer montanus 4 1 0.25 5.26 1.27 9.76 15 0.23
4 Streptopelia chinensis 2 1 0.25 5.26 0.64 4.88 10.1 0.15
5 Lonchura maja 4 1 0.25 5.26 1.27 9.76 15 0.23
6 Pycnonotus atriceps 3 2 0.5 10.5 0.96 7.32 17.8 0.19
7 Pycnonotus simplex 5 2 0.5 10.5 1.59 12.2 22.7 0.26
8 Amaurornis phoenicurus 1 1 0.25 5.26 0.32 2.44 7.7 0.09
9 Hirundo tahi tica 1 1 0.25 5.26 0.32 2.44 7.7 0.09
10 Orthotomus atrogularis 1 1 0.25 5.26 0.32 2.44 7.7 0.09
11 Turnix suscitator 2 1 0.25 5.26 0.64 4.88 10.1 0.15
12 Terpsiphone paradisi 1 1 0.25 5.26 0.32 2.44 7.7 0.09
41 4.75 100 13.1 100 200 2.2 0.89

PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT EDGE SEMAK


No Nama Ilmiah Jml Jml plot FJ FR KJ KR INP H' E
1 Orthotomus ruficeps 5 2 0.5 11.8 1.59 12.8 24.6 0.26
2 Pycnonotus goiavier 9 3 0.75 17.6 2.87 23.1 40.7 0.34
3 Aegithina tiphia 2 1 0.25 5.88 0.64 5.13 11 0.15
4 Pycnonotus plumosus 2 1 0.25 5.88 0.64 5.13 11 0.15
5 Copsychus saularis 4 2 0.5 11.8 1.27 10.3 22 0.23
6 Hirundo tahitica 5 1 0.25 5.88 1.59 12.8 18.7 0.26
7 Pycnonotus atriceps 2 1 0.25 5.88 0.64 5.13 11 0.15
8 Turnix suscitator 1 1 0.25 5.88 0.32 2.56 8.45 0.09
9 Orthotomus atrogularis 2 1 0.25 5.88 0.64 5.13 11 0.15
10 Rhinomyias umbratilis 3 1 0.25 5.88 0.96 7.69 13.6 0.2
11 Ketupa ketupu 1 1 0.25 5.88 0.32 2.56 8.45 0.09
12 Treron olax 2 1 0.25 5.88 0.64 5.13 11 0.15
13 Aceros undulatus 1 1 0.25 5.88 0.32 2.56 8.45 0.09
39 4.25 100 12.4 100 200 2.34 0.91

PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT CORE


No Nama Ilmiah Jml Jml plot FJ FR KJ KR INP H' E
1 Picus puniceus 2 2 0.5 10.5 1.77 8 18.5 0.2
2 Pycnonotus goiavier 5 3 0.75 15.8 4.42 20 35.8 0.32
3 Anthreptes singalensis 2 2 0.5 10.5 1.77 8 18.5 0.2
4 Orthotomus ruficeps 5 3 0.75 15.8 4.42 20 35.8 0.32
5 Corvus macrorhynchos 1 1 0.25 5.26 0.88 4 9.26 0.13
6 Pycnonotus simplex 3 2 0.5 10.5 2.65 12 22.5 0.25
7 Caprimulgus macrurus 1 1 0.25 5.26 0.88 4 9.26 0.13
8 Amaurornis phoenicurus 1 1 0.25 5.26 0.88 4 9.26 0.13
9 Dicrurus aeneus 1 1 0.25 5.26 0.88 4 9.26 0.13
10 Ketupa ketupu 2 1 0.25 5.26 1.77 8 13.3 0.2
11 Dicrurus paradiseus 1 1 0.25 5.26 0.88 4 9.26 0.13
12 Ictinaetus malayenus 1 1 0.25 5.26 0.88 4 9.26 0.13
25 4.75 100 22.1 100 200 2.28 0.92
154

