Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
A DENGAN
DERMATITIS EKSFOLIATIVA DI RUANG MURAI RSPAU dr. S
HARDJOLUKITO YOGYAKARTA
DISUSUN OLEH :
A. Latar Belakang
Kata “dermatitis” berarti adanya inflamasi pada kulit. Eczema atau gatal-gatal merupakan
bentuk khusus dari dermatitis. Beberapa ahli menggunakan kata eczema untuk menjelaskan
inflamasi yang dicetuskan dari dalam pada kulit. Prevalensi dari semua bentuk eczema adalah
4,66 %, termasuk dermatitis atopic 0,69 %, eczema nummular 0,17 % dan dermatitis seboroik
2,32 % yang menyerang 2 % hingga 5 % dari penduduk.
Eksim atau dermatitis adalah istilah kedokteran untuk kelainan kulit yang mana kulit
tampak meradang dan iritasi. Keradangan ini bisa terjadi dimana saja namun yang paling sering
terkena adalah tangan dan kaki. Jenis eksim yang paling sering dijumpai adalah eksim atopic
atau dermatitis atopic. Gejala eksim akan mulai muncul pada masa anak-anak terutama saat
mereka berumur diatas 2 tahun. Pada beberapa kasus, eksim akan menghilang dengan
bertambahnya usia, namun tidak sedikit pula yang akan menderita seumur hidupnya. Dengan
pengobatan yang tepat, penyakit ini dapat dikendalikan dengan baik sehingga mengurangi angka
kekambuhan.
Dimanapun lokasi timbulnya eksim, gejala utama yang dirasakan pasien adalah gatal. Terkadang
rasa gatal sudah muncul sebelum ada tanda kemerahan pada kulit. Gejala kemerahan biasanya
akan muncul pada wajah, lutut, tangan dan kaki, namun tidak menutup kemungkinan kemerahan
muncul didaerah lain.
Daerah yang terkena akan terasa sangat kering, menebal atau keropeng. Pada orang kulit putih,
daerah ini pada mulanya akan berwarna merah muda lalu berubah menjadi cokelat. Sementara itu
pada orang dengan kulit lebih gelap, eksim akan mempengaruhi pigmen kulit sehingga daerah
eksim akan tampak lebih terang atau lebih gelap.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu penyakit dermatitis, klasifikasi, etiologi, WOC, manifestasi klinis, pemeriksaan
penunjang dan diagnostic, penatalaksanaan medis dan keperawatan, serta komplikasi dermatitis ?
2. Bagaimana suhan keperawatan pada pasien dermatitis ?
C. Tujuan Pembelajaran
1. Mampu memahami definisi, klasifikasi, etiologi, WOC, manifestasi klinis, pemeriksaan
penunjang dan diagnostic, penatalaksanaan medis dan keperawatan, serta komplikasi dermatitis.
2. Mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dermatitis.
A. Pengertian
Dermatitis berasal dari kata derm/o- (kulit) dan it is (radang/ inflamasi), sehingga dapat
diterjemahkan sebagai suatu keadaan di mana kulit mengalami inflamasi (Hayakawa, 2000)
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons terhadap
pengaruh factor eksogen dan atau factor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa eflo-
resensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal.
Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik).
Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis (Djuanda, Adhi, 2007).
Dermatitis adalah peradangan pada kulit (inflamasi pada kulit) yang disertai dengan
pengelupasan kulit dan pembentukan sisik (Brunner dan Suddart, 2000).
Jadi dermatitis adalah peradangan kulit yang ditandai oleh rasa gatal.
B. Klasifikasi
1. Dermatitis kontak
Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap paparan bahan iritan
eksternal yang mengenai kulit.
Dermatitis kontak terbagi menjadi 2, yaitu :
a. Dermatitis kontak iritan (mekanisme non imunologik)
b. Dermatitis kontak alergik (mekanisme imunologik spesifik)
No. Dermatitis kontak iritan Dermatitis kontak alergik
1. Penyebab Iritan primer Alergen kontak
S.sensitizer
2. Permulaan Pada kontak pertama Pada kontak ulang
3. Penderita Semua orang Hanya orang yang alergik
4. Lesi Batas lebih jelas Batas tidak begitu jelas
Eritema sangat jelas Eritema kurang jelas
5. Uji tempel Sesudah ditempel 24 jam, Bila sesudah 24 jam
bila iritan di angkat reaksi bahan allergen di angkat,
akan segera reaksi menetap atau
meluas berhenti
2. Dermatitis atopic
Dermatitis atopic adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal dan
umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan
peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita. Kelainan
kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, tempatnya
dilipatan atau fleksural.
3. Dermatitis numularis
Merupakan dermatitis yang bersifat kronik residif dengan lesi berukuran sebesar uang logam
(coin) atau agak lonjong, berlokasi pada sisi ekstensor ekstremitas berupa papulovesikel,
biasanya mudah pecah sehingga basah (oozing).
4. Dermatitis seboroik
Merupakan golongan kelainan kulit yang didasari oleh factor konstitusi, hormone, kebiasaan
buruk dan bila dijumpai pada muka dan aksila akan sulit dibedakan. Pada muka terdapat
disekitar leher, alis mata dan di belakang telinga.
C. Etiologi
Penyebab dermatitis belum diketahui secara pasti. Sebagian besar merupakan respon kulit
terhadap agen-agen misalnya zat kimia, bakteri dan selain itu alergi makanan juga bisa
menyebabkan dermatitis. Respon tersebut dapat berhubungan dengan alergi (Arief Mansjoer,
1998).
