Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DISUSUN OLEH:
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
TAHUN AJARAN 2018/ 2019
TEORI IKATAN DALAM KOMPLEKS
Teori mengenai ikatan dalam senyawa kompleks mulai berkembang sekitar tahun
1930. Sampai dengan saat ini ada 3 teori yang cukup menonjol :
Teori Ikatan Valensi (TIV)
Teori ini menyatakan bahwa dalam senyawa terbentuk ikatan kovalen
koordinasi antara ligan dengan atom, dimana pasangan elektron bebas
disumbangkan oleh ligan dan logam menyediakan orbital kosong untuk
ditempati oleh PEB yang disumbangkan oleh ligan
Teori Medan Kristal
Menurut teori ini, ikatan antara logam dan ligan dalam senyawa kompleks
murni merupakan interaksi elektrostatik.
Teori Orbital Molekul
Dalam teori orbital molekul, interaksi antara ligan dengan logam pusat
dapat berupa interaksi ionik maupun pembentukan ikatan kovalen, dengan
menggunakan pendekatan mekanika gelombang
: [Ar]
3d8 4s2 4p0
Elektron pada orbital 4s mengalami promosi ke orbital 3d, sehingga
orbital 4s kosong dan dapat mengalami hibridisasi dengan orbital 4p
membentuk orbital hibrida sp3.
Ni28 : [Ar]
3d8 4s 4p
hibridisasi sp3
: [ Ar]
3d5 4s1 4p0
Dua buah elektron pada orbital d yang semula tidak berpasangan
dipasangkan dengan elektron lain yang ada pada orbital d tersebut,
sehingga 2 orbital d yang semula ditempati oleh kedua elektron
tersebut kosong dan dapat digunakan untuk membentuk orbital hibridal
d2sp3
Fe3+ : [Ar]
hibridisasi d2sp3
Karena orbital d yang digunakan dalam hibridisasi ini berasal dari
orbital d yang berada disebelah dalam orbital s dan p, maka kompleks
dengan orbital hibrida semacam ini disebut sebagai kompleks orbital
dalam (inner orbital complex)
[Fe(CN)6]3- : [Ar]
3d6 d2sp3
Orbital hibrida d2sp3 yang terbentuk diisi oleh pasangan elektron bebas
dari ligan CN-
Dalam kompleks terdapat satu elektron yang tidak berpasangan,
sehingga kompleks bersifat paramagnetik.
[Ni(CN)4]2-, memiliki bentuk geometris segiempat planar
Ni28 : [Ar] 3d8 4s2
: [Ar]
3d8 4s2 4p0
Ni2+ : [Ar]
membentuk orbital hibrida dsp3
[Ni(CN4)]2- : [Ar]
3d8 dsp3
Semua elektron dalam kompleks ini berpasangan sehingga kompleks
bersifat diamagnetik
Contoh :
Ion [FeF6]3-, memiliki bentuk geometris oktahedral. Jika diasumsikan
kompleks ini merupakan kompleks orbital dalam dengan hanya satu
elektron yang tidak berpasangan, maka seharusnya momen magnet
senyawa adalah sebesar 1,73 BM. Menurut hasil pengukuran, momen
magnet ion [FeF6]3- adalah sebesar 6,0 BM, yang akan sesuai jika
terdapat lima elektron tidak berpasangan. Berarti ion Fe3+ dalam
kompleks mengalami hibridisasi sp3d2 dengan melibatkan orbital d
sebelah luar, dan disebut sebagai kompleks orbital luar (outer orbital
complex).
Fe26: [Ar] 3d6 4s2
Fe3+: [Ar] 3d5 4s0
: [Ar]
3d5 4s1 4p0 4d0
membentuk orbital hibrida sp3d2
Bentuk Orbital-d
Karena orbital d seringkali digunakan pada pembentukan ikatan dalam
kompleks, terutama dalam teori TMK, maka adalah penting untuk mempelajari
bentuk dan orientasi ruang orbital d. Kelima orbital d tidak identik, dan dapat
dibagi menjadi dua kelompok; orbital t2g dan eg. Orbital-orbital t2g –dxy; dxz; dan
dyz– memiliki bentuk yang sama dan memiliki orientasi arah di antara sumbu x, y,
dan z. Orbital-orbital eg –dx2-y2 dan dz2– memiliki bentuk yang berbeda dan
terletak di sepanjang sumbu.
x x y
y z z
y y
dx2-y2 dz2
Kompleks Oktahedral
Pada kompleks oktahedral, logam berada di pusat oktahedron dengan ligan di
setiap sudutnya. Arah mendekatnya ligan adalah sepanjang sumbu x, y dan z.