Lampiran 37. INP Burung di Belukar Akasia

PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT AKASIA


No Nama Ilmiah Jml J plot FJ FR KJ KR INP H' E
1 Pycnonotus goiavier 4 2 0.5 14.3 1.99 8 22.3 0.2
2 Orthotomus ruficeps 4 2 0.5 14.3 1.99 8 22.3 0.2
3 Geopelia striata 12 2 0.5 14.3 5.97 24 38.3 0.34
4 Hirundo tahitica 20 1 0.25 7.14 9.95 40 47.1 0.37
5 Copsychus saularis 2 1 0.25 7.14 1 4 11.1 0.13
6 Amaurornis phoenicurus 4 2 0.5 14.3 1.99 8 22.3 0.2
7 Orthotomus atrogularis 1 1 0.25 7.14 0.5 2 9.14 0.08
8 Dicrurus paradiseus 1 1 0.25 7.14 0.5 2 9.14 0.08
9 Pycnonotus atriceps 1 1 0.25 7.14 0.5 2 9.14 0.08
10 Melanoperdix nigra 1 1 0.25 7.14 0.5 2 9.14 0.08
50 3.5 100 24.9 100 200 1.76 0.76

PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT EDGE AKASIA


No Nama Ilmiah Jml Jml plot FJ FR KJ KR INP H' E
1 Pycnonotus goiavier 4 2 0.5 12.5 1.99 14.8 27.3 0.28
2 Orthotomus ruficeps 4 2 0.5 12.5 1.99 14.8 27.3 0.28
3 Passer montanus 1 1 0.25 6.25 0.5 3.7 9.95 0.12
4 Copsychus saularis 1 1 0.25 6.25 0.5 3.7 9.95 0.12
5 Ninox scutulata 2 2 0.5 12.5 1 7.41 19.9 0.19
6 Amaurornis phoenicurus 5 2 0.5 12.5 2.49 18.5 31 0.31
7 Dicrurus paradiseus 2 2 0.5 12.5 1 7.41 19.9 0.19
8 Hirundo tahitica 5 1 0.25 6.25 2.49 18.5 24.8 0.31
9 Orthotomus atrogularis 1 1 0.25 6.25 0.5 3.7 9.95 0.12
10 Spilornis cheela 1 1 0.25 6.25 0.5 3.7 9.95 0.12
11 Pycnonotus atriceps 1 1 0.25 6.25 0.5 3.7 9.95 0.12
27 4 100 13.4 100 200 2.19 0.91

PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT CORE


No Nama Ilmiah Jml Jml plot FJ FR KJ KR INP H' E
1 Caprimulgus macrurus 1 1 0.25 5.88 0.88 1.33 7.21 0.13
2 Pycnonotus goiavier 2 2 0.5 11.8 1.77 2.66 14.4 0.21
3 Anthreptes singalensis 2 2 0.5 11.8 1.77 2.66 14.4 0.21
4 Orthotomus ruficeps 5 3 0.75 17.6 4.42 6.66 24.3 0.33
5 Dinopium rafflesii 1 1 0.25 5.88 0.88 1.33 7.21 0.13
6 Pycnonotus simplex 3 1 0.25 5.88 2.65 3.99 9.88 0.26
7 Halcyon smirnensis 1 1 0.25 5.88 0.88 1.33 7.21 0.13
8 Nectarinia jugularis 3 1 0.25 5.88 2.65 3.99 9.88 0.26
9 Corvus enca 1 1 0.25 5.88 0.88 1.33 7.21 0.13
10 Ketupa ketupu 1 1 0.25 5.88 0.88 1.33 7.21 0.13
11 Rhinomyias umbratilis 1 1 0.25 5.88 0.88 1.33 7.21 0.13
12 Treron olax 2 1 0.25 5.88 1.77 2.66 8.55 0.21
13 Buceros rhinoceros 1 1 0.25 5.88 0.88 1.33 7.21 0.13
24 4.25 100 21.2 32 132 2.39 0.93
155

