Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah swt, alhamdulillah dengan
rahmat Allah swt akhirnya makalah yang berjudul “Filsafat Abad Pertengahan”
dapat terselesaikan. Makalah ini berisi tentang perkembangan filsafat pada abad
pertengahan. Filsafat pada abad ini terbagi menjadi dua periode yaitu periode
partisik dan periode skolastik.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari kesempurnaan baik dalam materi maupun cara penyajian penulisannya. Penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk pengembangan dan
kesempurnaan makalah ini. Semoga informasi yang terdapat dalam makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.

Pekanbaru, 27 Oktober 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... i


DAFTAR ISI .............................................................................................. ii

BAB I
PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 1
C. Tujuan ............................................................................................ 1

BAB II
PEMBAHASAN ........................................................................................ 2
A. Sejarah Filsafat Abad Pertengahan ................................................ 2
B. Ciri Filsafat Abad Pertengahan ...................................................... 2
C. Periode-Periode Pada Abad Pertengahan ....................................... 3
a. Zaman Patristik ........................................................................ 3
b. Zaman Skolastik ....................................................................... 4
D. Perkembangan Filsafat Abad Pertengahan ..................................... 7

BAB III
PENUTUP .................................................................................................. 8
A. Kesimpulan .................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 9

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Abad pertengahan merupakan kurun waktu yang khas. Secara singkat
dikatakan bahwa dominasi agama kristen sangat menonjol. Perkembangan alam
pikiran harus disesuaikan dengan ajaran agama. Demikian pula filsafat, harus diuji
apakah tidak bertentangan dengan ajaran agama islam.
Filsafat abad pertengahan menggambarkan suatu zaman yang baru di
tengah-tengah suatu perkumpulan bangsa yang baru, yaitu bangsa eropa barat.
Filsafat yang baru ini disebut skolastik.
Pada masa pertumbuhan dan perkembangan filsafat eropa ( sekitar lima
abad ) belum memunculkan ahli pikir ( filosuf ), akan tetapi setelah abad ke-6
masehi, baru muncul ahli pikir yang mengadakan penyelidikan filsafat. Jadi, filsafat
Eropa yang mengawali kelahiran filsafat barat abad pertengahan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah sejarah filsafat pada abad pertengahan ?
2. Apakah ciri filsafat pada abad pertengahan ?
3. Bagaimana periode pada abad pertengahan ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah filsafat pada abad pertengahan.
2. Untuk mengetahui ciri filsafat pada abad pertengahan.
3. Untuk mengetahui periode pada abad pertengahan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Filsafat Abad Pertengahan


Sejarah filsafat Abad Pertengahan dimulai kira-kira pada abad ke-5 sampai
awal abad ke-17. Para sejarawan umumnya menentukan tahun 476, yakni masa
berakhirnya Kerajaan Romawi Barat yang berpusat di kota Roma dan munculnya
Kerajaan Romawi Timur yang kelak berpusat di Konstantinopel (sekarang
Istambul), sebagai data awal zaman Abad Pertengahan dan tahun 1492 (penemuan
benua Amerika oleh Columbus) sebagai data akhirnya.
Masa ini diawali dengan lahirnya filsafat Eropa. Sebagaimana halnya
dengan filsafat Yunani yang dipengaruhi oleh kepercayaan, maka filsafat atau
pemikiran pada Abad Pertengahan pun dipengaruhi oleh kepercayaan Kristen.
Artinya, pemikiran filsafat Abad Pertengahan didominasi oleh agama.
Periode abad pertengahan mempunyai perbedaan yang mencolok dengan
abad sebelumnya. Perbedaan ini terletak pada dominasi agama. Timbulnya agama
kristen pada permulaan abad masehi membawa perubahan besar terhadap
kepercayaan agama. Zaman pertengahan adalah zaman keemasan bagi
kekristenan. Disinilah yang menjadi persoalannya, karena agama kristen itu
mengajarkan bahwa wahyu tuhanlah yang merupakan kebenaran sejati. Hal ini
berbeda dengan pandangan yunani kuno mengatakan bahwa kebenaran dapat di
capai oleh kemampuan akal.
B. Ciri Filsafat Abad Pertengahan
Filsafat Abad Pertengahan dicirikan dengan adanya hubungan erat antara
agama Kristen dan filsafat. Dilihat secara menyeluruh, filsafat Abad Pertengahan
memang merupakan filsafat Kristiani. Oleh karena itu, kiranya dapat dikatakan
bahwa filsafat abad pertengahan adalah suatu filsafat agama dengan agama kristiani
sebagai basisnya.
Agama Kristen menjadi problema kefilsafatan karena mengajarkan bahwa
wahyu Tuhanlah yang merupakan kebenaran yang sejati. Hal ini berbeda dengan