Penyebab dermatitis secara umum dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Luar (eksogen) misalnya bahan kimia (deterjen, oli, semen, asam, basa), fisik (sinar matahari,
suhu), mikroorganisme (bakteri, jamur).
2. Dalam (endogen) misalnya dermatitis atopic.
Sebagian lain tidak diketahui etiologinya yang pasti.
E. Manifestasi Klinis
Pada umumnya manifestasi klinis dermatitis adanya tanda-tanda radang akut terutama
pruritus (gatal), kenaikan suhu tubuh, kemerahan, edema misalnya pada muka (terutama palpebra
dan bibir), gangguan fungsi kulit dan genetalia eksterna.
1. Stadium akut : kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi dan eksudasi
sehingga tampak basah.
2. Stadium subakut: eritema, edema berkurang, eksudat mongering menjadi kusta.
3. Stadium kronis : lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul dan likenefikasi.
Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja sejak awal suatu dermatitis sejak awal memberi
gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium kronis.
PATOFISIOLOGI
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan
oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk,
dalam beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui
membran untuk merusak lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel. Dengan
rusaknya membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan asam
arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi
pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan system kinin. Juga akan
menarik neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan membebaskan histamin,
prostaglandin dan leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets yang akan menyebabkan
perubahan vaskuler. Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen dan sintesis protein. Pada
dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya mediator- mediator. Sehingga
perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik sangat tipis yaitu dermatitis kontak
iritan tidak melalui fase sensitisasi.Ada dua jenis bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah.
Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang,
sedang iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-
ulang. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi, mempunyai
andil pada terjadinya kerusakan tersebut.
Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV yang
menyebabkan timbulnya lesi dermatitis ini yaitu :
a.Fase Sensitisasi
Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini terjadi sensitisasi
terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang disebut alergen kontak
atau pemeka. Terjadi bila hapten menempel pada kulit selama 18-24 jam kemudian hapten
diproses dengan jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE (Langerhans Epidermal), untuk
mengadakan ikatan kovalen dengan protein karier yang berada di epidermis, menjadi komplek
hapten protein. Protein ini terletak pada membran sel Langerhans dan berhubungan dengan
produk gen HLA-DR (Human Leukocyte Antigen-DR). Pada sel penyaji antigen (antigen
presenting cell). Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke parakorteks Limfonodus
regional dan terjadilah proses penyajian antigen kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation
4+) dan molekul CD3. CD4+berfungsi sebagai pengenal komplek HLADR dari sel Langerhans,
sedangkan molekul CD3 yang berkaitan dengan protein heterodimerik Ti (CD3-Ti), merupakan
pengenal antigen yang lebih spesifik, misalnya untuk ion nikel saja atau ion kromium saja.
Kedua reseptor antigen tersebut terdapat pada permukaan sel T. Pada saat ini telah terjadi
pengenalan antigen (antigen recognition). Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk
mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang akan merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2.
Kemudian IL-2 akan mengakibatkan proliferasi sel T sehingga terbentuk primed me mory T
cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan limfonodi dan akan memasuki fase
elisitasi bila kontak berikut dengan alergen yang sama. Proses ini pada manusia berlangsung
selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini individu tersebut telah
tersensitisasi yang berarti mempunyai resiko untuk mengalami dermatitis kontak alergik.
b.Fase elisitasi
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang sama dan
sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel Langerhans akan
mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan
merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit
memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan
limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan
makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang
meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula
yang akan tampak sebagai dermatitis.
Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu
proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel Langerhans dan sel
keratinosit serta pelepasan Prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi
INF gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-2R sel T serta mencegah kontak sel T
dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan memperlambat
puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin berefek merangsang
molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel
T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan peradangan.
PATHWAY
A. Kesimpulan
Dermatitis adalah peradangan kulit ( epidermis dan dermis ) sebagai respon terhadap
pengaruh faktor eksogen atau pengaruh faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa
efloresensi polimorfik ( eritema, edema, papul, vesikel, skuama) dan keluhan gatal.
Klasifikasi Dermatitis adalah dermatitis kontak, dermatitis atopik, dermatitis numularis dan
demertitis soboik. Penyebab dermatitis belum diketahui secara pasti. Sebagian besar
merupakan respon kulit terhadap agen-agen misal nya zat kimia, bakteri dan fungi selain itu
alergi makanan juga bisa menyebabkan dermatitis. Manifestasi klinis dermatitis adanya
tanda-tanda radang akut terutama pruritus ( gatal ), kenaikan suhu tubuh, kemerahan, edema
misalnya pada muka ( terutama palpebra dan bibir ), gangguan fungsi kulit dan genitalia
eksterna. Pemeriksaan penunjang dan lab dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa medis
maupun keperawatan, komlikasi yang mungkin muncul pada penatalaksaan medis dan
keperawatan adalah infeksi.
Asuhan keperawatan yang dapat dilakukan mencakup beberapa diagnosa yaitu Nyeri
berhubungan dengan adanya lesi kulit, kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
inflamasi dermatitis, respon menggaruk, gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus,
gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik dan resiko
infeksi berhubungan dengan kerusakan perlindungan kulit.
B. Saran
Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna dan kurang lengkap, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapakan.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen.
Jakarta: Salemba Medika.
Djuanda, Adhi. (2005). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Taylor, Cynthia M. (2003). Diagnosis Keperawatan dengan Rencana Asuhan. Jakarta: EGC