Lampiran 38. INP Burung di Danau

PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT DANAU


No Nama Ilmiah Jml Jml plot FJ FR KJ KR INP H' E
1 Lonchura leucogastra 4 1 0.25 6.25 1.27 14.3 20.5 0.28
2 Alcedo meninting 1 1 0.25 6.25 0.32 3.57 9.82 0.12
3 Streptopelia chinensis 2 2 0.5 12.5 0.64 7.14 19.6 0.19
4 Pycnonotus goiavier 5 2 0.5 12.5 1.59 17.9 30.4 0.31
5 Halcyon smirnensis 2 1 0.25 6.25 0.64 7.14 13.4 0.19
6 Orthotomus ruficeps 2 2 0.5 12.5 0.64 7.14 19.6 0.19
7 Pycnonotus plumosus 5 1 0.25 6.25 1.59 17.9 24.1 0.31
8 Orthotomus atrogularis 1 1 0.25 6.25 0.32 3.57 9.82 0.12
9 Prinia familiaris 1 1 0.25 6.25 0.32 3.57 9.82 0.12
10 Dicrurus paradiseus 1 1 0.25 6.25 0.32 3.57 9.82 0.12
11 Copsychus saularis 1 1 0.25 6.25 0.32 3.57 9.82 0.12
12 Melanoperdix nigra 2 1 0.25 6.25 0.64 7.14 13.4 0.19
13 Amaurornis phoenicurus 1 1 0.25 6.25 0.32 3.57 9.82 0.12
28 4 100 8.92 100 200 2.36 0.92
PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT EDGE DANAU
No Nama Ilmiah Jml Jml plot FJ FR KJ KR INP H' E
1 Pycnonotus goiavier 3 2 0.5 12.5 0.96 15.8 28.3 0.29
2 Copsychus saularis 2 1 0.25 6.25 0.64 10.5 16.8 0.24
3 Pycnonotus simplex 1 1 0.25 6.25 0.32 5.26 11.5 0.15
4 Hirundo tahitica 1 1 0.25 6.25 0.32 5.26 11.5 0.15
5 Orthotomus sericeus 2 2 0.5 12.5 0.64 10.5 23 0.24
6 Pycnonotus aurigaster 1 1 0.25 6.25 0.32 5.26 11.5 0.15
7 Streptopelia chinensis 1 1 0.25 6.25 0.32 5.26 11.5 0.15
8 Alcedo meninting 1 1 0.25 6.25 0.32 5.26 11.5 0.15
9 Megalaima australis 1 1 0.25 6.25 0.32 5.26 11.5 0.15
10 Dicrurus paradiseus 1 1 0.25 6.25 0.32 5.26 11.5 0.15
11 Pycnonotus atriceps 1 1 0.25 6.25 0.32 5.26 11.5 0.15
12 Psittacula longicauda 2 1 0.25 6.25 0.64 10.5 16.8 0.24
13 Rhinomyias umbratilis 1 1 0.25 6.25 0.32 5.26 11.5 0.15
14 Spilornis cheela 1 1 0.25 6.25 0.32 5.26 11.5 0.15
19 4 100 6.05 100 200 2.55 0.97
PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT CORE
No Nama Ilmiah Jml Jml plot FJ FR KJ KR INP H' E
1 Pycnonotus aurigaster 2 1 0.25 7.69 1.77 13.3 21 0.27
2 Copsychus saularis 1 1 0.25 7.69 0.88 6.67 14.4 0.18
3 Anthreptes simplex 1 1 0.25 7.69 0.88 6.67 14.4 0.18
4 Orthotomus ruficeps 2 1 0.25 7.69 1.77 13.3 21 0.27
5 Dinopium rafflesii 1 1 0.25 7.69 0.88 6.67 14.4 0.18
6 Psittacula longicauda 1 1 0.25 7.69 0.88 6.67 14.4 0.18
7 Gracula religiosa 1 1 0.25 7.69 0.88 6.67 14.4 0.18
8 Acridotheres tristis 1 1 0.25 7.69 0.88 6.67 14.4 0.18
9 Pycnonotus goiavier 1 1 0.25 7.69 0.88 6.67 14.4 0.18
10 Turnix suscitator 1 1 0.25 7.69 0.88 6.67 14.4 0.18
11 Corvus enca 1 1 0.25 7.69 0.88 6.67 14.4 0.18
12 Rhinomyias umbratilis 1 1 0.25 7.69 0.88 6.67 14.4 0.18
13 Buceros rhinoceros 1 1 0.25 7.69 0.88 6.67 14.4 0.18
15 3.25 100 13.3 100 200 2.52 0.98
156