2
pandangan yunani kuno yang mengatakan bahwa kebenaran dapat dicapai oleh
kemampuan akal. Mereka belum mengenal adanya wahyu.
Mengenai sikap terhadap pemikiran Yunani ada dua:
1. Golongan yang menolak sama sekali pemikiran Yunani, karena pemikiran
Yunani merupakan pemikiran orang kafir karena tidak mengakui wahyu.
2. Menerima filsafat yunani yang mengatakan bahwa karena manusia itu ciptaan
Tuhan maka kebijaksanaan manusia berarti pula kebijaksanaan yang datangnya dari
Tuhan. Mungkin akal tidak dapat mencapai kebenaran yang sejati. Oleh karena itu,
akal dapat dibantu oleh wahyu.
C. Periode-periode pada abad pertengahan
Secara garis besar, filsafat abad pertengahan dapat dibagi menjadi dua
periode yaitu Zaman Patristik dan Zaman Skolastik.
a. Zaman Patristik
Patristik berasal dari kata patres (bentuk jamak dari pater) yang berarti
bapak-bapak. Yang dimaksudkan adalah para pujangga Gereja dan tokoh-tokoh
Gereja yang sangat berperan sebagai peletak dasar intelektual kekristenan. Mereka
khususnya mencurahkan perhatian pada pengembangan teologi, tetapi dalam
kegiatan tersebut mereka tak dapat menghindarkan diri dari wilayah kefilsafatan.
Masa Patristik dibagi atas Patristik Yunani (atau Patristik Timur) dan Patristik Latin
(atau Patristik Barat).
Bapak Gereja terpenting pada masa itu antara lain Tertullianus (160-222),
Justinus, Clemens dari Alexandnria (150-251), Origenes (185-254), Gregorius dari
Nazianza (330-390), Basilus Agung (330-379), Gregorius dari Nyssa (335-394),
Dionysius Areopagita, Johanes Damascenus, Ambrosius, Hyeronimus, dan
Agustinus (354-430).
Tertullianus, Justinus, Clemens dari Alexandria, dan Origenes adalah
pemikir-pemikir pada masa awal patristik. Gregorius dari Nazianza, Basilus Agung,
Gregorius dari Nyssa, Dionysius Areopagita,dan Johanes Damascenus adalah
tokoh-tokoh pada masa patristik Yunani. Sedangkan Ambrosius, Hyeronimus, dan
Agustinus adalah pemikir-pemikir yang menandai masa keemasan patristik Latin.

3
Agustinus adalah seorang pujangga gereja dan filsuf besar. Setelah
melewati kehidupan masa muda yang hedonistis, Agustinus kemudian memeluk
agama Kristen dan menciptakan sebuah tradisi filsafat Kristen yang berpengaruh
besar pada abad pertengahan.
Agustinus menentang aliran skeptisisme (aliran yang meragukan
kebenaran). Menurut Agustinus skeptisisme itu sebetulnya merupakan bukti bahwa
ada kebenaran. Menurut Agustinus, Allah menciptakan dunia ex nihilo (konsep
yang kemudian juga diikuti oleh Thomas Aquinos). Artinya, dalam menciptakan
dunia dan isinya, Allah tidak menggunakan bahan.
Filsafat patristik mengalami kemunduran sejak abad V hingga abad VIII. Di
barat dan timur tokoh-tokoh dan pemikir-pemikir baru dengan corak pemikiran
yang berbeda dengan masa patristik.
b. Zaman Skolastik
Zaman Skolastik dimulai sejak abad ke-9. Kalau tokoh masa Patristik
adalah pribadi-pribadi yang lewat tulisannya memberikan bentuk pada pemikiran
filsafat dan teologi pada zamannya, para tokoh zaman Skolastik adalah para pelajar
dari lingkungan sekolah-kerajaan dan sekolah-katedral yang didirikan oleh Raja
Karel Agung (742-814) dan kelak juga dari lingkungan universitas dan ordo-ordo
biarawan.
Filsafat mereka disebut “Skolastik” (dari kata Latin “scholasticus”, “guru”),
karena pada periode ini filsafat diajarkan dalam sekolah-sekolah, biara dan
universitas-universitas menurut suatu kurikulum yang baku dan bersifat
internasional.[10]
Tokoh-tokoh terpenting masa skolastik adalah Boethius (480-524), Johannes
Scotus Eriugena (810-877), Anselmus dari Canterbury (1033-1109), Petrus
Abelardus (1079-1142), Bonaventura (1221-1274), Singer dari Brabant (sekitar
1240-1281/4), Albertus Agung (sekitar 1205-1280), Thomas Aquinas (1225-1274),
Johannes Duns Scotus (1266-1308), Gulielmus dari Ockham (1285-1349), dan
Nicolaus Cusanus (1401-1464). [11]
Anselmus mengemukakan semboyan credo ut intelligam, yang artinya aku
percaya agar aku mengerti. Kepercayaan digunakan untuk mencari pengertian,