Karena orientasi arah orbital dx2-y2 dan dz2 adalah sepanjang sumbu x; y; z, dan
menghadap langsung ke arah mendekatnya ligan, maka kedua orbital tersebut
mengami tolakan yang lebih besar dari ligan dibandingkan orbital dxy; dxz dan dyz
yang berada di antara sumbu-sumbu x; y; dan z. Dengan demikian orbital d pada
kompleks oktahedral mengalami pemecahan (splitting) tingkat energi dimana
orbital-orbital eg memiliki tingkat energi yang lebih besar dibandingkan orbital t2g.
Z dx2-y2 dz2
L eg
Y
0,6∆o
L
L M+ L X
dxz dyz dx2-y2 dz2 ∆o
L
dxy
0,4∆o
t2g
(a) (b)
Gambar a. kompleks oktahedral
Gambar b. pemecahan energi yang terjadi pada orbital d menjadi orbital eg dan t2g
Jarak antara kedua tingkat energi ini diberi simbol 0 atau 10Dq. Setiap
orbital pada orbital t2g menurunkan energi kompleks sebesar 0,40, dan sebaliknya
setiap orbital pada orbital eg menaikkan energi kompleks sebesar 0,60. Tingkat
energi rata-rata dari kedua tingkat energi orbital t 2g dan eg merupakan energi
hipotetik dari orbital d yang terdegenerasi.
Besarnya harga o terutama ditentukan oleh kuat atau lemahnya suatu
ligan. Semakin kuat medan suatu ligan, makin besar pula pemecahan tingkat
energi yang disebabkan, sehingga harga 0 juga semakin besar. Harga 0 dalam
suatu kompleks dapat ditentukan melalui pengukuran spektra UV-Vis dari
kompleks. Kompleks akan menyerap energi pada panjang gelombang yang sesuai
untuk mempromosikan elektron dari tingkat energi t2g ke tingkat eg. Panjang
gelombang yang diserap dapat ditentukan berdasarkan puncak serapan dari
spektrum serapan UV-Vis.
Karena setiap orbital t2g menurunkan energi sebesar 0,40 dari tingkat
energi hipotetis, setiap elektron yang menempati orbital t2g akan meningkatkan
kestabilan kompleks dengan menurunkan energi kompleks sebesar 0,40.
Besarnya penurunan energi ini disebut sebagai Energi Stabilisasi Medan Kristal
(CFSE, Crystal Field Stabilization Energy). Sebaliknya, setiap elektron di orbital
eg akan menurunkan kestabilan kompleks dengan menaikkan energi kompleks
sebesar 0,60.
Tabel berikut menunjukkan besarnya CFSE untuk kompleks dengan konfigurasi
d0 – d10.
Konfigurasi
Jumlah elektron d CFSE
t2g eg
1 -0,40
2 -0,80
3 -1,20
4 (kompleks high
-0,60
spin)
4 (kompleks low
-1,6∆0
spin)
5 (kompleks high
0
spin)
5 (kompleks low
-2,0∆0
spin)
6 (kompleks high
-0,4∆0
spin)
6 (kompleks low
-2,4∆0
spin)
7 (kompleks high
-0,8∆0
spin)
7 (kompleks low
-1,8∆0
spin)
8 -1,2∆0
9 -0,6∆0
10 0
Besarnya harga ∆0 ditentukan oleh jenis ligan yang terikat dengan logam
pusat. Untuk ligan medan lemah (weak field ligand), perbedaan selisih energi
antara orbital t2g dan eg yang terjadi dalam splitting sangat kecil, dengan demikian
elektron-elektron akan mengisi kelima orbital tanpa berpasangan terlebih dahulu.
Kompleks dengan ligan medan lemah semacam ini disebut sebagai kompleks spin
tinggi (high spin complex).