Lampiran 39. INP Burung di Kebun Campuran

PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT KEBUN CAMPURAN


No Nama Ilmiah Jml Jml plot FJ FR KJ KR INP H' E
1 Pycnonotus goiavier 5 2 0.5 11.8 2.49 5.43 17.2 0.16
2 Orthotomus ruficeps 5 2 0.5 11.8 2.49 5.43 17.2 0.16
3 Passer montanus 54 2 0.5 11.8 26.9 58.7 70.5 0.31
4 Hirundo tahitica 3 1 0.25 5.88 1.49 3.26 9.14 0.11
5 Pycnonotus simplex 4 1 0.25 5.88 1.99 4.35 10.2 0.14
6 Turnix suscitator 2 1 0.25 5.88 1 2.17 8.06 0.08
7 Geopelia striata 8 1 0.25 5.88 3.98 8.7 14.6 0.21
8 Orthotomus atrogularis 1 1 0.25 5.88 0.5 1.09 6.97 0.05
9 Dicrurus paradiseus 1 1 0.25 5.88 0.5 1.09 6.97 0.05
10 Pycnonotus atriceps 1 1 0.25 5.88 0.5 1.09 6.97 0.05
11 Centropus bengalensis 1 1 0.25 5.88 0.5 1.09 6.97 0.05
12 Amaurornis phoenicurus 1 1 0.25 5.88 0.5 1.09 6.97 0.05
13 Copsychus saularis 4 1 0.25 5.88 1.99 4.35 10.2 0.14
14 Halcyon smirnensis 2 1 0.25 5.88 1 2.17 8.06 0.08
92 4.25 100 45.8 100 200 1.64 0.62

PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT EDGE KEBUN CAMPURAN


No Nama Ilmiah Jml Jml plot FJ FR KJ KR INP H' E
1 Pycnonotus goiavier 2 1 0.25 5.26 1 6.25 11.5 0.17
2 Orthotomus ruficeps 6 2 0.5 10.5 2.99 18.7 29.3 0.31
3 Copsychus saularis 1 1 0.25 5.26 0.5 3.12 8.39 0.11
4 Geopelia striata 2 1 0.25 5.26 1 6.25 11.5 0.17
5 Prinia familiaris 4 2 0.5 10.5 1.99 12.5 23 0.26
6 Melanoperdix nigra 2 1 0.25 5.26 1 6.25 11.5 0.17
7 Corvus enca 1 1 0.25 5.26 0.5 3.12 8.39 0.11
8 Pycnonotus aurigaster 2 1 0.25 5.26 1 6.25 11.5 0.17
9 Anthus novaeseelandiae 1 1 0.25 5.26 0.5 3.12 8.39 0.11
10 Amaurornis phoenicurus 5 2 0.5 10.5 2.49 15.6 26.2 0.29
11 Orthotomus atrogularis 1 1 0.25 5.26 0.5 3.12 8.39 0.11
12 Pycnonotus eutilotus 1 1 0.25 5.26 0.5 3.12 8.39 0.11
13 Pycnonotus atriceps 1 1 0.25 5.26 0.5 3.12 8.39 0.11
14 Megalaima hemachepala 1 1 0.25 5.26 0.5 3.12 8.39 0.11
15 Turnix suscitator 1 1 0.25 5.26 0.5 3.12 8.39 0.11
16 Phanichophaeus 1 1 0.25 5.26 0.5 3.12 8.39 0.11
curvirostris
32 4.75 100 15.9 100 200 2.53 0.91

PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT CORE


No Nama Ilmiah Jml Jml plot FJ FR KJ KR INP H' E
1 Rhinomyias umbratilis 2 2 0.5 11.1 1.77 7.69 18.8 0.2
2 Pycnonotus goiavier 1 1 0.25 5.56 0.88 3.85 9.4 0.13
3 Picus flavinucha 1 1 0.25 5.56 0.88 3.85 9.4 0.13
4 Orthotomus ruficeps 2 1 0.25 5.56 1.77 7.69 13.2 0.2
5 Gracula religiosa 2 2 0.5 11.1 1.77 7.69 18.8 0.2
6 Amaurornis phoenicurus 1 1 0.25 5.56 0.88 3.85 9.4 0.13
7 Pycnonotus aurigaster 1 1 0.25 5.56 0.88 3.85 9.4 0.13
8 Psittacula longicauda 2 2 0.5 11.1 1.77 7.69 18.8 0.2
9 Nectarinia jugularis 3 1 0.25 5.56 2.65 11.5 17.1 0.25
10 Megalaima australis 1 1 0.25 5.56 0.88 3.85 9.4 0.13
11 Prinia familiaris 2 1 0.25 5.56 1.77 7.69 13.2 0.2
12 Gallus varius 4 1 0.25 5.56 3.54 15.4 20.9 0.29
13 Corvus enca 1 1 0.25 5.56 0.88 3.85 9.4 0.13
14 Treron olax 2 1 0.25 5.56 1.77 7.69 13.2 0.2
15 Buceros rhinoceros 1 1 0.25 5.56 0.88 3.85 9.4 0.13
26 4.5 100 23 100 200 2.6 0.96
157

Lampiran 40. INP Burung di Kebun Sawit

PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT KEBUN SAWIT


No Nama Ilmiah Jml Jml plot FJ FR KJ KR INP H' E
1 Pycnonotus goiavier 5 2 0.5 11.1 2.49 12.8 23.9 0.26
2 Orthotomus ruficeps 1 1 0.25 5.56 0.5 2.56 8.12 0.09
3 Streptopelia chinensis 11 3 0.75 16.7 5.47 28.2 44.9 0.36
4 Pycnonotus aurigaster 3 1 0.25 5.56 1.49 7.69 13.2 0.2
5 Copsychus saularis 2 1 0.25 5.56 1 5.13 10.7 0.15
6 Prinia familiaris 2 1 0.25 5.56 1 5.13 10.7 0.15
7 Turnix suscitator 1 1 0.25 5.56 0.5 2.56 8.12 0.09
8 Centropus sinensis 2 1 0.25 5.56 1 5.13 10.7 0.15
9 Orthotomus atrogularis 1 1 0.25 5.56 0.5 2.56 8.12 0.09
10 Passer montanus 3 1 0.25 5.56 1.49 7.69 13.2 0.2
11 Anthreptes simplex 2 1 0.25 5.56 1 5.13 10.7 0.15
12 Pycnonotus atriceps 1 1 0.25 5.56 0.5 2.56 8.12 0.09
13 Centropus bengalensis 1 1 0.25 5.56 0.5 2.56 8.12 0.09
14 Amaurornis phoenicurus 2 1 0.25 5.56 1 5.13 10.7 0.15
15 Halcyon smirnensis 2 1 0.25 5.56 1 5.13 10.7 0.15
39 4.5 100 19.4 100 200 2.4 0.89

PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT EDGE KEBUN SAWIT


No Nama Ilmiah Jml Jml plot FJ FR KJ KR INP H' E
1 Pycnonotus atriceps 3 1 0.25 5.88 1.49 9.37 15.3 0.23
2 Orthotomus ruficeps 6 2 0.5 11.8 2.99 18.7 30.5 0.32
3 Anthreptes singalensis 2 1 0.25 5.88 1 6.25 12.1 0.18
4 Geopelia striata 1 1 0.25 5.88 0.5 3.12 9.01 0.11
5 Prinia familiaris 7 2 0.5 11.8 3.48 21.9 33.6 0.34
6 Copsychus saularis 1 1 0.25 5.88 0.5 3.12 9.01 0.11
7 Centropus sinensis 1 1 0.25 5.88 0.5 3.12 9.01 0.11
8 Pycnonotus aurigaster 3 2 0.5 11.8 1.49 9.37 21.1 0.23
9 Hirundo tahitica 1 1 0.25 5.88 0.5 3.12 9.01 0.11
10 Orthotomus atrogularis 1 1 0.25 5.88 0.5 3.12 9.01 0.11
11 Pycnonotus eutilotus 1 1 0.25 5.88 0.5 3.12 9.01 0.11
12 Megalaima hemachepala 1 1 0.25 5.88 0.5 3.12 9.01 0.11
13 Amaurornis phoenicurus 2 1 0.25 5.88 1 6.25 12.1 0.18
14 Turnix suscitator 2 1 0.25 5.88 1 6.25 12.1 0.18
30 4.25 100 15.9 100 200 2.46 0.93

PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT CORE


No Nama Ilmiah Jml Jml plot FJ FR KJ KR INP H' E
1 Rhipidura javanica 1 1 0.25 5.88 0.88 4 9.88 0.13
2 Streptopelia chinensis 1 1 0.25 5.88 0.88 4 9.88 0.13
3 Picus flavinucha 1 1 0.25 5.88 0.88 4 9.88 0.13
4 Prinia familiaris 4 2 0.5 11.8 3.54 16 27.8 0.29
5 Halcyon smirnensis 2 1 0.25 5.88 1.77 8 13.9 0.2
6 Megalaima hemachepala 3 2 0.5 11.8 2.65 12 23.8 0.25
7 Rhinomyias umbratilis 2 2 0.5 11.8 1.77 8 19.8 0.2
8 Psittacula longicauda 4 2 0.5 11.8 3.54 16 27.8 0.29
9 Picus puniceus 1 1 0.25 5.88 0.88 4 9.88 0.13
10 Gracula religiosa 1 1 0.25 5.88 0.88 4 9.88 0.13
11 Dicrurus aeneus 2 1 0.25 5.88 1.77 8 13.9 0.2
12 Treron olax 2 1 0.25 5.88 1.77 8 13.9 0.2
13 Spilornis cheela 1 1 0.25 5.88 0.88 4 9.88 0.13
25 4.25 100 22.1 100 200 2.42 0.94
158

Lampiran 41. INP Burung di Hotel

PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT EDGE HOTEL

No Nama Ilmiah Jml Jml plot FJ FR KJ KR INP H' E


1 Pycnonotus goiavier 11 2 0.5 12.5 9.73 23.9 36.4 0.34
2 Orthotomus ruficeps 4 1 0.25 6.25 3.54 8.7 14.9 0.21
3 Streptopelia chinensis 9 3 0.75 18.8 7.96 19.6 38.3 0.32
4 Copsychus saularis 4 2 0.5 12.5 3.54 8.7 21.2 0.21
5 Prinia familiaris 3 2 0.5 12.5 2.65 6.52 19 0.18
6 Alcedo meninting 3 1 0.25 6.25 2.65 6.52 12.8 0.18
7 Halcyon smirnensis 5 1 0.25 6.25 4.42 10.9 17.1 0.24
8 Orthotomus atrogularis 1 1 0.25 6.25 0.88 2.17 8.42 0.08
9 Passer montanus 3 1 0.25 6.25 2.65 6.52 12.8 0.18
10 Anthreptes simplex 2 1 0.25 6.25 1.77 4.35 10.6 0.14
11 Pycnonotus atriceps 1 1 0.25 6.25 0.88 2.17 8.42 0.08
46 4 100 40.7 100 200 2.16 0.9

PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT CORE

No Nama Ilmiah Jml Jml plot FJ FR KJ KR INP H' E


1 Cinclidium diana 1 1 0.25 7.14 0.88 4.55 11.7 0.15
2 Orthotomus ruficeps 1 1 0.25 7.14 0.88 4.55 11.7 0.15
3 Pycnonotus goiavier 1 1 0.25 7.14 0.88 4.55 11.7 0.15
4 Prinia familiaris 7 3 0.75 21.4 6.19 31.8 53.2 0.37
5 Aceros corrugatus 5 3 0.75 21.4 4.42 22.7 44.2 0.35
6 Phaenichophaeus 1 1 0.25 7.14 0.88 4.55 11.7 0.15
curvirostris
7 Psittacula longicauda 1 1 0.25 7.14 0.88 4.55 11.7 0.15
8 Megalaima hemachepala 1 1 0.25 7.14 0.88 4.55 11.7 0.15
9 Turnix suscitator 2 1 0.25 7.14 1.77 9.09 16.2 0.23
10 Rhipidura javanica 2 1 0.25 7.14 1.77 9.09 16.2 0.23
20 3.5 100 19.5 100 200 2.07 0.9

Anda mungkin juga menyukai