4
filsafat sebagai alat pikiran, teologi sebagai kepercayaan. Sumbangan terpenting
Anselmus yaitu suatu ajaran ketuhanan yang bersifat filsafat. Dalam menjelaskan
kedatangan dan kematian Kristus Anselmus menjelaskan bahwa kemuliaan Tuhan
telah digelapkan oleh kejatuhan malaikat dan manusia. Hal ini merupakan
penghinaan bagi Tuhan yang patut dikenai hukuman. Untuk menyelamatkan
manusia, Tuhan menjelma menjadi anakNya agar hukuman dapat ditanggung.
Dengan demikian keadilan, rahmat dan kasih Tuhan telah genap dan dipenuhi.
Bagi Thomas Aquinas, tidak ada perbedaan antara akal dan
wahyu Kebenaran iman hanya dapat dicapai melalui keyakinan dan wahyu (dunia
diciptakan Tuhan dalam 6 hari). Ada kebenaran teologis alamiah yang dapat
ditemukan pada akal dan wahyu (sebagai jalan menemukan kebenaran), tetapi
hanya ada satu kebenaran, yaitu teologi iman. Pengetahuan tidak sama dengan
kepercayaan. Pengetahuan didapat dari indra dan diolah dari akal, tetapi akal tidak
bisa mencapai realitas tertinggi. Dalil akal harus diperkuat oleh agama.
Aquinas yang pemikirannya dipengaruhi Aristoteles, melakukan pula
pengristenan teori Aristoteles dalam teologi Kristen. Salah satu penyempurnaan
teori Aristoteles oleh Aquinas yaitu pandangan bahwa wanita adalah pria yang tidak
sempurna. Pria dianggap aktif dan kreatif, wanita dipandang pasif dan reseptif. Bagi
Aqunias pria dan wanita memiliki jiwa yang sama, hanya sebagai makhluk
alamlah wanita lebih rendah, jiwanya sama.
Aku percaya sebab mustahil”, demikian semboyan Occam sebagai suatu
gambaran terhadap hubungan tidak harmonis antara kepercayaan dan pengetahuan.
Pandangan dengan corak nominalis ini banyak dikritik oleh gereja karena dianggap
otoritas gereja. Bagi Occam, ”bukan saja akal manusia tidak akan dapat mengerti
pernyataan Tuhan, tetapi juga akal akan menyerang segala ikrar keputusan gereja
dengan hebat sebab akal manusia sekali-kali tidak bisa memasuki dunia ketuhanan.
Manusia hanya dapat menggantungkan kepercayaan kepada kehendak Tuhan saja
yang telah dinyatakan dalam alkitab”. Dengan demikian, antara keyakinan yang
bersumber terhadap agama dan pengetahuan yang bersumber pada akal harus
dipisahkan. Akibat pandangan ini Occam dihukum penjara oleh Paus, namun
mendapat suaka dari Raja Louis IV.

5
Periode ini terbagi menjadi tiga tahap:
1. Periode Skolastik awal (800-120)
Ditandai oleh pembentukan metode yang lahir karena hubungan yang rapat
antara agama dan filsafat. Yang tampak pada permulaan ialah persoalan tentang
universalia. Ajaran Agustinus dan neo-Platonisme mempunyai pengaruh yang luas
dan kuat dalam berbagai aliran pemikiran.
Pada periode ini, diupayakan misalnya, pembuktian adanya Tuhan
berdasarkan rasio murni, jadi tanpa berdasarkan Kitab Suci (Anselmus dan
Canterbury). Problem yang hangat didiskusikan pada masa ini adalah
masalah universalia dengan konfrontasi antara “Realisme” dan “Nominalisme”
sebagai latar belakang problematisnya. Selain itu, dalam abad ke-12, ada pemikiran
teoretis mengenai filsafat alam, sejarah dan bahasa, pengalaman mistik atas
kebenaran religious pun mendapat tempat.
2. Periode puncak perkembangan skolastik (abad ke-13)
Periode puncak perkembangan skolastik : dipengaruhi oleh Aristoteles
akibat kedatangan ahli filsafat Arab dan yahudi. Filsafat Aristoteles memberikan
warna dominan pada alam pemikiran Abad Pertengahan. Aristoteles diakui sebagai
Sang Filsuf, gaya pemikiran Yunani semakin diterima, keluasan cakrawala berpikir
semakin ditantang lewat perselisihan dengan filsafat Arab dan Yahudi. Universitas-
universitas pertama didirikan di Bologna (1158), Paris (1170), Oxford (1200), dan
masih banyak lagi universitas yang mengikutinya. Pada abad ke-13, dihasilkan
suatu sintesis besar dari khazanah pemikiran kristiani dan filsafat Yunani. Tokoh-
tokohnya adalah Yohanes Fidanza (1221-1257), Albertus Magnus (1206-1280),
dan Thomas Aquinas (1225-1274). Hasil sintesis besar ini dinamakan summa
(keseluruhan).
3. Periode Skolastik lanjut atau akhir (abad ke-14-15)
Periode skolastik Akhir abad ke 14-15 ditandai dengan pemikiran islam
yang berkembang kearah nominalisme ialah aliran yang berpendapat bahwa
universalisme tidak memberi petunjuk tentang aspek yang sama dan yang umum
mengenai adanya sesuatu hal. Kepercayaan orang pada kemampuan rasio memberi
jawaban atas masalah-masalah iman mulai berkurang. Ada semacam keyakinan