Ligan medan kuat (strong field ligand) menyebabkan perbedaan energi
yang besar antara orbital t2g dengan orbital eg. Karena energi yang diperlukan
untuk menempatkan elektron ke orbital eg yang tingkat energinya lebih tinggi
lebih besar dibandingkan energi yang diperlukan untuk memasangkan elektron,
elektron akan mengisi orbital t2g terlebih dahulu hingga penuh sebelum mengisi
orbital eg.
Besrnya harga ∆o dapat ditentukan secara Spektrofotometri UV-Vis.
Kompleks akan menyerap cahaya dengan frekuensi yang berkesesuaian dengan
energi yang diperlukan untuk mengeksitasikan elektron dari orbital t2g ke orbital eg
(v = ∆0/h, h= konstanta Planck). Dari pita serapan ini dapat dilihat intensitas
maksimum dari serapan oleh kompleks terletak pada frekuensi berapa.
Menurut hasil studi eksperimen dari spektra sejumlah kompleks dengan
berbagai macam jenis logam pusat dan ligan, ternyata ligan-ligan dapat diurutkan
sesuai kemampuannya untuk menyebabkan pemecahan tingkat energi pada orbital
d. Deretan ligan ini disebut Deret Spektrokimia.
I-< Br- < Cl- < F- < OH- < C2O42- < H2O < NCS- < py < NH3 < en < bipy <
o-phen < NO2- < CN-
d6 [FeII(CN)6]4-;
kuat
[CoIII(NH3)6]3+
d8
lemah [NiIIF6]4-; [Ni(H2O)6]2+
kuat
d10 [ZnII(NH3)6]2+;
atau
[ZnII(H2O)6]2+
lemah
Penataan asimetris
Jumlah
Medan
elektron t2g eg Contoh
ligan
d
d4
lemah Cr(+II); Mn(III+)
d7
kuat Co(+II); Ni(+III)
d9 kuat dan
Cu(+II)
lemah
Jika orbital dz2 berisi lebih banyak elektron dibandingkan orbital dx2-y2,
maka ligan yang berada pada sumbu z akan mengalami gaya tolak yang lebih
besar dibandingkan keempat ligan lainnya (yang berada pada sumbu x dan y).
Gaya tolak yang tidak seimbang tersebut akan menghasilkan distorsi berupa
perpanjangan oktahedron di sepanjang sumbu z, dan disebut sebagai distorsi
tetragonal. Lebih tegasnya, distorsi berupa pemanjangan sumbu x semacam ini
disebut sebagai elongasi (perpanjangan) tetragonal.
Sebaliknya, jika orbital yang berisi lebih banyak elektron adalah orbital
dx2-y2, elongasi akan terjadi sepanjang sumbu x dan sumbu y, sehingga ligan dapat
lebih mendekat ke arah logam pusat melalui sumbu z. Berarti akan ada empat
ikatan yang panjang dan dua ikatan yang lebih pendek, dan struktur yang
terbentuk mirip dengan oktahedron yang ditekan sepanjang sumbu z. Distorsi
semacam ini disebut kompresi tetragonal.
Distorsi berupa elongasi tetragonal lebih sering terjadi dibandingkan kompresi
tetragonal.
Gambar (c)
Dapat disimpulkan bahwa jika pengisian orbital dx2-y2 dan dz2 tidak sama,
maka akan terjadi distorsi. Hal ini disebut sebagai Distorsi Jahn Taller.
Teorema Jahn-Taller menyatakan bahwa : “sistem molekuler yang tidak
linear dalam suatu keadaan elektron yang terdegenerasi tidaklah stabil; dan akan
mengalami distorsi untuk menurunkan simetrinya dan menghilangkan degenerasi
yang terjadi”.
eg ∆E
t2g
Elektron yang berada pada orbital dx2-y2 mengalami tolakan dari empat
ligan yang berada pada sumbu x dan y; sementara elektron yang ada pada orbital
dz2 hanya mengalami tolakan dari dua ligan yang berada pada sumbu z. Jika
medan ligan cukup kuat, maka perbedaan energi di antara dua orbital ini (orbital
dx2-y2 dan dz2) menjadi lebih besar dibandingkan energi yang diperlukan untuk
memasangkan elektron. Pemecahan orbital eg ini ditunjukkan pada Gambar(f).
Dalam kondisi demikian, kompleks akan menjadi lebih stabil jika orbital
dx2-y2 kosong dan kedua elektron yang seharusnya menempati orbital eg ditata
secara berpasangan pada orbital dz2 . Dengan demikian, empat buah ligan dapat
terikat dalam kompleks pada sumbu x dan y dengan lebih mudah karena tidak
mengalami tolakan dari orbital dx2-y2 yang telah kosong. Sebaliknya ligan tidak
dapat mendekati logam pusat melalui sumbu z, karena mengalami tolakan yang
sangat kuat dari orbital dz2 yang terisi dua elektron. Oleh karena itu hanya
terbentuk empat ikatan antara logam pusat dengan ligan, dan struktur geometris
kompleks menjadi segiempat planar.
Kompleks segiempat planar terbentuk pada ion logam dengan konfigurasi
elektron d8 dan ligan yang memiliki medan yang sangat kuat, misalnya
[NiII(CN)4]2-. Semua kompleks Pt(II) dan Au(II) merupakan kompleks segi empat
planar, meskipun dengan ligan medan lemah.
Besarnya pemecahan energi orbital eg tergantung pada jenis ligan dan logam yang
menjadi ion pusat. Pada kompleks segiempat planar dari Co II; NiII dan CuII, orbital
dz2 memiliki tingkat energi yang hampir sama dengan orbital d xz dan dyz.
Sedangkan dalam kompleks [PtCl4]2-, orbital dz2 memiliki tingkat energi yang
lebih rendah dibandingkan orbital dxz dan dyz.
KOMPLEKS TETRAHEDRAL
Orientasi ruang dari suatu kompleks dengan geometris tetrahedral dapat
dihubungkan sebagai suatu kubus, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar (g).
Logam pusat
X
Y Y
Ligan
(g)
∆E (∆t)
(h)
Gambar (h) Pemecahan tingkat energi yang terjadi dalam kompleks tetrahedron
PEMBENTUKAN ORBITAL σ
Pembentukan ikatan melalui orbital σ yang paling sederhana dapat
dicontohkan dalam pembentukan ikatan antar atom hidrogen dalam molekul H2.
orbital σ* (orbital molekul antibonding)
1s 1s
H
H
H2
orbital σ (orbital molekul bonding)
Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa tiap atom H memiliki masing-
masing satu buah elektron pada orbital 1s. kedua orbital atom H tersebut
kemudian bergabung membentuk orbital molekul σ, sehingga terbentuk dua
macam orbital, orbital σ yang merupakan orbital bonding, dan orbital σ* yang
merupakan orbital antibonding. Sesuai dengan aturan Hund, maka mula-mula
elektron dari salah satu atom H mengisi orbital molekul σ yang terbentuk,
kemudian elektron dari atom H yang lain juga mengisi orbital σ tersebut. Dengan
terbentuknya orbital molekul yang diisi oleh elektron dari kedua atom H, maka
terbentuklah ikatan antar atom H tersebut menjadi molekul H 2. Molekul H2 ini
merupakan molekul yang stabil, karena elektron-elektronnya berada pada orbital
molekul σ yang tingkat energinya lebih rendah dibandingkan tingkat energi orbital
atom pembentuknya.
Pembentukan orbital molekul ini dapat digunakan untuk menjelaskan
ketidakstabilan dari molekul He2. Perhatikan diagram berikut :
orbital σ* (orbital molekul antibonding)
1s 1s
He He
He2
a
1s
A
1s b
B
orbital σ
AB
Pada diagram tersebut, atom B memiliki tingkat energi yang lebih rendah
dibandingkan orbital atom A. Oleh karena itu, orbital molekul (OM) σ yang
terbentuk memiliki karakteristik yang lebih mirip dengan orbital atom B. Selisih
energi antara orbital atom A dan orbital atom B, dinotasikan dengan a,
menunjukkan ukuran sifat ionik ikatan yang terbentuk antara A dan B. Sedangkan
selisih energi antara OM σ dengan orbital atom B, dinotasikan dengan b,
menunjukkan sifat kovalen ikatan AB.