6
bahwa iman dan pengetahuan tidak dapat disatukan. Rasio tidak dapat
mempertanggungjawabkan ajaran Gereja, hanya iman yang dapat menerimanya.

D. Perkembangan Filsafat Abad Pertengahan


Pada abad pertengahan ini perkembangan ilmu mencapai kemajuan yang
pesat karena adanya penerjemahan karya filsafat Yunani klasik ke bahasa Latin,
juga penerjemahan kembali karya para filsuf Yunani oleh bangsa Arab ke bahasa
Latin. Karangan para filsuf Islam menjadi sumber terpenting penerjemahan buku,
baik buku keilmuan maupun filsafat. Diantara karya filsuf islam yang
diterjemahkan antara lain astronomi (Al Khawarizmi), kedokteran (Ibnu Sina),
karya-karya Al Farabi, Al Kindi, Al Ghazali.
Fokus pada pengembangan ilmu melalui sekolah menjadi perhatian dari
Raja Charlemagne (Charles I) dengan pendirian sekolah-sekolah dan perekrutan
guru dari Italia, Inggris dan Irlandia. Sistem pendidikan di sekolah dibagi menjadi
tiga tingkat. Pertama, yakni pengajaran dasar (diwajibkan bagi calon pejabat agama
dan terbuka juga bagi umum). Kedua, diajarkan tujuh ilmu bebas (liberal art) yang
dibagi menjadi dua bagian; a) gramatika, retorika, dan dialektika (trivium), b)
aritmetika, geometri, astronomi dan musik (quadrivium). Tingkatan ketiga ialah
pengajaran buku-buku suci.
Masa abad pertengahan adalah masa pembentukan kebudayaan Barat
dengan ciri khas ajaran Masehi (filsafat skolastik) yang diwarnai oleh
perkembangan peradaban Kristen. Peradaban Kristen menjadi dasar bagi
kebudayaan masa modern. Peninggalan kebudayaan abad pertengahan dapat dilihat
dari karya seni musik, bangunan bercorak gothik sebagai bentuk pemujaan terhadap
gereja.

7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Zaman pertengahan ialah zaman dimana Filsafat Abad Pertengahan
dicirikan dengan adanya hubungan erat antara agama Kristen dan filsafat. Abad
pertengahan memiliki sebutan lain misalnya abad kegelapan, jaman skolastik atau
masa patristik, yang semuanya menggambarkan corak pemikiran filsafat dan
keilmuan yang dibentuk sesuai dengan perkembangan peradaban Kristen.
Abad ini ditandai dengan keruntuhan budaya Romawi dan upaya untuk
kembali membangun peradaban berdasarkan ajaran filsafat Yunani dan ajaran
agama Kristen. Perkembangan ilmu dan filsafat berlangsung di gereja-gereja pada
awalnya, untuk kemudian mengalami perpecahan dikarenakan domininasi kuat
agama terhadap berbagai aspek kehidupan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat berlangsung dengan lambat
tetapi pasti sejalan dengan kontak budaya dengan budaya Islam dan semangat untuk
kembali pada kejayaan peradaban Yunani. Masa ini berakhir dengan pemisahan
kekuasaan dan pemikiran antara ajaran agama yang bertahan di gereja dan
perkembangan keilmuan yang mendapat tempat di lembaga sekolah.

8
DAFTAR PUSTAKA
Petrus, Simon. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius
Surajiyo. 2005. Ilmu filsafat suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara
Soejono, Soemargono. 2004. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana

Anda mungkin juga menyukai