σ*p
σ*s
4p σ*d
4s
∆0
3d
σp
σs
Pada kompleks [Co(NH3)6], orbital-orbital 4s, 4px, 4py, 4pz, 3dx2-y2, dan
3dz2 dari logam Co bergabung dengan keenam orbital px dari atom ligan NH3
membentuk orbital molekul. Orbital molekul σ yang terbentuk masing-masing
diisi dengan sepasang elektron dari ligan NH3. Orbital 3dxy, 3dxz, dan 3dyz dari
Co3+ tidak bergabung membentuk orbital molekul, ketiga orbital tersebut
merupakan orbital nonbonding (non ikatan) dalam kompleks ini. Selisih antara
tingkat energi nonbonding dengan orbital σ* (orbital antibonding) merupakan
harga Δ0 dari kompleks tersebut. Dalam TOM, splitting/pemecahan tingkat energi
yang terjadi merupakan akibat dari kovalensi. Makin besar kovalensi,makin
besarpula harga Δ0. Dalam kompleks [Co(NH3)6]3+ tersebut, harga Δ0 cukup besar,
sehingga semua elektron lebih memilih untuk mengisi orbital nonbonding,
kompleks merupakan kompleks low spin. Karena semua elektron dalam kompleks
berpasangan, maka dapat diramalkan bahwa kompleks tersebut bersifat
diamagnetik.
Pada kompleks [CoF6]3-, selisih tingkat energi antara orbital nonbonding
dengan orbital antibonding /orbital σ* yang terbentuk relatif cukup kecil, sehingga
elektron dapat mengisi orbital σ* terlebih dahulu. Kompleks ini merupakan
kompleks high spin. Diagram pembentukan orbital molekul pada kompleks
[CoF6]3- dapat dilihat berikut ini :
σ*s
σ*p
4p
4s
∆0 σ*d
3d
σp
σs
Orbital-orbital 3dx2-y2; 3dz2; 4s; 4px; 4py; dan 4pz dari logam bergabung
dengan 6 buah orbital px dari keenam ligan F- yang mengelilingi logam pusat
tersebut. Orbital-orbital t2g dari logam membentuk orbital nonbonding atau non-
ikatan. Selisih tingkat energi antara orbital nonbonding ini dengan orbital
antibonding σ* yang terbentuk dinotasikan dengan Δ0. Pada kompleks [CoF6]3-,
karena harga Δ0 relatif cukup kecil, maka sebelum mengisi orbital nonbonding
secara berpasangan, elektron dari ligan mengisi orbital σ* terlebih dahulu.
Akibatnya setiap orbital σ* yang merupakan orbital antibonding masing-masing
terisi satu buah elektron. Terisinya orbital antibonding ini mengakibatkan ikatan
antara logam Co dengan ligan NH3 tersebut menjadi lebih lemah. Karena dalam
kompleks terdapat sejumlah elektron yang tidak berpasangan, maka dapat
diramalkan bahwa kompleks [CoF6]3- merupakan kompleks yang bersifat
paramagnetik.
PEMBENTUKAN ORBITAL π
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, orbital σ dapat terbentuk antar
orbital atom dengan simetri yang sama. Adapun orbital π dapat terbentuk antara
orbital px, py, pz, dxy, dxz, dan dyz dari logam dengan orbital atom dari ligan yang
tidak searah dengan orbital logam. Salah satu contoh bagaimana orbital π dapat
terbentuk antara orbital atom dari logam dengan orbital atom yang dimiliki ligan
ditunjukkan dalam gambar berikut :
- +
- - + +
+ + - -
+ -
Gambar (i)
Gambar (i) Kombinasi orbital dxz dari logam dengan orbital py dan pz dari ligan
Dari Gambar (i) di atas dapat dilihat bahwa orbital d xz berada sejajar
dengan orbital py dan pz dari ligan, sehingga kombinasi dari orbital atom logam
dan orbital atom ligan tersebut dapat menghasilkan orbital molekul π.
Selain dari penggabungan orbital dxz dari logam dengan orbital py dan pz, orbital
molekul π juga dapat terbentuk dari penggabungan antara orbital p z dari logam
dengan orbital pz dari ligan. Ilustrasi kedua orbital atom tersebut dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.
+
+ + +
+ -
- - -
-
(j)
Gambar (j) Posisi orbital atom pz dari logam dan orbital pz ligan berada dalam
posisi yang sejajar, sehingga juga dapat bergabung dan menghasilkan
orbital molekul π.
Jika pada pembentukan ikatan σ ligan berperan sebagai Basa Lewis yang
menyumbangkan pasangan elektron, maka dalam pembentukan ikatan π ini, ligan
dapat bertindak sebagai asam Lewis yang menerima pasangan elektron yang
didonorkan oleh logam.
Adanya ikatan π akan memperkuat ikatan antara logam dengan ligan,
sehingga meningkatkan kestabilan kompleks. Selain itu, konsep mengenai
pembentukan ikatan π juga dapat menjelaskan urutan kekuatan ligan dalam deret
Spektrokimia.
Ligan dapat berperan sebagai akseptor π atau donor π, tergantung
keterisian orbital π yang dimiliki oleh ligan tersebut.
(a) Ligan akseptor π
Sejumlah ligan seperti CO, CN- dan NO+ memiliki orbital π kosong yang
dapat bertumpang tindih dengan orbital t2g dari logam, membentuk ikatan
π. Interaksi semacam ini seringkali disebut sebagai pembentukan ikatan
balik (backbonding). Tingkat energi dari orbital π yang dimiliki ligan ini
seringkali lebih tinggi dibandingkan tingkat energi dari logam, sehingga
dapat menaikkan harga ∆0. Ligan-ligan semacam ini merupakan ligan
medan kuat dan pada Deret Spektrokimia berada di sebelah kanan.
(b) Ligan Donor π
Sejumlah ligan tertentu memiliki orbital π yang telah terisi elektron dan
mengalami overlap dengan orbital t2g dari logam, menghasilkan ikatan π.
Rapatan elektron akan ditransfer dari ligan menuju logam melalui ikatan π
ini. Selain dari ikatan π yang terbentuk tadi, transfer elektron dari ligan ke
logam juga terjadi melalui ikatan σ. Interaksi semacam ini lebih sering
terjadi pada kompleks dari logam dengan bilangan oksidasi yang tinggi,
sehingga logam tersebut ”kekurangan elektron”. Orbital π dari ligan
biasanya memiliki tingkat energi yang lebih rendah dibandingkan orbital
t2g logam, sehingga delokalisasi elektron π dari ligan melalui cara ini akan
memperkecil harga ∆0. Ligan yang merupakan donor π terletak di sebelah
kiri dari Deret Spektrokimia.
DERET SPEKTROKIMIA
Deret spektrokimia (spectrochemical series) adalah urutan yang dihasilkan
untuk sejumlah ligan dari yang terlemah sampai yang terkuat. Pengukuran sifat
magnetik dan spektrum absorpsi dari kompleks logam transisi dapat memberi
peringkat ligan dari yang paling lemah berinteraksi dengan ion logam (dengan
demikian memberikan pembelahan medan kristal terkecil) sampai yang
berinteraksi paling kuat dan memberikan pembelahan paling besar.
Telah ditemukan melalui studi eksperimen mengenai spektra sejumlah
besar kompleks yang mengandung berbagai ion logam dan berbagai ligan, bahwa
ligan-ligan dapat ditata dalam deret menurut kapasitasnya untuk menyebabkan
-
pemisahan orbital d . Deret tersebut bagi ligan-ligan yang umum, adalah I- < Br
< Cl - < F - < OH - < C2O4 2- < H2O < - NCS - < py < NH3 < en < bipy < o-phen <
NO2- < CN -. Gagasan dari deret tersebut adalah bahwa pemisahan orbital d , dan
karenanya frekuensi-frekuensi relatif pita-pita serapan sinar tampak bagi dua
kompleks yang mengandung ion logam sama tetapi ligan yang berbeda, dapat
diramalkan dari deret tersebut, apa pun ion logam tertentu tadi. Tentu saja tidak
dapat di harapkan aturan sederhana dan berguna itu dapat diterapkan secara
menyeluruh. Persyaratan berikut perlu diingat dalam menerapkannya
1. Deret didasarkan atas data bagi ion-ion logam dalam tingkat oksidasi yang
umum. Karena sifat alami interaksi logam-logam dalam tingkat oksidasi
logam yang luar biasa tinggi atau luar biasa rendah, dalam beberapa hal
mungkin berbeda dari interaksi tersebut dalam logam dengan tingkat, oksidasi
normal, pelanggaran yang menyolok dari urutan yang diperlihatkan bisa
terjadi bagi kompleks-kompleks dalam tingkat oksidasi yang tidak biasa[2].
2. Bahkan bagi ion-ion logam dalam tingkat oksidasi normal kadang-kadang
ditemukan suatu pembalikan urutan dari anggota yang bersebelahan, atau
hampir bersebelahan dalam deret.